Peranan Sistem Activity-Based Costing dalam Perhitungan Harga Pokok Produk (Studi Kasus pada PT Maxi FiltraTech Bandung.
ABSTRAK
PT Maxi FiltraTech adalah perusahaan yang bergerak dalam industri kimia yang memproduksi dan menjual water filter. Salah satu permasalahan yang ada dalam perusahaan ini adalah penetapan harga pokok produk. Perhitungan harga pokok produk menurut perusahaan masih menggunakan sistem akuntansi biaya tradisional. Sistem ini memiliki beberapa kelemahan yaitu adanya distorsi biaya berupa overcosted dan undercosted. Namun, distorsi yang timbul dari sistem akuntansi biaya tradisional dapat diatasi dengan menggunakan sistem activity-based costing. Hal itu disebabkan karena sistem activity-based costing membebankan biaya pada produk berdasarkan aktivitas yang dikonsumsi dengan menggunakan beberapa cost driver.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga pokok produk berdasarkan perhitungan perusahaan mengalami overcosted dan undercosted. Hal itu terjadi karena perhitungan harga pokok produk menurut perusahaan hanya membebankan biaya tenaga kerja dan biaya overhead berdasarkan satu cost driver, sedangkan pada perhitungan pada sistem activity-based costing menggunakan beberapa cost driver. Dengan demikian, perhitungan menggunakan sistem activity-based costing akan memberikan harga pokok produk yang lebih akurat dan tepat.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data biaya yang terjadi, menyajikannya, kemudian menganalisis data tersebut.
Kesimpulan dari penelitian adalah perusahaan belum mengelompokkan biaya-biaya berdasarkan aktivitas; perhitungan harga pokok produk (seperti: Maxi 8” panjang 1.3 meter, Maxi 10” panjang 1.3 meter, dan Maxi 10” panjang 1.5 meter) yang dilakukan PT Maxi FiltraTech mengalami overcosted, dimana menurut perusahaan harga pokok produk untuk Maxi 8” panjang 1.3 meter sebesar Rp 1,143,169, Maxi 10” panjang 1.3 meter sebesar Rp 1,373,119, dan Maxi 10” panjang 1.5 meter sebesar Rp 1,431,069, sedangkan berdasarkan sistem activity-based costing harga pokok produk untuk Maxi 8” panjang 1.3 meter sebesar Rp 1,012,358, Maxi 10” panjang 1.3 meter sebesar Rp 1,255,575, dan Maxi 10” panjang 1.5 meter sebesar Rp 1,254,240; perhitungan harga pokok produk (seperti: Maxi 12” panjang 1.5 meter, dan Maxi 14” panjang 1.5 meter) yang dilakukan PT Maxi FiltraTech mengalami undercosted dimana menurut perusahaan harga pokok produk untuk Maxi 12” panjang 1.5 meter sebesar Rp 1,669,319, dan Maxi 14” panjang 1.5 meter sebesar Rp 1,974,349, sedangkan berdasarkan sistem activity-based costing, harga pokok produk untuk Maxi 12” panjang 1.5 meter sebesar Rp 1,679,207, dan Maxi 14” panjang 1.5 meter sebesar Rp 2,132,474; distorsi biaya berupa overcosted dan undercosted dapat dihilangkan dengan sistem activity-based costing; dan perhitungan menggunakan sistem activity-based costing memberikan informasi harga pokok produk lebih akurat karena menggunakan beberapa cost driver.
(2)
Universitas Kristen Maranatha
ABSTRACT
PT Maxi FiltraTech is a company engaged in the chemical industry that produces and sells water filters. One of the problems that exist in this company is the determination product cost. The calculation of the product cost according to the company was still using traditional cost accounting systems. This system has several weaknesses which have distortion cost like overcosted and undercosted. However, the distortion arising from traditional cost accounting systems can be overcome by using a activity-based costing system. That is because the activity-based costing system in assign cost to product based activity consumed by using multiple cost drivers.
The results showed that the product cost based on company calculations have overcosted and undercosted. This was because the calculation of product cost according to the company's assign labor cost and overhead cost based one cost driver, whereas the calculation on the activity-based costing system using multiple cost drivers. Thus, calculation using the activity-based costing system will provide productvcostxmorexaccuratelyxandxprecisely.
Research method used is descriptive method, is the research conducted by collectingxcostxdataxthatxhappens,xpresenting,xandxthenxanalyzexthexdata.
The conclusion from this study are not yet firm grouping based on the costs of activities; calculation of product cost (such as: Maxi 8" long, 1.3 meters, Maxi 10" long 1.3 meters, and Maxi 10" long, 1.5 meters) PT Maxi FiltraTech done experiencing overcosted, which according to the company's product cost for Maxi 8" long, 1.3 meters is Rp 1,143,169, Maxi 10" long, 1.3 meters is Rp 1,373,119, and Maxi 10" long, 1.5 meters is Rp 1,431,069, while product cost based on the activity-based costing system for Maxi 8" long 1.3 meters is Rp 1,012,358, Maxi 10" long 1.3 meters is Rp 1,255,575, and Maxi 10" long, 1.5 meters is Rp 1,254,240; calculation of product cost (such as: Maxi 12" long 1.5 meters, and Maxi 14" long 1.5 meters) PT Maxi FiltraTech done experiencing undercosted, which according to the company product cost for Maxi 12" long 1.5 meters is Rp 1,669,319, and Maxi 14" long 1.5 meters is Rp 1,974,349, while product cost based on the activity-based costing system, product cost for Maxi 12" long 1.5 meters is Rp 1,679,207, and Maxi 14" long, 1.5 meters is Rp 2,132,474; distortions of costs like overcosted and undercosted can be removed by activity-based costing system; and calculation using activity-based costing systems provide information product cost more accurate becausemusingmmultiplemcostmdrivers.
(3)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT...i
ABSTRAK...ii
KATA PENGANTAR...iii
DAFTAR ISI...v
DAFTAR TABEL...vii
DAFTAR GAMBAR...x
DAFTAR LAMPIRAN...xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah...1
1.2. Identifikasi Masalah ... ...3
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian... ...3
1.4. Manfaat Penelitian...4
1.5. Kerangka Pemikiran...4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...11
2.1. Biaya, Biaya Produksi, Biaya Non Produksi...11
2.1.1. Biaya...11
2.1.2. Biaya Produksi...12
2.1.3. Biaya Non Produksi...14
2.2. Harga Pokok Produk...15
2.2.1. Pengertian dan Tujuan Harga Pokok Produk...15
(4)
Universitas Kristen Maranatha
2.2.3. Sistem Pembebanan Harga Pokok Produk ...17
2.3. Cara Pembebanan Biaya Tidak Langsung pada Produk...19
2.3.1. Sistem Akuntansi Biaya Tradisional...19
2.3.2. Sistem Activity-Based Costing...21
BAB III METODE PENELITIAN...26
3.1. Metode Penelitian...26
3.2. Objek Penelitian...28
3.2.1. Sejarah Singkat Perusahaan...28
3.2.2. Struktur Organisasi dan Uraian Tugas...29
3.2.3. Produk yang Dihasilkan...31
3.2.4. Proses Produksi...31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………...34
4.1. Biaya-Biaya yang Terjadi pada PT Maxi FiltraTech...34
4.2. Sistem Perhitungan Harga Pokok Produk menurut PT Maxi FiltraTech...45
4.3. Sistem Perhitungan Harga Pokok Produk menggunakan Sistem Activity-Based Costing...49
4.4. Perbandingan Perhitungan Harga Pokok Produk menurut PT Maxi FiltraTech dengan Sistem Activity-Based Costing...80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………..82
5.1. Kesimpulan...82
5.2. Saran...83
DAFTAR PUSTAKA...xii
(5)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Rician Bahan Baku per Bulan...35
Tabel 4.2 Rincian Gaji Bulanan pada PT Maxi FiltraTech...36
Tabel 4.3 Rincian Biaya THR pada PT Maxi FiltraTech...37
Tabel 4.4 Rincian Biaya Listrik dan Telepon (Tahun 2008) ...38
Tabel 4.5 Rincian Biaya Keperluan Kantor (Tahun 2008) ...39
Tabel 4.6 Rincian Biaya Bahan Bakar Kendaraan (Tahun 2008) ...40
Tabel 4.7 Rincian Biaya Iklan per Bulan...40
Tabel 4.8 Perincian Biaya Penyusutan pada PT Maxi FiltraTech...42
Tabel 4.9 Rincian Biaya Pemeliharaan pada PT Maxi FiltraTech (Tahun 2008) ...44
Tabel 4.10 Perhitungan Biaya Bahan Baku per Unit Produk...46
Tabel 4.11 Biaya Gaji Bulanan dan THR...47
Tabel 4.12 Biaya-Biaya Lain yang Terjadi ...47
Tabel 4.13 Unit Produksi (dalam satu bulan) ...47
Tabel 4.14 Perhitungan Harga Pokok Produk per Unit menurut PT Maxi FiltraTech. ...48
Tabel 4.15 Harga Pokok Produk per Unit Menurut PT Maxi FiltraTech...49
Tabel 4.16 Pengelompokkan Biaya Produksi...50
Tabel 4.17 Pengelompokkan Biaya Non Produksi...51
Tabel 4.18 Biaya Bahan Baku per Unit...52
Tabel 4.19 Pemakaian Jam Kerja tiap Unit Produk...53
(6)
Universitas Kristen Maranatha
Tabel 4.21 Aktivitas-Aktivitas pada PT Maxi FiltraTech...54
Tabel 4.22 Pengalokasian Biaya Listrik...55
Tabel 4.23 Pengalokasian Biaya Telepon...56
Tabel 4.24 Pengalokasian Biaya Penyusutan Mesin dan Alat Produksi...56
Tabel 4.25 Pengalokasian Biaya Penyusutan Bangunan...57
Tabel 4.26 Pengalokasian Biaya Penyusutan Faksimil ...58
Tabel 4.27 Pengalokasian Biaya Pemeliharaan Mesin dan Alat Produksi...59
Tabel 4.28 Pengalokasian Biaya Pemeliharaan Bangunan...59
Tabel 4.29 Konsumsi Biaya Overhead Pabrik tiap Aktivitas...61
Tabel 4.30 Tarif Biaya Overhead Pabrik tiap Aktivitas...62
Tabel 4.31 Cost Driver Tiap Jenis Produk...63
Tabel 4.32 Perhitungan Biaya Overhead Tiap Aktivitas yang Dikonsumsi Tiap Jenis Produk...64
Tabel 4.33 Perhitungan Total Biaya Overhead tiap Unit Produk...65
Tabel 4.34 Rincian Unsur Biaya Produksi tiap Unit Produk...66
Tabel 4.35 Kuantitas Konsumsi Unsur-Unsur Biaya Administrasi...67
Tabel 4.36 Alokasi Biaya Administrasi terhadap Aktivitas per Bulan...70
Tabel 4.37 Perhitungan Biaya Administrasi per Unit Produk...71
Tabel 4.38 Kuantitas Konsumsi Unsur-Unsur Biaya Pemasaran...71
Tabel 4.39 Kuantitas Konsumsi Unsur-Unsur Biaya Pemasaran terhadap Aktivitas.. ...74
Tabel 4.40 Pengalokasian Biaya Pemasaran per Aktivitas per Bulan...75
Tabel 4.41 Perhitungan Tarif Biaya Pemasaran per Aktivitas per Bulan...76
(7)
Tabel 4.43 Perhitungan Biaya Non Produksi tiap Unit Jenis Produk...78 Tabel 4.44 Perhitungan Harga Pokok Produk per Unit Produk Berdasarkan Sistem
Activity-Based Costing...79 Tabel 4.45 Harga Pokok Produk PT Maxi FiltraTech menggunakan Sistem
Activity-Based Costing...79 Tabel 4.46 Perbandingan Perhitungan Harga Pokok Produk menurut PT Maxi
FiltraTech dengan Sistem Activity-Based Costing...80 Tabel 5.1 Perhitungan Harga Pokok Produk...82
(8)
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Prosedur Pembebanan Biaya dengan Sistem Akuntansi Biaya
Tradisional...20 Gambar 2.2 Prosedur Pembebanan Biaya dengan Sistem Activity-Based Costing....25 Gambar 3.1 Skema Metodologi Penelitian...26 Gambar 3.2 Struktur Organisasi PT Maxi FiltraTech...29
(9)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran A Water Filter Maxi 14” (14 inchi)...84 Lampiran B Penelitian untuk Penyusunan Skripsi...85
(10)
BAB I PENDAHULUAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Untuk menghadapi dunia persaingan saat ini, perusahaan dituntut untuk
memiliki keunggulan kompetitif dengan meningkatkan mutu produk-produk yang dipasarkan sehingga produk tersebut dapat diterima masyarakat. Namun, tidaklah mudah bagi suatu produk untuk diterima masyarakat, karena hal itu sangat berkaitan erat dengan strategi dan kebijakan yang diterapkan perusahaan. Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk memperoleh keunggulan kompetitif adalah dengan menggunakan sistem pembebanan biaya yang akurat sehingga harga pokok produk yang dihasilkan akurat dan harga jual yang ditetapkan menjadi lebih kompetitif.
Sebelumnya, kebanyakan perusahaan menggunakan sistem akuntansi biaya tradisional karena dipandang dapat memenuhi kebutuhan manajemen akan informasi harga pokok produk yang akurat. Namun, karena dalam sistem ini semua biaya overhead diasumsikan proporsional dengan jumlah unit yang diproduksi maka menimbulkan adanya distorsi biaya. Distorsi biaya tersebut dapat berupa pembebanan biaya yang terlalu besar pada produk (overcosted) dan pembebanan biaya yang terlalu rendah pada produk (undercosted).
Untuk mengatasi kelemahan pada sistem akuntansi biaya tradisional, maka dikembangkanlah suatu sistem yang dapat menghasilkan informasi harga pokok produk yang lebih akurat. Sistem tersebut adalah sistem activity-based costing.
(11)
BAB I PENDAHULUAN 2
Sistem activity-based costing dapat menghasilkan informasi harga pokok produk yang akurat sebab sistem ini menggunakan beberapa cost driver dan membebankan biaya-biaya overhead sesuai dengan aktivitas yang dikonsumsi produk tersebut sehingga produk tidak dibebani biaya yang terlalu besar dan produk tidak dibebani biaya yang terlalu rendah.
Perusahaan yang diamati adalah PT Maxi FiltraTech yang bergerak dalam bidang kimia. PT Maxi FiltraTech adalah perusahaan yang memproduksi dan menjual water filter. Produk water filter merupakan alat yang berfungsi untuk membersihkan air yang mengandung partikel-partikel, lumpur, berbau, berwarna, keruh, zat kimia (kaporit, deterjen, pestisida, zat kapur yang berlebihan, zat besi, mangan, magnesium) ataupun zat-zat organik, virus dan bakteri. Penggunaan water filter merupakan alternatif yang paling banyak digunakan masyarakat untuk memperoleh air bersih, khususnya pada daerah-daerah yang letaknya berdekatan dengan pabrik-pabrik yang menghasilkan limbah cair.
PT Maxi FiltraTech menggunakan sistem akuntansi biaya tradisional dalam memperhitungkan harga pokok produk. Harga pokok produk yang diperoleh digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan perusahaan seperti penetapan harga jual. Dalam perkembangannya, perusahaan ini diharapkan dapat mampu menghadapi persaingan dengan suatu keunggulan kompetitif, yaitu salah satunya dengan memperoleh informasi harga pokok produk yang akurat sehingga penetapan harga jual menjadi tepat. Hal itu dikarenakan semakin bertambah banyaknya pesaing baru yang menghasilkan produk yang sama dengan harga jual yang berbeda.
(12)
BAB I PENDAHULUAN 3
Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis akan mengadakan penelitian
mengenai “PERANAN SISTEM ACTIVITY-BASED COSTING DALAM PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUK”
1.2.Identifikasi Masalah
Sehubungan dengan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
masalah yang diuji dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perusahaan melakukan perhitungan harga pokok produk?
2. Bagaimana perhitungan harga pokok produk menggunakan sistem activity-based costing?
3. Apakah sistem activity-based costing akan menghasilkan harga pokok produk yang berbeda dibandingkan dengan perhitungan perusahaan?
1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana perusahaan melakukan perhitungan harga pokok produk.
2. Untuk mengetahui bagaimana perhitungan harga pokok produk menggunakan sistem activity-based costing.
3. Untuk mengetahui apakah sistem activity-based costing akan menghasilkan harga pokok produk yang berbeda dibandingkan dengan perhitungan perusahaan.
(13)
BAB I PENDAHULUAN 4
1.4.Manfaat Penelitian
Penelitian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
berbagai pihak, antara lain:
a) Bagi perusahaan (obyek penelitian)
Penulis berharap dapat memberikan masukan kepada perusahaan dalam melakukan perhitungan harga pokok produk dengan tepat.
b) Bagi pembaca
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembacanya, baik untuk menambah dan memperluas wawasan dan pengetahuan, dan juga sebagai referensi dalam penelitian-penelitian sejenis yang mungkin akan dilakukan. c) Bagi penulis
Dapat berguna bagi penulis untuk mengetahui bagaimana pengetahuan teoritis yang diperoleh selama masa perkuliahan dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.
1.5.Kerangka Pemikiran
Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, perusahaan harus memiliki keunggulan. Salah satu faktor yang sangat berperan adalah harga jual. Agar dapat menentukan harga jual dengan tepat, perusahaan memerlukan informasi harga pokok produk yang akurat. Informasi harga pokok produk yang tepat dapat mengurangi kesalahan perusahaan dalam pengambilan keputusan seperti penetapan harga jual. Harga pokok produk merupakan seluruh biaya yang timbul baik biaya produksi maupun biaya non produksi yang dibebankan kepada produk. Harga pokok produk merupakan salah satu informasi yang dibutuhkan perusahaan dalam
(14)
BAB I PENDAHULUAN 5
Universitas Kristen Maranatha
pengambilan keputusan seperti penetapan harga jual, penerimaan atau penolakan pesanan, dan lain sebagainya. Mulyadi (2000:10) mendefinisikan harga pokok produk adalah: “Pengorbanan sumber ekonomi dalam pengolahan bahan baku menjadi produk.”
Sedangkan menurut Horngren, Foster, dan Datar (2003:45): “A product cost is the sum of costs assigned to a product for a specific purpose.”
Informasi harga pokok produk yang diperoleh digunakan untuk memenuhi tujuan yang ingin dicapai. Hilton (2005:78) menjelaskan tujuan perhitungan harga pokok produk sebagai berikut:
1. Use in financial accounting
In financial accounting, product costs are needed to value inventory on the balance sheet and to compute cost-of-goods-sold expense on the income statement.
2. Use in the managerial accounting
In managerial accounting, product costs are needed to help managers with planning, and to provide them with data for decision making. Decision about product prices, the mix of products to be produced, and the quantity of output to be manufactured are among those for which product cost information is needed.
3. Use in cost management
Product costs provide crucial data for a variety of cost management purposes. 4. Use in reporting to interested organizations
In addition to financial statement preparation and internal decision making, there is an over-growing need for product cost information in relationship between firms and various outside organizations.
Jadi tujuan dari perhitungan harga pokok produk adalah untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan dalam pembuatan laporan keuangan, membantu manajer dalam perencanaan dan pengambilan keputusan serta menyediakan data untuk memenuhi kebutuhan manajemen biaya.
(15)
BAB I PENDAHULUAN 6
Informasi harga pokok produk yang diperoleh dipengaruhi oleh metode costing yang digunakan. Metode costing akan memasukkan komponen-komponen biaya yang akan dibebankan pada produk. Dua jenis metode costing yang dapat digunakan adalah:
1. Full Costing/Absorption Costing
Supriyono (1999:257) mendefinisikan full costing adalah: “Metode pembebanan biaya yang memasukkan semua biaya produksi variabel dan biaya produksi tetap ke dalam harga pokok produk.”
Jadi, harga pokok produk dengan menggunakan full costing mencakup biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel, dan biaya overhead pabrik tetap.
2. Variable Costing/Marginal Costing
Supriyono (1999:257-258) mendefinisikan variable costing adalah: “Metode penentuan biaya yang hanya memasukkan biaya produksi variabel ke dalam harga pokok produk.”
Jadi, harga pokok produk dengan menggunakan variable costing mencakup biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel.
Dalam menetapkan harga pokok produk ada dua jenis biaya yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung. Pembebanan biaya tidak langsung lebih rumit daripada biaya langsung. Ada dua cara untuk pembebanan biaya tidak langsung yaitu sistem akuntansi biaya tradisional dan sistem activity-based costing.
(16)
BAB I PENDAHULUAN 7
Universitas Kristen Maranatha
Sistem akuntansi biaya tradisional membebankan biaya tidak langsung menggunakan driver aktivitas berlevel unit. Driver aktivitas berlevel unit menggunakan asumsi bahwa konsumsi biaya tidak langsung oleh produk mempunyai hubungan sebab akibat yang tinggi dengan jumlah unit produk yang dihasilkan. Contoh dari driver aktivitas berlevel unit adalah unit yang diproduksi, jam kerja langsung, jam mesin, dan lainnya.
Dalam lingkungan pemanufakturan maju, sistem akuntansi biaya tradisional tidak mampu membebankan biaya tidak langsung secara teliti. Menurut Supriyono (1999:268) hal itu disebabkan karena faktor berikut:
1. Produk yang dihasilkan beberapa jenis.
2. Biaya overhead pabrik berlevel non unit jumlahnya relatif besar. 3. Diversitas produk-produk relatif tinggi.
Dengan demikian, sistem akuntansi biaya tradisional memiliki kelemahan yaitu menimbulkan adanya distorsi biaya. Distorsi biaya tersebut dapat berupa overcosted dan undercosted. Overcosted dan undercosted yang terjadi dalam informasi harga pokok produk yang diperoleh dapat menyebabkan kesalahan bagi perusahaan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pemakaian informasi tersebut.
Adanya resiko kesalahan tersebut mendorong timbulnya penggunaan cara pembebanan biaya tidak langsung yang lain, yaitu sistem activity-based costing, Sistem activity based-costing merupakan konsep yang mulai banyak diterapkan dalam perusahaan manufaktur maupun non manufaktur terutama untuk mengatasi
(17)
BAB I PENDAHULUAN 8
distorsi yang ditimbulkan sistem akuntansi biaya tradisional. Atkinson et al. (2004:127) mendefinisikan sistem activity-based costing (ABC) sebagai berikut: “System based on activities that links organizational spending on resources to the products and services produced and delivered to customers.”
Sedangkan menurut Hammer et al. (1994:365) menjelaskan:
“Activity-based costing was defined as a costing system in which multiple overhead cost pools are allocated using bases that include one or more non-volume-related factors.”
Dari definisi tersebut, sistem activity-based costing adalah sistem biaya berdasarkan aktivitas dimana beberapa kelompok biaya dialokasikan meliputi satu atau lebih faktor yang non-volume-related serta berhubungan dengan penghabisan sumber daya untuk produk dan jasa yang dihasilkan dan pengiriman kepada pelanggan.
Sistem activity-based costing terdiri dari berbagai aktivitas yang dapat dikelompokkan. Hansen dan Mowen (2003:129-130) menjelaskan empat kategori pengelompokkan aktivitas sebagai berikut:
1. Unit-level activities
Unit-level unit are those performed each time a unit is produced. For example, machining and assembly. The costs of unit-level activities vary with number of units produced.
2. Batch-level activities
Batch-level unit are those performed each time a batch of goods produced. The costs of batch-level activities vary with number of batches, but they are fixed with respect to the number of units in each batch. Setups, inspections, production scheduling, and material handling example of batch-level activities. 3. Product-level (sustaining) activities
Product-level activities are those performed as nedded to support the various products produced by a company. These activities consume inputs that develop products or allow products to be produced and sold. Engineering changes,
(18)
BAB I PENDAHULUAN 9
Universitas Kristen Maranatha
development of product-testing procedures, marketing a products, process engineering, and expediting are examples of product-level activities.
4. Facility-level activities
Product-level activities are those that sustain a factory’s general manufacturing processes. These activities benefit the organization at the some level but do not provide a benefit for any specific product. Examples include plant management, landscaping, support of community programs, security, property taxes and plant depreciation.
Sistem activity based-costing menggunakan dua tahap dalam membebankan biaya tidak langsung pada produk atau jasa tertentu. Berikut adalah dua tahap pembebanan biaya menggunakan sistem activity-based costing:
1. Tahap pertama
Pada tahap pertama dalam perhitungan harga pokok produk menggunakan sistem activity-based costing meliputi empat langkah. Supriyono (1999:270-271) menjelaskan empat langkah tersebut sebagai berikut:
a. Penggolongan berbagai aktivitas b. Pengasosiasian biaya dengan aktivitas
c. Penentuan kelompok-kelompok biaya homogin d. Penentuan tarif kelompok
2. Tahap kedua
Pada tahap kedua, biaya tidak langsung setiap kelompok aktivitas ditelusuri terhadap berbagai jenis produk dengan cara: tarif kelompok yang telah diperoleh dikalikan dengan kuantitas cost driver yang dikonsumsi masing-masing produk.
Dengan demikian, harga pokok produk menggunakan sistem activity based-costing mencerminkan biaya yang dibebankan pada produk atau jasa berdasarkan aktivitas yang dikonsumsi untuk menghasilkan produk atau jasa tersebut. Dengan
(19)
BAB I PENDAHULUAN 10
sistem activity-based costing maka informasi harga pokok produk yang dihasilkan lebih akurat. Hal itu disebabkan karena sistem activity-based costing dapat menghilangkan distorsi biaya berupa overcosted dan undercosted. Dengan adanya informasi harga pokok produk yang akurat maka perusahaan dapat terhindar dari kesalahan dalam pengambilan keputusan, yaitu salah satunya penetapan harga jual produk atau jasa tertentu.
.
(20)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
82
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada bab ini akan dijelaskan tentang kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan penulis dengan tujuan untuk mengevaluasi harga pokok produk berdasarkan perhitungan perusahaan dengan harga pokok produk berdasarkan sistem activity-based costing.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis pada PT Maxi FiltraTech, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. PT Maxi Filtra Tech mencatat biaya-biaya yang terjadi tanpa melakukan pengelompokkan biaya berdasarkan aktivitas. Hal ini dapat menyebabkan kesalahan dalam perhitungan harga pokok produk.
2. Perhitungan harga pokok produk sebagai berikut:
Tabel 5.1
Perhitungan Harga Pokok Produk
Produk Menurut PT Maxi
FiltraTech
Menurut Sistem
Activity-Based Costing
Keterangan
Maxi 8” (8 inchi) dengan
panjang 1,3 meter Rp 1,143,169 Rp 1,012,358 Overcosted
Maxi 10” (10 inchi) dengan
panjang 1,3 meter Rp 1,373,119 Rp 1,255,575 Overcosted
Maxi 10” (10 inchi) dengan
panjang 1,5 meter Rp 1,431,069 Rp 1,254,240 Overcosted
Maxi 12” (12 inchi) dengan
panjang 1,5 meter Rp 1,669,319 Rp 1,679,207 Undercosted
Maxi 14” (14 inchi) dengan
(21)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 83
Penerapan harga pokok produk yang overcosted dapat menyebabkan penetapan harga jual yang tinggi sehingga memperlemah daya saing perusahaan dalam dunia persaingan saat ini. Sedangkan penerapan harga pokok produk yang undercosted dapat mengakibatkan penetapan harga jual yang rendah sehingga ada kemungkinan tidak menutupi biaya yang terjadi dan perusahaan mengalami kerugian.
3. Dengan sistem activity-based costing distorsi biaya berupa overcosted dan undercosted dapat dihilangkan. Dengan demikian, harga pokok produk dengan sistem activity-based costing lebih akurat.
4. Perhitungan harga pokok produk menurut sistem activity-based costing menggunakan beberapa cost driver sehingga memberikan informasi harga pokok produk yang lebih akurat daripada perhitungan perusahaan yang menggunakan satu cost driver.
5.2 Saran
Perusahaan sebaiknya mengelompokkan biaya-biaya berdasarkan aktivitas dan mempertimbangkan untuk menggunakan sistem activity-based costing dalam perhitungan harga pokok produk agar menghasilkan informasi harga pokok produk yang lebih akurat. Dengan informasi harga pokok produk yang akurat maka pengambilan keputusan perusahaan seperti penetapan harga jual menjadi tepat sehingga menaikkan daya saing perusahaan.
(22)
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, Anthony A., Rajiv D. Banker, Robert S. Kaplan, dan S. Mark Young. (2004). Management Accounting. 4th Edition. Prentice Hall, Inc., New Jersey.
Garisson, Ray H., dan Eric W. Noreen. (2003). Managerial Accounting. 10th Edition. New York : Mc Graw–Hill, Inc.
Hansen, Don R., dan Maryanne M. Mowen. (2003). Management Accounting. 6th Edition. South-Western Publishing Co., Cincinnati, Ohio.
Hammer, Lawrence H., William K. Carter, dan Milton F. Usry. (1994). Cost Accounting : Planning and Control. 11th Edition. Southwestern Publishing Co., Cincinnati, Ohio.
Hariadi, Bambang. (2002). Akuntansi Manajemen : Suatu Sudut Pandang. Edisi ke-1. BPFE, Yogyakarta.
Hilton, Ronald W. (2005). Managerial Accounting. 6th Edition. New York : Mc Graw–Hill, Inc.
Horngren, Charles T., George Foster, dan Srikant M. Datar. (2003). Cost Accounting: A Managerial Emphasis. 11th Edition. Prentice Hall, Inc., New Jersey.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2007). Standar Akuntansi Keuangan: Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Mulyadi. (2000). Akuntansi Biaya. Edisi ke-5. Bagian Penerbitan STIE YPKN, Yogyakarta.
(1)
BAB I PENDAHULUAN 8
Universitas Kristen Maranatha
distorsi yang ditimbulkan sistem akuntansi biaya tradisional. Atkinson et al. (2004:127) mendefinisikan sistem activity-based costing (ABC) sebagai berikut: “System based on activities that links organizational spending on resources to the products and services produced and delivered to customers.”
Sedangkan menurut Hammer et al. (1994:365) menjelaskan:
“Activity-based costing was defined as a costing system in which multiple overhead cost pools are allocated using bases that include one or more non-volume-related factors.”
Dari definisi tersebut, sistem activity-based costing adalah sistem biaya berdasarkan aktivitas dimana beberapa kelompok biaya dialokasikan meliputi satu atau lebih faktor yang non-volume-related serta berhubungan dengan penghabisan sumber daya untuk produk dan jasa yang dihasilkan dan pengiriman kepada pelanggan.
Sistem activity-based costing terdiri dari berbagai aktivitas yang dapat dikelompokkan. Hansen dan Mowen (2003:129-130) menjelaskan empat kategori pengelompokkan aktivitas sebagai berikut:
1. Unit-level activities
Unit-level unit are those performed each time a unit is produced. For example, machining and assembly. The costs of unit-level activities vary with number of units produced.
2. Batch-level activities
Batch-level unit are those performed each time a batch of goods produced. The costs of batch-level activities vary with number of batches, but they are fixed with respect to the number of units in each batch. Setups, inspections, production scheduling, and material handling example of batch-level activities. 3. Product-level (sustaining) activities
Product-level activities are those performed as nedded to support the various products produced by a company. These activities consume inputs that develop products or allow products to be produced and sold. Engineering changes,
(2)
BAB I PENDAHULUAN 9
development of product-testing procedures, marketing a products, process engineering, and expediting are examples of product-level activities.
4. Facility-level activities
Product-level activities are those that sustain a factory’s general manufacturing processes. These activities benefit the organization at the some level but do not provide a benefit for any specific product. Examples include plant management, landscaping, support of community programs, security, property taxes and plant depreciation.
Sistem activity based-costing menggunakan dua tahap dalam membebankan biaya tidak langsung pada produk atau jasa tertentu. Berikut adalah dua tahap pembebanan biaya menggunakan sistem activity-based costing:
1. Tahap pertama
Pada tahap pertama dalam perhitungan harga pokok produk menggunakan sistem activity-based costing meliputi empat langkah. Supriyono (1999:270-271) menjelaskan empat langkah tersebut sebagai berikut:
a. Penggolongan berbagai aktivitas b. Pengasosiasian biaya dengan aktivitas
c. Penentuan kelompok-kelompok biaya homogin d. Penentuan tarif kelompok
2. Tahap kedua
Pada tahap kedua, biaya tidak langsung setiap kelompok aktivitas ditelusuri terhadap berbagai jenis produk dengan cara: tarif kelompok yang telah diperoleh dikalikan dengan kuantitas cost driver yang dikonsumsi masing-masing produk.
(3)
based-BAB I PENDAHULUAN 10
Universitas Kristen Maranatha
sistem activity-based costing maka informasi harga pokok produk yang dihasilkan lebih akurat. Hal itu disebabkan karena sistem activity-based costing dapat menghilangkan distorsi biaya berupa overcosted dan undercosted. Dengan adanya informasi harga pokok produk yang akurat maka perusahaan dapat terhindar dari kesalahan dalam pengambilan keputusan, yaitu salah satunya penetapan harga jual produk atau jasa tertentu.
.
(4)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada bab ini akan dijelaskan tentang kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan penulis dengan tujuan untuk mengevaluasi harga pokok produk berdasarkan perhitungan perusahaan dengan harga pokok produk berdasarkan sistem activity-based costing.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis pada PT Maxi FiltraTech, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. PT Maxi Filtra Tech mencatat biaya-biaya yang terjadi tanpa melakukan pengelompokkan biaya berdasarkan aktivitas. Hal ini dapat menyebabkan kesalahan dalam perhitungan harga pokok produk.
2. Perhitungan harga pokok produk sebagai berikut:
Tabel 5.1
Perhitungan Harga Pokok Produk
Produk Menurut PT Maxi FiltraTech
Menurut Sistem
Activity-Based Costing
Keterangan
Maxi 8” (8 inchi) dengan
panjang 1,3 meter Rp 1,143,169 Rp 1,012,358 Overcosted Maxi 10” (10 inchi) dengan
panjang 1,3 meter Rp 1,373,119 Rp 1,255,575 Overcosted Maxi 10” (10 inchi) dengan
panjang 1,5 meter Rp 1,431,069 Rp 1,254,240 Overcosted Maxi 12” (12 inchi) dengan
panjang 1,5 meter Rp 1,669,319 Rp 1,679,207 Undercosted Maxi 14” (14 inchi) dengan
(5)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 83
Universitas Kristen Maranatha
Penerapan harga pokok produk yang overcosted dapat menyebabkan penetapan harga jual yang tinggi sehingga memperlemah daya saing perusahaan dalam dunia persaingan saat ini. Sedangkan penerapan harga pokok produk yang undercosted dapat mengakibatkan penetapan harga jual yang rendah sehingga ada kemungkinan tidak menutupi biaya yang terjadi dan perusahaan mengalami kerugian.
3. Dengan sistem activity-based costing distorsi biaya berupa overcosted dan undercosted dapat dihilangkan. Dengan demikian, harga pokok produk dengan sistem activity-based costing lebih akurat.
4. Perhitungan harga pokok produk menurut sistem activity-based costing menggunakan beberapa cost driver sehingga memberikan informasi harga pokok produk yang lebih akurat daripada perhitungan perusahaan yang menggunakan satu cost driver.
5.2 Saran
Perusahaan sebaiknya mengelompokkan biaya-biaya berdasarkan aktivitas dan mempertimbangkan untuk menggunakan sistem activity-based costing dalam perhitungan harga pokok produk agar menghasilkan informasi harga pokok produk yang lebih akurat. Dengan informasi harga pokok produk yang akurat maka pengambilan keputusan perusahaan seperti penetapan harga jual menjadi tepat sehingga menaikkan daya saing perusahaan.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, Anthony A., Rajiv D. Banker, Robert S. Kaplan, dan S. Mark Young. (2004). Management Accounting. 4th Edition. Prentice Hall, Inc., New Jersey.
Garisson, Ray H., dan Eric W. Noreen. (2003). Managerial Accounting. 10th Edition. New York : Mc Graw–Hill, Inc.
Hansen, Don R., dan Maryanne M. Mowen. (2003). Management Accounting. 6th Edition. South-Western Publishing Co., Cincinnati, Ohio.
Hammer, Lawrence H., William K. Carter, dan Milton F. Usry. (1994). Cost Accounting : Planning and Control. 11th Edition. Southwestern Publishing Co., Cincinnati, Ohio.
Hariadi, Bambang. (2002). Akuntansi Manajemen : Suatu Sudut Pandang. Edisi ke-1. BPFE, Yogyakarta.
Hilton, Ronald W. (2005). Managerial Accounting. 6th Edition. New York : Mc Graw–Hill, Inc.
Horngren, Charles T., George Foster, dan Srikant M. Datar. (2003). Cost Accounting: A Managerial Emphasis. 11th Edition. Prentice Hall, Inc., New Jersey.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2007). Standar Akuntansi Keuangan: Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Mulyadi. (2000). Akuntansi Biaya. Edisi ke-5. Bagian Penerbitan STIE YPKN, Yogyakarta.