BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Analisis Value Added sebagai Indikator Intellectual Capital terhadap kinerja perbankan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

  Era globalisasi melahirkan fenomena baru dalam struktur perekonomian global, dimana perkembangan pada sektor perekonomian telah membawa perubahan yang cukup signifikan dalam pengelolaan sektor bisnis untuk mampu mempertahankan industrinya serta bersaing dalam pasar. Kemampuan bersaing tidak hanya terletak pada kepemilikan aset tidak berwujud (intangible asset), tetapi juga lebih kepada inovasi, pengetahuan, pengelolaan organisasi, sistem informasi serta pengembangan dan pelatihan sumber daya manusia yang dimiliki. Sumber daya dan aset terpenting bagi perusahaan telah diganti dari aset berwujud menjadi intellectual capital (modal intelektual) yang menjadi elemen penting dalam peningkatan daya saing perusahaan saat ini. Hal inilah yang menjadi dasar penyebab pergeseran paradigma dalam dimensi kehidupan manusia dimana paradigma lama yang menitikberatkan pada kekayaan fisik (phisical capital) menjadi paradigma baru yang memfokuskan pada nilai kekayaan intelektual (intellectual capital).

  Bank adalah lembaga keuangan yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki dana (surplus unit) dengan pihak-pihak yang memerlukan dana (defisit unit) serta merupakan institusi keuangan penting dalam ekonomi (Irmayanto dkk, 2009: 11). Berdasarkan Undang-Undang RI No. 10 tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit maupun bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Falsafah yang mendasari usaha bank adalah kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu faktor manusia didalamnya tersirat modal intelektual (intellectual capital) menjadi elemen penting pada bisnis perbankan. Hal ini disebabkan bank dikategorikan sebagai industri yang berbasis pada intelektualitas yang berinovasi dalam pengembangan produk dan jasa serta pengetahuan dan fleksibilitas merupakan aspek kritis yang menentukan kesuksesan bisnis perbankan.

  Organization for Economic and Development (OECD) (2008) menyatakan

  bahwa saat ini telah banyak perusahaan yang berinvestasi dalam pelatihan dan pengembangan karyawan (Research and Development / R&D), hubungan konsumen, sistem komputerisasi dan administrasi, dan lain-lain. Investasi yang dimaksud adalah intellectual capital (IC) yang berkembang dan bersaing dengan investasi modal keuangan dan fisik di beberapa negara. Oleh karena itu modal intelektual perlu untuk diungkapkan dalam suatu perusahaan. Beberapa penulis seperti Stewart (1997) dan Zeghal (2000) menganggap perubahan struktur investasi sebagai munculnya pengetahuan baru berbasis ekonomi yang didorong oleh perkembangan teknologi informasi dan ilmu pengetahuan. Dengan adanya permintaan transparansi yang meningkat di pasar modal, informasi modal intelektual membantu investor menilai kemampuan perusahaan dengan lebih baik. Oleh karena itu beberapa pihak tertarik untuk meneliti praktek pengungkapan modal intelektual. Beberapa penulis seperti Edvinson (1997) dan William (2001) menekankan pentingnya intellectual capital sebagai sumber utama penciptaan nilai baru dalam perekonomian. Namun keberadaan intellectual capital dalam laporan keuangan belum dapat terpecahkan dengan jelas. Pengukuran yang tepat terhadap modal intelektual perusahaan belum dapat ditetapkan.

  Menurut Pulic (1998) intellectual capital berbasis pasar tidak dapat diukur pada perusahaan yang tidak terdaftar di bursa saham. Perusahaan-perusahaan tersebut perlu cara alternatif lain untuk menentukan intellectual capital berbasis pasar. Pulic (1998) juga mengemukakan belum ada sistem yang memadai untuk pemantauan efisiensi kegiatan bisnis saat ini yang dilakukan oleh karyawan, apakah potensi mereka diarahkan untuk penciptaan atau pengurangan nilai.

  International Accounting Standards/ Internasional Financial Reporting Standards

  (IAS/ IFRS) serta International Accounting Standards Boards (IASB), juga belum berkontribusi dalam mendefenisikan konsep, prinsip-prinsip serta metode penilaian intellectual capital.

  Dengan adanya kesulitan dalam pengukuran intellectul capital maka Pulic (1998) dalam Tan et al. (2007) mengembangkan sebuah metode yang dikenal dengan Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™) untuk mengukur

  

intellectual capital perusahaan. Pulic (1998) mengatakan bahwa VAIC

  menunjukkan bagaimana sumber daya tersebut telah dimanfaatkan secara efisien dalam perusahaan. Metode VAICdirancang untuk menyediakan informasi mengenai efisiensi penciptaan nilai dari aset berwujud dan tidak berwujud yang dimiliki sebuah perusahaan. Komponen utama dari VAIC dapat dilihat dari sumber utama perusahaan, yaitu phisical capital (Value Added Capital Employed

  VACA), human capital (Value Added Human Capital – VAHU), dan structural –

  

capital (Structural Capital Value Added – STVA). Value Added Human Capital

  (VAHU) merupakan indikator efisiensi nilai tambah modal manusia yang mengindikasikan kemampuan modal manusia membuat nilai pada sebuah perusahaan. Structural Capital Value Added (STVA) merupakan indikator efisiensi nilai tambah modal struktural yang mengindikasikan keberhasilan modal struktural dalam membuat nilai pada sebuah perusahaan. Value Added Capital

  

Employed (VACA) merupakan indikator efisiensi nilai tambah modal usaha yang

  menggambarkan berapa banyak nilai tambah modal perusahaan yang dihasilakan dari modal usaha yang digunakan.

  Penelitian yang dilakukan Bontis (2000) pada pengujian intellectual

  

capital yang terdiri dari human capital, structural capital dan customer capital

  terhadap kinerja perusahaan menunjukkan bahwa human capital dan structural

  

capital menjadi faktor yang signifikan dalam menjalankan usaha perusahaan dan

structural capital memiliki pengaruh positif pada kinerja perusahaan. Pramudita

  (2012) melakukan pengujian empiris pengaruh intellectual capital terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan perbankan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa intellectual capital menjadi faktor yang sangat kuat untuk memprediksi kinerja perusahaan perbankan. Penelitian lainnya lebih fokus pada praktek-praktek pelaporan intellectual capital dalam laporan tahunan perusahaan (Abdolmohammadi, 2005; Bontis, 2000; Cahyaning, 2010). Sebagian dari peneliti memfokuskan penelitiannya pada masalah pengukuran intellectual capital yang tidak dicatat dalam laporan keuangan perusahaan (Stewart, 1997; Pulic, 1998; Chen et al, 2005). Selanjutnya sejumlah studi yang terkait dengan validasi

  

intellectual capital dalam konteks pengambilan keputusan, terutama kegunaannya

kepada investor pada pasar modal (Lev dan Sougiannis, 1996).

  Fenomena intellectual capital di Indonesia berkembang setelah munculnya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 19 (Revisi 2000) tentang aktiva tidak berwujud. Berdasarkan PSAK No. 19 dinyatakan bahwa aktiva tidak berwujud adalah aktiva nonmoneter yang dapat diidentifikasi tidak mempunyai wujud fisik serta digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa disewakan kepada pihak lainnya ataupun untuk tujuan administratif. Pernyataan PSAK tersebut menyebutkan beberapa contoh aktiva tidak berwujud antara lain ilmu pengetahuan dan teknologi, desain dan implementasi sistem atau proses baru, lisensi, hak kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai pasar dan merek dagang termasuk merek produk. Selain itu juga meliputi piranti lunak komputer, hak paten, hak cipta, film gambar hidup, daftar pelanggan, hak pengusahaan hutan, kuota impor, waralaba, hubungan dengan pemasok atau pelanggan, kesetiaan pelanggan, hak pemasaran, dan pangsa pasar. Meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit sebagai intellectual capital, namun hal tersebut telah menggambarkan perhatian terhadap intellectual capital. Penelitian yang berkaitan dengan modal intelektual di Indonesia belum banyak, khususnya yang menggunakan metode dengan model VAIC sebagai instrumen pengukuran intellectual capital. Akan tetapi penelitian tentang intellectual capital sangat penting dilakukan di Indonesia sebab:

  Pertama terdapat keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-134/BL/2006 tentang kewajiban penyampaian laporan tahunan bagi emiten atau perusahaan publik. Dimana salah satu ketentuannya adalah laporan tahunan wajib memenuhi ikhtisar data keuangan penting, laporan dewan komisaris, laporan direksi, profil perusahaan, analisis dan pembahasan manajemen, tata kelola perusahaan, tanggung jawab direksi atas laporan keuangan, dan laporan keuangan yang telah diaudit. Hal tersebut menunjukkan bahwa tata kelola perusahaan (corporate governance) telah menjadi perhatian dalam laporan tahunan perusahaan. Selain itu, ketentuan dalam laporan tersebut juga mencakup pengukuran yang diperlukan untuk model Pulic yang menginformasikan metodologi dalam penelitian ini.

  Kedua, telah diadakannya studi Most Admired Study Enterprise (MAKE) sejak tahun 2005 di Indonesia. MAKE study pertama kali diadakan pada tahun 1998 oleh Teleos yang bekerjasama dengan KNOW Network. Teleos adalah sebuah badan penelitian mandiri di bidang knowledge management dan

  

intellectual capital. The KNOW Network adalah sebuah komunitas organisasi

  seluruh dunia berbasis internet yang berdedikasi mencapai kinerja superior melalui benchmarking, networking, dan best practice knowledge sharing. Dengan demikian pengungkapan intellectual capital untuk melihat kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai tambah (value added) sudah menjadi keharusan dalam mengelola kinerja perusahaan khususnya perusahaan perbankan.

  Ketiga, masih terdapat beberapa perbedaan oleh para ahli dalam hal pengukuran intellectual capital baik dalam hal penggunaan metode-metode pengukuran yang ada maupun pengungkapan metode-metode yang baru untuk menemukan pengukuran yang tepat berkaitan dengan intellectual capital. Hal tersebut memungkinkan para ilmuan untuk berupaya mengembangkan ilmu pengetetahuan khususnya berkaitan dengan pengukuran intellectual capital.

  Dengan demikian mendorong para peneliti-peneliti yang baru untuk menemukan ukuran yang tepat terhadap intellectual capital. Berdasarkan fenomena tersebut pengungkapan intellectual capital sudah menjadi keharusan bagi setiap perusahaan khususnya perusahaan perbankan dalam menciptakan value added.

  Berdasarkan fenomena diatas terdapat kesenjangan dan ketidakkonsistenan dalam pengukuran intellectual capital terhadap perusahaan perbankan. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk memperluas usaha menemukan ukuran yang tepat dari intellectual capital. Untuk itu peneliti membuat sebuah penelitian dengan judul penelitian “ANALISIS VALUE ADDED SEBAGAI INDIKATOR

  INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA PERBANKAN DI INDONESIA”.

1.2. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

  1. Bagaimana pengaruh nilai tambah modal manusia (VAHU), nilai tambah modal struktural (STVA) dan nilai tambah modal usaha (VACA) terhadap

  Return On Asset perusahaan perbankan? 2.

  Bagaimana pengaruh nilai tambah modal manusia (VAHU), nilai tambah modal struktural (STVA) dan nilai tambah modal usaha (VACA) terhadap

  Operating Margin perusahaan perbankan?

  3. Bagaimana pengaruh nilai tambah modal manusia (VAHU), nilai tambah modal struktural (STVA) dan nilai tambah modal usaha (VACA) terhadap

  Market to Book Value perusahaan perbankan?

  1.3. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka dapat dirincikan tujuan penelitian sebagai berikut:

  1. Mengetahui pengaruh nilai tambah modal manusia (VAHU), nilai tambah modal struktural (STVA) dan nilai tambah modal usaha (VACA) terhadap

  Return On Asset perusahaan perbankan.

  2. Mengetahui pengaruh nilai tambah modal manusia (VAHU), nilai tambah modal struktural (STVA) dan nilai tambah modal usaha (VACA) terhadap

  Operating Margin perusahaan perbankan.

  3. Mengetahui pengaruh nilai tambah modal manusia (VAHU), nilai tambah modal struktural (STVA) dan nilai tambah modal usaha (VACA) terhadap

  Market to Book Value perusahaan perbankan.

  1.4. Manfaat Penelitian

  Adapun penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

  Ditinjau dari manfaat teoritis, penelitian ini dapat memberikan pengetahuan di bidang ekonomi perbankan yang berkaitan value added sebagai indikator

  

intellectual capital dan pengaruhnya terhadap kinerja keuangan, kinerja

ekonomi dan kinerja pasar saham perbankan.

  2. Manfaat Praktis Ditinjau dari manfaat praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan atau petunjuk bagi para manajemen perusahaan perbankan dalam mengelola sumberdaya perusahaan secara efektif sehingga dapat memberikan value added bagi perusahaan.