PENGGUNAAN STRATEGI BELAJAR BAHASA DENGAN PENGUATAN EFIKASI DIRI BAGI PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA FORMAL : Studi Kuasieksperimen pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya).

(1)

Iis Lisnawati, 2014

PENGGUNAAN STRATEGI BELAJAR BAHASA

DENGAN PENGUATAN EFIKASI DIRI

BAGI PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA FORMAL

(Studi Kuasieksperimen pada Mahasiswa

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya)

DISERTASI

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh

gelar Doktor Pendidikan Bahasa Indonesia

oleh

Iis Lisnawati

NIM 1201624

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA


(2)

(3)

(4)

PENGGUNAAN STRATEGI BELAJAR BAHASA DENGAN PENGUATAN EFIKASI DIRI

BAGI PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA FORMAL (Studi Kuasieksperimen pada Mahasiswa

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya)

oleh Iis Lisnawati

Dra. IKIP Bandung, 1984 M.Pd. IKIP Bandung, 1996

Sebuah disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) pada Sekolah Pascasarjana

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

© Iis Lisnawati 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Disertasi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa izin dari penulis


(5)

Iis Lisnawati, 2014

ABSTRAK

Lisnawati, Iis. 2015. Penggunaan Strategi Belajar Bahasa dengan Penguatan Efikasi Diri bagi Peningkatan Kemampuan Berbicara Formal (Studi Kuasieksperimen pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya)

Kemampuan berbicara formal merupakan kemampuan yang harus dimiliki mahasiswa, khususnya mahasiswa calon guru bahasa Indonesia. Meskipun demikian, kondisi realistis menunjukkan bahwa kemampuan berbicara formal mahasiswa masih belum sesuai dengan harapan. Solusi atas permasalahan yang ditemukan adalah dengan memilih strategi yang memberi kesempatan bagi pengembangan semua ranah psikologi dan dimensi sosial mahasiswa secara maksimal dalam proses pembelajaran, yaitu strategi belajar bahasa (SBB) dengan penguatan efikasi diri (PED). Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan (1) profil pembelajaran berbicara formal pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Siliwangi Tasikmalaya, (2) proses pembelajaran berbicara formal dengan menggunakan SBBPED (3) keefektifan SBBPED dalam pembelajaran berbicara formal (4) respons mahasiswa terhadap penggunaaan SBBPED dalam pembelajaran berbicara formal. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan teknik penelitian berupa tes, angket, observasi, dan wawancara. Populasi penelitian adalah mahasiswa Semester I Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Siliwangi Tasikmalaya, tahun ajaran 2014/2015 yang dikelompokkan menjadi 5 kelas dan sampel penelitian adalah sebanyak 2 kelas (satu kelas kelompok eksperimen dan satu kelas kelompok kontrol). Melalui t pair test terbukti bahwa penggunaan SBBPED efektif digunakan dalam pembelajaran berbicara formal karena nilai sig. (2-tailed) perbedaan skor rerata prates dengan skor rerata pascates pada kelas eksperimen adalah 0,00 < 0,05 pada taraf kepercayaan 95%. Demikian pula jika dibandingkan dengan kelompok kontrol yang menggunakan strategi belajar terlangsung (SBT), terbukti penggunaan SBBPED dalam pembelajaran berbicara formal lebih efektif daripada penggunaan SBT dalam pembelajaran berbicara formal karena nilai sig. (2-tailed) perbedaan skor rerata pascates antara kedua kelompok tersebut adalah 0,00 < 0,05 pada taraf kepercayaan 95%. Saran yang diajukan berdasar pada hasil penelitian adalah bahwa dosen dapat memanfaatkan SBBPED sebagai alternatif strategi pembelajaran dan penelitian lanjutan hendaknya memperhatikan SBB dan faktor-faktor yang memengaruhinya secara komprehensif, keefektifan dari setiap sumber efikasi diri, serta memfokuskan penelitian pada aspek lain dari berbicara formal yang lebih urgen yang pencapaiannya masih kurang atau belum tergali dalam penelitian ini.


(6)

ABSTRACT

Lisnawati, Iis. 2015. The Use of Language Learning Strategy by Self- Efficacy Reinforcement for Enhancement of Formal Speaking Ability (Quasi-Experiment Study Toward Students of Indonesian Literary and Language Education Study Program, FKIP, University of Siliwangi Tasikmalaya)

Formal speaking ability is ability which should be possessed by college students, particularly student teacher of Indonesian Language subject. Nevertheless, the realistic

condition still indicate that student’s formal speaking ability still has not achieved as

expected. The solution of this problem is by choosing strategy which is assumed give opportunity for development of all psychology domains and student’s social dimension maximally in learning process, that is by learning language strategy (SBB) and self efficacy enforcement (PED). The aim of this study is to describe (1) profile of formal speaking learning in Indonesian Literary and Language Education Study Program, FKIP, University of Siliwangi Tasikmalaya, (2) process of formal speaking learning by using SBBPED, (3) effectiveness of SBBPED in formal speaking learning, (4) students’ response toward the use of SBBPED in formal speaking learning. The method used is experiment method by research technique in the form of test, questionnaire, observation and interview. Population of study are students of Semester I, Indonesian Literary and Language Education Study Program, FKIP, University of Siliwangi Tasikmalaya, in 2014/2015 academic year who are grouped into 5 classes and sample of study are 2 classes (one class of experiment group and one class of control group). Through t pair test, it is evidenced that the use of SBBPED is effective to be used in formal speaking learning because significance value (2-tailed) of pretest average score difference with posttest average score in experiment class is 0.00 < 0.05 in confidence degree of 95%. Also, if compared to control group which use Direct Learning Strategy (SBT), it is evidenced that SBBPED is more effective compared to SBT usage in formal speaking learning because significance value (2-tailed) of posttest average score difference between those two groups is 0.00 < 0.05 in confidence degree of 95%. The suggestion which is proposed based on this study result is that lecturers can utilized SBBPED as learning strategy alternative and follow-up study should pay attention to SBB factors which influence it comprehensively, the effectiveness of self-efficacy sources, and focus on another aspect of more urgent formal speaking which is still insufficient and have not delved in this study.


(7)

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN... ii

PERNYATAAN... iii

ABSTRAK... iv

KATA PENGANTAR... vi

UCAPAN TERIMA KASIH... ix

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR GAMBAR... xx

DAFTAR GRAFIK... xxi

DAFTAR LAMPIRAN... xxii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian... 1

B. Identifikasi Masalah Penelitian... 12

C. Rumusan Masalah Penelitian... 16

D. Tujuan Penelitian... 17

E. Manfaat Penelitian... 17

F. Struktur Organisasi Disertasi ... 18

BAB II STRATEGI BELAJAR BAHASA, EFIKASI DIRI, DAN BERBICARA FORMAL A. Hakikat Strategi Belajar Bahasa... 20

1. Pengertian Strategi Belajar Bahasa... 20

2. Karakteristik Strategi Belajar Bahasa ... 23

3. Jenis Strategi Belajar Bahasa... 27

4. Langkah-langkah Penggunaan Strategi Belajar Bahasa... 39

B. Hakikat Efikasi Diri ... 48

1. Pengertian Efikasi Diri ... 48


(9)

Iis Lisnawati, 2014

3. Dimensi Efikasi Diri ... 50

4. Pengembangan Efikasi Diri dalam Pembelajaran... 52

5. Pengukuran Efikasi Diri... 57

C. Hakikat Berbicara Formal... 58

1. Pengertian Berbicara Formal... 58

2. Jenis Berbicara Formal ... 61

3. Kendala dalam Berbicara Formal... 65

4. Presentasi sebagai Wahana Berbicara Formal... 68

D. Anggapan Dasar... 88

E. Hipotesis... 89

F. Penelitian yang Relevan... 89

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 100

B. Populasi dan Sampel Penelitian... 102

C. Teknik Pengumpulan Data ... 103

D. Instrumen Penelitian ... 104

E. Prosedur Penelitian ... 121

F. Paradigma Penelitian ... 124

G. Metode Penelitian... 126

H. Definisi Operasional... 126

I. Tempat dan Waktu Penelitian... 132

J. Teknik Pengolahan Data... 132

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Pembelajaran Berbicara Formal di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Siliwangi Tasikmalaya... 135

1. Perencanaan Pembelajaran ... 135

2. Proses Pembelajaran ... 157


(10)

4. Pembahasan... 162

B. Penggunaan SBBPED dan Penggunaan SBT dalam Pembelajaran Berbicara Formal ... 171

1. Deskripsi dan Analisis Penggunaan SBBPED ... 172

a. Perencanan Pembelajaran ... 172

b. Proses Pembelajaran... 172

c. Hasil Pembelajaran... 202

2. Deskripsi dan Analisis Penggunaan SBT... 217

a. Perencanaan Pembelajaran ... 217

b. Proses Pembelajaran... 217

c. Hasil Pembelajaran... 227

3. Pembahasan ... 239

C. Respons Mahasiswa terhadap Penggunaan SBBPED dalam Pembelajaran Berbicara Formal ... 298

1. Deskripsi dan Analisis Respons Mahasiswa... 298

2. Pembahasan... 305

D. Keterbatasan Penggunaan SBBPED dalam Pembelajaran Berbicara Formal... 311

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan... 313

B. Implikasi ... 316

C. Saran... 318

DAFTAR PUSTAKA ... 320


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Penelitian

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial. Artinya, manusia sebagai anggota masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya harus berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota masyarakat lainnya. Untuk dapat berinteraksi dan berkomunikasi, manusia memerlukan alat, yaitu bahasa. Dengan bahasa manusia dapat menyatakan pikiran, perasaan, dan keinginan kepada orang lain, bahkan menurut Badudu (1988, hlm. 3) “pikiran, perasaan, dan keinginan tidaklah mempunyai arti sebelum dinyatakan dengan bahasa, diketahui, ditanggapi, dan diberi reaksi oleh anggota masyarakat lainnya”. Oleh karena itu pula, dikatakan bahwa “fungsi bahasa yang paling mendasar adalah fungsi komunikasi, yaitu alat pergaulan dan perhubungan sesama manusia” (Nababan, 1991, hlm. 48). Menurut Samsuri (1994, hlm. 35) “bahasa adalah alat komunikasi yang par excellence”dibandingkan dengan alat komunikasi lainnya.

Berbicara merupakan salah satu wujud aktivitas berkomunikasi dengan bahasa yang memiliki frekuensi pemakaian yang relatif banyak setelah menyimak dibandingkan dengan kegiatan berbahasa lainnya, yaitu membaca dan menulis. Sebagaimana dikemukakan oleh Rivers (dalam Ghapanchi dan Taheryan, 2012, hlm. 65) bahwa orang dewasa menggunakan waktu 40-50% dari komunikasi untuk menyimak, 25-30% untuk berbicara, 11-16% untuk membaca, dan 9% untuk menulis. Juga diungkapkan oleh Arsjad dan Mukti (1993, hlm. 1) bahwa

“dari kenyataan berbahasa, seseorang lebih banyak berkomunikasi lisan dibandingkan dengan cara lain. Lebih dari separuh waktu kita digunakan untuk berbicara dan mendengarkan, dan selebihnya barulah untuk menulis dan membaca”.

Secara lebih terperinci Cole (2007, hlm. 5) menjelaskan bahwa berbicara dan menyimak merupakan hal mendasar untuk setiap aspek kehidupan dan pekerjaan. Dengan keterampilan komunikasi lisan yang baik manusia dapat


(12)

berhubungan baik dengan kolega dan pelanggan di tempat bekerja; bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkan dari organisasi dan individu; dapat menjelaskan hal-hal dengan jelas tentang masalah yang dihadapi; mengurangi terjadinya konflik dan agresi dari orang lain; memiliki hubungan yang lebih produktif dengan orang lain; dan lebih sukses dalam karier.

Dalam dunia akademik, khususnya di perguruan tinggi, berbicara memiliki peran yang sangat penting bagi mahasiswa. Mereka bukan hanya dituntut untuk mampu berpendapat secara lisan, melainkan juga harus mampu bertanya, berdiskusi, berargumentasi, berdebat, berpresentasi, menyanggah, menyampaikan saran dalam perkuliahan, seminar, rapat dan dalam kegiatan lainnya. Dalam hu-bungan ini Mulyati (2010, hlm. 133) mengemukakan bahwa “pembelajaran baha-sa Indonesia, khususnya berbicara, di perguruan tinggi mengacu pada kemampuan mengakses dan mentransformasi pengetahuan dengan bahasa tingkat tinggi”.

Khusus untuk mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai calon guru bahasa Indonesia, mahasiswa bukan hanya dituntut berbicara dalam bentuk-bentuk aktivitas tadi, melainkan juga dituntut untuk mampu mentransfer dan mengajarkan kemampuan berbicara kepada anak didiknya kelak. Oleh karena itu, sebelum mereka mentransfer dan mengajarkan kemampuan berbicara kepada anak didiknya, mahasiswa sendiri harus sudah mampu berbicara, khususnya berbicara formal.

Berbicara bukanlah sekadar mengucapkan bunyi-bunyi bahasa, melainkan di dalamnya terdapat pesan berupa perasaan, keinginan, pikiran, gagasan, ide pembicara untuk dipahami oleh lawan bicara. Sebagaimana dikemukakan Tarigan (2008, hlm. 16) bahwa “berbicara itu lebih daripada hanya sekedar pengucapan bunyi-bunyi bahasa. Berbicara adalah suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak”.

Sehubungan dengan hal di atas, agar penyimak memahami yang disam-paikan pembicara, bahasa yang digunakan oleh pembicara harus sama dengan bahasa yang digunakan oleh lawan bicara. Bahasa yang digunakan bergantung


(13)

pa-da situasi pembicaraan. Situasi pembicaraan formal menuntut penggunaan bahasa baku; situasi pembicaraan tidak formal tidak menuntut penggunaan bahasa baku. Dalam hubungan ini Supriana (2008, hlm. 14) mengemukakan bahwa

berdasarkan situasi, berbicara dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu sebagai berikut.

a) Berbicara formal yaitu berbicara yang terikat pada aturan-aturan, baik aturan kebahasaan maupun nonkebahasaan.

b) Berbicara nonformal yaitu berbicara yang tidak terlalu terikat pada aturan-aturan, berlangsung secara spontan, dan tanpa perencanaan”. Mengingat pentingnya berbicara dalam dunia akademik, khususnya di perguruan tinggi, kemampuan berbicara, khususnya berbicara formal, dijadikan kemampuan yang harus dikuasai mahasiswa. Dalam hubungan ini Bygate (1997, hlm. vii) berpendapat bahwa berbicara bagaimanapun adalah sebuah keterampilan yang layak untuk mendapatkan perhatian seperti keterampilan menulis, baik dalam bahasa pertama maupun dalam bahasa kedua. Menurut Nunan (1998, hlm. 39) sebagian besar orang menjadikan penguasaan berbicara sebagai aspek yang paling penting dalam pembelajaran bahasa kedua atau bahasa asing. Bahkan menurut Kayi (2006, hlm. 1) pengajaran berbicara adalah bagian yang sangat penting dalam belajar bahasa kedua. Kemampuan untuk berkomunikasi dalam bahasa kedua secara jelas dan efisien memberikan kontribusi bagi keberhasilan pembelajar di sekolah dan kesuksesan dalam setiap fase kehidupan. Oleh karena itu, pengajar bahasa perlu menaruh perhatian besar terhadap pembelajaran berbicara. Secara lebih khusus Arsjad dan Mukti (1993, hlm. 1) mengemukakan bahwa “kemampuan berbicara merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang harus dimiliki oleh seseorang, terutama mahasiswa”. Abidin (2010, hlm. 109) berpendapat sama dengan mengemukakan bahwa

“berbicara merupakan suatu keterampilan berbahasa yang harus dimiliki setiap orang apalagi pelajar”. Oleh karena itu, menurut Syihabuddin (2009, hlm. 193)

para siswa perlu dibekali dengan berbagai keterampilan berbicara melalui pelajaran bahasa Indonesia, bahkan keterampilan ini dipelajari melalui mata kuliah khusus di perguruan tinggi pada jurusan-jurusan bahasa. Keterampilan tersebut dipelajari, dilatihkan, dan dibinakan kepada siswa


(14)

atau mahasiswa pun bervariasi, mulai dari keterampilan yang sederhana hingga keterampilan yang kompleks seperti mempresentasikan makalah dalam sebuah forum ilmiah.

Berkaitan dengan hal tersebut, secara empiris, penelitian Mulyati (2010, hlm. 7) tentang materi yang sangat diperlukan mahasiswa dalam mata kuliah Bahasa Indonesia menunjukkan bahwa “aspek produktif berbahasa, yakni berbicara dan menulis merupakan kompetensi utama yang menjadi pilihan utama para mahasiswa”. Artinya, kemampuan berbicara merupakan salah satu kemampuan yang harus diprioritaskan dan diperhatikan pengajar dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

Meskipun berbicara merupakan kemampuan yang harus dikuasai mahasiswa, fenomena dan realita tentang kemampuan berbicara mahasiswa, khususnya kemampuan berbicara formal, yang dihadapi saat ini belumlah memenuhi harapan. Hal ini terbukti dari data yang diperoleh melalui observasi, angket, dan wawancara yang berkaitan dengan pembelajaran berbicara formal dalam penelitian pendahuluan yang penulis lakukan di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Temuan yang diperoleh adalah sebagai berikut.

Ketika mahasiswa diminta mengungkapkan pendapat atau bertanya dalam perkuliahan di kelas, hanya beberapa (1-2) mahasiswa, bahkan tidak ada mahasiswa yang berbicara ataupun bertanya. Selain itu, kadang-kadang yang berbicara mahasiswa tertentu saja. Ketika dosen bertanya, hampir semua mahasiswa (jumlahnya berkisar 30-36 orang) menjawab secara serempak, tetapi ketika disuruh berbicara sendiri hanya beberapa (1-2) mahasiswa yang berani berbicara, bahkan tidak ada, padahal sebenarnya mereka dapat menjawab pertanyaan dosen.

Terdapat mahasiswa yang ingin berbicara, tetapi tidak berani, malu, atau ragu-ragu berpendapat sehingga mahasiswa tersebut tidak berbicara atau menitipkan pertanyaan atau pendapat kepada temannya. Ketika temannya memenuhi permintaannya, dia menganggap bahwa pertanyaan atau pendapat


(15)

yang disampaikan temannya tidak sesuai dengan yang dimaksudnya. Bahkan, terdapat mahasiswa yang secara kognitif kaya (hal tersebut diketahui melalui tulisannnya), tetapi ketika harus berbicara merasa sulit. Selain itu, terdapat beberapa mahasiswa yang berani berbicara, tetapi berbicaranya tidak lancar dan tidak sistematis, atau bahkan isi pembicaraaannya tidak berkaitan dengan topik yang sedang dibahas.

Ketika mahasiswa berdiskusi kelompok, yang aktif berbicara hanya mahasiswa yang sudah terbiasa berbicara. Ketika melaporkan hasil diskusinya pun, yang melaporkan adalah mahasiswa yang dianggap mampu berbicara dalam kelompoknya. Begitu pula ketika ada pertanyaan dari dosen atau kelompok lain, yang menjawab masih mahasiswa yang sama.

Ketika mahasiswa mempresentasikan makalah, mayoritas mereka membaca makalah sehingga kontak mata antara pembicara dengan penyimak kurang atau bahkan tidak terjadi kontak mata karena perhatian mahasiswa tertuju pada bacaan yang ada pada makalah, catatan, atau LCD. Mimik pembicara memperlihatkan keragu-raguan atau malu-malu disertai gerakan-gerakan bagian anggota tubuh yang tidak perlu atau tidak membantu pemahaman penyimak.

Bahasa yang digunakan mahasiswa pun masih bercampur antara bahasa Indonesia baku, bahasa Indonesia nonbaku, dan bahasa daerah, terutama dalam pembicaraan yang dilakukan dalam situasi formal. Penggunaan bahasa nonbaku, misalnya engga, emang, cuma, pingin, pengen, gimana, gitu, gini, kenapa dan penggunaan bahasa daerah misalnya teh, mah, dan pada masih muncul dalam situasi formal.

Berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi tentang kemampuan berbicara formal Arsjad dan Mukti (1993, hlm. i) berpendapat bahwa

“kemampuan berbicara mahasiswa masih jauh dari memadai. Hal ini terlihat dari cara mereka mengemukakan pendapat, misalnya, bertanya di dalam kelas, berdiskusi, berpidato, berceramah, dan berseminar. Bahkan, ada yang tidak berani berbicara sama sekali”.


(16)

Arsjad dan Mukti (1993, hlm. 23) pun menyatakan bahwa

“berbicara dalam situasi formal tidaklah semudah yang dibayangkan orang. Walaupun secara alamiah setiap orang mampu berbicara, namun berbicara secara formal atau dalam situasi yang resmi sering menimbulkan kegugupan sehingga gagasan yang dikemukakan menjadi tidak teratur dan akhirnya bahasanya pun menjadi tidak teratur”.

Kondisi realistis tentang lemahnya atau kebelummaksimalan kemampuan berbicara formal mahasiswa tentu saja memerlukan solusi. Pembelajaran merupakan sebuah sistem. Oleh karena itu, salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal tadi adalah dengan menganalisis setiap komponen yang terlibat dalam pembelajaran. Komponen dalam sistem pembelajaran menurut Iskandarwassid dan Sunendar (2008, hlm. 1) meliputi “pengajar, tujuan pengajaran, pembelajar, materi pelajaran, metode pengajaran, media pengajaran, dan faktor adminsitrasi serta biaya yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar secara optimal”.

Sistem pembelajaran yang sedang berlaku sekarang, khususnya di perguruan tinggi, berorientasi kepada mahasiswa. Sebagaimana dinyatakan Dirjen Dikti (2008, hlm. 22) bahwa “proses dan materi pembelajaran di perguruan tinggi tidak lagi berbentuk Teacher-Centered Content-Oriented (TCCO), tetapi diubah dengan menggunakan prinsip Student-Centered Learning (SCL)”. Dalam Bab II, Bagian Keempat Pasal 11 Permendikbud RI Nomor 49 Tahun 2014 tentang Standar Proses pun dinyatakan bahwa salah satu karakteristik proses pembelajaran adalah berpusat pada mahasiswa. Oleh karena itu, faktor mahasiswa harus menjadi perhatian dalam pembelajaran. Dalam kaitan ini Sanjaya (2011, hlm. 55)

mengemukakan “bagaimanapun faktor siswa dan guru merupakan faktor yang sangat menentukan dalam interaksi pembelajaran”.

Slameto (2003, hlm. 54) mengemukakan bahwa “faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah


(17)

faktor yang ada di luar individu”. Oleh karena itu, yang harus diperhatikan dalam pembelajaran bukan hanya faktor eksternal pembelajar, melainkan juga faktor internal pembelajar. Salah satu faktor internal pembelajar adalah faktor psikologis. Menurut Brown (2000, hlm. 46) empat domain psikologi yang dioperasikan dalam pendidikan adalah fisik, kognitif, afektif, dan linguistik.

Pendapat di atas mengisyaratkan bahwa di dalam pembelajaran berbicara formal pun faktor psikologis pembelajar harus diperhatikan, apalagi berbicara merupakan kegiatan yang kompleks yang melibatkan faktor psikologis. Sebagaimana dikemukakan Harris (1969, hlm. 81) bahwa berbicara merupakan kegiatan yang kompleks yang membutuhkan penggunaan simultan dari sejumlah kemampuan yang berbeda. Dalam hubungan ini Tarigan (2008, hlm. 16)

berpendapat bahwa “berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang

memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif secara luas”.

Uraian di atas pun mengisyaratkan bahwa di dalam pembelajaran berbicara formal, faktor psikologis yang harus diperhatikan bukan hanya faktor kognitif pembelajar, melainkan juga faktor afektif dan psikomotor pembelajar. Hal ini sesuai dengan hakikat berbahasa itu sendiri, sebagaimana dikemukakan Greene, (2000, hlm. 144) bahwa berbahasa adalah aktivitas psikologis. Secara lebih khusus Thornbury (2005, hlm. 25) mengemukakan bahwa terdapat sejumlah faktor yang menentukan mudah atau sulitnya berbicara, yaitu faktor kognitif, faktor afektif, dan faktor performa. Brown (2001, hlm. 269) pun berpendapat bahwa salah satu kendala utama pembelajar yang harus diatasi dalam belajar berbicara adalah kecemasan yang menyebabkan pembelajar melontarkan hal-hal yang salah atau tidak bisa dimengerti.

Beberapa penelitian pun menunjukkan bahwa faktor psikologis terlibat dalam penggunaan bahasa, khususnya berbicara, di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Garnham (1994, hlm. 208). Garnham mengemukakan bahwa meskipun ketidaklancaran berbahasa tidak termasuk kesalahan, hal itu


(18)

menunjukkan sistem produksi yang sangat tinggi sehingga terjadi kelebihan beban dalam pemprosesan.

Sejalan dengan pendapat di atas Nababan (1992, hlm. 61) mengemukakan bahwa kesalahan dalam berbicara berupa keraguan, jeda, pembetulan, permulaan yang salah, pengulangan, kegagapan (stutering), dan lidah keseleo (slip of the tongue), kesalahan melafalkan kata-kata yang tidak sering didengar disebabkan kesaratan beban (over loading). Hal tersebut didorong oleh perasaan waswas (menghadapi ujian atau pertemuan dengan orang yang ditakuti), terpengaruh oleh perasaan afektif, atau karena penutur kurang menguasai topik atau materi, sehingga konsentrasinya terputus dan pikiran serta ucapan tidak tersambung dengan baik.

Penelitian Clark dan Clark (dalam Musfiroh, 2002, hlm. 59) pun menunjukkan bahwa kesalahan dalam berbicara disebabkan oleh faktor psikologis berupa ketergesaan, keterbatasan pelafalan, tekanan, keterbatasan pengetahuan tentang topik. Hal ini menunjukkan bahwa kesalahan dalam berbicara disebabkan oleh faktor kognitif dan faktor afektif pembicara.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa penyebab ketidakmampuan berbicara formal adalah faktor kognitif (keterbatasan atau kurang menguasai topik atau materi, kurang menguasai bahasa) dan faktor afektif (kecemasan, ragu-ragu, waswas, ketergesaan). Hal ini didukung pula oleh temuan penelitian pendahuluan yang penulis lakukan di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Siliwangi Tasikmalaya melalui angket dan wawancara yang menunjukkan bahwa kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam berbicara formal adalah kesulitan mahasiswa dalam mengembangkan isi pembicaraan, dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan dalam mengatasi kecemasan dan kegugupan. Sebagaimana terlihat pada tabel berikut.

Tabel 1.1

Kesulitan yang Dihadapi Mahasiswa dalam Berbicara Formal


(19)

Kesulitan dalam mengembangkan isi pembicaraan, kesulitan dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan kesulitan mengatasi kecemasan dan kegugupan

34 24

Kesulitan dalam mengembangkan isi pembicaraan dan kesulitan dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar

5 4

Kesulitan dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik

dan benar dan kesulitan mengatasi kecemasan dan kegugupan 2 2

Kesulitan dalam mengembangkan isi pembicaraan dan

kesulitan mengatasi kecemasan dan kegugupan 1 1

Kesulitan dalam mengembangkan isi pembicaraan 6 4

Kesulitan dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik

dan benar 46 33

Kesulitan mengatasi kecemasan dan kegugupan 45 32

Jumlah 139 100

Berdasarkan pendapat dan temuan tadi, dapat dinyatakan bahwa dalam pembelajaran berbicara formal strategi pembelajaran yang dipilih hendaknya strategi yang memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan kognitif dan afektif. Sebagaimana dikemukakan Lang dan David (2006, hlm. 109) bahwa pembelajaran bukan hanya mengembangkan kognitif. Aspek afektif harus menjadi bagian yang penting dari perencanaan, proses, dan evaluasi dalam pengajaran.

Penggunaan bahasa terjadi dalam interaksi sosial. Dalam hubungan ini Piaget (dalam Slavin, 2005, hlm. 37) mengemukakan bahwa “pengetahuan tentang perangkat sosial –bahasa, nilai-nilai, peraturan, moralitas, dan sistem simbol (seperti membaca dan matematika)– hanya dapat dipelajari dalam interaksi dengan orang lain”. Oleh karena itu, yang harus diperhatikan dalam pembelajaran berbicara bukan hanya kognitif dan afektif, melainkan juga dimensi sosial. Dalam hubungan ini VanPatten (1996, hlm. 151) menyatakan bahwa yang dipertimbangkan dalam pembelajaran bukan hanya mekanisme kognitif, melainkan juga dimensi sosial yang juga akan membangun afektif pembelajar.

Pendapat-pendapat di atas mengisyaratkan bahwa strategi pembelajaran yang dipilih pun hendaknya bukan hanya strategi yang mengembangkan kognitif dan afektif mahasiswa, melainkan juga strategi yang mengembangkan dimensi


(20)

sosial mahasiswa. Strategi yang memberi kesempatan untuk mengembangkan kognitif, afektif, dan dimensi sosial mahasiswa adalah language learning strategies „strategi belajar bahasa‟ (untuk selanjutnya disingkat menjadi SBB).

Oxford (1990a, hlm. 8) mengemukakan bahwa SBB didefinisikan sebagai operasi yang digunakan oleh pembelajar untuk membantu meningkatkan pemerolehan, penyimpanan, pencarian, dan penggunaan informasi. SBB adalah tindakan spesifik yang diambil oleh pembelajar untuk membuat belajar lebih mudah, lebih cepat, lebih menyenangkan, lebih mandiri, lebih efektif, dan lebih mudah dipindahkan pada situasi baru.

Sesuai dengan kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam berbicara formal, yaitu kesulitan dalam mengembangkan isi pembicaraan dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar (kognitif) dan kesulitan dalam mengatasi kecemasan dan kegugupan ketika berbicara (afektif) serta pentingnya pengembangan kognitif, afektif, dan dimensi sosial mahasiswa dalam pembelajaran berbicara formal, SBB yang dipilih dalam pembelajaran berbicara formal adalah strategi kognitif, strategi metakognitif, strategi afektif, dan strategi sosial. Hal ini pun selaras dengan temuan dalam penelitian pendahuluan yang telah penulis lakukan di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Siliwangi Tasikmalaya yang menunjukkan bahwa strategi yang digunakan dalam pembelajaran berbicara formal belum mengembangkan kognitif, afektif, dan dimensi sosial mahasiswa secara maksimal karena hanya sebatas teori dan saran.

Pengombinasian keempat strategi tadi dimaksudkan bahwa di dalam pembelajaran berbicara formal strategi kognitif digunakan untuk mengembangkan kognitif mahasiswa yang berkaitan dengan topik atau materi yang disampaikan dan bahasa yang digunakan. Strategi metakognitif digunakan untuk mengontrol kognitif mahasiswa. Strategi afektif digunakan untuk mengelola perasaan mahasiswa sehingga perasaan mahasiswa relatif stabil dan mampu berbicara formal sesuai dengan kriteria. Strategi sosial digunakan untuk mengasah kognitif,


(21)

mengoperasionalkan metakognitif, dan mengelola afektifnya karena penggunaan bahasa pada hakikatnya dilakukan dalam interaksi sosial.

SBB digunakan dalam pembelajaran disebabkan tidak selamanya pembelajar menyadari penggunaan SBB. Dalam hubungan ini Muho dan Kurani (2011, hlm. 174) berpendapat bahwa SBB tampaknya menjadi salah satu variabel yang paling penting yang mempengaruhi kinerja dalam bahasa kedua. Oleh karena itu, pengajar perlu lebih menyadarkan pembelajar akan SBB melalui pelatihan yang tepat. Kinoshita (2003) berpendapat sama dengan menyatakan bahwa pembelajaran dengan SBB adalah pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran pembelajar akan SBB dan mempraktikannya sehingga pembelajar menjadi pemakai SBB yang lebih baik dan dianggap lebih efisien serta lebih tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut Chamot (2004a, hlm. 19) mengusulkan bahwa pengajar harus memilih instruksi SBB yang eksplisit dan mungkin harus mengintegrasikannya ke dalam program kerja rutin mereka daripada memberikan kursus tentang instruksi yang terpisah. Ia juga menyarankan para pengajar agar mempelajari dan aktif mengajari pembelajar tentang instruksi yang dibutuhkan untuk berhasil dalam program tersebut.

Salah satu kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam berbicara formal adalah kesulitan dalam mengatasi kecemasan dan kegugupan ketika berbicara formal. Menurut Bandura (1997, hlm. 2) kecemasan terkait dengan rendahnya efikasi diri (self-efficacy). Efikasi diri adalah keyakinan akan kemampuan untuk melakukan kegiatan dalam rangka menyelesaikan tugas atau mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan demikian, pembelajaran berbicara formal hendaknya memberi peluang untuk menginternalisasikan, mengembangkan, atau menguatkan efikasi diri mahasiswa agar kecemasan dan kegugupan bisa dieliminasi.

SBB adalah perilaku, tindakan, atau kegiatan. Oleh karena itu, untuk melakukan SBB diperlukan efikasi diri dalam diri pembelajar. Dengan demikian, penguatan efikasi diri dalam pembelajaran berbicara formal bukan hanya bisa


(22)

menghilangkan kecemasan pembelajar, melainkan juga bisa memaksimalkan penggunaan SBB sehingga mahasiswa bisa mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Hubungan SBB dengan efikasi diri telah diteliti oleh Azrien, dkk. (2011, hlm. 19) dalam pembelajaran bahasa Arab. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efikasi diri adalah prediktor terbaik dalam menentukan SBB mahasiswa. Efikasi diri memiliki hubungan yang signifikan dengan SBB. Mahasiswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi memiliki SBB yang baik, sebaliknya, mahasiswa yang memiliki efikasi diri yang rendah memiliki SBB yang lemah.

Zimmerman (2000, hlm. 86) menyatakan bahwa efikasi diri memengaruhi metode belajar yang digunakan pembelajar serta proses motivasi. Hal ini memvalidasi peran mediasional yang dimainkan efikasi diri dalam memotivasi ketekunan dan prestasi akademis. Secara lebih khusus penelitian Gahungu (2009, hlm. 1) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara efikasi diri, SBB, dan kemampuan berbahasa.

Efikasi diri bisa dikembangkan melalui sumber efikasi diri, yaitu pengalaman sendiri, pengalaman orang lain (di antaranya melalui pemodelan), persuasi verbal, dan kondisi fisik atau psikologis seseorang (Bandura, 1997, hlm. 195-199). Oleh karena itu, dalam pembelajaran berbicara formal, penguatan efikasi diri untuk memaksimalkan penggunaan SBB dilakukan melalui keempat sumber efikasi diri tersebut.

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Pembelajaran adalah sebuah sistem. Artinya, keberhasilan pembelajaran bergantung pada komponen-komponen sistem pembelajaran. Menurut Iskandarwassid dan Sunendar (2008, hlm. 1) “komponen-komponen pembelajaran meliputi pengajar, tujuan pengajaran, peserta didik, materi pelajaran, metode pengajaran, media pengajaran, dan faktor administrasi serta biaya yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar secara optimal”. Oleh karena


(23)

itu, mengidentifikasi permasalahan dalam pembelajaran berbicara formal pun dilakukan dengan mengidentifikasi komponen-komponen pembelajaran tadi.

Berkaitan dengan pengajar, dalam hal ini dosen, pengajar merupakan faktor yang paling menentukan keberhasilan pembelajaran berbicara formal karena pengajarlah yang menentukan komponen pembelajaran lainnya. Sebagaimana dikemukakan Iskandarwassid dan Sunendar (2008, hlm. 159) bahwa “sebagai perencana pengajaran pengajar bertugas merencanakan kegiatan pembelajaran seperti merumuskan tujuan, memilih bahan, memilih metode, menetapkan evaluasi, dan sebagainya”. Dalam hubungan ini Sanjaya (2011, hlm. 63) berpendapat bahwa “dalam proses pembelajaran guru memegang peranan yang sangat penting. Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam

implementasi suatu pembelajaran”.

Pendapat-pendapat di atas mengisyaratkan bahwa ketidakmampuan pengajar dalam menentukan komponen-komponen pembelajaran lain bisa menyebabkan hasil pembelajaran tidak sesuai dengan yang seharusnya. Dengan kata lain, pengajar bisa menjadi penyebab ketidakberhasilan dalam sebuah pembelajaran, khususnya pembelajaran berbicara formal.

Tujuan pembelajaran merupakan komponen yang penting dalam pembelajaran. Sebagaimana diisyaratkan Sanjaya (2011, hlm. 64) bahwa “tujuan yang jelas dapat membantu guru dalam menentukan materi pelajaran, metode, atau strategi pembelajaran, alat, media, dan sumber belajar, serta dalam

menentukan dan merancang alat evaluasi untuk melihat keberhasilan siswa”. Tujuan pembelajaran hendaknya berorientasi pada pencapaian pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan kompetensi dasar dan standar kompetensi yang harus dicapai (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014). Salah satu permasalahan yang ditemukan dalam penelitian pendahuluan yang penulis lakukan di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya adalah bahwa kompetensi dasar, indikator, dan tujuan pembelajaran yang dirumuskan dosen berorientasi pada pengetahuan. Dengan demikian,


(24)

kebelummaksimalan kemampuan berbicara formal mahasiswa dapat disebabkan oleh tujuan pembelajaran yang dirumuskan yang hanya mengarah pada pencapaian pengetahuan dan tidak mengarah pada pencapaian keterampilan dan sikap.

“Pembelajar sebagai orang yang belajar merupakan subjek yang sangat penting dalam proses pembelajaran (Iskandarwassid dan Sunendar, 2008: 11). Faktor guru dan siswa merupakan faktor yang sangat menentukan dalam interaksi pembelajaran” (Sanjaya, 2011, hlm. 55). Menurut Syah (2005, hlm. 132)

secara global faktor-faktor yang memengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu

1) faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa

2) faktor eksternal (faktor dari luar diri siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa

3) faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. Uraian di atas mengisyaratkan bahwa pembelajar dengan faktor yang memengaruhinya bisa menjadi penyebab kebelummaksimalan pembelajaran berbicara formal. Hal ini selaras dengan temuan pada penelitian pendahuluan yang penulis lakukan di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Siliwangi Tasikmalaya yang menunjukkan bahwa kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam berbicara formal adalah kesulitan dalam mengembangkan isi pembicaraan, kesulitan dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan kesulitan dalam mengatasi kecemasan dan kegugupan ketika berbicara.

Kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam berbicara formal di atas mengisyaratkan pula bahwa strategi, metode, atau teknik pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran berbicara formal belum memberi peluang untuk mengembangkan kognitif dan afektif pembelajar secara maksimal. Hal ini didukung oleh data yang ditemukan dalam penelitian pendahuluan yang penulis lakukan di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP,


(25)

Universitas Siliwangi Tasikmalaya yang menunjukkan bahwa dalam pembelajaran berbicara formal strategi pembelajaran yang digunakan memberikan peluang bagi pengembangan kognitif dan afektif pembelajar, tetapi belum maksimal karena hanya terbatas pada teori dan saran serta tidak dilakukan pelatihan secara intensif di dalam kelas. Dengan demikian, strategi, metode, dan teknik pembelajaran pun dapat menjadi penyebab ketidakberhasilan pembelajaran berbicara formal.

Menurut Sanjaya (2011, hlm. 32)

Evaluasi memegang peranan penting dalam pembelajaran karena melalui evaluasi guru dapat menentukan apakah siswa yang diajarnya sudah memiliki kompetensi yang telah ditetapkan sehingga mereka layak diberikan program pembelajaran baru; atau malah sebaliknya siswa belum mencapai standar minimal sehingga mereka perlu diberi program remedial. Pernyataan di atas mengisyaratkan bahwa evaluasi harus selalu relevan dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Namun, menurut Sanjaya (2011, hlm. 32) “kelemahan yang sering terjadi sehubungan dengan pelaksanaan evaluasi selama ini adalah guru dalam menentukan keberhasilan siswa terbatas pada hasil tes secara tertulis akibatnya sasaran pembelajaran hanya terbatas pada kemampuan siswa untuk mengisi soal-soal yang biasa keluar dalam tes”. Dengan demikian, evaluasi pembelajaran bisa menjadi penyebab ketidakberhasilan pembelajaran berbicara formal karena mengukur yang tidak seharusnya diukur.

“Materi pembelajaran merupakan inti pembelajaran” (Sanjaya, 2011, hlm. 60) karena “materi pembelajaran merupakan medium untuk mencapai tujuan pengajaran” (Fathurrohman dan Sutikno, 2009, hlm. 12). Materi pembelajaran yang tidak relevan dengan tujuan pembelajaran bisa menyebabkan tujuan yang telah ditetapkan tidak tercapai. Dengan demikian, materi pembelajaran bisa menjadi penyebab ketidakberhasilan pembelajaran berbicara formal.

Fathurrohman dan Sutikno (2011, hlm. 24) berpendapat bahwa

“Peranan media pembelajaran tidak akan terlihat apabila penggunaannya tidak sejalan dengan esensi tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Karena itu, tujuan pengajaran harus dijadikan pangkal acuan untuk menggunakan media. Manakala diabaikan, media bukan lagi menjadi alat


(26)

bantu pengajaran, tetapi sebagai penghambat dalam pencapaian tujuan secara efektif dan efisien”.

Dengan demikian, ketidakberhasilan pembelajaran formal bisa disebabkan oleh penggunaan media pembelajaran yang tidak tepat.

Dari faktor-faktor pembelajaran tadi, faktor strategi pembelajaran merupakan faktor yang harus menjadi faktor atau penyebab masalah yang diprioritaskan dalam penelitian karena di dalam penggunaan strategi pembelajaran semua komponen dalam sistem pembelajaran terlibat. Sebagaimana dikemukakan Sanjaya (2011, hlm. 60) bahwa

strategi adalah komponen yang juga mempunyai fungsi yang sangat menentukan. Keberhasilan pencapaian tujuan sangat ditentukan oleh komponen ini. Bagaimanapun lengkap dan jelasnya komponen lain, tanpa diimplementasikan melalui strategi yang tepat, maka komponen-komponen tersebut tidak akan memiliki makna dalam proses pencapaian tujuan”.

Sagala (2010, hlm. 56) berpendapat sama dengan mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah pemilihan umum atas berbagai jenis latihan tertentu didesain menjadi kegiatan pendidik dan pengalaman belajar peserta didik dalam bentuk kegiatan belajar mengajar dengan mengintegrasikan urutan kegiatan, materi pelajaran, penggunaan secara tepat peralatan dan waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan dan kompetensi yang telah ditetapkan.

Secara terperinci Dick, Carey, dan Carey (2009, hlm. 167-179) menyatakan bahwa strategi meliputi

1) sistem penyampaian (relevan dengan metodologi umum pembelajaran); 2) urutan dan pengelompokan bahan pembelajaran;

3) komponen pembelajaran pada strategi instruksional; a) aktivitas prapembelajaran,

b) presentasi informasi, c) partisipasi siswa, d) pengujian, dan e) tindak lanjut; dan 4) pengelompokan siswa


(27)

Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini penulis mencoba menggunakan strategi belajar bahasa, khususnya strategi kognitif, strategi metakognitif, strategi afektif, dan strategi sosial dengan penguatan efikasi diri (selanjutnya disingkat SBBPED) untuk meningkatkan kemampuan berbicara formal mahasiswa.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Bagaimanakah profil pembelajaran berbicara formal pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Siliwangi Tasikmalaya?

2) Bagaimanakah proses pembelajaran berbicara formal dengan menggunakan SBBPED pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Siliwangi Tasikmalaya?

3) Apakah penggunaan SBBPED dalam pembelajaran berbicara formal efektif untuk meningkatkan kemampuan berbicara formal mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Siliwangi Tasikmalaya?

4) Bagaimanakah respons mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Siliwangi Tasikmalaya terhadap penggunaan SBBPED bagi peningkatan kemampuan berbicara formal?

D. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah di atas penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

1) profil pembelajaran berbicara formal pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Siliwangi Tasikmalaya; 2) proses pembelajaran berbicara formal dengan menggunakan SBBPED pada

mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Siliwangi Tasikmalaya;


(28)

3) keefektifan SBBPED dalam pembelajaran berbicara formal untuk meningkatkan kemampuan berbicara formal mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Siliwangi Tasikmalaya;

4) respons mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Siliwangi Tasikmalaya terhadap penggunaaan SBBPED bagi peningkatan kemampuan berbicara formal mahasiswa.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat baik secara teoretis maupun secara praktis. Secara teoretis penelitian ini mendukung teori pembelajaran, khususnya teori SBB, teori efikasi diri, dan teori berbicara formal. Hasil penelitian membuktikan bahwa pembelajaran berbicara formal dengan menggunakan SBBPED dapat meningkatkan kemampuan berbicara formal. Hal ini mendukung teori bahwa SBB dapat meningkatkan kemampuan berbahasa mahasiswa.

Melalui persuasi verbal dosen, pengalaman orang lain (pemodelan), pengalaman diri sendiri, dan pengondisian pskologis, mahasiswa termotivasi untuk melakukan SBB. Hal ini membuktikan teori bahwa efikasi diri memengaruhi motivasi mahasiswa dalam melakukan kegiatan, membangun keuletan dan ketekunan mahasiswa dalam pembelajaran, serta lebih jauhnya mahasiswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Berbicara formal merupakan aktivitas yang kompleks yang melibatkan proses psikologis, baik kognitif, afektif, maupun performa, serta dimensi sosial. Oleh karena itu, agar pembelajaran berbicara formal berhasil proses pembelajaran harus melibatkan semua ranah dan dimensi tadi dalam diri mahasiswa. Penelitian ini mendukung teori bahwa proses pembelajaran yang melibatkan semua ranah psikologi dan dimensi sosial mempermudah mahasiswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak terkait, yaitu dosen dan mahasiswa, serta lembaga. Bagi dosen hasil penelitian ini dapat


(29)

digunakan sebagai (1) bahan pertimbangan dalam mengembangkan pembelajaran berbicara formal dengan menggunakan SBB, khususnya strategi kognitif, strategi metakognitif, strategi afektif, dan strategi sosial dengan penguatan efikasi diri (2) petunjuk praktis tentang penggunaan SBBPED sebagai alternatif strategi pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berbicara formal mahasiswa.

Bagi mahasiswa penelitian ini (1) memberikan pengalaman untuk mengelola kognitif, metakognitif, afektif, dan berinteraksi sosial dalam menguasai kemampuan berbicara formal, (2) memberikan pengalaman membangun, mengembangkan, atau meningkatkan efikasi diri dalam melakukan kegiatan untuk menguasai kemampuan berbicara formal.

Bagi lembaga penelitian ini (1) memberikan masukan tentang keefektifan penggunaan SBBPED dalam pembelajaran berbicara formal dan (2) memberikan masukan untuk meningkatkan efikasi diri mahasiswa melalui proses pembelajaan.

F. Struktur Organisasi Disertasi

Disertasi ini diorganisasikan ke dalam lima bab. Bab I berisi sejumlah landasan pelaksanaan penelitian yang meliputi latar belakang masalah penelitian, identifikasi dan rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi disertasi.

Bab II berisi sejumlah teori, anggapan dasar, hipotesis, dan penelitian yang relevan. Teori yang dibahas adalah teori yang berkaitan dengan SBB, efikasi diri, dan berbicara formal, khususnya presentasi. Berdasar pada teori yang dibahas, dirumuskan anggapan dasar yang menjadi dasar untuk merumuskan hipotesis. Sebagai bahan bandingan dan untuk mengetahui posisi penelitian yang dilakukan dibahas penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini, baik yang berkaitan dengan variabel bebas, yaitu SBB dan efikasi diri maupun yang berkaitan dengan variabel terikat, yaitu kemampuan berbicara formal.

Bab III berisi metode penelitian yang meliputi desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, prosedur


(30)

penelitian, paradigma penelitian, metode penelitian, definisi operasional, teknik pengolahan data, dan tempat dan waktu penelitian.

Bab IV berisi temuan dan pembahasan hasil penelitian. Pada bab ini data tentang profil pembelajaran berbicara formal di tempat penelitian, pembelajaran berbicara formal dengan menggunakan SBBPED, serta respons mahasiswa terhadap penggunaan SBBPED dalam pembelajaran berbicara formal dideskripsikan, dianalisis, dan dibahas.

Bab V sebagai bab terakhir dari disertasi ini berisi simpulan, implikasi, dan saran. Simpulan berisi jawaban atas rumusan masalah yang diajukan. Implikasi berisi kemungkinan penggunaan atau keterlibatan SBBPED dalam konteks pembelajaran, baik dalam pembelajaran berbicara formal maupun pembelajaran lain dengan argumen logisnya serta berbagai syarat yang harus dipenuhi sebagai antisipasi untuk mengatasi kelemahannya. Saran berisi rekomendasi bagi para pengajar dan bagi peneliti lanjutan dengan berdasar pada hasil penelitian.

Selain berisi bab inti di atas, disertasi ini dilengkapi dengan daftar pustaka sebagai rujukan bagi pembaca yang ingin mengetahui atau menggunakan kepustakaan yang menjadi rujukan dalam penelitian ini secara lebih mendalam. Selain itu, disertasi ini pun dilengkapi dengan lampiran yang memuat berbagai data yang tidak diungkapkan secara komprehensif pada bab-bab sebelumnya.


(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki variabel bebas dan variabel terikat. Sebagaimana dikemukakan Fraenkel, dkk. (2012, hlm. 266) bahwa dalam sebuah studi eksperimental, para peneliti melihat efek setidaknya satu variabel bebas dan satu atau lebih variabel terikat.

Creswell (2012, hlm. 295) pun berpendapat sama dengan menyatakan bahwa eksperimen dilakukan ketika ingin mengetahui kemungkinan sebab dan akibat antara variabel bebas dan varibel terikat. Hal ini berarti semua variabel yang memengaruhi hasil dikontrol kecuali untuk variabel bebas. Ketika variabel bebas memengaruhi variabel terikat kita dapat mengatakan variabel bebas menyebabkan variabel terikat. Karena eksperimen dikontrol, eksperimen dipandang sebagai desain kuantitatif yang terbaik untuk mengetahui kemungkinan sebab dan akibat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah SBBPED, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan berbicara formal mahasiswa.

Penelitian eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuasieksperimen. Kuasieksperimen digunakan karena penelitian ini tidak mengontrol semua variabel yang memengaruhi variabel terikat. Dalam hubungan ini Sukmadinata (2012, hlm. 59) berpendapat bahwa eksperimen semu pada dasarnya sama dengan eksperimen murni, bedanya adalah dalam pengontrolan variabel yang dipandang paling dominan.

Selain tidak mengontrol semua variabel yang memengaruhi variabel terikat, penelitian ini menggunakan kuasieksperimen karena dalam penelitian yang dilakukan memerlukan kelas yang utuh sehingga tidak menentukan sampel secara acak. Dalam hubungan ini Creswell (2012, 309-310) berpendapat bahwa di bidang pendidikan, banyak eksperimen yang menggunakan


(32)

kelompok-kelompok utuh. Hal ini mungkin terjadi karena ketersediaan peserta atau karena membentuk kelompok artifisial (buatan) secara acak untuk eksperimen tidak memungkinkan. Kuasieksperimen menetapkan atau memilih kelompok tidak secara acak karena penentuan secara acak untuk dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol akan mengganggu pembelajaran di kelas.

Pendapat di atas senada dengan pendapat Syamsuddin dan Damaianti (2006, hlm. 23) yang mengemukakan bahwa “dalam eksperimen kuasi, baik kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen diberi tes awal dan tes akhir, tetapi sampel tidak diperoleh melalui teknik acak”.

Uraian di atas mengisyaratkan bahwa dalam penelitian kuasieksperimen terdapat kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hal ini sesuai dengan ciri penelitian eksperimen. Sebagaimana dikemukakan oleh Fraenkel, dkk. (2012, hlm. 266), Cresswell (2012, hlm. 309), dan Sugiyono (2012, hlm. 114) bahwa dalam penelitian eksperimen satu kelompok menerima perlakuan eksperimen, sedangkan yang lain tidak. Kelompok kontrol sangat penting dalam semua penelitian eksperimen karena memungkinkan peneliti dapat menentukan bahwa perlakuan yang satu memiliki pengaruh yang lebih efektif daripada yang lain

Kelompok eksperimen dalam penelitian ini mendapat perlakuan dalam pembelajaran berbicara formal, yaitu berupa penggunaan SBBPED, sedangkan kelompok kontrol tidak mendapat perlakuan yang demikian, melainkan mendapat perlakuan, menggunakan Strategi Belajar Terlangsung (SBT). Pengaruh keefektifan perlakuan dapat diketahui melalui hasil prates dan pascates pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini menggunakan Quasi-Experimental Design, Pre- and Posttest Design (Creswell, 2012, hlm. 310) yang dapat dilihat pada gambar berikut.

Pre- and Posttest Design Time

Select Control Group Pretest 1 No Treatment Posttest 1


(33)

Gambar 3.1 Desain Penelitian Keterangan:

Select Control Group = pemilihankelompok kontrol

Select Experiment Group = pemilihan kelompok eksperimen

Pretest 1 = prates kemampuan berbicara formal pada kelompok kontrol

Pretest 2 = prates kemampuan berbicara formal pada kelompok eksperimen

No Treatment = perlakuan pada kelompok kontrol berupa

penggunaan Strategi Belajar Terlangsung (SBT) dalam pembelajaran berbicara formal

Strategi Belajar Terlangsung adalah strategi pembelajaran yang selama ini digunakan oleh dosen dalam pembelajaran berbicara formal

Experimental Treatment = perlakuan pada kelompok eksperimen berupa

penggunaan SBBPED dalam pembelajaran

berbicara formal

Posttest 1 = pascates kemampuan berbicara formal pada kelompok kontrol

Posttest 2 = pascates kemampuan berbicara formal pada kelompok eksperimen

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Pogram Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, FKIP, Universitas Siliwangi Tasikmalaya Semester I kelas reguler tahun akademik 2014/2015 sebanyak 203 mahasiswa yang dikelompokkan menjadi 5 kelas.

Pertimbangan pemilihan mahasiswa Pogram Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Siliwangi Tasikmalaya Semester I tahun akademik 2014/2015 adalah sebagai berikut.

1) Mahasiswa tersebut adalah mahasiswa yang sedang mengikuti mata kuliah Berbicara. Salah satu materi pembelajaran dalam mata kuliah Berbicara adalah berbicara formal, khususnya presentasi.

2) Mahasiswa Pogram Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, sebagai calon guru bahasa, bukan hanya dituntut untuk mampu berpendapat,


(34)

bertanya, berdiskusi, berargumentasi, berdebat, berpresentasi, menyampaikan saran, menyanggah dalam perkuliahan dan dalam kegiatan lainnya, melainkan juga dituntut harus mampu mentransfer dan mengajarkan kemampuan berbicara formal kepada anak didiknya kelak. Dengan demikian, sebelum mengajari anak didiknya berbicara formal, mahasiswa harus sudah memiliki kemampuan berbicara formal.

3) Penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Oleh karena itu, penelitian ini menguji teori. Karakteristik mahasiswa, khususnya dalam hal kemampuan berbicara formal, di setiap perguruan tinggi relatif sama. Dengan demikian, pengujian teori bisa dilakukan di perguruan tinggi mana pun, termasuk di Universitas Siliwangi Tasikmalaya.

Sampel penelitian ini sebanyak 2 kelas mahasiswa yang dipilih sesuai dengan keperluan. Sampel tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol.

C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu sebagai berikut.

1) Teknik Tes

Teknik tes digunakan untuk memperoleh data tentang hasil pembelajaran berbicara formal, baik dalam pembelajaran di kelompok eksperimen yang menggunakan SBBPED maupun di kelompok kontrol yang menggunakan SBT.

2) Teknik dokumentasi

Teknik dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang orientasi pembelajaran berbicara formal dan kemampuan berbicara formal mahasiswa di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Dalam hal ini dilakukan pengkajian terhadap silabus, SAP dan hasil pembelajaran berbicara formal.


(35)

Angket digunakan untuk memperoleh tiga jenis data, yaitu

a) data tentang profil pembelajaran berbicara formal yang sedang berlangsung yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, pengevaluasian pembelajaran berbicara formal, dan kemampuan berbicara mahasiswa, baik dari sudut pandang dosen maupun dari sudut pandang mahasiswa

b) data tentang respons mahasiswa terhadap penggunaan SBBPED dalam pembelajaran berbicara formal

c) data tentang efikasi diri mahasiswa (angket berupa inventori efikasi diri) sebelum dan sesudah proses pembelajaran)

Bentuk angket yang digunakan adalah angket tertutup dan angket terbuka. 4) Teknik Observasi

Teknik observasi digunakan untuk memperoleh dua jenis data, yaitu

a) data tentang profil pembelajaran berbicara formal, khususnya proses pembelajaran berbicara formal yang sedang berlangsung

b) data tentang proses pembelajaran (kegiatan dosen dan kegiatan mahasiswa) berbicara formal dengan menggunakan SBBPED.

5) Teknik Wawancara

Teknik wawancara digunakan untuk menunjang atau mengecek data yang diperoleh melalui teknik penelitian yang lain. Wawancara dilakukan terhadap dosen dan mahasiswa.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut adalah sebagai berikut.

1) Rancangan SBBPED dalam Pembelajaran Berbicara Formal 2) Pedoman Observasi

3) Angket


(36)

Keempat instrumen penelitian diuji validitasnya dengan pertimbangan para pakar, yaitu tiga orang pakar pendidikan dan pembelajaran bahasa Indonesia dan satu orang pakar psikologi. Khusus untuk inventori efikasi diri, pengujian validitasnya bukan hanya menggunakan pertimbangan pakar psikologi, tetapi juga diuji secara empiris kepada 30 mahasiswa.

1) Rancangan SBBPED dalam Pembelajaran Berbicara Formal

Rancangan SBBPED digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan penggunaan SBBPED dalam pembelajaran berbicara formal. Rancangan SBBPED meliputi

a) orientasi strategi (1) rasional

(2) tujuan penggunaan SBBPED (3) prinsip-prinsip SBBPED (4) sintaks SBBPED

(5) evaluasi

b) Satuan Acara Perkuliahan (SAP)

Kisi-kisi rancangan SBBPED dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.1

Kisi-Kisi Rancangan Penggunaan SBBPED dalam Pembelajaran Berbicara Formal

No. Aspek yang Diamati Indikator No.

Butir

1. Orientasi Strategi

(a) ketepatan rasional (b) ketepatan tujuan

(c) ketepatan prinsip-prinsip dasar (d) ketepatan sintaks

(e) ketepatan evaluasi

1 2 3 4 5

2.

Satuan Acara Perkuliahan (SAP)

a. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar, Indikator, dan

(a) kesesuaian standar kompetensi dasar dengan kompetensi dasar (b) kesesuaian indikator dengan

kompetensi dasar (c) kespesifikan indikator

6 7 8


(37)

Tujuan Pembelajaran

(d) kesesuaian tujuan pembelajaran dengan indikator

9

b. Materi Pembelajaran

(a) kesesuaian dengan tujuan pembelajaran

(b) kesistematisan materi pembelajaran

10 11

No. Aspek yang Diamati Indikator No.

Butir

2.

c. Strategi Pembelajaran

(a) kesesuaian dengan tujuan pembelajaran

(b) kesesuaian dengan langkah-langkah strategi yang digunakan (tahap persiapan, tahap

presentasi, tahap praktik, tahap evaluasi, dan tahap ekspansi) (c) kesesuaian substrategi belajar

bahasa (strategi kognitif, strategi metakognitif, strategi afektif, dan strategi sosial) dengan

karakteristik materi pembelajaran yang disampaikan

(d) efikasi diri dijadikan penguat dalam setiap substrategi belajar bahasa

12 13

14

15

d. Media pembelajaran

(a) kesesuaian dengan tujuan pembelajaran

(b) kesesuaian dengan materi pembelajaran

(c) kesesuaian dengan karakteristik mahasiswa 16 17 18 e. Evaluasi Pembelajaran

(a) kesesuaian dengan tujuan pembelajaran

(b) kelengkapan perangkat evaluasi (c) kejelasan pedoman penilaian

19 20 21


(38)

Rancangan penggunaan SBBPED secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 1.

2) Pedoman Observasi

Pedoman observasi yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu

a) pedoman observasi untuk memperoleh data tentang profil pembelajaran formal.

b) pedoman observasi untuk memperoleh data tentang penggunaan SBBPED dalam pembelajaran berbicara formal.

a) Pedoman Observasi Profil Pembelajaran Berbicara Formal

Pedoman observasi untuk memperoleh data tentang profil pembelajaran formal digunakan pada tahap pendahuluan untuk memperoleh data tentang perencanaan pembelajaran yang dibuat dosen (silabus dan SAP), proses pembelajaran dan kegiatan mahasiswa (pada kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir), dan hasil pembelajaran berbicara formal yang sedang berlangsung.

Kisi-kisi pedoman observasi profil pembelajaran berbicara formal dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.2

Kisi-kisi Observasi Profil Pembelajaran Berbicara Formal

No. Aspek Yang

Diobservasi Indikator

No. Butir

1. Silabus

standar kompetensi 1

kompetensi dasar 2

Indikator 3

materi pokok 4

kegiatan pembelajaran 5

media pembelajaran 6

alokasi waktu 7

sumber acuan 8

penilaian 9


(39)

indikator, dan tujuan pembelajaran

materi pembelajaran 11

pendekatan/strategi/metode/teknik pembelajaran 12

langkah-langkah pembelajaran 13

media dan sumber pembelajaran 14

evaluasi pembelajaran 15

alokasi waktu 16

2. Pelaksanaan Pembelajaran

kegiatan awal

pengondisian kelas 17

apersepsi 18

penyampaian kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran

19 penjelasan langkah-langkah pembelajaran 20

No. Aspek Yang

Diobservasi Indikator

No. Butir

2. Pelaksanaan Pembelajaran

kegiatan inti

penyampaian materi 21

penggunaan langkah-langkah pembelajaran 22

pengelolaan kelas 23

penggunaan media 24

pelaksanaan tes akhir 25

pengelolaan waktu 26

kegiatan akhir

refleksi pembelajaran 27

penyimpulan 28

pemberian penguatan 29

3 Hasil

Pembelajaran

tingkat capaian pembelajaran

30

Pedoman observasi untuk memperoleh data tentang profil pembelajaran formal pada studi pendahuluan dapat dilihat pada lampiran 2.

b) Pedoman Observasi Penggunaan SBBPED dalam Pembelajaran Berbicara Formal

Pedoman observasi yang digunakan untuk memperoleh data tentang penggunaan SBBPED meliputi pedoman observasi proses pembelajaran dan pedoman observasi untuk kegiatan mahasiswa, baik pada kegiatan awal, kegiatan


(40)

inti, kegiatan akhir, maupun kegiatan pada setiap tahap SBB (tahap persiapan, tahap presentasai, tahap praktik, tahap evaluasi, dan tahap ekspansi).

Kisi-kisi proses pembelajaran dalam penggunaan SBBPED dalam pembelajaran berbicara formal dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.3

Kisi-Kisi Observasi

Penggunaaan SBBPED dalam Pembelajaran Berbicara Formal

No.

Aspek yang Diobservasi

Indikator No.

Butir Kegiatan

Pembel.

Tahap SBBPED

1. Kegiatan Awal

- Tahap

Persiapan

a) Pengondisian kelas

b) Apersepsi dan mengingatkan mahasiswa agar menghubungkannya dengan materi yang sudah dikuasai sebelumnya (strategi metakognitif)* 1 2 No. Aspek yang Diobservasi

Indikator No.

Butir Kegiatan

Pembel.

Tahap SBBPED 1. Kegiatan

Awal

Tahap Persiapan

c) Penyampaian kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran(strategi metakognitif)* d) Penyampaian langkah-langkah

pembelajaran dan mengingatkan mahasiswa agar memperhatikan (strategi metakognitif)*

3

4

2. Kegiatan Inti

Tahap Presentasi

a) Penayangan model presentasi yang harus dianalisis (strategi kognitif)* dan pemberian kesempatan kepada mahasiswa untuk menghubungkan dengan pengetahuan yang dimilikinya (strategi metakognitif)* b) Pemberian kesempatan kepada mahasiswa

untuk mencatat hasil analisisnya (strategi kognitif)*

c) Pemberian kesempatan kepada mahasiswa untuk mendiskusikan temuan analisisnya sampai dengan menyimpulkan (strategi kognitif)* 5 6 7 Tahap Praktik a.Berlatih berpresen tasi di dalam

a) Pemberian kesempatan kepada kelompok (strategi sosial)* untuk menentukan topik


(41)

kelom-pok masing-masing 1) Sebe-

lum ber- pre- senta- si

2) Saat ber- pre- sen- tasi

yang akan dipresentasikan melalui penggunaan berbagai sumber informasi (strategi kognitif)*

b) Pemberian kesempatan kepada kelompok membuat kerangka pembicaraan dengan mengorganisasikan isi pembicaraan (strategi metakognitif)* dan

mengembangkannya dengan menggunakan berbagai sumber (strategi kognitif)* c) Pemberian kesempatan kepada mahasiswa

untuk berlatih berpresentasi (strategi metakognitif)* dalam kelompok masing-masing dengan melakukan kegiatan sebelum berbicara: (strategi afektif: berelaksasi dan membuat pernyataan positif)*;

saat berbicara (strategi metakognitif: memonitor sendiri)* 9 10 11 No. Aspek yang Diobservasi

Indikator No.

Butir Kegiatan Pembel. Tahap SBBPED 2. Kegiatan Inti 3) Sete- lah ber- pre- senta- si setelah berbicara

Pemberian kesempatan kepada mahasiswa untuk mengevaluasi latihan presentasi yang telah dilakukannya (strategi metakognitif:

mengevaluasi sendiri)*

d) Pemberian kesempatan kepada mahasiswa untuk menghargai dirinya sendiri dan berdiskusi dengan mahasiswa lain tentang perasaan dalam penampilannya (afektif)*

12 13 b. Berla-tih ber- pre-sentasi di depan kelas

Pemberian kesempatan kepada semua kelompok untuk berlatih berpresentasi di depan kelas dengan menggunakan SBB yang telah dilatihkan dan kelompok lain menilainya (Strategi

metakognitif: berlatih)* serta melaporkan penggunaan SBB dan hasil analisis presentasi

14, 15

Tahap Evaluasi

Tanya jawab dengan mahasiswa untuk mengevaluasi presentasi yang telah dilakukan


(42)

berkaitan dengan SBB, efikasi diri, isi, bahasa, dan performansi (Strategi metakognitif:

mengevaluasi diri)* Tahap

Ekspansi

Tanya jawab dengan mahasiswa tentang manfaat pengetahuan dan pengalaman

presentasi yang dimiliki serta penggunaan SBB dalam kegiatan berbicara formal lain (Strategi kognitif: bernalar)*

17

3. Kegiatan Akhir

-

(a) Perefleksian pembelajaran bersama mahasiswa

(b) Penyimpulan pembelajaran bersama mahasiswa

(c) Pemberian penguatan kepada mahasiswa untuk berpresentasi dengan topik dan pada kesempatan lain

(d) Pelaksanaan pascates

18 19 20

21 * Keterangan: setiap SBB disertai dengan penguatan efikasi diri

Pedoman observasi tentang penggunaan SBBPED dalam pembelajaran berbicara formal beserta penjelasannya dapat dilihat pada lampiran 3.

Kisi-kisi pedoman observasi untuk kegiatan mahasiswa dalam penggunaan SBBPED dalam pembelajaran berbicara formal dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.4

Kisi-Kisi Observasi Kegiatan Mahasiswa

dalam Penggunaaan SBBPED dalam Pembelajaran Berbicara Formal

No.

Aspek yang Diobservasi

Indikator No.

Butir Kegiatan

Pembel.

Tahap SBBPED

1. Kegiatan Awal

Tahap Persiapan

a) Mengondisikan diri mengikuti pembelajaran

b) Menjawab pertanyaan dosen dengan mengingat kembali dan menghubungkan dengan materi yang sudah dipelajari dan dikuasai sebelumnya (strategi

metakognitif)

c) Memperhatikan kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran (strategi

metakognitif)

d) Memperhatikan langkah-langkah pembelajaran (strategi metakognitif)

1 2

3


(43)

2. Kegiatan Inti

Tahap Presentasi

a) Menganalisis (strategi kognitif) tayangan presentasi dan menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki (strategi metakognitif)

b) Mencatat hasil analisis (strategi kognitif) c) Berdiskusi (strategi sosial) tentang

temuan analisisnya sampai dengan menyimpulkan (strategi kognitif)

5

6 7

Tahap Praktik: a. Berlatih

berpre-sentasi di dalam kelom-pok masing-masing 1)

Sebe-lum Ber- pre-sentasi

a) secara berkelompok (setiap kelompok terdiri atas 4-6 orang) menentukan topik yang akan dipresentasikan (strategi sosial) berdasarkan informasi dari berbagai sumber dan mencatat informasi tersebut (strategi kognitif)

8

No.

Aspek yang Diobservasi

Indikator No.

Butir Kegiatan

Pembel.

Tahap SBBPED


(44)

2. Kegiatan Inti 2) Saat ber- pre- sentasi

3) sete- lah

ber- pre- sen- tasI

b) secara berkelompok membuat kerangka dan mengembangkannya dengan

menghubungkannya dengan pengetahuan yang sudah dimiliki, mengorganisasikan isi pembicaraan (strategi metakognitif) dan menggunakan berbagai sumber (strategi kognitif)

c) berlatih berpresentasi (strategi metakognitif) dengan kegiatan

sebelum berbicara: (strategi afektif: berelaksasi dan membuat pernyataan positif)

Saat berbicara: (strategi kognitif: menggunakan catatan; strategi metakognitif (memonitor sendiri)

Setelah berbicara: mengevaluasi presentasi yang telah dilakukan (strategi metakognitif)

d) menghargai diri sendiri, berdiskusi dengan mahasiswa lain tentang perasaan dalam penampilannya (strategi afektif)

9 10 11 12 13 b. Berlatih berpre- sentasi di depan kelas

Setiap kelompok berlatih berpresentasi di depan kelas dengan menggunakan SBB yang telah dilatihkan dan kelompok lain

menilainya (Strategi metakognitif: berlatih) serta melaporkan penggunaan SBB dan hasil analisis presentasi

14, 15

Tahap Evaluasi

Bertanya jawab dengan dosen mengevaluasi presentasi (strategi metakognitif) yang telah dilakukan berkaitan dengan SBB, efikasi diri, isi, bahasa, dan performa

16

Tahap Ekspansi

Bertanya jawab dengan dosen tentang manfaat pengetahuan dan pengalaman berpresentasi yang dimiliki serta penggunaan SBB dan efikasi diri dalam kegiatan

berbicara formal lain (strategi kognitif

bernalar)

17


(45)

Kegiatan Pembel.

Tahap SBBPED

Butir

3. Kegiatan Akhir

(a) Merefleksi pembelajaran bersama dosen (b) Menyimpulkanpembelajaran bersama

dosen

(c) Menyimak saran untuk berpresentasi dengan topik dan pada kesempatan yang lain

(d) Mengikuti tes akhir berupa presentasi individu dalam kelompok dengan memperhatikan kriteria presentasi

18 19 20

21

Pedoman observasi untuk kegiatan mahasiswa dalam pemnggunaan SBBPED dalam pembelajaran berbicara formal beserta penjelasannya dapat dilihat pada lampiran 4.

3) Angket

Angket yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga macam, yaitu

a) Angket untuk memperoleh data profil tentang pembelajaran berbicara formal yang sedang berlangsung.

b) Angket untuk memperoleh data tentang respons mahasiswa terhadap penggunaan SBBPED dalam pembelajaran berbicara formal

c) Angket berupa inventori untuk memperoleh data tentang efikasi diri mahasiswa sebelum dan sesudah penggunaan SBBPED

a) Angket Profil Pembelajaran Berbicara Formal

Angket profil pembelajaran berbicara formal digunakan untuk memperoleh data tentang realisasi komponen-komponen pembelajaran (tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi/metode/teknik pembelajaran, media pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan alokasi waktu) dan kemampuan berbicara mahasiswa dalam pembelajaran yang sedang berlangsung, baik dari sudut pandang mahasiswa maupun dari sudut pandang dosen.

Angket untuk mahasiswa disebarkan kepada 139 mahasiswa, sedangkan angket untuk dosen ditujukan kepada 2 dosen mata kuliah Berbicara. Angket ini disebarkan pada tahap pendahuluan.


(1)

Richard, J.C. (2008). Teaching listening and speaking. Cambridge: Cambridge University Press

Rubin, J. (1987). Learner strategies: Theoretical assumptions, research history and typology. Dalam A. Wenden & J. Rubin (Penyunting), Learner strategies in language learning. (hlm.15-30). Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.

Ryckman, W.G. (1983). The art of speaking effectively. Illinois: Georgia State University.

Sagala, H.S. (2010). Supervisi pembelajaran dalam profesi kependidikan.

Bandung: Alfabeta.

Saleh, S.A.M. (2010). Language Learning Strategies for Classroom. [Online]. Diakses dari: http://www.abqar.com/saad/SaadArticle.html

Samsuri. (1994). Analisis bahasa. Jakarta: Erlangga.

Sanjaya, W. (2008). Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Sanjaya, W. (2011). Strategi pembelajaran berorientasi standar proses. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sanjaya, W. (2013). Perencanaan desain dan sistem pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Santrock, J.W. (2009). Psikologi pendidikan. (Diterjemahkan oleh Diana Angelica). Jakarta: Salemba Humanika.

Schunk, D. H. (1985). Self efficacy and classroom learning. Psychology in the schools, 22 (2) :208-223. [Online]. Diakses dari: http://libres.uncg.edu/ir/ uncg/f/D_Schunk_Self_1985.pdf.

Schunk, D. H. (1995). Self-efficacy, motivation, and performance. Journal of Applied Sport Psychology, 7(2), 112-137. [Online]. Diakses dari: http://libres.uncg.edu/ir/uncg/f/D_Schunk_Self_1995.pdf

Schunk, D.H. (2012) Learning theories an educational perpesctive. Teori-teori pembelajaran: perspestive pendidikan (diterjemahkan oleh Eva Hamdiah dan Rahmat Fajar) Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Schunk, D.H. & Pajares F. (2001). Self-beliefs and school success: self-efficacy, self-concept, and school achievement. [Online]. Diakses


(2)

Iis Lisnawati, 2014

Schunk, D.H, Pintrich, P.R., & Meece, J.L. (2010). Motivation in Education: Theory, Research, and Aplication. New Jersey: Pearson Education Inc.

Sellnow, D.D. (2005). Confident public speaking. United States: Wadsworth.

Slameto. (2003). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Slavin, R.E. (2005). Cooperative learning: teori, riset, dan praktik.

(Diterjemahkan oleh Narulita Yusron). Bandung: Nusa Media.

Shmais, W.A. (2003). Language learning strategy use in palestine. The Electronic Journal for English as a Second Language. Volume 7 No. 7. Diakses dari: http://www.tesl-ej.org/wordpress/issues/volume7/ej26/ej26a3/

Su, M.M. (2005). A study of efl technological and vocational college students’ language learning strategies and theirself-perceived english proficiency.

Electronic Journal of Foreign Language Teaching . Vol. 2, No. 1, Pp. 44-56. [Online]. Diakses dari: http://e-flt.nus.edu.sg.

Sugiyono. (2012). ―Dampak undang-undang nomor 24 tahun 2009 terhadap pendidikan bahasa indonesia‖. Makalah disajikan pada Seminar Riksa bahasa V. Bandung Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Sekolah Pascasarjana UPI Bandung.

Sugiyono. (2012). Metode penelitian kualitatif dan kombinasi (mixed methods). Bandung: Alfabeta CV.

Suherdi, D. (2012). Rekonstruksi pendidikan bahasa: sebuah keniscayaan bagi keunggulan bangsa. Bandung: Celtics Press.

Sukmadinata, N.S. (2012). Metode penelitian pendidikan. Bandung: Program Pascasarjana UPI dan PT Remaja Rosdakarya.

Sundusiah, S. dan Widawati, R. (2011). Presentasi ilmiah. [Online]. Diakses dari:http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS.DAN_SASTR A_INDONESIA/RIKA_WIDAWATI/PRESENTASI_ILMIAH.pdf.

Supriana, dkk. (2008). Berbicara. Jakarta: Universitas Terbuka.


(3)

Susilo, B. (2013b). Penyusunan satuan acara perkuliahan. Program MDPA Dikti Tahun 2013.

Svetlana, dkk. (2014). Language learning strategies and their role in the context of effective language learning. Exclusive E-Journal. [Online]. Diakses darihttp: //exclusiveejournal.sk/1-2014/ matkova-antolikova-pluchtova.pdf ISSN 1339.

Syah, M. (2005). Psikologi pendidikan suatu pendekatan baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Syamsuddin, A.R. & Damaianti V.S. (2006). Metode penelitian pendidikan bahasa. Bandung: Rosda.

Syihabuddin. (2009). Evaluasi pengajaran bahasa Indonesia. Bandung: Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Sekolah Pascasarjana, UPI Bandung.

Tarigan, H.G. (2008). Berbicara sebagai suatu keterampilan berbahasa.

Bandung: Angkasa.

Thornbury, S. (2005). How to teach speaking. New York: Longman.

Tolley, H. & Wood, R. (2010). How to succeed at an assessment centre. London: Kogan Page Limited.

Trianto. (2010). Mendesain pembelajaran inovatif-progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Undang-Undang Sisdiknas Nomor 23 tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan di Indonesia.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Ur, P. (2003). A course in language teaching. Cambridge: Cambridge University.

VanPatten, B. (1996). Input processing and grammar instruction in second language acquisition. USA: Alex Publishing Corporation.

Weir, C.J. (1993). Understanding and developing language tests. New York: Prentice Hall.

Wenden, A. (1987). Incorporating learner training in the classroom. Dalam A. Wenden and J. Rubin (Penyunting). Learner strategies in language learning (hlm. 145-168), New York: Prentice Hall.


(4)

Iis Lisnawati, 2014

Wenden A. (1991). Learning strategies for learning autonomy. New York: Prentice Hall.

Wong, M.S.L. (2005). Language learning strategies and language self-efficacy: investigating the relationship in malaysia. Relc Journal 2005 Vol 36(3), 245-269. [Online]. Diakses dari: http://rel.sagepub.com/content/ 36/3/245. abstract.

Wong, M.S.L. (2011). Language learning strategy use: a study of pre-service teachers in Malaysia. [Online]. Diakses dari: http://files.eric.ed.gov/ fulltext/ED521415.pdf/.

Zare, P. (2012). Language learning strategies among efl/esl learners: a review of literature. International Journal of Humanities and Social Science Vol. 2 No. 5; March 2012 162. [Online]. Diakses dari: http://www. ijhssnet.com/ journals/Vol_2_No_5_March_2012/20.pdf.

Zimmerman, B.J. (2000). Self-efficacy: an essential motive to learn.

Contemporary Educational Psychology 25, 82–91. [Online]. Diakses dari: http://www.idealibrary.com.

Zimmerman, B.J. & Clearly, T.J. (2006). Adolescents’ development of personal agency. [Online]. Diakses dari: http://www.uky.edu/~eushe2/ Pajares/ZimmermanClearyAdoEd5.pdf.

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Cisaruni 1, Kecamatan Leuwisari, Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 1973; menyelesaikan pendidikan menengah di SMP Islam Paniis, Kecamatan Leuwisari, Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 1976 dan di SPG Negeri Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada

tanggal 2 Juni 1961. Penulis adalah anak ke-2 dari empat bersaudara dari Ibunda Hj. Asiah Suryamah (almarhumah) dan Ayahanda H. Muhammad Emon (almarhum). Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD


(5)

Tasikmalaya pada tahun 1980; menyelesaikan pendidikan tinggi program S-1 di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP Bandung pada tahun 1984 dan program S-2 di Program Studi Pengajaran Bahasa Indonesia, Sekolah Pascasarjana, IKIP Bandung, pada tahun 1996. Pada tahun 2012 sampai dengan sekarang penulis kembali menempuh pendidikan tinggi di program S-3, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Sekolah Pascasarjana, UPI Bandung,.

Penulis menikah dengan Drs. Ishak Kusnandar pada tahun 1984 dan dikaruniai satu orang putri, Rizki Fauzia Ramadhaini, S.P.,M.Si. dan dua orang putra, Muhammad Azhar Fauzi, S.Kom. dan Muhammad Fauzan Akbar. Penulis bertempat tinggal di Kompleks PDK/Cikunten Indah, Jalan Winaya II No. 20B, Kota Tasikmalaya.

Penulis bekerja sebagai tenaga edukatif pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Siliwangi Tasikmalaya sejak tahun 1985 sampai dengan sekarang. Selain itu, penulis mengajar di beberapa perguruan tinggi di Tasikmalaya, yaitu STIA Tasikmalaya, STISIP Tasikmalaya, Stikes Respati Tasikmalaya, dan Poltekes Tasikmalaya.

Jabatan yang pernah diamanahkan kepada penulis adalah

1) ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Siliwangi Tasikmalaya, Program D-3 pada tahun 1989-1991, 2) Koordinator MKU Bahasa Indonesia, Universitas Siliwangi Tasikmalaya pada

tahun 1996-2006

3) Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Siliwangi Tasikmalaya, Program S-1 pada tahun 2006-2012.

Kegiatan ilmiah yang diikuti penulis 2 tahun terakhir di antaranya

1) sebagai pemakalah pada seminar Internasional Bahasa, Sastra, Budaya, dan Pengajarannya yang diselenggarakan Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Utara


(6)

Iis Lisnawati, 2014

Implementasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Berdasarkan Kurikulum 2013 yang diselenggarakan Asosiasi Pengajar Bahasa Indonesia (APBI) yang bekerja sama dengan STKIP Siliwangi Bandung.

2) sebagai penulis artikel ―Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Strategi Belajar Bahasa Sebagai Pendukung Implementasi Kurikulum 2013‖ pada jurnal Bahasa dan Sastra: Jurnal Kajian Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya yang diterbitkan FPBS UPI Bandung dengan No ISSSN 1412-0712. Vol 14, No.1, April 2014.

3) sebagai peserta dalam seminar nasional Riksa Bahasa ke-7 tahun 2013 dan seminar internasional Riksa Bahasa ke-8 tahun 2014 yang diselenggarakan oleh Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Sekolah Pascasarjana, UPI Bandung; simposium nasional Pemberdayaan Perempuan dalam Pendidikan dan Pembentukan Karakter Bangsa tahun 2013 yang diselenggarakan Uhamka Jakarta; seminar nasional Implementasi Kurikulum 2013, tahun 2014 yang diselenggarakan Asosiasi Pengajar Bahasa Indonesia (APBI) yang bekerja sama dengan STKIP Garut.


Dokumen yang terkait

Analisis Kesalahan Pelafalan Bahasa Mandarin pada Mahasiswa Program Studi Sastra Cina Universitas Sumatera Utara.

13 131 87

“Hubungan antara Sikap Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi tentang Profesi Guru dengan Prestasi Belajar (Studi Kasus pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Jember Angkatan 2003)

0 3 17

“Hubungan antara Sikap Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi tentang Profesi Guru dengan Prestasi Belajar (Studi Kasus pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Jember Angkatan 2003),

0 5 17

Identifikasi Jenis Kecerdasan pada Mahasiswa Angkaian 2003 Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember

0 3 75

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS CERITA ULANG MENGGUNAKAN METODE JIGSAW II PADA SISWA KELAS XI Desti Anggrainy, Henny Sanulita, Agus Wartiningsih Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan, Pontianak Email: anggrainydestigmail.com A

0 0 9

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MENGGUNAKAN METODE DISCOVERY LEARNING PADA SISWA KELAS X SMK SANTA MONIKA Maria Fransiska Betty, Laurensius Salem, Syambasril Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak Email: bettyhermandh

0 0 12

PENGGUNAAN DEIKSIS PRONOMINA, TEMPAT, DAN WAKTU PADA NOVEL GENDUK KARYA SUNDARI MARDJUKI Atika Maisuri, Patriantoro, Laurensius Salem Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak Email: syankkkthiekaco.id Abstract - PENGGUNAAN

0 1 10

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS TEKS EKSPOSISI MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN METODE INKUIRI DI MAN 2 FILAIL PONTIANAK Sajidin Muttaqin Putra. Nanang Heryana. Syambasril. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak

0 0 10

KOSAKATA TANAMAN OBAT TRADISIONAL MASYARAKAT MELAYU SAMBAS: PENDEKATAN ETNOLINGUISTIK Wani Yustira, Amriani Amir, Agus Syahrani Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak Email : wyustira 779gmail.com Abstrak: Bahasa Melayu

0 0 20

FRASA NOMINA DALAM BAHASA DAYAK KANAYATN Agustina Angela Dara, Sukamto, Henny Sanulita Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak Email : angeladara96gmail.com Abstract - FRASA NOMINA DALAM BAHASA DAYAK KANAYATN

0 1 8