BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Konflik Sosial - Analisis Konflik Sosial Dalam Novel Seteguk Air Zam-Zam Karya Maulana Syamsuri

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

2.1.1 Konflik Sosial

  Konflik menurut Webster,dalam bahasa aslinya berarti suatu “perkelahian, peperangan, atau perjuangan” yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Lebih tepatnya konflik adalah persepsi mengenai perbedaan kepentingan (Perceived divergence of interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan (Pruitt dan Jeffery, 2004: 9).

  Istilah “konflik” secara etimologis berasal dari bahasa Latin “con” yang berarti bersama dan “fligere” yang berarti benturan atau tabrakan. Dengan demikian, “konflik” dalam kehidupan sosial berarti benturan kepentingan, keinginan, pendapat, dan lain-lain yang paling tidak melibatkan dua pihak atau lebih (Setiadi dan Kolip, 2011: 347).

  Konflik sosial adalah percekcokan, perselisihan, ketegangan atau pertentangan dalam masyarakat akibat pengaruh adanya perbedaan-perbedaan tertentu dalam masyarakat (kemajemukan masyarakat) (Ahmadi, 2007: 291).

  Konflik sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial atau menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok sosial tersebut sehingga menyebabkan kepincangan sosial. Konflik sosial merupakan akibat dari interaksi sosial antara individu, antara individu dengan kelompok, atau antar kelompok(Soekanto, 2012: 312).

  Konflik-konflik dalam kehidupan sosial merupakan salah satu fenomena yang terjadi di dalam masyarakat. Konflik sosial tersebut dijadikan pengarang sebagai objek dalam menciptakan sebuah karya sastra. Dalam sebuah novel, konflik menjadi hal yang sangat penting. Konflik yang ditimbulkan oleh tokoh dalam sebuah novel mampu mendorong pembaca untuk ikut merasakan bagaimana yang dalami oleh tokoh dalam novel tersebut.

  2.1.2 Tokoh

  Tokoh cerita (character), menurut Abrams adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Nurgiyantoro, 1994: 165).

  2.1.3Sosiologi Sastra

  Kata sosiologi berasal dari kata Latin socius yang berarti kawan, dan kata Yunani logos yang berarti kata atau berbicara. Dengan demikian, sosiologi berarti berbicara mengenai masyarakat (Soekanto, 2012: 4).

  Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian mengenai sosiologi sastra banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi pemicu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu mampu merefleksikan zamannya (Endraswara, 2008: 77). Sosiologi sastra memandang karya sastra sebagai hasil interaksi pengarang dengan masyarakat, sebagai kesadaran kolektif (Ratna, 2003: 13).

  Sosiologi dan sastra adalah dua hal yang berbeda.Namun, dapat saling melengkapi. Objek studi sosiologi adalah tentang manusia dan sastra pun demikian. Sastra adalah ekspresi kehidupan manusia yang tak lepas dari akar masyarakatnya. Sastra merupakan sebuah refleksi lingkungan sosial budaya yang merupakan hasil interaksi antara pengarang dengan situasi sosial yang membentuknya atau merupakan penjelasan suatu sejarah yang dikembangkan dalam karya sastra (Endraswara, 2008: 78).

  Sosiologi sastra dapat meneliti sastra melalui tiga perspektif.Pertama, perspektif teks sastra, artinya peneliti menganalisis sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Teks biasanya dipotong-potong, diklasifikasikan, dan dijelaskan makna sosiologisnya. Kedua, perspektif biografis, yaitu peneliti menganalisis pengarang. Perspektif ini akan berhubungan dengan life history seorang pengarang dan latar belakang sosialnya. Ketiga, perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra (Endraswara. 2008: 80).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Sosiologi Sastra

  Sosiologi sastra merupakan suatu pendekatan yang terfokus pada masalah manusia. Karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi. Pendapat ini menunjukkan bahwa perjuangan panjang hidup manusia akan selalu mewarnai teks sastra (Endraswara, 2008: 79).

  Hubungan sosiologi dan sastra bukanlah hal yang dicari-cari. Keduanya akan saling melengkapi hidup manusia. Hubungan keduanya terlihat dalam refleksi sosial sastra, antara lain: (a) dunia sosial manusia dan seluk-beluknya, (b) penyesuaian diri individu pada dunia lain, (c) bagaimana cita-cita untuk mengubah dunia sosialnya, (d) hubungan sastra dan politik, dan (e) konflik- konflik dan ketegangan dalam masyarakat (Endraswara, 2008: 88).

  Penelitian ini membahas tentang bentuk-bentuk konflik sosial dalam novel Seteguk Air Zam-Zam karya Maulana Syamsuri. Bentuk konflik sosial yang terdapat di dalam novel tersebut adalah konflik sosial antarpribadi. Pengertian konflik sosial di sini adalah konflik yang terjadi akibat kontak sosial antarmanusia yang diwarnai dengan adanya percekcokan, perselisihan, perbedaan kepentingan, maupun perbedaan pendapat. Teori yang akan dipergunakan pada penelitian ini adalah sosiologi sastra.

  Sosiologi sastra merupakan gabungan dua disiplin yang berbeda yaitu sosiologi dan sastra. Keduanya ditopang oleh dua teori yang berbeda yaitu teori-teori sosiologi dan teori-teori sastra. Dalam sosiologi sastra yang mendominasi jelas teori-teori yang berkaitan dengan sastra, sedangkan teori- teori yang berkaitan dengan sosiologi berfungsi sebagai komplementer (pelengkap) (Ratna, 2003: 18).

  Konflik sosial merupakan salah satu aspek ekstrinsik dalam karya sastra yang dapat menopang analisis sosiologi sastra sebagai ilmu bantu. Teori-teori sosiologi yang dapat menopang analisis sosiologis adalah teori-teori yang dapat menjelaskan hakikat fakta-fakta sosial, sedangkan karya sastra sebagai sistem komunikasi berkaitan dengan aspek-aspek ekstrinsik seperti: kelompok sosial, kelas sosial, stratifikasi sosial, institusi sosial, sistem sosial, interaksi sosial, konflik sosial, kesadaran sosial, mobilitas sosial, dan sebagainya (Ratna, 2003: 18).Dengan mempergunakan pendekatan sosiologi sastra, dapat dipahami bagaimana tokoh-tokoh dalam novel Seteguk Air Zam-

  

Zam karya Maulana Syamsuri berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan

masyarakat dan lingkungannya.

2.2.2 Konflik Sosial

  Teori konflik adalah salah satu perspektif dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari bagian atau komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dimana komponen yang satu berusaha menaklukkan kepentingan yang lain guna memenuhi kepentingannya atau memperoleh keuntungan yang sebesar- besarnya. Teori konflik sosial memandang antar-elemen sosial memiliki kepentingan dan pandangan yang berbeda. Perbedaan kepentingan dan pandangan tersebutlah yang memicu terjadinya konflik sosial yang berujung saling mengalahkan, melenyapkan, memusnahkan di antara elemen tersebut. Konflik sosial tidak hanya berakar dari ketidakpuasan batin, kecemburuan, iri hati, kebencian, masalah perut, masalah tanah, tempat tinggal, pekerjaan, uang, dan juga kekuasan tetapi emosi manusia sesaat pun dapat memicu terjadinya konflik sosial (Setiadi dan Kolip, 2011: 347).

  Manusia adalah makhluk konfliktis (homo conflictus), yaitu makhluk yang selalu terlibat dalam perbedaan, pertentangan, baik pertentangan ide maupun fisik antara dua belah pihak, dan persaingan yang disebabkan adanya persinggungan dan pergerakan sebagai aspek tindakan sosial. Konflik terbagi atas beberapa macam, yaitu konflik antarorang (interpersonal conflict), konflik antarkelompok (intergroup conflict), konflik antara kelompok dengan negara (vertical conflict), dan konflik antarnegara (interstate conflict) (Susan, 2009: 4-5).

  Pruitt dan Rubin (2004) dalam bukunya yang berjudul Teori Konflik

  

Sosial , memberikan perhatian utama pada konflik yang terjadi antara dua

  pihak. Dengan tetap disertai kesadaran bahwa konflik dapat terjadi pada berbagai macam keadaan dan tingkat kompleksitas. Mereka beranggapan bahwa kebanyakan penelitian yang relevan mengenai konflik sosial dilakukan di laboratorium, dan biasanya mengenai konflik dua pihak.

  Konflik merupakan gejala sosial yang selalu mewarnai kehidupan sosial, sehingga bersifat inheren, artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Terdapat beberapa bentuk konflik sebagai salah satu gejala sosial masyarakat, yaitu konflik gender, konflik rasial dan antarsuku, konflik antar-umat agama, konflik antargolongan, konflik kepentingan, konflik antarpribadi, konflik antarkelas sosial, dan konflik antarnegara/bangsa. (Setiadi dan Kolip, 2011: 347).

  Konflik sosial (pertentangan sosial) merupakan salah satu bentuk proses sosial yang disosiatif selain persaingan (competition) dan kontraversi

  (contravention) akibat adanya perbedaan-perbedaan tertentu dalam masyarakat maupun pribadi, seperti akibat perbedaan ras, suku bangsa, agama, bahasa, adat-istiadat, golongan politik, pandangan hidup, profesi, dan budaya lainnya (Ahmadi, 2007: 291). Dilihat dari segi bentuknya, konflik sosial mempunyai beberapa bentuk, yaitu konflik pribadi, konflik kelompok, konflik antar-kelas sosial, konflik rasial, konflik politik, dan konflik budaya (Ahmadi, 2007: 295).

  Beberapa pendapat di atas menyatakan berbagai macam bentuk konflik sosial, tetapi jika dilihat dari pengklasifikasian mengenai bentuk konflik sosial, maka terdapat beberapa persamaan pendapat antara Setiadi dan Kolip dengan Ahmadi. Mereka sama-sama menyatakan bahwa konflik sosial memiliki beberapa bentuk, yaitu konflik pribadi (antarpribadi), konflik antar- kelas sosial, dan konflik rasial.Penelitian ini lebih cenderung mempergunakan pendapat yang dikemukakan oleh Setiadi dan Kolip untuk meneliti konflik sosial yang terdapat dalam novel Seteguk Air Zam-Zam karya Maulana Syamsuri.

2.3 Tinjauan Pustaka

  Novel Seteguk Air Zam-Zam karya Maulana Syamsuri adalah novel yang sangat bagus untuk dianalisis karena novel ini menampilkan masalah-masalah sosial yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Novel ini juga identik dengan budaya lokal, yaitu budaya Mandailing. Penelitian dengan mempergunakan teori sosiologi sastra sudah banyak dilakukan sebelumnya. Namun, menurut pengetahuan peneliti, penelitian mengenai konflik sosial dengan mempergunakan teori sosiologi sastra terhadap novel Seteguk Air Zam-Zam karya Maulana Syamsuri belum pernah ada sehingga penelitian ini dapat dilakukan.

  Novel Seteguk Air Zam-Zam pernah diteliti oleh Irene S. mahasiswa Departemen Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara. Penelitian yang dilakukan oleh Irene S. terfokus pada analisis Strukturalisme Genetik. Irene S. melakukan penelitian pada novel tersebut dengan judul Novel Seteguk Air Zam-

  

Zam Karya Maulana Samsuri: Tinjauan Strukturalisme Genetik. Pada penelitian

  tersebut Irene mendeskripsikan karya sastra dari segi struktur yang menjelaskan fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan pandangan dunia.

  Analisis mengenai konflik sosial berdasarkan pendekatan sosiologi sastra pernah dilakukan oleh Amraini Sihotang mahasiswa Departemen Sastra Arab Universitas Sumatera Utara dengan judul Analisis Konflik Sosial dalam Novel Ma

  wara’a al-nahri “Kesaksian Sang Penyair” (Pendekatan Sosiologi Sastra). Pada

  penelitiannya, Amraini cenderung mengambil konsep konflik sosial pendapat dari Burhan Nurgiyantoro dan G. Pruitt. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui bentuk konflik sosial yang terkandung dalam novel Ma wara’a al-

  

nahri “Kesaksian Sang Penyair” serta pendekatan apa yang dipergunakan oleh

para tokoh dalam novel tersebut.

  Penelitian mengenai konflik sosial berdasarkan sosiologi sastra juga pernah dilakukan oleh mahasiswa Universitas lain yaitu Febri Harizadika, Bakhtaruddin Nasution, dan M. Ismail Nasution mahasiswa Departemen Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Padang dengan judul Konflik Sosial dalam

Kumpulan Cerpen Perempuan Bawang dan Lelaki Kayu Karya Radi F.

  

Daye. Terdapat Sembilan cerpen yang mereka analisis dalam penelitian tersebut,

  yaitu 1) Perempuan Bawang, 2) Kubah, 3) Jarak, 4) Bibir Pak Gur Bengkok, 5)

  

Seekor Anjing yang Menangis, 6) Rumah Lumut, 7) Lekuk Teluk, 8) Mungkin

Jibril Asyik Berzapin, 9) Rumah yang Mengigil. Berdasarkan pada pendapat

  Soekanto dan dari hasil penelitian terhadap kumpulan cerpen Perempuan Bawang

  

dan Lelaki Kayu , mereka menemukan jenis-jenis konflik sosial yang terdapat

  dalam ke-9 cerpen tersebut. Adapun jenis-jenis konflik sosial tersebut diantaranya adalah : (1) masalah kemiskinan dan lapangan pekerjaan. (2) masalah kejahatan.

  (3) masalah disorganisasi sosial. (4) masalah generasi muda dalam masyarakat modern. (5) masalah agama dan kepercayaan.