IMAJI JAN 2015 SOENARTO

Mengubah Tradisi Budaya Lokal
Sebuah studi kasus melibatkan pengaruh media TV
RM Soenarto
soenartorm@yahoo.co.id

Abstrak
Dari awal abad ke dua puluh, komunikasi elektronik berkembang cepat, menghasilkan perubahan di
berbagai bidang. Di Abad ke dua puluh satu, terjadi perubahan lebih cepat sampai paling ujung dan
menunjukkan berbagai tanda pada ramalan-ramalan yang jelas dan menetapkan perkiraan-perkiraan
sebelumnya.
Meskipun demikian seringkali sesuatu ketidakpastian pada komunikasi elektronik berjalan konstan
atau berpeluang seperti biasa terjadi pada perekonomian yang berhadapan dengan tehnologi mutakhir.
Di sisi lain perkembangan pada seni kreatif mengikuti perkembangan perangkat keras. Drama dan
penulis iksi mengangkat kehidupan sehari-hari. Sedangkan ilm dokumenter mempunyai arti sebagai
interpretasi kehidupan yang nyata.
Abstract
From its inception in the twentieth century, electronic communication has been rapidly developing,
expanding, and changing ield. In the twenty irst century, changes occur faster, reach farther , and show few
signs of a preditctably clear and predetermined path. Despite the sometimes unsetting nature of the changes in
electronic communication, there are some constant or presistent tendencies, such as economic and technological
convergence.

On the other hand the progress of the creative art followes the hardware. Writing is very demanding profession.
Drama and narative are ictional art forms that have a basis in everyday life. he documentary has been
deined as the creative interpretation of reality.
Kata Kunci

Sedangkan media televisi hanya menyediakan
waktu siarannya terbatas. Pakem kesenian klasik
biasa dilakukan dalam waktu yang panjang,
bahkan bisa berjam-jam. TVRI Yogya mencoba
memberi beberapa alternatif, upamanya acara
yang panjang tersebut dipilah-pilah menjadi
beberapa episode. Namun perhatian penonton
dipaksa untuk jeda dengan menunggu kelanjutan
pada waktu berikutnya, sehingga membuat
mereka merasa tidak nyaman.
Problematik waktu yang terbatas dengan
pagelaran kesenian klasik yang panjang itu
menggugah perhatian untuk mempertemukan
pakem klasik dengan memodernisir pertunjukan
tanpa mengerdilkan pakemnya.


Pembahasan
TVRI Yogya adalah TVRI Daerah
pertama yang di udara sejak 17 Agustus
1965. Jangkauan siarannya terbatas di sekitar
Yogyakarta, yang berada di bawah pemerintahan
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Masyarakat Yogya yang merasa dilahirkan
dan dibesarkan di sana mengakui bahwa mereka
ikut handarbeni (memiliki) pemerintahan
Kesultanan Ngayogyokarto. Hal ini terbukti pada
saat ada upacara-upacara tradisional kerajaan,
seperti ulang tahun Sultan, perkawinan agung
putra-putri Sultan, Ngabekten syawalan, Maulid
Nabi, dll. Yang secara emosional mengalap berkah
(mohon berkah) kebesaran Sultan.

Budaya lokal, Televisi
Keyword
Tradisional culture, Television

Pendahuluan
Memperhatikan judul dalam tulisan ini,
yaitu “Mengubah Tradisi Budaya Lokal” mau
tidak mau harus melibatkan perkembangan
perilaku manusia di abad dua puluh dan di
abad dua puluh satu. Perkembangan itu dipacu
oleh peranan media televisi yang bisa memberi
provokasi nyata. Kalau pada tahun 1962, TVRI
hanya dapat dilihat di Jakarta dan sekitarnya.
Edisi 6 No. 1 Juli 2013

Tetapi sejak tahun 1965, TVRI Daerah, dalam
hal ini Yogyakarta dapat menyaksikan acara
siaran bernuansa budayanya sendiri. Masyarakat
Yogya secara berkelompok ataupun sendirisendiri menunjukkan kemampuan berkesenian
di layar kaca televisi Yogyakarta. Di sisi lain
mereka ada yang membatalkan atau setidaknya
menunda kehadirannya di siaran televisi. Karena
harus mempertimbangkan kebiasaan yang
mempergelarkan lakonnya dengan pakem klasik.

Jurnal IMAJI | 4

Secara Antropoligis, masyarakat adalah
sekumpulan manusia yang saling berinteraksi.
Dengan kata lain suatu kesatuan masyarakat
dapat memiliki prasarana yang memungkinkan
para warganya untuk berinteraksi. Kesatuan
manusia yang berinteraksi di Yogya ini adalah
masyarakat yang mempunyai ikatan khusus, yaitu
antara Sultan dan orang-orang yang tinggal di
Yogyakarta. Sedangkan ikatan (keluarga, kerabat)
yang menyebabkan suatu kesatuan manusia
menjadi suatu masyarakat adalah pola (pattern)
tingkah laku yang menyangkut semua aspek
kehidupan dalam batas kesatuan tersebut, yaitu
sifatnya khas, mantap, dan berkesinambungan,
sehingga menjadi Adat Istiadat.

Edisi 6 No. 1 Juli 2013


Yogyakarta juga dikenal sebagai kota pelajar,
karena banyak mahasiswa yang datang dari luar
Yogya. Bahkan hampir seluruh dari kawasan
Republik Indonesia menimba pendidikan tinggi
di sini. Itulah maka Yogya dapat juga disebut
kota multikultural.
Kehadiran televisi di sini mengalami
‘kegaduhan’ kebudayaan tradisional yang
menganggap merusak kehidupan mereka turun
temurun. Di bidang pertanian para petani gamang,
tidak percaya tentang cara baru penggunaan
pupuk urea. Mereka biasa mempergunakan
pupuk kandang. Petugas penyuluh pertanian
secara intensif menganjurkan untuk mengalihkan
pengolahan tanah dengan pupuk kandang ke
pupuk urea melalui Siaran Pedesaan TVRI Yogya.
Bahkan Menteri Perdagangan Prof Soemitro
(pada waktu itu) menyampaikan sendiri bahwa
dengan pupuk urea, petani dapat meningkatkan
panennya. Menurut informasi, pupuk itu sudah

didistribusikan ke koperasi-koperasi desa.
Sehingga pada saat petani mulai tertarik untuk
mencobanya, justru pupuk urea yang dijanjikan
pemerintah tidak ada di mana-mana. Lalu
kembalilah petani menggunakan pupuk kandang.
Itu sebuah dilematis yang tumbuh di masyarakat.
Di bidang kesenian menuai pergeseran.
Stereotipe seni tradisi ke kontemporer yang
oleh para pemuka seni tradisional tidak
menghendakinya
mempertimbangkan
perkembangannya di kemudian hari.
Kalau kita tengok perkembangan seni
pertunjukan di abad ke-18 (delapan belas),
kehidupan tari klasik di istana kerajaan Yogyakarta
dan Surakarta berkembang sangat maju. Itu
dikarenakan peranan raja sangat dominan. Raja
ingin sesuatu yang baru, yang menghasilkan
pakem lain. Sultan Hamengkubuwono I
dari Yogyakarta dan Pangeran Adipati Arya

Mangkungoro I dari Surakarta menciptakan
drama tari dalam bentuk ‘wayang wong’ (wayang
orang). Ceritanya diambil dari epos Mahabharata
atau Epos Ramayana.
Teater istana ini berkembang menjadi
kesenian rakyat dan sangat digemari. Dengan
demikian perkembangan kebudayaan sudah ada
sejak abad ke delapan belas itu dengan pakem
yang ixed, tidak berubah-ubah, mulai adegan
pertama, proses cerita hingga akhir cerita. Jadi
Jurnal IMAJI | 5

pergeseran pembaharuan menghasilkan pakem
yang baru dan dipergunakan oleh siapapun yang
akan memainkan lakon tertentu.
Bagong Kusudiarjo, seniman panggung
yang sangat paham tentang pakam-pakem
seni pertunjukan pernah kesulitan dalam
memperpendek waktu pertunjukan yang biasa
dilakukan berjam-jam. Pemendekan waktu

pertunjukan berarti menyingkat pula jalannya
cerita. TVRI Yogya berharap benar agar beliau
dapat menyesuaikan keterbatasan waktu yang
dipunyai oleh televisi. Televisi minta meskipun
waktunya terbatas, namun hendaknya pakem
cerita tetap tidak berubah. Dan terjadilah
kemudian suatu peristiwa yang mengagumkan.
Seni pertunjukan Ketoprak
Saptamandala
yang dipimpin oleh Pak Bagong menghasilkan
pementasan ketoprak di TVRI Yogya dengan
waktu tidak lebih dari 1 (satu) jam dalam format
serial cerita. Judulnya “Tanah Perdikan”. Jika
dalam penyusunan plot kebiasaan pertunjukan
ketoprak tradisional disusun pada saat awal
adegan selalu dilakukan dialog bertembang
(menyanyi) yang berisi saling menyapa, saling
kabar kinabaran. Maka adegan semacam ini
ditiadakan. Diganti dengan aksi perang tanding
antara yang protagonis dengan yang antagonis.

Itu menarik penonton. Dialog-dialog yang
berkepanjangan dengan melagukan kata atau
kalimat-kalimatnya dikurangi. Sehingga waktu
pertunjukan bisa diperpendek namun tidak
mengurangi roh pakem cerita.
Prof.Umar Kayam, selaku Peneliti
Kebudayaan dan Perubahan Sosial UGM
(Universitas Gajah Mada) mengapresiasi
perkembangan
peradaban
seni
budaya
pertunjukan ketoprak itu dengan gaya yang baru.
Pak Bagong mendapat perhatian masyarakat,
tanpa menimbulkan konlik budaya. Bahkan
pernah dicoba untuk pertunjukan ketoprak
berbahasa Indonesia. Tetapi usaha itu tidak
diteruskan, karena masyarkat meng-complainnya. Model mempersingkat waktu pertunjukan
tanpa mengurangi pakem ceritanya terus bergulir
tanpa hambatan.


Edisi 6 No. 1 Juli 2013

Simpulan
Perubahan budaya lokal di daerah dalam
hal ini Yogyakarta berjalan tanpa banyak kendala.
Tetapi tetap mempertahankan pakem plot cerita
yang tidak merusak tradisi budaya sebelumnya.
Media Televisi menjadi ajang percobaan atas
proses pembaharuan seni budaya klasik. Peranan
pemangku empu kesenian dan kebudayaan sangat
mempunyai arti dalam merubah pertunjukan
tersebut. Mereka sangat berhati-hati dan penuh
ketelitian dalam mengubah suatu adegan
tanpa mempengaruhi rohnya isi cerita. Dan
penonton dapat menerimanya dengan legowo.
Kebudayaan memang tidak mandeg menjadi
museum tradisional tetapi berjalan mengikuti
perkembangan jaman.


Daftar Pustaka
Awuy, Tommy F. Teater Indonesia, Konsep,
sejarah, problem,Dewan Kesenian Jakarta,
1999.
Achmad, A.Kasim. Mengenal Teater
Tradisional di Indonesia. Dewan Kesenian
Jakarta
Ciptoprawiro, Abdullah, dr. Filsafat Jawa,
Balai Pustaka, th 2000
Kuncaraningrat, Prof. Pengantar Antropologi
– 1, Rineka Cipta, Jakarta, 1996
Kuncaraningrat, Prof. Kebudayaan Jawa, Balai
Pustaka Jkt, th 1994
Soenarto, RM, Televisiana, FFTV Press, 2000
Musburger, Robert B; Gorham Kindem,
Introduction to Media Production he Path
to Digital Media Production fourth Edition.
Focal Press, Copyright 2009.

Jurnal IMAJI | 6