BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis 2.1.1. Definisi - Hubungan Psoriasis Dengan Profil Lipid Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012-2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Psoriasis

  2.1.1. Definisi

  Psoriasis merupakan suatu penyakit autoimun yang bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan; serta dapat dijumpai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Köbner (Djuanda, 2007).

  2.1.2. Epidemiologi

  Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan kematian, penyakit ini dapat menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih mengingat bahwa perjalanannya menahun dan residif. Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Insidens pada pria cenderung lebih banyak daripada wanita, psoriasis dapat terjadi pada semua usia, tetapi umumnya pada orang dewasa. (Djuanda, 2007).

  Insidensi tertinggi yang pernah dilaporkan di Eropa yaitu di Denmark sebanyak 2,9 % dan kepulauan Faeroe sebanyak 2.8 %. Penelitian pada 1,3 juta warga negara Jerman ditemukan prevalensi sebanyak 2,5 % (Gudjonsson & Elder , 2012).

  2.1.3. Faktor Resiko

  Penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara genetik dan lingkungan berperan penting dalam timbulnya psoriasis. Banyak faktor lingkungan telah dikaitkan dan terlibat diantaranya :

1. Trauma : psoriasis yang muncul pada lokasi yang terkena cedera

  dikenal dengan fenomena Koebner. Berbagai macam rangsangan lokal seperti goresan, trauma kimia , listrik , luka bedah , infeksi dan inflamasi , telah diakui dapat memicu timbulnya lesi psoriatik.

  2. Infeksi :

  tonsilitis yang disebabkan oleh streptokokus β - hemolitik sering memicu psoriasis guttate. Infeksi HIV juga telah dikaitkan dengan psoriasis yang seringkali memperburuk kondisi. Laporan kejadian infeksi tenggorokan streptokokus mendahului onset psoriasis adalah sebesar 56- 97%. Titer antibodi serum terhadap antigen streptokokus (streptolysin O, DNAse B) ditemukan hampir pada 50% pasien dengan psoriasis plak kronis ( Hunter et al, 2003 ; Prinz , 2005 ; Grif

  fiths & Barker, 2010)

  

3. Obat-obatan : banyak obat yang dilaporkan dapat memicu timbul atau

  kambuhnya plak psoriasis. Di antaranya adalah garam litium , antimalaria , β blocker , NSAID , ACE inhibitor dan withdrawal kortikosteroid.

  

4. Sinar matahari : meskipun sinar matahari umumnya bermanfaat dalam

  memperbaiki plak pada kebanyakan pasien psoriasis, pada sebagian kecil pasien psoriasis (10%) justru dapat memperburuk plak yang ada.

  

5. Faktor metabolik : psoriasis sering membaik pada waktu kehamilan.

  Sebuah penelitian oleh Dunna dan Finlay dengan menggunakan kuesioner pada 65 wanita hamil yang menderita psoriasis, didapatkan 40 % kondisi psoriasisnya tetap tidak berubah, 40 % membaik dan 14 % nya memburuk. Sebaliknya , pada periode 3 bulan postpartum, 30 % tetap tidak berubah , 10 % membaik dan 50% memburuk. Hipokalsemia sekunder, hipoparatiroidism adalah faktor pencetus yang jarang ditemukan. Hipokalsemia karena paratiroidektomi yang disengaja , telah dilaporkan memicu plak psoriasis bertambah parah, terutama psoriasis pustular. Dan telah dilaporkan bahwa psoriasis memiliki efek buruk pada hasil kehamilan, berupa aborsi berulang, hipertensi dan proses kelahiran secara sesar.

  

6. Faktor psikogenik : dalam sebuah penelitian di Inggris , lebih dari 60

  % dari pasien psoriasis ditemukan stres merupakan faktor utama dalam penyebab psoriasis penderitanya.

  

7. Alkohol and merokok : alkohol dapat memperburuk penyakit yang

  sudah ada tetapi tidak berperan dalam induksi psoriasis. Peminum alkohol berat cenderung memiliki penyakit yang lebih luas dan meradang.

  Kelebihan konsumsi alkohol merupakan konsekuensi dari penyakit dan menyebabkan resistensi pengobatan serta mengurangi kepatuhan dalam proses pengobatan. Pada wanita yang merokok lebih dari 15 batang per hari , rasio odd untuk psoriasis adalah 3,9 sedangkan laki-laki 1,4 (Grif fiths & Barker, 2010).

2.1.4. Etiologi dan Patogenesis Kulit psoriatik akan berganti tujuh kali lebih cepat dibanding kulit normal.

  Sementara tubuh tidak dapat mengganti sel baru dengan cepat dan akhirnya membentuk ruam atau lesi di permukaan kulit. Patogenesis psoriasis tergantung kepada aktifitas dari kerusakan dan/atau sirkulasi sel imun dan sekresi mediator- mediator seperti sitokin, kemokin, dan faktor pertumbuhan yang memicu hiperproliferasi keratinosit, penebalan epidermis dan angiogenesis. Sitokin yang utama berperan dalam perkembangan dan pertahanan lesi psoriasis adalah TNF-

  α. Sumber utama TNF-

  α adalah sel dendrit, makrofag dan sel T. Sitokin terbaru yang berpotensi dalam psoriasis adalah IL-23 yang diproduksi oleh sel dendrit dan perdampak pada proliferasi dan produksi INF- γ.

  Terdapat 4 abnormalitas yang terjadi pada psoriasis : (1) perubahan vaskular ; pembuluh darah papilar berdilatasi dan berliku. Ini menyebabkan kulit menjadi kemerahan dan eritema. (2) Inflamasi ; leukosit PMN dari pembuluh darah dermis masuk ke epidermis. Lesi kaya akan sel CD+4 dan CD+8 yang akan melepaskan sitokin-sitokin proinflamsi. (3) Hiperproliferasi dari lapisan keratinositik (akantosis). (4) Keratinosit yang tetap menahan kandungan inti sel saat sel tersebut sudah mencapai stratum korneum (parakeratosis) dan lapisan granular yang hilang. Perubahan-perubahan yang terjadi akan menimbulkan ruam pada permukaan epidermis.

A. Genetik

  Ada bukti yang menunjukkan bahwa psoriasis memiliki komponen genetik penting. Dalam sebuah penelitian di Jerman ditemukan jika salah satu orang tua yang menderita psoriasis, risiko bagi anak untuk terkena sebesar 16 % , jika kedua orang tua yang menderita, resiko anak terkena sebesar 50 %, jika satu saudara yang menderita psoriasis, resiko terkena sebesar 6 % dan hanya 2% jika tidak ada orang tua ataupun saudara kandung yang menderita psoriasis. Jika orang tua non - psoriasis memiliki anak dengan psoriasis , risiko untuk anak-anak berikutnya adalah sekitar 10 %.

  Perkembangan dan keparahan psoriasis dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin orang tua yang memberikan kontribusi genetik pada anaknya. Penelitian di Skotlandia oleh Burden dkk. menunjukkan bahwa onset munculnya psoriasis lebih dini terjadi ketika penyakit tersebut diwariskan dari ayah. Teori Genomic

  

imprinting dapat menjelaskan mengapa ayah psoriasis lebih cenderung untuk

  menurunkan penyakit kepada anaknya daripada ibu psoriasis. Denmark Twin

  

Registry juga telah menunjukkan faktor genetik berpengaruh terhadap kejadian

  psoriasis. Didapatkan 64 % dari kembar monozigot menderita psoriasis sedangkan kembar dizigot hanya 15 % yang menderita psoriasis (Grif fiths &

  Barker, 2010 ; Hunter et al, 2003) Lebih dari 20 lokus genetik yang mengandung berbagai jumlah gen, telah dikaitkan dengan kerentanan psoriasis. Dari jumlah lokus genetic tersebut, beberapa juga dikaitkan dengan kerentanan terhadap penyakit metabolik. Misalnya, lokus PSORS2, PSORS3, dan PSORS4 juga terkait dengan lokus yang rentan pada sindrom metabolik, diabetes tipe 2, hiperlipidemia familial, dan penyakit kardiovaskular. Selain itu, gen individu yang berhubungan dengan psoriasis seperti CDKAL1, yang belum diketahui fungsinya, juga terkait dengan diabetes tipe 2. Gen yang diketahui berperan dalam risiko kardiovaskular, seperti ApoE4 isoform apoE secara signifikan didapati pada pasien dengan plak kronis dan psoriasis guttate dibanding kelompok kontrol (Azfar & Gelfand, 2008).

B. Imunopatogenesis

  Sebelumnya psoriasis dianggap sebagai suatu kelainan keratinosit epidermal; namun sekarang dianggap sebagai suatu kelainan yang diperantarai oleh imun. Kulit adalah organ limfoid primer dengan sistem pertahanan imunologik efektif yang dilengkapi dengan APC, sitokin, sel T epidermotropik, sel endotel kapiler dermis, sel mast, makrofag, granulosit, fibroblast dan sel non- langerhan. Sel-sel ini akan teraktivasi ketika terjadi pensekresian sitokin dan respon terhadap bakteri, kimia, sinar UV dan faktor-faktor iritan lainnya. Sitokin utama yang dilepas saat pajanan antigen adalah TNF-

  α. Proses inflamsi ini awalnya terkendali namun ketika pajanan pada kulit berkepanjangan dapat menyebabkan ketidakseimbangan produksi sitokin dan menjadi suatu keadaan yang patologis seperti pada psoriasis (Traub & Marshall, 2007).

  Antigen akan ditangkap oleh APC dan selanjutnya diproses menjadi fragmen-fragmen peptida pada permukaan sel dan dibawa menuju sel T. Sel Th mengekspresikan CD+4, sementara sel Ts mengekspresikan CD+8 (Rajiv, 2004). Aktivasi sel T melalui 3 tahapan :

  1. Binding : sel T melekat pada APC melalui suatu molekul adhesi permukaan sel baik sel T maupun APC. Di kulit APC yang paling efisien adalah sel Langerhan.

  2. Antigen specific activation : ketika ikatan sel T-APC telah terjadi, reseptor sel T akan mengenali antigen peptide yang dipresentasikan oleh APC. Proses ini akan menstimulasi perubahan sel T naïve menjadi sel memori.

  3. Non-antigen specific cell-cell interaction ( co-stimulation) : Jika co-stimulation oleh molekul permukaan sel lain tidak terjadi setelah presentasi antigen, maka sel tidak akan respon terhadap antigen dan akan terjadi proses apoptosis.

  Setelah teraktivasi, tahap selanjutnya adalah induksi respon inflamasi. Tahapan ini melibatkan sel T, makrofag, endotelium vaskular dan keratinosit yang mengeluarkan sitokin-sitokin penyebab inflamasi jaringan. Sitokin-sitokin yang terlibat diantaranya GMCSF, EGF, interleukin (IL8, IL12, IL1, IL6), INF-

  γ, TNF- α. TNF-α memainkan peranan penting dalam pengaktifan respon imun bawaan dan didapat dalam proses inflamasi kronis, kerusakan jaringan dan proliferasi keratinosit. Hiperpoliferasi menyebabkan penurunan waktu pematangan sel kulit yang normalnya dibutuhkan 28 hari menjadi 2 sampai 4 hari pada kulit psoriatik.

  VEGF dan IL8 dilepas dari keratinosit dan menyebabkan vaskularisasi pada psoriasis (Sabat et al, 2007).

  2.1.5. Gambaran Klinis dan Klasifikasi Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner.

  Fenomena tetesan lilin yaitu skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Fenomena Kobner; dimana kelainan psoriasis terjadi pada daerah yang mengalami trauma, timbul kira-kira setelah 3 minggu (Djuanda,2007).

  1. Psoriasis guttate

  Pola ini biasanya terlihat pada anak-anak dan remaja dan mungkin merupakan tanda pertama dari penyakit, sering dipicu oleh tonsilitis streptokokus. Pada tahap awal berupa ruam kecil dengan diameter lesi mulai dari 2 atau 3 mm sampai 1 cm, bulat atau sedikit oval.Sejumlah makula merah berbentuk bulat kecil muncul tiba-tiba pada badan dan segera menjadi bersisik. Ruam sering hilang dalam beberapa bulan tetapi plak psoriasis dapat terus berkembang (Hunter et al, 2003).

  2. Psoriasis Rupioid, elephantine dan ostraceous

  Istilah-istilah ini menggambarkan plak yang terkait dengan hiperkeratosis kasar. Psoriasis Rupioid seperti lesi berbentuk kerucut. Istilah psoriasis gajah dapat digunakan untuk menggambarkan ruam yang tidak biasa keras dan tebal, plak besar yang terkadang terjadi di punggung, tungkai, pinggul atau di tempat lain . Psoriasis Ostraceous, istilah yang jarang digunakan, mengacu pada lesi hiperkeratosis seperti cincin dengan permukaan cekung, menyerupai cangkang tiram (Grif fiths & Barker, 2010).

  3. Psoriasis Eritroderma

  Varian ini juga jarang dan dapat dipicu oleh efek iritasi dari tar atau ditranol, erupsi obat atau withdrawal steroid topikal atau sistemik poten. Kulit menjadi universal dan seragam merah dengan skala variable. Penderita mengalami malaise disertai dengan menggigil dan kulit terasa panas dan tidak nyaman (Hunter et al, 2003).

  4. Psoriasis Pustular

  Varian ini sering menimbulkan sakit. Jenis ini mengenai telapak tangan dan kaki. Ruam berbentuk pustula steril yang bertaburan dengan diameter 3-10 mm, yang didasari oleh daerah eritematosa. Pustula berubah menjadi makula coklat atau sisik. Psoriasis pustular merupakan kondisi yang jarang namun serius, dengan demam dan episode berulang dari pembentukan pustul dalam daerah yang eritema (Hunter et al,2003).

  5. Pola plak

  Ini adalah jenis yang paling umum. Lesi berdiameter dari beberapa milimeter sampai sentimeter. Lesi merah muda hingga kemerahan (salmon pink) dengan ruam putih keperakan poligonal besar dan kering (seperti minyak lilin). Tempat predileksi di siku, lutut, punggung bawah dan kulit kepala.

  (a) (b) (c)

Gambar 2.1. Gambaran ruam psoriasis. (a) Psoriasis eritroderma, (b) Psoriasis

  guttate, (c) Psoriasis pustular pada telapak kaki (Hunter et al, 2003) Selain jenis-jenis di atas, psoriasis terkadang dapat timbul di tempat lain pada bagian tubuh. Modifikasi lokasi timbulnya ruam psoriasis dapat ditemukan di kulit kepala, daerah lipatan seperti lipatan bawah payudara, ketiak dan lipatan anogenital, telapak tangan dan kaki, serta kuku yang ditandai dengan 'pitting bidal', onikolisis dan terkadang hiperkeratosis subungual.

2.1.6. Diagnosis

  Penegakkan diagnosis melalui gambaran klinis, pemeriksaan histopatologi, dan pemeriksaan laboratorium. Meskipun pemeriksaan histopatologi jarang diperlukan untuk menegakkan diagnosa, pemeriksaan ini dapat menolong pada kasus-kasus yang sulit ditegakkan. Pada lesi awal dari psoriasis pustular, epidermis biasanya hanya sedikit yang mengalami akantosis. Neutrofil bermigrasi dari pembuluh darah yang berdilatasi di dermis atas ke dalam epidermis dimana mereka beragregasi di bawah stratum korneum dan di lapisan malpighi atas untuk membentuk pustula spongiform Kogoj.

  Abnormal hasil laboratorium lain biasanya tidak spesifik dan tidak ditemukan di semua pasien. Pada psoriasis vulgaris yang parah, psoriasis pustular general dan eritroderma dapat di deteksi keseimbangan nitrogen negatif, manifestasi dari menurunnya serum albumin.

  Pada penderita psoriasis dapat bermanifestasi berupa perubahan profil lipid , bahkan pada permulaan penyakit kulit ini. Pada penderita psoriasis didapati kadar HDL 15% lebih tinggi dan rasio TG/VLDL 19 % lebih tinggi dibandingkan dengan yang normal. Selain itu konsentrasi apolipoprotein-A1 11 % lebih tinggi pada pasien psoriasis. Hiperurisemia yang tidak terlalu tinggi dapat ditemukan dan telah dikaitkan dengan peningkatan epidermopoiesis. Serum asam urat meningkat sampai 50 % pada pasien dan terutama dikaitkan dengan luasnya lesi dan aktivitas penyakit. Akibatnya ada peningkatan resiko perkembangan penyakit gout arthritis. Selain itu, marker inflamasi sistemik dapat meningkat , termasuk C-reactive protein, a2-makroglobulin, dan laju endap eritosit. Meningkatnya level serum IgA dan kompleks imun IgA, maupun amyloidosis sekunder, telah diobservasi dan menjadikan prognosis lebih buruk. Penelitian telah melaporkan peningkatan di beberapa serum penanda imunologis , termasuk reseptor IL – 2 terlarut, ICAM - 1 terlarut, IL - 6 dan TNF -

  α, menjelaskan bagaimana psoriasis menjadi penyakit imunologi sistemik (Grif fiths & Barker, 2010).

2.1.7. Penatalaksanaan

A. Pengobatan Topikal

  

1. Kortikosteroid: Pengolesan topikal kortikosteroid dalam bentuk krim ,

  salep , lotion , busa , dan semprotan adalah terapi yang paling sering digunakan untuk psoriasis. Untuk meningkatkan efektivitas kortikosteroid topikal di daerah dengan ruam yang tebal , permukaan ruam harus terhidrasi sebelum obat dioleskan. Hasil yang baik juga diperoleh dalam pengobatan psoriasis kuku dengan menyuntikkan triamsinolon ke daerah matriks dan lipatan kuku lateral yang terlebih dahulu di anestesi. Suntikan diberikan sebulan sekali sampai efek yang diinginkan tercapai.

  2. Anthralin: Anthralin memberikan efek langsung pada keratinosit dan

  leukosit dengan menekan generasi neutrofil superoksida dan menghambat turunan monosit IL-6, IL-8, dan TNF- α.

  

3. Tazarotene: Tazarotene merupakan reseptor asam retinoit nonisomerizable

  spesifik retinoid. Mengobati psoriasis dengan memodulasi diferensiasi keratinosit dan hiperproliferasi, serta menekan peradangan.

  

4. Calcipotriene: Vitamin D3 mempengaruhi diferensiasi keratinosit melalui

  respon epidermal terhadap kalsium. Pengobatan dengan calcipotriene analog vitamin D (Dovonex) dalam bentuk salep, krim, atau solution telah terbukti sangat efektif dalam pengobatan tipe plak dan psoriasis kulit kepala.

  5. Makrolaktam ( Inhibitor Kalsineurin): Makrolaktam topikal seperti

  takrolimus dan pimekrolimus sangat membantu bagi lesi tipis di daerah rawan atrofi.

  

6. Asam salisilat: Asam salisilat digunakan sebagai agen keratolitik dalam

  bentuk shampoo, krim, dan gel. Hal ini dapat meningkatkan penyerapan obat topikal lainnya. Pemakaian berlebihan dapat menimbulkan toksisitas salisilat.

  

7. Pengobatan Cara Goeckerman: Teknik Goeckerman tergolong efektif

  dari segi metode dan biaya pengobatan. Dalam bentuk modern, preparat tar 2- 5% dioleskan pada kulit, dan mandi tar dilakukan setidaknya sekali sehari.

  Kelebihan tar dihilangkan dengan mineral atau minyak sayur, dan diberikan sinar UV. Penambahan kortikosteroid topikal ke dalam rejimen Goeckerman mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk remisi. Reaksi fototoksik dapat terjadi sebagai akibat dari UVA yang dihasilkan oleh sebagian besar lampu UVB.

  

8. Hipertermia: Hipertermia lokal dapat membersihkan plak psoriasis, tapi

  biasanya cepat kambuh kembali. Microwave hipertermia dapat menghasilkan komplikasi yang signifikan, seperti nyeri di atas tonjolan tulang dan kerusakan jaringan (James, Berger & Elston , 2011).

  

9. Terapi PUVA: Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan

  terjadi efek yang sinergik. Mula-mula 10-20 mg psoralen diberikan per os, 2 jam kemudian dilakukan penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan, di antaranya 4 x seminggu. PUVA juga dapat digunakan untuk psoriatik eritroderma dan psoriasis pustulosa. Beberapa peneliti mengatakan pada pemakaian yang lama memungkinkan terjadinya kanker kulit (Djuanda,2007).

B. Pengobatan sistemik

  1. Kortikosteroid: Penggunaan kortikosteroid umumnya terbatas pada keadaan tertentu, seperti impetigo herpetiformis.

  2. Metotreksat: Metotreksat merupakan antagonis asam folat. Metotreksat

  memiliki afinitas yang lebih besar untuk asam dihidrofolik reduktase daripada asam folat . Indikasi untuk penggunaan metotreksat yaitu pada psoriasis eritroderma , psoriasis arthritis , psoriasis pustular akut (jenis von Zumbusch) , atau keterlibatan luas permukaan tubuh.

  3. Siklosporin: Dosis 2-5 mg/kg/hari umumnya membersihkan psoriasis

  dengan cepat. Namun, lesi cepat kambuh kembali. Pengobatan jangka waktu hingga 6 bulan berhubungan dengan insiden komplikasi ginjal,tekanan darah dan serum kreatinin harus dipantau dan dosis disesuaikan.

  4. Diet: Efek antiinflamasi pada minyak ikan yang kaya akan omega-3 asam

  lemak tak jenuh ganda telah dibuktikan dalam rheumatoid arthritis, penyakit inflamasi usus, psoriasis, dan asma. Omega-3 dan omega-6 asam lemak tak jenuh ganda mempengaruhi berbagai sitokin, termasuk IL-1, IL-6, dan TNF.

  5. Terapi Antimikroba Oral: Staphylococcus aureus dan Streptococcus

  mensekresikan eksotoksin yang bertindak sebagai superantigens, menghasilkan aktivasi sel-T. Ketoconazole oral, itraconazole, dan antibiotik lain telah menunjukkan keberhasilan pada pasien dengan psoriasis.

  6. Retinoid: Pengobatan oral dengan etilester retinoid aromatik, etretinat,

  efektif pada banyak pasien dengan psoriasis, terutama pada penyakit tipe pustular. Karena masalah waktu paruh yang panjang, obat telah digantikan oleh asitretin. 13-Cis retinoic acid juga dapat memberi hasil yang baik pada beberapa pasien dengan psoriasis pustular. Semua obat ini adalah teratogen kuat dan peningkatan TG dapat mempersulit terapi. Dalam penggunaan, biasanya retinoid dikombinasikan dengan fotokemoterapi (James, Berger & Elston , 2011).

2.2. Metabolisme Lipoprotein

  Lipid di dalam tubuh manusia ditemukan dalam bentuk kolesterol, trigliserid, dan fosolipid. Oleh karena sifat lipid yang susah larut dalam lemak, maka perlu dibuat bentuk yang terlarut. Untuk itu diperlukan zat pelarut yaitu suatu protein yang dikenal dengan nama apolipoprotein atau apoprotein. Senyawa lipid dengan apolipoprotein ini dikenal dengan nama lipoprotein. Setiap lipoprotein akan terdiri atas kolesterol ( bebas atau ester ), trigliserid, fosfolipid, dan apoprotein. Lipoprotein berbentuk bulat dan mempunyai inti trigliserid dan kolesterol ester dan dikelilingi oleh fosfolipid dan sedikit kolesterol bebas. Apoprotein ditemukan pada permukaan lipoprotein (Adam , 2009).

  Setiap lipoprotein berbeda dalam ukuran, densitas, komposisi lemak , dan komposisi apoprotein. Pada manusia dapat dibedakan enam jenis lipoprotein yaitu

  high- density lipoprotein (HDL), low density lipoprotein (LDL), intermediate- density lipoprotein (IDL), very low density lipoprotein (VLDL), kilomikron, dan

  lipoprotein a kecil (Lp (a)).

Gambar 2.2. Struktur Lipoprotein

  VLDL Belum diketahui

  VLDL,HDL Belum diketahui

  Apo C-I Hati Kilomikron,

  VLDL,LDL,IDL, Lp(a) ; ligand untuk berikatan pada reseptor LDL

  Protein structural

  VLDL,IDL,LDL, Lp(a)

  Apo B48 Usus Kilomikron Protein struktural kilomikron Apo B-100 Hati

  Apo V Hati

Tabel 2.1. Beberapa Apolipoprotein Utama Apolipoprotein Sumber

  Kilomikron Belum diketahui : mungkin sebagai fasilitator transfer Apo lain antara HDL dan kilomikron

  Apo AIV Usus HDL,

  Protein structural HDL

  Hati HDL, Kilomikron

  Apo AII

  Kilomikron Protein struktural HDL ; activator LCAT ( lecithin cholesterol acyltransferase)

  Utama

Lipoprotein Fungsi

Apo AI Hati, Usus HDL,

  Apo C-II Hati Kilomikron, Kofaktor lipoprotein lipase

  VLDL,HDL (LPL)

  B2 glikoprotein I

  Makanan yang berlemak mengandung TG dan kolesterol. TG yang terkandung dalam makanan akan dihidrolisis oleh enzim lipase pankreas di dalam lumen usus dan diemulsi oleh asam empedu untuk membentuk misel . Sedangkan makanan yang mengandung kolesterol dan retinol akan diesterifikasi (dengan penambahan asam lemak ) di dalam enterosit menjadi kolesterol ester dan retinil ester . Di dalam usus halus asam lemak akan diubah menjadi TG, dan dikemas

  Metabolisme lipoprotein dibagi menjadi tiga jalur yaitu jalur endogen, jalur endogen, dan jalur reverse cholesterol transport.

  ed., The McGraw-Hill Companies, pp. 2416–2418.

  th

  Sumber : Rader, Daniel J., Hobbs, H.H., 2008. Disorders of Lipoprotein Metabolism. In Harrison’s Principles of Internal Medicine 17

  Apo(a) Hati Lp(a) Belum diketahui

  diketahui HDL Belum diketahui

  Apo J Hati HDL Belum diketahui Apo L Belum

  VLDL, LDL, HDL

  Apo C-III Hati Kilomikron,

  Apo H Hati Kilomikron,

  Ligand untuk berikatan pada reseptor LDL

  remnant, IDL, HDL

  Apo E Hati Kilomikron

  HDL Belum diketahui

  Otak, Adrenal

  Apo D Spleen,

  VLDL,HDL Inhibisi lipoprotein berikatan dengan reseptor

2.2.1. Jalur Metabolisme Eksogen

  bersama dengan apoB - 48 , ester kolesterol , ester retinil , fosfolipid , dan kolesterol membentuk kilomikron .

  Kilomikron nascent disekresikan ke dalam getah bening usus dan dikirim langsung ke sirkulasi sistemik , di mana sebelum mencapai hati kilomikron nascent akan diproses oleh jaringan perifer. TG dalam kilomikron yang dihidrolisis oleh LPL dan menghasilkan asam lemak bebas; ApoC - II bertindak sebagai kofaktor untuk LPL dalam reaksi hidrolisis ini . Asam lemak bebas yang dilepaskan akan diambil oleh miosit atau adiposit sekitar dan disimpan sebagai TG. Dan beberapa asam lemak bebas diikat oleh albumin dan diangkut ke jaringan lain , terutama ke hati.

  Partikel kilomikron akan semakin menyusut, sebagai inti yang hidrofobik akan dihidrolisis sedangkan lipid hidrofilik ( kolesterol dan fosfolipid ) pada permukaan partikel akan ditransfer ke HDL . Kilomikron yang lebih banyak mengandung partikel kolesterol ester disebut sebagai kilomikron remnant. Kilomikron remnant dengan cepat akan dihilangkan dari peredaran dan dibawa ke hati dalam suatu proses yang membutuhkan peran apoE ( Rader & Hoobs , 2008).

2.2.2. Jalur Metabolisme Endogen

  Jalur metabolisme lipoprotein jenis ini mengacu pada sekresi hati dan metabolisme VLDL menjadi IDL dan LDL. Partikel VLDL mengandung apoB - 100. TG dari VLDL berasal terutama dari esterifikasi asam lemak rantai panjang . Setelah sekresi ke dalam plasma , VLDL memperoleh beberapa salinan apoE dan apolipoprotein dari seri C . TG di VLDL dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL) , terutama di otot dan jaringan adiposa. Sebagai VLDL remnant menjalani hidrolisis lebih lanjut , ukuran terus menyusut dan menjadi IDL , yang mengandung kolesterol dan TG dalam jumlah yang sama. Sisa dari IDL diubah oleh HL untuk membentuk LDL ; selama proses ini , sebagian besar TG dalam partikel dihidrolisis dan semua apolipoprotein, kecuali apoB – 100, akan ditransfer ke lipoprotein lain ( Rader & Hoobs , 2008).

  Sebagian dari VLDL, IDL, dan LDL akan mengangkut kolesterol ester kembali ke hati. LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. Sebagian kolesterol di LDL akan dibawa ke hati dan jaringan-jaringan yang memiliki reseptor untuk kolesterol-LDL seperti kelenjar andrenal, testis, dan ovarium. Sebagian lagi dari kolesterol LDL akan dioksidasi dan ditangkap oleh reseptor scavenger-A (SR-A) di makrofag dan akan menjadi sel busa (foam cell). Beberapa keadaan yang mempengaruhi tingkat oksidasi kolesterol LDL seperti meningkatnya jumlah LDL kecil padat (small dense LDL) dan kadar kolesterol HDL yang akan bersifat protektif terhadap oksidasi LDL (Adam, 2009)

Gambar 2.3. Jalur metabolism eksogen dan endogen lipoprotein (Rader &

  Hoobs, 2008)

2.2.3. Jalur Reverse Cholesterol Transport

  Semua sel berinti menyintesis kolesterol tetapi hanya hepatosit yang mampu memetabolisme dan mengeluarkan kolesterol dari tubuh . Rute utama dari eliminasi kolesterol adalah melalui empedu , baik secara langsung atau setelah dikonversi menjadi asam empedu . Kolesterol dalam sel-sel perifer diangkut dari membran plasma sel perifer ke hati dengan perantara HDL, proses ini disebut transportasi balik kolesterol.

Gambar 2.4. Metabolisme HDL dan reverse cholesterol transport ( Rader &

  Hoobs , 2008) Partikel HDL nascent yang disintesis oleh usus dan hati, mengandung apoA -I dan fosfolipid ( terutama lesitin ) . HDL nascent akan mendekati makrofag untuk mengambil kolesterol tanpa esterifikasi dan fosfolipid tambahan melalui bantuan protein membran yaitu ABCA1 yang membawa kolesterol ke permukaan sel makrofag. Setelah tergabung dalam partikel HDL , kolesterol akan diesterifikasi menjadi kolesterol ester oleh LCAT. Kolesterol HDL akan diangkut menuju baik melalui jalur langsung ke hati maupun jalur tidak langsung melalui VLDL dan

  IDL. Jalur langsung, Kolesterol HDL diambil langsung oleh hepatosit melalui

  

scavenger receptor class B-I (SR-BI) , suatu reseptor permukaan sel yang

  menengahi transfer selektif lipid ke sel-sel . Jalur tidak langsung, kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan TG dari VLDL dan IDL dengan bantuan CETP ( Rader & Hoobs , 2008).

Tabel 2.2. Kadar Lipid Serum Normal

  Trigliserida ( mg/dL) < 150

  Optimal 150-199 Diinginkan 200-499 Tinggi >-500

  Sangat Tinggi Kolesterol LDL (mg/dL) < 100

  Optimal 100-129 Mendekati optimal 130-159 Diinginkan 160-189 Tinggi >-190

  Sangat Tinggi Kolesterol HDL (mg/dL) <40

  Rendah >-60

  Tinggi Sumber : Adam, J.M., 2009. Dislipidemia. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

  Dalam . Jakarta: InternaPublishing, hal. 1984–1987. Menurut

  National Cholesterol Education Program (NCEP ) Adult Treatment Panel (ATP) III.

2.3. Hubungan Psoriasis dan Profil Lipid Psoriasis merupakan suatu proses peradangan yang melibatkan sel Th-1.

  Kesamaan jalur dalam proses inflamasi menghubungkan psoriasis dengan penyakit lain seperti obesitas, sindrom metabolik, diabetes, aterosklerosis, dan infark miokard. Jumlah sitokin Th-1, molekul adhesi seperti ICAM-1 dan E- selektin, dan faktor-faktor angiogenik seperti VEG-F di sirkulasi didapati meningkat pada psoriasis, obesitas, dan penyakit arteri koroner (Griffiths dan Barker, 2014) . Mediator-mediator inflamasi pada kondisi tersebut memiliki efek pleiotropik pada berbagai proses seperti angiogenesis, pensinyalan insulin, adipogenesis, metabolisme lipid, perdagangan sel imun, dan proliferasi epidermal. Sitokin inflamasi Th1 seperti TNF-

  α meningkat pada kulit dan darah pasien psoriasis. Demikian pula , TNF- α juga disekresi dalam jaringan adiposa dan merupakan petanda penting dari peradangan kronis yang terlihat pada obesitas

  (Azfar & Gelfand, 2008).

  Hubungan antara abnormalitas lipid dan imunologik yang terjadi pada psoriasis telah diteliti, itu sebabnya penyakit ini dapat digambarkan sebagai suatu sindroma imunometabolik. Psoriasis merupakan suatu inflamasi kronis yang dicirikan oleh peningkatan aktifitas sel Th-1 dan Th-7. Peran penting dari sitokin telah dilaporkan, seperti TNF-

  α, IL-8, IFN-γ, IL-1, dan IL-17, dalam perkembangan abnormalitas proatheromatous (dislipidemia, resistensi insulin, disfungsi endotel, aktivasi sistem klot, dan proaksidatif stress) (Pietrzak et al, 2010). Penelitian Cohen dkk. (2007) menunjukkan dari 340 pasien psoriasis terdapat 173 pasien (50,9%) mengalami dislipidemia (OR :1,2; IK: 1,0-1,6).

  Hampir setengah abad yang lalu penelitian mengenai kadar lipid serum pada psoriasis telah dilakukan. Lea, Cornish dan Blok melaporkan peningkatan konsentrasi serum lipid pada pasien psoriasis. Sejak itu banyak penelitian dilakukan dalam bidang ini, sebagian besar secara konsisten menunjukkan peningkatan prevalensi kelainan lipid pada psoriasis. Pengubahan lipid plasma dan komposisi lipoprotein, termasuk peningkatan kadar TC, TG, LDL, dan penurunan HDL, menunjukkan bahwa psoriasis dapat dikaitkan dengan gangguan metabolisme lipid (Banerjee et al, 2014).

  Wilkinson mengamati peningkatan konsentrasi kolesterol lima kali lipat terjadi pada ruam psoriasis dibandingkan dengan permukaan kulit yang sehat. Pengubahan dalam struktur lipid telah dijelaskan melalui peningkatan metabolisme dan transportasi asam lemak di epidermis kulit psoriatik, peningkatan konsentrasi protein psoriasis terkait protein pengikat asam lemak dan penurunan relatif konsentrasi asam lemak bebas dalam ruam psoriasis (Pietrzak dan

  Toruń, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Lustia dkk. (2009) juga menunjukkan kelainan metabolisme lipid yang terjadi pada populasi psoriasis. Dimana 56 pasien mengalami penurunan HDL, 40 pasien mengalami peningkatan TG, dan 45 pasien mengalami peningkatan LDL.

  Data lain menunjukkan bahwa dislipidemia yang ditandai oleh peningkatan TG, kolesterol total, LDL dan penurunan HDL muncul lebih dahulu daripada onset psoriasis (Dalamaga & Papadavid , 2013). Metabolisme abnormal dari lemak dipertimbangkan menjadi faktor penting dalam etiopatogenesis psoriasis. Pada sel kulit normal, proses pematangan dan penggantian kulit mati terjadi setiap 28-30 hari sekali. Psoriasis menyebabkan pematangan sel kulit dalam waktu kurang dari seminggu. Karena tubuh tidak dapat meluruhkan sel kulit tua secepat pertumbuhan kulit baru, kulit mati akan membentuk plak pada lengan, punggung, dada, siku, kaki, kuku, scalp, dan lipatan bokong. Pelepasan terus menerus ruam psoriasis menyebabkan kehilangan permanen lipid yang berakibat abnormalitas serum lipid. Pada psoriasi, terdapat perubahan kandungan ceramide dan abnormal struktur lipid. Lipid total, fosfolipid, triasilgliserol, dan kolesterol mengalami peningkatan baik di darah maupun epidermis penderita psoriasis (Mohammed , 2013).

  Bagian dari fungsi penyimpanan energi yaitu jaringan adiposa akan menyekresikan beberapa adipositokin bioaktif pengatur proses fisilogi dan patologi , termasuk nafsu makan, sensitifitas dan resistensi insulin, imunitas dan inflamasi. Peningkatan adiposit yang diikuti dengan peningkatan berat badan dikaitkan dengan peningkatan kadar adipositokin, TNF-

  α, IL6, leptin, resistin dan visfatin, serta penurunan adiponektin. Jadi, obesitas berpotensi dalam proses timbulnya inflamasi psoriasis dan dalam waktu bersamaan juga memperparah sindroma metabolik (Dalamaga & Papadavid , 2013).

  Namun pendapat lain mengatakan selama proses inflamasi berlangsung terjadi perubahan lipoprotein. Selama proses inflamasi, terjadi peningkatan kadar TG dan VLDL. Inflamasi menghambat pembersihan TG dengan menurunkan aktivitas dan kadar VLDL-apoE. Sitokin-sitokin seperti TNF-

  α, IL-1, IL-2, IFN-α dan IL-6 meningkatkan TG plasma dengan menstimulasi sekresi partikel-partikel kaya TG VLDL hepar dan sintesis TG di sel-sel hepar. TNF-

  α menginduksi lipolisis dan sintesis asam lemak “de novo”. IL-1 juga dapat menstimulasi sintesis asam lemak “de novo”. Peningkatan lipolisis yang dimediasi oleh lipase menghasilkan lebih besar jumlah asam lemak bebas yang mengalir ke hati, sehingga meningkatkan sekresi lipoprotein VLDL. Sitokin-sitokin dapat juga menstimulasi sintesis kortisol dan katekolamin yang menyebabkan peningkatan proses lipolisis. Inflamasi menghambat clearance TG dengan mengurangi ativitas LPL dan kadar VLDL terkait apoE. ApoE penting untuk uptake selular terhadap partikel kaya TG. TNF-

  α dan IL-1 menyebabkan pengurangan apoE RNA

  messenger hapatik dan ekstrahepatik, penurunan sekresi apoE pada hewan dan sel kultur (Latha,2009; Esteve, Ricart, Fernandez, 2004).

Tabel 2.3. Perubahan dan efek proaterogenik potensial lipoprotein selama proses

  infeksi dan inflamasi

  Perubahan Efek

  VLDL

  Peningkatan kadar VLDL Menyediakan substrat lipid untuk uptake makrofag Penurunan LPL dan HL Menurunkan clearance lipoprotein kaya trigliserida Peningkatan konten spingolipid Menurunkan clearance lipoprotein kaya trigliserida Penurunan ekspresi apoE jaringan Menurunkan clearance lipoprotein

  LDL

  Peningkatan small dense LDL Meningkatkan kerentanan LDL terhadap oksidasi; meningkatkan penetrasi LDL melewati endotelium; meningkatkan interaksi dengan proteoglikan dinding arteri dan retensi LDL di dinding arteri

  Peningkatan aktivitas PAF-AH Meningkatkan produksi LPC (lysophosphatidylcholine)

  Peningkatan sPLA2 Pelepasan polyunsaturated fatty acid (PUFA) dari pospolipid yang dapat menjadi asam lemak teroksidasi. Peningkatan konten spingolipid Memfasilitasi agregasi LDL dan uptake ke makrofag Peningkatan seruloplasmin Meningkatkan oksidasi LDL

  HDL

  Penurunan HDL dan apoA-1 Mengganggu pembersihan kolesterol yang dimediasi apolipoprotein dari sel Penurunan LCAT Mengganggu pembersihan kolesterol dari sel dengan difusi Penurunan CETP Mengganggu transfer kolesterol ke lipoprotein kaya trigliserida Penurunan HL Mengurangi generasi pre-

  β HDL Penurunan PLTP Mengurangi generasi pre-

  β HDL; mengurangi konten pospolipid HDL Peningktan SAA Menurunkan ketersediaan kolesterol dalam

  HDL untuk dimetabolisme oleh hepatosit; meningkatkan uptake kolesterol ke makrofag Peningkatan sPLA2 Menurunkan konten pospolipid HDL dan mengganggu pembersihan kolesterol dengan meningkatkan aliran kolesterol dari HDL ke sel-sel

  Peningkatan aktivitas PAF-AH Meningkatkan produksi LPC Penurunan PON Menurunkan kemampuan HDL untuk melawan oksidasi LDL Peningkatan apoJ Menyebabkan diferensiasi sel otot polos dinding arteri Sumber : Latha, K.P., 2009. Serum Lipids And Lipoprotein(a) Levels in Psoriasis.

Gambar 2.5. Mekanisme hipertrigliseridemia terkait inflamasi (Latha,

  2009) Kadar apoprotein C3 juga diduga menghambat lipoprotein lipase dan TG lipase hati, enzim-enzim yang bertanggung jawab atas pembersihan partikel kaya

  TG dari plasma. Pada psoriasis peningkatan kadar apoprotein C3 menginduksi perkembangan hipertrigliseridemia. Apoprotein E diduga terlibat dalam regulasi TG dan LDL. Gen apoprotein E berperan pada psoriasis karena pada penyakit kulit psoriasis ada down regulation ekspresi apoprotein E yang mengarah pada peningkatan kadar TG dan LDL (Banerjee et al, 2014).

  Pengaruh inflamasi terhadap kadar LDL adalah dengan menyebabkan disregulasi ekspresi LDL-R. TNF- α dan IL-1 menekan LDL-R yang disebabkan oleh konsentrasi kolesterol intraselular yang tinggi. Inflamasi juga menyebabkan peningkatan ekspresi SRs dan sel busa dengan peningkatan aktivitas promoter gen SR. Akumulasi kolesterol oleh disregulasi LDL-R atau jalur SR, selain penurunan efflux kolesterol dependent-ABCA-1, menyebabkan pembentukan sel busa.

  Mekanisme akumulasi sel kolesterol mengakibatkan penurunan LDL selama APR. Kadar TNF-

  α yang tinggi meningkatkan LDL kecil dan padat. Partikel LDL yang kecil bersifat atherogenicity karena afinitas terhadap LDL-R yang rendah yang berpotensi teroksidasi lebih tinggi, kemampuan melewati dinding intima arteri dan mudah ditarik oleh sel busa (Latha, 2009; Esteve, Ricart, Fernandez, 2004).

  Inflamasi juga dikaitkan dengan penurunan kadar kolesterol HDL. HDL yang bersirkulasi selama inflamasi miskin akan kolesterol ester namun kaya kolesterol bebas, TG, dan spingolipid. Kadar HDL terkait apoA-1 dan PON menurun. Selain itu, ada pengurangan protein plasma yang berperan besar dalam metabolisme HDL dan transport balik kolesterol, seperti LCAT, CETP, HL dan PLTP. Pengubahan ini menghasilkan partikel HDL kecil yang lebih cepat di katabolisme dan dieliminasi dari sirkulasi. Sedangkan saat inflamasi kadar sPLA2 di sirkulasi meningkat. Salah satu mekanisme HDL sebagai anti-

  

atherogenic adalah kemampuannya melindungi LDL dari oksidasi. Beberapa

  HDL terkait protein yang memiliki efek antioksidan ini adalah PAF-AH, PON, seruloplasmin dan transferin. HDL adalah penerima efflux kolesterol. Proses ini difasilitasi secara pasif oleh kolesterol tergantung gradien difusi dari kolesterol ke HDL dan secara aktif oleh interaksi pra-

  βHDL dan ABCA1. Sinyal LXR sangat penting untuk memulai respon homeostatis pembebanan lipid seluler dan aktivitasnya menginduksi ekspresi gen yang terlibat dalam kolesterol efflux seperti ABCA1, PLTP dan apoE yang akhirnya mentransfer kelebihan kolesterol ke lipoprotein binding-apoE.

Gambar 2.6. Mekanisme pemuatan lipid intraseluler, gangguan transportasi balik

  kolesterol dan kapasitas antioksidan HDL (Latha, 2009) Sitokin menghambat kolesterol efflux dari sel dengan mengurangi ekspresi gen ABCA1 dan meningkatkan konsentrasi kolesterol intraseluler. Inflamasi menghambat signal LXR penghalang kolesterol efflux melalui ABCA1, PLTP dan apoE; dan juga menekan induksi LDL-R dengan konsentrasi kolesterol intraselular yang tinggi dan induksi ekspresi SRs. Pengubahan ini mengakibatkan rendahnya kadar apoA-1 dan HDL di sirkulasi pada penyakit inflamasi.

  Protein PON melindungi LDL dari stress oksidatif. Penipisan PON mnghasilkan hilangnya fungsi antioksidan HDL. Sitokin (IL-6) menstimulasi hepar memproduksi dan mensekresi sPLA2. Senyawa ini menghidrolisis pospolipid HDL dan mengurangi ukuran HDL tanpa meningkatkan pra-

  βHDL, yang menginduksi katabolisme HDL. Meningkatnya kadar sPLA2 mempercepat perkembangan aterosklerosis (Latha, 2009).

  Holzer dkk. (2012) mengamati gangguan yang signifikan dari HDL kulit psoriatik untuk memobilisasi kolesterol dari makrofag, langkah penting pertama dari transportasi balik kolesterol. Yang penting, kemampuan efflux kolesterol berkorelasi negatif dengan tingkat keparahan psoriasis. Temuan ini meningkatkan kemungkinan bahwa disfungsional HDL memberikan kontribusi untuk mempercepat aterosklerosis pada pasien psoriasis.

  Penurunan HDL berhubungan erat dengan pengurangan aktivitas insulin, yang menentukan sekresi asam lemak bebas adiposit. Akibatnya, hati memproduksi lebih VLDL dari TG, yang dipertukarkan oleh kolesterol ester HDL dan LDL dan menghasilkan partikel HDL kaya TG, yang merupakan substrat dari lipase hepatik; pada gilirannya, enzim ini mengurangi ukuran HDL, sehingga meningkatkan pembersihan ginjal dan menyebabkan penurunan kadarnya dalam darah (Lustia et al, 2009).

Dokumen yang terkait

Karakteristik Pasien Psoriasis di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan Periode Januari 2010 – Desember 2012

3 95 56

Profil Erupsi Obat di Satuan Medis Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Tahun 2010 – 2013

2 97 59

Hubungan Psoriasis Dengan Profil Lipid Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012-2013

1 58 86

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vaginosis Bakterial 2.1.1. Definisi - Profil Skor Nugent Berdasarkan Pewarnaan Gram pada Pasien Vaginosis Bakterial di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - Profil Kadar Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) Serum Berdasarkan Karakteristik Penderita Psoriasis Vulgaris Di RSUP. H. Adam Malik Medan

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma - Profil Penderita Asma Dewasa Yang Di Rawat Inap Di RSUP.H.Adam Malik Tahun 2011-2013

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis - Karakteristik Pasien Psoriasis di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan Periode Januari 2010 – Desember 2012

0 1 10

Karakteristik Pasien Psoriasis di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan Periode Januari 2010 – Desember 2012

0 1 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Erupsi Obat 2.1.1. Definisi Erupsi Obat - Profil Erupsi Obat di Satuan Medis Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Tahun 2010 – 2013

0 0 15

Hubungan Psoriasis Dengan Profil Lipid Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012-2013

0 0 16