REPRESENTASI SENI NUSANTARA DALAM ILUMINASI AL-QUR’AN MUSHAF ATTIIN.

(1)

LEMBAR PERSETUJUAN ………...………... i

LEMBAR PERNYATAAN ……… ii

ABSTRAK ….……….. iii

KATA PENGANTAR ……… iv

DAFTAR ISI ………... vi

DAFTAR TABEL ………... DAFTAR BAGAN ……….. DAFTAR GAMBAR ……….. xii xiii xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………. 1

B. Fokus Penelitian ………... 11

C. Tujuan Penelitian ………. 12

D. Manfaat Penelitian ………... 12

BAB II LANDASAN TEORI A. Kedudukan Seni dalam Islam ……….. 15

B. Iluminasi ……….………. 20

C. Kaligrafi ……….….. 26

D. Beberapa gaya Khat Penulisan Kaligrafi ……….…… 32

1. Khat Naskhi ………... 32

2. Khat Tsuluts ………... 3. Khat Diwani………..………

4. Khat farisi ……….

5. Khat Kufi ………. 6. Khat Raihani ………

7. Khat Riq’ah ………..

E. Ornamen ………...

F. Ornamen Islam ……….

33 34 35 36 37 38 39 43


(2)

H. Motif Hias Geometris ……….. 1. Meander ………... 2. Pilin ……….. 3. Lereng ……….. 4. Banji ………. 5. Kawung ……… 6. Tumpal ……….

I. Motif Hias Sosok Manusia dan Mahluk Hidup (Binatang)………... J. Motif Flora (tumbuh-tumbuhan) ………...

K. Motif Hias Bunga ……… L. Motif Hias Lung, Patra, dan Sulur ………... M. Motif Hias Pohon hayat ………..

N. Unsur-unsur Seni rupa ……….

1. Garis ……….

2. Bentuk ………..

3. Warna ………...

4. Ruang ………... 5. Gelap Terang ………

53 54 55 56 56 58 58 59 62 64 65 68 70 70 74 77 82 82

BAB III METODE PENELIAN

A. Metode Penelitian ……… 83

B. Objek Yang Diteliti ……….. 84

C. Teknik Pengumpulan Data ……….….. 85

D. Teknik Analisis Data……….... 86

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Al-Qur’an Mushaf At-Tiin ………. 88

1. Data Manuskrip Asli Al-Qur’an Mushaf AtTiin ………. 95

2. Bentuk faksimili Al-Qur’an Mushaf AtTiin……… 97 3. Pembahasan Bentuk Visual Iluminasi Al-Qur’an Mushaf


(3)

a. Ornamen ………..

b. Kaligrafi Al-Qur’an Mushaf AtTiin ………

98 106 B. Bentuk-bentuk Iluminasi dan kajian visual Al-Qur’an mushaf

AtTiin ………... 110 1. Iluminasi Medalion ………...………... 112

a.Kajian Visual Medalion ………

1) Garis ……….………....

2) Bentuk ……….………. 3) Warna ………...……… 2. Iluminasi Ummul Qur’an ………. a. Kajian Visual Iluminasi Ummul Qur’a ………

1) Garis ……….. 2) Bentuk ……….

3)Warna ………

3. Iluminasi Juz 1 ………. a. Kajian Visual Iluminasi Juz 1 Ragam Hias Nangro Aceh

Darussalam ……….. 4. Iluminasi Juz 3 ……….

a. Kajian Visual Iluminasi juz 2 Motif Hias Sumatera Utara …..

5. Iluminasi juz 3 ………..

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 3 Motif Hias Sumatera

Barat………

6. Iluminasi Juz 4 ……….

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 4 Ragam Hias Provinsi

Riau……….

7. Iluminasi Juz 5 ……….

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 5 Ragam Hias Provinsi

Jambi……….... 8. Iluminasi Juz 6 ……….

112 112 113 119 121 124 124 125 128 129 131 133 135 136 138 139 141 142 144 145 a. Kajian Visual Iluminasi Juz 6 Ragam Hias Provinsi


(4)

9. Iluminasi Juz 7 ……….

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 7 Ragam Hias Provinsi Sumatera

Selatan ………. 10. Iluminasi Juz 8 ………...

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 8 Ragam Hias Provinsi

Lampung ………. 11. Iluminasi Juz 9 ………...

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 9 Ragam Hias Provinsi Jawa

Barat ……… 12. Iluminasi Juz 10 ……….

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 10 Ragam Hias Provinsi DKI

Jakarta ………. 13. Iluminasi Juz 11 ……….

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 11 Ragam Hias Provinsi DI. Yogyakarta ………. 14. Iluminasi Juz 12 ……….

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 12 Ragam Hias Provinsi Jawa

Tengah ………. 15. Iluminasi Juz 13 ……….

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 13 Ragam Hias Provinsi Jawa

Timur …..……….

16. Iluminasi Juz 14 ………. a. Kajian Visual Iluminasi Juz 14 Ragam Hias Provinsi

Kalimantan Barat ………

17. Iluminasi Juz 15 ……….

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 15 Ragam Hias Provinsi

Kalimantan Tengah ……….

18. Iluminasi Juz 16 ………. a. Kajian Visual Iluminasi Juz 16 Ragam Hias Provinsi

Kalimantan Selatan ……….

148 150 151 153 154 156 157 159 160 162 163 165 166 168 169 171 172 174 175 177


(5)

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 17 Ragam Hias Provinsi

Kalimantan Timur ………...

20. Iluminasi Juz 18 ……….

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 18 Ragam Hias Provinsi Bali….. 21. Iluminasi Juz 19 ……….

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 19 Ragam Hias Provinsi Nusa

Tenggara Barat ……… 22. Iluminasi Juz 20 ……….

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 20 Ragam Hias Provinsi Nusa

Tenggara Timur ………... 23. Iluminasi Juz 21 ……….

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 21 Ragam Hias Provinsi Timor

Timur (Timor Leste) ………...

24. Iluminasi Juz 22 ……….

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 22 Ragam Hias Provinsi

Sulawesi Utara ……… 25. Iluminasi Juz 23 ……….

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 23 Ragam Hias Provinsi

Sulawesi Tengah ………. 26. Iluminasi Juz 24 ……….

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 24 Ragam Hias Provinsi

Sulawesi Selatan ………. 27. Iluminasi Juz 25 ……….

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 25 Ragam Hias Provinsi

Sulawesi Tenggara ……….. 28. Iluminasi Juz 26 ……….

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 26 Ragam Hias Provinsi Maluku

29. Iluminasi Juz 27 ……….

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 27 Ragam Hias Provinsi Irian

Jaya ………. 180 181 183 184 186 187 189 190 192 193 195 196 198 199 201 202 204 205 207 208 210


(6)

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 28 Ragam Hias Solo …………... 31. Iluminasi Juz 29 ……….

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 29 Ragam Hias Provinsi

DI.Yogyakarta………..

32. Iluminasi Juz 30 ……….

a. Kajian Visual Iluminasi Juz 5 Ragam Hias Solo ……….

213 214

216 217 219 C. Peran Iluminasi Al-Qur’an Mushaf AtTin Terhadap Dunia

Pendidikan

220

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……….. 223

B. Saran ……… 225

DAFTAR PUSTAKA ………. 227

LAMPIRAN ………

RIWAYAT HIDUP ………

230 241


(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

.

ٍ َ َ

ْ ِ

َا َ ْإا

َ َ َ

.

َ َ َ

يِذّل

َ ّ َ

ِ ْا ِ

ْ َ ْْا

ْ َ ْ َْ

َْ

َ

َا َ ْإا

َ ّ َ

.

ِ َ َ ْل ِ

َ ّ َ

يِذّل

.

ُ َ ْأا

َ ّ َ َ

ْ َ ْْا

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya” (Q.S 95: 1-5)

Iqro’ (bacalah) itulah kata dan kalimat pertama yang Allah Swt turunkan kepada Rosullullah Muhammad Saw saat menerima wahyu pertama di Gua Hira. Al-Qur‟an yang merupakan wahyu Ilahi turun ke bumi sebagai (Al-Furqan) pembeda, pedoman hidup, bagi umat manusia, bukanlah turun secara langsung keseluruhan, melainkan turun secara berangsur-angsur, sesuai dengan situasi, tempat, dan keadaan. Gua Hira bukanlah satu-satunya tempat Al-Qur‟an diturunkan, tetapi Gua Hira merupakan tempat pertama Nabi menerima wahyu, dan sering dijadikan tempat Nabi Muhammad Saw mengasingkan diri untuk merenung.

“Al-Qur‟an berasal dari bahasa Arab, dari akar kata qara’a yang berarti „membaca‟. Al-Qur‟an adalah bentuk mashdar (kata kerja) yang diartikan sebagai isim maf’ul yaitu maqru’ berarti „yang dibaca‟. Al-Qur‟an menurut istilah ialah kalam Allah yang bersifat mu‟jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantara malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya dari Allah Swt, yang dinukilkan secara mutawattir, membacanya merupakan


(8)

ibadah, dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas (Shihab, 1999: 13).

Al-Qur‟an turun secara berangsur-angsur, kemudian Nabi menyampaikan kepada ummatnya. Dalam menyampaikan tersebut, Nabi memerintahkan para sahabatnya untuk menghafal dan menuliskannya. Zaid bin Tsabit saat itu merupakan sahabat Nabi yang menuliskan sekaligus menghafalnya sehingga beliau adalah salah satu yang hafal Al-Qur‟an. Namun penulisan Al-Qur‟an tersebut masih berceceran, artinya masih ditulis pada pelepah kurma, kulit, tulang atau lempengan batu. Sebelum ditulis dan dikumpulkan serta dijilid rapi dalam satu kitab yang dinamakan mushaf.

Penulisan mushaf Al-Qur‟an dimulai pada saat Nabi masih hidup, hal ini dimaksudkan supaya susunan surat tidak ada yang keliru. Bokhari dan Sedon (2010:38) menuliskan bahwa “Para ahli yakin bahwa Al-Qur‟an telah dituliskan sepenuhnya saat Nabi Muhammad Saw masih hidup, namun naskah itu tak pernah dihimpun menjadi satu atau disusun dengan urutan tertentu”. Setelah Nabi Muhammad Saw wafat, khalifah Abu Bakar memerintahkan kepada Umar bin Khatab untuk menyimpannya. Lalu Umar menitipkan kembali kumpulan ayat-ayat Al-Qur‟an itu pada putrinya Hafsah. Dengan demikian pada zaman kedua khalifah ini belum ada upaya untuk menyalin Al-Qur‟an.

Al-Qur‟an terbentuk menjadi sebuah mushaf pada masa khalifah Utsman bin Affan. Utsman mengumpulkan orang-orang yang pandai dan fasih dalam menghafal dan menulis, salah satu yang kita kenal adalah Zaid bin Tsabit.


(9)

Pada masa ini merupakan awal penyebaran mushaf Al-Qur‟an ke pelosok-pelosok dunia, terutama negara-negara yang sudah menganut agama Islam. Salinan Al-Qur‟an pertama hanya beberapa mushaf saja, kemudian diberi nama Rasm Utsmani, salah satu mushaf disimpan oleh khalifah Utsman sebagai dokumentasi. Sisa-sisa tulisan ayat-ayat Al-Qur‟an setelah terhimpun kedalam mushaf, kemudian dimusnahkan. Ini upaya khalifah Utsman bin Affan untuk menjaga kemurnian isi Al-Qur‟an. Mushaf Rasm Utsmani merupakan rujukan mushaf-mushaf yang tersebar sampai sekarang ini. Bokhari dan Seddon (2010:41) menuliskan bahwa:

“Kepercayaan kaum muslim bahwa Al-Qur‟an tidak berubah sejak diturunkan terus-menerus dipertanyakan oleh semua orang non muslim, walaupun mayoritas cendikiawan tidak meragukan bahwa naskah Al-Qur‟an masih berada dalam bentuk aslinya. Akan tetapi secara umum disepakati bahwa Al-Qur‟an hanya boleh dihadirkan dalam bahasa aslinya, dan semua terjemahan menyampaikan makna umum namun tidak spesifik”.

Mula-mula Al-Qur‟an ditulis dalam gaya Kufi yang berkarakter kaku, kemudian berkembang ke dalam gaya kursif Naskhi yang cenderung lentur. Berkat lahirnya beberapa kaligrafer besar seperti Ibnu Muqlah, akhirnya Al-Qur‟an ditulis dalam berbagai khat kaligrafi. “Ibnu Muqlah sebagai seorang jenius dan dikenal sebagai bapak kaligrafer, membuat kaidah proporsi (sistem) kaligrafi utama yang enam (Al-Aqlam Al-Sittah): Naskhi, Tsulus, Raiyhani, Muhaqqaq Tawqi’, dan Riq’ah” (Nurhuda, 2010:13).


(10)

Akbar dalam sejarah kaligrafi islam disebutkan bahwa Ibnu Muqlah dan Ibnu Bawab merupakan sosok jenius yang memprakarsai perkembangan kaligrafi Islam.

“Penerus Ibnu Muqlah adalah Ibnu Bawwab di Baghdad, yang telah menulis mushaf indah sebanyak 64 buah. Kemudian seorang jenius lain adalah Yaqut Al-Musta‟shimi yang disebutkan dalam sejarah sebagai yang memberikan keindahan tiada tara semasanya pada bidang kaligrafi, sehingga ia diberi gelar sebagai raja (sultan) nya para kaligrafer, ketiga tokoh ini berasal dari Irak. Sedangkan di Mesopotamia iluminasi (seni hias, ornamen) Islam berkembang pada abad ke-12 dan ke-13, di bawah kekuasaan Saljuk Turki. Kontribusi Turki pada zaman ini menekankan pada kaligrafi yang lebih dekoratif menggunakan hiasan geometris dan dipengaruhi kebiasaan Byzantium dalam mempergunakan tulisan tinta emas di atas warna biru. Warna-warna emas dan perak menimbulkan daya pikat yang luar biasa, bahkan warna-warna lain seperti hijau, merah, kuning juga ikut memberikan nuansa lebih bagi wajah kaligrafi mushaf. Tidak hanya sampai di situ saja, sistem pewarnaan yang diiringi bentuk-bentuk ornamen bunga, tangkai dan daun ikut merembet kepada bagian-bagian nama atau nomor surah”. Akbar (1995:16-17)

Kata-kata Allah sering ditulis dengan tinta merah, untuk membedakannya dari kata-kata dan huruf-huruf lain yang biasanya berwarna hitam, demi menimbulkan kesan agung. Ekpresi estetis seni kaligrafi pada mushaf-mushaf tersebut sama keadaannya dengan yang melekat pada dinding-dinding masjid dan bangunan-bangunan lain. Maka tidak mengherankan jika keadaan demikian sekali-sekali telah menimbulkan kesan berlebihan. Terutama pada masa awal Islam, penulisan Al-Qur‟an dengan tinta emas telah menjadi bahan perdebatan pada beberapa kalangan. Hal ini wajar karena ada kekhawatiran jika pada suatu ketika orang hanya lebih suka mendewakan keindahan tulisan atau sampul mushaf Al-Qur‟an daripada mengamalkan isinya. Namun sebaliknya, hal tersebut juga malah bisa menimbulkan semangat cinta kepada Al-Qur‟an dan tentu saja hal


(11)

itu justru lebih baik. Apalagi jika dihubungkan dengan hadis Nabi saw bahwa “Allah itu Maha Indah, dan menyukai keindahan” maka usaha mempercantik wajah mushaf Al-Qur‟an merupakan suatu keniscayaan.

Penulisan mushaf Al-Qur‟an terus berlangsung di seluruh wilayah Islam, sejalan dengan penaklukan-penaklukan wilayah baru. Banyak pula raja-raja Islam memprakarsai dan menulis mushaf Al-Qur‟an dengan tangannya sendiri untuk berbuat amal yang dipandang terbaik dan besar pahalanya. Mungkin ini juga merupakan suatu usaha politis para pengabdi kekuasaan pada waktu itu untuk melangsungkan kekuasaanya.

Kemunduran terhadap seni mushaf selama berabad-abad, bukan berarti kemunduran secara total terhadap seni Islami, namun justru seni Islami terutama iluminasi merambah ke bidang lain, yaitu arsitektur. Di sinilah iluminasi-iluminasi Islam berkembang dan mengalami kemajuan yang sangat signifikan. Selain itu kemunduran dikarenakan adanya pengaruh peperangan antara penguasa di negara-negara Islam maupun non Islam, serta penjajahan yang dilakukan oleh negara-negara barat.

Keberadaan mushaf Al-Qur‟an di Nusantara tidak terlepas dari kedatangan Islam pada masa awal. Namun sampai saat ini belum ada sumber sejarah pun yang pasti mengenai kapan kedatangan Islam ke Nusantara. Permasalahan ini tidak akan dibahas panjang, tetapi yang menarik bagi penulis adalah bagaimana keberadaan mushaf Al-Qur‟an di Nusantara sekarang dilihat dari segi iluminasi ornamen maupun khat (tulisannya).


(12)

Iluminasi mushaf Al-Qur‟an di jaman sekarang berkembang dengan pesat, seiring dengan kemajuan teknologi, bentuk sebuah mushaf Al-Qur‟an mengalami perubahan pula. Bentuk di sini bukanlah isi kandungan ayat-ayat yang terdapat pada Al-Qur‟an melainkan bacaan Al-Qur‟an bisa dinikmati dalam berbagai bentuk, misalnya digital, VCD yang berisikan tulisan Al-Qur‟an dalam sebuah mushaf, maupun tulisan braile. Akan tetapi tetap saja Al-Qur‟an dalam bentuk mushaf, sekarang ini menjadi salah satu bentuk yang paling banyak beredar.

Mushaf Al-Qur‟an tersebar di masyarakat Indonesia dalam bentuk tulisan sangat beraneka ragam, tergantung pada penerbitnya. Hingga sebuah mushaf Al-Qur‟an sekarang sudah menjadi sebuah komoditi bisnis, dan bahkan media provokasi. Terbukti dengan sering adanya ditemukan sebuah mushaf Al-Qur‟an yang dimanipulasi sebagian ayatnya, baik itu ditambah, dikurangi, ataupun penulisannya yang dirancukan. Sehingga menimbulkan permasalahan dan gejolak di masyarakat, gejolak inilah yang diinginkan oleh sebagian masyarakat dan golongan yang tidak bertanggung jawab, mungkin ini adalah salah satu cara kaum Kafir atau Yahudi memprovokasi untuk melemahkan, menyudutkan, dan akhirnya menghancurkan Islam. Mushaf Al-Qur‟an tersebut bisa dicetak Indonesia ataupun impor, sebab sekarang ini sudah sangat banyak beredar berbagai macam mushaf Al-Qur‟an yang ada di masyarakat.

Mushaf Al-Qur‟an yang dicetak tersebar di masyarakat, umumnya diterbitkan oleh berbagai penerbit, dengan terlebih dahulu diperiksa oleh suatu instansi pemerintah (lajnah), di bawah naungan Departemen Agama, yang


(13)

membidangi mengenai pengawasan terhadap isi kandungan Al-Qur‟an yaitu Bayt Al-Qur’an. Tujuannya adalah supaya penerbit yang akan melakukan pencetakan Al-Qur‟an untuk disebarkan ke masyarakat, melalui tahap pemeriksaan terlebih dahulu, dan sesuai dengan pedoman Al-Qur‟an yang diterbitkan oleh Departemen Agama, sementara Departemen Agam merujuk kepada Mushaf Utsmani.

Bentuk mushaf Al-Qur‟an yang tersebar di masyarakat sekarang ini sangat beraneka ragam, ukuran, khath (tulisan), ornamen yang terdapat pada cover dan surat bagian pembuka, maupun lembarannya. Bahkan bagian dari kata-kata yang menunjukan Asma Allah diberi tanda dengan warna, serta bagian yang menunjukan tajwid (hukum membaca Al-Qur‟an) diberi tanda sesuai makna dan artinya. Hal ini merupakan suatu kemajuan yang sangat baik bagi kaum muslim.

Sisi lain yang tak kalah menariknya dari bagian suatu mushaf Al-Qur‟an yang ada di masyarakat Indonesia sekarang ini adalah iluminasi ornamen. Walaupun iluminasi ornamen telah berkembang di negara-negara Islam jauh sebelum di Nusantara, namun di awal tahun 90-an perkembangan mushaf menunjukan perkembangan positif. Keberadaan ornamen menambah indah pada bagian Al-Qur‟an, sehingga akan menambah pula kecintaan terhadap Al-Qur‟an. Dengan demikian, pengamalan dari isi yang terkandung dalam Al-Qur‟an akan menjadi pedoman dalam hidup seorang muslim.

Ornamen telah menjadi bagian dari sebuah mushaf Al-Qur‟an, tetapi bukan berarti ornamen menjadi sesuatu yang wajib atau sunnat pada mushaf Al-Qur‟an. Justru yang paling penting dari sebuah mushaf Al-Qur‟an adalah


(14)

pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Satu sisi yang paling menarik dari ornamen sebuah musha Al-Qur‟an adalah dari segi makna yang terkandung di dalamnya. Penulis yakin penempatan atau pemakaian ornamen yang terdapat pada sebuah Mushaf Al-Qur‟an mempunyai arti yang sangat berarti, sehingga setiap penerbit yang mencetak Mushaf Al-Qur‟an tersebut sering memberikan nama mushaf sesuai dengan nama penerbitnya atau pembuat desain tersebut.

Penulisan kaligrafi dan iluminasi Al-Qur‟an terus mengalami perkembangan yang signifikan. Berbagai event perlombaan sudah diselenggarakan mulai tingkat dasar sampai mahir. Ditingkat dasar biasanya dilaksanakan oleh setiap sekolah dalam rangka menyambut tahun baru Islam, Isra’ Mi’raj, Maulud, atau Porseni. Porseni biasanya diselenggarakan tiap tahun, seleksi mulai dari tingkat sekolah, dilanjutkan dengan tingkat kecamata, tingkat kabupaten, provinsi, dan terakhir tingkat nasional. Untuk tingkat internasional tidak dilaksanakan tiap tahun, tapi tiga atau empat tahun sekali. Sebagai peserta dari tiap negara tidak selalu dari lembaga sekolah formal, namun non formal juga bisa ikut dalam event tersebut. Sebagai pengalaman, lomba kaligrafi yang diselenggarakan tingkat Nasional dalam berbagai kategori biasanya dimenangkan oleh mereka para santri dari lembaga-lembaga nonformal. Contohnya Lemka (lembaga kaligrafi Al-Qur‟an).

Perlombaan MTQ untuk tingkat anak-anak usia antara 12-15 tahun hanya sebatas penulisan khat naskhi, khat ini umum digunakan untuk tulisan mushaf Al-Qur‟an di Indonesia dengan iluminasi flora dan geometris. Sedangkan untuk


(15)

dewasa harus membuat tulisan kaligrafi dengan minimal dua jenis khat beserta desain iluminasi, dan untuk tingkat umum sudah mengarah pada penguasaan berbagai khat dan iluminasi (hiasan mushafn naskah dan dekorasi) disesuaikan dengan prinsip-prinsip kaidah penulisan maupun kaidah pembuatan sebuah mushaf dan interior. Bahkan sekarang ada kategori lukisan kaligrafi, yaitu sebuah lukisan kaligrafi yang bersifat murni dengan mix media.

Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3 Beberapa karya hasil lomba Kaligrafi Mushaf tingkat nasional 2006 di Kendari

Sumber: Foto Ismail Kadir

Abad ke-20 merupakan babak baru masa kejayaan iluminasi mushaf Al-Qur‟an di Indonesia. Di penghujung abad ini muncul beberapa mushaf Al-Qur‟an di Nusantara, di antaranya: mushaf Istiqlal (tahun 1991), mushaf Wonosobo (tahun 1994), mushaf Sundawi (tahun 1995), mushaf AtTien (tahun1999). Penamaan nama mushaf tersebut, bagaimanapun adalah sama dengan mushaf lainnya yang memuat teks Al-Qur‟an yang sudah baku sejak masa kompilasi Utsman bin Afan yang diberi nama Mushaf Utsmani. Sedemikian banyak


(16)

bermunculan mushaf-mushaf baru di nusantara di penghujung abad ke-XX sehingga layak pada abad ini dinamai dengan masa keemasan mushaf di Nusantara.

Al-Qur‟an Mushaf AtTiin menjadi salah satu manuskrip terindah di abad ke-XX, mushaf ini di prakarsai oleh keluarga Ibu Tien. Tujuan dibuatnya sebagai tanda kenangan, tanda disini mempunyai arti: mushaf yang dibuat untuk mengenang atau mengingat. Seperti Mushaf Muhammad Ibn Na‟im Al-Tab‟I, disingkat menjadi Al-Qur‟an Ruzbihan, disini maksudnya sebuah mushaf yang ditulis dan diiluminasi oleh Muhammad Ibn Na‟im Al-Tab‟I.

Pokok utama dari Al-Qur‟an Mushaf AtTiin adalah terletak pada keindahan iluminasinya (ornamen). Di samping itu, makna yang terkandung pada sisi keindahan iluminasi tentu memiliki arti yang sangat menarik karena memiliki diambil dari ragam hias yang ada di Nusantara, sedangkan ragam hias Nusantara syarat dengan makna. Untuk itu penulis merasa tertarik untuk meneliti pada Al-Qur‟an Mushaf AtTiin ini, baik dari segi iluminasi ornamen, maupun tulisannya (khat). Berkaitan dengan latar belakang tersebut di atas mengenai “apa, mengapa, dan bagaimana Al-Qur‟an mushaf AtTiin dilihat dari iluminasinya yang mencakup bentuk (form), warna, yang terdapat pada bagian-bagian Al-Qur‟an Mushaf AtTiin sehingga dapat diketahui bentuk dan makna apa yang terdapat di dalamnya, maka judul pada penelitian ini adalah: “Representasi Seni Nusantara dalam Iluminasi Al-Qur‟an Mushaf AtTiin”. Fokus dan masalah tersebut juga berhubungan dengan studi yang selama ini penulis ikuti, yaitu pendidikan seni


(17)

rupa. Selain itu juga bidang tersebut menjadi profesi penulis yang selama ini geluti.

Pengenalan dasar terhadap berbagai motif sebagai sudah diperkenalkan di dunia pendidikan terutama sekolah-sekolah setingkat SMP maupun SMA, , mulai dari motif ciri khas daerah setempat sampai dengan motif berbagai daerah di Nusantara. Selain untuk membekali pengetahuan mengenai ragam hias atau ornamen, anak didik juga debekali dengan keterampilan membuatnya. Dengan demikian dapat diharapkan anak didik kita sebagai generasi penerus, dapat lebih mencintai kesenian daerahnya, maupun kesenian nusantara, bahkan mampu membuat karya. Hal tersebut mendorong siswa untuk lebih aktif, kreatif, dan berinovasi di dalam menciptakan karya-karya yang lebih baik.

B. Fokus Penelitian

Mushaf Al-Qur‟an sebagai salah satu perwujudan visual agung karya seni rupa, memiliki kedudukan penting dalam manifestasi kecintaannya kepada Sang Pencipta. Hal tersebut terlihat dari iluminasi yang menyertainya, yaitu khat, dan ornamen. Kedudukan khat dan ornamen menimbulkan berbagai asumsi berupa tafsir makna terhadap iluminasi makna dari keseluruhan didalamnya.

Berdasarkan analisis latar belakang dan fenomena yang telah diuraikan mengenai kajian terhadap ragam hias dan iluminasi yang terdapat pada Al-Qur‟an mushaf tersebut, maka fokus penelitian ini adalah “Ragam hias apa, serta makna apa yang terdapat pada iluminasi Al-Qur‟an mushaf tersebut” penulis tertarik terhadap beberapa hal untuk menelitinya, yaitu pada makna visual ragam hias


(18)

iluminasi, dan tulisannya (khat). Maka fokus masalah akan diuraikan dalam beberapa pertanyaan penelitian, sebagai berikut

1. Bagaimana bentuk iluminasi Al-Qur‟an Mushaf AtTiin?

2. Makna visual apa yang terdapat pada iluminasi Al-Qur‟an Mushaf AtTiin? 3. Bagaimana iluminasi Mushaf AtTiin digunakan dalam pembelajaran di

pondok pesantren Lemka? C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilakukan penulis diharapkan dapat mengetahui: 1. Mendeskripsikan bagaimana bentuk iluminasi Mushaf AtTiin

2. Menganalisis makna visual bentuk iluminasi yang terdapat pada setiap juz Al-Qur‟an Mushaf AtTiin

3. Mendeskripsikan penggunaan iluminasi Mushaf AtTiin dalam pembelajaran di pondok pesantren Lemka. perkembangan seni iluminasi di pondok pesantren Lemka.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai iluminasi Al-Qur‟an Mushaf AtTiin ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:

1. Dunia Pendidikan

Latihan dan pengembangan kreativitas terutama seni kaligrafi dan iluminasi di sekolah umum, sudah seharusnya dikembangkan sejak usia dini, baik itu dalam kegiatan ekstrakurikuler, ataupun pengembangan diri. Berbagai contoh


(19)

iluminasi bisa dijadikan pedoman termasuk iluminasi Al-Qur‟an mushaf AtTiin.

2. Lembaga Pendidikan (kursus)

Lembaga pendidikan yang bergerak dibidang ini Lemka diharapka lebih memotifasi santrinya untuk menciptakan karya-karya yang lebih baik, serta memajukan khasanah seni rupa Islam di masyarakat.

3. Seniman dan kaligrafer, yakni lebih meningkatkan kemampuan kompetensinya di dalam membuat, mendesain, dan memahami makna yang terdapat dalam iluminasi Al-Qur‟an.

4. Instansi dan masyarakat, yakni instansi yang dimaksud disini adalah Departemen Agama untuk memberikan perhatian terhadap lembaga-lambaga pendidikan seni Islami, memberikan penghargaan dan apresiasi terhadap kreatifitas seniman mushaf dan lembaga seni Islam.


(20)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan formalistik. Tujuan utama penelitian kualitatif adalah memahami terhadap seni dan memberikan deskripsi lengkap pada hasil temuan dengan sahih terhadap apa yang dijadikan objek penelitian. Formalistik adalah teori art for art’s sake. Pertimbangan menggunakan pendekatan formalistik adalah untuk mengkaji unsur-unsur estetika yang ditampilkan oleh suatu karya seni rupa sebagai tinjauan utama. Dengan demikian penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan formalistik dapat mendeskripsikan karya visual, dalam hal ini bentuk-bentuk estetika yang terdapat pada Al-Qur’an Mushaf AtTiin.

Penelitian formalistik adalah untuk menentukan kedudukan karya seni dalam bentuk estetika visual atau significant form. Di dalam memahami signifikasi bentuk tersebut diperlukan modal dasar yang meliputi pengetahuan mengenai garis, bentuk, warna, dan lain-lain yang merupakan unsur seni rupa.

Melalui penelitian formalistik, maka penelitian akan bersifat representasi dari bentuk-bentuk signifikan yang dikandung oleh karya seni rupa. Oleh sebab itu, penelitian kualitatif formalistik sangat tepat digunakan terhadap bentuk-bentuk signifikan dari sebuah karya seni rupa. Bell yang dikutif Mamannoor (2002:50) menjelaskan bahwa “bentuk-bentuk signifikasi karya seni rupa


(21)

merupakan kualitas umum sebuah karya seni rupa.” Hal tersebut juga sejalan dengan pendapat Adams yang mengungkapkan bahwa:

“analisis formalis dari karya seni mempertimbangkan efek estetika yang diciptakan oleh bagian-bagian komponen dari desain, bagian-bagian ini disebut elemen formal, yang merupakan dasar dari bahasa visual seniman yang terdiri dari garis, bentuk, ruang, warna, gelap terang dimana seniman menyusunnya” (2006:17).

Demikian juga dengan pendapat Feldman yang mengungkapkan bahwa:

“pertimbangan penilaian formalism menempatkan mutu artistik pada suatu kualitas yang terintegrasi dalam pengorganisasian secara formal dari suatu karya seni rupa. Bagi seorang formalis hubungan antara perencanaan dan perhitungan menjadi suatu kejelasan yang benar-benar sama bobotnya. Karya-karya Mondrian dianggap lebih jelas bagi kaum formalis karena didalamnya terdapat upaya-upaya mengurangi efek-efek kebetulan.”

Penelitian formalis adalah apakah seorang seniman telah menyesuaikan bentuknya sacara tepat dengan tujuan yang dikehendakinya, dengan demikian penelitian formalis berusaha untuk menjawab apa yang menjadi sasaran suatu karya, sedangkan untuk menuju suatu sasaran tersebut diperlukan jalan, atau

istilah lain adalah cara, dan cara tersebut menurut Read adalah “Banyak terdapat jalan bagi kita untuk menganalisis hasil-hasil seni, ...nampaknya terdapat lima buah elemen untuk menganalisis seni, yaitu irama garis, masa bentuk-bentuk,

ruang, gelap terang, dan warna”(2000:19). B. Objek Yang Diteliti

Setelah melalui pengamatan terhadap berbagai iluminasi Al-Qur’an yang beredar di masyarakat, penulis merasa tertarik dengan Al-Qur’an Mushaf AtTiin. Ketertarikan penulis terutama pada ragam hias yang diterapkan pada iluminasi


(22)

mushaf tersebut. Alasan tertarik dengan ragam hiasnya adalah karena memiliki bentuk dan warna yang indah dan menarik baik pada bentuk, warna, maupun maknanya. Selain itu juga ornamen yang menjadi motif hias iluminasi mushaf tersebut memiliki perbedaan ornamen dalam setiap juznya. Karena berbeda ornamen dalam setiap juznya, penulis ingin lebih mengetahui lagi untuk menelaah makna atau apa yang melatar belakangi perbedaan tersebut.

Selain itu juga penulis melakukan penelitian di lembaga kaligrafi

Al-Qur’an Lemka Sukabumi, dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan, keterkaitan dan pengaruh iluminasi Al-Qur’an mushaf AtTiin terhadap proses pembelajaran pada santri dan perkembangan iluminasi di pondok pesantren tersebut. Penulis melakukan penelitian di Lemka karena selama ini alumni pondok pesantren Lemka tersebut banyak menghasilkan alumninya menjadi seniman kaligrafi maupun iluminasi mushaf dan pada acara lomba kaligrafi pada MTQ tingkat nasional hampir 60% diikuti oleh alumni Lemka. Selain itu juga alimni pondok pesantren kaligrafi Lemka banyak terlibat dalam pembuatan ornamen sebagai interior mesjid-mesjid di Indonesia.

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini penulis melakukan lima cara dalam mengumpulkan data-data, yaitu:

1. Studi literatur untuk mempelajari teori-teori yang berhubungan dengan iluminasi, kaligrafi, mushaf, dan makna bentuk ragam hias yang terdapat


(23)

pada aluminasi Al-Qur’an sehingga dapat mendukung pemecahan masalah dalam penelitian ini.

2. Observasi atau survai lapangan dengan melakukan pengamatan langsung pada musha-mushaf yang beredar di masyarakat dan toko penjual Al-Qur’an.

3. Observasi terhadap beberapa mushaf monumental seperti: Mushaf AtTiin di Mesjid AtTiin Taman Mini Indonesia Inda (TMII) Jakarta, Mushaf Istiqlal di Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal Jakarta, Mushaf Sundawi di Islamic Centre Jawa Barat di Bandung.

4. Mengamati dan mempelajari langsung Iluminasi Mushaf AtTiin yang merupakan objek penelitian. Dalam hal ini pengamat melakukan duplikasi scan, pemotretan, pada seluruh bagian ornamen yang ada pada iluminasi

Al-Qur’an mushaf tersebut.

5. Melakukan wawancara dengan sejumlah informan, antara lain wawancara dengan ketua DKM Mesjid AtTin Taman Mini Indonesia Indah (TMII), staf ahli Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia di Jakarta, staf anjungan daerah (provinsi) di TMII, para pengasuh pondok pesantren Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (Lemka) Sukabumi Jawa Barat, para santri pondok pesantren Lemka, kepala perpustakaan Islamic Centre Jawa Barat di Bandung.

D. Metode Analisis Data

Penelitian ini mengkaji estetika bentuk dan warna ornamen secara garis besar pada iluminasi Al-Qur’an Mushaf AtTiin dengan menggunakan pendekatan


(24)

formalistik. Fokus dari penelitian formalistik adalah pembahasan mengenai

“bentuk” form karya seni rupa dalam ini adalah visual iluminasi yang terdapat pada Al-Qur’an Mushaf AtTiin, visual tersebut adalah irama garis, bentuk, ruang, gelap terang, dan warna.

Bagian iluminasi Al-Qur’an ini oleh penulis dibagi menjadi empat bagian yang akan diteliti, yaitu iluminasi pada medalion, iluminasi pada bagian Ummul Qur’an, iluminasi pada setiap juz (30 juz), dan kaligrafi yang digunakan. Analisis data dilakukan penulis dengan cara membandingkan data-data dari studi literatur, wawancara serta observasi lapangan. Hasil analisis tersebut kemudian akan dijabarkan secara deskriptif sehingga dapat diketahui bentuk-bentuk apa yang menjadi iluminasi,serta darimana ide asal ornamen Al-Qur’an Mushaf AtTiin tersebut.


(25)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini memuat kesimpulan dan rekomendasi mengenai hasil kajian terhadap bentuk (form) iluminasi yang terdapat pada Al-Qur’an Mushaf AtTiin secara keseluruhan yang meliputi tiga bagian, yaitu: medalion, ummul Qur’an, serta iluminasi setiap juz Al-Qur’an.

A. Kesimpulan

Bagian kesimpulan ini terdiri atas hasil temuan kajian visual ragam hias yang terdapat pada iluminasi Al-Qur’an mushaf AtTiin yang dikaji dari segi bentuk, garis, maupun warna yang menjadi iluminasinya. Adapun bagian-bagian yang menjadi bahan kajian tersebut meliputi keseluruhan dari sebuah mushaf. Berdasarkan analisis data yang disajikan di bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Al-Quran mushaf AtTiin dibagi menjadi tiga bagian utama iluminasi yaitu: Medalion, Ummul Qur’an, dan iluminasi setiap Juz. Ketiga bagian tersebut semuanya menerapkan ornamen Nusantara sebagai tema pokok dari motif hias. Walaupun dalam ornamen Nusantara banyak terdapat motif hias manusia, binatang, maupun motif sebagai simbol kepercayaan animisme dan dinamisme (antropomorfis), namun penggambaran tersebut tidak diterapkan, sehingga ornamen yang menjadi iluminasinya adalah motif-motif geometris lurus, lengkung, maupun tumbuh-tumbuhan (floramorfis).


(26)

Tema pokok iluminasi ini adalah ornamen Nusantara dari bentuk-bentuk geometris dan Flora. Bentuk geometris secara keseluruhan terdapat pada semua bagian mushaf, baik itu medalion, ummul Qur’an, maupun setiap bagian juz yang ditunjukan dengan garis-garis yang membentuk bidang-bidang persegi dan segi delapan. Bentuk geometris (pola matematis) menggunakan garis lengkung biasanya membentuk bunga melati segi delapan dengan bentuk dasar lingkaran, ini dapat ditemulan pada bagian medalion maupun ummul qur’an.

Bentuk medalion adalah bentuk bunga melati segi delapan dengan bentuk dasar dari lingkaran. Sementara itu yang menjadi ornamen pengisi bagian-bagian detailnya adalah bentuk motif hias flora yang terdiri dari patra, lung, maupun sulur. Namun yang menjadi bagian terbesar adalah sulur-suluran yang dibentuk dari garis-garis menyerupai tumbuhan paku yang melilit atau melingkar dan pada bagian ujungnya terdapat gambar bunga melati sedang mekar maupun kuncup berwarna-warni.

2. Sebagai implementasi penerapan motif hias Nusantara pada iluminasi setiap juz maupun lainnya, maka makna bentuk-bentuk visual floramorfis dalam mushaf ini bukan lagi bentuk asal mula jadinya (naturalistik) tetapi suatu bentuk baru yang spesifik, yaitu stilasi dari bentuk asalnya yang digubah sedemikian rupa menjadi simbolistik atas makna ajaran Islam, antara lain seperti: ke-Esaan, kehidupan, tak berawal dan tak berkesudahan, tak terbatas, dan bebas dari ruang dan waktu. Dengan demikian makna yang terkandung di


(27)

dalam bagian-bagian juz seluruhnya akan kembali bermuara kepada sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist atau Wailaihi turja’ul umuur.

3. Dalam perkembangannya iluminasi mushaf AtTiin banyak dijadikan referensi oleh para seniman Islam di Indonesia, baik sebagai acuan belajar (contoh) maupun sebagai bagian dari inspirasi bentuk-bentuk dan warna. Hal tersebut dapat dilihat pada kegiatan belajar di pondok pesantren lembaga kaligrafi Qur’an (Lemka) Sukabumi yang telah meluluskan banyak alumninya sebagai kaligrafer dan seniman iluminasi yang kompeten.

B. Saran

Penelitian ini hanya meneliti bentuk (form) motif hias yang terdapat pada iluminasi Al-Qur’an Mushaf AtTiin yang meliputi bentuk, garis, dan warna, sedangkan makna yang terdapat pada iluminasi baik medalion, ummul Qur’an, maupun setiap bagian juz belum diketahui. Dengan belum diketahuinya makna dan latar belakang dari motif hias yang terdapat pada iluminasi Al-Qur’an Mushaf AtTiin, sangat direkomendasikan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat mengungkap latar belakang dan makna yang terdapat pada iluminasi mushaf tersebut.

Kepada berbagai pihak yang berkaitan dengan bidang ini terutama: 1. Pemerintah

Pemerintah dalam hal ini Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional untuk lebih memperhatikan dan mengapresiasi perkembangan seni Islam terutama iluminasi mushaf-mushaf yang menerapkan ornamen Nusantara. Keberadaan ornamen Nusantara yang sangat kaya dan bervariatif perlu


(28)

diinventarisir baik dalam bentuk buku, media audio visual, maupun jaringan komunikasi internet.

2. Lemka

Sebagai satu-satunya lembaga yang eksis mengangkat citra seni Islam, lembaga non formal Lemka diharapkan menjadi benteng sekaligus pelopor yang mengedepankan seni bernafaskan Islam dan saran pengembangan kreatifitas yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral Islam serta mengangkat, mempromosikan, dan menerapkan ornamen Nusantara dalam setiap karya seni iluminasi.

3. Masyarakat Islam Nusantara

Masyarakat atau ummat sebagai bagian dan sasaran utama dari pembuatan mushaf ini diharapkan dapat mengapresiasi karya seni Islam dan Nusantara, serta menjadi lebih memahami nilai-nilai yang terkandung didalamnya.


(29)

DAFTAR PUSTAKA

Adams, L. Schneider. (1996). The Methodologies of Art: An Introduction. Colorado: Westview Press.

Akbar, Ali. (1995). Kaidah Menulis dan Karya-karya Master: Kaligrafi Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Alwasilah, A. Chaedar. (2000). Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.

Alwasilah, A. Chaedar & Senny S. Alwasilah. (2005). Pokoknya Menulis: Cara Baru Menulis dengan Metode Kolaborasi. Bandung: PT Kiblat Buku Utama.

Alwasilah, A. Chaedar. (2011). Pokoknya Action Research. Bandung: PT Kiblat Buku Utama.

Aziza, Mohamed. (1973). La Calligraphie Arabe. Tunis: Avenue De Carthage. Beldowi & Daniyanto. (2003). Arsitektur Pemukiman Surabaya. Surabaya: Karya

Harapan.

Bokhari, Raana & Mohammad Seddon. (2010). Ensiklopedia Islam. Jakarta: Erlangga.

Bresler, Liora. (Eds) (2007). International Handbook of Research in Arts Education. Netherlands: Springer.

Ching, at al. (1996). Ilustrasi Desain Interior. Jakarta: Erlangga.

Darmaprawira, W.A Sulasmi. (2002). Warna: Teori dan Kreativitas Penggunaannya (Edisi ke-2). Bandung: Penerbit ITB.

Deer Hoop, Van. (1949). Ragam-ragam Perhiasan Indonesia. Batavia: Knohlijk Genrotsha Van Kustern En Wetenshappen.

Departemen Agama RI. (1971). Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Depag. Departemen Agama RI. (2001). Keterampilan Menulis Kaligrafi bagi Santri

Pondok Pesantren. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.


(30)

Emmison, Michael & Philip Smith. (2000). Researching the Visual. London: Sage Publication.

George, Kenneth M. (2010). Picturing Islam: Art and Athics in A Muslim Lifeworld. West Sussex: Willey Blackwell.

Huda, H. Nur dan Muharsafa, Sam. (2002). Asyiknya Belajar Kaligrafi: Cara Praktis Belajar Kaligrafi. Aceh Utara: Afkari Publishing.

Jones. Coir Swan. (1978). Art Research Methods and Resource. Kendall: University of Michigan.

Jones, Owen. (1910). The Grammer of Ornament. Paris: L’Aventurine. Kartika, D. Sony. (2007). Kritik Seni. Bandung: Rekayasa Sains.

Khatibi, Abdelkebir & Mohamed S. (1974). L’Art Calligraphique Arabe. Paris: Casablanca.

Kuiper, Kathleen. (Eds) (2010). The Islamic World: Islamic Art, Literature and Culture. New York: Britannica Educational Publishing.

Mamannoor. (2002). Wacana Kritik Seni Rupa di Indonesia: Sebuah Telaah Kritik Jurnalistik dan Pendekatan Kosmologis. Bandung: Nuansa.

Murphy, John & Michael Rowe. (1998). How to Design Trademarks and Logos. Ohio: North Light Book.

Nasr, S. Hossein. (1987). Spiritualitas dan Seni Islam. Bandung: Mizan.

Pirous, A.D. (1985). Lukisan, Etsa dan Cetak Saring. Bandung: Galeri Dacenta. Read, Herbert. (2000). Seni: Arti dan Problematiknya. Yogyakarta: Duta Wacana

University Press.

Rose, Gillian. (2001). Visual Methodologies. London: Sage Publication.

Sachari, Agus. (2005). Pengantar Metodologi Penelitian: Budaya Rupa (Desain, Arsitektur, Seni Rupa dan Kriya). Jakarta: Erlangga

Saefudin, Didin. (2002). Zaman Keemasan Islam: Rekonstruksi Sejarah Imperium Dinasti Abbasiyah. Jakarta: Grasindo.

Shihab, M. Quraish. (1996). Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan.


(31)

Sirojuddin, AR, D. (1987). Seni Kaligrafi Islam. Jakarta: Multi Kreasi.

Sirojuddin, AR.D. (2001). Kaligrafi Hitam Putih: Coretan 1991-2001. Jakarta: Studio Lemka.

Sirojuddin, AR. D. (2002). Menabur Ombak Kaligrafi: Catatan di Media. Jakarta: Studio Lemka.

Sirojuddin, AR.D. (2004). Pengantar Kuliah Seni Islam (Diskusi Tarikh, Tokoh, dan Aliran). Jakarta: Fakultas Adab dan Humaniora.

Sirojuddin AR, D. (2005). Nuansa Kaligrafi Islam: Kumpulan Tulisan Sekitar Ide-ide Pengembangan Seni Kaligrafi Islam di Indonesia. Jakarta: Studio Lemka.

Sirojuddin AR, D. (2006). Asah Asuh Huruf Kaligrafi Islam: Himpunan Karya Master Bahan Latihan Kaligrafer Profesional. Jakarta: Darul Ulum Press. Sirojuddin, AR. D. (2007). Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam. Jakarta: Darul

Ulum Press.

Soekiman, D. (2000). Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Penduduknya di Jawa (Abad XVIII- Medio Abad XX). Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya.

Sumardjo, Jakob. (2000). Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB.

Sunaryo, Aryo. (2009). Ornamen Nusantara: Kajian Khusus tentang Ornamen Indonesia. Semarang: Dahara prize

Syaharuddin. (2000). Teknik Pengolahan Kaligrafi Dekorasi. Jakarta: Yayasan Kalimah.

The Mary and James G, Wallach Foundation. (2004). Islamic Art and Geometric Design. New York: The Metropolitan Museum of Art.

Thomas, Denis. (1981). Dictionary of Fine Arts. Great Britain: The Hamlyn Publishing Group Limited.


(1)

Tema pokok iluminasi ini adalah ornamen Nusantara dari bentuk-bentuk geometris dan Flora. Bentuk geometris secara keseluruhan terdapat pada semua bagian mushaf, baik itu medalion, ummul Qur’an, maupun setiap bagian juz yang ditunjukan dengan garis-garis yang membentuk bidang-bidang persegi dan segi delapan. Bentuk geometris (pola matematis) menggunakan garis lengkung biasanya membentuk bunga melati segi delapan dengan bentuk dasar lingkaran, ini dapat ditemulan pada bagian medalion

maupun ummul qur’an.

Bentuk medalion adalah bentuk bunga melati segi delapan dengan bentuk dasar dari lingkaran. Sementara itu yang menjadi ornamen pengisi bagian-bagian detailnya adalah bentuk motif hias flora yang terdiri dari patra,

lung, maupun sulur. Namun yang menjadi bagian terbesar adalah

sulur-suluran yang dibentuk dari garis-garis menyerupai tumbuhan paku yang melilit atau melingkar dan pada bagian ujungnya terdapat gambar bunga melati sedang mekar maupun kuncup berwarna-warni.

2. Sebagai implementasi penerapan motif hias Nusantara pada iluminasi setiap juz maupun lainnya, maka makna bentuk-bentuk visual floramorfis dalam mushaf ini bukan lagi bentuk asal mula jadinya (naturalistik) tetapi suatu bentuk baru yang spesifik, yaitu stilasi dari bentuk asalnya yang digubah sedemikian rupa menjadi simbolistik atas makna ajaran Islam, antara lain seperti: ke-Esaan, kehidupan, tak berawal dan tak berkesudahan, tak terbatas, dan bebas dari ruang dan waktu. Dengan demikian makna yang terkandung di


(2)

dalam bagian-bagian juz seluruhnya akan kembali bermuara kepada sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist atau Wailaihi turja’ul umuur.

3. Dalam perkembangannya iluminasi mushaf AtTiin banyak dijadikan referensi oleh para seniman Islam di Indonesia, baik sebagai acuan belajar (contoh) maupun sebagai bagian dari inspirasi bentuk-bentuk dan warna. Hal tersebut dapat dilihat pada kegiatan belajar di pondok pesantren lembaga kaligrafi

Qur’an (Lemka) Sukabumi yang telah meluluskan banyak alumninya sebagai kaligrafer dan seniman iluminasi yang kompeten.

B. Saran

Penelitian ini hanya meneliti bentuk (form) motif hias yang terdapat pada iluminasi Al-Qur’an Mushaf AtTiin yang meliputi bentuk, garis, dan warna, sedangkan makna yang terdapat pada iluminasi baik medalion, ummul Qur’an, maupun setiap bagian juz belum diketahui. Dengan belum diketahuinya makna dan latar belakang dari motif hias yang terdapat pada iluminasi Al-Qur’an Mushaf AtTiin, sangat direkomendasikan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat mengungkap latar belakang dan makna yang terdapat pada iluminasi mushaf tersebut.

Kepada berbagai pihak yang berkaitan dengan bidang ini terutama: 1. Pemerintah

Pemerintah dalam hal ini Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional untuk lebih memperhatikan dan mengapresiasi perkembangan seni Islam terutama iluminasi mushaf-mushaf yang menerapkan ornamen Nusantara.


(3)

diinventarisir baik dalam bentuk buku, media audio visual, maupun jaringan komunikasi internet.

2. Lemka

Sebagai satu-satunya lembaga yang eksis mengangkat citra seni Islam, lembaga non formal Lemka diharapkan menjadi benteng sekaligus pelopor yang mengedepankan seni bernafaskan Islam dan saran pengembangan kreatifitas yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral Islam serta mengangkat, mempromosikan, dan menerapkan ornamen Nusantara dalam setiap karya seni iluminasi.

3. Masyarakat Islam Nusantara

Masyarakat atau ummat sebagai bagian dan sasaran utama dari pembuatan mushaf ini diharapkan dapat mengapresiasi karya seni Islam dan Nusantara, serta menjadi lebih memahami nilai-nilai yang terkandung didalamnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adams, L. Schneider. (1996). The Methodologies of Art: An Introduction. Colorado: Westview Press.

Akbar, Ali. (1995). Kaidah Menulis dan Karya-karya Master: Kaligrafi Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Alwasilah, A. Chaedar. (2000). Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang

dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.

Alwasilah, A. Chaedar & Senny S. Alwasilah. (2005). Pokoknya Menulis: Cara

Baru Menulis dengan Metode Kolaborasi. Bandung: PT Kiblat Buku

Utama.

Alwasilah, A. Chaedar. (2011). Pokoknya Action Research. Bandung: PT Kiblat Buku Utama.

Aziza, Mohamed. (1973). La Calligraphie Arabe. Tunis: Avenue De Carthage. Beldowi & Daniyanto. (2003). Arsitektur Pemukiman Surabaya. Surabaya: Karya

Harapan.

Bokhari, Raana & Mohammad Seddon. (2010). Ensiklopedia Islam. Jakarta: Erlangga.

Bresler, Liora. (Eds) (2007). International Handbook of Research in Arts

Education. Netherlands: Springer.

Ching, at al. (1996). Ilustrasi Desain Interior. Jakarta: Erlangga.

Darmaprawira, W.A Sulasmi. (2002). Warna: Teori dan Kreativitas

Penggunaannya (Edisi ke-2). Bandung: Penerbit ITB.

Deer Hoop, Van. (1949). Ragam-ragam Perhiasan Indonesia. Batavia: Knohlijk Genrotsha Van Kustern En Wetenshappen.

Departemen Agama RI. (1971). Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Depag. Departemen Agama RI. (2001). Keterampilan Menulis Kaligrafi bagi Santri


(5)

Emmison, Michael & Philip Smith. (2000). Researching the Visual. London: Sage Publication.

George, Kenneth M. (2010). Picturing Islam: Art and Athics in A Muslim

Lifeworld. West Sussex: Willey Blackwell.

Huda, H. Nur dan Muharsafa, Sam. (2002). Asyiknya Belajar Kaligrafi: Cara

Praktis Belajar Kaligrafi. Aceh Utara: Afkari Publishing.

Jones. Coir Swan. (1978). Art Research Methods and Resource. Kendall: University of Michigan.

Jones, Owen. (1910). The Grammer of Ornament. Paris: L’Aventurine. Kartika, D. Sony. (2007). Kritik Seni. Bandung: Rekayasa Sains.

Khatibi, Abdelkebir & Mohamed S. (1974). L’Art Calligraphique Arabe. Paris: Casablanca.

Kuiper, Kathleen. (Eds) (2010). The Islamic World: Islamic Art, Literature and

Culture. New York: Britannica Educational Publishing.

Mamannoor. (2002). Wacana Kritik Seni Rupa di Indonesia: Sebuah Telaah

Kritik Jurnalistik dan Pendekatan Kosmologis. Bandung: Nuansa.

Murphy, John & Michael Rowe. (1998). How to Design Trademarks and Logos. Ohio: North Light Book.

Nasr, S. Hossein. (1987). Spiritualitas dan Seni Islam. Bandung: Mizan.

Pirous, A.D. (1985). Lukisan, Etsa dan Cetak Saring. Bandung: Galeri Dacenta. Read, Herbert. (2000). Seni: Arti dan Problematiknya. Yogyakarta: Duta Wacana

University Press.

Rose, Gillian. (2001). Visual Methodologies. London: Sage Publication.

Sachari, Agus. (2005). Pengantar Metodologi Penelitian: Budaya Rupa (Desain,

Arsitektur, Seni Rupa dan Kriya). Jakarta: Erlangga

Saefudin, Didin. (2002). Zaman Keemasan Islam: Rekonstruksi Sejarah Imperium

Dinasti Abbasiyah. Jakarta: Grasindo.

Shihab, M. Quraish. (1996). Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai


(6)

Sirojuddin, AR, D. (1987). Seni Kaligrafi Islam. Jakarta: Multi Kreasi.

Sirojuddin, AR.D. (2001). Kaligrafi Hitam Putih: Coretan 1991-2001. Jakarta: Studio Lemka.

Sirojuddin, AR. D. (2002). Menabur Ombak Kaligrafi: Catatan di Media. Jakarta: Studio Lemka.

Sirojuddin, AR.D. (2004). Pengantar Kuliah Seni Islam (Diskusi Tarikh, Tokoh,

dan Aliran). Jakarta: Fakultas Adab dan Humaniora.

Sirojuddin AR, D. (2005). Nuansa Kaligrafi Islam: Kumpulan Tulisan Sekitar

Ide-ide Pengembangan Seni Kaligrafi Islam di Indonesia. Jakarta: Studio

Lemka.

Sirojuddin AR, D. (2006). Asah Asuh Huruf Kaligrafi Islam: Himpunan Karya

Master Bahan Latihan Kaligrafer Profesional. Jakarta: Darul Ulum Press.

Sirojuddin, AR. D. (2007). Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam. Jakarta: Darul Ulum Press.

Soekiman, D. (2000). Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat

Penduduknya di Jawa (Abad XVIII- Medio Abad XX). Yogyakarta:

Yayasan Benteng Budaya.

Sumardjo, Jakob. (2000). Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB.

Sunaryo, Aryo. (2009). Ornamen Nusantara: Kajian Khusus tentang Ornamen

Indonesia. Semarang: Dahara prize

Syaharuddin. (2000). Teknik Pengolahan Kaligrafi Dekorasi. Jakarta: Yayasan Kalimah.

The Mary and James G, Wallach Foundation. (2004). Islamic Art and Geometric

Design. New York: The Metropolitan Museum of Art.

Thomas, Denis. (1981). Dictionary of Fine Arts. Great Britain: The Hamlyn Publishing Group Limited.