S PKR 1205224 Chapter1

(1)

Baghdad Afero, 2016

PENGARUH KECERD ASAN EMOSIONAL TERHAD AP KEMAND IR IAN BELAJAR SISWA D I SMK PGRI 2

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dunia pendidikan tidak hanya terfokuskan pada pendidikan formal seperti sekolah saja, tetapi juga pendidikan informal yang sama-sama dapat dilaksanakannya proses belajar. Belajar merupakan kegiatan pokok bagi seorang siswa karena dapat meningkatkan kedewasaan berfikir serta mampu menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri, dan interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010, hlm. 2)

Penilaian baik buruknya proses pembelajaran bukan hanya dilihat dari keterlibatan guru dan bagaimana cara mengajar siswa-siswinya, melainkan dilihat juga dari seberapa mampukah siswa tersebut untuk menjadi mandiri dalam setiap hal di kegiatan belajarnya, sehingga tidak bergantung pada guru ataupun orang-orang terdekatnya. Kemandirian siswa dalam belajar sangat berpengaruh terhadap pencapaiannya selama mengenyam pendidikan dan akan berdampak pada masa depannya kelak. Sanan & Yamin (2010, hlm. 83-84) menambahkan bahwa anak yang mandiri memiliki beberapa karakteristik, antara lain (1) percaya pada kemampuan diri sendiri; (2) memiliki motivasi intrinsik atau dorongan untuk bertindak yang berasal dari dalam individu; (3) kreatif dan inovatif; (4) bertanggung jawab atau menerima konsekuensi terhadap risiko tindakannya dan; (5) tidak bergantung pada orang lain (berusaha tidak bantuan orang lain, tetap mandiri).

Karakteristik siswa yang mandiri dalam hal belajar seperti yang dijelaskan di atas salah satunya adalah bertanggung jawab atau menerima konsekuensi terhadap risiko tindakannya. Karakter tersebut juga merupakan salah satu dimensi di dalam penelitian ini, berkaitan dengan karakter dan dimensi tersebut ditetapkan indikator mengumpulkan tugas tepat waktu karena seorang siswa yang mandiri


(2)

adalah siswa yang bertanggung jawab penuh dengan segala tindakan yang harus ia kerjakan. Berikut banyaknya siswa di SMK PGRI 2 Cimahi yang terlambat mengumpulkan tugas, baik itu tugas yang diberikan di awal dan pertengahan dan juga tugas di akhir semester seperti pengerjaan Lembar Kerja Siswa. Hasil rekapitulasi jumlah siswa yang tepat waktu dan terlambat dalam mengumpulkan seluruh tugas, didapat dari guru-guru di akhir semester genap 2015/2016 seminggu sebelum Ujian Kenaikan Kelas dilaksanakan, sebagai berikut:

Tabel 1.1

Rekapitulasi Jumlah Siswa yang terlambat mengumpulkan tugas

Jumlah dan Status Pengumpulan Tugas Siswa

Jurusan Jumlah Siswa kelas X (Tepat waktu) (Terlambat)

Administrasi Perkantoran 66 47 Siswa 19 Siswa

Akuntansi 67 44 Siswa 23 Siswa

Pemasaran 68 52 Siswa 16 Siswa

Farmasi 40 28 Siswa 12 Siswa

Jurusan Jumlah Siswa Kelas XI

Administrasi Perkantoran 77 60 Siswa 17 Siswa

Akuntansi 75 64 Siswa 11 Siswa

Pemasaran 72 51 Siswa 21 Siswa

Farmasi 59 51 Siswa 8 Siswa

Jurusan Jumlah Siswa Kelas XII

Administrasi Perkantoran 79 70 Siswa 9 Siswa

Akuntansi 42 33 Siswa 9 Siswa

Pemasaran 67 53 Siswa 14 Siswa

Farmasi 59 49 Siswa 10 Siswa

Berdasarkan tabel di atas, jumlah siswa terbanyak yang terlambat mengumpulkan tugas sampai akhir batas pengumpulan terakhir di minggu sebelum UAS ada pada kelas X jurusan Akuntansi yaitu sebanyak 23 Siswa, di peringat kedua terbanyak ada pada kelas XI jurusan Pemasaran yaitu sebanyak 21 Siswa. Data di atas memberikan pemahaman bahwa dari 771 siswa di SMK PGRI 2 Cimahi masih ada beberapa siswa yang belum memiliki tanggung jawab dalam tindakan mengumpulkan tugas tepat waktu sehingga perlu ada perubahan tingkah laku dari siswa sendiri ataupun tindakan khusus dari orang tua siswa dan guru untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa itu sendiri.

Kemandirian belajar yang dimaksud dalam penelitian ini bukan menjauhkan jarak dengan siapapun dalam hal belajar, tetapi kemandirian belajar


(3)

disini yaitu seberapa mampukah seorang siswa dapat memilih kegiatan yang menjadi prioritasnya, serta seberapa besar usaha sendiri yang dilakukan untuk mendapatkan apa yang menjadi tujuannya. Kemandirian belajar dapat terwujudkan manakala dalam seluruh aktivitasnya pengaruh dan arahan orang lain lebih kecil dibanding dengan dorongan yang berasal dari dalam dirinya. Meski juga disadari, bahwa dalam aktivitasnya seseorang tidak akan pernah bebas secara total dari ketergantungan orang lain, mengingat sejak lahir manusia hidup dalam masyarakat yang mempunyai norma sosial yang mengatur, dan membatasi kehidupan seseorang.

Kemandirian belajar yang baik pada siswa belum terjadi secara merata di SMK PGRI 2 Cimahi dan hal tersebut merupakan permasalahan yang penulis ambil karena menarik untuk dikaji mengingat bahwa kemandirian merupakan tugas perkembangan anak pada masa remaja yang perlu diperhatikan oleh orang tua dan guru. Dalam konteks pendidikan, kemandirian sangat penting untuk dikembangkan pada siswa guna memperlancar proses belajar mengajar, sehingga tujuan pendidikan yang sudah ditentukan dapat tercapai dengan baik.

. Kemandirian seseorang tidak ditandai dengan usia, tetapi salah satunya ditengarai oleh perilakunya. Burt Sisco dalam Hiemstra (1998) membuat sebuah model yang membantu individu untuk menjadi lebih mandiri dalam belajar. Menurut Sisco ada 6 langkah kegiatan untuk membantu individu menjadi lebih mandiri dalam belajar, yaitu: (1) preplanning (aktivitas sebelum proses pembelajaran), (2) menciptakan lingkungan belajar yang positif, (3) mengembangkan rencana pembelajaran, (4) mengidentifikasi aktivitas pembelajaran yang sesuai, (5) melaksanakan kegiatan pembelajaran dan monitoring, dan (6) mengevaluasi hasil pembelajar individu.

Berdasarkan penelitian sederhana yang dilakukan penulis pada saat melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di sekolah SMK PGRI 2 Cimahi selama kurang lebih tiga bulan, Penulis melakukan wawancara dengan beberapa siswa kelas XII Farmasi 2 untuk mengetahui hal yang dipersiapkan untuk mengikuti ujian nasional dan uji kompetensi, mereka mengutarakan kepada penulis bahwa mereka rata-rata menyadari dalam kegiatan belajar mandiri kurang


(4)

dioptimalkan. Para narasumber tersebut cenderung mengetahui kegiatan belajar dapat dilakukan dimana saja, namun itu hanya sekedar mereka ketahui tanpa adanya niat yang keras untuk melakukan pembelajaran mandiri.

Penulis melihat kemandirian belajar dari masing-masing siswa di berbagai jurusan sudah terlihat namun masih belum maksimal. Pernyataan kemandirian belajar di sekolah tersebut masih belum optimal didukung dari hasil wawancara penulis kepada ketua prodi Administrasi Perkantoran untuk mengetahui bagaimana salah satu cara melihat kemandirian belajar siswa, beliau menjawab langkah mudah untuk mengetahui ada tidaknya kemandirian belajar siswa ialah dilihat dari jadwal kegiatan sehari-hari siswa itu sendiri. Sehubungan dengan itu penulis juga menjadikan jadwal kegiatan harian siswa sebagai tugas yang dapat menghasilan data untuk mengetahui berapa banyak dari siswa terpilih yang menetapkan kegiatan belajar dalam jadwal kesehariannya. Berikut hasil jadwal kegiatan harian siswa pada 15 siswa kelas X, 15 siswa kelas XI dan 15 siswa kelas XII dikarenakan keterbatasan waktu dan kemampuan penulis untuk memberikan tugas jadwal kegiatan harian kepada seluruh siswa yang ada di SMK PGRI 2 Cimahi. Data tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 1.1

Data banyaknya Siswa yang menetapkan Belajar pada Jadwal Kegiatan Harian

15 Siswa Kelas X 15 Siswa Kelas XI 15 Siswa Kelas XII

Belajar 60% 80% 67%

Tidak Belajar 40% 20% 33%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

Jadwal Kegiatan Harian Siswa (menetapkan kegiatan belajar atau tidak)


(5)

Berdasarkan data di atas, siswa yang menetapkan belajar mandiri pada kelas X sebanyak 60% (9 Orang), kelas XI sebanyak 80% (12 Orang) dan kelas XII sebanyak 67% (10 Orang). Dilihat dari data di atas, tidak ada satu tingkatan kelaspun yang berada di bawah 50%, namun masih ada siswa yang secara sadar dengan jadwal kegiatan hariannya tidak menetapkan kegiatan belajar sendiri, mereka terfokus pada pembelajaran di sekolah dan pengerjaan tugas-tugas, bukan belajar mengulas materi ataupun mempelajari materi pertemuan selanjutnya.

Berdasarkan fenomena tersebut, siswa SMK PGRI 2 Cimahi memiliki kemandirian belajar sudah cukup baik namun belum memaksimalkan semua kemampuan yang dimilikinya. Penulis beranggapan bahwa kemandirian belajar siswa salah satunya disebabkan oleh faktor internal dari dalam dirinya yaitu faktor siswa belum memiliki kecerdasan emosional yang baik. Kecerdasan emosional merupakan modal yang sangat penting dimiliki oleh siswa dalam menghadapi masalah belajar, sehingga mempengaruhi kemandirian belajar siswa. Karakteristik siswa yang memiliki kecerdasan emosi yaitu mampu memotivasi diri-sendiri, bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir serta berempati dan berdoa (Daniel Goleman, 2000, hlm. 57-58)

Kecerdasan emosional yang dimiliki seseorang sulit untuk diketahui karena memang tidak ada satupun alat tes yang dapat digunakan untuk mengukur kecerdasan emosi seseorang secara tepat, tetapi ada banyak situasi dimana gejolak emosi yang seseorang rasakan dapat diukur. Data berikut merupakan petunjuk kasar hasil dari pengukuran kecerdasan emosional dengan beberapa pernyataan pada siswa yang juga dimintai oleh penulis untuk menuliskan jadwal kegiatan hariannya, yakni 15 siswa kelas X, 15 siswa kelas XI, dan 15 siswa kelas XII di SMK PGRI 2 Cimahi. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat dengan diagram sebagai berikut:


(6)

Gambar 1.2

Hasil pengukuran Kecerdasan Emosional Siswa di SMK PGRI 2 Cimahi

Dari gambar di atas menyebutkan bahwa siswa dengan kecerdasan emosional rendah sebanyak 4 orang, hampir rendah 11 orang, normal 15 orang, hampir tinggi 12 orang dan tinggi sebanyak 3 orang. Siswa dipilih dengan jumlah sama rata yakni 15 orang dari masing-masing tingkatan kelas sebagai sampel sehingga totalnya 45 orang, karena disadari bahwa tekanan mental dan emosi masing-masing siswa pasti berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan kepribadiannya. Didapatkan dari gambar di atas sebagian besar siswa memiliki kecerdasan emosional yang normal, hal tersebut diduga akan terjadi pada siswa lain yang tidak diukur. Dengan alat ukur dan hasil kecerdasan emosional tertinggi yang didapatkan dan dikatakan normal atau sedang yang kemudian diharapkan mampu memberikan pengaruh yang baik terhadap kemandirian siswa dalam hal belajar.

Data pendukung lain yang menyebabkan peneliti tertarik untuk menjadikan kecerdasan emosional sebagai salah satu hal yang dapat mempengaruhi kemandirian belajar ialah penelitian yang dilakukan oleh ahli kecerdasan emosional yaitu Daniel Goleman. Menurut penelitiannya, skor IQ rata-rata anak-anak di AS meningkat cukup signifikan dibandingkan sewaktu PD I. Faktor penyebabnya adalah nutrisi yang baik, kesempatan menyelesaikan jenjang pendidikan yang lebih tinggi, kecilnya jumlah anggota keluarga, dan semakin maraknya permainan (game) komputer yang membantu anak-anak

4

11

15 12

3

Rendah

Hampir Rendah

Normal/Sedang

Hampir Tinggi

Tinggi

Jumlah siswa sesuai dengan tingkatan

kecerdasan emosionalnya


(7)

menguasai keterampilan berwawasan (spatial skills). Namun ironisnya, dengan meningkatnya skor IQ mereka tingkat EQ (kecerdasan emosional) mereka justru menurun. Hal yang menyebabkan adalah karena anak-anak saat ini tumbuh dalam kesepian dan depresi, lebih mudah marah dan sulit diatur, cenderung cemas, lebih inpulsif, dan agresif. Hal-hal demikian menurut Daniel Goleman berseberangan dengan dunia kerja saat ini dimana tingkat kecerdasan emosi lebih dibutuhkan dibandingkan dengan IQ (Daniel Goleman, 2000)

Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis menganggap EQ lebih penting bagi kesuksesan seorang siswa dibandingkan IQ. Hal tersebut meyakinkan penulis bahwa siswa yang mampu mengendalikan emosinya dan menyeimbangkan dengan IQ yang dimiliki akan lebih berhasil dibandingkan teman-temannya yang hanya lebih mementingkan IQ dan rendah di EQ di berbagai hal. Kecerdasan emosional yang optimal pada seorang siswa mampu memberikan dorongan untuk dia dapat tetap bertindak dan bersikap mandiri, meskipun ada suatu hal yang mengganggu hati dan pikirannya.

Penelitian tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemandirian belajar siswa sudah dilakukan oleh para peneliti lainnya. Dalam penelitian ini, konsep kecerdasan emosional merujuk kepada konsep menurut Daniel Goleman (1999 & 2000), Steven J. Stein dan Howard E. Book (2004) dan Ary Ginanjar (2007). Sedangkan konsep kemandirian belajar lebih diarahkan untuk merujuk kepada pendapat Chabib Toha (1996), Haris Mudjiman (2007), Muhtholi’ah (2002), B. Renita Mulyaningtyas & Yusuf Purnomo Hadiyanto (2007) dan Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2005). Pemaparan konsep dan teori akan dijelaskan pada bab selanjutnya.

Kecerdasan emosional yang tinggi mampu menjadikan kemampuan seseorang untuk dapat mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi agar dapat mengerjakan sesuatu dengan lebih efektif. Individu yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi maka kemungkinan besar ia akan berhasil di dalam kehidupannya karena ia menganggap semua yang ada dihadapannya harus ditempuh dengan penuh tanggung jawab dan motivasi yang tinggi. Berbeda dengan individu yang


(8)

memiliki tingkat kecerdasan emosional rendah, ia tidak dapat menahan kendali dan akan berpengaruh terhadap kehidupan jiwa dan efektivitas kerjanya sehari-hari.

Kemandirian belajar yang belum dimiliki semua siswa di sebuah lembaga pendidikan merupakan hal yang wajar, namun apabila dibiarkan maka akan berdampak pada kebiasaan hidup siswa itu sendiri setelah lulus dari sekolahnya dan memasuki dunia perkuliahan atau dunia kerja. Permasalahan tersebut harus segera dipecahkan, karena sekalipun guru memberikan pengajaran yang terbaik, dan orang tua memberikan arahan, namun apabila tidak tertanam kemandirian pada diri siswa itu sendiri maka akan tetap tidak optimal penyerapan segala materi belajar yang telah dipelajari.

Berdasarkan hal tersebut, mengingat pentingnya kemandirian belajar siswa yang berdampak langsung terhadap kualitas pendidikan di Indonesia, maka masalah kemandirian belajar ini merupakan aspek penting dalam pendidikan untuk diteliti. Faktor kecerdasan emosional merupakan faktor yang menarik untuk dikaji lebih dalam dan kaitannya dengan kemandirian belajar siswa. Oleh karena itu penulis tertarik mengambil judul “Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap

Kemandirian Belajar Siswa di SMK PGRI 2 Cimahi”

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah

Inti kajian dalam penelitian ini adalah masalah kemandirian belajar siswa di SMK PGRI 2 Cimahi. Kemandirian belajar merupakan proses seseorang untuk meyakini tindakannya dan berusaha mencapai tujuannya serta tidak bergantung pada orang lain. Definisi mengenai kemandirian belajar tersebut merujuk pada pendapat dari Abu Ahmadi (1990) yaitu “Belajar mandiri, tidak menggantungkan diri kepada orang lain, siswa, dituntut untuk memiliki keaktifan dan inisiatif sendiri dalam belajar, bersikap, berbangsa, maupun bernegara”.

Sehubungan dengan definisi di atas, banyak ahli yang mengemukakan faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar tersebut. Menurut Chabib Toha (1996, hlm. 124-125) menyatakan bahwa:

Faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar dibedakan menjadi dua arah, yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar. Faktor dari dalam seperti


(9)

kematangan usia, jenis kelamin dan kecerdasan anak. Faktor dari luar seperti kebudayaan, keluarga, sistem pendidikan, sistem kehidupan di masyarakat. Selanjutnya Hasan Basri (2000, hlm. 54) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar dibedakan menjadi dua, yaitu:

Faktor endogen (internal) dan faktor eksogen (eksternal). Faktor endogen adalah semua pengaruh yang bersumber dari dalam dirinya sendiri, seperti keadaan keturunan dan konstitusi tubuhnya sejak dilahirkan dengan segala yang melekat pada dirinya. Segala sesuatu yang dibawa sejak lahir merupakan bekal dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan individu selanjutnya. Macam-macam sifat dasar orang tua yang melekat pada diri seseorang antara lain seperti bakat, potensi kecerdasan, dan potensi pertumbuhan tubuhnya. Sedangkan faktor eksogen adalah semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya. Sering juga disebut sebagai faktor lingkungan. Faktor lingkungan keluarga dan masyarakat yang baik terutama dalam bidang nilai dan kebiasaan-kebiasaan hidup akan membentuk kepribadian termasuk juga dalam hal kemandiriannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar yang telah dijelaskan di atas, maka dengan keterbatasan waktu. biaya. dan kemampuan serta berdasarkan observasi yang penulis lakukan dan merujuk pada data empirik yang telah ada, maka penulis memfokuskan penelitian ini pada faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar yaitu mengenai kecerdasan emosional di SMK PGRI 2 Cimahi

Masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini, dirumuskan dalam pernyataan masalah (problem statement) sebagai berikut: “Kecerdasan emosional

siswa di SMK PGRI 2 Cimahi masih rendah, sehingga kemandirian belajar menjadi rendah. Hal ini menyebabkan kualitas peserta didik menjadi rendah, sehingga harus ditanggulangi agar dapat mencapai visi, misi, dan tujuan SMK PGRI 2 Cimahi.

Berdasarkan pernyataan masalah di atas, masalah dalam penelitian ini secara spesifik dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran tingkat kecerdasan emosional siswa di SMK PGRI 2 Cimahi?

2. Bagaimana gambaran tingkat kemandirian belajar siswa di SMK PGRI 2 Cimahi?


(10)

3. Adakah pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemandirian belajar siswa di SMK PGRI 2 Cimahi?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ilmiah memerlukan adanya tujuan yang jelas, untuk itu dalam penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara kecerdasan emosional dengan kemandirian belajar siswa di SMK PGRI 2 Cimahi. Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui gambaran tingkat kecerdasan emosional siswa di SMK PGRI 2 Cimahi

2. Untuk mengetahui gambaran tingkat kemandirian belajar siswa di SMK PGRI 2 Cimahi

3. Untuk mengetahui adakah pengaruh kecerdasan emosional terhadap tingkat kemandirian belajar siswa di SMK PGRI 2 Cimahi

1.4 Kegunaan Penelitian

Ada dua macam kegunaan penelitian ini, antara lain kegunaan teoritis dan kegunaan praktis.

1. Kegunaan teoritis

Kegunaan teoritis dalam penelitian ini adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan yang berharga yang berupa konsep-konsep kecerdasan emosional serta pengaruhnya terhadap kemandirian belajar siswa dan juga diharapkan dapat menjadi referensi serta memberikan sumbangan konseptual bagi penelitian sejenis dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan untuk perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan. 2. Kegunaan Praktis

a. Dapat memberikan input (masukan) serta gambaran kepada guru mengenai pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemandirian belajar siswa di SMK PGRI 2 Cimahi yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan cara guru mengembangkan kecerdasan emosional anak didiknya, bukan sekedar mengajar materi di kelas namun


(11)

juga memberikan arahan dan langkah-langkah agar siswa terbiasa untuk mengambil keputusan sendiri dalam hal belajar.

b. Bagi penulis untuk mengetahui kondisi sebenarnya tentang kecerdasan emosional yang akan mempengaruhi kemandirian belajar siswa baik di dalam maupun luar sekolah, sekaligus sebagai bekal pengetahuan saat nanti penulis terjun ke dunia pendidikan.


(1)

Gambar 1.2

Hasil pengukuran Kecerdasan Emosional Siswa di SMK PGRI 2 Cimahi

Dari gambar di atas menyebutkan bahwa siswa dengan kecerdasan emosional rendah sebanyak 4 orang, hampir rendah 11 orang, normal 15 orang, hampir tinggi 12 orang dan tinggi sebanyak 3 orang. Siswa dipilih dengan jumlah sama rata yakni 15 orang dari masing-masing tingkatan kelas sebagai sampel sehingga totalnya 45 orang, karena disadari bahwa tekanan mental dan emosi masing-masing siswa pasti berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan kepribadiannya. Didapatkan dari gambar di atas sebagian besar siswa memiliki kecerdasan emosional yang normal, hal tersebut diduga akan terjadi pada siswa lain yang tidak diukur. Dengan alat ukur dan hasil kecerdasan emosional tertinggi yang didapatkan dan dikatakan normal atau sedang yang kemudian diharapkan mampu memberikan pengaruh yang baik terhadap kemandirian siswa dalam hal belajar.

Data pendukung lain yang menyebabkan peneliti tertarik untuk menjadikan kecerdasan emosional sebagai salah satu hal yang dapat mempengaruhi kemandirian belajar ialah penelitian yang dilakukan oleh ahli kecerdasan emosional yaitu Daniel Goleman. Menurut penelitiannya, skor IQ rata-rata anak-anak di AS meningkat cukup signifikan dibandingkan sewaktu PD I. Faktor penyebabnya adalah nutrisi yang baik, kesempatan menyelesaikan jenjang pendidikan yang lebih tinggi, kecilnya jumlah anggota keluarga, dan semakin maraknya permainan (game) komputer yang membantu anak-anak

4

11

15 12

3

Rendah Hampir Rendah Normal/Sedang Hampir Tinggi Tinggi

Jumlah siswa sesuai dengan tingkatan

kecerdasan emosionalnya


(2)

menguasai keterampilan berwawasan (spatial skills). Namun ironisnya, dengan meningkatnya skor IQ mereka tingkat EQ (kecerdasan emosional) mereka justru menurun. Hal yang menyebabkan adalah karena anak-anak saat ini tumbuh dalam kesepian dan depresi, lebih mudah marah dan sulit diatur, cenderung cemas, lebih inpulsif, dan agresif. Hal-hal demikian menurut Daniel Goleman berseberangan dengan dunia kerja saat ini dimana tingkat kecerdasan emosi lebih dibutuhkan dibandingkan dengan IQ (Daniel Goleman, 2000)

Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis menganggap EQ lebih penting bagi kesuksesan seorang siswa dibandingkan IQ. Hal tersebut meyakinkan penulis bahwa siswa yang mampu mengendalikan emosinya dan menyeimbangkan dengan IQ yang dimiliki akan lebih berhasil dibandingkan teman-temannya yang hanya lebih mementingkan IQ dan rendah di EQ di berbagai hal. Kecerdasan emosional yang optimal pada seorang siswa mampu memberikan dorongan untuk dia dapat tetap bertindak dan bersikap mandiri, meskipun ada suatu hal yang mengganggu hati dan pikirannya.

Penelitian tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemandirian belajar siswa sudah dilakukan oleh para peneliti lainnya. Dalam penelitian ini, konsep kecerdasan emosional merujuk kepada konsep menurut Daniel Goleman (1999 & 2000), Steven J. Stein dan Howard E. Book (2004) dan Ary Ginanjar (2007). Sedangkan konsep kemandirian belajar lebih diarahkan untuk merujuk kepada pendapat Chabib Toha (1996), Haris Mudjiman (2007), Muhtholi’ah (2002), B. Renita Mulyaningtyas & Yusuf Purnomo Hadiyanto (2007) dan Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2005). Pemaparan konsep dan teori akan dijelaskan pada bab selanjutnya.

Kecerdasan emosional yang tinggi mampu menjadikan kemampuan seseorang untuk dapat mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi agar dapat mengerjakan sesuatu dengan lebih efektif. Individu yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi maka kemungkinan besar ia akan berhasil di dalam kehidupannya karena ia menganggap semua yang ada dihadapannya harus ditempuh dengan penuh tanggung jawab dan motivasi yang tinggi. Berbeda dengan individu yang


(3)

memiliki tingkat kecerdasan emosional rendah, ia tidak dapat menahan kendali dan akan berpengaruh terhadap kehidupan jiwa dan efektivitas kerjanya sehari-hari.

Kemandirian belajar yang belum dimiliki semua siswa di sebuah lembaga pendidikan merupakan hal yang wajar, namun apabila dibiarkan maka akan berdampak pada kebiasaan hidup siswa itu sendiri setelah lulus dari sekolahnya dan memasuki dunia perkuliahan atau dunia kerja. Permasalahan tersebut harus segera dipecahkan, karena sekalipun guru memberikan pengajaran yang terbaik, dan orang tua memberikan arahan, namun apabila tidak tertanam kemandirian pada diri siswa itu sendiri maka akan tetap tidak optimal penyerapan segala materi belajar yang telah dipelajari.

Berdasarkan hal tersebut, mengingat pentingnya kemandirian belajar siswa yang berdampak langsung terhadap kualitas pendidikan di Indonesia, maka masalah kemandirian belajar ini merupakan aspek penting dalam pendidikan untuk diteliti. Faktor kecerdasan emosional merupakan faktor yang menarik untuk dikaji lebih dalam dan kaitannya dengan kemandirian belajar siswa. Oleh karena itu penulis tertarik mengambil judul “Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap

Kemandirian Belajar Siswa di SMK PGRI 2 Cimahi” 1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah

Inti kajian dalam penelitian ini adalah masalah kemandirian belajar siswa di SMK PGRI 2 Cimahi. Kemandirian belajar merupakan proses seseorang untuk meyakini tindakannya dan berusaha mencapai tujuannya serta tidak bergantung pada orang lain. Definisi mengenai kemandirian belajar tersebut merujuk pada pendapat dari Abu Ahmadi (1990) yaitu “Belajar mandiri, tidak menggantungkan diri kepada orang lain, siswa, dituntut untuk memiliki keaktifan dan inisiatif sendiri dalam belajar, bersikap, berbangsa, maupun bernegara”.

Sehubungan dengan definisi di atas, banyak ahli yang mengemukakan faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar tersebut. Menurut Chabib Toha (1996, hlm. 124-125) menyatakan bahwa:

Faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar dibedakan menjadi dua arah, yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar. Faktor dari dalam seperti


(4)

kematangan usia, jenis kelamin dan kecerdasan anak. Faktor dari luar seperti kebudayaan, keluarga, sistem pendidikan, sistem kehidupan di masyarakat. Selanjutnya Hasan Basri (2000, hlm. 54) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar dibedakan menjadi dua, yaitu:

Faktor endogen (internal) dan faktor eksogen (eksternal). Faktor endogen adalah semua pengaruh yang bersumber dari dalam dirinya sendiri, seperti keadaan keturunan dan konstitusi tubuhnya sejak dilahirkan dengan segala yang melekat pada dirinya. Segala sesuatu yang dibawa sejak lahir merupakan bekal dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan individu selanjutnya. Macam-macam sifat dasar orang tua yang melekat pada diri seseorang antara lain seperti bakat, potensi kecerdasan, dan potensi pertumbuhan tubuhnya. Sedangkan faktor eksogen adalah semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya. Sering juga disebut sebagai faktor lingkungan. Faktor lingkungan keluarga dan masyarakat yang baik terutama dalam bidang nilai dan kebiasaan-kebiasaan hidup akan membentuk kepribadian termasuk juga dalam hal kemandiriannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar yang telah dijelaskan di atas, maka dengan keterbatasan waktu. biaya. dan kemampuan serta berdasarkan observasi yang penulis lakukan dan merujuk pada data empirik yang telah ada, maka penulis memfokuskan penelitian ini pada faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar yaitu mengenai kecerdasan emosional di SMK PGRI 2 Cimahi

Masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini, dirumuskan dalam pernyataan masalah (problem statement) sebagai berikut: “Kecerdasan emosional

siswa di SMK PGRI 2 Cimahi masih rendah, sehingga kemandirian belajar menjadi rendah. Hal ini menyebabkan kualitas peserta didik menjadi rendah, sehingga harus ditanggulangi agar dapat mencapai visi, misi, dan tujuan SMK PGRI 2 Cimahi.

Berdasarkan pernyataan masalah di atas, masalah dalam penelitian ini secara spesifik dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran tingkat kecerdasan emosional siswa di SMK PGRI 2 Cimahi?

2. Bagaimana gambaran tingkat kemandirian belajar siswa di SMK PGRI 2 Cimahi?


(5)

3. Adakah pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemandirian belajar siswa di SMK PGRI 2 Cimahi?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ilmiah memerlukan adanya tujuan yang jelas, untuk itu dalam penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara kecerdasan emosional dengan kemandirian belajar siswa di SMK PGRI 2 Cimahi. Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui gambaran tingkat kecerdasan emosional siswa di SMK PGRI 2 Cimahi

2. Untuk mengetahui gambaran tingkat kemandirian belajar siswa di SMK PGRI 2 Cimahi

3. Untuk mengetahui adakah pengaruh kecerdasan emosional terhadap tingkat kemandirian belajar siswa di SMK PGRI 2 Cimahi

1.4 Kegunaan Penelitian

Ada dua macam kegunaan penelitian ini, antara lain kegunaan teoritis dan kegunaan praktis.

1. Kegunaan teoritis

Kegunaan teoritis dalam penelitian ini adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan yang berharga yang berupa konsep-konsep kecerdasan emosional serta pengaruhnya terhadap kemandirian belajar siswa dan juga diharapkan dapat menjadi referensi serta memberikan sumbangan konseptual bagi penelitian sejenis dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan untuk perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan. 2. Kegunaan Praktis

a. Dapat memberikan input (masukan) serta gambaran kepada guru mengenai pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemandirian belajar siswa di SMK PGRI 2 Cimahi yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan cara guru mengembangkan kecerdasan emosional anak didiknya, bukan sekedar mengajar materi di kelas namun


(6)

juga memberikan arahan dan langkah-langkah agar siswa terbiasa untuk mengambil keputusan sendiri dalam hal belajar.

b. Bagi penulis untuk mengetahui kondisi sebenarnya tentang kecerdasan emosional yang akan mempengaruhi kemandirian belajar siswa baik di dalam maupun luar sekolah, sekaligus sebagai bekal pengetahuan saat nanti penulis terjun ke dunia pendidikan.