PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA ANAK: Studi Deskriptif Pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas III Bandung.

(1)

No. Daftar FPIPS: 4759/UN.40.2.6.1/PL/2015

PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA ANAK

(Studi Deskriptif Pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas III Bandung)

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pendidikan Agama Islam

Oleh

WIDYA HARYANTI 1102336

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pembinaan Keagamaan Pada Narapidana Anak (Studi Deskriptif Pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas III Bandung,) ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan dan pengutipan dengan cara- cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan atau klime dari pihak lain terhadap keaslian saya ini.

Bandung, Agustus 2015 Yang membuat pernyataan,

Widya Haryanti NIM. 1102336


(3)

(4)

(5)

PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA ANAK

(Studi Deskriptif Pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas III Bandung) Oleh

Widya Haryanti

ABSTRAK

Skripsi ini dilatar belakangi oleh permasalahan yang terjadi dikalangan anak dan remaja atau yang dikenal dengan juvenile deliquency. Hal tersebut disebabkan oleh pergaulan yang tidak baik, pendidikan yang kurang, pengawasan orang tua yang lemah sehingga anak merasa dirinya tidak diperhatikan dan melakukan tindakan yang melanggar hukum. Anak yang melakukan tindakan pidana atau melanggar hukum mereka perlu mendapat perhatian dan pembinaan yang khusus agar mereka tidak mengulangi kesalahan yang pernah dilakukan. Tujuan diadakan pembinaan keagamaan terhadap anak yang melanggar hukum adalah anak menyadari kesalahannya dan tidak mengulanginya kembali serta memperbaiki diri agar menjadi manusia yang lebih baik. Anak tersebut diserahkan dan dibina di Lembaga Pemasyarakatan salah satunya lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas III Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perencanaan, pelaksanaan dan hasil program pembinaan keagamaan di lapas anak Bandung. Penelitian ini menggunakan metode dekriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Adapun untuk perencanaan petugas dengan ustaż yang mengajar melakukan rapat untuk menyusun program tersebut sesuai dengann kebutuhan anak yang ada di lapas tersebut. Dalam kegiatan pelaksanaan program sudah berjalan sesuai dengan jadwal yang direncanakan. Metode yang digunakan disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan seperti metode ceramah dan tanya jawab, metode bercerita dan metode menghafal. Penilaian yang dilakukan adalah penilaian sikap berupa penilaian lisan bukan dalam bentuk angka. Hal yang yang terpenting dari program pembinaan keagamaan yang ada di lapas adalah anak tidak mengulangi kesalahannya dan tidak kembali lagi ke lapas serta diterima dengan baik oleh masyarakat.


(6)

RELIGIOSITY DEVELOPMENT OF CHILD PRISONERS (A Descriptive Study at Bandung Class III Child Correctional Institution)

By

Widya Haryanti

ABSTRACT

The background to the research is juvenile delinquency among children and teenagers. Juvenile delinquency is caused by inappropriate social interaction, lack of education, and ultimately lack of parental control that creates a sense of being not taken care of and encourages children to act against the law. Children committing crimes or violating the laws need special attention and development in order not to repeat their mistakes. The religiosity

development is aimed to raise child prisoners’ awareness of their previous mistakes and

encourage them not to repeat the mistakes and to improve themselves to be better. Children who commit crimes are sent to and receive supervision from correctional institutions, such as Class III Child Correctional Institution Bandung. The research aims to find about the planning, implementation, and results of religiosity development program in Child Correctional Institution Bandung. It adopted descriptive method with qualitative approach. Data were collected through interview, observation, and documentary analysis. It is found that for program planning, the staff of Child Correctional Institution and ustaż (Islamic term for teachers) formulate the program to suit the needs of children in the Child Correctional Institution. In terms of implementation, the program has been carried out according to the schedule and plans. The instructional methods used are suited to the materials to be delivered, such as lecturing and question-answer, storytelling, and rote learning. As regards evaluation, it is conducted orally, not written with numerical grades. The most important thing is that children do not repeat their mistakes and return to Child Correctional Institution and they will be well-accepted by the society.

Keywords: Juvenile Delinquency, Religiosity Development, Child Correctional Institution.


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined.

UCAPAN TERIMA KASIH ... Error! Bookmark not defined.

ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined.

ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI ... 1 DAFTAR TABEL ... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined.

PEDOMAN TRANSLITERASI DARI ARAB KE LATIN INDONESIA ... Error!

Bookmark not defined.

BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined.

A.Latar Belakang Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

B. Rumusan Masalah Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

C. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

D.Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

E. Struktur Organisasi Skripsi ... Error! Bookmark not defined.

BAB II PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA ANAK .... Error!

Bookmark not defined.

A.Konsep Pembinaan ... Error! Bookmark not defined.

1. Pengertian Pembinaan ... Error! Bookmark not defined.

2. Tujuan Pembinaan ... Error! Bookmark not defined.

3. Ruang Lingkup Pembinaan ... Error! Bookmark not defined.

4. Pendekatan Pembinaan... Error! Bookmark not defined.

5. Prosedur Pembinaan ... Error! Bookmark not defined.

B. KONSEP PEMBINAAN KEAGAMAAN . Error! Bookmark not defined.

1. Pengertian Pembinaan Keagamaan ... Error! Bookmark not defined.

2. Tujuan Pembinaan Agama ... Error! Bookmark not defined.

3. Metode Pembinaan Keagamaan ... Error! Bookmark not defined.


(8)

D.KAJIAN TENTANG LEMBAGA PEMASYARAKATAN ... Error! Bookmark not defined.

1. Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem Pemasyarakatan ... Error! Bookmark not defined.

2. Sistem Pembinaan Pemasyarakatan ... Error! Bookmark not defined.

3. Pembinaan Narapidana Anak ... Error! Bookmark not defined.

E. PERKEMBANGAN ANAK DAN REMAJA ... Error! Bookmark not defined.

1. Karakteristik Perkembangan Anak dan Remaja ... Error! Bookmark not defined.

2. Kenakalan Remaja ... Error! Bookmark not defined.

b. Sebab-Sebab Timbulnya Kenakalan Anak . Error! Bookmark not defined.

c. Bentuk-Bentuk Prilaku Kenakalan Remaja Error! Bookmark not defined.

d. Usia Pemidanaan Anak ... Error! Bookmark not defined.

BAB III METODE PENELITAN ... Error! Bookmark not defined.

A.Desain Penelitan ... Error! Bookmark not defined.

B. Subjek dan Tempat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

C. Teknik Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined.

D.Analisis Data ... Error! Bookmark not defined.

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Error! Bookmark not

defined.

A.Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Anak . Error! Bookmark not defined.

B. Temuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

C. Pembahasan ... Error! Bookmark not defined.

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... Error! Bookmark not defined.

A.Simpulan ... Error! Bookmark not defined.

B. Rekomendasi ... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.


(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Manusia sebagai fitrahnya tidak bisa hidup sendiri, mereka membutuhkan orang lain untuk berinteraksi demi kelangsungan hidupnya. Interaksi dan perkembangan sosial anak telah dimulai sejak masa bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Interaksi sosial anak dimulai dari lingkungan terkecil yaitu lingkungan keluarga khususnya ibu dan ayahnya. Kemudian berkembang keanggota keluarga lainnya, teman bermain dan lingkungan sekitar. Pada masa anak usia sekolah, maka terjadilah perubahan hubungan anak dan orang tuanya. Hal ini disebabkan karena adannya peningkatan penggunaan waktu yang dilewati anak- anak bersama teman sebayanya (Desmita, 2011, hal. 220).

Adapun dari pandangan agama, interaksi anak dengan lingkungan sosialnya atau yang berada di luar dirinya dimulai sejak dalam rahim ibunya. Sebagaimana terdapat dalam QS. Al- ajj [22] : 5

                                                                        

Artinya: Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang


(10)

2 tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya samai pikun, supaya Dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu Lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah (QS. Al- ajj [22] : 5) *

Penjelasan ayat di atas dalam kitab tafsir Al-Qurthubi (2008, hal. 15-25) adalah perkembangan manusia dimulai dari nenek moyang manusia yaitu Ãdam as. dari tanah, kemudian menciptakan keturunan manusia dari setetes mani, kemudian segumpal darah, kemudian segumpal daging. Fase tersebut berkembang selama empat bulan dan hari kesepuluh selepas empat bulan ruh ditiupkan. Setelah ditiupkan ruh yang diciptakan Allah melalui malaikat maka jadilah manusia, manusia yang sudah hidup. Lalu Allah ciptakan kepala, kedua tangan dan kedua kaki dan ada juga yang belum Allah ciptakan apapun padanya dalam artian mengalami keguguran. Pada saat di dalam kandungan calon anak sudah bisa merasakan apa yang dialami oleh ibunya. Ketika Anak sudah lahir ke dunia anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan sampa ia dewasa dan sampai meninggal dunia seiring di dalamnya adanya interaksi dengan sesama manusia dan pembelajaran hidup.

Selanjutnya dalam Arifin, (1982, hal. 28) adiṣBukhārī menjelaskan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah dan pengaruh pendidikan orang tua terhadap anak.

ملس لع ه لص ها لْ سر لق : ْ ع ها َ ضر رْ رْ با ْنع

ك

ل

م

ْ ل

ْ

ْ

ل

ع

ل

ْلا

ف

ْط

ر

ف ا

ب

ا

ن ا

ا

ْ

ص

ر

نا

ا

ْ

م

ج

س

ن ا

ا لا ا ر(

) ر

*Seluruh teks ayat al-Qurān dan terjemahnya dalam skripsi ini dikutip dari software

al-Qur`ān in

word yang divalidasi peneliti denganAl-Qur`ān Tajwid dan Terjemahnya yang diterjemahkan oleh

Yayasan Penyelenggara penerjemah Al Qur`ān Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashih al-Qur`ān

Departemen Agama Republik Indonesia penerbit al-Huda kota Depok tahun 2002. Selanjutnya kutipan ini ditulis dengan singkatan Q.S. artinya Quran Surat dilanjutkan dengan nomor dan ayat ditulis seperti contoh ini: QS. Al- ajj [22]: 5


(11)

3 Artinya: Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw berkata: Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi

Yahudi, seorang Nasrani maupun Majusi (HR. Bukhārī).

Penjelasan hadis di atas setiap anak yang dilahirkan secara fitrah, fitrah yang dimaksud adalah Islam. Fitrah Islam adalah potensi Allah kepada anak yang

dilahirkan, hingga tatkala dewasa ia bisa melaksanakan syari’ah secara sempurna.

Namun meskipun anak itu sudah dibekali fitrah tetapi tetap mendapatkan godaan setan dan godaan dari lingkungannnya. Oleh karena itu, orang tua, pendidik dan masyarakat bertanggung jawab atas anak agar tidak menyimpang dari fitrah Islamnya. Apakah anak tetap dalam fitrah islam, ataukah Yahudi, Nasrani dan Majusi. Oleh karena itu, orang dewasa bertanggung jawab mendidik anak menjadi muslim yang paripurna (Arifin, 1982, hal. 29).

Menurut Zulkifli (2009, hal. 67-79) masa remaja adalah usia 13 - 18 tahun, remaja akan mengalami perubahan fisik dan psikologis yaitu (1) masa pueral adalah masa anak sekolah, anak tidak suka di perlakukan sebagai anak tapi belum termasuk golongan dewasa. Dalam masa ini anak harga diri bertambah kuat, suka menyombongkan diri sering bertindak sopan dan gemar melewati pengalaman luar biasa. (2) Masa prapubertas adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke masa remaja. Pada masa ini, ada gejala yang dimana remaja mudah dipengaruhi oleh teman-temannya dan bertindak sesuka hati. (3) masa pubertas disebut masa dimana bangkitnya kepribadian ketika minat-minatnya lebih ditujukan pada perkembangan pribadi. Pada masa ini, umumnya kematangan fisik dan seksualitas mereka sudah tercapai sepenuhnya, namun kematangan psikologis belum tercapai sepenuhnya. (4) masa remaja adolescence merupakan masa remaja yang sudah

mencapai kematangan yang sempurna, baik segi fisik, emosi, maupun psikologisnya. Mereka akan mempelajari berbagai macam hal yang abstrak dan mulai memperjuangkan suatu idealisme yang didapat dari pikiran mereka. Sikapnya terhadap kehidupan mulai terlihat jelas seperti cita-cita, minatnya, bakatnya, dan sebagainya.

Sedangkan menurut Piaget (dalam Hurlock, 1980, hal. 206), secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintergrasi dengan masyarakat


(12)

4 dewasa, usia dimana anak tidak lagi berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan dengan tingkat yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.

Pada masa remaja, perkembangan tersulit yang dialami adalah penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar atau yang lebih dikenal dengan penyesuaian sosial. Untuk mencapai pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat penyesuaian baru. Dalam penyesuaiannya yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatkan pengaruh kolompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin (Nursihan & Agustin, 2011, hal. 67)

Adapuin menurut Piaget (dalam Santrock, 2007, hal. 9), menjelaskan bahwa hubungan antara orang tua dan anak berbeda dengan hubungan teman sebaya. Hubungan orang tua dan anak lebih bersifat otoritas dan anak-anak sering kali harus belajar cara menaati peraturan dan ketentuan yang ditetapkan oleh orang tua. Sebaliknya, hubungan teman sebaya cenderung lebih banyak melibatkan partisipan yang setara ketika saling berelasi. Ketika berinteraksi dengan kawan sebayanya, anak-anak belajar untuk merumuskan dan menyatakan pendapat mereka sendiri, menghargai cara pandang kawan-kawan lain, melakukan negosiasi secara kooperatif terhadap perbedaan pendapat sehingga memperoleh solusi, melibatkan standar-standar peilaku yang dapat diterima bersama.

Pada masa remaja konflik antara orang tua dan anaknya cenderung meningkat. Masa remaja awal adalah suatu periode ketika konflik dengan orang tua meningkat melampaui tingkat masa anak-anak. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu perubahan biologis pubertas, perubahan kognitif yang meliputi peningkatan idealisme dan penalaran logis, perubahan sosial yang berfokus pada kemandirian dan identitas perubahan kebijaksanaan pada orang tua, dan harapan-harapan yang dilanggar oleh pihak orang tua dan remaja (Hurlock, 1980, hal. 232).

Dari penjelasan di atas, penulis berpendapat bahwa orang tua yang melihat anaknya yang tidak mau lagi mendengarkan nasehat-nasehat yang mereka katakan, sehingga orang tua menetapkan standar-standar yang harus dituruti oleh seorang anak, agar anak mereka tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan


(13)

5 dan dapat mempertanggung jawabkan apa yang mereka lakukan. Sementara anak berpandangan bahwa standar-standar yang ditetapkan oleh orang tua merupakan pengekangan hak mereka yang menjadikan mereka tidak bebas melakukan apa yang mereka inginkan.

Dalam pencarian jati diri, sering kita jumpai remaja melakukan penyimpangan. Hal tersebut disebabkan oleh faktor yang berasal dari diri anak sendiri dan faktor dari lingkungan luar anak. Faktor intern adalah cacat jasmani dan rohani seperti (psychopat), pola pikir mereka yang masih labil, tidak memiliki

hobi yang sehat dan faktor dari luar diri anak adalah pengaruh arus globalisas dalam bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kurangnya kasih sayang orang tua dan guru, kegagalan pendidikan dan kurangnya penghargaan pada remaja serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua telah membawa perubahan sosial, yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak (Arifin, 1982, hal. 75-78).

Pada kenyataannya orang tua, masyarakat dan pemerintah sering menganggap perubahan yang terjadi para remaja sebagai hal yang sepele dan membiarkan perilaku menyimpang tersebut dilakukan oleh para remaja. Padahal, pada masa inilah perhatian, bimbingan dan kasih sayang dari semua pihak dibutuhkan oleh para remaja.

Dalam upaya pelaksanaan pembinaan atau bimbingan pada anak, sering di jumpai permasalahan dan tantangan dimana anak sering melakukan prilaku menyimpang bahkan cenderung melakukan pelanggaran yang melanggar hukum. Perbuatan menyimpang pada remaja dikenal dengan istilah Juvenile Deliquency. Juvenile Deliquency berasal dari bahasa Latin yaitu juvenilis artinya anak-anak,

anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja. Sedangkan Delinquent berasal dari kata Latin, Delinquere berarti

terabaikan, menagabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggaran aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, dursila, dan lain-lain (Kartono, 2014, hal. 6).

Menurut Kartini Kartono (dalam Soetodjo, 2010, hal. 9) yang dikatakan

Juvenile Delinquency adalah prilaku jahat/dursila atau kejahatan/kenakalan


(14)

6 dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial sehingga mereka itu mengembangkan bentuk pengabaian tingkah laku yang menyimpang.

Sedangkan menurut Romli Atmasasmita (dalam Soetodjo, 2010, hal. 11)

Juvenile Delinquency adalah setiap perbuatan atau tingkah laku seseorang anak

dibawah umur 18 tahun dan belum kawin yang merupakan pelanggaran terhadap norma-norma hukum yang berlaku serta dapat membahayakan perkembangan pribadi sianak yang bersangkutan.

Maka untuk mencegah terjadinya kenakalan remaja, maka orang tua, lingkungan dan masyarakat sama-sama membantu remaja agar tidak melakukan prilaku menyimpang.

Dalam QS. Al- Ta rīm [66] : 6 menjelaskan tentang keluarga adalah sebagai berikut:















































Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan melakukan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS. Al- Ta rīm [66] : 6).

Ayat di atas menjelaskan bahwa wajib bagi orang tua untuk mendorong kelurganya (anak-anaknya) untuk perbuatan yang ma’ruf dan mencegah mereka untuk melakukan hal yang mungkar. Orang tua harus memerintahkan anaknya untuk mengerjakan shalat, menunaikan zakat, menjalankan puasa dan semua kewajiban Islam dan memerintahkan anak-anak mereka untuk berakhlak yang baik dan adab yang bagus.

Berdasarkan Wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan petugas Lembaga pemasyarakatan (Lapas) anak kelas III Bandung, peneliti memperoleh data terdapat ± 57 anak yang melakukan tindak pidana. Untuk memperkuat


(15)

7 asumsi yang dipaparkan oleh penulis, maka berikut disajikan data jumlah anak pada setiap rutan/lapas dan jumlah residivis di Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1 Jumlah Tahanan Anak dan Anak Didik Pemasyarakatan URAIAN

PENGHUNI

TAHUN

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001

Tahanan Anak - - - 562 756 973

Anak Didik

Pemasyarakatan 2.596 2.33

1 2.306 2.059 2.661 2.043 1.824 2.11

6

Sumber : Priyatno (2006: 122-124) Tabel 1.2 Jumlah Residivis di Indonesia

URAIAN PENGHUNI

TAHUN

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001

Jumlah

Narapidana 28.595 28.433 27.114 28.234 26.165 31.029 32.561 35.925 Residivis 1.903 1.675 1.520 1.758 1.731 2.056 1.715 1.020

Sumber : Priyatno (2006: 126) Berdasarkan data di atas, anak-anak yang sudah terkena kasus hukum pidana, sekolah tidak mau melakukan pembinaan terhadap mereka. Hal itu disebabkan, kasus pidana yang mereka lakukan sudah dalam tingkat berat. Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada pihak lapas kasus mereka diantaranya pencurian, perampokan, pembunuhan dan penyalahgunaan obat-obat terlarang. Maka dari itu, anak-anak tersebut diserahkan ke lembaga pemasyarakatan untuk dilakukan pembinaan. Pembinaan dan bimbingan yang dilakukan di lapas anak Bandung adalah pembinaan keagamaan, pembinaan keterampilan kerja, bimbingan penyuluhan perorangan, kepramukaan.

Adanya pelaksanaan pembinaan di lapas bertujuan untuk mereka yang melakukan tindak pidana tersebut bertanggung jawab terhadap dirinya dan masyarakat, sehingga mereka berhenti dari prilaku kejahatan seperti yang pernah dilakukan sebelumnya. Namun kenyataan di lapangan masih banyak masalah

yang terjadi di lapas seperti adanya “Residivis”, melarikan diri dari penjara,

mengendalikan kejahatan dari dalam penjara dan lain sebagainya (Nurlaen, 2012, hal. 19). Berdasarkan hasil wawancara penelit di Lembaga Pemasyarakatan anak di Bandung terdapat 1 orang anak dalam kasus residivis.

Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk meneliti masalah tentang

“Pembinaan Keagamaan Pada Narapidana Anak (Studi Deskriptif Pada


(16)

8 perlu perhatian lebih dalam oleh pemerintah, lembaga pemerhati anak, kaum akademisi dan masyarakat umum.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, peneliti mengidentifikasi masalah diantaranya hubungan yang tidak baik antara orang tua dan anak, anak tidak bisa memilih pergaulan dan masih adanya anak yang tekena kasus residivis. Dengan hal tersebut, perlu adanya pembinaan keagamaan di lapas anak.

Berdasarkan Latar yang telah diuraikan di atas, maka rumusan secara umum

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pembinaan keagamaan yang diberikan

kepada narapidana anak?

Agar penelitian ini mencapai sasaran sesuai dengan tujuan yang di harapkan, maka peneliti merasa perlu untuk menjabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitan. Adapun sub-sub pertanyaan pada penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan pembinaan keagamaan bagi para narapidana anak ? 2. Bagaimana proses pelaksanaan pembinaan keagamaan yang diberikan

terhadap narapidana anak?

3. Bagaimana hasil dari pembinaan keagamaan yang sudah dilakukan kepada narapidana anak?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui secara faktual bagaimana pembinaan keagamaan yang diberikan kepada narapidana anak selama berada di dalam lembaga pemasyarakatan.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Mengetahui perencanaan pembinaan keagamaan bagi narapidana anak; b. Mengetahui proses pelaksanaan pembinaan keagamaan yang diberikan

terhadap narapidana anak;

c. Mengetahui hasil dari pembinaan keagamaan yang sudah dilakukan kepada narapidana anak.


(17)

9

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini, peneliti berharap memperoleh manfaat baik bersifat teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Dapat memperkaya khasanah tentang peran lembaga pemasyarakatan berikut dengan cara pembinaan keagamaan yang diberikan kepada warga binaan anak yang ada di lapas anak bandung.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi penulis, penelitian ini sebagai acuan untuk memperluas pemikiran dan pengalaman penulisan karya ilmiah dan sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan disiplin ilmu yang ditekuni penulis.

b. Bagi UPI khususnya prodi IPAI, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya khususnya pada penelitian yang sejenis.

c. Bagi Masyarakat, sebagai rujukan untuk mengetahui tindak kejahatan anak dan dapat membantu agar anak-anak indonesia terhindar dari prilaku kejahatan demi masa depan bangsa yang lebih baik .

d. Bagi para narapidana, penelitian ini berfungsi untuk memberikan motivasi bagi narapidana untuk melaksanakan program pembinaan keagamaan dengan baik.

e. Bagi pihak lapas anak bandung, penelitian ini memberikan sumbangan yang bermakna untuk lebih meningkatkan pembinaan keagamaan agar narapidana semakin taat dalam beribadah kepada Allah.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi.

Bab II merupakan kajian pustaka dari judul yang diambil pneliti yaitu meliputi penjelasan isi dari berbagai referensi dan literatur yang berhubungan dengan pokok bahasan.

Bab III merupakan metode penelitian yang meliputi pendekatan penelitian, defenisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis data.


(18)

10 Bab IV hasil penelitian dan pembahasan, yang merupakan bagian terpenting dari skripsi ini. Dalam bab ini dijelaskan tentang pokok bahasan yang dipertanyakan dalam rumusan masalah.

Bab V Kesimpulan dan Saran, bagian ini meliputi kesimpulan dan saran, daftar pustaka, lampiran dan riwayat hidup.


(19)

BAB III

METODE PENELITAN A. Desain Penelitan

Penelitian menurut kamus Webster’s New Internasional (Fathoni, 2006, hal. 7) adalah penelitian yang hati-hati dan kritis dalam mencari fakta atau penyelidikan yang dilakukan lebih cermat untuk menetapkan sesuatu. Data penelitian dikatakan ilmiah adalah jika penelitian yang dilakukan secara empiris dan rasional.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Menurut Bodgan dan Taylor (Basrowi & Suwandi, 2008, hal. 21) mengemukakan bahwa penelitan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deksriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku orang yang diamati.

Menurut Moleong (dalam Basrowi & Suwandi, 2008, hlm. 187) mengemukakan bahwa pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, yaitu data yang dikumpulkan lebih banyak berupa kata-kata atau gambar daripada angka-angka.

Salah satu dari sembilan rancangan penelitian adalah penelitian deskriptif. Penelitian deksripsi adalah akumulasi data dasar dalam cara deskriptif semata-mata tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan, mentest hipotesis, membuat ramalan atau mendapatkan makna dan implikasi, walaupun penelitan bertujuan menemukan hal-hal tersebut dapat mencakup juga metode-metode deksriptif (Suryabarata, 2012, hal. 76).

Tujuan dari penelitian dekriptif adalah untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Suryabarata, 2012, hal. 75).

Berdasarkan penjelasan diatas peneliti harus melakukan penelitian dengan menggambarkan secara rinci dan mendalam tentang segala sesuatu yang ada dan terjadi terkait dengan perencanaan, pelaksanaan dan hasil dari kegiatan pembinaan keagmaan di lapas anak Bandung. Sebelum terjun ke lapangan, peneliti harus mempersiapkan terlebih dahulu apa saja yang akan dipersiapkan dan dibutuhkan


(20)

30 selama penelitian berlangsung. Adapun tahap-tahap penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini yang pertama peneliti lakukan adalah melakukan pra penelitian terlebih dahulu. Peneliti datang ke lapas mengajukan izin penelitian dan menanyakan tentang kegiatan pembinaan keagamaan yang ada di lapas anak Bandung. Setelah mendapat gambaran umum tentang pembinaan keagamaan yang ada di lapas peneliti membuat rancangan penelitian dengan menentukan masalah yang akan diangkat, membuat latar belakang masalah, menentukan metode dan teknik penelitian serta menentukan subjek penelitan dan tempat penelitian. Sebelum melakukan penelitian ke lapangan peneliti juga menyiapkan instrumen penelitian seperti pedoman wawancara, pedoman observasi dan studi dokumentasi.

2. Tahap Pelaksanaan

Peneliti sebagai human instrument berupaya melakukan penelitian secara mendalam untuk mengumpulkan data yang diinginkan. Peneliti melakukan wawancara, observasi dan meminta dokumen-dokumen mengenai pembinaan keagamaan di lapas anak. Setelah melakukan penelitian, peneliti melakukan

member check dengan tujuannya data yang telah diperoleh adalah valid dan kredibel karena sudah disetujui oleh narasumber atau informan.

B. Subjek dan Tempat Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek disesuaikan dengan data yang diperlukan dalam penelitian tentang pembinaan keagamaan pada narapidana anak di lembaga pemasyarakan anak kelas III Bandung. Adapun subjek dalam penelitian ini adalah Kepala seksi bidang pembinaan, staf seksi bidang pembinaan, ustaż yang mengajar di lapas dan 5 orang anak didik pemasyarakatan yang berumur 13- 18 tahun.

2. Tempat Penelitian

Penelitian yang peneliti lakukan bertempat di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas III Bandung yang beralamat di Jalan Pacuan Kuda no 3A Arcamanik Bandung. Adapun alasan peneliti mengambil tempat penelitian ini adalah karena Lembaga Pemasyarakatan anak sudah terpisah dari orang dewasa dan satu-satunya


(21)

31 lembaga pemasyarakatan anak di Bandung. Selain itu, melihat kebutuhan data peneliti yang dilihat dari, jumlah anak, sumber daya manusia yang memadai dan program kegiatan pembinaan keagamaan yang ada di lapas anak tersebut, membuat peneliti tertarik melakukan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas III Bandung.

C. Teknik Pengumpulan Data

Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu, kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti sendiri atau yang lebih dikenal dengan Human Instrument. Seperti yang

diungkapkan oleh Sugiyono (2011, hal. 306) peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai

sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.

Peneliti sebagai instrumen juga harus divalidasi seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian baik secara akademik maupun logistiknya (Sugiyono, 2011, hal. 305)

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah observasi, wawancara, angket dan studi dokumen. Untuk memahami lebih dalam berikut uraian:

1. Observasi

Menurut Sutrisno Hadi (dalam Sugiyono, 2011, hal. 203)mengemukakan bahwa, observasi adalah suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dan lebih dari itu, ada dua yang terpenting dari obeservasi adalah proses- proses pengamatan dan ingatan.

Menurut Margono (dalam Satori & Aan Komariah, 2013, hal. 105) mengungkapkan bahwa observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Sedangkan menurut Bungin (dalam Satori & Aan Komariah, 2013, hal. 105) mengemukakan


(22)

32 bahwa, observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan.

Dari segi proses pelaksanaannya dan pengumpulan data observasi terbagi atas:

a. Observasi Berperanserta (Participant Observation)

Dalam observasi berperanserta, peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau dengan sumber data penelitian. Sambil melakukan penelitian, peneliti juga ikut melakukan apa yang dilakukan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka duka yang dirasakan sumber data. Dalam observasi partisispan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak (Sugiyono, 2011, hal. 204).

Menurut Satori dan Komariah (2013, hal. 217), penelitian partisipan bertujuan untuk mendapatkan suatu keakraban yang dekat dan mendalam dengan suatu kelompok individu dan prilaku mereka melalui satu keterlibatan yang intensif dengan orang dilingkungan alamah mereka.

Menurut Spradley (dalam Sugiyono, 2011, hal. 312), Observasi partisipatif terbagi atas empat: (1) partisipasi pasif adalah peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diteliti, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut; (2) partisipasi moderat adalah terdapat keseimbangan penelit menjadi orang dalam dan orang luar. Peneliti dalam mengumpulkan data ikut observasi partisipatif dalam beberapa kegiatan, tetapi tidak semuanya; (3) partisipasi aktif adalah peneliti ikut melakukan apa yang dilakukan oleh narasumber, tetapi tidak melakukan sepenuhnya; (4) partisispasi lengkap adalah penelit sudah terlibat sepenuhnya terhadap apa yang dilakukan sumber data. Jadi suasananya sudah natural, peneliti tidak terlihat melakukan penelitian.

b. Observasi non partisipan (Non Participant Observation)

Berbeda dengan observasi berperanserta, dalam observasi non patisispan peneliti tidak terlibat langsung dan hanya sebagai pengamat independen terhadap sumber data (Sugiyono, 2011, hal. 204). Observasi non partisipan adalah observasi yang dilakukan dimana peneliti mengamat perilaku dari jauh


(23)

33 tanpa ada interaksi dengan subjek yang diteliti (Satori & Aan Komariah, 2013, hal. 119).

Dalam penelitian yang peneliti lakukan observasi yang dilakukan adalah observasi partisipatif, peneliti melakukan pengamatan dan ikut melakukan kegiatan bersama dengan sumber yang diteliti agar penelitian ini lengkap dan tajam.

2. Wawancara

Dalam melakukan wawancara, penelti melakukan komunikasi langngsung dengan narasumber. Menurut Gunawan (2013, hal. 160) wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada masalah tertentu, ini merupakan proses tanya jawab lisan yang mana dua orang saling berhadapan secara fisik. Sedangkan menurut Esterberg (dalam Sugiyono, 2011, hal. 317) wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanggung jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalan suatu topik tertentu.

Wawancara atau interview data yang diperoleh adalah data verbal. Sebagaimana yang dikemukakan Nasution (2003, hal. 113) wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal jadi semacam percakapan yang bertujuan untuk memperoleh informasi.

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan suatu permasalahan yang harus diteliti, tetapi wawancara juga dilakukan apabila peneliti ingin mengeahui hal-hal mendalam dari responden. Teknik pengumpulan data ini berdasarkan pada laporan tentang diri sendiri atau self- report atau setidak-tidaknya pada

pengetahuan dan keyakinan pribadi (Sugiyono, 2011, hal. 317).

Dalam wawancara bukan sebatas untuk mengajukan pertanyaan yang kemudian dijawab oleh narasumber tetapi dalam melakukakn wawancara harus memiliki kemampuan mengajukan pertanyaan yang dirumuskan secara tajam, halus dan tepat, dan kemampuan menangkap buah pikiran orang dengan cepat.

Esterberg (dalam Sugiyono, 2011, hal. 319) mengemukakan beberapa macam wawancara yaitu:


(24)

34

a. Wawancara Terstruktur

Wawancara terstruktur digunakan untuk sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang diperoleh. Oleh karena itu, dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis dan jawabannya pun telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama dan pengumpul data mencatatnya.selain itu juga, pengumpulan data dapat dilakukan oleh beberapa pewawancara sebagai pengumpul data akan tetapi pewawancara tersebut harus memiliki kemampuan yang sama maka diperlukan training kepada calon pewawancara.

b. Wawancara Semi Terstruktur

Wawancara semi terstruktur termasuk dalam kategori in- depth interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibanding dengan

wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka dimana pihak fisik yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengar dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan.

Wawancara yang dlakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur dan wawancar semi terstruktur. Dalam melakukan wawancara dengan petugas dan staf serta ustad yang mengajar di lapas anak bandung peneliti menggunakan pedoman observasi yang telah disusun sedemikian rupa. Wawancara semi terstruktur ketika peneliti mewawancarai andikpas tersebut, agar andikpas tidak merasa canggung dan mau memberikan informasi secara terbuka.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumen dimaksudkan untuk menunjang perolehan data dari lapangan seseuai dengan tujuan penelitian. Sebagaimana menurut Sugiyono (2011, hal. 329) dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Sedangkan menurut Satori dan Komariah (2013, hal. 149) studi dokumentasi yaitu


(25)

35 mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara mendalam sehingga dapat mendukung dan menambah pembuktian suatu kejadian atau peristiwa.

Senada dengan Fathoni (2006, hal. 112) studi dokumen ialah teknik pengumpulan data dengan mempelajari catatan-catatan mengenai data pribadi responden, seperti yang dilakukan psikolog dalam meneliti perkembangan seorang klien melalui catatan pribadi. Teknik ini digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena banyak yang dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan dan bahkan meramal suatu objek maupun keadaan. Teknik ini dilakukan dengan cara melihat, menganalisa data-data dokumentasi sehingga dapat menunjang penelitian.

D. Analisis Data

Menurut Bodgan (dalam Sugiyono, 2011, hal. 334) mengemukakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat dengan mudah dipahami dan temuannya dapat dengan mudak diinformasikan kepada orang lain. Menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2011, hal. 337) dalam penelitan kualitatif analisis berlangsung selama pengumpulan data dan berlagsung secara terus menerus sampai data itu tuntas atau jenuh. Aktivitas dalam analisis data adalah reduksi data (data reduction),

display data (data display) dan penarikan kesimpulan/verification (conclusion drawing/verification).

1. Reduksi Data

MenurutSugiyono (2011, hal. 338) reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Sedangkan menurut Miles dan huberman (dalam Gunawan, 2013, hal. 211) data yang telah direduksi akan memberikan gambaran dan pemaparan yang lebih jelas. Dan data yang dianggap asing, tidak memiliki pola dan belum dikenal itulah yang menjadi pokok perhatian karena penelitian kualitatif mencari pola yang tersembunyi dibalik pola dan data yang tampak.

2. Display Data


(26)

36 singkat, bagan, matrik, hubungan antar kategori dan flowchart dan sejenisnya

(Sugiyono, 2011, hal. 341).

Sedangkan Imam Gunawan mengemukakan bahwa penyajian data digunakan untuk meningkatkan pemahaman kasus dan sebagai acuan mengambil tindakan berdasarkan pemahaman dan analisis sajian data. Data penelitan disajikan dalam bentuk uraian yang didikung oleh matrik jaringan kerja.

3. Conclusion drawing/verification (Penarikan Kesimpulan dan Verivikasi)

Langkah ketiga dalam analisis data adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data selanjutnya. Tetapi, apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (Sugiyono, 2011, hal. 345).

Dengan demikian, kesimpulan dalam penelitian kualitatif dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti yang diketahui rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada di lapangan.

E. Uji Keabsahan Data 1. Triangulasi

Teknik triangulasi digunakan untuk menguji kredibilitas data. Tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan (Sugiyono, 2013, hal. 330).

Triangulasi teknik, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam dan dukumentasi untuk sumber data yang sama dan serempak. Triangulasi sumber berarti, untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.

2. Member check

Menurut Sugiyono (2013, hal. 375) member check adalah proses pengecekan


(27)

37 untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Pelaksanaan member check dapat dilakukan setelah satu periode pengumpulan data atau setelah mendapat suatu kesimpulan.

Sedangkan menurut Gunawan (2013, hal. 223) hasil pengumpulan data yang diperoleh seorang peneliti juga diperiksa oleh kelompok peneliti lain untuk mendapatkan pengertian yang tepat atau menemukan kekurangan-kekurangan yang mungkin ada untuk diperbaiki.

Member check yang peneliti lakukan kepada setiap narasumber dengan

tujuan mengukur sejauh mana data yang diperoleh peneliti sesuai dengan yang diberikan oleh narasumber. Member check dilakukan oleh peneliti kepada seluruh narasumber.

F. Koding

Menurut Miles dan Hubermen (dalam Sarosa, 2012, hal. 73) mengemukakan bahwa kode adalah sebagai label yang diberikan sebagai unit pemberian makna atas informasi yang dikomplasi dalam penelitian. Sedangkan Menurut Richard (dalam Sarosa, 2012, hal. 73) koding adalahmereduksi data menjadi simbol yang mewakili.Manfaat dari pengodean adalah merinci, menyusun konsep dan membahas kembali semua data.

Peneliti untuk memudahkan mencari data mengenai rumasan masalah maka peneliti menggunakan koding analisis data. Adapun koding datanya untuk rumusan masalah adalah perencanaan pembinaan (PB), pelaksanaan pembinaan (PL), hasil pembinaan (HB).

Sedangkan koding untuk sumber data, Observasi (O), wawancara (W), studi dokumen (Dok). Koding untuk jenis narasumber adalah Kepala bidang pembinaan keagamaan adalah (P.01), Staf bidang pembinaan adalah P.02, Ustad Iman (U.01), Ustad Bobby (U.02), Andikpas inisial CS (A.01), IH (A.02), RS (A.03), BF (A.04), AS (A.05).

Berikut adalah pengkodean data rumusan masalah dan pengkodean sumber data seperti yang disebutkan diatas adalah sebagai berikut:


(28)

38 Tabel 3.1 Koding data penelitian

No. Kegiatan Kode

1 Wawancara Kepala seksi bidang pembinaan WP.01 2 Wawancara Staff seksi bidang pembinaan WP.02

3 Wawancara Ustad Iman WU.01

4 Wawancara Ustad Bobby WU.02

5 Wawancara Andikpas inisial CS WA.01

6 Wawancara Andikpas inisial IH WA.02

7 Wawancara Andikpas inisial RS WA.03

8 Wawancara Andikpas inisial BF WA.04

9 Wawancara Andikpas inisial AS WA.05

10 Observasi Kegiatan Pesantren 1 O.01

11 Observasi Kegiatan Pesantren 2 O.02

12 Observasi Kegiatan Pesantren 3 O.03

13 Observasi Kegiatan Pesantren 4 O.04

14 Observasi Kegiatan Pesantren 5 O.05

15 Observasi Kegiatan Pesantren 6 O.06

16 Observasi Kegiatan Pesantren 7 O.07

17 Dokumentasi Profil Lapas Anak Dok. PLA

18 Dokumentasi Jurnal Lapas Anak Dok. JLA

19 Dokumentasi Jadwal Kegiatan Lapas Anak Dok. JK

20 Dokumentasi Pengkelasan Anak Lapas Dok. KA

21 Dokumentasi Data Anak Dok. DA

22 Perencanaan Pembinaan PB

23 Pelaksanaan Pembinaan PL


(29)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan

Secara umum pembinaan keagamaan di lapas anak bandung berbasis pesantren sudah cukup baik, dilihat dari segi perencanaan, pelaksanaan dan hasil dari program pembinaan keagamaan tersebut. Namun, dari segi perencanaan belum memiliki kurikulum yang dijadikan acuan dalam menyusun program khusus bidang pembinaan keagamaan. Kesimpulan pembinaan keagamaan di lapas anak Bandung secara terperinci adalah sebagai berikut:

Lapas Anak bandung mulai beroperasi pada tanggal 8 April 2013. Lapas anak Bandung terletak di jl. Pacuan Kuda No. 3A, Arcamanik Bandung. Visi lembaga pemasyarakatan anak kelas III Bandung adalah pertama, memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan anak sebagai individu, anggota masyarakat dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, menjadi institusi yang dibanggakan dalam memberikan pembinaan yang beriman, berilmu dan bermanfaat kepada anak didik pemasyarakatan.

Misi lembaga pemasyarakatan anak kelas III Bandung adalah pertama membentuk anak didik pemasyarakatan menjadi manusia yang beriman, berilmu dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki kecenderungan hidup. Kedua, mewujudkan keseimbangan, kemajuan anak didik pemasyarakatan dari aspek Kognitif, Afektif dan Psikomotor yang berperan sebagai individu, anggota keluaga, masyarakat dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Ketiga, melaksanakan pelayanan, perawatan, pendidikan, pembinaan, pembimbingan dan pendampingan tumbuh kembang anak. Keempat, meningkatkan ketaqwaan, kecerdasan, kesantunan dan kecerian anak agar dapat menjadi manusia mandiri yang bertanggung jawab.

Tujuan program pembinaan keagamaan telah sesuai dengan visi dan misi lapas anak bandung yaitu, secara umum meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Secara Khusus pembinaan bertujuan untuk memberikan pemahaman dasar agama kepada andikpas agar menjadi lebih baik dan menjadikan andikpas dari yang tidak bisa membaca Al-Qur’an menjadi lancar


(30)

77

membaca Al-Qur’annya. Selain itu menjadikan andikpas manusia yang bertanggung jawab.

Program pembinaan keagamaan tidak memilki nama khusus tapi program pembinaan yang ada dilapas dikenal dengan pembinaan mental dan spiritual. Program pembinaan sudah terjadwal di white board yang sewaktu-waktu bisa

berubah. Tapi kegiatan rutin yaitu kegiatan keagamaan pesantren setiap hari selasa- sabtu, senam pada hari jum’at pagi dan pramuka pada setiap hari senin.

Dalam pelaksanaan, metode yang sering digunakan yaitu metode ceramah, tanya jawa, bercerita dan menghafal. Metode ceramah digunakan pada materi taddabur Al-qur’an, tauhid. Metode menghafal digunakan untuk menghafal Al- Qur’an dan metode bercerita digunakan untuk materi sejarah islam.

Program baca tulis Al-qur’an, anak dibagi menjadi tiga kelas yaitu kelas A, B dan C. Anak- anak yang masuk ke kelas A itu sudah bisa membaca al-qur’an dengan lancar dan tajwid dengan benar. Anak- anak yang masuk ke kelas B, yaitu anak yang sudah bisa membaca Al-Qur’an namun masih banyak perbaikan dan kelompok C, yaitu anak yang sama sekali belum bisa baca tulis Al-Quran jadi mereka belajar dengan menggunakan iqra’. Selain itu juga, ada kegiatan pesantren atau kegiatan ceramah yang lebih terarah kepada tadabur Al-Qur’an iqra’.

Asimilasi adalah proses reintegrasi dengan masyarakat, dalam artian narapidana diijinkan berada di luar tembok LP dan diperbolehkan berinteraksi dengan masyarakat luar, tetapi masih dalam pengawasan petugas. Pelaksanaannya mendekati masa bebas, apakah itu bebas murni atau bebas bersyarat atau cuti bersyarat. Narapidana dapat melakukan tahap asimilasi ketika hasil evaluasi dari sidang TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan) menyatakan bahwa narapidana telah menjalani tahap-tahap pembinaan sebelumnya dengan baik. Pengusulan narapidana yang dinyatakan layak untuk menjalani pembinaan tahap ketiga dilakukan oleh Kalapas kepada Kakanwil Hukum dan HAM Provinsi Jawa Barat.

Adapun hambatan yang ditemui oleh petugas dalam pelaksanaan pembinaan keagamaan adalah yakni sumber daya manusia, keuangan, dan sarana prasarana. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan itu yaitu melakukan koordinasi dan komunikasi bahwa anak ini merupakan tanggung jawab bersama, bukan


(31)

78

hanya instansi Kementrian Hukum dan HAM dan Lembaga Pemasyarakatan. Melalui kerjasama dengan Kementrian Agama, Lembaga Swadaya Masyarakat.

Hambatan Sedangkan Hambatan yang dialami andikpas itu berupa materi yang membosankan, sarana dan prasarana dan keuangan. Upaya yang dilakukan petugas yag memberikan materi pembinaan harus melakukan inovasi agar dapat menghilangkan kejenuhan, bukan hanya satu arah tatapi melibatkan anak agar lebih interaktif. Untuk sarana prasarana dan keuangan hanya memanfaatkan yang ada

Penilaian program pembinaan keagamaan hanya menilai aspek afektif saja dengan hasil berupa lisan dan penilaian prilaku melalui pengamatan yang dilakukan anak lapas oleh petugas, sedangkan untuk penilaian aspek kognitif dengan ujian dalam bentuk angka itu tidak ada. Penilaian tersebut telah sesuai dengan tujuan program itu sendiri, karena penilaian sikap dan prilaku seseorang tidak dapat diukur dengan angka akan tetapi dilihat dari prilakunya dalam keseharian selama berada di lapas.

Manfaat yang dirasakan oleh andikpas selama mengikuti program pembinaan keagamaan adalah dapat menambah wawasan tentang keagamaaan, mereka bisa belajar membaca Al-qur’an, mereka lebih hati-hati dalam bersikap. Perubahan prilaku yang dialami andikpas adalah ibadah kepada Allah meningkat, seperti tidak meninggalkan shalat lima waktu, sering melakukan shalat-shalat sunnah dan melakukan puasa sunnah.

B. Rekomendasi

Dari hasil penelitian diatas, maka dapat dikemukakan rekomendasi bagi pihak Lembaga Pemasyarakatan, bagi pendidik dan bagi peneliti selanjutnya yang dianggap perlu sebagai masukan dan tindak lanjut dari penelitian ini.

1. Bagi Lembaga Pemasyarakatan

a. Diharapkan pihak Lembaga Pemasyarakatan dapat membuka lowongan bagi petugas yang ahli di bidangnya seperti di bidang pendidikan ada guru, di bidang bercocok tanam ada petani, dan sebagainya.

b. Memberikan pembinaan yang berbeda antara recidive dengan yang

bukan recidive agar setidaknya menjadi inovasi baru dalam mencegah


(32)

79

2. Bagi petugas

a. Diharapkan ada kurikulum yang baku sebagai pedoman untuk menyusun program pembinaan keagamaan.

b. Diharapkan pihak petugas dapat membuat jadwal yang sudah tersusun rapi dan diarsipkan.

c. Melakukan pelatihan agar petugas memiliki keterampilan lain selain di bidang pembinaan.

3. Bagi peneliti selanjutnya

a. Diharapkan menjadi referensi untuk melakukan penelitian tentang pembinaan keagamaan pada narapidana anak yang terkena kasus residivis.

b. Diharapkan meneliti pembinaan keagamaan di badah hukum lainnya seperti di BNN atau panti rehabilitas guna dijadikan pembanding dari pembinaan keagamaan pada narapidana anak bandung.


(33)

DAFTAR PUSTAKA

---. (2002). Al-Qur`an dan Terjemah.

(LajnahPentashihAl-Qu`anDepartemenAgamaRepublikIndonesia, Penerj.) Depok: Al-Huda. Alim, M. (2011). Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Al-Qurthubi, I. (2008). Tafsir Al-Qurthubi. (M. I. Kadr, Penyunt., & A. Khotib,

Penerj.) Jakarta: Pustaka Azzam.

Amin, S. M. (2010). Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta: Amzah.

Arifin. (2007). Pendidikan Anak Berkonflik Hukum. Bnadung : Alfabeta.

Arifin, M. (1982). Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama.

Jakarta: Golden Terayon.

Arifin, M. (1985). Pokok-Pokok Pikiran tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama. Jakarta: Bulan Bintang.

Arikunto, S. (2004). Dasar-dasar Supervisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Basrowi, & Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka

Cipta.

Daradjat, Z. (1982). Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental. Jakarta :

Bulan Bintang.

Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan Peserta didik. Bandung: Rosdakarya.

Fathoni, A. (2006). Metode Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta:

Rineka Cipta.

Gafur, A. (1978). Pola Dasar Pembinaan dan Pengembangan Generasi muda.

Jakarta: Sekretariat Menteri Muda Urusan Pemuda Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Gunawan, I. (2013). Metedologi Penelitian Kualitatif (Teori& Praktik). Jakarta:

Bumi Aksara.

Hartinah, S. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Refika Aditama.

Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan. (R. M. Sijabat, Penyunt.,


(34)

Kartono, K. (2014). Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Jakarta: PT.

Rajagrafindo Persada.

Leslie W. Rue, & Terry, G. R. (2009). Dasar- Dasar Manajemen. (G. A. Ticaolu,

Penerj.) Jakarta: Bumi Aksara.

Marlina. (2009). Peradilan Pidana Anak Di Indonesia. Bandung: PT. Refika

Aditama.

Marlina. (2011). Hukum Penitesier. Bandung: PT. Refika Aditama.

Mujib, A., & Mudzakkir, J. (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana

Prenada Group.

Nasional, D. P. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Nasution. (2003). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara.

Nata, A. (2010). Ilmu Pendidikan Islam dan Pendekatan Multidisipliner. Jakarta:

Rajawali Press.

Nurihsan, A. J., & Agustin, M. (2011). Dinamika Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Refika Aditama.

Nurlaen, Y. (2012). Lembaga Pemasyarakatan Masalah & Solusi. Bandung: Marja.

Priyatno, D. (2013). Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia. Bandung:

PT. Refika Aditama.

Ramayulis. (2008). Ilmu Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Kalam Mulia.

Rudiani, F. (2013). Pembinaan Keagamaan Pada Narapidana Wanita (Studi Deskriptif Di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Bandung Tahun 2013). Bandung: Tidak Diterbitkan.

Santrock, J. W. (2007). Remaja (11 ed.). (W. C. Kristiaji, Y. Sumihartini,

Penyunt., S. B. Adelar, & S. Saragih, Penerj.) Jakarta: Erlangga. Sarosa, S. (2012). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Indeks.

Satori, D., & Komariah, A. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:

Alfabeta.

Siswanto. (2010). Pengantar Manajemen. Jakarta: PT. Bumi Aksara.


(35)

Sudjana. (1992). Pengantar Manajemen Pendidkan Luas Sekolah. Bandung:

Nusantara Press.

Sudjana. (2010). Manajemen Program Pendidikan. Bandung: Falah.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sule, E. T., & Kurniawan Saefullah. (2009). Pengantar Manajemen. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Suryabrata, S. (2012). Metodologi Penelitian. Jakarta : Rajagrafindo Persada. Syafa'at, dkk. (2008). Peranan Pendidikan Agama Islam (Dalam Mencegah

Kenakalan Remaja). Jakarta: Rajawali Pers.

Ulfah, L. (2014). Pola Pembinaan Bagi Tunanetra (Studi Deskriptif di Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung Tahun 2014). Bandung: Tidak

Diterbitkan.

Ulwan, A. N. (2012). Pendidikan Anak dalam Islam. (A. Ahmad Ma'ruf Asrori,

Penyunt., & J. Miri, Penerj.) Jakarta: Pustaka Amani. Willis, S. S. (2010). Remaja dan Masalahnya. Bandung: Alfabeta.

Zukifli. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja


(1)

77

membaca Al-Qur’annya. Selain itu menjadikan andikpas manusia yang bertanggung jawab.

Program pembinaan keagamaan tidak memilki nama khusus tapi program pembinaan yang ada dilapas dikenal dengan pembinaan mental dan spiritual. Program pembinaan sudah terjadwal di white board yang sewaktu-waktu bisa

berubah. Tapi kegiatan rutin yaitu kegiatan keagamaan pesantren setiap hari selasa- sabtu, senam pada hari jum’at pagi dan pramuka pada setiap hari senin.

Dalam pelaksanaan, metode yang sering digunakan yaitu metode ceramah, tanya jawa, bercerita dan menghafal. Metode ceramah digunakan pada materi taddabur Al-qur’an, tauhid. Metode menghafal digunakan untuk menghafal Al- Qur’an dan metode bercerita digunakan untuk materi sejarah islam.

Program baca tulis Al-qur’an, anak dibagi menjadi tiga kelas yaitu kelas A, B dan C. Anak- anak yang masuk ke kelas A itu sudah bisa membaca al-qur’an dengan lancar dan tajwid dengan benar. Anak- anak yang masuk ke kelas B, yaitu anak yang sudah bisa membaca Al-Qur’an namun masih banyak perbaikan dan kelompok C, yaitu anak yang sama sekali belum bisa baca tulis Al-Quran jadi mereka belajar dengan menggunakan iqra’. Selain itu juga, ada kegiatan pesantren atau kegiatan ceramah yang lebih terarah kepada tadabur Al-Qur’an iqra’.

Asimilasi adalah proses reintegrasi dengan masyarakat, dalam artian narapidana diijinkan berada di luar tembok LP dan diperbolehkan berinteraksi dengan masyarakat luar, tetapi masih dalam pengawasan petugas. Pelaksanaannya mendekati masa bebas, apakah itu bebas murni atau bebas bersyarat atau cuti bersyarat. Narapidana dapat melakukan tahap asimilasi ketika hasil evaluasi dari sidang TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan) menyatakan bahwa narapidana telah menjalani tahap-tahap pembinaan sebelumnya dengan baik. Pengusulan narapidana yang dinyatakan layak untuk menjalani pembinaan tahap ketiga dilakukan oleh Kalapas kepada Kakanwil Hukum dan HAM Provinsi Jawa Barat.

Adapun hambatan yang ditemui oleh petugas dalam pelaksanaan pembinaan keagamaan adalah yakni sumber daya manusia, keuangan, dan sarana prasarana. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan itu yaitu melakukan koordinasi dan komunikasi bahwa anak ini merupakan tanggung jawab bersama, bukan


(2)

78

hanya instansi Kementrian Hukum dan HAM dan Lembaga Pemasyarakatan. Melalui kerjasama dengan Kementrian Agama, Lembaga Swadaya Masyarakat.

Hambatan Sedangkan Hambatan yang dialami andikpas itu berupa materi yang membosankan, sarana dan prasarana dan keuangan. Upaya yang dilakukan petugas yag memberikan materi pembinaan harus melakukan inovasi agar dapat menghilangkan kejenuhan, bukan hanya satu arah tatapi melibatkan anak agar lebih interaktif. Untuk sarana prasarana dan keuangan hanya memanfaatkan yang ada

Penilaian program pembinaan keagamaan hanya menilai aspek afektif saja dengan hasil berupa lisan dan penilaian prilaku melalui pengamatan yang dilakukan anak lapas oleh petugas, sedangkan untuk penilaian aspek kognitif dengan ujian dalam bentuk angka itu tidak ada. Penilaian tersebut telah sesuai dengan tujuan program itu sendiri, karena penilaian sikap dan prilaku seseorang tidak dapat diukur dengan angka akan tetapi dilihat dari prilakunya dalam keseharian selama berada di lapas.

Manfaat yang dirasakan oleh andikpas selama mengikuti program pembinaan keagamaan adalah dapat menambah wawasan tentang keagamaaan, mereka bisa belajar membaca Al-qur’an, mereka lebih hati-hati dalam bersikap. Perubahan prilaku yang dialami andikpas adalah ibadah kepada Allah meningkat, seperti tidak meninggalkan shalat lima waktu, sering melakukan shalat-shalat sunnah dan melakukan puasa sunnah.

B. Rekomendasi

Dari hasil penelitian diatas, maka dapat dikemukakan rekomendasi bagi pihak Lembaga Pemasyarakatan, bagi pendidik dan bagi peneliti selanjutnya yang dianggap perlu sebagai masukan dan tindak lanjut dari penelitian ini.

1. Bagi Lembaga Pemasyarakatan

a. Diharapkan pihak Lembaga Pemasyarakatan dapat membuka lowongan bagi petugas yang ahli di bidangnya seperti di bidang pendidikan ada guru, di bidang bercocok tanam ada petani, dan sebagainya.

b. Memberikan pembinaan yang berbeda antara recidive dengan yang

bukan recidive agar setidaknya menjadi inovasi baru dalam mencegah


(3)

79

2. Bagi petugas

a. Diharapkan ada kurikulum yang baku sebagai pedoman untuk menyusun program pembinaan keagamaan.

b. Diharapkan pihak petugas dapat membuat jadwal yang sudah tersusun rapi dan diarsipkan.

c. Melakukan pelatihan agar petugas memiliki keterampilan lain selain di bidang pembinaan.

3. Bagi peneliti selanjutnya

a. Diharapkan menjadi referensi untuk melakukan penelitian tentang pembinaan keagamaan pada narapidana anak yang terkena kasus residivis.

b. Diharapkan meneliti pembinaan keagamaan di badah hukum lainnya seperti di BNN atau panti rehabilitas guna dijadikan pembanding dari pembinaan keagamaan pada narapidana anak bandung.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

---. (2002). Al-Qur`an dan Terjemah.

(LajnahPentashihAl-Qu`anDepartemenAgamaRepublikIndonesia, Penerj.) Depok: Al-Huda. Alim, M. (2011). Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Al-Qurthubi, I. (2008). Tafsir Al-Qurthubi. (M. I. Kadr, Penyunt., & A. Khotib,

Penerj.) Jakarta: Pustaka Azzam.

Amin, S. M. (2010). Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta: Amzah.

Arifin. (2007). Pendidikan Anak Berkonflik Hukum. Bnadung : Alfabeta.

Arifin, M. (1982). Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama.

Jakarta: Golden Terayon.

Arifin, M. (1985). Pokok-Pokok Pikiran tentang Bimbingan dan Penyuluhan

Agama. Jakarta: Bulan Bintang.

Arikunto, S. (2004). Dasar-dasar Supervisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Basrowi, & Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka

Cipta.

Daradjat, Z. (1982). Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental. Jakarta :

Bulan Bintang.

Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan Peserta didik. Bandung: Rosdakarya.

Fathoni, A. (2006). Metode Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta:

Rineka Cipta.

Gafur, A. (1978). Pola Dasar Pembinaan dan Pengembangan Generasi muda.

Jakarta: Sekretariat Menteri Muda Urusan Pemuda Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Gunawan, I. (2013). Metedologi Penelitian Kualitatif (Teori& Praktik). Jakarta:

Bumi Aksara.

Hartinah, S. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Refika Aditama.

Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan. (R. M. Sijabat, Penyunt.,


(5)

Kartono, K. (2014). Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Jakarta: PT.

Rajagrafindo Persada.

Leslie W. Rue, & Terry, G. R. (2009). Dasar- Dasar Manajemen. (G. A. Ticaolu,

Penerj.) Jakarta: Bumi Aksara.

Marlina. (2009). Peradilan Pidana Anak Di Indonesia. Bandung: PT. Refika

Aditama.

Marlina. (2011). Hukum Penitesier. Bandung: PT. Refika Aditama.

Mujib, A., & Mudzakkir, J. (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana

Prenada Group.

Nasional, D. P. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Nasution. (2003). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara.

Nata, A. (2010). Ilmu Pendidikan Islam dan Pendekatan Multidisipliner. Jakarta:

Rajawali Press.

Nurihsan, A. J., & Agustin, M. (2011). Dinamika Perkembangan Anak dan

Remaja. Bandung: Refika Aditama.

Nurlaen, Y. (2012). Lembaga Pemasyarakatan Masalah & Solusi. Bandung: Marja.

Priyatno, D. (2013). Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia. Bandung:

PT. Refika Aditama.

Ramayulis. (2008). Ilmu Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Kalam Mulia.

Rudiani, F. (2013). Pembinaan Keagamaan Pada Narapidana Wanita (Studi Deskriptif Di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Bandung Tahun

2013). Bandung: Tidak Diterbitkan.

Santrock, J. W. (2007). Remaja (11 ed.). (W. C. Kristiaji, Y. Sumihartini,

Penyunt., S. B. Adelar, & S. Saragih, Penerj.) Jakarta: Erlangga. Sarosa, S. (2012). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Indeks.

Satori, D., & Komariah, A. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:

Alfabeta.

Siswanto. (2010). Pengantar Manajemen. Jakarta: PT. Bumi Aksara.


(6)

Sudjana. (1992). Pengantar Manajemen Pendidkan Luas Sekolah. Bandung:

Nusantara Press.

Sudjana. (2010). Manajemen Program Pendidikan. Bandung: Falah.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sule, E. T., & Kurniawan Saefullah. (2009). Pengantar Manajemen. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Suryabrata, S. (2012). Metodologi Penelitian. Jakarta : Rajagrafindo Persada. Syafa'at, dkk. (2008). Peranan Pendidikan Agama Islam (Dalam Mencegah

Kenakalan Remaja). Jakarta: Rajawali Pers.

Ulfah, L. (2014). Pola Pembinaan Bagi Tunanetra (Studi Deskriptif di Panti

Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung Tahun 2014). Bandung: Tidak

Diterbitkan.

Ulwan, A. N. (2012). Pendidikan Anak dalam Islam. (A. Ahmad Ma'ruf Asrori,

Penyunt., & J. Miri, Penerj.) Jakarta: Pustaka Amani. Willis, S. S. (2010). Remaja dan Masalahnya. Bandung: Alfabeta.

Zukifli. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja