Hubungan Psoriasis Dengan Profil Lipid Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012-2013

(1)

HUBUNGAN PSORIASIS DENGAN PROFIL LIPID PASIEN RAWAT JALAN DI POLIKLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012-2013

Oleh :

WINDA WIJAYANTI 110100252

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

HUBUNGAN PSORIASIS DENGAN PROFIL LIPID PASIEN RAWAT JALAN DI POLIKLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012-2013

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

WINDA WIJAYANTI 110100252

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Psoriasis merupakan gangguan kulit berupa inflamasi kronis yang ditandai dengan adanya hiperproliferasi dan berkurangnya diferensiasi keratinosit. Pada pasien psoriasis ditemukan adanya perubahan dalam lipid plasma dan komposisi lipoprotein , dengan kecenderungan peningkatan trigliserida yang terkait dengan kolesterol VLDL, peningkatan kolesterol LDL, serta penurunan kolesterol HDL. Tujuan dari penelitan ini adalah untuk mengetahui hubungan antara psoriasis dengan profil lipid di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectional. Besar sampel ditentukan dengan metode Total Sampling. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari rekam medis. Pada akhir pengumpulan didapatkan 22 sampel yang terdiri dari 11 sampel psoriasis dan 11 sampel non Psoriasis. Analisa data dilakukan dengan menggunakan uji fisher’s exact dengan tingkat kemaknaan 95%.

Rata-rata kadar trigliserida pada pasien psoriasis adalah 118 ± 29.8 mg/dL (nilai p > 0.05). Rata-rata kadar LDL pada pasien psoriasis adalah 120.2 ± 43.8 mg/dL (nilai p > 0.05). Rata-rata kadar HDL pada pasien psoriasis adalah 50.18±14.8 mg/dL (p > 0.05).

Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara psoriasis dengan kadar trigliserida, kolesterol LDL dan kolesterol HDL yang abnormal.


(6)

ABSTRACT

Psoriasis is a chronic inflammatory skin disorder characterized by hyperproliferation and reducing differentiation of keratinocytes. Changes in plasma lipid and lipoprotein composition were found in patients with psoriasis, with a tendency to increase in VLDL cholesterol associated triglycerides, increased LDL and decreased HDL. The goal of this study is to determine the relationship between psoriasis and lipid profile in RSUP Haji Adam Malik Medan.

This study was an analytic study with cross-sectional design. The amount of sample is determined using the total sampling method. This study used secondary data, obtained from medical records. Finally, 22 samples were found which consists 11 psoriasis samples and 11 non-psoriasis samples. Data were analyzed with Fischer’s Exact test with CI 95%.

The average triglyceride level of psoriatic patient is 118±29.8 mg/dL (p value > 0.05), level of low density lipoprotein cholesterol (LDL) is 120.2±43.8 mg/dL (p value > 0.05) and level of high density lipoprotein cholesterol (HDL) is 50.18±14.8 mg/dL (p value > 0.05) .

According to the results, this study conclude that there are no relationship between psoriasis and abnormal level of triglyceride, LDL and HDL.


(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya, karya tulis ilmiah yang berjudul ” Hubungan Psoriasis Dengan Profil Lipid Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012-2013” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilakukan guna memenuhi syarat kelulusan strata 1 pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penghargaan dan rasa terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu di Universitas yang Bapak pimpin.

2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada saya untuk menjalani pendidikan dokter umum di Fakultas Kedokteran yang Bapak pimpin. 3. Dosen pembimbing saya, dr. Kristo A. Nababan, Sp.KK, yang dengan

sabar telah membimbing, meluangkan waktu, memberikan masukan yang sangat berguna kepada saya dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah ini.

4. Dosen penguji, dr. Melati Silvanni Nst, SpPD, dr. Zulkarnain Rangkuti, MSi, dan Dr. dr. Oke Rina Ramayani, Sp.A, yang telah memberikan dukungan berupa saran dan koreksi yang membangun untuk perbaikan karya tulis ilmiah ini.

5. dr. Putri Chairani Eyanoer, MS. Epi, Ph. D, selaku dosen bidang statistik yang telah memberikan masukan mengenai metode penelitian saya.


(8)

6. Kedua orang tua tercinta, H. Marzuki Z. Nafiah dan Hj. Zuwairiah, yang selalu mendo’akan, memberikan nasihat dan semangat untuk saya dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

7. Teman-teman seperjuangan dalam pembuatan karya tulis ilmiah yaitu Tgk. Nurhasanah, Mutia Fri Fahrunnisa, Toghur Arifani Lubis, Atika Najla R., Widya Manja Putri, Anika Restu P., Fenti Novita Sari dan seluruh pihak yang telah mendukung penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan dan terdapat kekurangan di dalamnya. Oleh sebab itu, dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan karya tulis ilmiah ini. Akhir kata, semoga karya tulisi ilmiah ini dapat bermanfaat.

Wassalmu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Dengan hormat,

Penulis

Winda Wijayanti


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN..………. i

ABSTRAK………. ii

ABSTRACT………... iii

KATA PENGANTAR………... iv

DAFTAR ISI………. vi

DAFTAR SINGKATAN………... viii

DAFTAR TABEL………. x

DAFTAR GAMBAR………. xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB 1 PENDAHULUAN………. 1

1.1. Latar Belakang……… 1

1.2. Rumusan Masalah………... 4

1.3. Tujuan Penelitian……… 4

1.3.1. Tujuan Umum……… 4

1.3.2. Tujuan Khusus……… 4

1.4. Manfaat Penelitian……….. 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………... 6

2.1. Psoriasis……….. 6

2.1.1. Definisi……….. 6

2.1.2. Epidemiologi………. 6

2.1.3. Faktor Resiko……… 6

2.1.4. Etiologi dan Patogenesis………... 8

2.1.5. Gambaran Klinis dan Klasifikasi……….. 11

2.1.6. Diagnosis………... 13

2.1.7. Penatalaksanaan……… 14

2.2. Metabolisme Lipoprotein……… 16

2.2.1. Jalur Metabolisme Eksogen……….. 18

2.2.2. Jalur Metabolisme Endogen……….. 19

2.2.3. Jalur Reverse Cholesterol Transport………. 20

2.3. Hubungan Psoriasis dan Profil Lipid……….. 22

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL…… 31

3.1. Kerangka Konsep Penelitian………... 31

3.2. Variabel Penelitian……….. 31

3.2.1. Variabel Bebas……….. 31

3.2.2. Variabel Terikat………. 31

3.3. Defenisi Operasional………... 32

3.4. Hipotesis………. 33


(10)

BAB 4 METODE PENELITIAN………. 34

4.1. Jenis Penelitian………... 34

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian……….. 34

4.2.1. Lokasi Penelitian………... 34

4.2.2. Waktu Penelitian,……….. 34

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian……….. 34

4.3.1. Populasi Penelitian……… 34

4.3.2. Sampel Penelitian……….. 35

4.4. Metode Pengumpulan Data………. 35

4.5. Metode Analisa Data……….. 35

BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian………... 36

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………... 36

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel Penelitian……… 36

5.1.3. Hasil Analisa Statistik………... 39

5.2. Pembahasan……… 40

5.2.1. Karakteristik Sampel………. 41

5.2.2. Hubungan Psoriasis dengan Kadar Trigliserida……… 43

5.2.3. Hubungan Psoriasis dengan Kadar LDL………... 44

5.2.4. Hubungan Psoriasis dengan Kadar HDL……….. 44

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan………. 46

6.2. Saran………... 46

DAFTAR PUSTAKA……… 47 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR SINGKATAN

ABCA1 : ATP-binding cassette protein A1 ACE : Angiotensin Converting Enzyme APC : Antigen Presenting Cell

APR : Acute-Phase Response CCR : CC Chemokine Receptor CD11a : Cluster of Differentiation 11a CETP : Cholesterylester transfer protein

CLA : Cutaneous Lymphocyte-associated Antigen EGF : Epithelial Growth Factor

GMCSF : Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor Ha : Hipotesa alternative

HDL : High Density Lipoproteins HIV : Human Immunodeficiency Virus HL : Hepatic Lipase

Ho : Hipotesa nol

ICAM : Intracellular Adhesion molecule IDL : Intermediate Density Lipoproteins

IFPA : International Federation of Psoriasis Association IL : Interleukin

INF : Interferon

IRT : Ibu Rumah Tangga

LCAT : Lecithin-cholesterol acyltransferase LDL : Low Density Lipoprotein

LDL-R : Low Density Lipoprotein Receptor LFA : Lymphocyte Function-associated Antigen Lp : Lipoprotein

LPL : Lipoprotein Lipase LXR : Liver X Receptor


(12)

NSAID : Nonsteroid Anti-Inflamation Drug

PAF-AH : Platelet-activating factor acetyl hydrolase PLTP : Phospholipid transfer protein

PMN : Polymorphonuclear PNS : Pegawai Negeri Sipil PON : Paraoxonase

PSORS : Psoriasis Susceptibility PUVA : Psoralen and Ultra Violet A RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

sPLA2 : Secretory non-pancreatic phospholipase A2 SR : Scavenger receptor

TC : Total Cholesterol TG : Trigliserida

Th : T-helper

TNF : Tumor Necrosis Factor Ts : T-supresor

VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor VLDL : Very Low Density Lipoproteins WHO : World Health Organization


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Hal

Tabel 2.1. Beberapa Apolipoprotein Utama……….. 17

Tabel 2.2. Kadar Lipid Serum Normal……….. 22

Tabel 2.3. Perubahan dan efek proaterogenik potensial lipoprotein selama proses infeksi dan inflamasi……….. 25

Tabel 3.1. Definisi Operasional………. 32

Tabel 5.1. Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin………... 37

Tabel 5.2. Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan Usia…….. 37

Tabel 5.3. Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan Pekerjaan 38 Tabel 5.4. Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan Trigliserida, LDL, dan HDL………. 38

Tabel 5.5. Kadar Trigliserida Pada Psoriasis……… 39

Tabel 5.6. Kadar LDL Pada Psoriasis……… 39


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Hal

Gambar 2.1. Gambaran ruam psoriasis. (a) Psoriasis eritroderma, (b) Psoriasis guttate, (c) Psoriasis pustular pada telapak kaki………...

12

Gambar 2.2. Struktur Lipoprotein………... 17 Gambar 2.3. Jalur metabolism eksogen dan endogen lipoprotein …….. 20 Gambar 2.4. Metabolisme HDL dan reverse cholesterol transport …... 21 Gambar 2.5. Mekanisme hipertrigliseridemia terkait inflamasi……….. 27 Gambar 2.6. Mekanisme pemuatan lipid intraseluler, gangguan

transportasi balik kolesterol dan kapasitas antioksidan


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Peneliti Lampiran 2 Izin Survei Awal Penelitian Lampiran 3 Izin Studi Pendahuluan

Lampiran 4 Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan

Lampiran 5 Ethical Clearence

Lampiran 6 Izin Penelitian dari Fakultas

Lampiran 7 Izin Penelitian dari DikLit RSUP H. Adam Malik Medan Lampiran 8 Data Sampel Penelitian

Lampiran 9 Uji Univariat Karakteristik Sampel


(16)

(17)

ABSTRAK

Psoriasis merupakan gangguan kulit berupa inflamasi kronis yang ditandai dengan adanya hiperproliferasi dan berkurangnya diferensiasi keratinosit. Pada pasien psoriasis ditemukan adanya perubahan dalam lipid plasma dan komposisi lipoprotein , dengan kecenderungan peningkatan trigliserida yang terkait dengan kolesterol VLDL, peningkatan kolesterol LDL, serta penurunan kolesterol HDL. Tujuan dari penelitan ini adalah untuk mengetahui hubungan antara psoriasis dengan profil lipid di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectional. Besar sampel ditentukan dengan metode Total Sampling. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari rekam medis. Pada akhir pengumpulan didapatkan 22 sampel yang terdiri dari 11 sampel psoriasis dan 11 sampel non Psoriasis. Analisa data dilakukan dengan menggunakan uji fisher’s exact dengan tingkat kemaknaan 95%.

Rata-rata kadar trigliserida pada pasien psoriasis adalah 118 ± 29.8 mg/dL (nilai p > 0.05). Rata-rata kadar LDL pada pasien psoriasis adalah 120.2 ± 43.8 mg/dL (nilai p > 0.05). Rata-rata kadar HDL pada pasien psoriasis adalah 50.18±14.8 mg/dL (p > 0.05).

Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara psoriasis dengan kadar trigliserida, kolesterol LDL dan kolesterol HDL yang abnormal.


(18)

ABSTRACT

Psoriasis is a chronic inflammatory skin disorder characterized by hyperproliferation and reducing differentiation of keratinocytes. Changes in plasma lipid and lipoprotein composition were found in patients with psoriasis, with a tendency to increase in VLDL cholesterol associated triglycerides, increased LDL and decreased HDL. The goal of this study is to determine the relationship between psoriasis and lipid profile in RSUP Haji Adam Malik Medan.

This study was an analytic study with cross-sectional design. The amount of sample is determined using the total sampling method. This study used secondary data, obtained from medical records. Finally, 22 samples were found which consists 11 psoriasis samples and 11 non-psoriasis samples. Data were analyzed with Fischer’s Exact test with CI 95%.

The average triglyceride level of psoriatic patient is 118±29.8 mg/dL (p value > 0.05), level of low density lipoprotein cholesterol (LDL) is 120.2±43.8 mg/dL (p value > 0.05) and level of high density lipoprotein cholesterol (HDL) is 50.18±14.8 mg/dL (p value > 0.05) .

According to the results, this study conclude that there are no relationship between psoriasis and abnormal level of triglyceride, LDL and HDL.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan organ penting dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan individunya. Selain itu, kulit juga dapat menyokong penampilan dan kepribadian seseorang. Dengan demikian kulit pada manusia mempunyai peranan yang sangat penting, selain fungsi utama yang menjamin kelangsungan hidup juga mempunyai arti lain yaitu estetika,ras,indikator sistemik, dan sarana komunikasi non verbal antar individu . Kulit ibarat kertas pembungkus yang memberikan keindahan. Jika terjadi masalah pada kulit, seseorang bukan hanya tampak tidak menarik, tetapi berbagai fenomena fisiologis yang tidak menyenangkan bisa membawa ke arah kematian. (Wasitaatmadja, 2007; Brown & Bruns, 2005)

Kelainan kulit yang cukup menarik perhatian saat ini adalah psoriasis. Hal ini dibuktikan dengan adanya Hari Psoriasis se-Dunia setiap tanggal 29 Oktober untuk meningkatkan kesadaran terhadap penyakit ini dan memberikan perhatian bagi penderitanya. Psoriasis merupakan gangguan kulit berupa inflamasi kronis yang berulang, ditandai dengan adanya hiperproliferasi dan berkurangnya diferensiasi keratinosit. Psoriasis merupakan peradangan kronis yang menyerang sekitar 2% dari populasi umum (Dsouza dan Kuruville, 2013). Lokasi paling sering munculnya ruam adalah pada daerah siku, lutut, kulit kepala, umbilikus, dan daerah lumbar (Schön dan Boehncke, 2005).

Menurut IFPA, hampir 3% dari populasi dunia, baik pria, wanita, anak-anak, bahkan bayi yang baru lahir menderita gejala psoriasis. Menurut WHO (2013) prevalensi psoriasis di seluruh dunia adalah sekitar 2%, namun penelitian di negara maju melaporkan tingkat prevalensi lebih tinggi dari rata-rata yaitu sekitar 4,6%. Laporan insidensi psoriasis di Eropa, Denmark (2,9%) , Feleroe Islands (2,8%) dimana lebih tinggi dibanding Eropa Tengah (1,5%). Di United State prevalensi mulai dari 2,2% sampai 2,6%, dengan kira-kira 150,000 kasus


(20)

baru per tahunnya. Di Asia insiden psoriasis tergolong rendah (0,4%)

(Gudjonsson dan Elder, 2012). Di Indonesia sendiri belum ada data pasti mengenai jumlah penderita psoriasis. Cholis dkk. (1999) dalam Walujo dkk. (2007) melaporkan prevalensi psoriasis pada 10 rumah sakit pendidikan di Indonsia berkisar 0,59%-0,92%. Di RSUP Haji Adam Malik Medan, berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis selama periode Januari - Desember 2010, dari total 3.230 orang yang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 34 pasien (1,05%) diantaranya merupakan pasien dengan diagnosis psoriasis. Dari jumlah tersebut 16 pasien (47%) berjenis kelamin pria dan 18 pasien (52,9%) berjenis kelamin wanita (Natali,2013).

Psoriasis yang bersifat kronis dan berulang sangat berdampak buruk bagi penderitanya. Secara fisik, pasien psoriasis merasa tidak nyaman, gatal dan nyeri, peradangan, retak dan pendarahan lesi kulit atau nyeri sendi dan organ internal lainnya. Dari segi psikologis, pasien psoriasis merasa malu, terhina, dan cenderung menyembunyikan kulit mereka agar tidak dicela masyarakat. Dampak psikologis lain yaitu frustrasi, yang sering menimbulkan depresi dan alkoholisme,

dan menyebabkan trauma mental yang berat dan pikiran untuk bunuh diri. Secara ekonomi, di Amerika sendiri, penderita psoriasis kehilangan kira-kira 56 juta jam kerja dan menghabiskan $ 2 sampai $ 3 miliar untuk mengobati penyakit ini setiap tahun (IFPA).

Dalam Prinz (2005) kemajuan terbaru terhadap pemahaman psoriasis telah mengarah pada aktivasi sistem imun selular spesifik, terutama sel T yang berperan penting dalam manifestasi penyakit dan bertanggung jawab pada perubahan lesi psoriasis yang berbeda-beda termasuk peningkatan proliferasi keratinosit. Akumulasi sel-sel T dalam lesi kulit psoriatik dimediasi oleh interaksi berbagai ligan glikoprotein dan reseptor kemokin pada permukaan sel T (CLA, ICAM-1, CD11a/LFA-1, CCR10) dengan berbagai molekul adhesi pada endotel pembuluh darah dari venula papiler. CLA dan CCR10 mencirikan limfosit T pada penyakit kulit inflamasi . Menurut Thomas dkk (2009) TNF-α memainkan peran sentral dalam patogenesis psoriasis. TNF-α berperan dalam aktivasi respon imun bawaan dan didapat yang menyebabkan peradangan kronis, kerusakan jaringan dan


(21)

proliferasi keratinosit. Kadar TNF-α nyata meningkat pada lesi kulit, sinovium dan serum pasien dengan psoriasis dan ini berhubungan dengan keparahan penyakit. Begitu juga sebaliknya, kadar TNF-α yang rendah berhubungan dengan perbaikan penyakit secara klinis.

Sitokin-sitokin proinflamasi seperti TNF-α dan sitokin-sitokin Th 1 lainnya yang diproduksi berlebihan pada pasien psoriasis juga berkontribusi pada peningkatan resiko sindroma metabolik (Thomas.J, et al, 2009). Psoriasis dikenal sebagai suatu penyakit sistemik yang dikaitkan dengan sejumlah abnormalitas dan komplikasi multiorgan. Resiko hipertensi , abnormalitas kardiovaskular, dislipidemia, aterosklerosis, diabetes mellitus tipe 2, obesitas, penyakit paru obstruktif kronik, stroke serebral, osteoporosis, kanker, dan depresi telah dilaporkan meningkat pada pasien psoriasis (Pietrzak et al, 2010). Menurut WHO, komorbiditas dapat mempersulit psoriasis dari ringan hingga berat.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat profil lipid pada pasien psoriasis. Pada pasien psoriasis menunjukkan perubahan dalam lipid plasma dan komposisi lipoprotein , dengan kecenderungan peningkatan kolesterol total dan TG yang terkait dengan kolesterol VLDL, serta penurunan kolesterol HDL. Namun masih terdapat pertentangan dari hasil penelitian yang didapat. Sebagian besar peneliti mengamati adanya peningkatan kadar kolesterol LDL dalam psoriasis. Di lain sisi beberapa peneliti lain melaporkan tidak ada perubahan komposisi lipid plasma, bahkan terjadi penurunan kadar kolesterol LDL pada pasien psoriasis (Pietrzak,2009). Dari hasil penelitian Bathia dkk (2014) terhadap 94 pasien psoriasis dan 103 tidak psoriasis, didapati kolesterol total dan kolesterol LDL dan kolesterol HDL secara signifikan lebih tinggi pada pasien psoriasis (P <0,05). Sedangkan kadar TG serum hampir sama pada kedua kelompok. Dsouza dan Kuruville (2013) mendapati hasil yang berbeda dimana pasien psoriasis memiliki resiko perubahan profil lipid. Dengan serum kolesterol total (p <0,001), TG (p <0,01), LDL-kolesterol (p <0,001), VLDL-kolesterol (p <0,01) dan rasio TC / HDL (p <0,01 ) ditemukan secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Namun, kadar HDL tidak memiliki perbedaan statistik yang signifikan antara dua kelompok. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Dewi dkk. di


(22)

Surabaya, penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan kadar TG pada psoriasis vulgaris yang lebih tinggi dibandingkan kontrol (p<0,05). Tetapi, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan kolesterol HDL antara penderita psoriasis vulgaris dan kontrol (p>0,05).

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan diatas, untuk itulah penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan psoriasis dengan profil lipid pasien rawat jalan di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012-2013.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara psoriasis dengan profil lipid pada pasien rawat jalan di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012-2013.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara psoriasis dengan profil lipid pada pasien rawat jalan di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012-2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui angka kejadian psoriasis di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012-2013.

2. Untuk mengetahui profil lipid penderita psoriasis yang melakukan rawat jalan di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012-2013.


(23)

3. Untuk mengetahui karakteristik penderita psoriasis yang melakukan rawat jalan di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012-2013.

1.4. Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui hubungan antara psoriasis dengan perubahan profil lipid penderitanya, diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi salah satu informasi guna mendeteksi kondisi penyerta (komorbid) pada penderita psoriasis. Sehingga pasien mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat serta kondisi komorbid yang mematikan bisa ditekan bahkan dihindari.


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis

2.1.1. Definisi

Psoriasis merupakan suatu penyakit autoimun yang bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan; serta dapat dijumpai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Köbner (Djuanda, 2007).

2.1.2. Epidemiologi

Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan kematian, penyakit ini dapat menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih mengingat bahwa perjalanannya menahun dan residif. Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Insidens pada pria cenderung lebih banyak daripada wanita, psoriasis dapat terjadi pada semua usia, tetapi umumnya pada orang dewasa. (Djuanda, 2007).

Insidensi tertinggi yang pernah dilaporkan di Eropa yaitu di Denmark sebanyak 2,9 % dan kepulauan Faeroe sebanyak 2.8 %. Penelitian pada 1,3 juta warga negara Jerman ditemukan prevalensi sebanyak 2,5 % (Gudjonsson & Elder , 2012).

2.1.3. Faktor Resiko

Penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara genetik dan lingkungan berperan penting dalam timbulnya psoriasis. Banyak faktor lingkungan telah dikaitkan dan terlibat diantaranya :

1. Trauma : psoriasis yang muncul pada lokasi yang terkena cedera dikenal dengan fenomena Koebner. Berbagai macam rangsangan lokal seperti goresan, trauma kimia , listrik , luka bedah , infeksi dan inflamasi , telah diakui dapat memicu timbulnya lesi psoriatik.


(25)

2. Infeksi : tonsilitis yang disebabkan oleh streptokokus β - hemolitik sering memicu psoriasis guttate. Infeksi HIV juga telah dikaitkan dengan psoriasis yang seringkali memperburuk kondisi. Laporan kejadian infeksi tenggorokan streptokokus mendahului onset psoriasis adalah sebesar 56-97%. Titer antibodi serum terhadap antigen streptokokus (streptolysin O, DNAse B) ditemukan hampir pada 50% pasien dengan psoriasis plak kronis ( Hunter et al, 2003 ; Prinz , 2005 ; Griffiths & Barker, 2010)

3. Obat-obatan : banyak obat yang dilaporkan dapat memicu timbul atau kambuhnya plak psoriasis. Di antaranya adalah garam litium , antimalaria , β blocker , NSAID , ACE inhibitor dan withdrawal kortikosteroid.

4. Sinar matahari : meskipun sinar matahari umumnya bermanfaat dalam memperbaiki plak pada kebanyakan pasien psoriasis, pada sebagian kecil pasien psoriasis (10%) justru dapat memperburuk plak yang ada.

5. Faktor metabolik : psoriasis sering membaik pada waktu kehamilan. Sebuah penelitian oleh Dunna dan Finlay dengan menggunakan kuesioner pada 65 wanita hamil yang menderita psoriasis, didapatkan 40 % kondisi psoriasisnya tetap tidak berubah, 40 % membaik dan 14 % nya memburuk. Sebaliknya , pada periode 3 bulan postpartum, 30 % tetap tidak berubah , 10 % membaik dan 50% memburuk. Hipokalsemia sekunder, hipoparatiroidism adalah faktor pencetus yang jarang ditemukan. Hipokalsemia karena paratiroidektomi yang disengaja , telah dilaporkan memicu plak psoriasis bertambah parah, terutama psoriasis pustular. Dan telah dilaporkan bahwa psoriasis memiliki efek buruk pada hasil kehamilan, berupa aborsi berulang, hipertensi dan proses kelahiran secara sesar.

6. Faktor psikogenik : dalam sebuah penelitian di Inggris , lebih dari 60 % dari pasien psoriasis ditemukan stres merupakan faktor utama dalam penyebab psoriasis penderitanya.

7. Alkohol and merokok : alkohol dapat memperburuk penyakit yang sudah ada tetapi tidak berperan dalam induksi psoriasis. Peminum alkohol berat cenderung memiliki penyakit yang lebih luas dan meradang.


(26)

Kelebihan konsumsi alkohol merupakan konsekuensi dari penyakit dan menyebabkan resistensi pengobatan serta mengurangi kepatuhan dalam proses pengobatan. Pada wanita yang merokok lebih dari 15 batang per hari , rasio odd untuk psoriasis adalah 3,9 sedangkan laki-laki 1,4 (Griffiths & Barker, 2010).

2.1.4. Etiologi dan Patogenesis

Kulit psoriatik akan berganti tujuh kali lebih cepat dibanding kulit normal. Sementara tubuh tidak dapat mengganti sel baru dengan cepat dan akhirnya membentuk ruam atau lesi di permukaan kulit. Patogenesis psoriasis tergantung kepada aktifitas dari kerusakan dan/atau sirkulasi sel imun dan sekresi mediator-mediator seperti sitokin, kemokin, dan faktor pertumbuhan yang memicu hiperproliferasi keratinosit, penebalan epidermis dan angiogenesis. Sitokin yang utama berperan dalam perkembangan dan pertahanan lesi psoriasis adalah TNF-α. Sumber utama TNF-α adalah sel dendrit, makrofag dan sel T. Sitokin terbaru yang berpotensi dalam psoriasis adalah IL-23 yang diproduksi oleh sel dendrit dan perdampak pada proliferasi dan produksi INF-γ.

Terdapat 4 abnormalitas yang terjadi pada psoriasis : (1) perubahan vaskular ; pembuluh darah papilar berdilatasi dan berliku. Ini menyebabkan kulit menjadi kemerahan dan eritema. (2) Inflamasi ; leukosit PMN dari pembuluh darah dermis masuk ke epidermis. Lesi kaya akan sel CD+4 dan CD+8 yang akan melepaskan sitokin-sitokin proinflamsi. (3) Hiperproliferasi dari lapisan keratinositik (akantosis). (4) Keratinosit yang tetap menahan kandungan inti sel saat sel tersebut sudah mencapai stratum korneum (parakeratosis) dan lapisan granular yang hilang. Perubahan-perubahan yang terjadi akan menimbulkan ruam pada permukaan epidermis.

A. Genetik

Ada bukti yang menunjukkan bahwa psoriasis memiliki komponen genetik penting. Dalam sebuah penelitian di Jerman ditemukan jika salah satu orang tua yang menderita psoriasis, risiko bagi anak untuk terkena sebesar 16 % , jika


(27)

kedua orang tua yang menderita, resiko anak terkena sebesar 50 %, jika satu saudara yang menderita psoriasis, resiko terkena sebesar 6 % dan hanya 2% jika tidak ada orang tua ataupun saudara kandung yang menderita psoriasis. Jika orang tua non - psoriasis memiliki anak dengan psoriasis , risiko untuk anak-anak berikutnya adalah sekitar 10 %.

Perkembangan dan keparahan psoriasis dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin orang tua yang memberikan kontribusi genetik pada anaknya. Penelitian di Skotlandia oleh Burden dkk. menunjukkan bahwa onset munculnya psoriasis lebih dini terjadi ketika penyakit tersebut diwariskan dari ayah. Teori Genomic imprinting dapat menjelaskan mengapa ayah psoriasis lebih cenderung untuk menurunkan penyakit kepada anaknya daripada ibu psoriasis. Denmark Twin Registry juga telah menunjukkan faktor genetik berpengaruh terhadap kejadian psoriasis. Didapatkan 64 % dari kembar monozigot menderita psoriasis sedangkan kembar dizigot hanya 15 % yang menderita psoriasis (Griffiths & Barker, 2010 ; Hunter et al, 2003)

Lebih dari 20 lokus genetik yang mengandung berbagai jumlah gen, telah dikaitkan dengan kerentanan psoriasis. Dari jumlah lokus genetic tersebut, beberapa juga dikaitkan dengan kerentanan terhadap penyakit metabolik. Misalnya, lokus PSORS2, PSORS3, dan PSORS4 juga terkait dengan lokus yang rentan pada sindrom metabolik, diabetes tipe 2, hiperlipidemia familial, dan penyakit kardiovaskular. Selain itu, gen individu yang berhubungan dengan psoriasis seperti CDKAL1, yang belum diketahui fungsinya, juga terkait dengan diabetes tipe 2. Gen yang diketahui berperan dalam risiko kardiovaskular, seperti ApoE4 isoform apoE secara signifikan didapati pada pasien dengan plak kronis dan psoriasis guttate dibanding kelompok kontrol (Azfar & Gelfand, 2008).

B. Imunopatogenesis

Sebelumnya psoriasis dianggap sebagai suatu kelainan keratinosit epidermal; namun sekarang dianggap sebagai suatu kelainan yang diperantarai oleh imun. Kulit adalah organ limfoid primer dengan sistem pertahanan imunologik efektif yang dilengkapi dengan APC, sitokin, sel T epidermotropik,


(28)

sel endotel kapiler dermis, sel mast, makrofag, granulosit, fibroblast dan sel non-langerhan. Sel-sel ini akan teraktivasi ketika terjadi pensekresian sitokin dan respon terhadap bakteri, kimia, sinar UV dan faktor-faktor iritan lainnya. Sitokin utama yang dilepas saat pajanan antigen adalah TNF-α. Proses inflamsi ini awalnya terkendali namun ketika pajanan pada kulit berkepanjangan dapat menyebabkan ketidakseimbangan produksi sitokin dan menjadi suatu keadaan yang patologis seperti pada psoriasis (Traub & Marshall, 2007).

Antigen akan ditangkap oleh APC dan selanjutnya diproses menjadi fragmen-fragmen peptida pada permukaan sel dan dibawa menuju sel T. Sel Th mengekspresikan CD+4, sementara sel Ts mengekspresikan CD+8 (Rajiv, 2004). Aktivasi sel T melalui 3 tahapan :

1. Binding : sel T melekat pada APC melalui suatu molekul adhesi permukaan sel baik sel T maupun APC. Di kulit APC yang paling efisien adalah sel Langerhan. 2. Antigen specific activation : ketika ikatan sel T-APC telah terjadi, reseptor sel T akan mengenali antigen peptide yang dipresentasikan oleh APC. Proses ini akan menstimulasi perubahan sel T naïve menjadi sel memori.

3. Non-antigen specific cell-cell interaction ( co-stimulation) : Jika co-stimulation oleh molekul permukaan sel lain tidak terjadi setelah presentasi antigen, maka sel tidak akan respon terhadap antigen dan akan terjadi proses apoptosis.

Setelah teraktivasi, tahap selanjutnya adalah induksi respon inflamasi. Tahapan ini melibatkan sel T, makrofag, endotelium vaskular dan keratinosit yang mengeluarkan sitokin-sitokin penyebab inflamasi jaringan. Sitokin-sitokin yang terlibat diantaranya GMCSF, EGF, interleukin (IL8, IL12, IL1, IL6), INF-γ, TNF -α. TNF-α memainkan peranan penting dalam pengaktifan respon imun bawaan dan didapat dalam proses inflamasi kronis, kerusakan jaringan dan proliferasi keratinosit. Hiperpoliferasi menyebabkan penurunan waktu pematangan sel kulit yang normalnya dibutuhkan 28 hari menjadi 2 sampai 4 hari pada kulit psoriatik. VEGF dan IL8 dilepas dari keratinosit dan menyebabkan vaskularisasi pada psoriasis (Sabat et al, 2007).


(29)

2.1.5. Gambaran Klinis dan Klasifikasi

Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner. Fenomena tetesan lilin yaitu skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Fenomena Kobner; dimana kelainan psoriasis terjadi pada daerah yang mengalami trauma, timbul kira-kira setelah 3 minggu (Djuanda,2007).

1. Psoriasis guttate

Pola ini biasanya terlihat pada anak-anak dan remaja dan mungkin merupakan tanda pertama dari penyakit, sering dipicu oleh tonsilitis streptokokus. Pada tahap awal berupa ruam kecil dengan diameter lesi mulai dari 2 atau 3 mm sampai 1 cm, bulat atau sedikit oval.Sejumlah makula merah berbentuk bulat kecil muncul tiba-tiba pada badan dan segera menjadi bersisik. Ruam sering hilang dalam beberapa bulan tetapi plak psoriasis dapat terus berkembang (Hunter et al, 2003).

2. Psoriasis Rupioid, elephantine dan ostraceous

Istilah-istilah ini menggambarkan plak yang terkait dengan hiperkeratosis kasar. Psoriasis Rupioid seperti lesi berbentuk kerucut. Istilah psoriasis gajah dapat digunakan untuk menggambarkan ruam yang tidak biasa keras dan tebal, plak besar yang terkadang terjadi di punggung, tungkai, pinggul atau di tempat lain . Psoriasis Ostraceous, istilah yang jarang digunakan, mengacu pada lesi hiperkeratosis seperti cincin dengan permukaan cekung, menyerupai cangkang tiram (Griffiths & Barker, 2010).

3. Psoriasis Eritroderma

Varian ini juga jarang dan dapat dipicu oleh efek iritasi dari tar atau ditranol, erupsi obat atau withdrawal steroid topikal atau sistemik poten. Kulit menjadi universal dan seragam merah dengan skala variable. Penderita mengalami


(30)

malaise disertai dengan menggigil dan kulit terasa panas dan tidak nyaman (Hunter et al, 2003).

4. Psoriasis Pustular

Varian ini sering menimbulkan sakit. Jenis ini mengenai telapak tangan dan kaki. Ruam berbentuk pustula steril yang bertaburan dengan diameter 3-10 mm, yang didasari oleh daerah eritematosa. Pustula berubah menjadi makula coklat atau sisik. Psoriasis pustular merupakan kondisi yang jarang namun serius, dengan demam dan episode berulang dari pembentukan pustul dalam daerah yang eritema (Hunter et al,2003).

5. Pola plak

Ini adalah jenis yang paling umum. Lesi berdiameter dari beberapa milimeter sampai sentimeter. Lesi merah muda hingga kemerahan (salmon pink) dengan ruam putih keperakan poligonal besar dan kering (seperti minyak lilin). Tempat predileksi di siku, lutut, punggung bawah dan kulit kepala.

Gambar 2.1. Gambaran ruam psoriasis. (a) Psoriasis eritroderma, (b) Psoriasis guttate, (c) Psoriasis pustular pada telapak kaki (Hunter et al, 2003)

Selain jenis-jenis di atas, psoriasis terkadang dapat timbul di tempat lain pada bagian tubuh. Modifikasi lokasi timbulnya ruam psoriasis dapat ditemukan di kulit kepala, daerah lipatan seperti lipatan bawah payudara, ketiak dan lipatan


(31)

anogenital, telapak tangan dan kaki, serta kuku yang ditandai dengan 'pitting bidal', onikolisis dan terkadang hiperkeratosis subungual.

2.1.6. Diagnosis

Penegakkan diagnosis melalui gambaran klinis, pemeriksaan histopatologi, dan pemeriksaan laboratorium. Meskipun pemeriksaan histopatologi jarang diperlukan untuk menegakkan diagnosa, pemeriksaan ini dapat menolong pada kasus-kasus yang sulit ditegakkan. Pada lesi awal dari psoriasis pustular, epidermis biasanya hanya sedikit yang mengalami akantosis. Neutrofil bermigrasi dari pembuluh darah yang berdilatasi di dermis atas ke dalam epidermis dimana mereka beragregasi di bawah stratum korneum dan di lapisan malpighi atas untuk membentuk pustula spongiform Kogoj.

Abnormal hasil laboratorium lain biasanya tidak spesifik dan tidak ditemukan di semua pasien. Pada psoriasis vulgaris yang parah, psoriasis pustular general dan eritroderma dapat di deteksi keseimbangan nitrogen negatif, manifestasi dari menurunnya serum albumin.

Pada penderita psoriasis dapat bermanifestasi berupa perubahan profil lipid , bahkan pada permulaan penyakit kulit ini. Pada penderita psoriasis didapati kadar HDL 15% lebih tinggi dan rasio TG/VLDL 19 % lebih tinggi dibandingkan dengan yang normal. Selain itu konsentrasi apolipoprotein-A1 11 % lebih tinggi pada pasien psoriasis. Hiperurisemia yang tidak terlalu tinggi dapat ditemukan dan telah dikaitkan dengan peningkatan epidermopoiesis. Serum asam urat meningkat sampai 50 % pada pasien dan terutama dikaitkan dengan luasnya lesi dan aktivitas penyakit. Akibatnya ada peningkatan resiko perkembangan penyakit gout arthritis. Selain itu, marker inflamasi sistemik dapat meningkat , termasuk C-reactive protein, a2-makroglobulin, dan laju endap eritosit. Meningkatnya level serum IgA dan kompleks imun IgA, maupun amyloidosis sekunder, telah diobservasi dan menjadikan prognosis lebih buruk. Penelitian telah melaporkan peningkatan di beberapa serum penanda imunologis , termasuk reseptor IL – 2 terlarut, ICAM - 1 terlarut, IL - 6 dan TNF - α, menjelaskan bagaimana psoriasis menjadi penyakit imunologi sistemik (Griffiths & Barker, 2010).


(32)

2.1.7. Penatalaksanaan A. Pengobatan Topikal

1. Kortikosteroid: Pengolesan topikal kortikosteroid dalam bentuk krim , salep , lotion , busa , dan semprotan adalah terapi yang paling sering digunakan untuk psoriasis. Untuk meningkatkan efektivitas kortikosteroid topikal di daerah dengan ruam yang tebal , permukaan ruam harus terhidrasi sebelum obat dioleskan. Hasil yang baik juga diperoleh dalam pengobatan psoriasis kuku dengan menyuntikkan triamsinolon ke daerah matriks dan lipatan kuku lateral yang terlebih dahulu di anestesi. Suntikan diberikan sebulan sekali sampai efek yang diinginkan tercapai.

2. Anthralin: Anthralin memberikan efek langsung pada keratinosit dan leukosit dengan menekan generasi neutrofil superoksida dan menghambat turunan monosit IL-6, IL-8, dan TNF-α.

3. Tazarotene: Tazarotene merupakan reseptor asam retinoit nonisomerizable

spesifik retinoid. Mengobati psoriasis dengan memodulasi diferensiasi keratinosit dan hiperproliferasi, serta menekan peradangan.

4. Calcipotriene: Vitamin D3 mempengaruhi diferensiasi keratinosit melalui respon epidermal terhadap kalsium. Pengobatan dengan calcipotriene analog vitamin D (Dovonex) dalam bentuk salep, krim, atau solution telah terbukti sangat efektif dalam pengobatan tipe plak dan psoriasis kulit kepala.

5. Makrolaktam ( Inhibitor Kalsineurin): Makrolaktam topikal seperti takrolimus dan pimekrolimus sangat membantu bagi lesi tipis di daerah rawan atrofi.

6. Asam salisilat: Asam salisilat digunakan sebagai agen keratolitik dalam bentuk shampoo, krim, dan gel. Hal ini dapat meningkatkan penyerapan obat topikal lainnya. Pemakaian berlebihan dapat menimbulkan toksisitas salisilat. 7. Pengobatan Cara Goeckerman: Teknik Goeckerman tergolong efektif dari segi metode dan biaya pengobatan. Dalam bentuk modern, preparat tar 2-5% dioleskan pada kulit, dan mandi tar dilakukan setidaknya sekali sehari.


(33)

Kelebihan tar dihilangkan dengan mineral atau minyak sayur, dan diberikan sinar UV. Penambahan kortikosteroid topikal ke dalam rejimen Goeckerman mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk remisi. Reaksi fototoksik dapat terjadi sebagai akibat dari UVA yang dihasilkan oleh sebagian besar lampu UVB.

8. Hipertermia: Hipertermia lokal dapat membersihkan plak psoriasis, tapi biasanya cepat kambuh kembali. Microwave hipertermia dapat menghasilkan komplikasi yang signifikan, seperti nyeri di atas tonjolan tulang dan kerusakan jaringan (James, Berger & Elston , 2011).

9. Terapi PUVA: Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi efek yang sinergik. Mula-mula 10-20 mg psoralen diberikan per os, 2 jam kemudian dilakukan penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan, di antaranya 4 x seminggu. PUVA juga dapat digunakan untuk psoriatik eritroderma dan psoriasis pustulosa. Beberapa peneliti mengatakan pada pemakaian yang lama memungkinkan terjadinya kanker kulit (Djuanda,2007).

B. Pengobatan sistemik

1. Kortikosteroid: Penggunaan kortikosteroid umumnya terbatas pada keadaan tertentu, seperti impetigo herpetiformis.

2. Metotreksat: Metotreksat merupakan antagonis asam folat. Metotreksat memiliki afinitas yang lebih besar untuk asam dihidrofolik reduktase daripada asam folat . Indikasi untuk penggunaan metotreksat yaitu pada psoriasis eritroderma , psoriasis arthritis , psoriasis pustular akut (jenis von Zumbusch) , atau keterlibatan luas permukaan tubuh.

3. Siklosporin: Dosis 2-5 mg/kg/hari umumnya membersihkan psoriasis dengan cepat. Namun, lesi cepat kambuh kembali. Pengobatan jangka waktu hingga 6 bulan berhubungan dengan insiden komplikasi ginjal,tekanan darah dan serum kreatinin harus dipantau dan dosis disesuaikan.

4. Diet: Efek antiinflamasi pada minyak ikan yang kaya akan omega-3 asam lemak tak jenuh ganda telah dibuktikan dalam rheumatoid arthritis, penyakit


(34)

inflamasi usus, psoriasis, dan asma. Omega-3 dan omega-6 asam lemak tak jenuh ganda mempengaruhi berbagai sitokin, termasuk IL-1, IL-6, dan TNF. 5. Terapi Antimikroba Oral: Staphylococcus aureus dan Streptococcus mensekresikan eksotoksin yang bertindak sebagai superantigens, menghasilkan aktivasi sel-T. Ketoconazole oral, itraconazole, dan antibiotik lain telah menunjukkan keberhasilan pada pasien dengan psoriasis.

6. Retinoid: Pengobatan oral dengan etilester retinoid aromatik, etretinat, efektif pada banyak pasien dengan psoriasis, terutama pada penyakit tipe pustular. Karena masalah waktu paruh yang panjang, obat telah digantikan oleh asitretin. 13-Cis retinoic acid juga dapat memberi hasil yang baik pada beberapa pasien dengan psoriasis pustular. Semua obat ini adalah teratogen kuat dan peningkatan TG dapat mempersulit terapi. Dalam penggunaan, biasanya retinoid dikombinasikan dengan fotokemoterapi (James, Berger & Elston , 2011).

2.2. Metabolisme Lipoprotein

Lipid di dalam tubuh manusia ditemukan dalam bentuk kolesterol, trigliserid, dan fosolipid. Oleh karena sifat lipid yang susah larut dalam lemak, maka perlu dibuat bentuk yang terlarut. Untuk itu diperlukan zat pelarut yaitu suatu protein yang dikenal dengan nama apolipoprotein atau apoprotein. Senyawa lipid dengan apolipoprotein ini dikenal dengan nama lipoprotein. Setiap lipoprotein akan terdiri atas kolesterol ( bebas atau ester ), trigliserid, fosfolipid, dan apoprotein. Lipoprotein berbentuk bulat dan mempunyai inti trigliserid dan kolesterol ester dan dikelilingi oleh fosfolipid dan sedikit kolesterol bebas. Apoprotein ditemukan pada permukaan lipoprotein (Adam , 2009).

Setiap lipoprotein berbeda dalam ukuran, densitas, komposisi lemak , dan komposisi apoprotein. Pada manusia dapat dibedakan enam jenis lipoprotein yaitu

high- density lipoprotein (HDL), low density lipoprotein (LDL), intermediate-density lipoprotein (IDL), very low density lipoprotein (VLDL), kilomikron, dan lipoprotein a kecil (Lp (a)).


(35)

Gambar 2.2. Struktur Lipoprotein

Tabel 2.1. Beberapa Apolipoprotein Utama Apolipoprotein Sumber

Utama

Lipoprotein Fungsi Apo AI Hati, Usus HDL,

Kilomikron

Protein struktural HDL ; activator LCAT ( lecithin cholesterol acyltransferase)

Apo AII Hati HDL,

Kilomikron

Protein structural HDL

Apo AIV Usus HDL,

Kilomikron

Belum diketahui : mungkin sebagai fasilitator transfer Apo lain antara HDL dan kilomikron

Apo V Hati VLDL Belum diketahui

Apo B48 Usus Kilomikron Protein struktural kilomikron

Apo B-100 Hati VLDL,IDL,LDL,

Lp(a)

Protein structural VLDL,LDL,IDL, Lp(a) ;

ligand untuk berikatan pada reseptor LDL

Apo C-I Hati Kilomikron, VLDL,HDL

Belum diketahui


(36)

VLDL,HDL (LPL) Apo C-III Hati Kilomikron,

VLDL,HDL

Inhibisi lipoprotein berikatan dengan reseptor

Apo D Spleen,

Otak, Adrenal

HDL Belum diketahui

Apo E Hati Kilomikron

remnant, IDL, HDL

Ligand untuk berikatan pada reseptor LDL

Apo H Hati Kilomikron,

VLDL, LDL, HDL

B2 glikoprotein I

Apo J Hati HDL Belum diketahui

Apo L Belum

diketahui

HDL Belum diketahui

Apo(a) Hati Lp(a) Belum diketahui

Sumber : Rader, Daniel J., Hobbs, H.H., 2008. Disorders of Lipoprotein Metabolism. In Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th ed.,

The McGraw-Hill Companies, pp. 2416–2418.

Metabolisme lipoprotein dibagi menjadi tiga jalur yaitu jalur endogen, jalur endogen, dan jalur reverse cholesterol transport.

2.2.1. Jalur Metabolisme Eksogen

Makanan yang berlemak mengandung TG dan kolesterol. TG yang terkandung dalam makanan akan dihidrolisis oleh enzim lipase pankreas di dalam lumen usus dan diemulsi oleh asam empedu untuk membentuk misel . Sedangkan makanan yang mengandung kolesterol dan retinol akan diesterifikasi (dengan penambahan asam lemak ) di dalam enterosit menjadi kolesterol ester dan retinil ester . Di dalam usus halus asam lemak akan diubah menjadi TG, dan dikemas


(37)

bersama dengan apoB - 48 , ester kolesterol , ester retinil , fosfolipid , dan kolesterol membentuk kilomikron .

Kilomikron nascent disekresikan ke dalam getah bening usus dan dikirim langsung ke sirkulasi sistemik , di mana sebelum mencapai hati kilomikron nascent akan diproses oleh jaringan perifer. TG dalam kilomikron yang dihidrolisis oleh LPL dan menghasilkan asam lemak bebas; ApoC - II bertindak sebagai kofaktor untuk LPL dalam reaksi hidrolisis ini . Asam lemak bebas yang dilepaskan akan diambil oleh miosit atau adiposit sekitar dan disimpan sebagai TG. Dan beberapa asam lemak bebas diikat oleh albumin dan diangkut ke jaringan lain , terutama ke hati.

Partikel kilomikron akan semakin menyusut, sebagai inti yang hidrofobik akan dihidrolisis sedangkan lipid hidrofilik ( kolesterol dan fosfolipid ) pada permukaan partikel akan ditransfer ke HDL . Kilomikron yang lebih banyak mengandung partikel kolesterol ester disebut sebagai kilomikron remnant. Kilomikron remnant dengan cepat akan dihilangkan dari peredaran dan dibawa ke hati dalam suatu proses yang membutuhkan peran apoE ( Rader & Hoobs , 2008).

2.2.2. Jalur Metabolisme Endogen

Jalur metabolisme lipoprotein jenis ini mengacu pada sekresi hati dan metabolisme VLDL menjadi IDL dan LDL. Partikel VLDL mengandung apoB - 100. TG dari VLDL berasal terutama dari esterifikasi asam lemak rantai panjang . Setelah sekresi ke dalam plasma , VLDL memperoleh beberapa salinan apoE dan apolipoprotein dari seri C . TG di VLDL dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL) , terutama di otot dan jaringan adiposa. Sebagai VLDL remnant menjalani hidrolisis lebih lanjut , ukuran terus menyusut dan menjadi IDL , yang mengandung kolesterol dan TG dalam jumlah yang sama. Sisa dari IDL diubah oleh HL untuk membentuk LDL ; selama proses ini , sebagian besar TG dalam partikel dihidrolisis dan semua apolipoprotein, kecuali apoB – 100, akan ditransfer ke lipoprotein lain ( Rader & Hoobs , 2008).


(38)

Sebagian dari VLDL, IDL, dan LDL akan mengangkut kolesterol ester kembali ke hati. LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. Sebagian kolesterol di LDL akan dibawa ke hati dan jaringan-jaringan yang memiliki reseptor untuk kolesterol-LDL seperti kelenjar andrenal, testis, dan ovarium. Sebagian lagi dari kolesterol LDL akan dioksidasi dan ditangkap oleh reseptor scavenger-A (SR-A) di makrofag dan akan menjadi sel busa (foam cell). Beberapa keadaan yang mempengaruhi tingkat oksidasi kolesterol LDL seperti meningkatnya jumlah LDL kecil padat (small dense LDL) dan kadar kolesterol HDL yang akan bersifat protektif terhadap oksidasi LDL (Adam, 2009)

Gambar 2.3. Jalur metabolism eksogen dan endogen lipoprotein (Rader & Hoobs, 2008)

2.2.3. Jalur Reverse Cholesterol Transport

Semua sel berinti menyintesis kolesterol tetapi hanya hepatosit yang mampu memetabolisme dan mengeluarkan kolesterol dari tubuh . Rute utama dari


(39)

eliminasi kolesterol adalah melalui empedu , baik secara langsung atau setelah dikonversi menjadi asam empedu . Kolesterol dalam sel-sel perifer diangkut dari membran plasma sel perifer ke hati dengan perantara HDL, proses ini disebut transportasi balik kolesterol.

Gambar 2.4. Metabolisme HDL dan reverse cholesterol transport ( Rader & Hoobs , 2008)

Partikel HDL nascent yang disintesis oleh usus dan hati, mengandung apoA -I dan fosfolipid ( terutama lesitin ) . HDL nascent akan mendekati makrofag untuk mengambil kolesterol tanpa esterifikasi dan fosfolipid tambahan melalui bantuan protein membran yaitu ABCA1 yang membawa kolesterol ke permukaan sel makrofag. Setelah tergabung dalam partikel HDL , kolesterol akan diesterifikasi menjadi kolesterol ester oleh LCAT. Kolesterol HDL akan diangkut menuju baik melalui jalur langsung ke hati maupun jalur tidak langsung melalui VLDL dan IDL. Jalur langsung, Kolesterol HDL diambil langsung oleh hepatosit melalui

scavenger receptor class B-I (SR-BI) , suatu reseptor permukaan sel yang menengahi transfer selektif lipid ke sel-sel . Jalur tidak langsung, kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan TG dari VLDL dan IDL dengan bantuan CETP ( Rader & Hoobs , 2008).


(40)

Tabel 2.2. Kadar Lipid Serum Normal Trigliserida ( mg/dL)

< 150 Optimal

150-199 Diinginkan

200-499 Tinggi

>-500 Sangat Tinggi

Kolesterol LDL (mg/dL)

< 100 Optimal

100-129 Mendekati optimal

130-159 Diinginkan

160-189 Tinggi

>-190 Sangat Tinggi

Kolesterol HDL (mg/dL)

<40 Rendah

>-60 Tinggi

Sumber : Adam, J.M., 2009. Dislipidemia. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing, hal. 1984–1987. Menurut National Cholesterol Education Program (NCEP ) Adult Treatment Panel (ATP) III.

2.3. Hubungan Psoriasis dan Profil Lipid

Psoriasis merupakan suatu proses peradangan yang melibatkan sel Th-1. Kesamaan jalur dalam proses inflamasi menghubungkan psoriasis dengan penyakit lain seperti obesitas, sindrom metabolik, diabetes, aterosklerosis, dan infark miokard. Jumlah sitokin Th-1, molekul adhesi seperti ICAM-1 dan E-selektin, dan faktor-faktor angiogenik seperti VEG-F di sirkulasi didapati meningkat pada psoriasis, obesitas, dan penyakit arteri koroner (Griffiths dan Barker, 2014) . Mediator-mediator inflamasi pada kondisi tersebut memiliki efek pleiotropik pada berbagai proses seperti angiogenesis, pensinyalan insulin, adipogenesis, metabolisme lipid, perdagangan sel imun, dan proliferasi epidermal. Sitokin inflamasi Th1 seperti TNF-α meningkat pada kulit dan darah pasien


(41)

psoriasis. Demikian pula , TNF-α juga disekresi dalam jaringan adiposa dan merupakan petanda penting dari peradangan kronis yang terlihat pada obesitas (Azfar & Gelfand, 2008).

Hubungan antara abnormalitas lipid dan imunologik yang terjadi pada psoriasis telah diteliti, itu sebabnya penyakit ini dapat digambarkan sebagai suatu sindroma imunometabolik. Psoriasis merupakan suatu inflamasi kronis yang dicirikan oleh peningkatan aktifitas sel Th-1 dan Th-7. Peran penting dari sitokin telah dilaporkan, seperti TNF-α, IL-8, IFN-γ, IL-1, dan IL-17, dalam perkembangan abnormalitas proatheromatous (dislipidemia, resistensi insulin, disfungsi endotel, aktivasi sistem klot, dan proaksidatif stress) (Pietrzak et al, 2010). Penelitian Cohen dkk. (2007) menunjukkan dari 340 pasien psoriasis terdapat 173 pasien (50,9%) mengalami dislipidemia (OR :1,2; IK: 1,0-1,6).

Hampir setengah abad yang lalu penelitian mengenai kadar lipid serum pada psoriasis telah dilakukan. Lea, Cornish dan Blok melaporkan peningkatan konsentrasi serum lipid pada pasien psoriasis. Sejak itu banyak penelitian dilakukan dalam bidang ini, sebagian besar secara konsisten menunjukkan peningkatan prevalensi kelainan lipid pada psoriasis. Pengubahan lipid plasma dan komposisi lipoprotein, termasuk peningkatan kadar TC, TG, LDL, dan penurunan HDL, menunjukkan bahwa psoriasis dapat dikaitkan dengan gangguan metabolisme lipid (Banerjee et al, 2014).

Wilkinson mengamati peningkatan konsentrasi kolesterol lima kali lipat terjadi pada ruam psoriasis dibandingkan dengan permukaan kulit yang sehat. Pengubahan dalam struktur lipid telah dijelaskan melalui peningkatan metabolisme dan transportasi asam lemak di epidermis kulit psoriatik, peningkatan konsentrasi protein psoriasis terkait protein pengikat asam lemak dan penurunan relatif konsentrasi asam lemak bebas dalam ruam psoriasis (Pietrzak dan Toruń, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Lustia dkk. (2009) juga menunjukkan kelainan metabolisme lipid yang terjadi pada populasi psoriasis. Dimana 56 pasien mengalami penurunan HDL, 40 pasien mengalami peningkatan TG, dan 45 pasien mengalami peningkatan LDL.


(42)

Data lain menunjukkan bahwa dislipidemia yang ditandai oleh peningkatan TG, kolesterol total, LDL dan penurunan HDL muncul lebih dahulu daripada onset psoriasis (Dalamaga & Papadavid , 2013). Metabolisme abnormal dari lemak dipertimbangkan menjadi faktor penting dalam etiopatogenesis psoriasis. Pada sel kulit normal, proses pematangan dan penggantian kulit mati terjadi setiap 28-30 hari sekali. Psoriasis menyebabkan pematangan sel kulit dalam waktu kurang dari seminggu. Karena tubuh tidak dapat meluruhkan sel kulit tua secepat pertumbuhan kulit baru, kulit mati akan membentuk plak pada lengan, punggung, dada, siku, kaki, kuku, scalp, dan lipatan bokong. Pelepasan terus menerus ruam psoriasis menyebabkan kehilangan permanen lipid yang berakibat abnormalitas serum lipid. Pada psoriasi, terdapat perubahan kandungan ceramide dan abnormal struktur lipid. Lipid total, fosfolipid, triasilgliserol, dan kolesterol mengalami peningkatan baik di darah maupun epidermis penderita psoriasis (Mohammed , 2013).

Bagian dari fungsi penyimpanan energi yaitu jaringan adiposa akan menyekresikan beberapa adipositokin bioaktif pengatur proses fisilogi dan patologi , termasuk nafsu makan, sensitifitas dan resistensi insulin, imunitas dan inflamasi. Peningkatan adiposit yang diikuti dengan peningkatan berat badan dikaitkan dengan peningkatan kadar adipositokin, TNF-α, IL6, leptin, resistin dan visfatin, serta penurunan adiponektin. Jadi, obesitas berpotensi dalam proses timbulnya inflamasi psoriasis dan dalam waktu bersamaan juga memperparah sindroma metabolik (Dalamaga & Papadavid , 2013).

Namun pendapat lain mengatakan selama proses inflamasi berlangsung terjadi perubahan lipoprotein. Selama proses inflamasi, terjadi peningkatan kadar TG dan VLDL. Inflamasi menghambat pembersihan TG dengan menurunkan aktivitas dan kadar VLDL-apoE. Sitokin-sitokin seperti TNF-α, IL-1, IL-2, IFN-α dan IL-6 meningkatkan TG plasma dengan menstimulasi sekresi partikel-partikel kaya TG VLDL hepar dan sintesis TG di sel-sel hepar. TNF-α menginduksi lipolisis dan sintesis asam lemak “de novo”. IL-1 juga dapat menstimulasi sintesis asam lemak “de novo”. Peningkatan lipolisis yang dimediasi oleh lipase menghasilkan lebih besar jumlah asam lemak bebas yang mengalir ke hati,


(43)

sehingga meningkatkan sekresi lipoprotein VLDL. Sitokin-sitokin dapat juga menstimulasi sintesis kortisol dan katekolamin yang menyebabkan peningkatan proses lipolisis. Inflamasi menghambat clearance TG dengan mengurangi ativitas LPL dan kadar VLDL terkait apoE. ApoE penting untuk uptake selular terhadap partikel kaya TG. TNF-α dan IL-1 menyebabkan pengurangan apoE RNA

messenger hapatik dan ekstrahepatik, penurunan sekresi apoE pada hewan dan sel kultur (Latha,2009; Esteve, Ricart, Fernandez, 2004).

Tabel 2.3. Perubahan dan efek proaterogenik potensial lipoprotein selama proses infeksi dan inflamasi

Perubahan Efek

VLDL

Peningkatan kadar VLDL Menyediakan substrat lipid untuk uptake

makrofag

Penurunan LPL dan HL Menurunkan clearance lipoprotein kaya trigliserida

Peningkatan konten spingolipid Menurunkan clearance lipoprotein kaya trigliserida

Penurunan ekspresi apoE jaringan Menurunkan clearance lipoprotein LDL

Peningkatan small dense LDL Meningkatkan kerentanan LDL terhadap oksidasi; meningkatkan penetrasi LDL melewati endotelium; meningkatkan interaksi dengan proteoglikan dinding arteri dan retensi LDL di dinding arteri

Peningkatan aktivitas PAF-AH Meningkatkan produksi LPC (lysophosphatidylcholine)

Peningkatan sPLA2 Pelepasan polyunsaturated fatty acid (PUFA) dari pospolipid yang dapat menjadi asam lemak teroksidasi.


(44)

makrofag

Peningkatan seruloplasmin Meningkatkan oksidasi LDL HDL

Penurunan HDL dan apoA-1 Mengganggu pembersihan kolesterol yang dimediasi apolipoprotein dari sel

Penurunan LCAT Mengganggu pembersihan kolesterol dari sel dengan difusi

Penurunan CETP Mengganggu transfer kolesterol ke lipoprotein kaya trigliserida

Penurunan HL Mengurangi generasi pre-β HDL

Penurunan PLTP Mengurangi generasi pre-β HDL; mengurangi konten pospolipid HDL

Peningktan SAA Menurunkan ketersediaan kolesterol dalam HDL untuk dimetabolisme oleh hepatosit; meningkatkan uptake kolesterol ke makrofag Peningkatan sPLA2 Menurunkan konten pospolipid HDL dan

mengganggu pembersihan kolesterol dengan meningkatkan aliran kolesterol dari HDL ke sel-sel

Peningkatan aktivitas PAF-AH Meningkatkan produksi LPC

Penurunan PON Menurunkan kemampuan HDL untuk melawan oksidasi LDL

Peningkatan apoJ Menyebabkan diferensiasi sel otot polos dinding arteri


(45)

Gambar 2.5. Mekanisme hipertrigliseridemia terkait inflamasi (Latha, 2009)

Kadar apoprotein C3 juga diduga menghambat lipoprotein lipase dan TG lipase hati, enzim-enzim yang bertanggung jawab atas pembersihan partikel kaya TG dari plasma. Pada psoriasis peningkatan kadar apoprotein C3 menginduksi perkembangan hipertrigliseridemia. Apoprotein E diduga terlibat dalam regulasi TG dan LDL. Gen apoprotein E berperan pada psoriasis karena pada penyakit kulit psoriasis ada down regulation ekspresi apoprotein E yang mengarah pada peningkatan kadar TG dan LDL (Banerjee et al, 2014).

Pengaruh inflamasi terhadap kadar LDL adalah dengan menyebabkan disregulasi ekspresi LDL-R. TNF-α dan IL-1 menekan LDL-R yang disebabkan oleh konsentrasi kolesterol intraselular yang tinggi. Inflamasi juga menyebabkan peningkatan ekspresi SRs dan sel busa dengan peningkatan aktivitas promoter gen SR. Akumulasi kolesterol oleh disregulasi LDL-R atau jalur SR, selain penurunan efflux kolesterol dependent-ABCA-1, menyebabkan pembentukan sel busa. Mekanisme akumulasi sel kolesterol mengakibatkan penurunan LDL selama APR. Kadar TNF-α yang tinggi meningkatkan LDL kecil dan padat. Partikel LDL


(46)

yang kecil bersifat atherogenicity karena afinitas terhadap LDL-R yang rendah yang berpotensi teroksidasi lebih tinggi, kemampuan melewati dinding intima arteri dan mudah ditarik oleh sel busa (Latha, 2009; Esteve, Ricart, Fernandez, 2004).

Inflamasi juga dikaitkan dengan penurunan kadar kolesterol HDL. HDL yang bersirkulasi selama inflamasi miskin akan kolesterol ester namun kaya kolesterol bebas, TG, dan spingolipid. Kadar HDL terkait apoA-1 dan PON menurun. Selain itu, ada pengurangan protein plasma yang berperan besar dalam metabolisme HDL dan transport balik kolesterol, seperti LCAT, CETP, HL dan PLTP. Pengubahan ini menghasilkan partikel HDL kecil yang lebih cepat di katabolisme dan dieliminasi dari sirkulasi. Sedangkan saat inflamasi kadar sPLA2 di sirkulasi meningkat. Salah satu mekanisme HDL sebagai anti -atherogenic adalah kemampuannya melindungi LDL dari oksidasi. Beberapa HDL terkait protein yang memiliki efek antioksidan ini adalah PAF-AH, PON, seruloplasmin dan transferin. HDL adalah penerima efflux kolesterol. Proses ini difasilitasi secara pasif oleh kolesterol tergantung gradien difusi dari kolesterol ke HDL dan secara aktif oleh interaksi pra-βHDL dan ABCA1. Sinyal LXR sangat penting untuk memulai respon homeostatis pembebanan lipid seluler dan aktivitasnya menginduksi ekspresi gen yang terlibat dalam kolesterol efflux seperti ABCA1, PLTP dan apoE yang akhirnya mentransfer kelebihan kolesterol ke lipoprotein binding-apoE.


(47)

Gambar 2.6. Mekanisme pemuatan lipid intraseluler, gangguan transportasi balik kolesterol dan kapasitas antioksidan HDL (Latha, 2009)

Sitokin menghambat kolesterol efflux dari sel dengan mengurangi ekspresi gen ABCA1 dan meningkatkan konsentrasi kolesterol intraseluler. Inflamasi menghambat signal LXR penghalang kolesterol efflux melalui ABCA1, PLTP dan apoE; dan juga menekan induksi LDL-R dengan konsentrasi kolesterol intraselular yang tinggi dan induksi ekspresi SRs. Pengubahan ini mengakibatkan rendahnya kadar apoA-1 dan HDL di sirkulasi pada penyakit inflamasi.

Protein PON melindungi LDL dari stress oksidatif. Penipisan PON mnghasilkan hilangnya fungsi antioksidan HDL. Sitokin (IL-6) menstimulasi hepar memproduksi dan mensekresi sPLA2. Senyawa ini menghidrolisis pospolipid HDL dan mengurangi ukuran HDL tanpa meningkatkan pra-βHDL, yang menginduksi katabolisme HDL. Meningkatnya kadar sPLA2 mempercepat perkembangan aterosklerosis (Latha, 2009).

Holzer dkk. (2012) mengamati gangguan yang signifikan dari HDL kulit psoriatik untuk memobilisasi kolesterol dari makrofag, langkah penting pertama dari transportasi balik kolesterol. Yang penting, kemampuan efflux kolesterol berkorelasi negatif dengan tingkat keparahan psoriasis. Temuan ini meningkatkan


(48)

kemungkinan bahwa disfungsional HDL memberikan kontribusi untuk mempercepat aterosklerosis pada pasien psoriasis.

Penurunan HDL berhubungan erat dengan pengurangan aktivitas insulin, yang menentukan sekresi asam lemak bebas adiposit. Akibatnya, hati memproduksi lebih VLDL dari TG, yang dipertukarkan oleh kolesterol ester HDL dan LDL dan menghasilkan partikel HDL kaya TG, yang merupakan substrat dari lipase hepatik; pada gilirannya, enzim ini mengurangi ukuran HDL, sehingga meningkatkan pembersihan ginjal dan menyebabkan penurunan kadarnya dalam darah (Lustia et al, 2009).


(49)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

3.2. Variabel Penelitian 3.2.1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penyakit psoriasis.

3.2.2. Variabel Terikat

Variabel yang terikat dalam penelitian ini adalah profil lipid serum yang terdiri dari trigliserida, kolesterol LDL dan kolesterol HDL.

Psoriasis

Profil Lipid


(50)

3.3. Definisi Operasional Tabel 3.1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur

Hasil Ukur Skala ukur 1. Psoriasis Suatu dermatosis

kronis, herediter, dan kambuhan, ditandai dengan lesi diskrit berupa makula, papula, atau plak berwarna merah terang yang ditutupi oleh skuama keperakan. Melihat hasil diagnosa pasien pada rekam medik. Rekam medik Psoriasis (+) Psoriasis (-) Nominal (binomial)

2. Profil Lipid Kadar TG, kolesterol LDL dan kolesterol HDL pada pasien psoriasis di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan periode 2012-2013. Melihat hasil pemeriksaan lipid darah pada rekam medik. Rekam medik Kadar TG optimal : <150mg/dL Kadar TG tinggi : ≥150 mg/dL Kadar LDL optimal : <130 mg/dL Kadar LDL tinggi : ≥130 mg/dL Kadar HDL rendah : ≤40 mg/dL Kadar HDL optimal : >40 mg/dL


(51)

Variabel dependen dalam peneletian ini adalah profil lipid yang terdiri dari trigliserida, LDL, dan HDL. Hasil ukur untuk trigliserida dan LDL dibagi menjadi dua kategori yaitu optimal dan tinggi. Kategori optimal untuk trigliserida dan LDL didefinisikan sebagai kadar yang diinginkan atau normal dimana semakin rendah nilainya akan semakin baik. Hasil ukur untuk HDL dibagi menjadi dua kategori yaitu rendah dan optimal. Kategori optimal untuk HDL didefinisikan sebagai kadar yang diinginkan atau normal, dimana semakin tinggi nilainya akan semakin baik.

Karakteristik sampel yang dilihat dalam penelitian ini antara lain: jenis kelamin, usia, dan pekerjaan. Jenis kelamin terbagi dua yaitu laki-laki dan perempuan. Usia dalam satuan tahun dengan pembulatan ke bawah. Contoh, sampel berusia 40 tahun 3 bulan atau 40 tahun 8 bulan maka dibulatkan menjadi 40 tahun. Usia terbagi tiga kategori yaitu usia 40-49 tahun, 50-59 tahun, dan ≥60 tahun. Untuk pekerjaan terbagi atas empat kategori, yaitu; PNS, Wirasawasta, Pensiun, dan IRT. Katergori PNS adalah seluruh sampel yang bekerja pada instansi pemerintah. Wiraswasta didefinisikan sebagai pekerjaan yang tidak berada dibawah naungan pemerintah termasuk di dalamnya adalah karyawan swasta, petani, dan pengusaha. Pensiunan didefinisikan sebagai sampel yang telah habis masa kerjanya dikarenakan lanjut usia ( usia > 60 tahun). Ibu Rumah Tangga (IRT) adalah wanita yang sudah menikah dan tinggal di rumah dengan tidak bekerja di luar rumah.

3.4. Hipotesis

1. Hipotesis Nol (Ho)

• Psoriasis tidak berhubungan terhadap profil lipid yang abnormal pada penderitanya.

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

• Psoriasis berhubungan terhadap profil lipid yang abnormal pada penderitanya.


(52)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik dengan design penelitian cross sectional yang akan melihat hubungan antara kejadian psoriasis dengan perubahan profil lipid penderitannya. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa rekam medis..

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Tempat ini dipilih karena RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit umum pusat yang menjadi tempat rujukan dan juga sebagai rumah sakit pendidikan di kota Medan. Dan diharapkan dengan banyaknya jumlah pasien yang berkunjung ke sana dapat mencukupi jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan sejak penentuan judul proposal penelitian yaitu bulan Maret 2014 hingga selesai penyusunan hasil penelitian pada bulan Oktober 2014 . Pengambilan rekam medis dilakukan mulai bulan Juli 2014 kemudian data yang diperoleh akan diolah dan selanjutnya disusun menjadi hasil penelitian.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita psoriasis yang datang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan per 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2013. Menurut data yang diperoleh dari survei awal di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan, jumlah pasien psoriasis yang melakukan rawat jalan ada sebanyak 110 orang selama periode 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2013.


(53)

4.3.2 Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini, besar sampel ditentukan dengan metode Total Sampling, dimana seluruh populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi akan dijadikan sampel penelitian.

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah semua penderita psoriasis di RSUP Haji Adam Malik Medan yang tercatat dalam rekam medik mulai 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2013.

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah penderita psoriasis yang pada rekam mediknya tidak terdapat pemeriksaan profil lipid, menderita obesitas, hipertensi, dan mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme lipid ( kortikosteroid, kontrasepsi oral dan siklosporin) dalam 6 bulan terakhir.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data penelitian dilakukan setelah peneliti mendapatkan izin penelitian (ethical clearance) dari Komisi Etik. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari rekam medis di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi per tanggal 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2013. Kemudian dilakukan pencatatan data dari rekam medik. Nilai yang dicatat adalah karakteristik dan profil lipid sampel penelitian.

4.5. Metode Analisa Data

Data yang diperoleh kemudian diolah dengan bantuan perangkat lunak komputer. Analisa untuk melihat karakteristik sampel dan hubungan psoriasis dengan profil lipid masing-masing dapat menggunakan analisa univariat dan bivariat uji chi square.


(54)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berdiri di atas tanah seluas 110.000 m2 dan beralamat di Jalan Bunga Lau no. 17 Kecamatan Medan Tuntungan Kotamadya Medan Provinsi Sumatera Utara. RSUP Haji Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A yang sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan juga ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Rumah Sakit yang memiliki visi untuk menjadi pusat rujukan pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian ini merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah Sumatera Utara, Aceh, Riau, dan Sumatera Barat sehingga dapat ditemui pasien-pasien dengan latar belakang dan kondisi yang berbeda-beda. Pengambilan data penelitian dilaksanakan di ruang instalasi rekam medik RSUP Haji Adam Malik Medan yang terletak di lantai dasar, mulai dilaksanakan pada tanggal 1 September 2014 hingga 30 Oktober 2014 .

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel Penelitian

Data dalam penelitian ini diambil dari rekam medis di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2014. Dengan menggunakan teknik total sampling, penulis telah menelaah sebanyak 237 rekam medik, 94 diantaranya adalah pasien dengan diagnosa psoriasis. Di akhir pengumpulan data peneliti akhirnya mendapatkan total 22 sampel yang memenuhi kriteria inklusi. Demografi sampel penelitian yang diamati adalah jenis kelamin, usia, dan pekerjaan.

Pada tabel terlihat bahwa 59.1% dari keseluruhan sampel adalah laki-laki dan 40.9 % diantaranya adalah perempuan. Kelompok usia terbanyak adalah usia 40-49 tahun yaitu sebesar 36.4%. Usia sampel termuda adalah 40 tahun dan yang


(55)

paling tua adalah 75 tahun. Dengan rata-rata usia 55.13 ± 10.13 tahun. Pekerjaan sampel terbanyak seimbang antara PNS dan wiraswasta yaitu sebesar 27.3%.

Kemudian sampel dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok psoriasis (50%) dan kelompok bukan psoriasis (50%), yang masing-masing terdiri dari 11 sampel.

Tabel 5.1. Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Pada Tabel 5.1. dapat dilihat dengan jelas bahwa mayoritas pasien rawat jalan psoriasis adalah laki-laki yaitu sebanyak 9 sampel (81.8 %), sedangkan wanita sebanyak 2 sampel (18.2 %).

Tabel 5.2. Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan Usia

Karakteristik Sampel Psoriasis non Psoriasis Total

Usia ( Tahun ) n % n % n %

40-49 4 36.3 4 36.3 8 36.4

50-59 5 45.5 2 18.2 7 31.8

>-60 2 18.2 5 45.5 7 31.8

Total 11 100 11 100 22 100

Dari Tabel 5.2. di atas dapat dilihat bahwa kelompok usia terbanyak yang menderita psoriasis adalah kelompok usia 50-59 tahun yang berjumlah 5 sampel ( 45.5 %).

Karakteristik Sampel Psoriasis non Psoriasis Total

Jenis Kelamin n % n % n %

Laki-Laki 9 81.8 4 36.4 13 59.1

Perempuan 2 18.2 7 63.6 9 40.9


(56)

Tabel 5.3. Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan Pekerjaan Karakteristik Sampel Psoriasis non Psoriasis Total

Pekerjaan n % n % N %

PNS 3 27.3 3 27.3 6 27.3

Wiraswasta 5 45.5 1 9.1 6 27.3

Pensiunan 2 18.2 3 27.3 5 22.7

IRT 1 9.1 4 36.4 5 22.7

Total 11 100 11 100 22 100

Dari tabel 5.3 dapat dilihat bahwa pekerjaan pasien rawat jalan psoriasis paling banyak adalah wiraswasta sebanyak 5 sampel (45.5%).

Tabel 5.4. Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan Trigliserida , LDL, dan HDL

Karakteristik Sampel Psoriasis non Psoriasis Total

n % n % N %

Trigliserida Optimal 10 90.9 6 54.5 16 72.7

Tinggi 1 9.1 5 45.5 6 27.3

Total 11 100 11 100 22 100

N % n % N %

LDL Optimal 6 54.5 5 45.5 11 50

Tinggi 5 45.5 6 54.5 11 50

Total 11 100 11 100 22 100

N % n % N %

HDL Optimal 9 81.8 10 90.9 19 86.4

Rendah 2 18.2 1 9.1 3 13.6

Total 11 100 11 100 22 100

Dari Tabel 5.4. dapat diketahui bahwa pasien rawat jalan psoriasis mayoritas memiliki Trigliserida optimal (90.9%), LDL optimal (54.5 %) dan kolesterol HDL optimal (81.8 %).


(57)

5.1.3. Hasil Analisa Statistik

Data yang didapatkan dalam penelitian ini kemudian dianalisa menggunakan uji

chi square (x2), namun karena syarat pemakaian uji statistik ini tidak terpenuhi yaitu, jumlah sampel yang kurang dari 40 dengan nilai expected ada yang <5 maka uji yang dipakai adalah Fisher’s exact.

5.1.3.1. Hubungan Psoriasis dengan Kadar Trigliserida Tabel 5.5. Kadar Trigliserida Pada Psoriasis

Kadar Trigliserida

Total Rata-rata ±

SD Nilai P Optimal Tinggi

Psoriasis + 10 1 11 118 ± 29.8

> 0.05

- 6 5 11 125 ± 51

Total 16 6 22

Pada Tabel 5.4. ditunjukkan bahwa rerata kadar trigliserida pada kelompok psoriasis adalah 118 ± 29.8 mg/dL dan rerata kadar trigliserida pada kelompok bukan psoriasis adalah 125 ±51 mg/dL. Sampel dengan psoriasis yang mempunyai kadar trigliserida abnormal berjumlah 1 sampel. Sampel bukan psoriasis yang mempunyai kadar trigliserida abnormal berjumlah 5 sampel. Dari hasil uji fisher’s exact didapatkan nilai p-value (nilai signifikansi) adalah > 0.05.

5.1.3.2. Hubungan Psoriasis dengan Kadar LDL Tabel 5.6. Kadar LDL Pada Psoriasis

Kadar LDL

Total Rata-rata ±

SD Nilai P Optimal Tinggi

Psoriasis + 6 5 11 120.2 ± 43.8

> 0.05

- 5 6 11 127.45 ± 29.1


(58)

Pada Tabel 5.5. ditunjukkan bahwa rerata kadar LDL pada kelompok psoriasis adalah 120.2 ± 43.8 mg/dL dan rerata kadar LDL pada kelompok bukan psoriasis adalah 127.45±29.1 mg/dL. Sampel dengan psoriasis yang mempunyai kadar LDL abnormal berjumlah 5 sampel. Sampel bukan psoriasis yang mempunyai kadar LDL abnormal berjumlah 6 sampel. Dari hasil uji fisher’s exact didapatkan nilai p-value (nilai signifikansi) adalah > 0.05.

5.1.3.3. Hubungan Psoriasis dengan kadar HDL Tabel 5.7. Kadar HDL Pada Psoriasis

Kadar HDL

Total Rata-rata ± SD Nilai P Optimal Rendah

Psoriasis + 9 2 11 50.2 ± 14.8

> 0.05

- 10 1 11 54.62 ± 12.03

Total 3 19 22

Pada Tabel 5.4. ditunjukkan bahwa rerata kadar HDL pada kelompok psoriasis adalah 50.2 ± 14.8 mg/dL dan rerata kadar HDL pada kelompok bukan psoriasis adalah 54.62 ± 12.03 mg/dL. Sampel dengan psoriasis yang mempunyai kadar HDL abnormal berjumlah 2 sampel. Sampel bukan psoriasis yang mempunyai kadar HDL abnormal berjumlah 1 sampel. Dari hasil uji fisher’s exact didapatkan nilai p-value (nilai signifikansi) adalah > 0.05.

5.2. Pembahasan

Untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian ini maka dalam pembahasan ini akan difokuskan hal-hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Data dalam penelitian ini diperoleh dari rekam medis pasien psoriasis di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012 sampai 2013. Ada 94 rekam medis pasien psoriasis, dan di akhir pengumpulan data hanya terdapat 11 sampel yang memunuhi kriteria inklusi. Setiap sampel yang didiagnosa sebagai psoriasis dimasukan ke dalam


(59)

kelompok psoriasis yang nantinya dipilihkan satu pasien non psoriasis sebagai pembanding.

5.2.1. Karakteristik Sampel

Sempel penelitian secara keseluruhan terdiri dari 13 laki-laki (59.1%) dan 9 perempuan (40.9%). Untuk kelompok psoriasis, dijumpai jenis kelamin laki-laki lebih dominan dibandingkan dengan perempuan dengan perbandingan 81.8 % berbanding 18.2 %. Hasil ini sesuai dengan teori yang ada. Dalam Djuanda (2007) menyebutkan bahwa insidens pada pria cenderung lebih banyak daripada wanita.

Dominasi jenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan perempuan juga dilaporkan pada beberapa penelitian lain. Pada penelitian yang dilakukan oleh Bajaj dkk. (2009) ditemukan perbandingan laki-laki terhadap perempuan adalah 55.7 % berbanding 44.3 %. Pada penelitian yang dilakukan oleh Bhat dan Pinto (2012) juga dijumpai dominasi jenis kelamin laki dengan perbandingan laki-laki dan perempuan yang sama yaitu 55.7 % berbanding 44.3 %. Hal yang sama juga dijumpai pada penelitian Mohammed, Al-Hasan dan Faisal (2013) dengan hasil perbandingan laki-laki terhadap perempuan yaitu 58.3 % dengan 41.7%. Hasil pada penelitian Cohen dkk.(2007) juga menunjukkan laki-laki sebanyak 171 orang (50.3%) dan perempuan sebanyak 169 orang (49.7%). Dan penelitian oleh Bacaksiz dkk.(2014) menunjukkan hasil yang sama yaitu 53.9% laki-laki sedangkan wanita 46.1% . Namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Piskin dkk.(2003), dimana pada penelitian ini didapatkan perbandingan 48% laki-laki dan 52% perempuan.

Berdasarkan usia dijumpai kelompok usia terbanyak pada kasus psoriasis adalah usia 50-59 tahun (45.5%). Disusul kelompok 40-49 tahun (36.3%) kemudian usia ≥ 60 tahun (18.2% ). Umur rata -rata sampel yang menderita psoriasis pada penelitian ini adalah (54.27±9.22) tahun, dimana umur sampel yang paling tua adalah 74 tahun dan yang paling muda adalah 40 tahun. Dalam Djuanda (2007) menyebutkan bahwa psoriasis dapat terjadi pada semua usia, tetapi umumnya pada orang dewasa.


(60)

Hasil dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Veetil dkk. (2012) yang menunjukkan usia rata-rata penderita psoriasis adalah 55.6±13.3 tahun. Namun tidak sejalan dengan hasil beberapa penelitian. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Bajaj dkk. (2009) dimana rata-rata usia 37±7.96 tahun dengan rentang 18-68 tahun. Bhat dan Pinto (2012) menemukan rata-rata usia 48 tahun dengan rentang 36-65 tahun. Dsouza dan Kuruville (2013) menunjukkan rata-rata usia 49 ± 3.4 tahun. Mohammed, Al-Hasan dan Faisal (2013) menemukan rata-rata usia 32 tahun dengan rentang 10-60 tahun.. Piskin dkk. (2003) menemukan rata-rata usia 45.1±16.4 tahun dengan rentang 16 -75 tahun. Cohen dkk.(2007) menemukan rata-rata 47.7±10.7 tahun dengan rentang 24-70 tahun. Bacaksiz dkk. (2014) dan Bhatia dkk. (2014) masing-masing menemukan rata-rata usia penderita 33.6±6.0 dan 41.25±24.22 tahun. Dan Thomas (2009) menunjukkan kelompok usia terbanyak adalah 41-50 tahun (26%).

Dapat dilihat bahwa pada penelitian lain dijumpai umur rata-rata sampel yang menderita psoriasis lebih rendah dibandingkan dengan umur rata-rata sampel pada penelitian ini. Hal ini dapat disebabkan oleh perolehan sampel yang tidak terlalu representatif untuk menggambarkan usia keseluruhan populasi yang ada, mengingat usia paling tua dalam penelitian ini adalah 74 tahun dan yang paling muda adalah 40 tahun.

Berdasarkan pekerjaan, kejadian psoriasis tertinggi terjadi pada wiraswata sebanyak 5 sampel (45.5%). Dari keseluruhan sampel, didapatkan 6 orang bekerja sebagai PNS, diantaranya ada 3 orang (13.6 %) penderita psoriasis dan 3 orang ( 13.6 %) bukan penderita psoriasis, dari 6 orang yang bekerja sebagai wiraswasta ada 5 orang (22.7 %) penderita psoriasis dan 1 orang (4.5 %) bukan penderita psoriasis, dari 5 orang yang sudah pensiun ada 2 orang (9.1 %) penderita psoriasis dan 3 orang (13.6 %) bukan penderita psoriasis. Dan dari 5 orang yang menjadi IRT ada 1 orang (4.5 %) yang penderita psoriasis dan 4 orang (18.2 %) yang bukan penderita psoriasis.


(1)

Pekerjaan responden * Kelompok Crosstabulation Count

Kelompok

Total Psoriasis Non Psoriasis

Pekerjaan responden

Pegawai Negeri 3 3 6

Pensiunan 2 3 5

IRT 1 4 5

Wiraswasta 5 1 6

Total 11 11 22

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Point Probability Pearson Chi-Square 4.667a 3 .198 .276

Likelihood Ratio 5.040 3 .169 .276

Fisher's Exact Test 4.468 .276

Linear-by-Linear

Association .809

b

1 .368 .476 .238 .096

N of Valid Cases 22

a. 8 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.50.


(2)

Lampiran 10

Uji Fisher’s Exact Kadar Trigliserida, LDL dan HDL

Statistics

Trigliserida

N Valid 22

Missing 0

Mean 121.545

Std. Deviation 40.9491

Range 150.0

Minimum 55.0

Maximum 205.0

Kelompok * TGkel Crosstabulation

Count

TGkel

Total Optimal Tinggi

Kelompok Psoriasis 10 1 11

Non Psoriasis 6 5 11

Total 16 6 22

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kelompok

(Psoriasis / Non Psoriasis) 8.333 .776 89.470 For cohort TGkel = Optimal 1.667 .942 2.950

For cohort TGkel = Tinggi .200 .028 1.445


(3)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Point Probability Pearson Chi-Square 3.667a 1 .056 .149 .074

Continuity Correctionb

2.063 1 .151

Likelihood Ratio 3.922 1 .048 .149 .074

Fisher's Exact Test .149 .074

Linear-by-Linear

Association 3.500

c

1 .061 .149 .074 .068

N of Valid Cases 22

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.00.

b. Computed only for a 2x2 table c. The standardized statistic is 1.871.

Statistics

LDL

N Valid

22

Missing 0

Mean 123.818

Std. Deviation 36.5105

Range 117.0

Minimum 67.0

Maximum


(4)

Kelompok * LDLkel Crosstabulation Count

LDLkel

Total Optimal Tinggi

Kelompok Psoriasis 6 5 11

Non Psoriasis 5 6 11

Total 11 11 22

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Point Probability Pearson Chi-Square .182a 1 .670 1.000 .500

Continuity

Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .182 1 .670 1.000 .500

Fisher's Exact Test 1.000 .500

Linear-by-Linear

Association .174

c

1 .677 1.000 .500 .303

N of Valid Cases 22

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.50. b. Computed only for a 2x2 table


(5)

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kelompok

(Psoriasis / Non Psoriasis) 1.440 .269 7.714 For cohort LDLkel =

Optimal 1.200 .517 2.787

For cohort LDLkel = Tinggi .833 .359 1.935

N of Valid Cases 22

Statistics HDL

N Valid 22

Missing 0

Mean 52.409

Std. Deviation 13.3583

Range 53.0

Minimum 32.0

Maximum 85.0

Kelompok * HDLkel Crosstabulation Count

HDLkel

Total Rendah Optimal

Kelompok Psoriasis 2 9 11

Non Psoriasis 1 10 11


(6)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Point Probability Pearson Chi-Square .386a 1 .534 1.000 .500

Continuity

Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .392 1 .531 1.000 .500

Fisher's Exact Test 1.000 .500

Linear-by-Linear

Association .368

c

1 .544 1.000 .500 .393

N of Valid Cases 22

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.50.

b. Computed only for a 2x2 table c. The standardized statistic is .607.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kelompok

(Psoriasis / Non Psoriasis) 2.222 .171 28.856 For cohort HDLkel = Rendah 2.000 .211 18.981 For cohort HDLkel = Optimal .900 .644 1.259