BUKU BAHAN AJAR BS IDEOLOGI

BAB I
PENGANTAR PANCASILA DAN UUD NRI 1945

Bangsa Indonesia patut merasa bersyukur
bahwa para pendiri negara kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) bersepakat menjadikan lima sila yang digali dari
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia telah ditetapkan
sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang
disebut
Pancasila. Kandungan dan dinamika nilai-nilai
Pancasila melekat pada eksistensi Pancasila itu sendiri,
baik sebagai ideologi nasional, dasar negara, maupun
falsafah hidup bangsa sekaligus merupakan jati diri atau
identitas bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila
merupakan dimensi paling dalam yang bersifat abstrak
dan berkedudukan sangat tinggi dalam fenomena
kehidupan masyarakat serta memiliki kekuatan integratif
bagi seluruh komponen bangsa yang saling berbeda,
baik secara vertikal maupun horisontal. Nilai-nilai
Pancasila merupakan sumber etika dan moralitas bangsa
Indonesia yang selanjutnya berkembang dalam wujud

sikap dan perilaku atau tindakan-tindakan nyata dalam
kehidupan warga masyarakat.
Dewasa ini Pancasila sedang mengalami
cobaan atau ujian yang cukup berat untuk kesekian
kalinya, baik dalam kaitannya dengan eksistensi
Pancasila itu sendiri maupun pengejawantahan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa. Tidak dapat disangkal bahwa dalam kurun
waktu sepuluh tahun terakhir setelah era reformasi,
perhatian warga masyarakat, baik perseorangan,
kelompok, maupun kelembagaan, baik lembaga
pemerintah maupun non pemerintah, terhadap Pancasila

cenderung makin tipis. Mulai muncul sikap-sikap sinis
atau acuh tak acuh dan lebih jauh lagi timbul
kecenderungan untuk meninggalkannya. Hal ini cukup
memprihatinkan karena nilai-nilai Pancasila tidak lagi
terpancar dalam diri dan sebagian aparat penentu
kebijakan. Bahkan, Pancasila makin terlupakan dengan
ditandai dibubarkannya lembaga Badan Pembinaan

Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (BP-7) dan Kementerian
Penerangan
sebagai
corong
pemasyarakatan,
pemberdayaan, dan pengamalan Pancasila dalam
pembangunan nasional.
Banyak produk hukum dan penegakan hukum
yang kurang mencerminkan atau kurang memancarkan
nilai-nilai Pancasila tertuang dengan tidak adanya rasa
keadilan serta rendahnya moral dan akhlak. Nilai-nilai
dasar Pancasila yang melekat dalam amandemen
Pembukaan UUD 1945 dan terpancar dalam pasal-pasal
UUD NRI 1945 yang dijabarkan ke dalam berbagai
peraturan perundang-undangan dan berbagai landasan
pemikiran sebagai nilai instrumental Pancasila relatif
masih jauh dari harapan. Pancasila sebagai sumber
dasar hukum nasional dan UUD NRI 1945 sebagai
sumber hukumnya yang harus terjabarkan secara

hierarkis ke dalam berbagai peraturan pelaksanaan
(undang-undang,
peraturan
presiden,
peraturan
pemerintah, dan peraturan daerah) tampaknya belum
dapat diwujudkan secara konkret dalam wujud nilai-nilai
praksisnya.
Masih
cukup
banyak
diperlukan
pembenahan, antara lain, pembenahan dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia (SDM), terutama kualitas
penentu kebijakan yang mengemban amanat rakyat,
memiliki moral dan akhlak yang dapat diteladani, serta
memiliki kemampuan dalam menghadapi pengaruh
globalisasi.

Pengalaman pahit eksistensi Pancasila dalam

tragedi nasional G-30-S/PKI tahun 1965 merupakan
pelajaran yang sangat berharga dalam menghadapi
tantangan
masa
depan
yang
penuh
dengan
ketidakpastian. Pemasyarakatan Pancasila sebagai
dasar negara dan ideologi terbuka yang bersifat universal
harus betul-betul dipahami dan dihayati oleh seluruh
komponen bangsa Indonesia, terutama keberadaan
Pancasila di antara ideologi besar dunia.
Berbagai amandemen dari pasal-pasal UUD
1945 harus tidak bertentangan dengan nilai-nilai
Pancasila dan disesuaikan dengan perkembangan
lingkungan strategis, terutama dalam menghadapi
pengaruh globalisasi yang dipicu oleh perkembangan
iptek yang relatif berubah dengan cepat. Hasil
amandemen UUD NRI 1945 (pasal-pasal) perlu

dimasyarakatkan atau disosialisasikan, baik yang
berkaitan dengan lahirnya amandemen, proses
amandemen, maupun metode atau pelaksanaan
sosialisasi amandemen UUD NRI 1945. Pemahaman
terhadap ideologi Pancasila dan UUD NRI 1945 hasil
amandemen
diharapkan
akan
membantu
dan
mempermudah peserta didik mengikuti pendidikan di
Lemhannas dalam mempelajari bidang studi Pancasila
dan UUD 1945.

BAB II
PANCASILA DAN PERKEMBANGANNYA
A. LAHIRNYA PANCASILA
1. Pembahasan Dasar Negara
Pada awal tahun 1945 dengan ditandai kekalahan
Jepang dalam perang di kawasan Asia Pasifik, pemerintah

Jepang memberikan janji kemerdekaan di wilayah
pendudukannya, antara lain, di Indonesia untuk mencegah
terjadinya pemberontakan. Untuk menanggapi kebijakan
Jepang tersebut, dibentuklah Badan Penyelidik UsahaUsaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
yang diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat. Badan
penyelidik ini beranggotakan 58 orang dan terbagi habis
dalam beberapa seksi serta satu panitia hukum dasar.
Panitia hukum dasar beranggotakan 19 orang yang
diketuai oleh Ir. Soekarno dan dalam perkembangannya
berubah nama menjadi Panitia Undang-Undang Dasar.
Dari Panitia Undang-Undang Dasar ini, dibentuk lagi
panitia kecil perancang undang-undang dasar yang
dipimpin oleh Prof. Dr. Mr. Soepomo. BPUPKI
melaksanakan dua kali sidang resmi. Yang dimana
pertama pada tanggal 28 Mei sampai dengan 1 Juni 1945
untuk membahas dasar negara dan sidang kedua pada
tanggal 10 - 17 Juli 1945 untuk membahas bentuk negara,
wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan undangundang dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara,
serta pendidikan dan pengajaran. BPUPKI sempat
melaksanakan sidang tidak resmi dengan memanfaatkan

masa reses antara sidang resmi pertama dan sidang resmi
kedua untuk membahas rancangan Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 yang dipimpin oleh Ir. Soekarno.
Dengan selesainya tugas BPUPKI mempersiapkan dasar
negara dan undang-undang dasar negara, dibentuklah
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada

tanggal 7 Agustus 1945 yang baru bisa bersidang untuk
pertama kalinya sesudah proklamasi kemerdekaan, yaitu
pada tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan 22 Agustus
1945.
Dari jadwal rencana sidang resmi pertama, BPUPKI
membicarakan dasar negara (dari tanggal 28 Mei sampai
dengan 1 Juni 1945) pada tanggal 29 Mei yang
menampilkan pembicara, antara lain, Muh. Yamin,
Margono, Sosrodiningrat, Wiranata Kusumah, Sumitro,
Woerjaningrat, Surjo, Soesanto, Dasaad, Rooseno, dan
Aris P. Dari para pembicara ini hanya Mr. Muh. Yamin yang
menyampaikan pidato. Demikian pula, pada tanggal 30 Mei
terdapat nama pembicara, antara lain, Drs. Moh. Hatta,
Agus Salim Samsudin, Wongsonegoro, Soerachman,

Abdul Kadir, Soewandi Abdul Rahim, Soekirman dan
Soetarjo. Namun, hanya Dr. Moh. Hatta yang berpidato
selama lebih dari satu jam. Naskah pidatonya tidak
terdokumentasikan dan sampai saat ini masih dalam
pencarian guna pelurusan sejarah. Pada tanggal 31 Mei
dijadwalkan pembicara, antara lain, Mr. Muh. Yamin,
Sanusi, Soehardjo, Soekarno, dan Hadikoesoemo. Akan
tetapi, hanya Ki Bagoes Hadi koesoemo, Prof. Dr.
Soepomo dan Mr. Muh. Yamin yang menyampaikan
pidatonya. Selanjutnya, pada tanggal 1 Juni 1945
dijadwalkan pembicara, antara lain, Baswedan, Muzakir, Ir.
Soekarno, Latuharhary, dan Soekarjo. Namun, hanya Ir.
Soekarno yang menyampaikan pidatonya. Jadi, selama
sidang resmi pertama tanggal 28 Mei hingga 2 Juni 1945
hanya lima pembicara yang menyampaikan pidato tentang
dasar negara, yaitu Mr. Muh. Yamin, Dr. Moh. Hatta, Ki
Bagoes Hadi Hadi koesoemo, Prof. Dr. Mr. Soepomo, dan
Ir. Soekarno. Dari kelima pembicara ini hanya empat pidato
yang dokumentasinya ditemukan, yaitu naskah pidato Mr.
Muh. Yamin, Ki Bagoes Hadi Koesoemo,Prof. Dr.

Soepomo, dan Ir. Soekarno, sedangkan pidato Drs. Moh.
Hatta tidak ditemukan.

Dalam sidang resmi pertama ini, Mr. Muh. Yamin
sempat dua kali berpidato. Hanya pidato pertama pada
tanggal 29 Mei 1945 yang berhubungan dengan dasar
negara, sedangkan pidato kedua pada tanggal 31 Mei
1945 menitikberatkan pada rencana daerah wilayah
negara Indonesia. Berikut ini disajikan substansi pidato Mr.
Muh. Yamin, Ki Bagoes Hadi Koesoemo, Prof. Dr. Mr.
Soepomo, dan Ir. Soekarno.

2. Substansi pidato Mr. Muh. Yamin pada tanggal 29 Mei
1945


Peri Kebangsaan

Jika Indonesia ingin merdeka sekarang, ada tiga
pekerjaan yang harus segera dirampungkan, yaitu

mengumpulkan segala bahan untuk pembentukan
negara, menyusun undang-undang dasar, dan
menjalankan isi hukum dasar dalam negara yang
terbentuk. Negara baru yang akan kita dirikan haruslah
negara kebangsaan (nationale staat atau etat national)
sesuai dengan kewajaran peradaban kita sekarang. Kita
sebelumnya mempunyai dua negara dengan susunan
negara bagian atas (kerajaan), yaitu Sriwijaya dan
Majapahit. Namun kedua negara tersebut sudah putus
400 tahun yang lalu. Pada saat ini ada lebih dari 300
kerajaan kecil yang lebih bercorak kedaerahan dan
penduduknya tidak saling berhubungan secara
keputranegaraan.
Kita tidak dapat merujuk pada susunan tata negara
bagian atas dulu dan bercermin pada 300 kerajaan kecil
saat ini. Walaupun kedua negara tersebut pernah
mengalami zaman keemasan dulu, kita harus
menyusun negara bagian bawah. Dalam menyusun
negara bagian bawah, kita tidak perlu meniru susunan
negara luar karena sebagai bangsa kita telah beradab

dan berbudaya sejak ribuan tahun lalu. Dengan merujuk

pada peradaban rakyat zaman sekarang dan dari
susunan negara hukum adat bawahan, dari sanalah kita
kumpulkan sari tata negara yang sebetul-betulnya
menjadi dasar negara. Pokok dasar negara haruslah
menurut watak peradaban Indonesia dan bukan meniru
atau menyalin konstitusi negara lain. Peradaban dan
keinginan kita sebagai bangsa hendaklah menjadi corak
kepada negara yang akan dibentuk dan negara
Republik Indonesia yang diingini oleh bangsa Indonesia
adalah negara kebangsaan Indonesia sebagai suatu
etat nasional. Pinjaman, salinan, dan tiruan dari luar
hanya boleh dijadikan cermin saja.



Peri Kemanusiaan

Paham Indonesia merdeka bukan cuma lepas dari
penjajahan
Belanda, melainkan juga ingin menyusun masyarakat
baru dalam suatu negara merdeka. Kemerdekaan akan
menghidupkan kedaulatan negara, baik ke dalam
maupun ke luar. Kemerdekaan dan kedaulatan ke
dalam memberi perlindungan tinggi pada putra negara
dengan hak milik dan harta benda dalam lingkar batas
negara. Kemerdekaan dan kedaulatan ke luar memberi
kesempatan luas kepada negara Indonesia untuk
mengatur hubungannya dengan negara lain. Negara
kedaulatan inilah yang diinginkan rakyat Indonesia,
bukan yang lain, sehingga kita menolak bujukan status
dominion dan protektorat. Kita menginginkan negara
kedaulatan agar dapat ikut memeluk keanggotaan
keluarga bangsa-bangsa secara penuh. Keanggotaan
ini mengatur hubungan diplomasi secara merdeka. Oleh
sebab
itu,
kedaulatan
harus
berdasarkan
perikemanusiaan secara universal yang berisi
humanisme dan internasionalisme bagi segala bangsa
karena
dasar
perikemanusiaan
adalah
dasar

universalisme dalam hukum internasionalisme dan
aturan kesusilaan segala bangsa dan negara merdeka.



Peri Ketuhanan

Bangsa Indonesia yang akan menjadi negara
merdeka itu adalah bangsa beradab luhur dan dalam
peradabannya mempunyai Tuhan Yang Maha Esa. Oleh
sebab itu, negara kesejahteraan Indonesia merdeka
akan berketuhanan. Tuhan akan melindungi negara
Indonesia merdeka.


Peri Kerakyatan

Permusyawaratan
Surat Asysyura, ayat 38 berbunyi, "Segala urusan
harus dimusyawarahkan". Permusyawaratan memberi
tiga dasar keinginan berikut.
a. Dengan membuka pikiran dalam permusyawaratan
sesama manusia, manusia akan selalu berjalan di
jalan Tuhan.
b. Dengan permusyawaratan, beban pengelolaan
negara tidak dipikul oleh satu orang, tetapi dipikul
bersama banyak orang.
c. Permusyawaratan mengecilkan kekhilafan perseorangan dan menghindarkan negara dari
kesesatan.
Dalam sejarah Islam, permusyawaratan Islam telah
diamalkan, termasuk ketika Islam masuk ke Indonesia.
Namun, sebelum agama-agama masuk ke Indonesia,
tonggak budaya mufakat sudah ada dalam bentuk
masyarakat desa karena sejak zaman purbakala
susunan desa ini sudah ada. Dasar mufakat ini tidak
runtuh oleh pengaruh Hindu dan Buddha dan ketika

agama Islam masuk ke Indonesia, budaya mufakat ini
bertambah mekar lagi.

Perwakilan
Kemampuan dan keterampilan bangsa Indonesia
dalam mengolah tata negara sudah ada sejak ribuan
tahun dengan melihat 21.000 desa di Pulau Jawa, 700
nagari di Minangkabau, susunan negeri sembilan di
Malaya, begitu pula di Borneo, Bugis, Ambon,
Minahasa, dan tempat lain. Susunan persekutuan ini
tidak rusak oleh pengaruh Hindu, Buddha, serta
feodalisme dan penjajahan. Desa tetap desa, walaupun
susunannya berubah-ubah sesuai dengan perubahan
zaman dan desa merupakan salah satu tonggak
persekutuan adat yang lebih banyak samanya daripada
bedanya di seluruh Indonesia. Dalam susunan inilah
terpilih orang yang memegang kekuasaan dan menjadi
perwakilan untuk ke susunan yang lebih besar lagi.
Perwakilan inilah yang memusyawarahkan hal-hal yang
lebih besar dan lebih luas. Perwakilan tidak saja
menguatkan persekutuan hukum adat dalam tata
negara bagian bawah, tetapi menjadi pedoman dalam
keinginan bangsa sekarang dalam menyusun tata
negara bagian tengah dan bagian atas. Perwakilan
inilah yang akan menjadi sambungan jiwa tata negara
rakyat dan dasar perwakilan merupakan dasar abadi
menurut kebudayaan Indonesia.

Kebijaksanaan
Pembentukan
negara
mewujudkan
suatu
pembaruan dan pembaruan tidak lepas dari ketuhanan
dan adat pusaka Indonesia yang sudah dipengaruhi
feodalisme pemerintahan jajahan. Negara Indonesia

harus disusun atas logika dan nasionalisme sehat.
Melalu organisasi pergerakan kemerdekaan, golongan
terpelajar telah menyumbangkan pikiran dan tenaga
dalam pergerakan dan melalui pergerakan ini dinamika
dan cita-cita rakyat Indonesia dapat dibaca. Hikmat
kebijaksanaan yang menjadi pimpinan kerakyatan
Indonesia adalah nasionalisme yang sehat karena telah
melepaskan diri dari anarkisme, liberalisme, dan
semangat penjajahan.

a. Paham Negara
Tiga dasar di atas, permusyawaratan, perwakilan dan
kebijaksanaan membawa kita pada susunan negara yang
berdasar pada kenyataan. Kita tidak bergandengan dengan
pikiran Plato dengan Respublica-nya, Aristoteles dengan
Politea-nya serta Thomas More dengan Utopia-nya.
1) Negara Indonesia menolak tata negara yang
melanggar dasar permuyawaratan, perwakilan, dan
kebijaksanaan.
2) Negara Indonesia menolak segala paham federalisme,
monarki, liberalisme, autokrasi dan birokrasi, serta
demokrasi Barat.
3) Negara Indonesia menolak segala macam penjajahan.
Negara Indonesia adalah negara kebangsaan yang
merdeka dan berdaulat penuh.
4) Negara Indonesia menolak paham pemerintahan
istibdadi, paham pemerintahan khilaah, dan paham
pemerintahan filsafatiyah.
5) Negara Indonesia menolak segala dasar penjajahan
kolonialisme sebagai dasar pembentukan negara.
6) Negara Indonesia menolak segala tindakan yang
mengecewakan
kedaulatan
negara
dengan
menjalankan kebonekaan.
Dengan menolak keenam paham di atas, negara Indonesia
akan mewujudkan paham-paham berikut.
1) Negara rakyat Indonesia merupakan negara persatuan
yang tidak terpecah yang dibentuk di atas dan di dalam
badan bangsa Indonesia yang tidak terbagi-bagi.
Negara kesatuan atas paham unitarisme.
2) Negara rakyat Indonesia mempunyai satu kedaulatan
yang dijunjung kepala negara dan oleh daerah dan
rakyat Indonesia.
3) Kepala negara, pusat pemerintahan, pemerintah
daerah, dan pemerintahan persekutuan desa dipilih
secara umum dalam
4) permusyawaratan yang disusun secara kerakyatan.
Negara
rakyat
Indonesia
merupakan
negara

pemerintahan
syuriyah
yang
berdasarkan
permusyawaratan antar orang yang berilmu dan
berakal sehat yang dipilih berdasarkan paham
perwakilan.
5) Permusyawaratan, pemilihan, dan pembaruan pikiran
menjadi dasar pengangkatan dan segala pemutusan
urusan negara.
6) Negari, desa, dan segala persekutuan hukum adat
yang diperbarui dengan jalan nasionalisme dan
pembaruan zaman dijadikan kaki susunan negara
sebagai bagian bawah.
7) Pemerintah pusat dibentuk di sekeliling kepala negara
yang terbagi atas
a) Wakil kepala negara,
b) Kementerian, dan
c) Pusat parlemen balai perwakilan yang terbagi atas
majelis dan balai perwakilan.
8) Antara bagian atas dan bagian bawah di bentuk bagian
tengah sebagai pemerintah daerah.
9) Negara rakyat Indonesia menjalankan pembagian
pekerjaan negara atas jalan desentralisasi atau
dekonsentrasi yang tidak mengenal federalisme atau
perpecahan negara.
Negara rakyat Indonesia menjadi anggota yang
berkedaulatan dalam permusyawaratan bangsa-bangsa
sedunia.

b. Pembelaan Negara
Pengakuan dasar yang tiga itu memberi dasar pada
soal kemiliteran, pembelaan negara, dan pemertahanan
negeri dengan senjata. Permusyawaratan berdasarkan
agama
menimbulkan
perang
jihad,
dasar
adat
mengharuskan kita membela negeri melawan kelaliman,
dan rasionalisme mendorong kemajuan teknik dalam
berperang .

c.

Budi Negara

Tiap negara yang terbentuk oleh peradaban sempurna
harus mempunyai budi pekerti atau moral sebagai corak
atau identitas dari bangsanya. Budi pekerti negara
merupakan tali perhubungan hati rakyat dengan negara
yang melindunginya .
1) Setia Negara
Negara pertama Kerajaan Syailendra Sriwijaya
sanggup menahan gelombang massa karena memiliki
moral yang dipusatkan pada rasa kebaktian dengan
wujud kesetiaan kepada negara kesatuan. Tidak
berbakti kepada negara adalah suatu kesalahan yang
besar. Walaupun kerajaan ini runtuh, budaya setia
masih berakar pada masyarakatnya. Negara kedua
Majapahit
mempunyai
moral
menumpukkan
kepercayaan penuh kepada tenaga rakyat.
2) Tenaga Rakyat
Negara kedua
Tenggara,

Majapahit

menjadi

kuat

di Asia

terutama setelah potensi tenaga rakyat yang besar
dimanfaatkan seefektif mungkin oleh Mahapatih Gajah
Mada. Zaman sekarang memang sudah berubah,
tetapi kekuatan rakyat tetap merupakan potensi dan
saat ini seluruh rakyat Indonesia mempunyai tekad
untuk merdeka dan moral rakyat yang ingin dan mau
merdeka ini merupakan dasar budi pekerti mereka.
3) Kemerdekaan
Setia negara, tenaga rakyat, dan ingin merdeka adalah
moral negara ketiga. Moral ini akan masuk dalam urat
nadi negara baru. Moral negara ini sangat tingggi
nilainya karena budi pekerti tertanam dalam negara
berketuhanan Yang Maha Esa, yang beradab dan
berkebangsaan.


Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial)

Negara jangan dirasakan sebagai ikatan hidup yang
menyempitkan hidup rakyat atau dipandang sebagai
autokrasi atau oligarki. Kegembiraan akan muncul apabila
negara yang dibentuk atas peradaban kita memberikan
jaminan dalam undang-undang dasar akan adanya
perubahan besar yang menyangkut bagian atas, bagian
tengah, dan bagian bawah serta seluruh kehidupan
ekonomi sehari-hari. Untuk itu, hendaklah negara baru ini
berhubungan langsung dengan keinginan rakyat.
a. Daerah Negara. Hendaklah negara yang dibentuk ini
meliputi daerah yang diinginkan oleh rakyat Indonesia.
Tentulah juga tanah negara berwarna Indonesia. Kita tidak
mau ada satu enklave di dalam wilayah negara.
b. Penduduk dan Putra Negara. Pada saat pelantikan negara
nanti sudah ditentukan siapa yang menjadi putra negara,
hendaklah sudah ada ketentuan tentang golongan
peranakan Arab dan Tionghoa sebelum pelantikan negara.
c. Bentuk Negara Indonesia. Pada saat pelantikan negara
baru, bertambahlah di atas dunia anggota keluarga yang
sudah berumur tua dan berperadaban luhur dengan
wilayah yang mahaluas dan kaya, makmur, dan sudah
permai serta rakyatnya yang beragama. Kesejahteraan
rakyat menjadi dasar dan tujuan negara yang ringkasnya
adalah keadilan masyarakat atau keadilan sosial. Dalam
Perang Dunia II ini berkat bantuan tentara Dai Nippon dan
berkat kesungguhan perjuangan rakyat Indonesia, kita
ditakdirkan naik dari kedudukan negara jajahan menjadi
negara rakyat merdeka. Bentuk negara Indonesia yang
merdeka berdaulat ini adalah suatu Republik Indonesia
yang tersusun dalam paham unitarisme.
d. Pidato Mr. Muh. Yamin tersebut ditutup dengan syair.

3. Substansi Pidato Ki Bagoes Hadi Koesoemo pada tanggal
31 Mei 1945
Bila masyarakat atau negara sudah kocar kacir sudah ada
batas antara baik buruk, halal haram, Allah akan membangkitkan
para nabi untuk memimpin dan membangun masyarakat menuju
keadilan, ketentraman keamanan dan kesejahteraan. Hidup
manusia adalah masyarakat, manusia tidak dapat hidup tanpa
orang lain harus saling tolong menolong. Kita kaum tahu
bagaimana Nabi membentuk negara akan masyarakat akan
masyarakat baru. Kita kaum tahu apa yang membuat kesal dan
kekacuan di masyarakat yaitu perlakuan jahat. Setengah
kekuatan jahat yang paling berbahaya adalah tamak dan serakah
(menang sendiri,enak sendiri, kaya sendiri, dapat nama
sendiri)agar tidak ada yang menang sendiri, dapat nama sendiri,
kita perlu musyawarah. Dalam usaha memperbaiki masyarakat
Nabi dan Rosul menitik beratkan pada perbaikan budi pekerti,
Bila semua berbudi pekerti baik tidak perlu ada aturan yang
menyikapi karena ada hawa nafsu maka diperlukan peraturan
dan pemerintah agar masyarakat tertip, aman sentosa,sejahtera.
Pedoman apa saja yang diajukan para nabi ? ada empat peran
pokok yaitu :
a. Ajaran Iman atau kepercayaan pada Allah dan perkara
gaib. Dari Iman timbul watak dan Budi pekerti baik yang
akan mematahkan nafsu jahat.
b. Ajaran beribadah, berhikmat dan berbakti pada Allah,
ajaran ibadah ini baru terasa manfatnya bila seseorang
telah melakukanya sendiri, ajaran ini pertama hanya
terangkan/ diajarkan tapi baru bermanfaat setelah
diimplementasikan, kedua ajaran diatur merupakan
kemajuan manusia pada Tuhannya.
c. Ajaran beramal sholeh, Maknanya merekah tepi semua
orang memahami artinya, Manusia mau berbuat baik,
kepada orang tua anak, anak, tetangga, tamu handai taulan
golongan lain dan kepada masyarakat.
d. Ajaran berjihad dijalan Allah sukarela berjuang berkorban
tanpa pamprih untuk menegakkan dan kebenaran.

Keempat perkara ini merupakan ringkasan ajaran islah yang
telah diajarkan para nabi untuk memperbaiki, menyusun
masyarakat serta negara. Hubungan mukmin dengan mukmin
lainya seperti batu dalam tembok saling mengokohkannya seperti
keadaan untuk kita satu anggota tubuh sakit badan merasakan
(sabda nabi Muhammad SAW) 350 tahun penjajahan membuat
bangsa terpecah belah agama seharusnya menjadi tali pengikat
yang kuat tapi bahkan mejadi pangkal cekcok dan perpecahan
padahal agama adalah petunjuk Tuhan menuju kebahagiaan dan
kesejahteraan pertama didunia dan akhirat. Bukan Cuma perkara
agama yang dapat menimbulkan perselisihan perkara apakah
bentuk negara republik atau monarhki, serikat atau kesatuan
dapat menimbulkan perselisihan. Permusyawaratan harus
didasarkan kesucian dan kejujuran tidak boleh berdasarkan
perorangan, golongan, menang sendiri karena akan menimbulkan
perpecahan sampai saat ini bekas bekas politik penjajahan masih
ada. Jika saudara menghendaki negara Indonesia dengan rakyat
kuat dirikanlah negara ini atas petujuk Alquran dan hadist seperti
yang sudah diterangkan tadi. Bila menginginkan ekonomi kuat
dirikanlah negara ini diatas perintah Allah ....(surat nabil 14). Bila
menginginkan negara kuat dalam pertahanan dan keamanan
bangunlah negara atas firman Allah.. (surat infal 62, surat shof 23-4) surat Shof (10-11-12-13). Bila menginginkan berdirinya
pemerintahan yang adil bijaksana bersendi ermusyawaratan tidak
memaksa tentang agama dirikan negara ini atas Islam.. (surat
mak 90, surat 5., surat al imronisa, surat syuro 38, surat baqoroh
256) bagi yang tidak setuju negara berdasarkan agama dengan
alasan alasan lain agar agama tetap suci jangan dicampur urusan
negara. Dalam Alquran 6000 ayat dan hanya 100 ayat yang
mengatur ibadat dan akhirat sisanya mengenai tata negara dan
wawasan keduniaan, sudah 1400 tahun hukum Islam di
berlakukan dibanyak negara Islam. Ada juga beranggapan bukan
agama Islam sudah sholat dan hukumnya wajib tidak cocok
dengan negara modern. Pemerintah Hindia belanda telah
mengganti hukum Islam tentang waris pada 1922 dan dijalankan
pada 1934, juga ada upaya mengganti hukum Islam dalam
pernikahan. Sudah banyak hukum Islam telah menjadi adat
istiadat yang dapat dilihat dalam budaya pedesaan. Sebagian
besar pahlawan yang berani melakukan implementasi

berdasarkan perjuangannya pada Islam. Mudah mudahan negara
indonesia baru nanti berdasarkan islam dan menjadi negara yang
tegak ,teguh, kuat, dan kokoh.

4. Substansi Pidato Prof. Dr. Mr. Soepomo pada tanggal
31 Mei 1945
Syarat mutlak adanya suatu negara harus ada daerah, rakyat,
dan pemerintah yang berdaulat menurut hukum internasional,
juga syarat mutlak tentang pembelaan tanah air. Tentang syarat
mutlak pertama yaitu daerah, saya setuju daerah batas Hindia
Belanda, tetapi jika wilayah lain ingin bergabung, seperti contoh
Negari Malaka dan Borneo Utara kita tidak berkeberatan terutama
bukan yang menentukan tapi saudara saudara kita yang ada di
Malaka dan
Borneo Utara. Tentang syarat mutlak kedua yaitu rakyat sebagai
warga negara, tentunya penduduk asli Indonesia langsung
menjadi warga negara, sedangkan warga peranakan yang
berkeinginan menjadi warga negara harus diterima menjadi
warga negara. Yang perlu dijaga adalah tidak terjadi
kewarganegaraan rangkap atau kehilangan kewarganegaraan.
Syarat mutlak kerja yaitu pemerintah berdaulat menurut
hukum internasional. Menurut dasar apa negara yang akan kita
dirikan. Ada 3 uraian negara yaitu:
a. Persatuan negara (cenheidsetaat) atau negara serikat
(Brudstaat) atau sebagai perubahan negara (sttenbond)

b. Bagaimana hubungan negara dengan agama
c. Apakah Republik atau Monarkhi
Untuk itu perlu kita ketahui dulu tentang negara dan teori
berbangsa serta aliran pikiran tentang negara. Untuk
pemerintahan berdaulat menurut hukum internasional, kita
harus membicarakan dasar sistem pemerintahan, apakah
persatuan negara, atau negara serikat atau persekutuan
negara, bagaimana hubungan negara dan agama, serta apakah
berbentuk republik atau monarki. Untuk itu, perlu kita ketahui
dulu tentang negara.
a. Teori Individualisme Thomas Hobbes dan John Locke, Jean
Jaques Rosseau, Herbert Spencer, serta H.J. Larki mengatakan
bahwa negara ialah masyarakat hukum yang disusun atas
kontrak di antara seluruh individu di dalam masyarakat tersebut.
Dasar individualisme ada di negeri Eropa Barat dan Amerika.
b. Teori Golongan Karl Marx, Engel, dan Lenin mengatakan
bahwa negara adalah alat dari golongan (kelas) untuk menindas
golongan
(kelas) lain. Negara kapitalis adalah alat kaum borjuis untuk
menindas kaum buruh. Oleh sebab itu, perlu ada revolusi kaum
buruh merebut kekuasaan agar kaum buruh ganti menindas
kaum borjuis.
c. Teori Integralistik Spinoza, Adam Muller, dan Hegel mengatakan
bahwa negara bukan untuk kepentingan individu atau golongan,
melainkan untuk menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya
sebagai persatuan. Negara merupakan susunan masyarakat
yang integral. Semua golongan menyatu sebagai masyarakat
organis.Negara tidak memihak pada golongan yang besar atau
kuat, juga tidak mementingkan kepentingan individu, tetapi
menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai
persatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Kita tidak dapat
meniru negara lain dan mencontoh dari luar hanya sebagai
peringatan saja. Tiap-tiap negara mempunyai corak sendiri dan
mempunyai kultur sosial sendiri sehingga yang baik bagi suatu
negara belum tentu baik bagi negara lain. Struktur negara
Indonesia harus disesuaikan dengan struktur sosial Indonesia
sendiri. Sistem Eropa Barat dengan individualisme dan

liberalisme telah memisahkan individu dari masyarakat sosialnya
dan saat ini telah terjadi krisis rohani di sana. Sifat ini harus kita
jauhkan dari pembangunan negara Indonesia. Dasar susunan
negara Uni Soviet yang diktator proletariat mungkin cocok
dengan kondisi sosial negeri Uni Soviet, tetapi dasar pengertian
negara itu bertentangan dengan sifat asli masyarakat Indonesia.
Negara Jerman dengan nasional sosialisnya sekarang
menyerah dalam peperangan ini. Prinsip totaliter berkaitan
dengan persamaan darah serta daerah dalam hubungan antara
pemimpin dan rakyatnya. Prinsip nasional sosialis merupakan
prinsip persatuan antara pemimpin dan rakyat dan hal ini sesuai
dengan adat ketimuran. Negara Dai Nippon berdasarkan atas
persatuan kekal antara kaisar, negara, dan rakyat. Tennoo
adalah pusat rohani seluruh rakyat dan negara yang bersandar
atas kekeluargaan. Dasar persatuan dan kekeluargaan ini sangat
cocok untuk Indonesia. Semangat kebatinan dan struktur
kerohanian bangsa Indonesia bersifat dan bercita-cita persatuan
hidup, persatuan kawula dan gusti, persatuan mikrokosmos dan
makrokosmos, persatuan antara rakyat dan pemimpinnya. Sifat
tata negara asli Indonesia masih dapat dilihat sampai saat ini
berupa desa, baik di Jawa maupun di luar Jawa yang
pemimpinnya bersatu dengan rakyatnya. Kepala rakyat yang
memegang adat senantiasa bermusyawarah dengan rakyatnya.
Dalam suasana persatuan antara rakyat dan pemimpinnya,
semua golongan diliputi suasana gotong royong semangat
kekeluargaan. Negara Indonesia nanti harus sesuai dengan sifat
dan corak masyarakatnya maka negara harus mengikuti aliran
integralistik, yaitu negara yang bersatu dengan rakyatnya dan
mengatasi seluruh golongan dalam lapangan apa pun. Teori
negara integralistik tidak mengesampingkan adanya golongan
dan individu.
Negara mengakui dan menghormati adanya golongan dalam
masyarakat nyata, tetapi semua individu dan golongan akan insaf
pada kedudukannya sebagai bagian dari organik dan negara
seluruhnya.
Dalam negara persatuan ini hendaklah dipisahkan antara
agama dan negara. Kita tidak akan mendirikan negara Islam.

Pengertian negara Islam berbeda dengan pengertian "Negara
berdasar cita-cita hukum agama Islam." Pada negara Islam,
negara dan agama adalah satu. Turki sebelumnya adalah negara
Islam, tetapi sejak 1924 Turki tidak lagi negara Islam walaupun
rakyatnya hampir seluruhnya beragama Islam. Mesir, Irak, Iran,
dan Saudi Arabia, masih negara
Islam. Kita tidak akan meniru negara lain dalam menyusun
negara Indonesia, tetapi harus melihat pada keistimewaan
masyarakat Indonesia yang nyata. Indonesia mempunyai sifat
berbeda dengan
Mesir, Irak, Iran, dan Saudi Arabia. Kita berada di Asia dalam
lingkungan yang bukan Islam krpus. Di Mesir, Irak, dan Iran pun
masih ada aliran pikiran yang mempersoalkan penyesuaian
hukum syariah dengan kebutuhan internasional dan kebutuhan
modern aliran zaman sekarang. Jika kita akan mendirikan negara
Islam, pemikiran tersebut akan timbul di negara kita sehingga kita
tidak mendirikan negara persatuan karena mendirikan negara
Islam berarti negara mempersatukan diri dengan golongan
terbesar yang akan menimbulkan minderhedan golongan agama
keci l .

Hendaknya kita mendirikan negara nasional yang bersatu
dalam arti totaliter. Negara bersatu ini bukan negara yang tidak
beragama.
Negara bersatu ini tetap memelihara budi pekerti luhur dan
memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur yang
semuanya itu memakai dasar moral yang dianjurkan oleh agama
Islam. Kita tidak mendirikan negara federasi, tetapi negara
persatuan. Mengenai sentralisasi dan desentralisasi, hal itu
bergantung pada masa, tempat, dan soal bersangkutan. Apakah
monarki atau republik, itu hanya masalah bentuk. Yang penting
adalah bagaimana kepala negara menyatu dengan rakyatnya.
Cara mengangkat pemimpin jangan meniru cara Barat karena
alirannya individualisme sehingga amat berbeda dengan corak
Indonesia. Untuk menjamin kepala negara terus menyatu dengan

rakyat harus dibentuk badan permusyawaratan. Kepala negara
harus terus bergaul dengan badan ini supaya mengetahui terus
apa keinginan rakyat. Menyatunya pemimpin dengan rakyatnya
harus diteruskan sampai pada tingkat kepala daerah, bahkan
sampai pada tingkat kepala desa atau kepala adat.
Dalam negara integralistik, hubungan negara dengan
ekonomi menggunakan sistem sosialisme negara yang
mengatur bahwa perusahaan penting akan diurus negara.
Namun, negara akan menentukan di mana, pada masa apa,
perusahaan apa yang dapat dikelola oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah, atau oleh swasta demi kepentingan negara
dan rakyat. Mengenai masalah tanah, negara menguasai seluruh
dan tambang-tambang penting dikuasai negara. Namun, tanah
pertanian tetap dipegang oleh petani mengingat sebagian besar
rakyat Indonesia adalah petani. Dalam lapangan ekonomi negara
akan bersifat kekeluargaan. Oleh sebab itu, sistem koperasi
harus menjadi dasar ekonomi Indonesia.

5. Substansi pidato Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945
Selama tiga hari berturut-turut sudah banyak yang berpidato,
tetapi yang diutarakan bukan yang diperlukan BPUPKI, yaitu
dasar negara (philosophische grondslag). Apa arti merdeka?
Merdeka merupakan suatu kemandirian politik (political
independence).
Jangan terlalu "jelimet" mengartikan merdeka, jangan harus
ada ini dan itu. Saudi Arabia merdeka ketika lebih dari 80 persen
rakyatnya buta huruf. Kemerdekaan itu bagai jembatan dan di
seberang jembatan. Itulah prinsipnya, kita sempurnakan
masyarakatnya. Jangan gentar dan jangan jelimet memikirkan
harus ada ini dan itu baru merdeka, tapi kita harus merdeka
sekarang, sekarang, dan sekarang. Uni Soviet, Saudi Arabia,
Amerika
Serikat,
ternyata
sanggup
mempertahankan
kemerdekaannya. Apabila kemerdekaan dibandingkan dengan
perkawinan, ada yang berani lekas kawin, ada yang takut, ada
yang harus tunggu punya rumah, dan sebagainya baru kawin.

Saudara kita si Marhaen berani kawin walaupun cuma punya satu
tikar dan gubug. Kita sekarang mau merdeka atau tidak.
Di dalam Indonesia merdeka barulah kita memerdekakan
rakyat kita satu per satu. Di dalam Indonesia merdeka kita
sehatkan dan sejahtera rakyat kita. Kalau kita sudah bicara
tentang merdeka, kita bicarakan mengenai dasar, philosophische
grondslag, weltanschaung.
Hitler mendirikan Jerman di atas national sozialistische
weltanschaung.
Lenin mendirikan negara Soviet dengan Marxistische, Nippon
mendirikan Dai Nippon di atas Tennoo Koodoo Seishin. Ibnu,
yaitu Islam Saud mendirikan negara Saudi Arabia di atas dasar
agama. Weltanschaung harus kita bulatkan dulu sebelum
Indonesia merdeka dan para idealis di dunia bekerja mati-matian
untuk menyusun dan merealisasikan weltanschaung mereka.
Lenin mendirikan Uni Soviet dalam 10 hari di tahun 1917, tetapi
weltanschaung-nya sudah dipersiapkan sejak 1895. Adolf Hitler
berkuasa pada tahun 1935, tetapi weltanschaung-nya sudah
dipersiapkan sejak 1922. Dr. Sun Yat Sen mendirikan negara
Tiongkok pada tahun 1912 tapi weltanschaung-nya sudah
dipersiapkan sejak 1885, yaitu San Min Chu I.



Kebangsaan
Kita tidak mendirikan negara buat satu orang, satu golongan,
tetapi buat semua sehingga dasar pertama untuk negara
Indonesia adalah dasar kebangsaan. Kita mendirikan suatu
negara kebangsaan Indonesia. Dasar kebangsaan bukan
kebangsaan dalam arti sempit. Arti bangsa menurut Ernest
Renan, “Le desir d'etre ensemble”, 'kehendak akan bersatu'.
Otto Bauer juga menyatakan “bangsa adalah persatuan
perangai karena persatuan nasib”. Kedua definisi ini memang
sudah ketinggalan begitu muncul ilmu baru geopolitik di mana
persatuan manusia dengan tempat menjadi objeknya. Kita bukan
cuma membicarakan bangsa, melainkan juga tanah airnya.

Rakyat Minangkabau yang ada dimana-mana merasakan
desir d'etre ensemble walaupun Minangkabau hanya bagian kecil
dari nusantara, demikian juga masyarakat Jogja, Sunda, dan
Bugis. Nationale staat meliputi seluruh bangsa Indonesia dan
seluruh wilayah Indonesia yang merupakan satu kesatuan. Dalam
sejarah kita cuma dua kali mengalami nationale staat, yaitu di
masa Sriwijaya dan Majapahit.
Di masa Mataram memang merdeka, tetapi tidak nationale
staat. Orang Tionghoa klasik tidak mau kebangsaan karena
mereka memeluk paham Kosmopolitisme, tetapi untung ada Dr.
Sun Yat Sen yang mengubah paham tersebut.



Internasionalisme
Dasar kebangsaan ada bahayanya, yaitu dapat menimbulkan
chauvinisme yang bisa mengarah pada Indonesia uber alles. Kita
cinta tanah air yang satu, merasa berbangsa satu, dan punya
bahasa yang satu, tetapi Indonesia hanya satu bagian kecil
dunia. Kita akan mendirikan negara Indonesia merdeka sekaligus
menuju pada kekeluargaan bangsa-bangsa, internasionalisme
tidak berarti kosmopolitisme yang meniadakan bangsa.
Internasionalisme tidak dapat hidup subur bila tidak berakar di
buminya nasionalisme, sedangkan nasionalisme tidak dapat
hidup di taman sarinya internasionalisme. Prinsip pertama dan
kedua saling bergandengan erat.



Mufakat, Perwakilan, dan Permusyawaratan
Kita tidak mendirikan negara untuk satu orang, satu golongan,
tetapi semua untuk semua, satu buat semua, semua buat satu,
dan agar negara menjadi kuat perlu permusyawaratan
perwakilan. Untuk pihak Islam inilah tempat terbaik untuk
memelihara agama. Dengan cara mufakat kita perbaiki semua hal
yang bersangkut paut agama.

Golongan agama dapat memanfaatkan
memperjuangkan kepentingannya.



dasar

ini

untuk

Kesejahteraan Sosial
Selama tiga hari belum terdengar prinsip kesejahteraan,
prinsiptidak ada kemiskinan di Indonesia. Apakah kita mau
merdeka dengan kaum kapitalis merajalela ataukah rakyatnya
yang sejahtera? Di Eropa dan Amerika ada badan perwakilan,
tetapi nyatanya kapitalis merajalela di sana. Demokrasi yang kita
perlukan bukanlah demokrasi Barat, melainkan demokrasi yang
memberi penghidupan, yaitu demokrasi politik ekonomi yang
mampu mendatangkan kesejahteraan sosial.
Kita mengenal cerita Ratu Adil di mana rakyat miskin
berjuang dan menciptakan dunia baru yang lebih sejahtera yang
dipimpin oleh Ratu Adil. Kita tidak saja memiliki persamaan
politik, tetapi juga persamaan ekonomi, yaitu kesejahteraan
bersama. Badan permusyawaratan kita bukan saja badan
permusyawaratan politik demokrasi, melainkan juga mewujudkan
dua prinsip, yaitu politiche rechtvaadigheid dan sociale recht
vaardigheid. Dalam badan permusyawaratan kita bicarakan
segala hal, termasuk urusan kepala negara. Diharapkan semua
kepala negara harus dipilih dan negara bukan monarki.



Ketuhanan
Kita sudah punya empat prinsip, yaitu kebangsaan Indonesia
internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau
demokrasi dan kesejahteraan sosial. Prinsip yang kelima adalah
ketuhanan. Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi setiap
orang Indonesia hendaknya bertuhan dengan tuhannya sendiri.
Hendaknya rakyat bertuhan secara kebudayaan, dengan tiada
egoisme agama. Marilah kita jalankan agama secara
berkeadaban, saling menghormati.
Ketuhanan yang berbudi pekerti luhur. Kelima dasar ini tidak
dinamakan Pancadharma karena dharma berarti kewajiban,

sedangkan kita saat ini membicarakan dasar. Kelima dasar ini
dinamakan Pancasila karena sila berarti asas atau dasar. Jika
ada yang tidak senang, angka lima dapat diperas. Kebangsaan
dan internasionalisme kebangsaan serta peri kemanusiaan
diperas
menjadi
socio-nasionalisme.
Demokrasi
dan
kesejahteraan diperas menjadi satu menjadi socio-democratie
dan tinggal ketuhanan yang saling menghormati. Dari lima
tinggal tiga, yaitu socio-nasionalisme, socio democratie, dan
ketuhanan. Ketiga dasar ini dinamakan Trisila.
Jika tidak senang dengan angka tiga dan minta satu dasar,
negara Indonesia adalah semua buat semua, ada kata Indonesia
tulen, yaitu gotong royong. Negara Indonesia yang kita dirikan
harus berdasarkan gotong royong dan dasar yang satu ini
dinamakan Ekasila.
Tidak ada satu pun weltanschaung yang menjelma menjadi
realitas tanpa perjuangan. Jika ingin merealisasikan Pancasila,
perlu perjuangan. Dengan berdirinya negara Indonesia tidak
berarti perjuangan selesai. Justru, kita baru memulai perjuangan,
tetapi sifat dan coraknya lain.
Sesudah sidang resmi pertama, ada beberapa sidang tidak
resmi selama masa reses, antara lain, sidang Panitia 9 yang
membahas Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar.
Sidang ini ditangani oleh Moh. Hatta, Muh. Yamin, Subardjo,
Maramis, Ir. Soekarno, K.H Abdul Kahar Muzakir, Wachid Hasyim,
Abikusno Tjokro Soejoso, dan Haji Agus Salim. Mereka berhasil
menyusun konsep Pembukaan UUD Indonesia merdeka yang
mereka namakan Piagam Djakarta dan ditandatangani pada
tanggal 22 Juni 1945. Konsep ini dilaporkan oleh Ir. Soekarno
dalam sidang resmi kedua BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945. Di
dalam konsep ini dasar negara berbunyi, “Ketuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.” Setelah menyampaikan pembukaan
ini, Ir. Soekarno menambahkan, antara lain, “ masuk di dalamnya

ketuhanan dan terutama sekali kewajiban umat Islam untuk
menjalankan syariat Islam, masuk di dalamnya kebulatan
nasionalisme Indonesia, persatuan bangsa Indonesia masuk di
dalamnya, keadilan sosial, sociale recht vaardigheid masuk di
dalamnya. Maka oleh karena itu, panitia kecil penyelidik usul-usul
berkeyakinan bahwa inilah preambul yang dapat menghubungkan
dan mempersatukan semua aliran yang ada di kalangan anggotaanggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai ....”
Dalam tanya jawab selanjutnya, ada pertanyaan yang isinya
berkeberatan tentang dimasukkannya hal yang mewajibkan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya dengan alasan bahwa
hal ini dapat memunculkan permasalahan antara hukum adat dan
hukum agama, terutama dalam warisan (adat Minangkabau) dan
dalam masalah tanah (adat Maluku). Pertanyaan itu diajukan oleh
Latuharhary.
Jawaban Ir. Soekarno adalah, “Barangkali tidak perlu diulangi
bahwa preambul adalah hasil jerih payah untuk menghilangkan
perselisihan paham antara golongan yang dinamakan golongan
kebangsaan dan golongan Islam. Jadi, manakala kalimat ini tidak
dimasukkan, saya yakin bahwa pihak Islam tidak dapat menerima
preambul ini.” Haji Agus Salim juga menambahkan keterangan
yang ada sangkut pautnya adat Minangkabau dengan syariat
Islam.
Dalam sidang resmi kedua BPUPKI tanggal 14 Juli 1945,
Ketua Panitia UUD, Ir. Soekarno, melaporkan konsep
Pernyataan Indonesia Merdeka. Pernyataan kemerdekaan ini
mirip
Declaration
of
Independence
Amerika
Serikat.
Pernyataannya dimulai dengan bait pertama preambul UndangUndang Dasar (Djakarta Charter) yang dilanjutkan dengan
alasan-alasan Indonesia menyatakan kemerdekaannya, lalu
masuk bait kedua preambul. Selanjutnya, dalam bait ketiga
terdapat pernyataan “….... MENYATAKAN KEMERDEKAANNYA
....” yang tercetak dengan huruf kapital dan tebal. Dalam bait
keempat preambul, dasar negara masih seperti dalam Piagam
Djakarta. Dasar negara tidak ada perubahan sampai
BPUPKI selesai bersidang.

Dalam sidang pertama Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945 di gedung Tyunoo
Sangi Lu (sekarang Kementerian Luar Negeri), sidang diketuai
dan dibuka oleh Ir. Soekarno yang selanjutnya mempersilakan
Drs. Moh. Hatta sebagai wakilnya untuk menyampaikan pidato
yang isinya, antara lain, menghilangkan pernyataan Indonesia
merdeka dan pembukaan yang lama serta menggantinya dengan
pembukaan yang dirancang oleh panitia kecil. Selanjutnya,
pembukaan tersebut dibacakan dengan Bab IV Dasar Negara
yang sudah berbunyi, “Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.”Ki Bagus Hadikusumo menyarankan agar
pernyataan menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab dihilangkan saja.
Pada akhir sidang dimufakati bahwa pembukaan undangundang dasar yang dibacakan terdapat pada Bab IV Dasar
Negara yang isinya seperti yang ada saat ini, yaitu, “Ketuhanan
Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.” Dengan ini Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia dianggap sah.
Antara kedua pidato usul dasar negara tersebut, baik dari
Mr.Muh. Yamin maupun dari Ir. Soekarno terdapat banyak
substansi yang hampir sama. Keduanya sama-sama mengajukan
lima dasar dan sama-sama dimulai dengan kata kebangsaan.
Pada dasar kedua Muh. Yamin mengajukan peri kemanusiaan,
sedangkan Ir, Soekarno mengajukan internasionalisme/
perikemanusiaan.
Peri ketuhanan diusulkan sebagai dasar ketiga oleh Mr. Muh.
Yamin sementara Ir. Soekarno mengusulkannya pada dasar
kelima. Dasar keempat yang diajukan Mr. Muh. Yamin adalah
peri kerakyatan, permusyawaratan, perwakilan, dan

kesejahteraan. Sementara itu, Ir. Soekarno memasukkannya
pada dasar ketiga, yaitu mufakat, perwakilan, dan
permusyawaratan. Dasar kesejahteraan rakyat diusulkan menjadi
dasar kelima oleh Muh. Yamin, sedangkan Ir. Soekarno
mengusulkan kesejahteraan sosial menjadi menjadi dasar
keempat. Dasar pertama, baik oleh Mr. Muh. Yamin maupun Ir.
Soekarno diuraikan cukup panjang. Dasar kerakyatan oleh Mr.
Muh. Yamin juga diuraikan panjang dan lebih mendetail,
sedangkan oleh Ir. Soekarno dasar mufakat diuraikan tidak
begitu panjang dan mendetail. Mr. Muh. Yamin tidak memberi
nama kelima dasar yang ia usulkan, sedangkan Ir. Soekarno
memberi nama Pancasila. Bahkan, oleh Ir. Soekarno kelima
dasar tersebut masih bisa diperas menjadi tiga dasar dengan
nama Trisila dan masih bisa diperas lagi menjadi satu dasar
dengan nama Ekasila. Prof. Dr. Mr. Soepomo tidak memerinci
dasar per dasar dalam pidatonya, tetapi keseluruhan pidatonya
mengandung substansi paham integralistik yang kuat sekali.
Sayangnya, kumpulan pidato Drs. Moh. Hatta belum ditemukan
sampai saat ini. Namun, ada sedikit masukan bahwa pidato Drs.
Moh. Hatta yang menyangkut masalah hak individu kurang
terlihat dalam pidato Mr. Muh. Yamin ataupun Ir. Soekarno dan
tidak mungkin dimunculkan oleh Prof Dr. Mr. Soepomo yang
beraliran integralistik. Baik Mr. Muh. Yamin maupun Ir. Soekarno
menekankan negara kebangsaan adalah negara semua untuk
semua. Paham tersebut tidak integralistik dan tidak
individualistis. Sementara itu, paham integralistik sangat menitik
beratkan pada persatuan antara pimpinan dan rakyatnya serta
persatuan dalam negara seluruhnya (totaliter).
Ketika Ir. Soekarno menyampaikan Pancasila bisa diperas
menjadi Trisila dan Ekasila, pada dasar gotong royong Ir.
Soekarno sudah mendekati kesamaan substansi dengan pidato
Prof. Dr. Mr. Soepomo. Kebetulan Prof. Dr. Soepomo merupakan
ketua tim kecil perancang undang-undang dasar negara
Indonesia sehingga dalam batang tubuh UUD negara substansi
Integralistik terasa sekali.
Pengaruh aliran Islam cukup kuat dalam penyusunan dasar
negara dan Undang- Undang Dasar Negara Indonesia walaupun

tidak ada dari aliran Islam yang menyampaikan pidato untuk
dasar negara. Namun, dalam interupsi pada pidato serta dalam
tanya jawab pada sidang resmi kedua dan sidang-sidang tidak
resmi, terlihat sekali betapa kuatnya mereka ingin memasukan
kewajiban syariat Islam dalam dasar negara maupun dalam
batang tubuh Undang-Undang Dasar Negara.
Dari Tim 9 yang dibentuk untuk menyusun Preambule
Undang-Undang Dasar terjadi diskusi tawar-menawar cukup alot
antara aliran Islam dan nasional dan akhirnya muncul Preambule
Undang-Undang
Dasar
dengan
dasar
negara
yang
mencantumkan “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
para pemeluknya” yang kita kenal dengan Piagam Jakarta.
Paham komunis tidak masuk dalam penyusunan dasar
negara dan Undang-Undang Dasar negara karena organisasi ini
dibubarkan pemerintah Jepang. Jepang menganut paham
fasisme yang amat bertentangan dengan komunisme.
Suasana kebatinan ingin cepat merdeka dan ingin
memanfaatkan momentum yang ada (vacuum of power) ikut
memengaruhi para pendiri bangsa (founding fathers) dalam
menyusun dasar negara.
Hal ini disadari karena sebentar lagi Jepang akan kalah dan
sebentar lagi sekutu akan mendarat di pusat kekuasaan di
Indonesia yang ikut diboncengi pemerintahan Belanda atau
Nederlandsch Indië Civil Administratie (NICA). Sementara itu,
para petinggi Jepang di Jakarta ikut dalam sidang BPUPKI
sehingga pengaruh kehadiran mereka cukup besar dalam
penyusunan dasar negara dan Undang-Undang Dasar Negara.
Salah satunya adalah pembuatan dokumen Pernyataan
Kemerdekaan Indonesia yang ingin mencontoh dokumen
Declaration of Independence-nya Amerika Serikat. Didalam
dokumen ini tertulis peran besar angkatan perang Jepang dalam
membebaskan Indonesia dari penjajahan negara Barat (Belanda)
dan akhirnya memerdekakan Indonesia pada akhir Perang Dunia
II. Pada tanggal 18 Agustus saat sidang pertama PPKI ketika
Jepang sudah menyerah dan Indonesia sudah merdeka, pada
awal sidang langsung dinyatakan bahwa Pernyataan

Kemerdekaan dan Pembukaan Undang-Undang Dasar lama
dihilangkan dan diganti dengan pembukaan yang baru.
Dalam dokumen itu pernyataan “kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluknya” sudah tidak ada lagi. Luapan
kegembiraan merdeka serta suasana kekeluargaan yang kuat
dan kewaspadaan yang tinggi untuk menghadapi ancaman
sekutu sementara tentara Jepang masih menunjukkan
keberadaannya telah menyelimuti para pendiri bangsa (founding
fathers) untuk terus bermufakat mengatasi perbedaan pendapat.
Munculnya kerelaan untuk lebih mendahulukan kepentingan
bangsa daripada kepentingan kelompok atau aliran telah
menghasilkan kesepakatan mengesahkan dasar negara pada
tanggal 18 Agustus 1945. Tidak semua masalah prinsip telah
diselesaikan dengan mufakat karena masalah bentuk negara
(monarki atau republik) diputuskan melalui voting.

B. PANCASILA SEBAGAI FALSAFAH HIDUP DAN PANDANGAN
HIDUP BANGSA
1. Pengalaman Masa Penjajahan
Pengalaman atas penjajahan selama tiga setengah abad
menumbuhkan hasrat yang kuat untuk hidup bebas sebagai
dambaan bangsa. Pengalaman atas penderitaan dan
kemiskinan selama itu melahirkan kesadaran akan prinsip
kemanusiaan dan keadilan. Pengalaman akan kebodohan dan
keterbelakangan membangkitkan harga diri dan semangat
untuk maju. Sementara itu, pengalaman akan kelemahan dan
ketidak berdayaan menumbuhkan solidaritas dan komitmen
terhadap sesama bangsa sebagai satu kekuatan. Inti berbagai
pengalaman dan semangat itu pada dasarnya merupakan
tuntuta