HUBUNGAN SERIKAT KARYAWAN MANAJEMEN

HUBUNGAN SERIKAT KARYAWAN - MANAJEMEN
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Mata Kuliah Manajemen
Sumber Daya Manusia Jurusan Hukum Ekonomi Syariah/VII/HPS-B

Dosen Pengampu: Mila Badriyah,S.E.,M.M

Disusun oleh :

Ilman Muhamad A

1143020089

Lilis Listiani

1143020104

Muthia Dewi Indriani

1143020127

Nita Rositasari


1143020139

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2017

KATA PENGANTAR
‫ٱلر ِح ِيم‬
َ ‫ٱلر ۡح ٰم ِن‬
َ ‫بِ ۡس ِم ٱللَ ِه‬
Segala puji hanya milik Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan
ridha-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi
tugas mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia. Shalawat serta salam semoga
tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang

Hubungan Serikat Karyawan – Manajemen. Yang kami sajikan dari berbagai
sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu
yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan
penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Saya sadar bahwa makalah
ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen
pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah saya
di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Bandung, November

Penyusun

i

2017


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A. Pengertian Serikat Karyawan ....................................................................... 3
B. Landasan Pertimbangan Pembentukan Serikat Karyawan ........................... 4
C. Tipe-Tipe Serikat Karyawan ........................................................................ 5
D. Perundingan Kolektif ................................................................................... 5
E. Kesepakatan Kerja Bersama ........................................................................ 8
F.

Hubungan Pekerja dengan Manajamen ........................................................ 9

G. Tindakan Disiplin dan Pengaduan ............................................................. 12
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 13

A. Simpulan .................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14

ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apabila dikatakan bahwa Sumber Daya Manusia merupakan sumber
daya terpenting yang dimiliki oleh perusahaan, salah satu implikasinya bahwa
investasi yang terpenting yang dilakukan perusahaan adalah di bidang sumber
daya manusia. Dengan investasi yang besar ini, perusahaan mengharapkan
output yang juga besar. Oleh karena itu, perusahaan berusaha untuk
mencapainya dengan maksimal.
Dengan adanya Keputusan Menteri No. 5 tahun 1998 mengenai
pendaftaran serikat buruh, maka hal itu menandai berakhirnya SPSI sebagai
serikat pekerja tunggal. Di bawah pemerintahan Presiden Habibie, Indonesia
meralat Konvensi ILO no. 87 tentang kebebasan membentuk serikat pekerja dan
hal itu kemudian diikuti oleh keluarnya Undang-Undang No.21 tahun 2000 yang
mengatur antara lain pembentukan, keanggotaan, pendaftaran, hak dan tanggung

jawab serta keuangan serikat pekerja. Sejak keluarnya Undang-undang No. 21
tersebut, jumlah serikat pekerja pun bertumbuh pesat.
Serikat karyawan atau union terbentuk karena para karyawan tidak puas
terhadap berbagai kondisi perusahaan. Kerangka hubungan serikat karyawan
dan manajemen terdiri dari 3 aktor (pemeran) utama : para pekerja dan wakilwakil mereka (pengurus serikat), para manajer (manajemen) dan wakil-wakil
pemerintah dalam bidang legislatif, yudikatif dan eksekutif. Masing-masing
pihak ini saling ketergantungan, namun mereka tidak seimbang. Pemerintah
adalah kekuatan dominan karena menentukan peranan manajemen dan serikat
karyawan melalui hukum-hukum dalam bidang kepegawaian atau perburuhan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, ada beberapa pokok permasalahan
yang akan kami bahas, antara lain sebagai berikut :

1

1. Bagaimana landasan pertimbangan pembentukan karyawan?
2. Bagaimana tipe-tipe serikat karyawan?
3. Bagaimana Perundingan Kolektif?
4. Bagaimana Kesepakatan kerja bersama?
5. Bagaimana hubungan pekerja manajemen?

6. Bagaimana tindakan disiplin dan pengaduan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui tentang landasan pertimbangan pembentukan
karyawan.
2. Untuk Mengetahui tipe-tipe serikat karyawan.
3. Untuk Mengetahui mengenai perundingan kolektif.
4. Untuk Mengetahui kesepakatan kerja bersama.
5. Untuk Mengetahui hubungan pekerja manajemen.
6. Untuk Mengetahui tentang tindakan disiplin dan pengaduan.

2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Serikat Karyawan
Serikat karyawan (labour union atau trade union) adalah organisasi para
pekerja yang dibentuk untuk mempromosikan atau menyatakan pendapat,
melindungi, dan memperbaiki, melalui kegiatan kolektif, kepentingankepentingan sosial, ekonomi, dan politik para anggotanya. Kepentingan
dominan yang diperjuangkan serikat karyawan tersebut adalah kepentingan
ekonomi. Dalam bidang ini, berbagai keinginan dan permintaan akan kenaikan

gaji atau upah, pengurangan jam kerja dan perbaikan kondisi-kondisi kerja
adalah beberapa contoh kepentingan yang terpenting bagi serikat karyawan.
Kehadiran serikat kerja mengubah secara signifikan beberapa aktivitas
sumber daya manusia. Proses perekrutan, prosedur seleksi, tingkat upah,
kenaikan gaji, paket tunjangan, system keluhan, dan prosedur disiplin dapat
berubah secara drastis disebabkan oleh ketentuan perjanjian perundingan kerja
bersama (collective bargaining agreement). Tanpa kehadiran serikat pekerja,
perusahaan leluasa mengambil keputusan unilateral menyangkut gaji, jam kerja,
dan kondisi kerja. Keputusan ini dilakukan oleh perusahaan tanpa masukan atau
persetujuan dari kalangan karyawan. Karyawan-karyawan yang tidak menjadi
anggota

serikat

pekerja

harus

menerima


persyaratan

manajemen,

menegosiasikannya dengan serikat pekerja dalam hal pengambilan keputusan
bilateral (bilateral decision making) mengenai tingkat gaji, jam kerja, kondisi
kerja, dan masalah keamanan kerja lainnya. Alih-alih menghadapi setiap
karyawan secara satu per satu, perusahaan harus berunding dengan seriakat
pekerja yang mewakili kalangan pekerja.
Serikat pekerja biasanya mencoba memperluas pengaruhnya ke dalam
wilayah lain manajemen seperti penjadwalan kerja, penyusunan standar kerja,
desain ulang pekerjaan, dan pengenalan peralatan dan metode baru. Perusahaan
umumnya juga menolak pelanggaran batas ke dalam wilayah pengambilan

3

keputusan ini dengan mengklaim bahwa persoalan tersebut merupakan hak
prerogatif manajemen.
B. Landasan Pertimbangan Pembentukan Serikat Karyawan
Pada saat pembentukannya, suatu serikat pekerja/serikat buruh (SP)

harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Hal ini berdasarkan
Pasal 11 Serikat Kerja/Serikat Buruh, yang berbunyi:1
“Setiap serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga.”
Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurangkurangnya harus memuat:
1. nama dan lambang;
2. dasar negara, asas, dan tujuan;
3. tanggal pendirian;
4. tempat kedudukan;
5. keanggotaan dan kepengurusan;
6. sumber dan pertanggungjawaban keuangan; dan
7. ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.
Setelah proses pembentukannya selesai, maka tahapan yang harus
dilakukan berikutnya adalah memberitahukan secara tertulis kepada instansi
pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan (Dinas Tenaga
Kerja dari pemerintah Kabupaten atau walikota madya di mana perusahaan
berdomisili) untuk dilakukan pencatatan atas pembentukan SP tersebut. Hal ini
diatur di dalam Pasal 18 UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yang berbunyi: 2


1
Data Diunduh Melalui: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2000
Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.Pdf, Pada 19 November 2017, 11.30.
2
Ibid, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat
Pekerja/Serikat Buruh.Pdf.

4

“Serikat

pekerja/serikat

buruh,

federasi

dan

konfederasi


serikat

pekerja/serikat buruh yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis
kepada

instansi

pemerintah

yang

bertanggung

jawab

di

bidang

ketenagakerjaan setempat untuk dicatat.”
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan dilampiri:
1. daftar nama anggota pembentuk;
2. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
3. susunan dan nama pengurus.
C. Tipe-Tipe Serikat Karyawan
1. Craft Unions , Yaitu serikat karyawan yang anggotanya terdiri dari para
karyawan atau pekerja yang mempunyai ketrampilan yang sama, seperti
misal tukang-tukang kayu, tukang batu, dsb.
2. B. Industrial Unions , Yaitu serikat karyawan yang dibentuk berdasar
lokasi pekerjaan yang sama. Serikat ini terdiri dari para pekerja yang tidak
berketrampilan (unskilled) maupun yang berketrampilan (skilled) yang ada
dalam suatu perusahaan atau industri tertentu tanpa memperhatikan sifat
pekerjaan mereka.
3. C. Mixed Unions , Yaitu serikat karyawan yang mencakup para pekerja
terampil, tidak terampil dan setengah terampil dari suatu lokal tertentu tidak
memandang

dari

industri

mana.

Bentuk

serikat

karyawan

ini

mengkombinasikan antara craft unions dan industrial unions.
D. Perundingan Kolektif
Perundingan kolektif (collective bargaining) adalah suatu proses dimana
para wakil (representative) dua kelompok bertemu da mempunyai tujuan
merundingkan (negosiasi) suatu kontrak perjanjian yang mengatur kedua belah
pihak di waktu mendatang. Dalam hubungan serikat pekerjaan manajemen,
perundingan kolektif merupakan proses negosiasi antara pihak karyawan yang
diwakili oleh serikat pekerja dengan pihak manajemen untuk menetapkan syarat-

5

syarat hubungan kerja. 3 Perundingan kolektif ini akan memuat persetujuan
tentang ketentuan khusus menyangkut upah, jam, dan kondisi kerja.
Ada dua jenis dasar perundingan kolektif antara karyawan dan manajemen:
1. Tradisional
Adalah tentang distribusi benefits, yaitu pengupahan, kondisi kerja, promosi,
PHK, hak-hak manajemen, dan sebagainya.
2. Integratif
Jenis perundingan yang jarang terjadi adalah perundingan yang bersifat
integratif. Hal ini terkait dengan bermacam-macam masalah kepentingan
timbal balik antara kedua belah pihak yang lebih besar, terutama usaha
menyelesaikan masalah atau mendamaikan permasalahan yang terjadi. Banyak
opini yang dilontarkan tentang perundingan integratif yang sesuai dengan
pengalokasian berbagai sumber daya dan beban kerja. Perencanaan pekerjaan
yang menarik pelaksanaan pengendalian karyawan lebih besar selama kerja
dan bidang umum dikenal sebagai “kualitas kehidupan kerja”. Meskipun
demikian, dalam aplikasinya, jenis perundingan integratif sebaiknya digunakan
untuk menentukan jam kerja, penggajian, kompensasi tambahan, promosi, dan
keamanan kerja. Bila jenis integratif dipakai maka setiap tim harus memandang
tim yang lain sebagai pihak yang dapat bekerja sama dan dapat dipercaya.
Kedua pihak harus memegang komitmen terhadap posisi tertentu selama
pergantian informasi dan pembahasan permasalahan serta perasaan. Karena
perundingan tradisional sejauh ini merupakan jenis yang paling umum.
Faktor-faktor Pengaruh dalam Perundingan Kolektif
1. Cakupan rundingan yaitu banyaknya buruh yang akan terkena hasil
perundingan atau perjanjian kerja, seperti dalam suatu departemen, devisi,
perusahaan atau keseluruhan karyawan dalam suatu industry.
2. Tekanan-tekanan perundingan serikat karyawan

3

Ike Kusyaah Rachmawati, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia , Yogyakarta: C.V
Andi Offset, Hlm. 168

6

Selain penggunaan taktik tawar-menawar, ada tiga tipe tekanan yang lebih kuat
yang kadang-kadang digunakan :
1) Pemogokan
2) Mencegah atua menghalangi karyawan-karyawan yang ingin masuk kerja
sewaktu diadakan pemogokan.
3. Peranan pekerja
Kedua belah pihak serikat pekerja dan manajemen banyak mengacu pada
keberpihakan pemerintah untuk menyelesaikan atau melakukan intervensi
terhadap permasalahan yang terjadi dalam organisasi. Intervensi ini paling
tidak dilakukan dengan menerapkan undang-undang dan peraturan di bidang
perburuhan.
4. Kesediaan perusahaan/organisasi
Kesediaan perusahaan untuk berunding secara terbuka dengan serikat
karyawan di tentukan oleh kemampuan atau kekuatan perusahaan, filsafat
kepemimpinan, gaya manajemen dan kemungkinan menggunakan alat-alat
pemaksaan (misal ; pemecatan, skorsing, demosi dan sebagainya).

Manajemen menggunakan beberapa teknik untuk mempersiapkan
perundingan:
1. Manajemen menyediakan data yang merupakan landasan membangun
posisiperundingannya. Berupa data upah dan tunjangan, serta perbandingan
tarif upah local dan tarif yang dibayar untuk pekerja yang sama dalam indusrti.
Data tentang distribusi tenaga kerja ( missal ; dari segi usia, jenis kelamin,
senioritas), factor-faktor tersebut juga menentukan apa yang sesungguhnya
akan di bayar dalam tunjangan. Yang juga penting adalah data ekonomi
internal menyangkut baiaa tunjangan, level pendapatan keseluruhan, dan
jumlah serta biaya kerja lembur. Manajemen juga akan ‘membiayai’ kontrak
tenaga kerja terbaru dan menetapkan biaya yang meningkat-total, per
karyawan, dan per-jam dari tuntutan serikat pekerja.
2. Survey sikap untuk menguji reaksi dari karyawna terhadap berbagai seksi
kontrak yang mungkin dirasakan manajemen menuntut perubahan dan

7

konferensi tidak resmi dengan pemimpin serikat pekerja setempat guna
membahas efektivitas operasional dari kontrak dan mengusulkan pemeriksaan
percobaan tentang gagasan manajemen bagi perubahan.
Tahap-tahap perundingan:
perundingan actual khususnya berlangsung melalui beberapa tahap
pengembangan.
1. Masing-masing pihak menyajikan tuntutannya. Tahap ini kedua pihak biasanya
cukup jauh berdasarkan beberapa soal.
2. ada satu pengurangan tuntutan. Pada tahap ini masing-masing pihak
menukarkan beberapa dari tuntutannya untuk mendapatkan yang lain.
3. semua pihak membentuk subkomite gabungan untuk mencoba mewujudkan
alternative yang masuk akal.
4. perwakilan serikat pekerja memeriksa secara informal para penyelia mereka
dan anggota serikat pekerja, perwakilan manajemen memeriksa manajemen
puncak. Akhirnya, begitu segala sesuatu menjadi teratur, satu persetujuan
resmi disepakati dan ditandatangani.
1) Proses perundingan kolektif
2) Tahap persiapan negosiasi.
3) Tahap keberhasilan perundingan tergantung pada kesiapan kedua belah
pihak.
4) Kegiatan-kegiatan follow-up, yaitu administrasi perjanjian kerja.
E. Kesepakatan Kerja Bersama
Kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil
perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat
pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau
perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban
kedua belah pihak.
Peraturan-peraturan yang mendasari diperlukannya KKB/PKB antara
lain adalah:
1. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

8

2. UU No. 1 Tahun 1954 tentang Perjajian Perburuhan Antara Serikat Buruh dan
Majikan.
3. UU No. 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 98 mengenai
Berlakunya Dasar-dasar daripada Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding
Bersama.
4. PP No.49 Tahun 1954 tentang Cara Membuat dan Mengatur Perjanjian
Perburuhan
5. Kepmenaker No.Per-01/MEN/1985 tentang Pelaksanaan Tata Cara Pembuatan
Kesepakatan Kerja Bersama
F. Hubungan Pekerja dengan Manajamen
Hubungan pekerja dengan manajemen didasarkan pada suatu kontrak
atau perjanjian kerja dalan kontrak tersebut. Berbagai hal terkait dengan hak-hal
karyawan dan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan. Hak-hak
karyawan yang tercantum dalam kontrak antara lain mengenai gaji, bonus, hak
cuti, kenaikan gaji, dan lain-lain. Sementara itu, kewajiban karyawan terkait
dengan pelaksanaan bidang tugad masing-masing.
Berkaitan dengan tugas, hubungan antara karyawan dengan manajemen
umumnya merupakan hubungan formal yang kaku dan birokratis. Terdapat
beberapa jenjang dan jalur yang membatasi komnikasi antara manajemen
dengan karyawan. Akibat adanyan jalur formal tersebut, komunikasi menjadi
kurang efektif dan panjang. Hal ini sering kali menimbulkan salah penafsiran
antara karyawan terhadap kebijakan yang diambil manajemen karena kurang
efektifnya hubungan tersebut.
Dalam rangka mengatasi kesenjangan hubungan manajemen dan
karyawan, hubungan tersebut dapat dilangsungkan secara informal. Hubungan
informal mereduksi jenjang birokrasi dan jalur komunikasi sehingga hubungan
komunikasi dapat berlangsung secara lebih cepat dan efektif. Jalur informal

9

dapat dilakukan melalui pertemuan informal antara manajemen dengan
kelompok-kelompok karyawan.4
Ada 2 hubungan pekerja dengan manajemen
1. Hubungan yang kurang harmonis
Tujuan para pekerja, serikat pekerja, manajemen, dan pemerintah
seringkali tidak berjalan seiring. Sehingga, sering muncul hubungan yang
kurang harmonis, dimana pekerja dan manajemen berusaha untuk memperoleh
potongan yang lebih besar dari pendapatan yang ada. Secara historis, SP
mengambil sikap yang kurang harmonis dalam interaksinya dengan
manajemen. Fokus tuntutannya adalah pada upah, jam kerja, dan kondisi kerja
sebagai usaha untuk memperoleh “lebih banyak dan lebih baik” dari yang
selama ini diterima dari perusahaan.
2. Hubungan Kooperatif
Dalam satu hubungan yang kooperatif, peran serikat pekerja adalah sebagai
mitra, bukan pengkritik, dan SP mempunyai tanggung jawab yang sama
dengan manajemen untuk mencapai solusi yang kooperatif yang menghasilkan
sesuatu seperti yang ditunjukkan dalam “kemitraan dalam perundingan
kolektif”. Oleh karenanya, hubungan yang kooperatif membutuhkan suatu
hubungan dimana serikat pekerja dan manajemen bersama-sama memecahkan
masalah, saling berbagi informasi, dan mencari pemecahan yang integrative

Manajemen dipengaruhi baik oleh tujuan-tujuan business unionism
maupun social unionism. Perkembangan berbagai bentuk konpensasi tembahan
yang telah dibahas di muka pada umumnya merupakan hasil tekanan langsung
atau bidang bidang langsung dari karyawan. Bahkan tanpa adanya tekanantekanan tersebut, perusahaan harus selalu memperbaiki program kompensasinya
agar tetap bisa bersaing dalam memperebutkan karyawan-karyawan yang

4

Veithzal Rivai Zainal, Mansyur Ramly, Thoby Mutis, & Wily Arafah, 2015, Manajemen
Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, Hlm.640

10

berkualitas. Bila para karyawan merasa tidak puas terhadap berbagai kondisi
perusahaan, mereka berkumpul dan membentuk suatu serikat karyawan (union).5
Serikat karyawan menyebabkan perubahan-perubahan perilaku para
manajer. Agar kegiatan serikat tidak berkembang, manajemen harus
menerapkan pendekatan proaktif, seperti :
1. Merancang pekerjaan-pekerjaan yang secara pribadi memuaskan para
karyawan.
2. Mengembangkan

rencana-rencana

yang

memaksimumkan

berbagai

kesempatan individual disamping meminimumkan kemungkinan pemutusan
hubungan kerja.
3. Memilih para karyawan yang qualified.
4. Menetapkan standar-standar prestasi kerja yang adil.
5. Melatih para karyawan dan manajer sehingga memungkinkan mereka untuk
mencapai tingkat prestasi yang diharapkan.
6. Menilai dan menghargai perilaku atas dasar prestasi kerja nyata.
Konflik-konflik yang terjadi antara perusahaan dan serikat karyawan
merupakan akibat sikap masing-masing pihak yang kurang kooperatif.
Bagaimanapun juga, sikap kerjasama harus dikembangkan pada kedua belah
pihak agar operasi organisasi dapat berjalan lancer dan tercpai secara otomatis,
tetapi harus ada inisiatif dari departemen personalia.
Manajemen personalia dapat mengembangkan kerjasama antara
perusahaan dan serikat karyawan melalui :
a. Konsultasi awal
Dengan para pemimpin serikat karyawan untuk membahas masalah-masalah
sebelum menjadi keluhan yang lebih formal.
b. Perhatian

5

Data
diunduh
melalui:
http://verahadiyati.blogspot.co.id/2012/12/perundingankolektif.html?m=1, pada 19 November 2017, 11.52.

11

Yang

sungguh-sungguh

terhadap

maslah-masalah

dan

kesejahteraan

karyawan, bahkan bila manajemen tidak mempunyai kewajiban untuk
melakukan hal itu menurut perjanjian kerja.
c. Panitia-panitia kerja bersama
Manajemen dan para pengurus serikat karyawan untuk mencari penyelesaianpenyelesaian berbagai masalah yang sering timbul.
d. Program-program latihan
Yang secara obyektif mengkonsumsikan maksud perundingan serikat
karyawan dan manajemen serta mengurangi kesalahan-kesalahan pengertian
dan berbagai bentuk bias lainnya.
e. Pihak ketiga
Yang dapat memberikan pedoman atau pengarahan dan program yang
membuat para pemimpin serikat karyawan dna manajer semakin dekat untuk
secara bersam amencapai sasaran-sasaran.
G. Tindakan Disiplin dan Pengaduan
Disiplin karyawan dan prosedur menangani keluhan karyawan
digunakan oleh organisasi untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan
dengan pelanggaran peraturan kerja organisasional atau masalah kerja yang
buruk. Apabila seorang karyawan mempunyai keluhan terhadap organisasi atau
manajemen, sewajarnya karyawan tersebut menggunakan prosedur untuk
menyelesaikan masalahnya.
Agar dapat berkompetisi secara efektif, organisasi harus mengambil
langkah-langkah untuk menjamin bahwa mereka yang berkinerja bagus
dimotivasi untuk tetap bertahan bekerja bersama organisasi, sedangkan mereka
yang memiliki kinerja rendah didorong untuk meningkatkan kinerjanya atau
kalau perlu dipaksa untuk meninggalkan organisasi. Bagaimanapun juga ,
mempertahankan

orang-orang

yang

berkinerja

tinggi

tidaklah

selalu

mudah. Untuk melaksanakan hal tersebut, organisasi dapat menggunakan
program-program seperti, pengembangan karyawan, pengelolaan kinerja dan
pengembangan karir.

12

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Serikat karyawan merupakan gabungan pemersatu karyawan sehingga
karyawan memiliki rasa persaudaraan yang kuat karena kesamaan di bidang
profesi. Serikat karyawan atau union terbentuk karena para karyawan tidak puas
terhadap berbagai kondisi perusahaan.
Kerangka hubungan serikat karyawan dan manajemen terdiri dari 3 peran
utama yaitu: para pekerja dan wakil-wakil mereka (pengurus serikat), para
manajer (manajemen) dan wakil-wakil pemerintah dalam bidang legislatif,
yudikatif dan eksekutif. Masing-masing pihak ini saling ketergantungan, namun
mereka tidak seimbangan. Pemerintah adalah kekuatan dominan karena
menentukkan peranan manajemen dari serikat karyawan melalui hukum-hukum
dalam bidang kepegawaian atau perburuhan.

13

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Rachmawati, I. K. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: C.V
Andi Offset.
Veitzal Rivai Zainal, M. R. (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk
Perusahaan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Internet

Data Diunduh Melalui: Http://Verahadiyati.Blogspot.Co.Id/2012/12/PerundinganKolektif.Html?M=1.
Data Diunduh Melalui: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2000
Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.Pdf.

14