BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Prosedur Penerimaan Sawit Rakyat Ke Pabrik Kelapa Sawit ( Pks ) Di Ptpn Ii Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara ( Studi Di Ptpn Ii Sawit Seberang )

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, pengertian dari pertanian adalah suatu kegiatan manusia

  yang meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, holtikultura, peternakan dan perikanan. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor-sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Indonesia adalah sebagai petani dan perkebunan, sehingga sektor - sektor ini sangat penting untuk dikembangkan di

   negara kita.

  Kelapa sawit (Elais Guinensis Jacq) berasal dari Negara Afrika Barat. Namun ada juga yang mengatakan bahwa komoditi ini berasal dari Amerika Selatan tepatnya Brazil karena di kawasan ini lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit. Pada kenyataannya kelapa sawit hidup lebih subur di luar daerah asalnya seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nuginea. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi.

  Kelapa sawit merupakan tumbuhan tropis yang tergolong dalam famili palmae dan berasal dari Afrika Barat. Kelapa sawit mulai dibudidayakan secara 1 komersial dalam bentuk perusahaan perkebunan pada tahun 1911. Secara umum

  

Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo, Sejarah Perkebunan di Indonesia: Kajian Sosial Ekonomi, Yogyakarta: Adytia Media, 1991, hlm. 7. tanaman kelapa sawit tumbuh rata-rata 20–25 tahun. Pada tiga tahun pertama disebut sebagai kelapa sawit muda, karena belum menghasilkan buah. Kelapa sawit mulai berbuah pada usia empat sampai enam tahun. Usia tujuh sampai sepuluh tahun disebut sebagai periode matang (The Mature Periode), karena kelapa sawit mulai menghasilkan buah tandan segar (Fresh Fruit Bunch). Tanaman kelapa sawit pada usia sebelas sampai dua puluh tahun mulai mengalami penurunan produksi buah tandan segar. Pada usia 20-25 tahun tanaman kelapa sawit mati. Pada dasarnya hasil olahan utama pengolahan di pabrik yaitu CPO

  

(Crude Palm Oil) merupakan minyak sawit hasil pengolahan dari daging buah

sawit dan PKO (Palm Kernel Oil).

  Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan utama dari kelapa sawit yang dilakukan pada pabrik ekstraksi minyak yaitu minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan dari daging buah sawit, minyak ini disebut minyak kasar atau crude

  

palm oil (CPO) dan minyak inti kelapa sawit dari ekstraksi inti sawit yang disebut

palm kernel oil (PKO) serta sebagai hasil sampingannya adalah bungkil inti

  kelapa sawit (palm kernel meal atau pellet). Bungkil inti kelapa sawit adalah kelapa awit yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan. Sedangkan pellet merupakan bubuk yang telah dicetak kecil-kecil berbentuk bulat panjang dengan diameter 8 mm.

  Agar di peroleh minyak sawit yang bemutu baik dan dapat dipasarkan dengan harga yang layak, minyak kasar tersebut harus menglami pengolahan lebih lanjut. Minyak sawit yang masih kasar (Crude Oil) setelah melalui pemurnian yang bertahap, maka menghasilkan minyak sawit mentah atau sering di sebut

  

Crude Palm Oil (CPO). Proses penjernihan minyak dilakukan dengan kadar

  kotoran-kotoran, sepeti padatan (solid), lumpur (sludge), dan air. Setelah melalui proses pemurnian, minyak sawit lalu di tampung di tangki-tangki timbun (oil

  

storage tank) dan siap dipasarkan atau mengalami proses lebih lanjut sampai

  dihasilkan minyak sawit murni dan dapat diproses selanjutnya. Sedangkan sisa olahan lumpur masih dapat dimanfaatkan dengan proses daur ulang.

  Industri perkebunan mulai berkembang di Nusantara dalam bentuk usaha- usaha perkebunan berskala besar pada awal abad ke-19. Sejak awal itu hingga menjelang kemerdekaan Indonesia, para pelaku usaha dari Belanda, Inggris, Belgia, dan lain-lain, mulai membuka perkebunan-perkebunan karet, teh, kopi, tebu, kakao, kina dan beberapa jenis rempah, lengkap dengan fasilitas pengolahannya terutama di pulau Jawa dan Sumatera.

  Berkembangnya usaha perkebunan pada masa-masa itu telah mendorong terbukanya wilayah-wilayah baru yang terpencil, berkembangnya sarana dan prasana umum, serta kolonisasi. Sejalan dengan perkembangan waktu, perkebunan memodernisasi dirinya, dengan diterapkannya sistem manajemen yang lebih baik serta diaplikasikannya berbagai tekhnologi di bidang kultur teknis maupun pengolahan. Hasil perkebunan mempunyai fungsi ekonomi, yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional; fungsi ekologi, yaitu peningkatan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen, dan penyangga kawasan lindung; dan

   2 sosial budaya, yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa.

  Junaidi, Perkembangan Ekonomi Perkebunan, LP3S, Jakarta, 2010, hal 12

  Salah satu pendukung untuk mempercepat kemajuan dibidang pertanian yaitu sektor perkebunan yang diintegrasikan ke sektor pertanian. Oleh sebab itu PTPN (Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara) tidak lari dari makna pasal UUD 1945 dengan mencetuskan Tri Dharma perkebunan yaitu, pertama peningkatan produksi dan pemasaran dari berbagai jenis komoditi perkebunan, baik untuk kepentingan konsumsi dalam dan luar negeri maupun peningkatan ekspor non migas guna meningkatkan devisa Negara. Kedua, peningkatan kesempatan kerja dengan cara memperluas lapangan kerja dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya serta meningkatkan kesejahteraan petani dan karyawan pada khususnya. Ketiga, memelihara pelestarian sumber daya alam dan lingkungan, air dan kesuburan tanah menjamin eksistensi usaha.

  Hal yang paling penting dalam proses pemenuhan hak dasar rakyat adalah masalah kesejahteraan. Hak dasar yang diakui adalah terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih. Dalam UUD 1945 pasal 28b ayat 1 mengamanatkan bahwa : setiap orang mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan, dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia.

  Pengusahaan tanaman kelapa sawit di Indonesia sebagai suatu komoditi perkebunan selalu dilakukan oleh perkebunan besar yang dimiliki baik oleh pemerintah maupun swasta. Pada masa Kolonial Belanda perkebunan sawit yang ada di Indonesia seluruhnya dimiliki oleh perusahaan swasta asing. Ada beberapa sebab mengapa perkebunan kelapa sawit tidak muncul di kalangan masyarakat petani. Salah satu sebabnya yang paling penting adalah bahwa membangun perkebunan kelapa sawit membutuhkan modal uang dan teknologi yang sangat

   mahal.

  Teknologi yang canggih tidak hanya dibutuhkan dalam pemrosesan minyak kelapa sawit, namun juga dibutuhkan dalam pengelolaan kebun dan pemeliharaan tanaman kelapa sawit. Petani tidak akan mampu memenuhi persyaratan-persyaratan ini sehingga mereka hanya tertarik untuk menjadi buruh perkebunan kelapa sawit daripada memiliki kebun sawitnya sendiri. Hal ini tidak berbeda dengan pengelolaan kebun karet dan yang menarik dari sejarahnya perkebunan sawit yang berbeda dengan perkebunan karet. Apabila muncul suatu perkebunan besar karet di suatu daerah, maka dengan cepat akan muncul suatu perkebunan besar karet rakyat di daerah itu, tidak demikian halnya dengan kelapa sawit.

  Walaupun perkebunan besar kelapa sawit cukup lama berada di satu daerah, namun perkebunan kelapa sawit rakyat tidak kunjung muncul di daerah itu. Perkebunan besar tetap menjadi satu-satunya pemilik kebun-kebun kelapa sawit di Indonesia, dan rakyat sekitar perkebunan itu hanya menjadi buruh dari perkebunan besar.

  Pemerintah Indonesia dengan beberapa alasan ingin mengubah situasi 3 tersebut. Monopoli pengusahaan kelapa sawit oleh perkebunan besar, di mana

  Karl J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria 1863-1947, terj. J. Rumbo, Jakarta: Sinar Harapan, 1985, hlm. 73. rakyat hanya menjadi buruh dianggap oleh pemerintah sebagai suatu warisan jaman penjajahan yang tidak sesuai dengan jiwa kemerdekaan Indonesia dan oleh karena itu pemerintah Indonesia ingin menghapuskannya. Pemerintah Indonesia menganggap perkebunan kelapa sawit haruslah berfungsi sebagai sarana perbaikan hidup rakyat dan bukan seperti halnya pada masa kolonial, perkebunan berfungsi sebagai penghasil devisa negara dengan menghisap rakyat. Dengan kata lain, selain berfungsi sebagai penghasil devisa negara juga harus berfungsi sebagai wahana untuk mensejahterakan rakyat. Oleh sebab itu, pemerintah berkeyakinan bahwa hal ini dapat dicapai apabila rakyat dilibatkan langsung sebagai pekebun kelapa sawit dalam proses produksi minyak sawit di Indonesia, dan bukan hanya

   sekedar sebagai buruh perkebunan besar kelapa sawit.

  Ide pemerintah untuk mengembangkan perkebunan rakyat sebagai saka guru pembangunan sektor perkebunan telah dirintis oleh pemerintah Indonesia sejak pelita I (1969). Dalam hal ini asumsi pemerintah bahwa peningkatan kesejahteraan petani pekebun di Indonesia dapat dicapai apabila lembaga terkait dan semua faktor produksinya melibatkan petani. Untuk melaksanakan konsep ini, sejak pelita I diperkenalkan suatu model pembangunan perkebunan rakyat yang dikenal dengan Unit Pelaksana Proyek atau UPP. Program ini dilaksanakan pemerintah pada tahun 1973/1974 di tiga propinsi. Di Sumatera Utara dikembangkan Proyek Pengembangan Perkebunan Rakyat atau P3RSU, di Propinsi Lampung dikembangkan Proyek Pengembangan Cengkeh Lampung atau 4 PPCL, sedang di Propinsi Jawa Barat dikembangkan Proyek Pengembangan

  Moshedayan ,” Konsep pertanian perkebunan “, Pradnya Paramita, Jakarta, hal 28 Rakyat dan Perkebunan Besar Swasta Nasional yang disingkat P2TRSN2 . Proyek ini lebih menekankan peningkatan produksi di lokasi perkebunan rakyat.

  Sampai akhir pelita I pembangunan perkebunan besar dan perkebunan rakyat berjalan terpisah, dan antara kedua jenis perkebunan itu tidak ada keterkaitan dan keterikatannya. Hal ini berubah hingga awal Pelita II setelah

   pemerintah mengadakan pengkajian dalam pelaksanaan dan hasil proyek UPP.

  Pemerintah dalam rangka pengembangan perkebunan rakyat memutuskan untuk mengarahkan perhatiannya pada daerah-daerah baru di mana sumber-sumber alamnya mendukung, seperti halnya di Sumatera Utara.

  Di Sumatera Utara perkebunan rakyat berkembang sejak adanya Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang melalui pemukiman di daerah baru dengan dukungan perusahaan perkebunan negara sebagai intinya. Bentuk proyek ini dilakukan melalui Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR BUN) dan Pengembangan Perkebunan Besar (PPB) yang mulai dilakukan sejak tahun 1953

  

  sebagai bentuk perhatian dari pemerintah. Dalam proyek PIR BUN ini ada dua komponen, yakni komponen inti yang menjadi asset dari perusahaan perkebunan besar yang berfungsi sebagai Pembina, sedang komponen plasma merupakan asset dari para petani pekebun peserta proyek.

  Berdasarkan penjelasan diatas maka sangat menarik untuk dapat menguraikan problematika mengenaiPROSEDUR PENERIMAAN SAWIT RAKYAT KE 5 PERKEBUNAN KELAPA SAWIT ( PKS ) DI PTPN II DITINJAU DARI

  Terjemahan Nucleus Estate And Smalholder Development Project yang disingkat dengan NES 6 Project.

  Rofiq Ahmad, Perkebunan dari Nes Ke PIR, Jakarta: Puspa Swara, 1998, hlm. 14. PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA ( Studi di PTPN II Sawit Seberang )”.

B. Permasalahan

  Bertitik tolak dari uraian latar belakang tersebut di atas ada beberapa masalah yang akan menjadi pembahasan dalam penulisan skripsi ini, yaitu :

1. Bagaimana Kedudukan PTPN Sawit Seberang Sebagai Perusahaan

  Perkebunan Milik Negara? 2. Bagaimana Perkembangan Tentang Perkebunan Inti Rakyat? 3. Bagaimana Prosedur Penerimaan Sawit Rakyat Ke Pabrik Kelapa Sawit ( PKS

  ) Di PTPN II Sawit Seberang ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan

  Berdasarkan permasahan yang dipilih di atas tujuan yang ingin dicapai adalah : a.

  Mengetahui bagaimana kedudukan PTPN II Sawit Seberang sebagai perusahaan perkebunan milik negara.

  b.

  Mengetahui bagaimana perkembangan tentang perkebunan inti rakyat.

c. Mengetahui bagaimana prosedur penerimaan sawit rakyat ke pabrik kelapa sawit ( PKS ) di PTPN II Sawit Seberang.

2. Manfaat Penulisan

  Penelitian yang dilakukan ini di harapkan hasilnya dapat bermanfaat baik secara teoritis maupaun secara praktis.

  a.

  Manfaat teoritis dimaksudkan hasil dari penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu hukum Administrasi Negara, khususnya dalam prosedur penerimaan kelapa sawit rakyat ke pabrik kelapa sawit ( PKS ) PTPN II Sawit Seberang.

  b.

  Manfaat praktis dimaksudkan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada dalam hukum Administrasi Negara dalam prosedur penerimaan kelapa sawit rakyat ke pabrik kelapa sawit ( PKS ) PTPN II Sawit Seberang .

D. Keaslian Penulisan

  Topik permasalahan di atas sengaja dipilih dan di tulis, oleh karena sepengetahuan penulis, pokok pembahasan ini adalah sebagai salah satu subsistem dari sistem perkembangan Hukum Administrasi Negara.

  Kalaupun ada, pengamatan penulis berbeda dalam subtansi pembahasan, pendekatan dan penulisannya dalam skripsi ini, permasalahan terhadap prosedur penerimaan sawit rakyat ke pabrik kelapa sawit ( PKS ) PTPN II ditinjau dari perspektif hukum administrasi negara ( Studi di PTPN II Sawit Seberang ) ini, bahwa dalam permasahan ini adalah murni hasil pemikiran yang dikaitkan dengan teori-teori hukum melalui referensi buku-buku dan bantuan dari berbagai pihak dalam rangka melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara.

  Penulisan skripsi dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan dan di samping itu juga diadakan penelitian.

E. Tinjauan Kepustakaan

  Sesuai dengan judul skripsi ini prosedur penerimaan kelapa sawit rakyat ke pabrik kelapa sawit ( PKS ) PTPN II Sawit Seberang”, penulis menggunakan literatur mengenai kajian sejarah perkebunan. Berkaitan dengan kajian yang dilakukan, sedikitnya terdapat empat karya yang perlu diperhatikan. Karl J. Pelzer dalam bukunya Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan

  

Agraria ” (1985), mengkaji tentang pengusaha-pengusaha onderneming di

  Sumatera Timur pada tahun 1904 mulai mengalihkan tanaman tembakau ke jenis tanaman lain. Permulaan peralihan dari tembakau, mula-mula kopi, kemudian karet dan kelapa sawit. Digambarkan bahwa perkebunan karet dan kelapa sawit yang sekarang, merupakan peralihan dari masa produksi tembakau. Akan tetapi, tidak semua perkebunan tembakau yang ditutup dapat dialihkan ke jenis tanaman keras. Kebanyakan lahan-lahan yang digunakan untuk tanaman keras adalah lahan bekas tanaman tembakau. Buku ini sebagai dasar untuk membandingkan usaha perkebunan rakyat di Kecamatan Sawit Seberang lahir akibat peralihan tanaman pangan (padi dan palawija). Lahan-lahan untuk membuka perkebunan adalah

   lahan bekas tanaman pangan.

  Kajian mengenai Sejarah perkebunan dibahas oleh Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo dalam karyanya “Sejarah Perkebunan di Indonesia: Kajian

  Sosial Ekonomi” (1991), serta Subianto “ Sejarah Perkebunan di Indonesia

  2011, membahas sistem perkebunan di Indonesia yang sudah ada sejak 1200 M, hingga mengalami perkembangan yang pesat mulai kolonial hingga sesudah kemerdekaan. Secara umum pembukaan perkebunan akan menimbulkan lingkungan baru, yaitu lingkungan perkebunan. Kehadiran komunitas perkebunan melahirkan lingkungan yang berbeda dari segi lokasi, tata ruang, ekologi, maupun organisasi sosial dan ekonomi. Secara topografisnya perkebunan dibangun di daerah yang subur, baik di dataran rendah atau dataran tinggi. Tanaman yang dibudidayakan homogen yaitu komoditi ekspor dan berbeda dengan tanaman pertanian subsisten setempat. Demikian bentuk lingkungan lebih berorentasi ke dunia luar, menjadikan lingkungan berbeda dengan lingkungan agraris. Sartono dan Djoko juga membahas bahwa kehadiran perkebunan dapat menciptakan komunitas sektor perekonomian modern yang berorentasi ekspor bila

  

  dibandingkan komunitas sektor perekonomian pangan. Secara cepat perekonomian masyarakat akan terangsang untuk lebih baik bila dibandingkan dengan tanaman sebelumnya. Jadi, jelas buku ini membantu pembahasan 7 mengenai Perkebunan Rakyat di Kecamatan Sawit Seberang. Kehadiran

  Karl J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria 1863-1947, 8 terj. J. Rumbo, Jakarta: Sinar Harapan, 1985, hlm. 73.

  Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo, loc. cit. perkebunan rakyat di wilayah ini melahirkan suatu perubahan lingkungan baik sosial, ekonomi dan budaya.

  Fachri Yasin dalam karyanya yang berjudul “Agribisnis

  

Riau:Pembangunan Perkebunan Berbasis Kerakyatan” (2003), mengkaji tentang

  pembangunan perkebunan di Riau yang dilakukan dengan empat pola pengembangan, yaitu Swadaya, Unit Pelayanan Pembangunan (UPP), Perusahaan Inti Rakyat (PIR) dan Pengembangan Perkebunan Besar dan dapat ditambahkan bahwa areal perkebunan yang terluas adalah perkebunan rakyat. Menurutnya perkebunan rakyat merupakan subsektor pendapatan daerah yang mendapat perhatian khusus pemerintah daerah. Telah diketahui bahwa petani dapat memberikan kontribusi pada pemerintah dengan tanaman yang dibudidayakan. Tanaman sawit dan karet merupakan tanaman pertanian strategis dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pertanian dan peningkatan pendapatan

  

  rumah tangga petani. Jadi, pengembangan perkebunan rakyat manfaat ekonominya terhadap petani di Riau senasib dirasakan petani di Kecamatan Sawit Seberang, Sumatera Utara.

  Secara khusus yang membahas sosial ekonomi kelapa sawit oleh Loekman Soetrisno dan Retno Winahyu, dengan judul buku “Kelapa Sawit: Kajian Sosial

  

Ekonomi” (1991). Dalam kajian dijelaskan lebih rinci masalah pengembangan

  kelapa sawit rakyat dengan pola PIR, bahwa luas areal kelapa sawit di Indonesia

9 Fachri Yasin, Agribisnis Riau:Pembangunan Perkebunan Berbasis Kerakyatan, Pekanbaru:UNRI Press, 2003, hlm.113.

  tersebar 12 propinsi, seperti Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi,

  

Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.

  Terpusatnya areal perkebunan tersebut tidak terlepas dari faktor alam, perkembangan ekonomi dan kebijaksanaan pengembangan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Perkebunan kelapa sawit di indonesia sebetulnya telah dimulai sejak 1911, tetapi baru berkembang 10 tahun kemudian hingga mencapai puncaknya pada tahun 1940. Pada masa itu tanaman kelapa sawit merupakan tanaman penting setelah karet dan tembakau yang telah lebih dahulu diusahakan oleh para pengusaha asing yang memang diundang pemerintah Belanda untuk melakukan investasi di Sumatera Timur.

  Sejak saat itulah dalam perekonomian Indonesia, kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis. Pertama, minyak sawit merupakan bahan baku utama minyak goreng, sehingga pasokan yang kontinyu ikut menjaga kestabilan harga minyak goreng. Kedua, sebagai salah satu komoditi pertanian andalan ekspor non migas, komoditi ini mempunyai sebagai sumber perolehan devisa. Ketiga, dalam proses produksi maupun pengolahan mampu menciptakan kesempatan kerja sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jadi, buku ini sebagai dasar untuk menggambarkan perkembangan kelapa sawit rakyat PTPN II Sawit Seberang.

10 Loekman Soetrisno dan Retno Winahyu, Kelapa Sawit: Kajian Sosial ekonomi, Yogyakarta: Aditya

  Media, 1991, hlm. 94 .

F. Metode Penelitian

  Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam pembuatan skripsi ini adalah dengan menggunakan :

1. Jenis Penelitian

  Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma – norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang –

  

  undangan. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian yang menitikberatkan prilaku individu atau masyarakat dalam

   kaitannya dengan hukum. Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskiptif analitis.

  Penelitian yang bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang

   menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis peraturan hukum.

  2. Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder dan didukung data primer. Data sekunder diperoleh dari : a.

  Bahan Hukum Primer adalah bahan yang telah ada dan yang berhubungan dengan skripsi terdiri dari UUD 1945 serta peraturan perundang-undangan.

  b.

  Bahan Hukum Sekunder adalah bahan yang diperoleh untuk mendukung dan berkaitan dengan Bahan Hukum Primer yang berupa

  11 Soerjono Soekanto dan Sri Mangadji “ Penelitian Hukum Normatif ; Suatu Tinjauan Singkat, 12 Jakarta : Raja Grafindo Persada , 2013, hal 3 13 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta ; Kencana Prenada Media, 2010, hal 87 Op. Cit, hal 10 literatur-literatur yang terkait dengan bantuan hukum sehingga menunjang penelitian yang dilakukan.

  c.

  Bahan Hukum Tersier bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus dan ensiklopedia yang relevan dengan skripsi ini.

  3. Teknik Pengumpulan Data a.

  Library Research Materi dalam penelitian ini diambil dari data Primer dan data Sekunder.

  Jenis data yang meliputi data sekunder yaitu Library research (penelitian kepustakaan), yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan, buku-buku, berbagai literatur, dan juga berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan “Prosedur Penerimaan Kelapa Sawit Rakyat Ke Pabrik Kelapa Sawit ( PKS ) di PTPN II Sawit Seberang”.

  b.

  Field Research Data primer diperoleh dengn cara Field Research (penelitian lapangan), yaitu dengan meneliti langsung ke lapangan mengenai prosedur penerimaan kelapa sawit rakyat ke pabrik kelapa sawit ( PKS ) di PTPN II Sawit Seberang.

  Penelitian atau studi lapangan dilakukan melalui wawancara mendalam (indepht interview) dengan menggunakan pedoman wawancara (inteview guid) kepada staf, yaitu Pegawai di PTPN II Sawit Seberang, sehingga memperoleh salinan data-data yang lebih lengkap dan menunjang pembahasan permasalahan yang disusun penulis.

  4. Analisis Data Setelah data mengenai prosedur penerimaan kelapa sawit rakyat ke pabrik kelapa sawit ( PKS ) di PTPN II Sawit Seberang ini terkumpul kemudian dianalisa menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu suatu analisis yang diperoleh baik dari observasi, wawancara, maupun studi kepustakaan kemudian diuraikan dengan logis dan sistematis.

G. Sistematika Penulisan

  Untuk menyusun skripsi ini, penulis membagi dalam IV (empat) Bab yang terbagi pula atas beberapa sub-sub, maksudnya adalah untuk mempermudah penulis di dalam menguraikan pengertian masalah sampai kepada kesimpulan dan saran-saran berhubungan dengan materi pembahasan.

  Secara garis besar gambaran skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN Merupakan Bab yang memberikan ilustrasi dan informasi yang

  bersifat umum dan menyeluruh serta sistematis terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, sistematika penulisan, kemudian penjelasan tinjauan kepustakaan seputar pengertian perkebunan, pengertian kelapa sawit rakyat, serta sejarah perkebunan di Indonesia.

BAB II : KEDUDUKAN PTPN SAWIT SEBERANG SEBAGAI PERUSAHAAN PERKEBUNAN MILIK NEGARA Pada bab ini berisikan pembahasan mengenai masalah bagaimana Pengertian Perusahaan Perkebunan, Sejarah Berdirinya PTPN II Sawit Seberang, Struktur Organisasi PTPN II Sawit Seberang. BAB III : PERKEMBANGAN TENTANG PERKEBUNAN INTI RAKYAT Dalam bab ini membahas mengenai Perkembangan Perkebunan Inti Rakyat, serta Pengertian Perkebunan Inti Rakyat . BAB IV : PROSEDUR PENERIMAAN SAWIT RAKYAT KE PABRIK KELAPA SAWIT ( PKS ) DI PTPN II SAWIT SEBERANG Dalam bab ini membahas mengenai Mekanisme Penerimaan Sawit Rakyat Ke Pabrik Kelapa Sawit ( PKS ) di PTPN II Sawit Seberang, Kendala yang Dihadapi Dalam Proses Penerimaan Sawit Rakyat ke Pabrik Kelapa Sawit ( PKS ) di PTPN II Sawit Seberang, serta Upaya

  yang Dilakukan Dalam Mengatasi Kendala yang Dihadapi Dalam Proses Penerimaan Sawit Rakyat ke Pabrik Kelapa Sawit ( PKS ) di PTPN II Sawit Seberang.

Dokumen yang terkait

Prosedur Perolehan Izin Usaha Kecil Menengah Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2002 Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara ( Studi Di Kota Medan )

7 103 69

Prosedur Penerimaan Sawit Rakyat Ke Pabrik Kelapa Sawit ( Pks ) Di Ptpn Ii Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara ( Studi Di Ptpn Ii Sawit Seberang )

6 76 105

Komposisi Komunitas Cacing Tanah Pada Areal Kebun Kelapa Sawit Ptpn Iii Sei Mangkei Yang Diberi Pupuk Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun Sumatera Utara

0 64 56

Penentuan Kadar Minyak Brondolan Buah Sawit Pada Keadaan Mentah, Agak Matang, Matang, Dan Lewat Matang Di PTP. Nusantara III PKS ( Pabrik Kelapa Sawit ) Sei Mangkei

25 110 35

Analisis Konsistensi Mutu Dan Rendemen Crude Palm Oil (CPO) Di Pabrik Kelapa Sawit Tanjung Seumantoh Ptpn I Nanggroe Aceh Darussalam

6 44 109

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Muda di Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Prosedur Mutasi Jabatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Ditinjau Dari Persektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum)

0 2 25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Prosedur Pendelegasian Wewenang Ditinjau dari Persepektif Hukum Administrasi Negara (Studi di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan)

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Perjanjian Kerja Pemenuhan Hasil Produksi Perkebunan Kelapa Sawit (Studi Perjanjian Antara Karyawan Dengan Ptpn Iv Perkebunan Pabatu)

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Kredit Bermasalah Dalam Pinjaman Dana Bergulir Ditinjau Dari Aspek Hukum Perdata ( Studi Pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakatmandiri Perkotaan (Pnpm-Mp) Di Kota Medan )

0 0 18