Strategi Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (Lemka) dalam mempertahankan eksistensi seni kaligrafi islam sebagai media dakwah

(1)

KALIGRAFI ISLAM SEBAGAI MEDIA DAKWAH

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

KURNIAWAN PRASETIO NIM: 1110051000117

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H / 2015 M


(2)

KALIGRAFI ISLAM

SEBAGAI

MEDIA DAKWAII

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S-Kom.I)

Oleh:

Kurniawan Prasetio NIM. 1110051000117

Pembimbing

FAKULTAS

ILMU DAI(WAH DAI\ ILMU

KOMT]NIKASI

PROGRAM STUDI

KOMT]NIKASI

PEII-YIARAN TSLAM

UIN

SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

L435 HJ2O15

M


(3)

Skripsi judul Strategi Lembaga Kaligrafi Al-Qur'an (LEMKA) dalam Mempertahankan Eksistensi Seni Kaligrafi Islam sebagai Media Dakwah sudah

diujikan dalam sidang munaqasyah di Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayayatullah Jakarta pada tanggal 16 April 2015. Skripsi ini

sudah di terima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi

Islam (S.Kom.I) pada Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakart+ l6 April 2015

Sidang Munaqasyah

Ketua Sidang

r. H/sunandar, MA Saprudin S.Pd

Nip.19680906 199108 1 001

ip.19620626 199403 I 002

Anggota

Penguji II

Hj. Nunung Khairiya/, ufa

Nip. 150 389 35J

UmiM

Sekertaris Sidang

Drs. S. nio MA

MA t{rP. 1971081


(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi

ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar shata

1

di

UIN

Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Semua sumber yang saya cantumkan sesuai dengan

Hidayatullah Jakarta.

gunakan dalam penulisan

ini

telah saya ketentuan yang berlaku

di

UIN

Syarif

3. Jika

di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakaria.


(5)

i

ABSTRAK

Kuniawan Prasetio 1110051000117

Strategi Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA) dalam Mempertahankan Eksistensi Seni Kaligrafi Islam sebagai Media Dakwah

Belakangan ini berbagai cara untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah dalam rangka syiar menegakkan agama Islam, bermacam-macam media dan cara untuk bedakwah. Salah satu media yang turut sukses untuk berdakwah adalah melalui media seni kaligrafi Islam, seni Islam ini menjadi turut andil dalam pengembangan agama Islam hingga saat ini, karena berdakwah tidak hanya melalui ucapan atau ceramah dan pidato semata.

Salah satu lembaga yang terbentuk khusus dalam mengembangkan dan mengajarkan seni kaligrafi Islam adalah Lembaga kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA). Lembaga ini mempunyai pilar-pilar khusus dalam setiap pergerakan-pergerakanya. Seiring dengan perkembangan zaman, seni kaligrafi pun turut berkembang, untuk mencapai perstasi yang memuaskan, tentunya LEMKA memiliki strategi yang diterapkan dalam metode pembelajaran dan mengkondisikan lingkungan sedemikian rupa, sehingga dapat mencetak generasi-generasi muda yang siap menyampaikan dakwahnya melalui seni kaligrafi Islam.

Berdasarkan latar belakang diatas, kemudian pertanyaannya adalah bagaimana strategi Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an dalam mempertahankan eksistensi seni kaligrafi Al-Qur’an sebagai media dakwah? untuk mengetahui strateginya, dan pertanyaan selanjutnya bagaimana implementasi strategi tersebut?

Dalam hal ini penulis menggunakan metode kualitatif terhadap penulisan ini, dan guna mendapatkan data-data yang penulis butuhkan, maka penulis menggunakan langkah-langkah dalam mengumpulkan data-data seperti mencari data yang bersangkut paut dengan pembahasan penulis, lalu penulis menggunakan metode obserpasi langsung ke Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA) guna melengkapi data yang penulis butuhkan, dan yang bersangkut paut dengan judul penulis, disamping itu juga penulis melakukan wawancara dengan beberapa pengurus LEMKA serta penulis mencantumkan analisis data yang dilakukan dengan dengan menggunakan analisis SWOT, hal ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.

Dari hasil penelitian penulis, maka penulis dapat menyimpulkan langkah strategi yang dilakukan oleh Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA) dalam mempertahankan eksistensi seni kaligafi Al-Qur’an sebagai media dakwah, adalah membentuk struktur organisasi kepengurusan dan juga menempatkan anggotanya kesetiap departemen-departemen beserta program kerjanya. Langkah strategi yang dilakukan LEMKA merupakan langkah awal guna mencapai tujuan LEMKA yaitu meningkatkan pendidikan dan latihan kaligrafi untuk menciptakan para

khattat, guru khat, pelukis kaligrafi profesional. Setiap langkah-langkah yang dilakukan LEMKA memiliki implemtasi yakni memberikan pengajaran kepada angotanya tentang seni kaligrafi Islam melalui berbagai kegiatan serta berkontribusi dalam perlatihan kewirausahaan dan ikut menyalurkan karya-karya ke pasar-pasar atau galeri lukisan dan pameran lokal, nasional maupun internasional guna mensukseskan dakwahnya melalui media seni kaligrafi Islam.


(6)

ii

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hidarat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga berkat izin-Nya penulis mampu menyelesaikan pembuatan skripsi ini. Shalawat beserta salam selalu tercurah kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih jauh dari sempurna baik dalam hal bentuk maupun isinya. Namun berkat bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, Alhamdulillah skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sepatutunya diberikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. H. Dede Rosyada M.A, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Arief Subhan, M.A, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi beserta Wakil Dekan Bidang Akademik Suparto, M.Ed, PhD, MA, Wakil Dekan Bidang Administrasi Drs. Jumroni, M.Si, dan Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Dr. Sunandar, M.Ag.

3. Rachmat Baihaky, M.A, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan, Fita Fathurrohmah, SS, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

4. Ibu Umi Musyarrofah, M.A, selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan pengarahan serta dorongan kepada penulis di sela-sela kesibukannya,


(7)

iii

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai waktu yang diinginkan.

5. Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang sangat berkontribusi dalam memberikan banyak ilmu serta pengetahuan yang tiada terkira kepada penulis selama menjalani Studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Pimpinan dan segenap karyawan Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta setra sluruh straf dan kariawan yang telah melayani dan menyiapkan fasilitas titelatur, sampai penulis bisa menyelesaikan studi ini.

7. Pimpinan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang telah memfasilitasi penulis untuk mempelajari dan mencari bahan untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Para pegawai/ staf Fakultas Ilmu dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang telah memberikan pelayanan yang prima kepada penulis.

9. Kepada kedua orang tua penulis, ayahanda tercinta Suwana dan ibunda tercinta Badriah S.HI, yang telah membesarkan dan merawat penulis dengan rasa cinta kasih dan sayang. Serta lantunan doa dan ridho yang tak pernah putus, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

10.Bapak Drs. H. D. Sirojuddin AR, M. Ag, selaku pimpinan Lembaga Kaligrafi Al-Quran (LEMKA), para pengajar, pengurus, serta kawan-kawan dari Lembaga Kaligrafi Al-Quran (LEMKA), yang telah


(8)

iv

mengarahkan, membantu, serta mengizinkan penulis dalam melakukan penelitian ini.

11.Teman-teman KPI angkatan 2010, Khusunya teman-teman sekelas KPI D: Abdullah Icshan Baihaqi, Abdurrahman, Agung Sulistiono Nugroho, Boby Gunawan, Enjang Zaki, Fahmi Hayatudin, Helmi Afandi, Sumantri, Maulana Fitian, Rahmat Hidayat, Syehab Budiyanto, Zainun Najmi Hasmi dan tentunya teman-teman perempuan KPI D yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebersamaannya, penulis bangga menjadi bagian dari kalian. Tetap berjuang dan tetap semangat Semoga kita sama-sama bisa meraih kesuksesan.

12.Andri Ilham S.S dan semua pihak yang telah membantu, memotivasi, dan memberikan masukan-masukan selama penulis kuliah dan dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, sehingga penulis dapat menyelesaikan study di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tercinta ini.

Jazakumullah khairal jaza. Penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat bagi kita semua dan menambah setitik khazanah ilmu pengetahuan.

Jakarta, 10 April 2015


(9)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metodologi Penelitian ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 11

F. Sistematika Penulisan... 13

BAB II LANDASAN TEORI A. Strategi ... 14

B. Pengertian Lembaga ... 25

C. Pengertian Eksistensi ... 26

D. Seni Kaligrafi Islam ... 27

E. Pengertian Dakwah ... 32

F. Unsur-unsur Dakwah ... 35

BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA KALIGRAFI AL-QUR’AN (LEMKA) A. Sejarah Berdirinya Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA) ... 41

B. Visi dan misi ... 48

C. Moto dan Tujuan ... 49

D. Struktur Kepengurusan Lembaga Kaligrafi Al-Quran (LEMKA) ... 49

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Strategi Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA) ... 54


(10)

vi

B. Implementasi Strategi Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (Lemka) ... 58 C. Analisis SWOT Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (Lemka)... 66

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 70 B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73 LAMPIRAN


(11)

1 A. Latar Belakang Masalah

Tugas dakwah merupakan suatu kewajiban yang diemban oleh setiap orang muslim menyampaikan kebenaran yang ada dalam as-sunnah dan Al-Qur’an sudah menjadi konsekuensi seorang yang menganggap dirinya beriman, walaupun yang disampaikan itu hanya satu ayat. Pada umumnya dakwah dilakukan di depan mimbar dengan berceramah. Akan tetapi, beragam cara dalam upaya syiar dan dakwah untuk menegakkan ayat-ayat Allah SWT di muka bumi ini salah satunya melalui media seni kaligrafi. Media ini dinilai efektif untuk mengenalkan sejarah dan nilai-nilai Islam kepada masyarakat luas.

Dakwah berasal dari kata Arab da’wah, merupakan bentuk mashdar dari kata da’a (madly), yad’u (mudlari’), berarti seruan, ajakan, atau panggilan. Seruan dan panggilan ini dapat dilakukan dengan suara, kata-kata, atau perbuatan.1 Dakwah harus mengandung dan melibatkan tiga unsur, yaitu: penyampaian pesan, informasi yang disampaikan, dan penerimaan pesan. Namun dakwah mengandung pengertian yang lebih luas dari istilah-istilah tersebut, karena istilah dakwah mengandung makna sebagai aktivitas menyampaikan ajaran Islam, menyuruh berbuat baik dan mencegah perbuatan mungkar, serta memberi kabar gembira dan peringatan bagi manusia.2

1

Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub, (Jakarta, PT Penamadani 2008) , cet. Ke-2 h. 144

2

Muhammad Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta, Kencana, 2006), cet. 1 h. 17


(12)

Adalah suatu kemunduran bagi umat Islam jika menganggap dakwah adalah ceramah keagamaan di masjid saja. Dakwah tidak hanya dapat dilakukan melalui ucapan semata. Salah satu cara yang kini bisa menjadi pilihan aktivis dakwah yaitu melalui metode dakwah bil qolam. Dakwah yang satu ini, kini mulai sering dijadikan sebagai salah satu penopang kesuksesan target dakwah. Karena pada dasarnya, dakwah Islam tidak hanya dilakukan dengan kata-kata bijak, tetapi juga bisa dilakukan dengan tulisan (qolam), dengan karya-karya seni, seperti seni kaligrafi.

“Menurut Sidi Gazalba, Kesenian itu mengandung daya tarik yang berkesan kenapa tidak mentafsirkannya untuk berdakwah sehingga dakwah dapat menarik sasarannya dan pemanfaatannya. Seni bertujuan untuk menimbulkan kesenangan yang bersifat estetik dan senang kepada keindahan merupakan naluri atau fitrah manusia.”3

Allah menciptakan manusia untuk bisa menilai dan mencintai keindahan. Salah satu keindahan yang dicintai manusia adalah seni. Seni merupakan fitrah insani dan kebutuhan emosional manusia. Islam adalah agama yang menanamkan rasa suka dan cinta akan keindahan dalam lubuk hati setiap muslim.

Seni merupakan perkara yang sangat penting karena berhubungan dengan hati dan perasaan manusia. Seni berusaha membentuk kecendrungan dan perasaan jiwa manusia dengan alat yang beraneka ragam seperti alat-alat yang dapat didengar, dibaca, dilihat, dirasakan, maupun dipikirkan.4

Kaligrafi secara etimologis berasal dari bahasa Inggris, calligraphy yang berasal dari dua suku kata bahasa Yunani, yaitu kallos:beauty (indah) dan

graphein:to write (menulis) yang berarti : tulisan yang indah atau seni tulisan indah. Dalam bahasa Arab, bisa disebut khat yang berarti garis atau coretan pena

3

Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1998), h. 186 4


(13)

yang membentuk tulisan tangan. Dan disebut fann al-khath dalam arti seni memperhalus tulisan atau memperbaiki coretan.5

Definisi lebih lengkap dikemukakan oleh D. Sirajuddin AR dengan mengutip Syekh Syamsuddin Al-Akfani : “… Khat/ Kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya, dan cara-cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun; atau apa-apa yang ditulis di atas garis-garis, bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis; mengubah ejaan yang perlu digubah dan menentukan cara bagaimana untuk mengubahnya….”6

Allah SWT menyukai sesuai yang indah dan Ia menyukai agar hambanya berbuat yang baik dan indah sesuai dengan pikiran dan akal sehat mereka. Maka seni bukan hanya untuk sekedar kepuasan bagi hati manusia. Tetapi lebih dari itu, seni termasuk juga kaligrafi merupakan sarana dakwah yang ampuh karena telah merambah ke masyarakat luas demi penyebaran agama Islam.

Menurut pendapat Wiyoso Yudoseputro. bahwasannya, “… Seni Kaligrafi

Arab yang disebut khat merupakan satu karya seni rupa yang tidak kalah pentingnya dari jenis seni rupa lainya. Sebagai seni tulis dengan tuntutan keindahan, seni khat telah menempuh sejarahnya yang panjang dan mencapai puncak-puncak perkembanganya sesuai dengan perkembangan dari aksara Arab dan terutama peranan kebudayaan di tiap negara Islam….”7

5

Ilham Khoiri R, Al-Quran Dan Kaligrafi Arab Peran Kitab Suci dalam Transformasi Budaya, (Jakarta: Logos, 1999), cet. Ke-1 h. 49

6

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), cet. Ke-1, edisi Ke-2, h. 3

7

Wiyoso Yudoseputro, Pengantar Seni Rupa Islam Di Indonesia, (Bandung: Angkasa, 1986) h. 115


(14)

Kaligrafi Islam mempunyai kedudukan yang istimewa di antara cabang-cabang seni Islam yang lain. Tidak seperti cabang-cabang seni Islam yang lain (musik, arsitektur misalnya, yang dalam beberapa hal banyak dipengaruhi oleh gaya-gaya lokal dan sejumlah seniman non muslim) kaligrafi mencapai puncak keindahannya di tangan-tangan piawai seniman muslim sepenuhnya, tanpa campur tangan pihak lain. Tanpa Islam barangkali huruf Arab tidak akan berarti apa-apa. Hal ini dapat dilihat dari perhatian umat Islam terhadap tulisan yang berawal dari perhatian mereka terhadap Al-Qur’an.Wahyu Allah yang turun melalui Nabi Muhammad SAW adalah kalimat suci yang merupakan bahasa Tuhan kepada hamba-Nya. Perhatian langsung antara tulisan dengan nilai-nilai keagamaan yang sakral menjadikan umat Islam selalu termotivasi untuk terus mengembangkannya.

Akan tetapi dalam pengembangan dan untuk mempertahankan seni kaligrafi Islam agar tetap eksis membutuhkan strategi. Strategi dalam hal ini, digunakan untuk mencapai suatu tujuan yang telah dicapai. Tujuan tidak mudah dicapai tanpa strategi, karena pada dasarnya segala tindakan perbuatan itu tidak terlepas dari strategi.

Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi berfungsi tidak sebagai peta jalan yang menunjukan arah saja, tetapi harus menunjukan bagaimana taktik operasionalnya. Tujuan yang paling utama adalah mencapai posisi khusus yang akan melampaui tujuan bagi masyarakat yang berbeda-beda. Posisi itu sendiri harus diperoleh melalui analisis.


(15)

Saat ini media di Indonesia berkembang begitu pesat. Kebutuhan masyarakat akan informasi juga turut meningkat. Kemajuan teknologi juga turut mempengaruhi perkembangan media massa saat ini, bentuk penyajian informasi yang beragam, mulai dari tulisan, gambar, audio, visual dan audio visual hadir dalam kemasan yang menarik.

Seiring dengan perkembangan zaman, seni kaligrafi pun turut berkembang. Sayangnya perkembangan itu terasa lambat di Indonesia karena tidak ada wadah yang menjadi tempat untuk mengembangkan kreativitas seni kaligrafi. Hal itu yang mendorong D. Sirajuddin AR, Dosen Fakultas Adab dan Humaniora di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mendirikan sebuah lembaga yang mengembangkan kaligrafi khususnya kaligrafi Al-Qur’an yang diberi nama Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an disingkat atau dikenal LEMKA (singkatan ini sering digunakan untuk mempermudah dalam penulisan).

Untuk mencapai perstasi yang memuaskan, tentunya LEMKA memiliki strategi yang diterapkan dalam metode pembelajaran dan mengkondisikan lingkungan sedemikian rupa, sehingga dapat mencetak generasi-generasi muda yang siap menyampaikan dakwahnya melalui seni kaligrafi Islam.

“LEMKA yang berdiri pada tahun 1985 yang dipimpin D. Sirajuddin AR ini adalah sebuah wadah untuk menumbuhkan dan meningkatkan kecintaan pada generasi muda terhadap seni kaligrafi Islam di Indonesia melalui kegiatan-kegiatan yang strategis seperti pembinaan kreativitas, pengembangan minat dan bakat, kursus kaligrafi terpadu, kompetisi, pergelaran dan pameran, pengembangan galeri dan diskusi wawasan seni budaya.”8

Di LEMKA juga diajarkan bahwa kaligrafi adalah sebuah bentuk seni yang memiliki isyarat berupa simbol, untuk menyampaikan makna. Simbol ini

8

D. Sirajuddin, AR, Kaligrafi: Peristiwa dan Ide-ide Pengembangannya, (Jakarta: Lemka studio, 1995) h. 35


(16)

tidak bisa dilepaskan dari agama Islam yang menjadi pijakan awal tumbuhnya seni kaligrafi. Makna yang terkandung dari simbol tersebut merupakan bagian dari tafsir seniman. Itulah sebabnya kaligrafi dapat menjadi salah satu media dakwah yang menarik untuk melukiskan bagaimana indahnya agama Islam.

Melihat pentingnya peran strategi bagi sebuah lembaga pendidikan agar mampu mencetak para alumninya menjadi manusia-manusia yang berkualitas dan berguna di masyarakat terutama untuk agama. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang: “Strategi Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA) dalam Mempertahankan Eksistensi Seni Kaligrafi Islam sebagai

Media Dakwah”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis membatasi fokus pada strategi LEMKA dalam mempertahankan eksistensi seni kaligrafi Islam sebagai media dakwah.

2. Perumusan Masalah

Agar pembahasan berfokus pada satu permasalahan penulis membatasi kajian ini strategi Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA) dalam Mempertahankan Eksistensi Seni Kaligrafi Islam Sebagai Media Dakwah, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana strategi Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA) dalam mempertahankan eksistensi seni kaligrafi Islam sebagai media dakwah?


(17)

b. Bagaimana implementasi strategi Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (Lemka)?

c. Analisis SWOT Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA)? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui strategi Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA) dalam Mempertahankan eksistensi seni kaligrafi Islam sebagai media dakwah.

b. Untuk mengetahui bagaimana hasil yang telah dicapai Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA) dalam mempertahankan eksistensi seni Kaligrafi Islam sebagai media dakwah.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu :

a. Penelitian ini diharapakan dapat menjadi sumbangan pikiran dalam pengembangan ilmu dakwah di Fakultas Ilmu Dakwan dan Ilmu Komunikasi

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pikiran dalam mengembangakan metode dakwah, melalu media seni Kaligrafi Islam. Juga diharapkan sebagai bahan para da’i lainnya yang ingin mengambil langkah-langkah dalam melakukan dakwah melalui seni kaligrfi Islam.

c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wawasan bagi para praktisi dakwah di seluruh Indonesia bahwa berdakwah tidak harus selalu di


(18)

depan mimbar, akan tetapi untuk menyampaikan serta menegakan ayat-ayat Allah SWT bisa melalui seni Kaligrafi Islam.

D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat, termasuk tentang hubungan serta pengaruh dari suatu fenomena. Penelitan yang bersifat deskriptif ini untuk membuat rancangan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertantu, yang terjadi saat penelitian berlangsung dan menyajikan apa adanya.9

Penelitian tentang strategi Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA) dalam mempertahankan eksistensi seni kaligrafi sebagai media dakwah ini termasuk dalam pendekatan kualitatif, menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.10

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitan adalah Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA) yang bertempat di Jl. Semanggi 1 No. 26, Ciputat, Jakarta Selatan. Penulis memilih lokasi tersebut karena di sanalah tempat dan pusat kegiatan LEMKA berlangsung.

9

Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), cet. Ke- 10 h. 18

10

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 1998), cet Ke-9 h. 3


(19)

Hal itu dapat memudahkan peneliti dalam melakukan observasi dan wawancara pada narasumber. Sedangkan waktu penelitian dimulai dari bulan September 2014 sampai Maret 2015.

3. Subjek dan Objek Penelitian

Dalam Penelitian ini subjek penelitiannya adalah Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA) termasuk pemimpin, dan pengajar di LEMKA, dimana mereka adalah orang-orang yang diangap berdakwah melalui seni kaligrafi. Sedangkan objek penelitiannya adalah strategi Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA) dalam mempertahankan eksistensi seni kaligrafi Islam sebagai media dakwah.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data-data yang berkenaan dengan penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teknik yaitu :

a. Observasi

Observasi dalam penelitian ini akan dilakukan dengan melihat keadaan dan gambaran umum ketika proses belajar ataupun dalam kegiatan dakwah LEMKA sedang berlangsung. Teknik ini penulis gunakan untuk mendapat gambaran umum dan bentuk konkrit.

b. Wawancara

Wawancara yang akan dilakukan oleh peneliti berupa komunikasi langsung dalam bentuk tanya jawab secara lisan kepada narasumber. Wawancara yang bersifat bebas dan terbuka ini diajukan kepada D. Sirajuddin AR selaku pendiri serta pimpinan di LEMKA, juga guru yang mengajar di LEMKA Muhammad Jakfar, serta peserta didik Niaam Masykuri yang sedang memperdalam ilmu kaligrafinya di LEMKA.


(20)

c. Dokumentasi

Yaitu dengan melihat catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa yang ada. Data-data ini dapat diperoleh melalui dokumen-dokumen yang berupa catatan formal, dan juga buku-buku, artikel, majalah, koran yang membahas tentang LEMKA atau kaligrafi dan bahan informasi lainnya yang memiliki relevensi dengan masalah penelitian serta dapat memperkaya dan mempertajam analisa studi ini.

d. Triangulasi

Untuk menguji kredibilitas data, peneliti juga melakukan triangulasi, yaitu teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.11 Tahapannya antara lain menggunakan data informan (objek dakwah), seperti peserta didik LEMKA sebagai penguat hasil wawancara. Lalu membandingkan data hasil observasi pada kegiatan LEMKA dengan data hasil wawancara. Dan melihat data yang dikumpulkan apakah sesuai dengan teori yang digunakan pada penelitian ini.

5. Teknik Analisis Data

Langkah pertama adalah mendeskripsikan data yang diperoleh dari wawancara secara mendalam dari narasumber di antaranya pimpinan LEMKA, guru-guru LEMKA serta para murid yang sedang memperdalam ilmu kaligrafinya di LEMKA. Selain itu, peneliti harus mencantumkan data-data hasil observasi. Untuk memperkuat analisis peneliti mencantumkan data-data hasil dokumentasi tentang LEMKA. Data-data tersebut nantinya akan dikembangkan lagi sesuai

11

Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2011), cet. Ke-13 h. 241


(21)

dengan teori yang digunakan peneliti. Untuk menguji kredibilitas data, penulis juga mencantumkan data triangulasi dari penelitian ini.

E. Tinjauan Pustaka

Sebelum melakukan penelitian, salah satu langkah awal yang dilakukan penulis adalah mencari dan menelaah hasil karya atau penelitian terdahulu yang mempunyai judul, subjek, objek penelitian yang hampir sama dengan penelitian yang akan disusun oleh penulis atau yang berhubungan dengan LEMKA dan tentang seni kaligrafi Islam. Tinjauan pustaka ini dimaksudkan agar dapat mengetahui apakah yang penulis akan teliti sekarang tidak sama dengan penelitian terdahulu. Lalu peneliti menemukan beberapa penelitian yang hampir sama, yaitu:

1. Skripsi dengan judul “PERAN LEMBAGA KALIGRAFI AL-QURA’N

(LEMKA) DALAM DAKWAH MELALU SENI KALIGRAFI ISLAM” yang ditulus oleh Ilham Berlian, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2011. Dalam skripsi ini penulis meneliti, peran LEMKA dalam dakwah melalui kaligrafi dalam fungsi dan tugasnya.

2. “KEPEMIMPINAN D. SIROJUDIN AR. MD PADA LEMBAGA

KALIGRAFI AL-QURA’N (LEMKA) DALAM UPAYA

PENGEMBANGAN KALIGRAFI DI INDONESIA” yang ditulis oleh Saiful Huda, mahasiswa jurusan Manajemen Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pada tahun 2008. Dalam skripsi ini penulis meneliti tentang tokoh kaligrafer yang bernama D. Sirojudin AR. MA yang


(22)

mengembangkan seni kaligrafi di LEMKA (Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an).

Kedua skripsi diatas memfokuskan peran dan kepemimpinan dalam pengembangan seni kaligrafi Islam sebagai media dakwah. Berbeda dengan kedua peneliti diatas, penulis memfokuskan penelitian terhadap strategi Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA) dalam mempertahankan eksistensi seni kaligrafi Islam sebagai media dakwah.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan riset ini, penulis mengacu kepada “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)” yang diterbitkan oleh Center For Quality Development and Assurance (CeQDA UIN Jakarta) tahun 2007. Dan untuk mempermudah tahap demi tahap pembatasan skripsi ini, maka penulis menyusunnya ke dalam lima bab yang dibagi kedalam sub-sub bab sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penuliasan.

BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini penulis memaparkan tentang pengertian strategi, pengertian dakwah beserta ruang lingkupnya, pengertian seni dan pengertian kaligrafi.

BAB III GAMBARAN UMUM Dalam bab ini penulis memaparkan Gambaran umum Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA).


(23)

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA strategi Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA) dalam mempertahankan eksistensi seni kaligrafi Islam sebagai media dakwah, serta kendala dan hambatan yang dilalui LEMKA dalam seni kaligrafi Islam sebagai media dakwah.

BAB V Penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran. DAFTAR PUSTAKA


(24)

14 A. Strategi

1. Pengertian Strategi

“Kata strategi berasal dari bahasa yunani, yaitu stratogos” yang berarti militer juga berarti memimpin. Dalam konteks awalnya, strategi diartikan

Generalship atau suatu yang dilakukan para jendaral dalam membuat rencana untuk menaklukan musuh dan memenangkan perang.1 Sehingga tidak mengherankan jika pada awal perkembangannya istilah strategi digunakan dan popular dilingkungan militer.

Strategi berarti suatu yang dikerjakan oleh para jendral. Oleh karena itu pengertian yang paling umum dan tua tentang istilah strategi selalu dikaitakan dengan pekerjaan para jendral dalam peperangan. Hal ini terlihat dari apa yang dimuat dalam oxford pocket dictionary “strategi adalah seni perang, khususnya

perencanaan gerak pasukan, kapal dan sebagainya menuju posisi yang layak”. Rencana tindakan atau kebijakan dalam bisnis atau politik dan sebagainya. Dalam kamus istilah manajemen, setrategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus dan saling berhubungan dalam hal, waktu dan ukuran.2

1

Setiawan Hari Purnomo dan Zulkieflimansyah, Manajeman Strategi Sebuah Konsep Pengantar, (Jakarta : lembaga penerbitan fakultas ekonomi, UI 1999), h.8

2

Panitia Istilah Manajemen Lembaga PPM, Kamus Istilah Manajemen, (Jakarta : Balai Aksara, 1983), Cet. Ke-2, h. 245


(25)

Istilah strategi juga hampir selalu dikaitkan dengan arah, tujuan dan kegiatan jangka panjang. strategi juga dikaitkan dengan penentuan posisi organisasi dengan mempertimbangkan lingkungan sekitarnya. Strategi bisa diartikan sebagai suatu cara, siasat, akal atau tipu muslihat yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Cara-cara dan siasat yang dipakai tersebut memiliki visi tertentu, maka Lembaga harus mempunyai strategi atau akal dan siasat agar visi dan misi organisasi dapat diwujudkan sesuai dengan keinginan.3

Penggunaan kata strategi dalam manajemen atau suatu organisasi diartikan sebagai kiat cara dan teknik utama yang dirancang secara sistematik dalam melaksanakan fungsi manajemen yang terarah pada tujuan strategi organisasi.4 Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan strategi adalah seni atau ilmu yang menggunakan sumber daya untuk melakukan kegiatan tertentu.5

Strategi adalah program untuk pencapaian tujuan-tujuan organisasi dalam pelaksanaan misi. Kata “program” dalam definisi tersebut menyangkut suatu peranan aktif, sadar dan rasional yang dimainkan oleh manajer dalam perumusan strategi organisasi. Strategi dapat juga didefinisikan sebagai pola tanggapan organisasi terhadap lingkungannya sepanjang waktu. Difinisi ini mengandung arti bahwa setiap organisasi mempunyai strategi walaupun tidak pernah secara eksplisit dirumuskan strategi menghubungkan sumber daya manusia dan berbagai

3

Mulkanasir, “Strategi Pengembangan Kualitas Sumber Daya Manusia”, Jurnal Kajian Dakwah & Komunikasi. Volume VIII. No. 2, (Desember, 2006) h. 275

4

Hadari Nawwi, Manajemen Strategi Organisasi Non Profit Bidang Pemerintah dengan Ilustari Di Bidang Pendidikan, (Yogyakarta : gadjah mada universitas press, 2000), cet ke- 1, h. 147

5

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : balai pustaka,1997), h. 199


(26)

sumber daya lainnya dengan tantangan dan resikio yang harus dihadapi dari lingkungan diluar perusahaan.6

Secara umum, strategi mempunyai pengertian suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan, penetapan strategi harus didahului oleh analisis kekuatan lawan yang meliputi jumlah personal, kekuatan dan persenjataan, kondisi lapangan, posisi musuh dan lain sebagainya.

“Menurut Prof. Dr. A.M. Kardiman, strategi adalah penentuan tujuan utama dalam berjangka panjang dan sasaran dari suatu perusahaan atau organisasi serta pemilihan cara-cara bertindak dan menganalisasikan sumberdaya yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan tersebut. Jadi strategi menyangkut soal pengatuaran sebagai sumber daya yang dimiliki perusahaan agar dalam jangka panjang tidak kalah bersaing.”7

Strategi juga dapat dibedakan dari dua aspek penting yakni bentuk dan isi strategi. Segi bentuk memperhatikan strategi sebagai suatu rencana. Maka strategi dirumuskan sebelum kegiatan dilaksanakan dan fungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan dan evaluasi kegiatan yang akan dilaksanakan.

Berdasarkan pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa strategi adalah proses rencana yang bersifat menyeluruh dan terintegrasi berisikan sasaran dan program jangka panjang yang dirumuskan berdasarkan keunggulan dan kelemahan perusahaan atau organisasi guna menghadapi peluang dan ancaman dari luar.

Karena strategi adalah sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan perusahaan atau organisai, strategi memiliki beberapa sifat:

6

T. Hani Handoko, manajemen Edisi 2, (Yogyakarta : BPFE, 1998), h. 86 7


(27)

a. Menyatu (unified), yaitu menyatukan seluruh bagian-bagian dalam perusahaan.

b. Menyeluruh (comprehensive), yaitu mencakup seluruh aspek dalam perusahaan

c. Integral (integrated), yaitu strategi akan cocok/ sesuai dari seluruh tingkatan.8

2. Tahap-Tahap Staregi

a. Analisis lingkungan

Analisis lingkungan merupakan proses awalnya dalam manajemen. Tahapan ini berintikan pada analisis lingkungan internal dan analisis lingkungan eksternal. Aktivitas analisi ini kerap digabung dalam suatu kesatuan aktivitas yang lebih dikenal sebagai SWOT (Strengths, weaknesses, opertunities, and threats), hasil analisis SWOT akan menunjukan kualitas kuantifikasi posisi organisasi yang kemudian memberikan rekomendasi berupa pilihan strategi generik serta kebutuhan atau modipikasi sumber daya organisasi.9

Berikuti ini di jelaskan tentang analisis SWOT :

1) Strength (kekuatan) adalah kekuatan yang dapat diandalkan oleh lembaga. Dengan adanya kekuatan ini suatu lembaga dapat memahami dan mengetahui cara tepat dalam menyusun rencana global.

8

Agustinus Sri Wahyuni, Manajemen Strategik: Pengantar Proses Berfikir Strategic, (Jakarta: Binarupa Aksara, 1996) cet. Ke-1, h. 16

9

Ismail Yusanto & M Karebet, Manajemen Strategis Perspektif Syariah, (Jakarta: khairul bayan, 2003), h. 11


(28)

2) Weaknes (kelemahan) adalah keterbatasan dan kekurangan yang dimiliki sebuah lembaga. Dengan mengetahui kelemahan, lembaga yang diharapkan dapat mengantisipasi agar kelemahan tersebut tidak menjadi penghalang dalam mencapai rencana global.

3) Opprtunity (peluang) adalah situasi yang menguntukan lembaga. Dengan mengetahui peluang lembaga diharapkan dapat memanfaatkannya menjadi potensi yang dapat mengantarkan tujuan utama.

4) Threath (ancaman) adalah suatu keadaan yang tidak menguntungkan lembaga. Ancaman ini perlu diketahui lembaga dengan baik. Dengan mengetahui ancaman lembaga dapat mengambil langkah-langkah awal agar ancaman tersebut tidak menjadi kenyataan.10

Tujuan utama dilakukannya analisis lingkungan internal dan analisis eksternal suatu lembaga adalah mengindentifikasi peluang yang harus segera mendapat perhatian serius dan pada saat yang sama lembaga menentukan beberapa kendala dan ancaman yang perlu diantisipasi.11

Dalam pemaparan diatas penulis menyimpulkan bahwa analisis lingkungan eksternal maupun internal, maka suatu lembaga akan mengetahui aspek mana yang berpengaruh terhadap kemampuan lembaganya. Sehingga lembaga tersebut dapat mengindentifikasi peluang-peluang yang ada, dengan begitu kelemahan yang dimiliki dapat menjadi kekuatan yang dapat mengokohkan lembaga.

10

Mulia Nasution, Pengantar Manajemen, (Jakarta: Djambatan, 1996), h. 30-31. 11

Amirullah & Sri Budi Cantika, Manajemen Strategik, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2002) cet. Ke-1 h. 127


(29)

b. Perumusan Strategi

Perumusan strategi ini di dalamnya termasuk mengembangkan tujuan mengenali peluang dan ancaman eksternal, menetapkan kekuatan dan kelemahan internal, menghasilkan strategi alternative dan memilih strategi-strategi tertentu yang akan dilaksanakan.

Menurut David Aaker, sebagaimana dikutip oleh Kusnadi terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam merumuskan atau memilih suatu strategi yaitu :

1.) Strategi harus tanggap terhadap lingkungan ekstrim. 2.) Strategi melibatkan keunggulan kompetitif.

3.) Strategi harus sejalan dengan strategi yang lainnya yang terdapat didalam organisasi.

4.) Strategi menyiapkan keluwasan yang tepat pada bisnis dan organisasi strategi harus sesuai dengan misi organisasi dan tujuan jangka panjang.

5.) Strategi secara keorganisasian dipandang layak dan wajar.

Oleh karena itu penulis menyimpulkan bahwa perumusan strategi memiliki peran besar dalam suatu lembaga. Dengan memiliki tujuan, maka lembaga dapat merealisasikan target yang akan dicapai. Strategi yang dirumuskan hendaknya harus melihat kearah depan terhadap suatu lembaga agar suatu lembaga dapat mencapai tujuannya.


(30)

Didalamnya termasuk menciptakan struktur organisasi yang efektif, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memanfaatkan system informasi yang diterima. Implementasi berarti memobilisasikan manusia yang ada dalam sebuah organisasi untuk mengubah strategi yang dirumuskan menjadi tindakan. Tahap ini merupakan tahap yang paling sulit karena memerlukan kedisiplinan, komitmen dan pengorbanan. Kerjasama juga merupakan kunci dari berhasil atau tidaknya implementsi strategi.

e. Pengendalian Strategi

Pengendalian strategi terdiri atas penentuan cakupan besaran keberhasilan (kualitatif dan kuantitatif) dalam mencapai strategi organisasi. Selama implementasi berlangsung, kemajuan secara berkala atau pada tahap-tahap penting untuk menilai apakah organisasi bergerak kearah sasarannya harus diperikasa, apakah strategi itu diimplementasikan seperti yang direncanakan dan apakah strategi tersebut mencapai hasil yang diharapkan.

Secara umum pengendalian strategi terdiri dari 3 langkah, yaitu:

1. Pengukur kinerja (Mesure The Performen) yaitu perbandingan antara standar dengan pelaksanaan.

2. Perbandingan prestasi dengan strandar (Compare The Performance Match The Standard) yaitu langkah untuk membandingkan hasil-hasil yang telah diukur dengan target atau standar yang telah ditetapkan sebelumnya.


(31)

3. Mengambil tindakan korektif (The Corrective Action), yaitu tindakan manajerial yang diambil para manajer ketika prestasi rendah dibawah standar atau target yang telah ditetapkan.12

Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengendalian strategi dibutuhkan untuk mengukur hasil kerja terhadap strategi yang dirumuskan. Dengan mengukur hasil kerja yang telah dicapai, maka suatu lembaga akan mengetahui posisi lembaganya. Sehingga kesalahan yang mungkin terjadi dapat diminimalisir.

3. Proses Strategi

Strategi yang dikatakan oleh Joel Ross dan Michel bahwa sebuah organisasi tanpa adanya strategi umpama kapal tanpa kemudi, bergerak berputus dalam lingkaran. Organisasi yang dimiliki seperti pengembara, tanpa adanya tujuan tertentu.13

Adapun proses strategi terdiri dari tiga tahapan :

a. Perumusan Strategi

Dalam perumusan strategi termasuk didalamnya, adalah pengembangan tujuan, mengenali peluang dan ancaman eksternal, menetapkan suatu obyektifitas, menghasilkan strategi alternatif memilih strategi untuk dilaksanakan.14 Dalam perumusan strategi juga ditentukan suatu sikap untuk memutuskan, memperluas, menghidari atau melakukan suatu keputusan dalam suatu proses kegiatan.

12

Amirullah & Sri Budi Cantika, Manajemen Strategik, h. 183 13

Fred R. David, Manajemen Strategi Konsep, (Jakarta : PT Prenhalindo, 1998) h. 3 14


(32)

Teknik perumusan strategi yang penting dapat didukung menjadi kerangka kerja diantaranya:

1.) Tahap input (masukan)

Dalam tahap ini proses yang dilakukan adalah meringkas informasi sebagai masukan awal, dasar yang diperlukannya untuk merumuskan strategi.

2.) Tahap mencocokan

Proses yang dilakukan adalah memfokuskan pada penghasilan strategi alternative yang layak dengan mendukung faktor-faktor eksternal dan interal.

3.) Tahap pemutusan

Menggunakan suatu macam teknik, diperoleh input sasaran dalam mengepaluasi strategi alternative yang telah diindetifikasi dalam tahap kedua. Perumusan strategi haruslah selalu melihat kearah depan dan tujuan artinya peran perencanaan amatlah penting dan mempunyai andil yang besar baik interen maupun eksteren.

b. Implementasi Strategi

Implementasi strategi termasuk pengembangan adanya dalam mendukung strategi, menciptakan struktur organisasi yang efektif, mengubah arah, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi yang termasuk. Implementasi sering disebut tahapan tindakan, karena implementasi berarti mobilisasi manusia yang ada dalam sebuah strategi yang dirumuskan menjadi tindakan. Tahap ini merupakan tahap yang paling sulit karena


(33)

memerlukan kedisiplinan, komitmen dan pengorbanan, kerjasama juga merupakan kunci dari berhasil atau tidaknya implementasi strategi.

c. Evaluasi Strategi

Menerapkan dari tahap akhir strategi ada tiga macam aktifitas mendasar untuk mengevaluasi strategi.

1.) Menuju faktor eksternal (berupa peluang dan ancaman) dan faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) yang menjadi dasar asumsi pembuatan strategi. Adapun perubahan faktor internal seperti tidakan yang dilakukan. Perubahan yang ada akan menjadi satu hambatan dalam pencapaian tujuan begitu pula dalam faktor internal yang diantaranya strategi yang tidak efektip atau atau efektivitas implementasi yang buruk akan berakibat buruk bagi hasi yang akan dicapai.

2.) Mengukur pestasi ( membandingkan hasil kenyataan yang diharapakan dengan kenyatan). Menyelidiki penyimpangan dari rencana, mengevaluasi prestasi individual dan menyimak kemajuan yang dibuat kearah penyampaian yang dinyatakan. Keriteria untuk mengevaluasi strategi harus dapat diukur dan dibutuhkan, keriteria yang meramalkan hasil lebih dari pada kriteria yang mengungkapkan apa yang telah terjadi.

3.) Mengambil tidakan kreatif untuk memastikan bahwa prestasi diluar rencana. Dalam mengambil tidakan kreatif tidak harus berarti bahwa strategi yang sudah ada akan ditinggalkan, bahkan strategi baru harus dirumuskan.15

15


(34)

Segala kegiatan kreatif harus konsisten secara internal dan tanggunjawab secara sosial, evaluasi diperlukan karena keberhasilan hari ini bukan merupakan jaminan keberhasilan dimasa depan, evaluasi strategi mungkin berupa tidakan yang kompleks dan peka, karena terlalu banyak penekanan. Pada evaluasi strategi akan merugiakan suatu hasil yang akan dicapai. Evaluasi strategi sangat penting untuk memastikan sasaran yang dinyatakan telah dicapai. Evaluasi strategi perlu untuk semua organisasi dari semua kegiatan dengan mempertanyakan dan asumsi manajerial, harus memicu tujuan dan nilai-nilai merangsang kreativitas.

Kotler menjelaskan langkah-langkah strategi usaha adalah sebagai berikut:

1.) Mengolah perbedaan

Strategi ini mencakup perbedaan inovatif dari pesaing. Apa yang pembeli harapkan dari produsen disebut paket jasa primer (primary service package), sedangkan penambahan jasa disebut (secondry service package), jasa sekunder ialah yang disebut perbedaan inovatif. Perbedaan itu dapat berupa perbedaan penawaran, penyimpanan maupun citranya, terutama melalui simbol dan merek.

2.) Mengolah kualitas jasa

Salah satu cara utama mendeferensiasikan perusahaan jasa adalah memberiakan jasa berkualiatas lebih tinggi dari pesaing secara konsisten. Kuncinya adalah memenuhi atau melebihi harapan kualitas jasa yang dijanjikan dengan akurat dan terpercaya, membantu pelanggan mendapatkan jasa yang dijanjikan dengan akurat dan terpercaya, membantu pelanggan mendapatkan jasa


(35)

dengan cepat, sopan dan peduli dalam pelayanan, fasilitas fisik, peralatan dan media yang prima.

3.) Mengelola produktivitas

Langkah-langkah produktivitsa dalah : prusahaan harus mengelola produktivitas pekerjaannya dengan membuat pegawainya berkerja lebih terampil, meningkatkan kualitas jasa, mengindustrikan jasa-jasa, menentukan solusi produk baru, merancang jasa yang lebih efektif, memberikan insentif pada pelanggan untuk menggantikan tenaga perusahaan dengan tenaga mereka sendiri atau menggunakan teknologi untuk penghemat waktu dan biaya.16

B. Pengertian Lembaga

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia akan dijumpai beberapa arti tentang lembaga. Arti pertama adalah sesuatu, kedua acuan; sesuatu yang memberi bentuk kepada orang lain, dan ketiga badan atau organisasi yang bertujuan melakukan suatu penelitian keilmuan dalam melakukan suatu usaha.17 Sedangkan pengertian lembaga atau organisasi secara etimologi berasal dari istilah Yunani yaitu organom dan istlah Latin yaitu organum yang berarti alat, bagian, anggota, atau badan.

James D. Money mengatakan, sebagaimana dikutip Abdul Syani, bahwa organisasi adalah bentuk setiap perikatan manusia untuk mencapai suatu tujuan

16

Philip Kotler, Manajemen Pemasara : Analisis, Perecanaan, Implementasi dan Pengendalian,(Jakarta: Salemba Empat, 1995), h. 88-89

17

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 512


(36)

bersama.18 Sedangkan menurut Ernest Dale dan L.C. Micehelon, bahwa “… organisasi dapat disebut sebagai suatu sistem komunikasi dan juga pernah didefinisikan sebagai koordinasi. Komunikasi diperlukan untuk meyakinkan bahwa setiap orang mengerti tujuan organisasi, apa bagiannya dalam mencapai tujuan itu, apa faedahnya meraih tujuan dengan usaha terbaiknya. Sedangkan koordinasi sebagainya adalah perlu untuk meyakinkan bahwa setiap orang turut berjasa dalam usaha meraih tujuan bersama itu tanpa kehilangan kepercayaan….”19

Dengan melihat penjelasan diatas, maka lembaga menurut penulis yaitu wadah atau tempat orang-orang berkumpul, bekerja sama secara berencana terorganisasi, terkendali, terpimpin dengan memanfaatkan sumberdaya dan juga merupakan seperangkat tindakan, perbuatan, atau pekerjaan yang diharapkan dilakukan oleh suatu organisasi tertentu dalam suatu masyarakat atau lingkungan, yang bertujuan untuk melakukan sesuatu penelitan keilmuan, dalam usaha pencapaian tujuan bersama.

C. Pengertian Eksistensi

Secara etimologi, eksistensialisme berasal dari kata eksistensi, eksistensi berasal dari bahasa inggris yaitu excitence; dari bahasa laitin exitere yang berarti muncul, ada, timbul, memilih keberadaan aktual. Dari kata ex berarti keluar dan

sister yang berarti muncul atau timbul. Beberapa pengertian secara terminologi, yaitu “…pertama, apa yang ada, kedua, apa yang memiliki aktualitas (ada), dan ketiga adalah segala sesuatu (apa saja) yang di dalam menekankan bahwa sesuatu

18

Abdul Syani, Manajemen Organisasi, (Jakara: Bina Aksara, 1987), h.20 19


(37)

itu ada. Berbeda dengan esensi yang menekankan kealpaan sesuatu (apa sebenarnya sesuatu itu sesuatu dalam kodratnya). Jadi eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melaikan lentur atau kenyal dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya…”20

Dimana keberadaan yang di maksud adalah pengaruh atas ada atau tidak adanya kita. Eksistensi ini perlu “diberikan” orang lain kepada kita, karena dengan adanya respon dari orang di sekeliling kita ini membuktikan bahwa keberadaan kita diakui. Tentu akan terasa sangat tidak nyaman ketika kita ada namun tidak satupun orang menganggap kita ada, oleh karena itu pembuktian akan keberadaan kita dapat dinilai dari beberapa orang yang menanyakan kita atau setidaknya merasa sangat membutuhkan kita jika kita ada. Sehingga maksud dari eksistensi di sini adalah keberadaan lembaga.

D. Seni Kaligrafi Islam

Seni adalah ide, gagasan, perasaan, gejolak jiwa, suara hati, yang yang diekspresikan atau diwujudkan, melalui unsur-unsur tertentu, yang bersifat indah utnuk memenuhi kebutuhan manusia, walaupun banyak juga karya seni yang digunakan untuk binatang. Seni dikatakan indah menurut yang menikmati. Pendapat seni menurut parah ahli :

1. Menurut Alexander Baum Garton Seni adalah keindahan dan seni adalah tujuan yang positif menjadikan penikmat (yang melihatnya) merasa dalam kebahagiaan.

20

UNESA, “Pengertian trend menurut para ahli”, diakses pada tanggal 5 Desember 2014 dari http://blog.elearning.unesa.ac.id/pdf-archive/pengertian-trend-menurut-para-ahli.pdf


(38)

2. Menurut Aristoteles Seni adalah bentuk pengungkapannya dan penampilannya tidak pernah menyimpang dari kenyataan dan seni itu adalah meniru alam.

3. Menurut Kihajar Dewantara Seni merupakan hasil keindahan sehingga dapat menggerakan perasaan indah orang yang melihatnya, oleh karena itu perbuatan manusia yang dapat mempengaruhi dapat menimbulkan perasaan indah itu seni.

4. Menurut Sudarmaji Seni adalah segala manifestasi batin dan pengalaman estetis dengan menggunakan media bidang, garis, warna, tekstur, volume dan gelap terang.21

Sedangkan seni menurut Islam, menurut Seyyed Hossein Nasr, merupakan hasil dari pengejawantahan Keesaan pada bidang keanekaragaman. Artinya seni Islam sangat terkait dengan karakteristik-karakteristik tertentu dari tempat penerimaan wahyu Al-Qur’an yang dalam hal ini adalah masyarakat Arab. Jika demikian, bisa jadi seni Islam adalah seni yang terungkap melalui ekspresi budaya lokal yang senada dengan tujuan Islam. Sementara itu, bila kita merujuk pada akar makna Islam yang berarti menyelamatkan ataupun menyerahkan diri, maka bisa jadi yang namanya seni Islam adalah ungkapan ekspresi jiwa setiap manusia yang termanifestakian dalam segala macam bentuknya, baik seni ruang maupaun seni suara yang dapat membimbing manusia ke jalan atau pada nilai-nilai ajaran Islam.22

21

Wikipedia, “Pengertian Seni”, diakses pada tangal 6 Desember 2014 dari http://id.m.wikipedia.org/wiki/Seni

22“Hakikan Seni dalam Islam”,

diakses pada taggal 6 desember 2014 dari http://www.unjabisnis.net/2010/07/hakikat-seni-dalam-islam.html


(39)

Sedangkan seni kaligrafi berasal dari bahasa Inggris yang disederhanakan, yaitu Calligraphy, diambil dari kata Latin yaitu Kallos yang berarti indah dan

Graph yang berarti tulisan atau aksara.23 Secara terminology menurut Syeikh Syamsuddin al-Akfani, sebagaimana dikutip oleh D. Sirajudin AR, “…Khat atau kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya, dan cara-cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun. Atau apa-apa yang ditulis di atas garis-garis, bagaimana cara menulisnya dan menentukan di mana yang tidak perlu ditulis; mengubah ejaan yang perlu diubah dan menentukan cara bagaimana untuk mengubahnya….”24

Ahli lainnya, Ya’qut al-Musta’simi, kaligrafer kenamaan di masa kesulatanan Turki Usmani (Ottoman) yang juga dikutip oleh D. Sirajuddin AR, melihat seni kaligrafi dari sudut keindahan rasa yang dikandungnya. Karena itu, ia membuatnya batasan sebagai berikut : 25

Artinya:

“Kaligrafi adalah seni arsitektur rohani, yang lahir melalui perabot kebendaan.”

Selain itu ada juga yang menyatakan bahwa kaligrafi merupakan apa-apa yang ditulis ahli dengan sentuhan kesenian. Kaligrafi melahirkan suatu ilmu tersendiri tentang cara menulis, meneliti tentang tanda-tanda bahasa yang bisa dikonunikasikan, yang dibuat secara profesional dan harmonis yang dapat dilihat

23

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, (Jakarta : Multi Kreasi Singgasana, 1992) h. 1 24

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 3 25


(40)

secara kasat mata dan diakui sebagaimana susunan yang dihasilkan lewat kerja kesenian.26

Banyak hal yang merujuk kepada pengertian kaligrafi. Ubaidillah Ibn al-Abbas menyebutkan sebagai lisan al yadd atau lidahnya tangan; karena dengan tulisan indah tangan bicara. Dalam pelbagai seloka, seni kaligrafi dan khat dilukisakan sebagai kecantikan rasa, duta akal, penasehat pikiran, senjata pengetahuan, penjinak suadara dalam pertikaian, pembicara jarak jauh, penyimpan rahasia, khazanah rupa-rupa masalah kehidupan. Ringkasnya, “Khat itu ibarat ruh di dalam tubuh,” seberti dikatakan sebagian Ulama.27

Meskipun bermacam-macam pengertian diungkapkan oleh para ahli, namun pada dasarnya tujuan ungkapan tersebut mengarah kepada arti tulisan yang indah. Dapat juga dikatakan suatu tulisan yang dirangkai dengan nilai estetika yang bersumber pada pikiran atu ide dan diwujudkan melalui benda materi (alat tulis) yang diikat oleh aturan dan tata cara tertentu. Jadi seni kaligrafi itu sebuah kepandaian menulis tulisan indah. dengan mengikuti metode-metode khusus untuk mempelajarinya.

Dalam apresiasinya, kaligrafi lebih sering menjadi alat visual ayat-ayat Al-Qur’an, sehingga bukan hanya menambah keindahan ayat, tetapi juga dapat mengetuk hati penikmatnya.28 Sebuah lukisan kaligrafi ayat Al-Qur’an yang indah menarik dapat merubah gaya hidup dan mampu mengajak seseorang kepada amal saleh.

26

Ilham Khoiri, Al-Qur’an dan Kaligrafi Arab, (Jakarta: PT. Logos, 1999), h.50 27

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 3 28

Departemen Agama RI. Keterampilan menulis Kaligafi, (Jakarta: DIRJEN Pembinaan kelembagaan Agama Islam, 2011) h. 7


(41)

Kaligrafi Arab telah menjadi perintis jalan mengenal pengetahuan, sebagaimana tulisan pada semua bahasa. Dan agama Islam mengajak untuk mempelajari bacaan dan tulisan, sebagaimana dikumandangkan dengan indahnya ayat-ayat kitab suci yang mulia, dengan menyebut kalam berulang-ulang.29

Yang lebih mengagumkan adalah, bahwa ternyata membaca dan menulis adalah merupakan perintah pertama dan wahyu permulaan Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW di awal misinya. Wahyu itu menyebutkan:





































































Artinya :

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah,

3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang maha pemurah, 4. Yang mengajar (manusia) dengan pelantara kalam,

5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya,

Dapat dipastikan, bahwa kalam atau pena memiliki kaitan erat dengan seni penulisan kaligrafi. Jika kalam disebut-sebut sebagai alat penunjang pengetahuan seperti wahyu di atas, maka ia tidak lain dari pada sarana Sang Khaliq dalam rangka memberikan petunjuk kepada manusia. Ini membuat gambaran yang tegas, bahwa kaligrafi mendominasi tempat tertua dalam percaturan sejarah Islam itu sendiri.30

Imanlah yang telah mendorong kaum Muslimin memperelok kaligrafi untuk menulis al-Qur’an. Dipadukannya keelokan goresan kata-kata dengan

29

Kamil Al-Baba, Dinamika Kaligrfi Islam, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1992), h. 55 30


(42)

keindahan makna yang dikandung. Sampai di sini tulisan Arab mencurahkan perhatian dan partisipasinya dengan dilindungi segala niat yang suci. Sehingga, apabila disebut al-Qur’an, teringat pula kaligrafi yang digunakan untuk menulis kitab suci tersebut.31

E. Pengertian Dakwah

a. Secara Etimologi

Dakwah berasal dari kata Arab da’wah, merupakan bentuk mashdar dari kata da’a (madly), yad’u (mudlari’), berarti seruan, ajakan, atau panggilan. Seruan dan panggilan ini dapat dilakukan dengan suara, kata-kata, atau perbuatan.32 Dalam ayat-ayat al-Qur’an sering juga kita jumpai kata-kata dakwah seperti:





















“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang

menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran: 104)

b. Secara Terminologi

Terdapat berbagai pendapat para ahli tentang pengertian dakwah secara terminologi, hal ini tergantung sudut pandang pada sudut pandang mereka dan pemahaman mereka di dalam memberi pengertian dakwah itu, sehingga definisi menurut pakar yang satu sama lainnya sering terdapat perbedaan dan juga terdapat

31

Kamil Al-Baba, Dinamika Kaligrfi Islam, h. 57 32

Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub, (Jakarta, PT Penamadani 2008) , cet. Ke-2 h. 144


(43)

persamaan. Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan dijelaskan beberapa definisi dakwah menurut para ahli di antaranya:

1. Dr. M. Quraish Shihab

Dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Perwujudan dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi sekarang ini, ia harus berperan menuju kepada pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek.33

2. Prof. Toha Yahya Umar

Dakwah ialah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.34

3. Prof. H. M. Arifin

Dakwah adalah suatu ajakan yang baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya, yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain, baik secara kelompok supaya timbul dalam dirinya, pengertian, kesadaran, sikap, penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagi massage

yang disampaikan kepada orang lain tanpa adanya unsur-unsur pakasaan.35

4. Zainuddin M.Z

Dakwah adalah usaha memberikan jawaban Islam terhadap problem kehidupan yang dialami oleh umat manusia, dimana dari usaha tersebut akan melahirkan kepada ajaran Islam yang diserukan oleh juru dakwah.36

Dari beberpa pengertian dakwah diatas penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan dakwah ialah usaha menyampaikan sesuatu yang baik dan benar kepada orang lain, baik itu perorangan maupun kelompok tentang pandangan dan tujuan hidup manusia sesuai ajaran Islam.

F. Unsur-unsur Dakwah

33

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakt, (Bandung: Mizan, 2001), h. 194.

34

Toha Yahya Umar, Ilmu Dakwah (Jakarta: Wijaya, 1979), h. 1 35

H. M. Afifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 17

36


(44)

Unsur-unsur dakwah dalam pembahasan ini adalah bagian-bagian yang terkait dan merupakan satu-kesatuan dalam penyelenggaran dakwah. Hal itu juga bisa disebut sebagai komponen-komponen dakwah, yang selanjutnya gerak dakwah disesuikan dengan bidang garap dari masing-masing komponen. Adapun unsur-unsur yang dimaksud adalah:

a. Subyek Dakwah (Da'i)

Subyek dakwah adalah pelaku dakwah (Da'i atau mubaligh). Dalam pelaksanaannya subyek dakwah dapat secara individu atau bersama-sama. Hal ini tergantung pada besar kecilnya sekala penyelenggaraan dakwah dan permasalahan-permasalahan dakwah yang akan digarap. Semakin luas dan kompleksnya permasalahan dakwah yang dihadapi, tentunya semakin besar pula penyelenggaraan dakwah, mengingat keterbatasan subyek dakwah, baik dibidang keilmuan, pengalaman, tenaga, dan biaya, maka subyek dakwah sangat memerlukan manajemen yang terorganisir, karena akan lebih efektif dari pada yang secara individu dalam rangka pencapaian tujuan dakwah.

Dalam pengertian subyek dakwah yang terorganisir, dapat dibedakan kedalam tiga komponen, yaitu: (1) Da'i, (2) Perencana dan (3) Pengelola dakwah. Sebagai seorang Da'i harus memiliki syarat-syarat tertentu, di antaranya:37

1) Sedapat mungkin menguasai isi kandungan Al-Qur'an dan Sunnah Rasul serta hal-hal yang berhubungan dengan tugas-tugas dakwah.

2) Menguasai ilmu pengetahuan yang ada hubunganya dengan tugas- tugas dakwah.

3) Taqwa kepada Allah SWT, yang sudah menjadi keharusan bagi setiap

37

M. Mashur Amin, Metode Dakwah Islam dan Berbagai Keputusan Pembangunan Tentang Aktivitas Keagamaan, (Yogyakarta: Sumbangsih, 1980), hlm. 22-24


(45)

Muslim.

b. Obyek Dakwah (Mad'u)

Obyek dakwah adalah setiap orang atau sekelompok orang yang dituju atau menjadi sasaran suatu kegiatan dakwah. Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap manusia tanpa membedakan jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, warna kulit, dan lain sebagainya adalah sebagai objek dakwah. Yang mana objek dakwah atau tipe mad’u.38

Dalam aktifitas dakwahnya, seorang da’i harus memahami karakter dan latar belakang mad’u. Dengan beragamnya latar belakang dari pendidikan, budaya ekonomi dan pemahaman terhadap konsep Islam serta wawasan pengetahuan umum yang dimiliki mad’u, di samping menguasai materi dakwah seorang da’i juga membutuhkan pemahaman tentang karakteristik mad’u yang beragam tersebut.

Dakwah Islam memiliki tujuan agar supaya timbul dalam diri umat manusia suatu pengertian tentang nilai-nilai ajaran Islam, kesadaran sikap, penghayatan, serta pengamalan terhadap ajaran agama dengan ikhlas. Abdul Rosyad Shaleh berpendapat bahwa tujuan utama dakwah adalah nilai atau hasil yang ingin dicapai oleh keseluruhan tindakan yakni terwujudnya kebahagiaan dan kesejahtraan hidup di dunia dan akhirat yang diridhoi oleh Allah SWT.39

c. Materi dakwah

Pada dasarnya materi dakwah Islam tergantung pada tujuan dakwah yang

38

A. Karim Zaidan, Asas al-Dakwah, diterjemahkan. M. Asywadie Syukur dengan judul

Dasar-Dasar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Media Dakwah, 1979), hlm.68 39


(46)

hendak dicapai. Namun secara global dapatlah dikatakan bahwa materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal pokok, yaitu masalah keimanan (aqidah), masalah keislaman (syariah), masalah budi pekerti (akhlakul karimah).40

1. Aqidah

Aqidah dalam Islam mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan rukun iman. Di bidang aqidah ini bukan saja pembahasannya tertuju pada masalah- masalah yang wajib diimani, akan tetapi materi dakwah meliputi juga masalah- masalah yang dilarang, misalnya syirik, ingkar dengan Tuhan dan sebagainya.41

2. Syariah

Syariah dalam Islam erat hubungannya dengan amal lahir (nyata) dalam rangka mentaati semua peraturan/hukum Allah guna mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan mengatur pergaulan hidup antara sesama manusia.

3. Akhlakul Karimah

Materi dakwah yang terakhir yaitu masalah akhlak, yang merupakan pelengkap keimanan dan keislaman seseorang. Meskipun berfungsi sebagai pelengkap, bukan berarti masalah akhlak kurang penting, akan tetapi akhlak adalah sebagai penyempurna keimanan dan keislaman.

d. Metode Dakwah

Kata metode sering dipakai dalam bahasa Indonesia yang dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan, "..metode ialah cara yang teratur dan terpikir baik- baik untuk mendapatkan maksud cara kerja yang bersistem untuk

40

Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 60

41


(47)

memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan....”42

Akan tetapi yang dimaksud dengan metode di sini adalah metode dakwah, yakni sebuah cara menyampaikan ide kepada orang lain dengan tujuan perubahan sikap atau tingkah laku sehingga yang diajak mau mengikuti dan melaksanakan apa yang disampaikan oleh seorang da'i.

Berdasarkan bentuk-bentuk penyampaiannya metode dakwah dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Bil Lisan

Dakwah bil lisan adalah dakwah yang dilaksanakan melalui lisannya. Metode ini sangat umum digunakan oleh para da'i di dalam ceramah, pidato, nasihat, dan lain-lain. Menurut Ki Moesa A. Machfoed, disebutkan “…dakwah ini bentuknya dapat berupa ceramah keagamaan, pengajian dengan berbagai bentuknya. Dalam ceramahnya tersebut, dapat juga diselingi dengan humor, baik melalui kata-kata atau gerakan badan dan mimik wajah….”43

Dakwah bil lisan merupakan sebuah ajakan dakwah dengan menggunakan lisan atau perkataan, antara lain melalui:

a. Mudzakarah

Mengingatkan orang lain jika berbuat salah, baik dalam ibadah maupun perbuatan.

b. Qaulun Ma'rufan

Dengan berbicara dalam pergaulannya sehari-hari yang disertai dengan

42

Depdikbud R.I, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1989), h. 915 43

Ki Moesa A. Machfoed, Filsafat Dakwah dan penerapannya, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2004), h. 190


(48)

misi agama Allah dan agama Islam.

c. Nasehatuddin

Memberi nasehat kepada orang lain yang tengah dilanda masalah kehidupan agar mampu melaksanakan agamanya yang baik.

d. Majlis Ta'lim

Penjelasan terhadap bab-bab ajaran agama dengan menggunakan kitab dan diakhiri dengan dialog.

e. Pengajian Umum

Menyajikan materi dakwah di depan umm. Isi dari materi dakwah tidak terlalu banyak, tetapi dapat menarik perhatian mad'u (pendengar). f. Mujadalah

Berdebat dengan menggunakan argumentasi serta alas an dan diakhiri dengan kesepakatan bersama dengan menarik suatu kesimpulan.44

2. Bil Hal

Dakwah bil hal adalah dakwah yang dilakukan dengan perbuatan nyata yang meliputi keteladanan. Kata hal dalam bahasa berarti berubah, hal, ikhwal, bisa juga berarti perpindahan, gerakan (bergerak), berarti menunjukkan keadaan (hal keadaan). Aqib Suminto memberikan pengertian dakwah bil hal adalah amaliah yang berupa mengembangkan masyarakat dalam rangka mewujudkan tatanan sosial, ekonomi, budaya yang sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.45

44

Maman Abdul Djaliel, Prinsip dan Strategi Dakwah Islam, (Jakarta: Pustaka Setia, 1997), h. 58

45

Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 60


(49)

3. Bil Qalam

Dakwah bil qalam adalah dakwah yang dilakukan melalui tulisan. Dakwah ini memerlukan keahlian khusus dalam hal menulis dan merangkai kata-kata sehingga penerima dakwah akan tertarik untuk membacanya tanpa mengurangi maksud yang terkandung di dalamnya, dakwah tersebut dapat dilakukan di media massa seperti surat kabar, majalah, buku, buletin, maupun lewat internet.46

“Menurut Jalaluddin Rakhmat dalam buku Islam Aktual, memberikan definisi dakwah bil qalam adalah berdakwah melalui media cetak, mengingat kemajuan teknologi sehingga memungkinkan seorang berkomunikasi secara intens serta pesan dakwah dapat menyebar seluas-luasnya.”47

e. Media Dakwah

Media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat membantu juru dakwah dalam menyampaikan dakwah secara efektif dan efisien. Kata media berasal dari bahasa Latin median, yang merupakan jamak dari medium, yang berarti alat perantara.48 Sedangkan pengertian istilah, adalah peralatan yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah kepada penerima dakwah. Media dakwah dalam arti sempit adalah alat dakwah. Merupakan media dakwah yang memiliki peran atau kedudukan sebagai penunjang tercapainya tujuan. Pada zaman modern seperti sekarang ini, seperti televise, video, kaset rekaman, majalah, dan surat kabar.49

Hamzah Ya’qub membagi media dakwah menjadi lima macam, yaitu :

46

Hasanuddin, Hukum Dakwah Tinjauan Aspek dalam Berdakwah di Indonesia, (Jakarta: PT. Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 39

47

Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual: Refleksi Sosial Cendikiawan Muslim, (Bandung: Mizan, 1998), h. 172

48

Asmuni Syukri, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1983), h. 163

49


(50)

1. Lisan, inilah media dakwah paling sederhana yang menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan media ini dapat berbentuk khotbah, pidato, ceramah, kuliah, diskusi, dan sebagainya.

2. Tulisan, dilakukan dengan perantara tulisan umpamanya: buku, majalah, surat kabar, spanduk, surat menyurat, dan sebagainya.

3. Lukisan, yakni gambar-gambar hasil seni lukis, kaligrafi, karikatur, dan sebagainya.

4. Audio Visual, yaitu alat dakwah yang sekaligus merangsang indera penglihatan atau pendengaran seperti televisi, film, slide, OHP, internet, dan sebagainya.

5. Akhlak, yaitu perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran Islam.50

beberapa media yang dapat digunakan sebagai saluran pengiriman pesan dakwah antara lain, yaitu: Lembaga-lembaga dakwah Islam, lingkungan keluarga, organisasi-organisasi Islam, majlis taklim, hari-hari besar Islam, media masa, seni budaya, dan lain-alin.

50Hamzah Ya’cub,

Publisistik Islam Teknik Dakwah Dan Leadership, (Bandung: CV Diponegoro, 1981), h. 47-48.


(51)

41 BAB III

GAMBARAN UMUM LEMBAGA KALIGRFI AL-QUR’AN (LEMKA)

A. Sejarah Berdirinya Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA) 1. Lahirnya Sebuah Gagasan

Ide pertama untuk mendirikan LEMKA berasal dari Drs. Didin Sirojuddin AR, seorang dosen Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Dimulai dari keinginan yang sebetulnya mirip khayalan itu, untuk mendirikan semacam organisasi atau lembaga untuk mengembangkan seni kaligrafi atau khat yang menjadi hobinya. "Khayalan" itu muncul pada tahun 1975, ketika Sirojuddin akan menamatkan masa belajar enam tahun sebagai santri Pondok Modern Gontor.1

Tahun 1976 Sirojuddin resmi menjadi mahasiswa Fakultas Adab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Keinginan itu bertambah kuat, setelah ternyata di Jakarta lebih leluasa menyalurkan bakat menulis khatnya di pelbagai penerbitan dan badan-badan lain. Tetapi, sampai menamatkan kuliah pada 1982, khayalan masih tetap sebagai khayalan. Meskipun telah diusahakan mencari teman-teman sesama khatat (para penulis khat) untuk sepakat membuat wadah "tempat bernaung", gagasan itu sama sekali tidak menarik perhatian mereka. Mencari kawan-kawan yang kurang commit terhadap kaligrafi, lebih mustahil lagi. Namun, rasa penasaran masih terus bergolak. Sementara itu, melukis dan melukis "hanya untuk diri sendiri" terasa membosankan, meskipun diakuinya telah menghasilkan

1


(52)

banyak uang.2

Setahun kemudian, tahun 1983, ada panggilan mengajar pada mata kuliah (yang secara kebetulan adalah) kaligrafi. Dengan demikian, dosen kaligrafi di Fakultas Adab menjadi dua orang, yang sebelumnya hanya Prof. H.M. Salim Fachry. Masa mengajar pada tahun-tahun pertama kerap dipenuhi kebingungan, karena tidak adanya petunjuk pelaksanaan dan BCO (Basic Course Outline) yang jelas. Sedangkan pengetahuan tentang sejarah kaligrafi, demikian diakui sendiri oleh Sirojuddin, sama sekali tidak dimilikinya karena pada waktu itu buku-buku mengenai kaligrafi sulit didapat dan masalah semacam itu belum dipopulerkan.

Di tahun 1983 itu, Sirojuddin bersama Prof. H.M. Salim Fachry dan Ustadz K.H.M. Abd. Razzaq Muhili al-Khattat dari Tangerang sama-sama diangkat menjadi Dewan Hakim Sayembara Kaligrafi MTQ Nasional ke-13 di Padang. Kedua orang tersebut merupakan guru kaligrafi Sirojuddin. K.H.M. Abdur Razzaq dikenal sebagai penulis khat professional paling terkemuka di Indonesia yang goresan tangannya terentang di antara ratusan buku agama di Tanah Air. Sedangkan Prof. H.M. Salim Fachry adalah penulis Al-Qur'an Pusaka atas pesanan almarhum Presiden Soekarno. Saat terbang di pesawat menuju Padang, keinginan Sirojuddin itu dikemukakan kepada kedua gurunya itu yang serta merta disambut ucapan "Alhamdulillah". Bahkan, Prof. H.M. Salim Fachry kemudian mengatakan, bahwa sesungguhnya ia pun sudah lama menginginkan adanya asosiasi para khattat, tapi bagaimana mewujudkannya? Ia pun mendesak Sirojuddin untuk segera melaksanakan rencana itu. Sayang,

2Situs LEMKA, ”Tentang LEMKA”,

diakses pada tanggal 25 Januari 2015 dari http://www.lemka.net/p/tentang-lemka.html?m=1


(53)

rencana itu lagi-lagi terlantar sampai dua tahun kemudian.3

Bukan karena "salah bunda mengandung" jika rencana itu berulang-ulang tertunda. Pasalnya, terkait dengan siapa-siapa saja orang-orang yang akan dihimpun dan bagaimana teknisnya? Apa program yang akan dilaksanakan? Siapa tutor-tutor kaligrafinya? Ke mana sayap organisasi harus dikembangkan? Setelah gagasan itu mulai marak dan berbunga, kesulitan untuk memetik dan menerapkannyalah yang muncul. Jika organisasi itu lahir, bagaimana mekanisme kerjanya, sedangkan pada waktu itu Prof. H.M. Salim Fachry yang berusia lebih 80 tahun sudah mulai uzur, K.H.M. Abd. Razzaq sendiri sudah mendekati 70 tahunan. Di Jakarta, mencari khattat-khattat muda yang berpengalaman dalam organisasi juga sulit.4

Sambil menunggu adanya jalan keluar, Sirojuddin iseng-iseng menyusun diktat kuliah kaligrafi. Modalnya: dari tidak tahu sama sekali "hakekat" kaligrafi. Ia mondar-mandir dan meminjam beberapa buku refrence kepada K.H.M. Abd. Razzaq di Tangerang. Di luar dugaan, diktat yang direncanakan maksimal 50 halaman, berkembang tak terkendali sampai 430 halaman. Di situ ia menghentikan karangannya. Dari luasnya isi diktat itu, ada kesimpulan sangat penting yang jadi renungan: bahwa kaligrafi itu sangat filosofis dan strategis untuk dikembangkan. Kejutan selanjutnya, ketika diktat itu iseng-iseng dilemparkan ke penerbit (Pustaka Panjimas, Jakarta), kemudian dicetak 5.000 eksemplar, ternyata habis dalam 7 bulan saja. Akhirnya Sirojuddin semakin yakin, bahwa massa yang akan digarap memang benar-benar ada, dan mereka

3

Situs LEMKA, Tentang LEMKA, diakses pada tanggal 25 Januari 2015 dari http://www.lemka.net/p/tentang-lemka.html?m=1

4


(54)

benar- benar menunggu pembinaan, terbukti dari puluhan surat yang diterimanya yang mengeluh tentang sulitnya mengembangkan bakat di daerah.

Tidak ada lagi yang harus ditunggu. Kali ini Sirojuddin terpaksa "nekad". Caranya sangat sederhana. Di malam hari dibuat coret-coretan tata tertib dan acuan job alakadarnya, hanya dua lembar. Seorang mahasiswanya yang paling akrab kepadanya karena sering meminjam buku, bernama Ece Abidin, dipanggil menghadap. Ece, kelahiran Sukabumi, pada waktu itu baru duduk di semester II Fakultas Adab Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam. Ece disuruh menghubungi kawan-kawan sekelasnya yang telah ditentukan untuk menjalin aliansi kerjasama. Diskusi antar dua orang ini terjadi di malam menjelang bulan sabit 24 Rajab 1405 Hijriyah atau 15 April 1985. Semula kawan-kawan Ece menyatakan gamang, karena sadar tahu apa mereka tentang kaligrafi. Tapi, Ece yang membawa pesan gurunya itu meyakinkan dengan penuh semangat, bahwa yang penting organisasi itu terbentuk dahulu. Soal nanti, jangan dipusingkan sekarang. Sementara Ece melobi kawan-kawan mahasiswanya yang belum berpengalaman organisasi itu, Sirojuddin merancang rencana-rencana lebih lanjut.5

Para tanggal 17 April 1985 (26 Rajab 1405 H), semua komponen pengurus siap menerima "gagasan besar" tersebut, dan hari itu pula ditentukan sebagai hari dan tanggal kelahiran LEMKA. Kemudian pada tangal 20 April 1985 (29 Rajab 1405 H), Dekan Fakultas Adab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Drs. Abd. Muthalib Sulaiman, memberikan pengukuhannya di ruang sidang Fakultas

5

Situs LEMKA, Tentang LEMKA, diakses pada tanggal 25 Januari 2015 dari http://www.lemka.net/p/tentang-lemka.html?m=1


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

KEMENTERIAN

AGAMA

UNIVERSITAS

TSLAM

NEGERI (UIN)

SYARTF

HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS

ILMU

DAKWAH

DAN

ILMU

KOMUNIKASI

Telepon/Fax : (021) 7432728 I 74703580

Nomor Lampiran Hal

1.9

norc

Nama

Nomor

Pokok

Tempat/Tanggal

Lahir

Semester

JurusanL/Konsentrasi Alamat

Telp.

Tembusan :

1.

Wakil

Dekan Bidang

Akademik

2. Ketua Jurusan/Prodi. Komunikasi dan penyiaran Islam

Kumiawan Prasetio 11100s1000117

Bogor, 26 September

l99l

IX

(Sembilan)

Komunikasi dan Penyiaran Islam

Ds. Bantar Jaya

Kp.

Bantar Kambing RT 02107 Kab. Bogor

081218293599

adalah benar mahasiswa

aktif

pada Fakultas Dakwah dan

Ilmu

Komunikasi

UIN

Syarif

Hidayatullah

Jakarta yang akan melaksanakan penelitian/mencari data

dalam rangka penulisan

skripsi berjudul strategi

Lembaga

Kaligrafi Al-eur,an

(LEMKA) dalam

Mempertahankan Eksistensi Seni

Kaligrili

tttoi

tibagai-Media

Dah,uah.

Sehubungan

dengan

itu,

dimohon kiranya

Bapak/lb,/Sdr.

dapat

menerima/mengizinkan mahasiswa

kami

tersebut dalam p.lukrunuu,

kegiaian dimaksud.

Demikian, atas kerjasama dan bantuannya kami mengucapkan terima kasih.

Was s al amu' al

aikum

Wr. l4/b.

Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat I 5412 Indonesia website: mnr.fiJkuiniakarta.ac.id, E-mait :

dakrvah@tijk.uiliakana.ac.id

J akarta,

/OJanuari

20 I 5

:

Izin

Penelitian (Skripsi)

Kepada Yth,

Pimpinan Lembaga Kaligrafi Al-eur,an (LEMKA) di

Tempat

As salamu'

alaikum

Wr.

I(b.

Dekan

Fakultas Dakwah

dan

Ilmu

Komunikasi

UIN

Syarif

Hidayatullah

Jakarta

menerangkan

bahwa:

Dekan,

ubhan,

MA"1


(6)

#i#$/u{s/trf

INSIIII

IE FOR QUR'AN|C CALUGRAPHY

SURAT

KETERANGAN WAWAIYCARA

Nomor: 3 5/SK/Lemk afiU 20 I s

Yang

bertandatangan

di

bawah

ini

Direktur

Lembaga

Kaligrafi

Alquran

(LEMKA)

menerangkan bahwa:

Nama

Nomor Pokok

TempaUTanggal

Lahir

Jurusan/Semester Fakultas

Program

Kurniawan Prasetio

l

I 100510001 17

Bogor, 26 September

l99l

Komunikasi dan Penyiaran

Islam/IX

Ilmu

Dakwah dan

Ilmu

Komunikasi

UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

S1

telah

melaksanakan

wawancara

di

Lembaga

Kaligrafi Alquran

(LEMKA)

pada

tanggal

21

Pebruari

2015 dalam rangka penelitian

untuk

bahan penulisan skripsi

berjudul

Strategi Lembaga

Kaligrafi Al-Qur'an

(LEMKA) dalam

Mempertahanitcan Eksistensi Seni KaligraJi Islam sebagai Media Dalcwah.

Demikian surat keterangan

ini

dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Lembaga

Kaligrafi

Alquran

(LEMKA)

Sekretariat : Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, Jl. lr. H. Juanda 95 Ciputat Timur 15412 Telp (021)7496279,7443329, Fax (021) 7496279 www.lemka.net e-mail : lemkanet@yahoo.com

Galeri : Jl. Semanggi I No 26, Ciputat'l-imur 15412 Telp/Fax (021) 7496279

Pesantren : Jl. Bhineka Karya 53, RT 03/06, Karamat, Gunung Puyuh, Sukabumi, Jawa Barat 43122TelplFax (0266\ 231754