bahan ajar telaah buku teks

(1)

PAPARAN PERKULIAHAN

TELAAH BUKU TEKS

(KB214352)

PENGAMPU : MUJIMIN, S.Pd

SEMESTER : V/2014

PROGDI : PENDIDIKAN BAHASA JAWA

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA JAWA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNNES 2014

Minggu

Ke- Materi Pokok Sumber Acuan

1 Kontrak Perkuliahan


(2)

3 Jenis Buku 5, 7, 1

4-5 Hakikat Buku Teks 5

6 Jenis Buku Teks 5,7

7 Keunggulan dan Kelemahan Buku Teks 5,7

8 Kurikulum dan Buku Teks 7

9-10 Standar KualitaS Buku Teks 2,3

11-14 Praktik Menelaah Buku Teks

` UTS dan UAS (menyesuaikan)

BAB I BAHAN AJAR

A. Pendahuluan

Pembelajaran merupakan suatu proses, dalam arti sebagai suatu kegiatan yang disadari dan terencana. Jadi kegiatan pembelajaran bukan suatu kejadian yang alami dan terjadi secara otomatis. Segala kegiatan atau tindakan yang dilakukan oleh guru maupun siswa terlebih dahulu direncanakan secara seksama. Rencana pembelajaran sendiri harus direncanakan secara sistematis, terutama oleh pihak guru mulai dari penyusunan program, penyediaan bahan ajar, pelaksanaan sampai penilaiannya.


(3)

Sebagai sutu proses yang terencana, kegiatan pembelajaran memiliki ciri-ciri tertentu. Dalam kaitan ini ada sejumlah aspek yang dipandang mencirikan suatu kegiatan pembelajaran. Aspek tersebut antara lain; adanya tujuan yang ingin dicapai, adanya prosedur untuk mencapai tujuan, adanya materi ajar yang menjadi bahan garapan dalam proses pembelajaran. Selain itu, juga adanya aktifitas murid dan guru, pembatasan waktu, dan diakhiri evaluasi.

Pada bab ini mahasiswa akan mermpelajari salah satu aspek di atas yaitu bahan/materi ajar. Sesuai dengan pendekatan pembelajaran yang disarankan saat ini yaitu kontekstual, maka bahan ajar ini akan menjadi sangat penting bagi tiap-tiap kegitan pembelajaran.

Bahan ajar dapat digunakan untuk membantu pembelajar dan orang yang belajar dalam sebuah interaksi pembelajaran, sehingga pembelajar tidak harus terlalu banyak menyajikan materi di dalam kelas. Hal ini akan berdampak positif terhadap pembelajar maupun peserta didik. Bagi pembelajar ia akan memiliki banyak waktu untuk dapat membimbing peserta didik. Bahan ajar juga dapat membantu peserta didik dalam proses belajar, sehingga tidak terlalu tergantung kepada pembelajar (guru).

Strategi yang digunakan dalam bab ini adalah strategi eksploratif, yaitu menggali sebanyak mungkin hal-hal yang dapat dijadikan bahan ajar. Dari temuan hasil eksplorasi tersebut selanjutnya diklasifikasikan ke dalam kelompok-kelompok sesuai kriteria tertentu. Selanjutnya diadakan pemilihan yang sesuai dengan standar kompetensi maupun kompetensi dasar bahasa Jawa bagi siswa pendidikan dasar maupun menengah.


(4)

Tujuan khususnya mahasiswa dapat memilih bahan ajar untuk menjabarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar dari kurikulum bahasa Jawa baik pada jenjang pendidikan dasar maupun sekolah menengah.

B. Pengertian

Yang sering terjadi pada sebuah proses pembelajaran adalah guru meberikan informasi atau menyajikan materi kepada siswa, guru juga membantu siswa untuk memahami yang disajikan dan jika memungkinkan menerapkan materi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan semacam ini guru menjadi pusat informasi dan ilmu pengetahuan.

Namun, dalam era globalisasi sekarang ini informasi baru selalu bertambah setiap saat, sehingga fungsi guru sebagai sumber informasi tunggal tidak memungkinkan lagi. Dalam situasi seperti itu guru dapat membantu siswa belajar agar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan yang disajikan. Demikian ini fungsi guru sebagai fasilitator.

Agar mendapatkan kepuasan dalam mengajar seorang guru tentunya tidak hanya menggunakan satu sumber saja. Berbagai sumber digunakan agar pengetahuan yang diberkan kepada para siswa menjadi lebih luas dan berbobot. Sumber yang digunakan oleh guru tentu saja tidak serta merta dipaksakan kepada para siswa untuk mendapatkanya. Karena hal itu akan memberatkan para siswa.

Untuk mengatasi hal tersebut, salah satunya dengan menyusun bahan ajar bagi para siswanya. Bahan ajar yang dirancang dan dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip instruksional yang baik akan dapat membantu para siswa dalam proses belajar.


(5)

Bahan ajar adalah segala bahan atau materi pembelajaran yang disusun secara sistematis yang digunakan oleh guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran (Pannen, 2005:6). Bahan ajar merupakan sesuatu yang harus dipecahkan bersama antara guru dengan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Melalui bahan ajar inilah guru dan siswa bergulat dalam sebuah proses pembelajaran. Oleh karena itu, bahan ajar bukan hanya sesuatu yang berbentuk tulisan, namun juga bisa berupa benda asli, benda buatan, aktivitas, buku, brosur dan sebagainya.

Cakupan bahan ajar sangat luas, sehingga kita perlu mencermati dan memilih, bahan ajar mana yang sesuai dengan sebuah standar kompetensi atau kompetensi dasar yang akan kita ajarkan. Agar lebih jelas mari kita perhatikan penjelasan lebih lanjut di bawah ini.

C. Jenis Bahan Ajar

Pada uraian sebelumnya dijelaskan bahwa bahan ajar itu tidak hanya satu macam saja. Setiap mata pelajaran mempunyai karakteristik tertentu yang tidak dimiliki oleh mata pelajaran yang lainnya. Meskipun demikian tentunya ada jenis bahan ajar yang dapat digunakan oleh semua mata pelajaran. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas di bawah ini akan diklasifikasikan berbagai jenis bahan ajar.

1. Objek langsung sebagai bahan ajar.

Objek langsung atau benda langsung merupakan bahan ajar yang paling baik digunakan dalam proses pembelajaran, karena sifatnya yang asli. Objek langsung tidak direkayasa. Misalnya pelajaran hukum bahan ajarnya adalah menyaksikan secara langsung jalannya sebuah persidangan di pengadilan akan lebih mudah diingat dari sekedar menghafal proses


(6)

bahasa dan sebagainya juga dapat menggunakan objek langsung.

2. Model/tiruan sebagai bahan ajar

Tidak semua objek langsung dapat dihadirkan ke dalam kelas. Tidak semua guru dapat membawa peserta didiknya kepada sebuah objek langsung sebagai bahan ajarnya. Oleh karena itu, rekayasa adalah jalan tengah terbaik untuk menjembatani kesenjangan tersebut. Bidang-bidang tertentu menggunakan model atau tiruan sebagai bahan ajar, misalnya; bahasa menggunakan rekaman kaset atau CD karena tidak dapat menghadirkan percakapan langsung dari sumbernya.

3. Kliping sebagai bahan ajar.

Kliping merupakan kumpulan tulisan sejenis yang dikumpulkan dan disusun untuk kepentingan pengarsipan pada bidang tertentu. Kliping ditulis oleh orang lain dengan membahas hal yang sama dari sudut pandang yang berbeda. Kliping juga dapat digunakan sebagai bahan ajar, tentu saja dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

4. Rigkasan materi sebagai bahan ajar

Manakala materi tersebut terlalu luas kita dapat mereduksinya dengan cara meringkas. Ringkasan ini tentunya lebih menarik karena hanya berisi pokok-pokoknya saja. Selain itu bahasanya juga sederhana sehingga akan mudah dipahami. Namun ringkasan akan banyak kekurangan karena minimnya penjelasan yang dapat menjadikan salah tafsir terhadap suatu materi.

5. Buku sebagai bahan ajar

Buku merupakan bahan ajar yang lazim digunakan untuk semua bidang . Hampir semua disiplin ilmu mendokumentasikan ilmunya ke dalam sebuah buku. Buku merupakan jawaban atas segala kekurangan bahan-bahan ajar


(7)

sebelumnya. Karena buku disusun dengan kaidah tertentu baik dari segi isi, penyampaian materi, bahasa, dan penampilan.

Selain tersebut di depan, masih banyak lagi jenis bahan ajar yang belum diuraikan di sini. Mahasiswa dapat merefleksi kembali uraian ini agar dapat menemukan bahan ajar yang tepat untuk mata pelajaran bahasa Jawa.

BAB II JENIS BUKU

A. Pendahuluan

Buku merupakan salah satu perangkat pembelajaran yang sangat penting dan sangat bermakna dalam memacu, memajukan, mencerdaskan, dan menyejahterakan bangsa. Kepentingan buku sebagai sarana belajar tercermin melalui beberapa semboyan tentang buku, diantaranya; “Buku adalah guru yang baik tanpa pernah bertatap muka”, “Buku adalah guru yang tak pernah jemu”, “Buku adalah jendela informasi dunia”, bahkan, Unesco mencanangkan semboyan book for all, buku untuk semua.

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa buku pelajaran berperan secara maknawi dalam prestasi belajar siswa. Dalam laporan World Bank (1989) mengenai Indonesia bahwa tingkat kepemilikan siswa akan buku dan fasilitas lain berkorelasi dengan prestasi belajar siswa. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Supriadi (1997) yang menyatakan bahwa tingkat kepemilikan buku berkorelasi positif dan bermakna dengan prestasi belajar. Hal ini membuat banyak negara di dunia ini berinvestasi besar-besaran untuk pengadaan buku pelajaran, termasuk Indonesia.

Peningkatan pengadaan buku pelajaran dari segi kuantitas perlu diikuti dengan perhatian terhadap kualitas. Perhatian ini


(8)

Waktu belajar yang digunakan siswa untuk bertatap muka dengan guru sangatlah terbatas. Sisanya, digunakan siswa untuk membaca sendiri di rumah, perpustakaan, atau di kelas. Oleh sebab itu, buku yang berkualitas yang digunakan belajar para siswa akan menjamin efektivitas belajar.

Pada bab ini mahasiswa diajak mempelajari berbagai jenis buku yang sering dipergunakan di sekolah yang akhirnya dapat mengidentifikasi buku-buku tersebut untuk dikelompokkan sesuai fungsinya. Hal ini akan sangat bermanfaat jika mengelola sebuah lembaga pendidikan karena ruh dari lembaga itu ada pada seberapa banyak buku yang disediakan sebagai salah satu sumber belajar para siswanya. Pada tujuan khususnya mahasiswa diharapkan mampu membedakan dan memberi contoh antara buku sumber, buku bacaan, buku teks, buku pegangan guru, dan buku kerja. Agar lebih jelas lihatlah Permendiknas No. 2 Tahun 2008 tentang Buku

B. Buku Bacaan

Buku bacaan adalah buku yang dimaksudkan untuk mendorong minat siswa dalam hal membaca (pusbuk, 2005). Buku ini penulisannya tidak didasarkan pada kurikulum dan tidak dikembangkan untuk keperluan pembelajaran. Meskipun demikian, buku bacaan sangat menunjang proses pembelajaran. Tidak kita pungkiri bahwa kebiasaan anak membaca dimulai dari membaca buku-buku bacaan ringan. Anak akan malas jika disuruh membaca buku pelajaran. Manfaat yang dapat diperoleh dari kebiasaan membaca buku bacaan adalah perilaku membaca. Jika anak sudah mempunyai budaya membaca ketika berhadapan dengan buku-buku pelajaranpun tidak akan malas membacanya.

Permasalahan yang timbul manakala anak tidak gemar membaca atau budaya membaca anak rendah, siapa yang disalahkan? Di mana letak kesalahannya? Apanya yang salah?


(9)

Selama ini anggapan kita tentang budaya membaca perlu ditinjau kembali. Selama ini membaca kita identikan dengan usia sekolah, sehingga anak diajari membaca ketika ia masuk ke bangku sekolah. Apakah masa ini sudah tepat untuk memberikan kebiasaan membaca?

Perkembangan otak paling pesat terjadi pada rentang usia nol sampai empat tahun (Adhim 2004:47). Delapan puluh persen ukuran otak kita pada masa dewasa bahkan ditentukan pada dua tahun pertama usia kita. Sayangnya pendidikan kita justru dirancang untuk anak-anak usia enam tahun ke atas. Pendidikan prasekolah yang menggarap masa-masa strategis ini ironisnya kurang inovatif. Pada jenjang ini hanya mendasarkan pada apa yang bisa diterima anak pada usia sesudahnya bukan menggali potensi anak pada saat ini memiliki kemampuan apa yang dapat dikembangkan pada usia sesudahnya. Karena pada masa inilah rangsangan belajar paling efektif dilakukan.

Mungkin kisah Jennifer (baca lebih lanjut Membuat Anak Gila Membaca) yang diperdengarkan kaset cerita pada usia dua bulan ketika ia dirawat di rumah sakit menjadi contoh bagaimana rangsangan membaca pada usia dini tidak saja membuat otak bekerja dengan baik, tetapi IQ anak itu sendiri menjadi meningkat.

Sesungguhnya setiap anak yang lahir memiliki motivasi belajar. Hal ini merupakan ciri khas spesies manusia. Secara alamiah, anak-anak adalah penjelajah yang selalu ingin tahu. Mereka mengamati lingkungan dan mencoba memahaminya. Anak yang sedang belajar berjalan suka berkeliling-keliling meski tanpa arah, dengan sepenuh hati, ia mendorong dan menarik segala sesuatu yang bisa dijangkaunya untuk mengetahui barang apakah gerangan ini.


(10)

pramembaca sangat berperan dalam menumbuhkan minat baca yang akhirnya dapat menciptakan budaya membaca pada anak-anak kita.

C. Buku Sumber

Buku sumber adalah buku yang dijadikan rujukan atau referensi oleh guru maupun siswa (pusbuk, 2005:4) Penyusunan buku ini juga tidak didasarkan pada kurikulum ataupun keperluan belajar, namun lebih pada pengungkapan dan pendokumentasian ilmu pengetahuan atau hasil penemuan terbaru. Yang termasuk kategori buku jenis ini adalah ensiklopedi, atlas, kamus, dan sebagainya.

Sesuai dengan namanya, buku rujukan ini rentang waktu penggunaannya tidak terbatas. Usia penggunanya pun tidak dibatasi. Namun sekarang telah terbit buku-buku referensi yang dikhususkan untuk anak-anak sehingga bahasa dan cakupan materinya pun disesuaikan.

D. Buku Pegangan Guru

Buku adalah hasil pemikiran seseorang yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Demikian pula buku pelajaran, merupakan buah pemikiran dari penyusun yang diperuntukkan dalam proses pembelajaran. Buku yang merupakan tempat penuangan pemikiran itu tentunya tidaklah sama persis seperti apa yang tersimpan dalam pikiran penulisnya. Hasil penuangan mungkin belum cukup mampu menampung segala kehendak yang diharapkan penulis. Karena sifat buku yang memiliki keterbatasan.

Guru sebagai mediator buku pelajaran adalah sosok pendidik yang mempunyai berbagai kekurangan dan kelebihan. Dengan kata lain apa yang diinginkan oleh pengarang yang tertuang dalam buku pelajaran belum tentu dapat diserap atau dipahami sepenuhnya oleh guru. Dalam hal ini apakah penyusun/pengarang tidak menyadari


(11)

kemunginan adanya penyimpangan dalam penggunakan buku hasil karyanya? Tentu hal ini sudah menjadi perhitungan penulis manakala buku pelajaran tersebut dikerjakan. Lalu apa bentuk pertanggungjawaban penulis agar para pengguna terutama guru tidak keliru atau menyimpang dalam menggunakan bukunya? Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh pengarang.

Pertama, mengadakan bedah buku karyanya. Pengarang sebagai nara sumber lalu mengumpulkan para guru untuk diajak menyatukan pemahaman terhadap sebuah buku yang ditulis nara sumber agar nanti tidak terjadi penyimpangan. Hal ini telah banyak dilakukan oleh penulis baik atas prakarsa penulis, penerbit, maupun atas prakarsa para guru melalui berbagai lembaga profesi. Meskipun dapat bertemu dan berdialog langsung dengan penulis kegiatan semacam ini kurang dapat berpengaruh besar, karena selain keterbatasan waktu dan personal yang dapat ikut juga hasil dialog secara lisan tidak tahan lama.

Kedua, penulis menyusun buku pedoman penggunaan buku pelajaran yang disertakan kepada setiap pengguna buku. Hal inilah yang lazim dan efektif dilakukan oleh para penulis. Kehadiran buku ini dikhususkan bagi para guru agar dalam menggunakan buku pelajaran dapat lebih maksimal, atau dapat mengembangkan buku pelajaran yang digunakan sesuai karakteristik psikologis, sosial, dan budaya siswa. Sehingga buku pegangan dapat diartikan buku yang bertujuan memberi pedoman kepada guru dalam mengelola proses belajar mengajar (pusbuk, 2005:4). Buku pegangan disusun berdasarkan kurikulum yang berlaku, buku pelajaran itu sendiri, dan keperluan pembelajaran. Ciri yang membedakan buku pegangan guru dengan buku pelajaran adalah bahwa buku pegangan guru dikembangkan berdasarkan buku pelajaran.


(12)

pembelajarannya. Selain itu, juga diberikan bentuk-bentuk permainan yang tidak ditulis dalam buku pelajaran. Terhadap soal latihan yang ditulis dalam buku pelajaran, buku pegangan memberikan kunci jawaban dan cara penyelesaiannya.

E. Buku Teks/Buku Pelajaran

Buku teks sering disebut buku pelajaran. Penyusunan buku pelajaran ini didasarkan pada kurikulum yang berlaku, sehingga isi buku pelajaran merupakan salah satu perwujudan kurikulum. Buku pelajaran merupakan sarana ampuh bagi penyediaan dan pemenuhan pengalaman taklangsung dalam jumlah yang besar dan terorganisasi secara sistematis. Perlu diakui pula bahwa sekarang pengalaman langsung dengan benda-benda dalam kehidupan ini memiliki nilai edukasi yang tinggi pula. Ada yang perlu diperhatikan pula bahwa pengalaman lansung tidak dapat mencakup hal-hal yang lebih rinci. Pengalaman langsung merupakan penguatan bagi kompetensi yang dimuat dalam buku pelajaran, sehingga keduanya akan saling membantu.

Buku pelajaran dapat dipandang sebagai simpanan pengetahuan tentang berbagai segi kehidupan. Karena sudah dipersiapkan dari segi kelengkapan dan penyajiannya, buku pelajaran ini meberikan fasilitas bagi kegiatan belajar mandiri, baik tentang isinya maupun tentang caranya. Dengan demikian penggunaan buku pelajaran oleh siswa merupakan dari budaya buku, yang menjadi salah satu tanda dari masyarakat yang maju.

Melalui kegiatan membaca buku, seseorang dapat memperoleh pengalaman tak langsung yang banyak sekali. Memang dalam pendidikan hal berharga jika siswa mengalami sesuatu secara langsung. Akan tetapi banyak bagian dari pelajaran yang tidak dapat diperoleh dari pengalaman langsung. Karena itu dalam belajar di sekolah demikian juga dalam kehidupan di luar sekolah,


(13)

mendapatkan pengalaman tidak langsung itu sangat penting. Kemajuan peradaban masa sekarang banyak mendapat dukungan dari kegiatan membaca buku. Karena itulah penyiapan buku pelajaran patut dilakukan dengan sebaik-baiknya.

Dipandang dari proses pembelajaran, buku pelajaran itu mempunyai peran penting. Jika tujuan pelajaran adalah untuk menjadikan sisiwa memiliki berbagai kompetensi, untuk mencapai hal tersebut siswa perlu menempuh pengalaman dan latihan serta mencari informasi yang bernilai. Alat yang efektif untuk itu dalah buku pelajaran, sebab pengalaman dan latihan yang perlu ditempuh, informasi bernilai yang perlu dicari, dan tentang cara menempuh serta mencarinya disajikan dalam buku pelajaran secara terprogram.

Manfaat buku pelajaran bukan hanya untuk siswa, gurupun terbantu. Buku pelajaran memang diperuntukkan bagi siswa, akan tetapi guru pada waktu mengajar mempertimbangkan pula apa yang disajikan dalam buku pelajaran tersebut. Guru memiliki kebebasan dalam memilih, mengembangkan, dan menyajikan materi. Semua itu merupakan wewenang dan kewajiban profesionalnya. Guru memiliki pengetahuan tentang struktur keilmuan berkenaan dengan materi yang akan diajarkannya. Ia memilki keterampilan dalam mengolah dan menyajikannya. Walaupun demikian, segala yang tersaji dalam buku pelajaran tetap saja berguna baginya, misalnya saja sebagai bahan untuk dipilihnya, disusun bersama dengan materi yang lain. Juga cara penyajian di dalam buku pelajaran itu dapat dijadikan sebagai contoh dalam penyajian bahan pelajaran kepada siswanya. Guru diharapkan menggunakan pula sumber-sumber lain untuk memperkaya bahan pembelajaran. Begitu pula ia dituntut menemukan berbagai teknik pembelajaran yang cocok dengan situasi kelasnya.


(14)

membantu siswa belajar. Buku pelajaran bukan hanya merupakan buku yang dibaca atau dibuka saat pelajaran di kelas, melainkan buku yang dibaca setiap saat, dan inilah yang terpenting. Agar harapan ini menjadai kenyataan, buku harus menarik baik dari segi bentuk maupun isi. Buku yang demikian itu akan berdampak pada pengembangan berpikir, berbuat, dan bersikap. Hal yang demikian dengan sendirinya buku pelajaran akan dijadikan sarana belajar anak di manapun dan kapanpun.

Buku pelajaran yang benar adalah buku yang dapat membantu siswa memecahkan permasalahan yang sederhana maupun yang rumit; tidak menimbulkan perepsi yang salah; serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan. Oleh karena itu, diperlukan standar-standar tertentu untuk menyusun dan memantau buku pelajaran, baik dari segi pengadaan, kualitas, penyebaran, maupun penggunaannya.

F. Buku Kerja

Seorang penulis buku pelajaran yang baik akan melengkapi hasil karyanya dengan buku pendamping. Buku pendamping ini dimaksudkan untuk lebih menegaskan keberadaan buku pelajaran. Pendampingan diberikan kepada guru dengan dihadirkannya buku panduan guru. Hal ini dimaksudkan agar guru dapat mempergunakan buku pelajaran dengan benar, mendapatkan alternatif-alternatif teknik dalam mengajaar, maupun mengetahui jawaban dan cara pembahasan soal dari buku pelajaran.

Selain kepada guru pendampingan itu juga dilakukan kepada para siswa pengguna buku pelajaran. Dengan segala keunggulannya buku pelajaran masih menyisakan beberapa kekurangan. Salah satu hal yang belum dapat dipenuhi dalam buku pelajaran adalah latihan yang kurang baik dari segi kuantitas maupun variasinya. Kehadiran buku kerja diharapkan dapat menjawab kekurangan tersebut.


(15)

Berdasarkan uraian di atas dapat ditegaskan kembali bahwa buku pelajaran ada pendampingnya untuk guru maupun untuk siswa. Buku pendamping bagi guru disebut buku pegangan guru, sedangkan buku pendamping bagi siswa disebut buku kerja. Buku pegangan guru, buku pelajaran, dan buku kerja merupakan satu rangkaian yang akan memperkuat fungsi buku pokoknya yaitu buku pelajaran.

Dengan demikian buku kerja adalah pasangan, pembantu, pelengkap, atau suplemen buku pelajaran. Fungsi buku kerja pada hakikatnya merupakan pedoman, pengarah, dan pembimbing siswa dalam melaksanakan tugas-tugas yang telah diprogramkan berdasarkan buku pelajaran. Demikian pula dengan buku kerja, guru dapat mengevaluasi hasil belajar siswa.

Sebagai buku suplemen maka buku kerja harus sejalan, searah, maupun sinkron dengan buku pelajaran. Buku pelajaran disusun berdasarkan kurikulum yang berlaku, dengan demikian buku kerja penyusunannya juga didasarkan pada kurikulum dan buku pelajaran itu sendiri. Selain itu buku kerja harus mengikuti tuntutan atau karakteritik mata pelajaran yang relevan.

Buku kerja untuk mata pelajaran bahasa Jawa berisi soal-soal yang lebih kompleks. Soal-soal tersebut dikembangkan dari empat keterampilan berbahasa yang menjadi inti pembelajaran bahasa Jawa. Tiap-tiap aspek disediakan berbagai jenis soal yang bervariasi bentuknya. Selain itu jumlah soal yang disediakan juga lebih banyak dibandingkan dengan yang tersedia dalam buku pelajaran. Kemajemukan soal ini untuk memenuhi kebutuhan dan perbedaan siswa. Dengan demikian setiap siswa dapat terlayani secara merata.


(16)

BAB III

HAKEKAT BUKU TEKS A. Pendahuluan

Buku teks sering dipadankan dengan buku pelajaran. Buku pelajaran menurut beberapa ahli adalah media pembelajaran (instruksional) yang dominant peranannya di kelas, media penyampaian materi kurikulum, dan bagian sentral dalam suatu sistem pendidikan (Patrick, 1998; Lockeed dan Verspoor, 1990; Albath, dkk., 1991; Buckingham dalam Harris, ed., 1980; dan Rusyana, 1984 dalam pusbuk, 2005)

Buku pelajaran merupakan salah satu jenis bahan ajar yang disusun secara sistematis. Tarigan (1986) memberikan simpulan dari berbagai definisi buku teks. Simpulan tersebut hal yang mencirikan dari buku teks/pelajaran yaitu; berisi pelajaran, ditulis para ahli, relevansi dengan mata pelajaran tertentu, adanya standar kualitas, disertai sarana penunjang, dan memiliki gradasi tertentu.

Buku pelajaran itu ditujukan bagi para siswa pada jenjang pendidikan tertentu. Sehingga sering kita lihat buku pelajaran untuk jenjang SD, SMP, atau SMU, dan sebagainya.

Buku pelajaran biasanya ditulis atau disusun oleh para pakar atau ahli. Ahli yang dimaksud adalah yang mencerminkan kemampuan dalam bidang tertentu sesuai tuntutan isi buku yang bersangkutan. Buku pelajaran bahasa Jawa isinya adalah sejumlah kemampuan bidang kebahasaan, kemampuan bidang kesastraan,


(17)

dan kemampuan dalam bidang metode pembelajarannya. Menurut pandangan penulis, orang yang berkecimpung di dunia pengajaranlah yang lebih tepat untuk menyusun buku pelajaran tersebut. Hal ini karena ia mengetahui persis kondisi dan kebutuhan di lapangan.

Buku pelajaran yang akan disusun atau ditulis juga harus relevan dengan mata pelajaran yang ada. Perubahan kurikulum terkadang menyebabkan perubahyan pula pada mata pelajaran tertentu. Pada kurikulum KBK tidak lagi kita jumpai mata pelajaran biologi maupun fisika. Kedua mata pelajaran tersebut telah digabungkan menjadi mata pelajaran sain. Demikian pula kelompok IPS tidak kita jumpai lagi mata pelajaran sejarah, ekonomi, dan geografi, yang ada pelajaran pengetahuan social. Buku-buku pelajaran yang digunakanpun harus menyesuaikan dengan mata pelajaran yang ada.

Buku pelajaran harus memiliki standar kualitas tertentu. Hal ini berkaitan dengan mutu pengguna, yaitu para siswa. Siswa yang diberi buku pelajaran yang berkualitas tentunya akan menjadi lebih optimal dalam pengembangan kemampuannya. Demikian pula sebaliknya.

Kriteria kualitas buku pelajaran dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan. Perubahan itu erat hubungannya dengan bagaimana proses distribusi buku itu dilakukan. Kalau dahulu pengadaan dan distribusi buku pelajaran dimonopoli oleh Negara. Penulis dan penerbit sudah ditentukan. Pada masnya hal ini sangat cocok, namun kemudian tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman.

Kemudian pihak swasta diberi kesempatan ikut berpartisipasi dalam pengadaan buku-buku pelajaran. Bagai cendawan di musim penghujan, penulis dan penerbit swasta banyak bermunculan. Hal ini dapat menggairahkan dunia perbukuan khususnya buku pelajaran.


(18)

Lama-kelamaan akibat negatif dari sistem ini mulai muncul, yaitu mutu buku pelajaran semakin menurun.

Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah memberlakukan sistem baru yaitu buku yang akan diterbitkan harus dinilai/diseleksi oleh pemerintah dalam hal ini depdiknas khususnya pusat perbukuan. Buku yang lolos seleksi dapat diperbanyak, sedangkan yang tidak lolos diberi kesempatan untuk diperbaiki. Selanjutnya dapat didaftarkan kembali untuk dapat lolos seleksi. Setelah melalui proses seleksi buku pelajaran tersebut sah untuk digunakan di sekolah-sekolah. Proses ini sangat mujarab mengatasi permasalahan rendahnya kualitas buku pelajaran. Seiring kemajuan teknologi, buku pelajaran dituntut berpenampilan menarik baik dari segi pewarnaan, kualitas kertas, disain, serta sarana pelengkap yang dapat disertakan dalam buku. Tentu saja hal ini membuat harga buku lebih mahal. Hal ini pula yang pada akhirnya banyak dikeluhkan masyarakat. Tudingan mahalnya buku segera dijawab pemerintah dengan menggulirkan cara baru dalam pengadaan buku pelajaran.

Pada akhirnya pemerintah membeli hak cetak dan hak publikasi terhadap buku-buku yang telah lolos seleksi. Selanjutnya pemerintah menyebarluaskan buku-buku pelajaran yang telah lolos dan dibeli melalui internet. Satu sisi memang dapat menekan tingginya harga buku, pada sisi lain masih banyak ditemui kendala ketika akan mengunduh buku-buku tersebut dari internet. Sekolah yang memiliki jaringan internet masih sedikit, selain itu sumber daya manusianya juga belum banyak yang melek teknologi ini.

Lebih lanjut buku pelajaran itu pelu disertai sarana penunjang yang memadai. Sebagus apapun buku pelajaran masih banyak memiliki kekurangan. Untuk meminimalkan kekurangan yang ada sebaiknya penerbit/pengarang menyertakan sarana penunjang. Sebagai contoh, buku pelajaran bahasa (Jawa) harusnya diberi penunjang kaset atau CD untuk pembelajaran aspek menyimak.


(19)

Pelajaran pengetahuan social disertai peta yang standar, buku pelajaran matematika disertai diagram, bangun-bangun tertentu dan sebagainya.

Selain itu yang mencirikan buku teks adalah adanya gradasi atau penjenjangan tertentu. Buku pelajaran yang digunakan di sekolah merupakan buku yang disusun secara berkelanjutan. Buku pelajaran untuk kelas 7 akan dilanjutkan dengan buku untuk kelas 8, dan kelas 9. Hal ini membuat penggunaan buku tersebut hanya pada kelas tertentu.

B. Fungsi Buku Pelajaran

Banyak cara efektif yang dapat dilakukan oleh para siswa dalam menggunakan serta memanfaatkan buku pelajaran. Antara lain dengan cara membaca secara intensif. Guru hendaknya menjelaskan bahwa nilai sebuah buku pelajaran tergantung atas penggunaannya untuk mendapatkan keuntungan dalam belajar. Keuntungan-keuntungan tersebut oleh Buckingham dalam Tarigan, (1986: 16) dikelompokkan sebagai berikut.

1. Kesempatan mempelajarinya sesuai dengan kecepatan masing-masing.

2. Kesempatan untuk mengulangi atau meninjaunya kembali. 3. Dapat mengadakan pengecekan terhadap ingatan.

4. Kemudahan untuk membuat catatan-catatan bagi pemakai berikutnya.

5. Dapat menampilkan sarana-sarana visual dalam upaya menunjang belajar.

Membaca atau mempelajari suatu buku pelajaran tertentu, siswa dapat mengatur sendiri kecepatan mempelajarinya. Siswa bisa


(20)

belajar dengan tempo cepat, sedang atau lambat sesuai dengan kemampuannya.

Kesempatan untuk mengulang atau meninjau kembali sebuah buku cukup bebas dan terbuka. Waktu pembacaan kembali dapat diatur sesuka hati lama tidaknya dan kapan buku tersebut akan dibaca pagi, siang, atau malam. Jumlah pengulangannya pun tidak terbatas dan dapat disesuaikan dengan keinginan pembaca.

Daya ingat seseorang sangat terbatas. Buku pelajaran memberi kesempatan kepada pemiliknya untuk menyegarkan kembali ingatan yang sudah ada. Membaca kembali buku pelajaran tentunya dapat pula dipakai sebagai pemeriksaan daya ingat seseorang terhadap hal yang pernah ia pelajari melalui buku pelajaran.

Jika kita memiliki sebuah buku pelajaran maka kita bebas membuat catatan-catatan dalam buku tersebut. Catatan-catatan tersebut akan mempermudah kita untuk mengingat sesuatu yang telah dipelajari. Mana kala guru menjelaskan menggunakan buku pelajaran hal-hal yang disampaikan tidak selalu sama persis denga buku pelajaran. Di sana-sini terjadi penambahan atau penjelasan yang lebih rinci, pemberian contoh yang lebih dekat dengan dunia siswa mengenai sesuatu dari buku pelajaran tersebut. Pemilik buku pelajaran yang baik akan selalu membuat catatan tersebut. Catatan ini akan melengkapi isi maupun penjelasan buku pelajaran.

Sarana-sarana khusus yang ada dalam buku pelajaran dapat membantu para pembaca untuk memahami isi buku. Sarana penunjang seperti skema, diagram, gambar-gambar ilustrasi, dan sebagainya sangat berguna dalam mengantar pembaca ke arah pemahaman isi buku. Pada buku pelajaran bahasa selain sarana visual juga dapat memunculkan sarana audio. Sarana audio ini bisa berupa kaset atau CD atau yang audio visual VCD. Penyertaan sarana-sarana yang bervariasi ini dapat membangkitkan minat siswa mempelajari buku pelajaran.


(21)

C. Keterbatasan Buku Pelajaran

Pada bagian sebelumnya telah diuraikan bahwa buku pelajaran memiliki keunggulan-keunggulan. Keunggulan ini menjadikan buku pelajaran berperan penting dalam dunia persekolahan. Bagai tak ada gading yang tak retak, demikian buku pelajaran, disamping sejumlah keunggulan juga memiliki beberapa keterbatasan. Dengan hadirnya buku pegangan untuk guru maupun buku kerja untuk siswa adalah hal yang nyata bahwa buku pelajaran masih banyak keterbatasan. Ada hal-hal yang tidak dapat dimunculkan dalam buku pelajaran. Keterbatasan ini disebabkan oleh berbagai hal baik dari dalam diri buku pelajaran maupun dari luar buku tersebut.

Apa saja keterbatasan-keterbatasan suatu buku pelajaran? Green dan Petty dalam Tarigan (1986:26) telah mengidentifikasi keterbatasan buku pelajaran. Keterbatasan-keterbatasan itu antara lain seperti di bawah ini.

1. Buku pelajaran itu sendiri tidaklah dapat mengajar (walaupun beberapa kegiatan belajar dapat dicapai dengan membacanya), tetapi merupakan suatu sarana penunjang saja. Buku pelajaran tidak pernah dapat menggantikan fungsi guru secara total. Memang dalam batas-batas tertentu kegiatan belajar terlaksana dan tercapai melalui tuntunan yang ada dalam buku pelajaran, namun hal itu tidaklah lengkap. Apalagi bila kita sadari bahwa pengajaran itu bersifat situasional. Buku pelajaran jelas tidak dapat mengikuti dan menyesuaikan diri dengan setiap situasi. Di sinilah kelebihan guru, ia dapat membaca situasi dan menyesuaikan diri dengan tuntutan situasi. Buku pelajaran tidaklah mengajar, yang mengajar adalah guru.

2. Isi yang disajikan sebagai perangkat-perangkat


(22)

dipoadu secara artificial ( buatan, dibuat-buat agar mendekati situasi yang sebenarnya bagi kelas-kelas tertentu. Sebagai contoh percakapan dalam pengajaran bahasa. Contoh yang dimuat dalam buku pelajaran bukan kleadaan yang sebenarnya, tetapi rekayasa biasa. Keadaan akan lain jika guru sendiri yang menyajikan. Guru dapat dengan mudah memberikan contoh yang nyata, misalnya percakapan antara dua siswa, dan sebagainya.

3. Latihan dan tugas agaknya kurang memadai karena keterbatasan-keterbatasan dalam hal ukuran buku pelajaran. Dari segi teori mungkin buku pelajaran tidak menunjukkan kekurangan, tetapi dalam praktik sangat kurang. Latihan yang menjadi tuntutan pelajaran tidak hanya dalam bentuk tertulis, namun lebih banyak dilaksanakan secara perbuatan. Terlebih lagi latihan untuk keterampilan berbahasa. Hal ini hanya mungkin apabila diawasi, dipimpin oleh guru secara langsung.

4. Sarana-sarana pengajaran juga sangat sedikit dan singkat

karena keterbatan ruang dan tempat yang tersedia. Buku pelajaran terbatas dalam ruang atau halaman. Hal ini menyebabkan petunjuk, saran, contoh, ilustrasi pengajaran dinyatakan dengan sesingkat mungkin pula. Sedangkan kenyataannya diberi petunjuk dan saran serta saran dan ilustrasi yang banyak pun belum tentu menjamin pembelajaran berjalan lancer, apalagi dengan segala keterbatasan. Yang jelas demonstrasi langsung tdak dapat ditunjukan langsung oleh buku pelajaran, tetapi dapat dilakukan oleh guru yang terlatih.

5. Latihan-latihan yang terdapat dalam buku pelajaran hanyalah bersifat sugestif dan tidak mengevaluasi keseluruhan aspek secara tuntas. Evaluasi yang tercantum dalam buku pelajaran tidak mungkin sempurna, menyeluruh, dan meyakinkan karena sifatnya yang sugestif. Evaluasi yang disusun,


(23)

dilaksanakan, diawasi, dan dimonitoring guru secara langsung hasilnya lebih dapat diandalkan.

D. Jenis-jenis Buku Pelajaran

Buku pelajaran yang digunakan di sekolah-sekolah banyak sekali. Banyaknya buku pelajaran yang digunakan dapat diklasifikasikan menurut beberapa kriteria. Menurut Tarigan (1986:29) ada tiga dasar yang digunakan pengklasifikasian buku pelajaran, yaitu;

a. berdasarkan mata pelajaran

b. berdasarkan cara penulisan buku pelajaran

c. berdasarkan jumlah penulis, untuk lebih jelasnya di

bawah ini akan diuraikan ketiga kriteria tersebut.

Mata pelajaran yang ada di sekolah banyak sekali jumlahnya. Tiap mata pelajaran membutuhkan buku yang digunakan untuk membantu guru maupun siswa belajar. Kebutuhan buku pelajaran dari masing-masing mata pelajaran tidak mungkin dipenuhi dengan satu buku pelajaran yang mencakup berbagai mata pelajaran. Nama buku pelajaran yang dibutuhkan oleh siswa tergantung kurikulum yang digunakan. Perbedaan kurikulum mengakibatkan perbedaan nama suatu mata pelajaran. Sebagai contoh, pada kurikulum 1994 di jenjang SMP di kenal mata pelajaran IPA Fisika dan IPA Biologi, namun pada kurikulum 2004 kedua mata pelajaran tersebut digabung menjadi mata pelajaran IPA saja. Hal ini mengakibatkan pada guru pengajarnya pula, yang semula hanya dituntut memiliki kompetensi biologi saja namun sekarang juga dituntut kompetensi fisika demikian pula sebaliknya. Sebagai ilustrasi perhatikanlah struktur kurikulum sekolah menengah pertama beradasarkan kurikulum 2004 di bawah ini.


(24)

No Komponen

Kelas dan alokasi waktu

VII VIII IX

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A. Mata Pelajaran Pendidikan Agama

Pendidikan Kewarganegaraan Bahasa Indonesia

Bahasa Inggris Matematika

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Sosial Seni Budaya

Pend. Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

Ketr./TI dan Komunikasi B. Muatan Lokal

C. Pengembangan Diri

2 2 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2

Jumlah 32 32 32

Demikian pula untuk jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah atas menyesuaikan dengan struktur kurikulum yang berlaku saat ini.

Dari segi cara penulisan buku pelajaran dikenal ada tiga jenis, yaitu;

a. Buku pelajaran/teks tunggal, yaitu buku pelajaran/teks

yang hanya terdiri dari satu buku saja. Buku teks jenis ini banyak digunakan di perguruan tinggi

b. Buku pelajaran berjilid, yaitu buku pelajaran yang diperuntukkan bagi satu jenjang sekolah tertentu. Misalnya buku pelajaran bahasa Jawa untuk kelas I-VI sekolah dasar, buku


(25)

bahasa Jawa untuk kelas VII,VIII, dan IX, dan buku bahasa Jawa untuk kelas X, XI, dan XII.

c. Buku pelajaran berseri, yaitu buku pelajaran berjilid mencakup beberapa jenjang sekolah tertentu. Misalnya buku pelajaran bahasa Jawa dari SD, SMP, SMU yang disusun oleh pengarang yang sama. Dapat pula hanya dua jenjang SD dan SMP atau SMP dan SMA saja.

Berdasarkan jumlah penulis buku pelajaran kita kenal buku pelajaran dengan penulis tunggal dan buku pelajaran dengan penulis kelompok atau tim. Penulis tunggal adalah penulis yang mempersiapkan buku pelajaran tertentu seorang diri. Penulis kelompok ialah penulis yang terdiri atas beberapa orang untuk menyiapkan buku pelajaran tertentu.

E. Buku Pelajaran dan Kurikulum

Membicarakan buku pelajaran memang tidak dapat terlepas dari kurikulum yang berlaku di sekolah. Buku pelajaran berkaitan erat dengan kurikulum, karena kurikulum mendasari penyususnan buku pelajaran sehingga buku pelajaran tidak mungkin terlepas dari kurikulum. Lalu timbul pertanyaan, apakah kurikulum selalu mendahului kurikulum? Ada beberapa kemungkinan jawaban, anrata lain;

1. Kurikulum dan buku pelajaran serentak diumumkan.

ini pernah terjadi di negara kita. Saat itu pemerintah mengambil kebijakan adanya sentralisasi buku pelajaran, sehingga buku pelajaran pada jenjang sekolah tertentu sama seluruh Indonesia. Pemerintah menetapkan kurikulum secara otomatis berkewajiban melengkapinya dengan mengadakan buku pelajarannya. Ketika kurikulum dikirim ke sekolah-sekolah sudah lengkap disertai buku


(26)

pelajaran, buku pegangan guru, maupun perangkat lain yang menunjang.

2. Kurikulum mendahului buku pelajaran

Pendapat yang umum diikuti dan dianggap paling masuk akal adalah kurikulum mendahului buku pelajaran. Hal ini terjadi karena penyusun kurikulum dan penulis buku pelajaran tidak dilakukan satu pihak. Pihak pemerintah menetapkan kurikulum sedangkan buku pelajaran ditulis atau disusun oleh pihak swasta. Setelah kurikulum ditetapkan atau diumumkan oleh pihak yang berwenang para pengarang atau penulis baru dapat menyusun buku-buku pelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum. Tipe inilah yang sekarang berlaku di negara kita.

3. Buku pelajaran mendahului kurikulum

Buku pelajaran yang dianggap bernutu dan ditulis oleh para ahli dibidangnya dijadikan dasar penyususnan kurikulum. Mungkin sekali penyusun buku pelajaran tersebut ditugasi sebagai peyusun kurikulum agar yang bersangkutan dapat menerjemahkan idenya pada kurikulum. Contoh lain pada mata pelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar. Bahasa Inggris merupakan mata pelajaran muatan lokal, karenanya belum semua sekolah dapat mengakses kurikulumnya (mungkin juga belum dibuat/disebarluaskan). Sehingga ketika pada suatu sekolah ada pelajaran bahasa Inggris dimungkinkan tidak menggunakan kurikulum. Namun demikian guru yang mengajar bias mendapatkan buku-buku pelajaran sebagai penunjang pembelajaran bahasa Inggris di sekolahnya. Ini berarti guru ketika menggunaka buku pelajaran tersebut tidak didasarkan kepada kurikulum yang ada.


(27)

Ada kalanya, dan sering terjadi, antara buku pelajaran dan kurikuum tidak apa pertemuan. Buku pelajaran disusun kemudian diterbitkan mungkin mendahului atau sesudah adanya kurikulum yang berlaku. Dengan kata lain buku pelajaran dan kurikulum lahir sendiri-sendiri. Dalam situasi demikian ini dapat terjadi kurikulum mengarah ke kanan sedangkan buku pelajaran mengarah ke kiri. Jadi tidak terjadi persesuaian, bahkan terjadi pertentangan. Akibatnya jangankan menunjang, sama arah dan tujuan pun tidak . Bila hal ini terjadi maka sia-sialah keberaadaan sebuah buku pelajaran.


(28)

BAB IV

STANDAR KUALITAS BUKU PELAJARAN

A. Pendahuluan

Agar buku pelajaran memenuhi tujuan pembelajaran harus dilengkapi dengan sarana pembalajaran yang memadai serta mudah dipahami siswa sehingga menunjang program pembelajaran, diperlukan penstandaran. Tujuan penstandaran adalah agar buku yang disusun berkualitas, baik dari segi bentuk maupun isi, sehingga berdampak pada pengembangan berpikir, berbuat, dan bersikap siswa sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

Agar penstandaran ini objektif, transparan, serta dapat dipertanggung-jawabkan, penyususnannya didasarkan pada konsensus diantara berbagai pihak terkait, seperti para pakar keilmuan, pakar pembelajaran, pakar psikologi pendidikan, praktisi pendidikan, pengguna buku pelajaran, pemerintah, penerbit, serta penulis buku pelajaran. Sifat standar ini mengikat, artinya buku pelajaran yang ditulis harus sesuai dengan standar ini.

Untuk mengukur kualitas buku pelajaran, Tampubolon, dalam pusbuk (2005:17) menyatakan dua hal yang perlu diperhatikan, pertama adalah yang langsung tampak, yakni format buku (bentuk atau konstruksi buku secara keseluruhan, seperti ukuran dan jilid, kulit luar, kertas, gambar dan ilustrasi, serta warna-warna yang digunakan. Kedua adalah isi atau materi buku (yang harus sesuai dengan jenjang perkembangan kognitif siswa, seperti penggunaan bahasa dan ilustrasi).

Pendapat yang lebih terperinci mengenai materi adalah bahwa buku pelajaran yang baik mengandung isi atau materi, sesuai dengan kurikulum, disusun oleh penulis yang berkompeten, disesuaikan dengan usia dan perkembangan siswa, memperhatikan ilustrasi dan format


(29)

(Davis 1955 dalam pusbuk 2005:17). Dalam instrumen yang dikembangkan oleh Houzt (1955) ada sebelas unsur yang menjadi dasar pemilihan penilaian buku pelajaran, yakni (1) pengarang dan latar belakangnya, (2) isi atau materi, (3) kosakata dan kalimat, (4) makna dan pemahaman, (5) penyajian materi, (6) latihan dan praktik, (7) perbedaan individu, (8) pengukuran prestasi, (9) pemecahan masalah, (10) tujuan guru, dan (11) fisik buku. Sedangkan Tarigan (1986:24) merinci kriteria kualitas buku pelajaran menjadi sebelas pula, yakni sudut pandang, kejelasan konsep, relevansi dengan kurikulum, menarik minat, menumbuhkan motivasi, menstimulasi aktivitas, ilustrasi, komunikatif, penunjang mata pelajaran lain, menghargai perbedaan individu, dan memantapkan nilai-nilai.

Mengacu pada definisi dan pertimbangan di atas, hal-hal yang berhubungan dengan standarisasi buku pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam empat aspek, yakni (1) kelayakan isi, (2) kelayakan penyajian, (3) kelayakan bahasa bacaan, dan (4) kelayakan grafika. Keempat aspek ini saling berkaitan satu dengan yang lain.

(1) Kelayakan isi. Aspek ini merupakan bahan pembelajaran, yakni meliputi bahan teori aplikatif tentang kemampuan berbahasa dan bersastra; bahan wacana (lisan/tulisan, prosa/puisi/percakapan, fiksi/nonfiksi). Kriteria materi harus spesifik, jelas akurat dan mutakhir dari segi penerbitan. Informasi yang disajikan tidak mengandung makna yang bias. Kosakata struktur kalimat, panjang paragrap, dan tingkat kemenarikan sesuai dengan minat dan kognisi siswa. Kutipan tembang, geguritan, atau wacana yang diambil dari sumber otentik dan diberikan sumber rujukannya. Ilustrasi harus sesuai dengan teks, harus akurat, dan sederhana. Demikian pula peta, table, serta grafik harus sesuai dengan teks, harus akurat dan sederhana. Perincian materi harus sesuai dengan kurikulum.


(30)

penyebaran materi, baik yang berkenaan dengan pengembangan makna dan pemahaman, pemecahan masalah, pengembangan proses, latihan praktis, tes keterampilan maupun tes pemahaman.

(2) Kelayakan penyajian. Aspek ini merupakan

aspek tersendiri yang harus diperhatikan dalam buku pelajaran, baik berkenaan dengan penyajian tujuan pembelajaran, keteraturan urutan dalam penguraian, kemenarikan minat dan perhatian siswa, kemudahan dipahami, keaktifan siswa, hubungan bahan, maupun latihan dan soal. Dari berbagai sudut, terlihat bahwa bahasa (termasuk keterbacaan) merupakan aspek yang cukup unik dalam penyajian materi, aspek ini kemudian disajikan secara terpisah dari materi. Seringkali penjelasan mengenai kedua hal tersebut masih tumpang-tindih, terutama antara penyajian materi dan grafika. Oleh karena itu, dalam pedoman penilaian ini, kriteria-kriteria tersebut diolah ulang sebagaimana terurai di awal tadi.

(3) Kelayakan Bahasa. Aspek bahasa merupakan sarana penyampaian dan penyajian bahan, seperti kosakata, kalimat, paragrap, dan wacana. Aspek keterbacaan berkaitan dengan tingkat kemudahan bahasa (kata, kalimat, paragrap, dan wacana) bagi kelompok atau tingkatan siswa. Berbagai ahli keterampilan membaca sependapat bahwa bahasa dan keterbacaan sebuah buku pelajaran menjadi ukuran kualitas buku pelajaran. Ada tiga ide utama yang terkait dengan keterbacaan, yakni

(a) kemudahan membaca (berhubungan dengan bentuk tulisan atau topografi: ukuran huruf dan lebar spasi, yang berkaitan aspek grafika);

(b) kemenarikan (hubungan dengan minat pembaca, kepadatan ide bacaan, dan penilaian keindahan gaya tulisan, yang berkaitan dengan aspek penyajian materi);


(31)

(c) kesesuaian (berhubungan dengan kata dan kalimat, panjang pendek, frekuensi, bangun kalimat, dan susunan paragrap, yang berkaitan dengan bahasa dan keterbacaan).

(4) Kelayakan Grafika. Aspek ini berkenaan dengan fisik buku, seperti ukuran buku, kertas, cetakan, ukuran huruf, warna, ilustrasi, dan lain-lain. Sebagian masalah yang berkaitan dengan aspek grafika terdapat dalam uraian mengenai aspek keterbacaan. Sebagian lain disajikan dalam uraian tersendiri, yakni khusus grafika, yang dikembangkan khusus oleh tim grafika.

Dengan demikian, standar buku pelajaran secara garis besar dapat diukur melalui aspek isi atau materi, penyajian materi, bahasa dan keterbacaan, dan grafika.

B. Rumusan Instrumen Penilaian Buku Pelajaran

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN

PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN “BAHASA INDONESIA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH


(32)

I. KELAYAKAN ISI

A. Kesesuaian Uraian Materi dengan SK dan KD Butir 1

Kelengkapan materi

Deskripsi Kelengkapan materi ditunjukkan oleh adanya : wacana, pemahaman wacana, fakta kebahasaan/kesastraan, dan aplikasi

a. Wacana

Wacana dapat berupa 1) percakapan; 2) karangan atau laporan utuh: cerpen, novel, buku, artikel, pidato, khotbah; atau puisi merupakan materi utama yang harus ada dalam buku teks pelajaran Bahasa Jawa. Wacana biasanya mengawali uraian materi setiap bab. Berdasarkan pada wacana itulah uraian materi, pemahaman wacana, fakta kebahasaan/kesastraan, dan implikasi wacana, dibahas. Wacana yang disajikan mencakup ruang lingkup yang ada dalam standar isi berupa empat aspek keterampilan berbahasa (mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis) mulai dari pengenalan konsep sesuai dengan tuntutan yang ada di Standar Komptensi maupun Kompetensi Dasar pelajaran Bahasa Jawa SMP/MTs, yang terperinci sebagai berikut.

b. Pemahaman wacana

Pemahaman wacana merupakan tahapan lanjut setelah membaca dan menyimak wacana. Pemahaman wacana berisi perintah, tugas. atau pelatihan yang mengarahkan peserta didik untuk memahami isi/pesan wacana

a. Fakta kebahasaan / kesastraan

Uraian materi berisi fakta kebahasaan: kalimat, kosa kata, istilah, ungkapan, peribahasa, atau kesastraan sesuai tuntutan SK dan KD

d. Implikasi wacana

Implikasi wacana merupakan unsur di luar wacana, bisa berupa analogi, perbandingan, kesejajaran wacana yang mampu memperkuat penyampaian materi sesuai dengan tuntutan SK dan KD. Implikasi wacana berisi konsep dasar keluasan materi melalui pelatihan, tugas, dan kegiatan mandiri sehingga dalam kehidupan sehari-hari peserta didik mampu menggali dan memanfaatkan informasi, menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan dalam kerja ilmiah

Butir 2 Kedalaman materi

Deskripsi Kedalaman materi dijelaskan oleh kesesuaian, kuantitas, dan kualitas wacana.

a. Kesuaian wacana mengacu pada ruang lingkup yang ada dalam pada standar isi (empat aspek keterampilan berbahasa). Empat aspek keterampilan bahasa dimaksudkan meliputi: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Wujud uraian, mulai pengenalan konsep sampai dengan interaksi antarkonsep, dan memperhatikan tuntutan SK dan KD. Tingkat kesulitan disesuaikan dengan tingkat pemahaman peserta didik yang lebih menekankan pada “concrete-operational” dan “system of operations” .

b. Kuantitas wacanaditunjukkan oleh jumlah minimal yang sesuai dengan tuntutan SK dan KD. Untuk mencapai kedalaman materi, maka kuantitas wacana ditentukan oleh pengembangan atau penambahan dengan jenis wacana lain yang dapat berfungsi sebagai pembanding, penjelas, analogi, atau kebutuhan lain yang sejalan dengan tuntutan materi. Dengan demikian materi yang disajikan memuat sumber-sumber tambahan itu mencerminkan kontinuitas, dengan kedalaman spiralitas mengembangan materi. Materi


(33)

yang ditampilkan menjadi lebih menarik dan inovatif, serta memotivasi peserta didik senang belajar

c. Kualitas wacana mencerminkan kedalaman materi yang ditentukan oleh keaktualan, kemutakhiran, kefaktualan, dan kevariasian topik. Kualitas wacana mencerminkan kedalaman isi/pesan dengan spiralitas mengembangan materi pelajaran bahasa

B. KEAKURATAN MATERI

Butir 3 Keakuratan dalam pemilihan wacana

Deskripsi Wacana yang disajikan berdasarkan kenyataan yang ada (faktual) serta sedang hangat dibicarakan (aktual) dengan menyebutkan sumber yang jelas sesuai dengan tingkat pemahaman peserta didik

Butir 4 Keakuratan dalam konsep dan teori

Deskripsi Konsep dan teori yang disajikan untuk mencapai KD sesuai dengan definisi dan dengan bidang keilmuan (linguistik tidak menimbulkan banyak tafsir dan ilmu sastra, digunakan secara tepat sesuai dengan fenomena yang dibahas dan tidak menimbulkan banyak tafsir)

Butir 5 Keakuratan dalam pemilihan contoh

Deskripsi Uraian dan contoh menanamkan keruntutan konsep: yang mudah, sukar, konkret, abstrak, yang sederhana, kompleks yang telah dikenal dan yang belum dikenal. Contoh yang disajikan mengandung keunggulan nilai-nilai moral seperti keteladanan, kejujuran, tanggungjawab, kedisiplinan, kerja sama, dan toleransi

Butir 6 Keakuratan dalam pelatihan

Deskripsi Pelatihan yang disajikan diawali dari konsep yang sederhana berkembang ke yang kompleks; konkret ke abstrak, mudah ke sulit, lingkungan dekat ke yang jauh secara bertahap dan berkesinambungan (continuity) sesuai dengan prinsip proses belajar.

C. MATERI PENDUKUNG PEMBELAJARAN Butir 7 Kesesuaian dengan perkembangan ilmu

Deskripsi Materi yang disajikan dalam buku up to date, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks) yang relevan dengan tingkat kognisi peserta didik.

Butir 8 Kesesuaian fitur, contoh, dan rujukan

Deskripsi Wacana dan pengembangannya memperlihatkan fitur, gambar, contoh, atau ilustrasi yang mencerminkan peristiwa atau kejadian nyata, diutamakanan yang mutakhir (up to date) yang dapat dilihat dan dialami peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.

Butir 9 Pengembangan wawasan kebinekaan

Deskripsi Wawasan kebinekaan dalam pengembangan wacana dicerminkan oleh hal-hal berikut.

a. Apresiasi terhadap keanekaragaman budaya dan agama. Wacana dan pengembangannnya misalnya tugas, pelatihan, gambar, contoh atau ilustrasi yang disajikan dapat membuka wawasan peserta didik mengenal dan menghargai perbedaan suku, budaya, dan agama. b. Apresiasi terhadap kemajemukan masyarakat. Wacana dan pengembangannya misalnya

tugas, pelatihan, gambar, contoh atau ilustrasi yang disajikan dapat membuka wawasan peserta didik mengenal dan menghargai perbedaan perilaku, pendapat, penampilan, dan adat istiadat


(34)

tugas, pelatihan, gambar, contoh atau ilustrasi yang disajikan dapat membuka wawasan peserta didik mengenal dan menghargai perbedaan dan persebaran produk dan jasa.

d. Aparesiasi terhadap potensi kekayaan budaya dan alam. Wacana dan pengembangannnya misalnya tugas, pelatihan, gambar, contoh atau ilustrasi yang disajikan dapat membuka wawasan peserta didik mengenal, menghargai dan memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan setempat.

Butir 10 Pengembangan wawasan kebangsaan dan integrasi bangsa Deskripsi Pengembangan wawasan kebangsaan dan integrasi bangsa menyangkut:

a. Wacana dan pengembangannya mengembangkan cinta tanah air. Wacana dan pengembangannya misalnya dalam pemberian tugas pelatihan, dilengkapi gambar, contoh atau ilustrasi yang disajikan itu dapat membuka wawasan peserta didik menum-buhkan kebanggaan sebagai bagian dari masyarakat Indonesia.

b. Wacana dan pengembangannya memperkuat rasa persatuan dan kesatuan bangsa. Wacana dan pengembangannya misalnya dalam pemberian tugas pelatihan, dilengkapi gambar, contoh atau ilustrasi yang disajikan itu dapat membuka wawasan peserta didik menumbuhkan kebanggaan sebagai bagian dari masyarakat Indonesia.

II. KELAYAKAN PENYAJIAN

A. TEKNIK PENYAJIAN

Butir 11 Konsistensi sistematika penyajian

Deskripsi Sistematika penyajian disampaikan secara jelas, fokus, dan taat asas dalam setiap bab, yakni ada bagian pendahuluan (berisi tujuan penulisan buku teks pelajaran, sistematika buku, cara belajar yang harus diikuti, serta hal-hal lain yang dianggap penting bagi peserta didik), bagian isi (uraian, wacana, pelatihan, ilustrasi, gambar, dan pendukung lain), serta bagian penutup (rangkuman, ringkasan), serta relevan dengan pokok bahasan sehingga mampu membangkitkan rasa senang siswa dalam belajar.

Butir 12 Keruntutan konsep

Deskripsi Uraian, latihan, contoh dalam hal materi kebahasaan dan kesastraan yang disajikan ada hubungan satu dengan yang lain sehingga peserta didik mampu mengaplikasikan konsep-konsep dasar keilmuan secara terintegrasi dan holistik sesuai tuntutan KD.

Butir 13 Keseimbangan antarbab

Deskripsi Uraian substansi antarbab (tecermin dalam jumlah halaman), proporsional dengan mempertimbangkan KD yang didukung beberapa pelatihan, contoh, ilustrasi, atau gambar secara seimbang sesuai dengan kebutuhan masing-masing pokok bahasan.

B. PENYAJIAN PEMBELAJARAN Butir 14 Keterpusatan pada peserta didik

Deskripsi Sajian materi menempatkan peserta didik sebagai subjek pembelajaran sehingga uraiannya didukung oleh kegiatan yang mampu membentuk kemandirian belajar peserta didik, misalnya dengan adanya tugas-tugas mandiri. Penyajian materi bersifat interaktif dan partisipatif yang memotivasi peserta didik terlibat secara mental dan emosional dalam pencapaian SK dan KD sehingga antarpeserta didik termotivasi untuk belajar secara komprehensif tentang berbagai persoalan kebahasaan dan kesastraan.


(35)

Butir 15 Merangsang metakognisi peserta didik

Deskripsi Sajian materi dapat mengembangkan motivasi belajar peserta didik dan merangsang peserta didik untuk berpikir kreatif tentang apa, mengapa, dan bagaimana mempelajari materi pelajaran dengan rasa senang.

Butir 16 Merangsang daya imajinasi dan kreasi berpikir peserta didik

Deskripsi Penyajian materi dapat merangsang daya imajinasi dan kreasi berpikir peserta didik melalui ilustrasi, analisis kasus, dan latihan.

B. KELENGKAPAN PENYAJIAN Butir 17 Bagian Pendahulu

Deskripsi Pendahuluan berisi pengantar materi setiap bab. Biasanya pendahuluan memuat tujuan yang hendak dicapai melalui sajian bab, materi, dan pelatihan yang akan dibahas pada bab tersebut. Butir 18 Bagian Isi

Deskripsi Bagian isi adalah bagian yang memuat keseluruhan materi yang memuat SK dan KD. Perincian yang paling lengkap ada pada bagian isi mulai dari bab, subbab sampai subbab-subbab dengan pengembangannya., serta rangkuman setiap bab

Butir 19 Bagian Penyudah

Deskripsi Bagian penyudah berisi rujukan, daftar pustaka, indeks, glosarium, dan evaluasi

III. KELAYAKAN BAHASA

A. KESESUAIAN DENGAN TINGKAT PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK Butir 20 Kesesuaian dengan tingkat perkembangan intelektual

Deskripsi Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan konsep atau aplikasi konsep atau ilustrasi sampai dengan contoh abstrak sesuai dengan tingkat intelektual peserta didik (yang secara imajinatif dapat dibayangkan oleh peserta didik).

Butir 21 Kesesuaian dengan tingkat perkembangan sosial emosional

Deskripsi Bahasa yang digunakan sesuai dengan kematangan sosial emosional peserta didik dengan ilustrasi yang menggambarkan konsep-konsep mulai dari lingkungan terdekat (lokal) sampai dengan lingkungan global.

B. KEKOMUNIKATIFAN

Butir 22 Kesesuaian dengan tingkat keterbacaan bahasa

Deskripsi Pesan disajikan dengan menarik, mudah, jelas, tepat sasaran, tidak menimbulkan makna ganda dan lazim dalam komunikasi lisan atau tulis. Oleh karena itu, tingkat keterbacaan bahasa perlu sesuai dengan tingkat keterbacaan menurut ahlinya. Tingkat keterbacaan bahasa/teks dilihat dari panjang kalimat, panjang kata, dan diksi (kelaziman sesuai dengan perkembangan bahasa peserta didik) perlu sesuai dengan jenjang pendidikan dan usia peserta didik pada umumnya.


(36)

Butir 23 Ketepatan bahasa

Deskripsi Ilustrasi yang digunakan dapat menjelaskan materi dalam setiap bab atau subbab relevan dengan pesan .Selain itu merangsang peserta didik mempertanyakan yang disajikan dalam buku teks tersebut.

C. KERUNTUTAN DAN KESATUAN GAGASAN Butir 24 Keruntutan dan keterpaduan bab

Deskripsi Penyampaian pesan antara satu bab dengan bab lain yang berdekatan mencerminkan hubungan logis.

Penyampaian pesan antarbab yang berdekatan mencerminkan kekohesian, kekoherensian, dan keterkaitan isi.

Butir 25 Keruntutan dan keterpaduan paragraf

Deskripsi Penyampaian pesan antarkalimat dalam satu paragraf mencerminkan kekohesian, kekoherensian, dan keterkaitan isi.

INSTRUMEN 1

PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN BAHASA JAWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/TSANAWIYAH


(37)

I. KELAYAKAN ISI

SUBKOMPONEN BUTIR 1 2SKOR3 4 ALASAN PENILAIAN

A. KESESUAIAN URAIAN MATERI DENGAN SK DAN KD

1. Kelengkapan materi

2. Kedalaman materi

Rangkuman Kualitatif:

B. KEAKURATAN

MATERI 3. Keakuratan dalam pemilihan wacana 4. Keakuratan dalam konsep dan teori

5. Keakuratan dalam pemilihan contoh

6. Keakuratan dalam pelatihan

Rangkuman Kualitatif:

C. PENDUKUNG MATERI PEMBELAJARAN

7. Kesesuaian dengan perkembangan ilmu

8. Kesesuaianfitur/contoh/latihan/rujukan

9. Pengembangan wawasan kebinekaan

10. Pengembangan wawasan kebangsaan dan integrasi bangsa

Rangkuman kualitatif:

II. KELAYAKAN PENYAJIAN

A. TEKNIK

PENYAJIAN 11. Konsistensi sistematika penyajian 12. Keruntutan konsep

13. Keseimbangan antarbab

Rangkuman kualitatif


(38)

B. PENYAJIAN

PEMBELAJARAN 15. Merangsang metakognisi peserta didik 16. Merangsang daya imajinasi, kreasi,

dan berpikir kritis peserta didik Rangkuman kualitatif

C. PENDUKUNG PENYAJIAN MATERI

17. Bagian pendahulu

18. Bagian isi

19. Bagian penyudah

Rangkuman kualitatif

II. KELAYAKAN BAHASA

A. KESESUAIAN DENGAN TINGKAT PERKEMBANGA N PESERTA DIDIK

20. Kesesuaian dengan tingkat perkem-bangan intelektual peserta didik

21. Kesesuaian dengan tingkat perkem-bangan sosial emosional peserta didik

Rangkuman Kualitatif:

B.

KEKOMUNIKA TIFAN

22 Keterbacaan teks

23. Ketepatan bahasa

Rangkuman Kualitatif:

C. KERUNTUTAN DAN KESATUAN GAGASAN

24. Keruntutan dan keterpaduan bab 25. Keruntutan dan keterpaduan paragraf Rangkuman kualitatif:


(39)

PENILAIAN BUKU TAHUN 2005

Tabel: Aspek Materi

Sub Aspek Kriteria Indikator

1.Kesesuaian materi dgn kurikulum

1) Keco

cokan bahan

pembelajaran dengan materi pokok yang ter-cantum dalam kurikulum

Materi kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra dimuat secara proposional (SD dan atau SMP dan atau SMU)

2.Keterpaduan materi Materi kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra dikembangkan secara terpadu (SD dan atau SMP dan atau SMA) Materi kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra diarahkan pada proses pembelajaran, bukan pada pengetahuan (SD dan atau SMP dan atau SMA)

3.Kesesuaian pengaya-an materi dengpengaya-an kurikulum

Pengayaan materi adalah berupa:

 penambahan materi yang sejenis

 penyediaan konteks, seperti kontek sosial budaya, serta

 perincian materi pokok, seperti definisi, uraian, dan contoh

2.Kesesuaian materi dengan tujuan pendidikan Kesesuaian penggunaan

kata/kalimat wacana dengan tujuan pendidikan

Penggunaan kata/kalimat/wacana menimbulkan dorongan dan penghargaan terhadap salah satu tujuan pendidikan: Kebhinekaan dan kebersamaan Pengembangan budaya bangsa

Pengembangan ilmu, teknologi, dan seni, serta Pengembangan kcerdan berpikir, kehalusan perasaan, dan kesantunan sosial 3.Kebenaran

materi dilihat dari segi ilmu bahasa dan sastra baik sebagai satu mata

pelajaran maupun sebagai dua mata

1).Kebenaran dalam menerapkan prinsip kemampuan

berbahasa

berdasarkan teori berbahasa

Prinsip berbahasa diterapkan secara benar (disertai contoh-contoh) dan mengarah pada peningkatan kemampuan berbahasa

2). Kebenaran dalam menerapkan prinsip kemampuan bersastra berdasarkan teori bersastra

Prinsip bersastra diterapkan secara benar (disertai contoh-contoh) dan mengarah pada peningkatan kemampuan bersastra (apresiasi, ekspresi, dan kreasi)


(40)

pelajaran

terpisah 3).Kebenaran dalammenerapkan prinsip kebahasaan

berdasarkan ilmu bahasa

Prinsip kebahasaan diterapkan secara benar (disertai contoh-contoh) dan mengarah pada peningkatan kemampuan berbahasa

4).Kebenaran dalam menerapkan prinsip kesastraan

berdasarkan ilmu sastra

Prinsip kesastraan diterapkan secara benar (disertai contoh-contoh) dan mengarah pada peningkatan kemampuan bersastra (apresiasi, ekspresi, dan kreasi)

5).Ketepatan

penggunaan wacana berdasarkan konteks pembelajaran

Wacana yang digunaklan sesuai dengan ciri-ciri jenis wacana (contoh: wacana percakapan sesuai dengan konteks percakapan, wacana puisi sesuai dengan hakikat puisi, dan lain-lain)

4).Kesesuaian materi dengan perkembanga n kognisi siswa 1).Struktur kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan

perkembangan kognisi siswa

Struktur kebahasaan dan kesastraan yang tersaji sesuai dengan pikiran, perasaan, dan etika para siswa (SD dan atau SMP dan atau SMA)

2).Materi mengandung

unsure edukatif Bahan pembelajaran m,enggunakan larasedukatif:

 penggunaan bahasa mendorong siswa ke arah perbuatan baik.

 penggunaan bahasa mendorong siswa ke arah berpikir jernih dan berdaya cipta

 penggunaan bahasa tidak mengandung hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai yang dijunjung oleh masyarakat yang beradab

Tabel : Penyajian Materi

Sub Aspek Kriteria Indikator

1).Tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran dikemukakan secara eksplisist

Pencatuman tujuan pembelajaran

Rumusan tujuan pembelajaran mudah dibaca dan dipahami siswa

Kesesuaian tujuan dengan materi, penyajian materi, latihan, serta soal


(41)

2).Penahapan

pembelajaran Penahapanpembelajaran dilakukan berdasarkan kerumitan materi

Tahap-tahap belajar didasarkan atas

 Kerumitan kata, dan

 Kerumitan kalimat

3).Penyajian yang menarik minat dan perhatian siswa

Penyajian materi mem-bangkitkan minat dan perhatian siswa

Materi kemampuan berbahasa disajikan dengan melibatkan siswa ke dalam kegiatan berbahsa secara konkret berupa aaktifitas fisik dan psikis

Materi kemampuan bersastra disajikan dengan melibatkan siswa ke dalam kegiatan bersastra secara konkret berupa aaktifitas apresiasi, ekspresi, dan kreasi

Materi kebahasaan diarahkan pada kegiatan berbhasa secara konkret berupa katifitas fisik dan psikis yang sesuai dengan perkembangan kognitif diri siswa

Materi kesastraan diarakan pada kegiatan bersastra secara konkret, berupa aktifitas apresiasi, ekspresi, dan kreasi

4).Kemudahan bahan untuk dipahami siswa

Penyajian mudah

dipahami siswa Materi disajikan dengan memperhatikankemudahan pemahaman siswa dalam berikut ini:

 Penjelasan, penggambaran, dan pengorganisasian disusun secara sistematis

 Pengungkapan dilakukan secara lugas

 Ungkapan diberi penjelasan dan atu contoh

 Penggunaan kata dan istilah dalam bahasa Indonesia atau asing dihindari

5).Keaktifan

siswa Penyajian mendorongkeaktifan siswa untuk berpikir dan belajar

Penyajian mendorong keaktifan sisiwa untuk berpikir dan belajar dengan cara sebagai berikut:

 Bervariasi (missal: ilustrasi, kuis, dll)

 Menantang siswa untuk mencari sumber-sumber balajar lain;

 Diikuti dengan sumber rujukan yang lengkap


(42)

6).Hubungan

antarbahan Bahan kajian yangberkaitan dihubungkan satu sama lain sehingga saling memperkuat

Bahan kajian yang berkaitan dihubungkan satu sama lain secara terpadu, baik intrapelajaran, maupun interpelajaran (contoh, wacana sastra digunakan untuk menjelaskan karangan, jenis karangan, ragam bahasa, dll)

Penempatan pelajaran dalam keseluruhan buku dilakukan secara tepat

7).Latihan

8).Soal

Latihan diusun pada setiap kompetensi dasar

Soal disusun pada setiap akhir pelajaran

Ada latihan

Latihan harus proposional dilihat dari segi konsep yang dibahas:

 gradasi kerumitan,

 kognisi siswa, dan

 keragaman (dilihat dari egi bentuk dan jenisnya)

Latihan harus benar dilihat dari sudut konsep keilmuan

Ada soal

Soal harus proposional dilihat dari segi konsep yang dibahas:

 gradasi kerumitan,

 kognisi siswa, dan

 keragaman (dilihat dari segi bentuk dan jenisnya

Soal harus benar dilihat dari sudut konsep keilmuan

Tabel: Bahasa dan Keterbacaan

Sub Aspek Kriteria Indikator

1).Penggunaan bhs Jawa yang baik dan benar

Penyampaian bahan pembelajaran

menggunakan bahasa Jawa yang baik dan benar

Bahasa yang digunakan:

 baik, yakni sesuai dengan keperluan komunikasi dalam kegiatan pembelajaran;

 benar, yakni sesuai dengan kaidah kebahasaan;

 bahasa ragam formal sesuai dengan suasana pembelajaran

2).Penggunaan bahasa yang dapat

meningkatkan daya nalar dan daya cipta siswa

Penggunaan bahasa

laras keilmuan Bahasa jawa laras keilmuan digunakandengan cara:

 kata, kalimat, dan wacana tidak ambigu

 kata, kalimat, dan wacana berhubungan secara logis

 wacana bersifat analitis dan eksplisit sehingga siswa dapat melakukan sintesis dan inferensi


(43)

3).Penggunaan struktur

kalimat yang sesuai dengan tingkat

penguasaan bahasa siswa dan tingkat

perkem-bangan kognitif siswa

1).Penggunaan kalimat

dipertimbangkan dari segi gradasi kerumitan kalimat

Penyampaian bahan pembelajaran

menggunakan kalimat yang

dipertimbangkan dari segi gradasi kerumitan kalimat bagi siswa:

 kalimat sederhana

 kalimat tunggal

 kalimat majemuk setara

 kalimat yang pendek

 kalimat lengkap

 kalimat biasa 2).Isi (pikiran,

pendapat, perasaan, dsg) yang terkandung dalam kalimat sesuai dengan tingkat perkembangan

kognitif siswa

Isi yang terkandung dalam kalimat sesuai dengan tingkat perkembangan pikiran, perasaan, dan etika siswa

4).Penggunaan

paragraf Paragrafdikembang-kan efektifyang Penggunaan paragraph yang baik: koherendan kohesi

5).Ilustrasi visual

Kesesuaian ilustrasi visual

Ilustrasi visual sesuai:

 dengan informasi wacana

 dengan materi keilmuan

 dengan kebenaran faktua Kejelasan ilustrasi

visual Ilustrasi visual berukuran besar dan sesuai dengan perkembangan siswa.

Ilustrasi visual ditunjang foto nyata (alamiah) dengan ukuran yang sesuai dan jelas

Lampiran

PENGGUNAAN FORMULA­FORMULA KETERBACAAN

  


(44)

dipakai ialah formula keterbacaan dari spache formula tersebut dibuat pada tahun 1953. Dua faktor utama yang menjadi dasar dari penggunaan formula tersebut   ialah   panjang   rata­rata   kalimat   dan   persentase   kata­kata   sulit. Melalui berbagai pengkajian, formula­formula itu telah dibuktikan keabsahan dan keterpercayaan­nya untuk memperkirakan tingkat keterbacaan wacana. Akan   tetapi,   formula   spache   itu   kompleks   dan   penggunaannya   memakai banyak waktu.

 

Rumus­rumus yang sering digunakan di kelas­kelas empat sampai kelas enam adalah   rumus   yang   dibuat   oleh   Dale   dan   Chall.   Rumus   ini   mula­mula diperkenalkan pada tahun 1947. Sama halnya dengan rumus Spache, rumus Dale­Chall pun menggunakan panjang kalimat dan ini pun cukup kompleks dan memakan banyak waktu.

 

Grafik   Fry   merupakan   hasil   upaya   untuk   menyederhanakan   dan mengefiesienkan teknik penentuan tingkat keterbacaan wacana. Kesukaran kata diperkirakan dengan cara melihat jumlah suku katanya. Dijelaskan oleh Fry bahwa formula keterbacaan yang dikembangkannya itu (grafik fry) dan formula   spache   berkorelasi   0.90,   sedangkan   dengan   formula   Dale­Chall berkorelasi 0,94.

 

Formula Keterbacaan Fry: Grafik Fry


(45)

Grafik keterbacaan yang diperkenalkan Edward Fry ini merupakan formula yang dianggap relatif baru dan mulai dipublikasikan pada tahun 1977 dalam majalah “Journal of Reading”. Grafik yang asli dibuat pada tahun 1968.

 

Formula ini mendasarkan formula keterbacaannya pada dua faktor utama, yakni panjang­pendeknya kata dan tingkat kesulitan kata yang ditandai oleh jumlah   (banyak­sedikitnya)  suku  kata yang   membentuk   setiap  kata dalam wacana tersebut.

 

Di   bagian   atas   grafik   kita   dapati   deretan   angka­angka   seperti   berikut: 108,112, 116, 120, dan seterusnya. Angka­angka dimaksud menunjukkan data jumlah   suku   kata   perseratus   perkata,   yakni   jumlah   kata   dari   wacana. Pertimbangan penghitungan suku kata pada grafik ini merupakan cerminan dari pertimbangan faktor kata sulit, yang dalam formula ini merupakan salah satu   dari   2   faktor   utama   yang   menjadi   landasan   terbentuknya   formula keterbacaan   dimaksud.  Di   bagian   samping   kiri   grafik   kita   dapati   seeprti angka 25.0, 20, 18.7, 14.3 dan seterusnya menunjukkan data rata­rata jumlah kalimat perseratus perkataan. Hal ini merupakan perwujudan dari landasan lain dari faktor penentu formula keterbacaan ini, yakni faktor panjang­pendek kalimat.

 

Angka­angka   yang   berderet   di  bagian  tengah  grafik   dan  berada   di   antara garis­garis penyekat dari grafik tersebut menunjukkan perkiraan peringkat keterbacaan wacana yang diukur. Angka 1 menunjukkan 1, artinya wacana tersebut cocok untuk pembaca dengan level peringkat baca 1; angka 2 untuk peringkat baca 2, angka 3 untuk peringkat baca 3, dan seterusnya hingga universitas.


(46)

Daerah yang diarsir pada grafik yang terletak di sudut kanan atas dan di sudut kiri bawah grafik merupakan wilayah invalid, maksudnya jika hasil pengukuran  keterbacaan  wacana   jatuh   pada   wilayah   gelap  tersebut,  maka wacana  tersebut kurang  baik  karena tidak memiliki peringkat  baca  untuk peringkat manapun. Oleh karena itu, wacana yang demikian sebaiknya tidak digunakan dan diganti dengan wacana lain.

 

Prosedur Pengukuran Keterbacaan dengan Grafik Fry

1. Pilih penggalan   yang  representatif dari wacana  yang hendak  diukur tingkat keterbacaannya dengan mengambil 100 buah perkataan. Yang dimaksudkan dengan kata adalah sekelompok lambang yang di kiri dan kanannya   berpembatas.  Dengan   demikian  Budi,  IKIP,  2000  masing­ masing dianggap kata. Yang dimaksudkan dengan representatif dalam pemilihan  wacana   ialah  pemilihan  wacana   sampel  yang  benar­benar mencerminkan   teks   bacaan.   Wacana   tabel   diselingi   dengan   gambar, kekosongan halaman, tabel, dan atau rumus­rumus yang mengandung banyak  angka­angka  dipandang tidak representataif untuk  dijadikan wacana sampel.

2. Hitung   jumlah   kalimat   dari   seratus   buah   perkataan   hingga persepuluhan   terdekat.   Maksudnya,   jika   kata   yang   ke­100   (wacana sampel) tidak jatuh diujung kalimat, perhitungan kalimat tidak selalu utuh, melainkan akan ada sisa. Sisanya itu tentu berupa sejumlah kata yang   merupakan   bagian   dari   deretan   kata­kata   yang   membentuk kalimat.   Karena   keharusan   pengambilan   sampel   wacana   berpatokan pada angka 100, maka sisa kata yang termsuk hitungan keseratus  itu diperhitungkan dalam bentuk desimal (persepuluhan). Misalnya, jika wacana sampel itu terdiri atas 13 kalimat, dan kalimat terakhir yaitu kalimat ke­13 terdiri dari 16 kata dan kata ke­100 jatuh pada kata ke­8,


(1)

mempertimbangkan mutu buku teks dan kesesuaiannya dengan standar nasional pendidikan.

(3) Buku teks untuk mata pelajaran muatan lokal yang digunakan pada satuan pendidikan dasar dan menengah dipilih oleh rapat pendidik pada satuan pendidikan dari buku teks yang ditetapkan kelayakan-pakainya oleh Gubernur.

(4) Dalam hal Gubernur belum menetapkan kelayakan pakai buku teks muatan lokal, maka rapat pendidik pada satuan pendidikan dapat memilih buku teks muatan lokal yang tersedia di pasar buku dengan mempertimbangkan mutu buku teks muatan lokal dan kesesuaiannya dengan standar nasional pendidikan.

BAB V

PENGGUNAAN BUKU DI SATUAN PENDIDIKAN Pasal 6

(1) Buku teks digunakan sebagai acuan wajib oleh pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran.

(2) Selain buku teks sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendidik dapat menggunakan buku panduan pendidik, buku pengayaan, dan buku referensi dalam proses pembelajaran.

(3) Untuk menambah pengetahuan dan wawasan peserta didik, pendidik dapat mengan-jurkan peserta didik untuk membaca buku pengayaan dan buku referensi.

(4) Buku-buku dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) yang digunakan dalam satu satuan pendidikan berasal dari lebih dari dua penerbit.

Pasal 7

(1) Pendidik dapat mengajurkan kepada peserta didik yang mampu untuk memiliki buku. (2) Anjuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat tidak memaksa atau tidak

mewajibkan.

(3) Untuk memiliki buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), peserta didik atau orang tua/walinya membelinya langsung kepada pengecer.

(4) Satuan pendidikan wajib menyediakan buku teks di perpustakaan dan pendidik menganjurkan kepada semua peserta didik untuk meminjam buku teks pelajaran diperpustakaan satuan pendidikan atau memilikinya.

BAB VI


(2)

Pasal 8

(1) Departemen, departemen yang menangani urusan agama, dan/atau pemerintah daerah dapat mengijinkan orang-perseorangan, kelompok orang, dan/atau badan hukum untuk menggandakan, mencetak, menfotokopi, mengalih-mediakan, dan/atau memperdagangkan buku yang hak-ciptanya telah dibeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4).

(2) Harga eceran tertinggi buku yang diperdagangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Departemen, departemen yang menangani urusan agama, dan/atau pemerintah daerah yang membeli hak cipta buku.

(3) Harga eceran tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah setinggi-tingginya sebesar taksiran biaya wajar untuk mencetak dan mendistribusikan buku sampai di tangan konsumen akhir ditambah keuntungan sebelum pajak penghasilan setinggi-tingginya 15% dari taksiran biaya wajar.

Pasal 9

(1) Pada kulit sisi luar buku yang diperdagangkan wajib dicantumkan harga eceran. (2) Pada kulit sisi luar buku yang digandakan, dicetak, difotokopi, dialih-mediakan dari

sumber sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan kemudian diperdagangkan kepada konsumen akhir, pengecer wajib mencantumkan label harga eceran secara tercetak.

(3) Pada kulit sisi luar buku yang digandakan, dicetak, difotokopi, dialih-mediakan dari sumber sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan kemudian dibagikan secara Cuma-Cuma kepada konsumen akhir, label harga tidak wajib dicantumkan.

BAB VII

MASA PAKAI BUKU TEKS PELAJARAN Pasal 10

(1) Satuan pendidikan dasar dan menengah menetapkan masa pakai buku teks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sesingkat-singkatnya 5 tahun.

(2) Penggunaan buku teks sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihentikan oleh satuan pendidikan dasar dan menengah sebelum berakhirnya masa pakai apabila :

a. ada perubahan substantif dalam standar isi dan/atau standar kompetensi lulusan; b. Buku teks yang bersangkutan dinyatakan tidak layak-pakai oleh Menteri;


(3)

d. Buku teks yang bersangkutan tidak termasuk yang dinyatakan layak-pakai oleh Menteri dan Menteri telah menetapkan kelayakan-pakai buku teks lain dari mata pelajaran yang sama.

Pasal 11

Pendidik, tenaga kependidikan, anggota komite sekolah/madrasah, dinas pendidikan pemerintah daerah, pegawai dinas pendidikan pemerintah daerah, dan/atau koperasi yang beranggotakan pendidik dan/atau tenaga kependidikan satuan pendidikan, baik secara langsung maupun bekerjasama dengan pihak lain, dilarang bertindak menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik di satuan pendidikan yang bersangkutan atau kepada satuan pendidikan yang bersangkutan, kecuali untuk buku-buku yang hak ciptanya sudah dibeli oleh Departemen, departemen yang menangani urusan agama, dan/atau Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dan dinyatakan dapat diperdagangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).

BAB VIII PENDANAAN

Pasal 12

(1) Bantuan pendidikan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah untuk memperkaya koleksi perpustakaan satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai pera-turan perundang-undangan, kecuali untuk perguruan tinggi negeri yang tidak berba-dan hukum.

(2) Masyarakat dapat membantu memperkaya koleksi perpustakaan satuan pendidikan, baik dalam bentuk dana hibah maupun barang.

(3) Pengadaan buku untuk memperkaya koleksi perpustakaan dalam rangka penggunaan dana hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh satuan pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan.

(4) Untuk daerah tertentu yang belum memiliki pengecer, pengadaan buku untuk perpus-takaan satuan pendidikan dasar dan menengah yang dananya bersumber dari hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan oleh pemerintah daerah yang bersangkutan sesuai peraturan perundang-undangan, berdasarkan masukan dari satuan pendidikan dan setelah mendapat izin dari Menteri.

(5) Untuk mendorong keberadaan pengecer pada daerah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Departemen, departemen yang menangani urusan agama, dan/atau pe-merintah daerah dapat memberikan insentif pendirian pengecer berupa hibah modal kerja kepada orang-perseorangan, kelompok orang, dan/atau badan hukum sesuai peraturan perundang-undangan.


(4)

PENGAWASAN Pasal 13

(1) Pengawasan terhadap pengadaan buku oleh satuan pendidikan dilakukan oleh pengawas fungsional, komite sekolah/madrasah atau bentuk lain dari lembaga perwakilan pemangku kepentingan satuan pendidikan, dewan audit pada satuan pendidikan berbadan hukum pendidikan, dan/atau masyarakat.

(2) Pengawas fungsional, komite sekolah/madrasah atau bentuk lain dari lembaga perwa-kilan pemangku kepentingan satuan pendidikan, dewan audit pada satuan pendidikan berbadan hukum pendidikan, dan/atau masyarakat melaporkan kepada pejabat yang berwenang apabila menemukan penyimpangan dalam pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Pengawasan dalam bentuk pemeriksaan hanya dapat dilakukan oleh lembaga yang memiliki kompetensi dan kewenangan memeriksa.

BAB X SANKSI

Pasal 14

(1) Pendidik, tenaga kependidikan, satuan pendidikan, anggota komite sekolah/madra-sah, komite sekolah/madrasekolah/madra-sah, dinas pendidikan pemerintah daerah, pegawai dinas pendidikan pemerintah daerah, dan/atau koperasi yang beranggotakan pendidik dan/atau tenaga kependidikan satuan pendidikan yang terbukti melanggar ketentuan Pasal 11 dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Penerbit, distributor, dan/atau pengecer yang melanggar ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini, dikenakan sanksi sesuai peraturan perundangan.

Pasal 15

Penulis yang bukunya diterbitkan oleh penerbit yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dapat mengalihkan hak ciptanya kepada penerbit lain sesuai peraturan perundang-undangan.

BAB XI PENUTUP

Pasal 16

Dengan berlakunya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional ini, Peraturan Menteri Pendi-dikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 dinyatakan tidak berlaku.


(5)

Pasal 17

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 4 Januari 2008

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, ttd.

BAMBANG SUDIBYO

Daftar Bacaan

1. Adhim, Mohammad Fauzil. 2007. Membuat Anak Gila Membaca. Bandung: Mizania 2. Depdikbud. 1992. Panduan Penulisan Buku-buku Pelajaran. Jakarta : Pusat

PengembanganKurikulum dan Sarana Pendidikan.

3. Depdiknas, 2004. Pedoman Penilaian Buku Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk Sekolah Dasar. Jakarta: Pusat Perbukuan

4. Depdiknas, 2005. Pedoman Penilaian Buku Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Pusat Perbukuan

5. Muslich, Masnur. 2010. Text Book Writing. Dasar-dasar Pemahaman, Penulisan, dan Pemakaian Buku Teks. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

6. Pannen, Paulina. 2005. Penulisan Bahan Ajar. Jakarta: PAU-PPAI

7. Tarigan. 1986. Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia. Bandung : Angkasa. 8. Wikipedia. 2006. Raygor Readability Estimate tersedia


(6)