PENGARUH TINGKAT PENGUNGKAPAN ENTERPRISE RISK MANAGEMENT DALAM PERSPEKTIF KEUANGAN TERHADAP RETURN SAHAM PADA EMITEN DI INDONESIA DAN MALAYSIA.

(1)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR BAGAN...vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah...1

1.2Batasan Masalah...7

1.3Rumusan Masalah...8

1.4Tujuan Penelitian...8

1.5Manfaat Penelitian...8

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 8

1.6.2 Manfaat Praktis ... 9

1.6Definisi Operasional...9

BAB 2 KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Novel ... 11

2.2 Ciri-ciri Novel ... 12


(2)

2.4 Unsur-unsur Novel ... 14

2.5 Unsur-unsur intrinsik...15

2.5.1 Alur/Plot ... 16

2.5.2 Tokoh ... 19

2.5.3 Latar ... 20

2.6 Unsur Ektrinsik...22

2.7 Sosiologi Sastra...22

2.7.1 Pengertian Sosiologi Sastra ... 22

2.7.2 Jenis-jenis Pendekatan Sosiologi Sastra...26

2.8 Strukturalisme Genetik...28

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian... 30

3.2 Teknik Penelitian ... 32

3.2.1 Teknik Pengumpulan Data ... 32

3.2.2 Teknik Pengolahan Data ... 33

3.3 Sumber Data ... 34

3.3.1 Sumber Data ... 34

BAB 4 ANALISIS NOVEL ATHEIS 4.1 Pengantar ... 37

4.2 Pengaluran ... 37

4.3 Alur ... 49


(3)

4.5 Latar...80

4.5.1 Latar Waktu...80

4.5.2 Latar Tempat...83

4.6 Analisis Fakta Kemanusiaan Pengarang...86

4.6.1 Pengarang dan Bukunya...89

4.6.2 Catatan terhadap cetak ulang novel Atheis...97

4.7 Pandangan Dunia Pengarang...97

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan...108

5.2 Saran...112

DAFTAR PUSTAKA ... 113


(4)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Sastra adalah produk kebudayaan (karya seni) yang lahir di tengah-tengah masyarakat dan pengarang sebagai pencipta karya sastra merupakan bagian dari masyarakat. Ide pengarang untuk menciptakan karya sastra berasal dari pembacaan subjektif pengarang (imajinasi) mengenai kondisi sosial masyarakat dan refleksi (objektif) pengarang atas kondisi sosial masyarakat yang ada sehingga melahirkan produk karya sastra yang memuat pembaharuan dalam nilai-nilai kehidupan dan kemasyarakatan. Pemaparan di atas menjelaskan bahwa karya sastra dan masyarakat atau pun masyarakat dan karya sastra memiliki hubungan yang saling membangun.

Ratna (2009: 60) mengungkapkan bahwa pada dasarnya antara sastra dengan masyarakat terdapat hubungan yang hakiki. Hubungan-hubungan yang dimaksudkan disebabkan oleh a) karya sastra dihasilkan oleh pengarang, b) pengarang itu sendiri adalah anggota masyarakat, c) pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat, dan d) hasil karya itu dapat dimanfaatkan kembali oleh masyarakat. Tanpa masyarakat (termasuk pengarang), karya sastra bisa jadi tidak ada karena tidak ada pencipta (pengarang) dan “materi” yang dijadikan referensi untuk menciptakan karya sastra serta tanpa karya sastra, masyarakat mungkin tidak bisa mengenali dirinya karena salah satu fungsi karya sastra bisa menjadi “cermin”. Pemikir Yunani kuno yaitu Plato menyatakan


(5)

bahwa karya seni (sastra) adalah karya seni yang merupakan tiruan (mimesis) dunia nyata (dalam Luxemburg, 1991: 14). Selain itu, karya seni dalam hal ini sastra menjadi sarana pengetahuan yang khas, cara yang unik untuk membayangkan pemahaman tentang aspek atau tahap situasi manusia yang tidak dapat diungkapkan dan dikomunikasikan dengan cara lain (Aristoteles dalam Teeuw, 2003: 182).

Hubungan sastra dengan masyarakat yang saling membangun tidak serta merta membuat struktur karya sastra (intrinsik dan ektrinsik) mesti sama dengan struktur masyarakat (kenyataaan di dalam masyarakat) karena adanya perbedaan. Salah satu perbedaannya yaitu sifat karya sastra yang imajinatif. Menurut Goldmann (Faruk 2005: 17), karya sastra secara umum merupakan ekspresi pandangan dunia secara imajiner. Kedua, dalam usaha mengekspresikan pandangan dunia itu pengarang menciptakan semesta tokoh-tokoh, objek-objek, dan relasi secara imajiner. Perbedaan antara struktur karya sastra dan struktur masyarakat tidak berarti menghilangkan kesamaan yang ada dalam struktur karya sastra dengan struktur masyarakat. Goldman percaya pada adanya homologi (kesamaan) antara struktur karya sastra dengan struktur masyarakat sebab keduanya merupakan produk dari aktivitas strukturisasi yang sama. Akan tetapi, hubungan strukturisasi masyarakat dengan struktur karya sastra tidak dapat dipahami sebagai hubungan determinasi yang langsung, melainkan dimediasi oleh apa yang disebutnya sebagai pandangan dunia atau ideologi (Faruk 2005:16).

Pandangan dunia merupakan istilah yang cocok bagi kompleks menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan, yang


(6)

menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu dan yang mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lain. Sebagai suatu kesadaran kolektif, pandangan dunia itu berkembang sebagai hasil dari situasi sosial dan ekonomik tertentu yang dihadapi oleh subjek kolektif yang memilikinya (Goldmann dalam Faruk 2005:16). Salah satu bentuk karya sastra yang mampu mencerminkan kondisi sosial masyarakat secara detail dan realistis adalah novel. Novel merefleksikan cara berpikir masyarakat dalam menghadapi persoalan-persoalan di lingkungannya (Sumardjo 1999: 215).

Novel bersifat realistis, novel berkembang dari dokumen-dokumen. Secara stilistika, novel menekankan pentingnya detail, dan bersifat mimesis dalam arti yang sempit. Novel lebih mengacu pada realitas yang lebih tinggi dan psikologi yang lebih mendalam (Renne Wellek dan Austin Warren 1989:283). Selain itu, novel lebih mencerminkan gambaran tokoh nyata, tokoh yang berangkat dari realitas sosial. Novel dapat menyampaikan dialog yang mampu menggerakkan hati masyarakat pembaca.

Dengan kekayaan perasaan ke dalam visi dan keluasan pandangan terhadap permasalahan-permasalahan hidup dan kehidupan dengan ditopang oleh hidupnya penggambaran tokoh-tokoh cerita. Novel merupakan sarana ampuh untuk menyentuh perasaan dan keharuan pembaca, mempengaruhi pikiran dan membentuk opininya. Lewat novel, pembaca dapat diajak melakukan eksplorasi dan penemuan diri. Namun hal itu tidak berarti bahwa tema kemanusiaan yang ingin didialogkan harus ditonjolkan sedemikian rupa sehingga mengalahkan unsur-unsur yang lain, melainkan haruslah tetap berada dalam proporsi yang


(7)

semestinya sebagaimana halnya penulisan karya seni yang menekankan tujuan estetik (Mangunwijaya dalam Nurgiyantoro 2007: 72). Bagi Goldman, novel adalah sebagai cerita mengenai pencarian yang terdegradasi akan nilai-nilai otentik dalam dunia yang juga terdegradasi. Pencarian itu dilakukan oleh seorang hero yang problematik. Novel merupakan genre sastra yang bercirikan keterpecahan yang tidak terdamaikan dalam hubungan sang hero dengan dunia. Keterpecahan itulah yang menyebabkan dunia dan hero menjadi sama-sama terdegradasi dalam hubungannya dengan nilai-nilai otentik yang berupa totalitas. Keterpecahan itu pula yang membuat sang hero menjadi problematik (Faruk 2005: 18).

Dalam menganalisis karya sastra ada dua kelompok karya sastra menurut Goldman (Damono,1979:5), yaitu karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang utama dan karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang kelas dua. Karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang utama adalah karya sastra yang strukturnya sebangun dengan struktur kelompok atau kelas sosial tersebut, sedangkan karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang kelas kedua adalah karya sastra yang isinya sekedar reproduksi segi permukaan realitas sosial dan kesadaran kolektif. Dalam penelitian sastra yang menggunakan pendekatan strukturalisme genetik, menurut Goldmann karya sastra yang dianalisis disarankan menggunakan karya sastra ciptaan pengarang utama yang terdapat tokoh problematik atau mempunyai wira yang bermasalah yang berhadapan dengan kondisi sosial yang memburuk dan berusaha mendapatkan nilai-nilai yang sahih.


(8)

Sesuai panduan Goldman, karya sastra (novel) yang akan dianalisis adalah karya besar. Karya sastra yang menjadi titik perhatian masyarakat pembaca sastra. Selain itu, karya sastra besar tersebut selalu dibicarakan oleh masyarakat pembaca. Dari banyak karya sastra besar di Indonesia, penulis ingin menganalisis novel Athies karya Akhdiat Kartamihardja, dimana novel ini masih layak dianalisis dan diperdebatkan. Novel Atheis adalah novel yang mengangkat persoalan manusia yang merupakan tokoh problematik atau mempunyai wira yang bermasalah yang berhadapan dengan kondisi sosial yang memburuk dan berusaha mendapatkan nilai-nilai yang sahih. Selain itu, pada zaman novel Atheis muncul sosok pengarang Atheis Achdiat Karta Mihardja menjadi bahan pembicaraan para masyarakat pembaca karya sastra. Sosok pengarang yang baru dalam dunia kesusastraan dan menggemparkan dunia kesusastraan Indonesia pada zaman itu.

Novel Atheis yang ditulis Akhdiat merupakan novel yang memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan kesusasteraan Indonesia pada zamannya. Novel Atheis menampilkan bagian dari kehidupan masyarakat pada zamannya, permasalahan yang dibicarakan adalah seputar perubahan mental, sosial, politik, dan nilai-nilai religi yang terjadi pada tahun 1940-an. Novel ini dengan detail melukiskan manusia Indonesia tahun 1940-an yang tengah berhadapan dengan berbagai macam paham modern dan mengalami goncangan sikap hidup. Dalam usia 38 tahun, AKM sudah mampu melahirkan karya sastra novel yang penuh pertanyaan seputar eksistensi manusia Indonesia. Sebelum tahun penerbitan Atheis (1949), Akhdiat tidak produktif dalam bidang penulisan kerja literer dalam arti tidak ada tulisan-tulisannya yang dapat menyediakan kita bagi munculnya


(9)

sebuah roman besar seperti Atheis itu dari tangannya. Perhatian Akhdiat saat itu lebih berpusat pada percaturan politik dan dunia jurnalistik. Ia adalah anggota Partai Sosialis Indonesia (bersama Syahrir). Selain itu, proses penulisan novel

Atheis dilakukan saat zaman pendudukan Jepang. Beberapa kondisi itu yang

menjadi bagian dalam novel Atheis yang dikarangnya.

Penelitian terhadap novel Atheis karya Achdiat Karta Miharjda sering digolongkan ke dalam novel psikologis karena di dalamnya terdapat persoalan-persoalan jiwa yang direpresentasikan oleh tokoh utama yaitu Hasan. Beberapa penelitian yang menganalisis novel Atheis adalah penelitian Boen S. Oemardjati berjudul “Satu Pembitjaraan Roman Atheis” tahun 1961 yang membicarakan mengenai kekalutan pikiran Hasan dalam konfrontasinya dengan Rusli. Selain itu, penelitian lain yang membahas tentang novel Atheis adalah penelitian Subagio Sastrowardoyo berjudul “Sastra Hindia Belanda dan Kita” tahun 1983 yang membicarakan mengenai perbenturan budaya barat dan timur. Penelitian yang membahas novel Atheis dengan menggunakan kajian Strukturalisme Genetik (SG) masih belum ada. Kajian yang menitikberatkan pada pandangan dunia pengarang (Akhdiat) dalam novel Atheis. Salah satu cara melihat pandangan dunia pengarang dalam novel Atheis adalah melihat solusi-solusi yang diberikan pengarang pada tokoh problematik yang juga diutarakan oleh Lucien Goldman.

Novel Atheis memiliki tokoh utama yang memiliki banyak permasalahan individu dan kolektif. Novel Atheis secara tidak langsung mengambarkan situasi mental masyarakat pada zaman itu dan pandangan dunia ingin mendeskripsikan bagaimana ideologi yang ingin dikemukakan pengarang melalui novel ini atas


(10)

persoalan yang dihadapi oleh tokoh problematik. Keistimewaan kajian strukturalisme genetik adalah kita bisa memahami pandangan dunia pengarang yang merepresentasikan masyarakat kolektif tertentu dalam sebuah karya sastra.

Dalam sebuah wawancara dengan Akhdiat yang ada di koran Pikiran

Rakyat (11 Juli 2010) Akhdiat mengatakan bahwa manusia memerlukan agama

dan Tuhan. Bertitik tolak atas pandangan Akhdiat tersebut bagaimana pandangan tersebut berkorelasi dengan novel Atheis yang diciptakannya. Hal ini berdasarkan bahwa ada kesamaan antara struktur masyarakat yang diwakili oleh pengarang dengan struktur novel sebagaimana yang diungkapkan Lucien Goldman, maka peneliti mencoba melakukan pengkajian terhadap novel ini dengan judul Pandangan Dunia Pengarang Dalam Novel Atheis karya Akhdiat Karta Mihardja Sebuah Kajian Strukturalisme Genetik.

1.2 Batasan Masalah

Banyaknya masalah yang ada pada sastra kaitannya dengan masyarakat, peneliti membatasi penelitian sebagai berikut:

1. Karya sastra yang diteliti adalah novel Atheis karya Achdiat Karta Mihardja.

2. Penelitian ini merupakan studi sastra Indonesia terhadap novel dengan menggunakan pendekatan strukturalisme genetik.


(11)

1.3Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana struktur intrinsik (karya sastra) novel Atheis?

2. Bagaimana fakta kemanusiaan pengarang novel Atheis Akhdiat Kartamihardja?

3. Bagaimana pandangan dunia pengarang (Akhdiat) dalam novel Atheis?

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui deskripsi berkaitan dengan;

1. Struktur novel Atheis.

2. Fakta kemanusiaan pengarang novel Atheis Akhdiat Kartamihardja.

3. Pandangan dunia pengarang (Akhdiat) dalam novel Atheis.

1.5Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Melalui penelitian ini diharapkan manfaat yang bisa diambil secara akademis ialah penelitian ini mampu menjadi bagian dan memiliki peran dalam khazanah penelitian sastra Indonesia khususnya strukturalisme genetik dan penelitian ini bisa memperkaya penelitian sastra Indonesia dengan menggunakan pendekatan strukturalisme genetik. Semoga penelitian ini bisa membuka


(12)

cakrawala baru dan sumbangan terhadap penelitian sastra menggunakan pendekatan strukturalisme genetik.

b. Manfaat Praktis

Melalui penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat praktis bagi peneliti sastra untuk memahami analisis mengenai struktur karya sastra yaitu novel, hubungan karya sastra dengan masyarakat, dan pandangan dunia karya sastra dengan pandangan dunia struktur masyarakat (strukturalisme genetik). Selain itu, dengan penelitian ini diharapkan kita bisa membaca kaitan karya sastra dengan kondisi struktur masyarakat pada zamannya.

1.6 Definisi operasional

Untuk memahami penelitian ini maka penting untuk adanya definisi operasional. Penggunaan definisi operasional dalam penelitian ini digunakan agar memudahkan kita dalam memahami penelitian ini. Definisi operasional adalah menjelaskan istilah-istilah dalam penelitian ini.

a. Novel

Novel adalah cerita, dan cerita digemari manusia sejak kecil. Dan tiap hari manusia senang pada cerita, entah faktual, untuk gurauan, atau sekedar ilustrasi dalam percakapan. Bahasa novel juga bahasa denotatif, tingkat kepadatan dan makna gandanya sedikit. Jadi, novel “mudah” dibaca dan dicernakan. Juga novel kebanyakan mengandung suspense dalam alur ceritanya, yang gampang menimbulkan sikap penasaran pada pembacanya (Sumardjo 1999: 11/12).

Penjelasan lain mengenai novel dipaparkan oleh Kramer yaitu novel menceritakan “sesuatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang, luar


(13)

biasa karena dari kejadian ini terlahir suatu konflik, suatu pertikaian, yang mengalih jurusan nasib mereka. Suatu peralihan jurusan dalam mana seakan-akan seluruh kehidupan mereka memadu, kesilaman dan keakanan mereka tiba-tiba benderang terhampar di depan kita. Wujud novel ialah konsentrasi, pemusatan, kehidupan dalam satu saat, dalam krisis yang menentukan”. Antara novel dan Roman itu sama saja (HB Jassin 1961:78).

b. Strukturalisme Genetik

Strukturalisme Genetik adalah analisis struktur dengan memberikan perhatian terhadap asal usul karya sastra. Secara ringkas berarti strukturalisme genetik sekaligus memberikan perhatian terhadap analisis intrinsik dan ektrinsik. Strukturalisme genetik masih ditopang oleh beberapa konsep canggih yang tidak dimiliki oleh teori sosial lain, misalnya: simetri atau homologi, kelas-kelas sosial, subjek transindividual (kolektif), dan pandangan dunia (Ratna 2007:123).

c. Pandangan Dunia

Menurut Goldmann, pandangan dunia merupakan istilah yang cocok bagi kompleks menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu dan yang mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lain. Sebagai suatu kesadaran kolektif, pandangan dunia itu berkembang sebagai hasil dari situasi sosial dan ekonomik tertentu yang dihadapi oleh subjek kolektif yang memilikinya (Faruk 2005:16)


(14)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis dan metode dialektis yang merupakan bagian dalam pendekatan teori strukturalisme genetik. Dimana cara kerja yang dilakukan adalah mendeskripsikan fakta cerita yang ada dalam karya sastra. Setelah ditemukan fakta cerita kemudian dianalisis berdasarkan teori strukturalisme Todorov dengan menganalisis aspek sintaksis-alur dan pengaluran- dan analisis semantik-tokoh dan latar-.

Secara etimologis deskripsi dan analisis berarti menguraikan. Meskipun demikian, analisis yang berasal dari bahasa Yunani, analyein (‘ana’ = atas, ‘lyein’ = lepas, uraian), telah diberikan arti tambahan, tidak semata-mata menguraikan melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya.

Metode deskriptif analisis juga dapat digabungkan dengan metode gabungan yang lain, misalnya deskriptif komparatif, metode gabungan dengan cara menguraikan dan membandingkan, metode deskriptif induktif, metode dengan cara menguraikan yang diikuti dengan pemahaman dari dalam keluar, dan metode formal, mula-mula data dideskripsikan, dengan maksud untuk menemukan unsur-unsurnya, kemudian dianalisis, bahkan juga diperbandingkan (Ratna, 2007: 53).


(15)

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.

Selain itu, metode lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dialektik yang merupakan bagian dari pendekatan teori strukturalisme genetik. Dari segi titik awal dan titik akhirnya, metode dialektik sama dengan metode positivistik. Keduanya sama-sama bermula dan berakhir pada teks sastra. Hanya saja kalau metode positivistik tidak mempertimbangkan persoalan koherensi struktural, metode dialektik memperhitungkannya. (Goldmann 1977:8 dalam Faruk 2005:20). Prinsip dasar dari metode dialektik yang membuatnya berhubungan dengan masalah koherensi di atas adalah pengetahuannya mengenai fakta kemanusian yang akan tetap abstrak apabila tidak dibuat kongkret dengan mengintregasikannya ke dalam keseluruhan. Sehubungan dengan itu, metode dialektik mengembangkan dua pasangan konsep yaitu keseluruhan-bagian dan pemahaman- penjelasan. (Goldmann 1977:7 dalam Faruk 2005:20).

Menurut Goldmann (dalam Faruk 2005:20), sudut pandang dialektik mengukuhkan perihal tidak pernah adanya titik awal yang secara mutlak sahih, tidak ada persoalan yang secara final dan pasti terpecahkan. Oleh karena itu, dalam sudut pandang tersebut pikiran tidak pernah bergerak seperti garis lurus. Setiap fakta atau gagasan individual mempunyai arti hanya jika ditempatkan


(16)

dalam keseluruhan. Sebaliknya keseluruhan hanya dapat dipahami dengan pengetahuan yang bertambah mengenai fakta-fakta parsial atau yang tidak menyeluruh yang membangun keseluruhan itu. Karena keseluruhan tidak dapat dipahami tanpa baigan dan bagian tidak dapat dimengerti tanpa keseluruhan, proses pencapaian pengetahuan dengan metode dialektik menjadi semacam gerak yang melingkar terus menerus, tanpa diketahui tempat atau titik yang menjadi pangkal atau ujungnya. Setelah itu, usaha yang mesti dilakukan adalah melakukan pemahaman-penjelasan dalam karya sastra. Yang dimaksud dengan pemahaman adalah usaha pendeskripsian struktur objek yang dipelajari sedangkan penjelasan adalah usaha menggabungkannya ke dalam struktur yang lebih besar (Goldmann 1970:589/590 dalam Faruk 2005: 21). Dengan kata lain, pemahaman adalah usaha untuk mengerti makna bagian itu dengan menempatkannya dalam keseluruhan yang lebih besar.

3.2 Teknik Penelitian

3.2.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik observasi, dokumentasi, dan studi pustaka.

Langkah pertama yang dilakukan oleh peneliti, adalah mendatangi kantor Pusat Dokumentasi HB Jassin yang bertempat di Taman Ismail Marzuki-Jakarta. Observasi ini bertujuan untuk memperoleh naskah-naskah seputar pengarang Akhdiat Kartamihardja dan naskah seputar novel Atheis.


(17)

Langkah kedua dalam teknik ini, peneliti membaca novel Atheis karya Akhdiat Kartamihardja untuk kemudian dicari tema yang dominan dalam novel tersebut.

Langkah ketiga yaitu studi pustaka, mencari sumber yang dapat dijadikan rujukan dalam penelitian.

Adapun cara kerja teknik ini adalah sebagai berikut.

1) Observasi; untuk mendapatkan naskah-naskah seputar Akhdiat Kartamihardja.

2) Dokumentasi; membaca novel Atheis karya Akhdiat Kartamihardja. 3) Studi Pustaka; mencari sumber yang dapat dijadikan rujukan dalam

penelitian.

3.2.2 Teknik Pengolahan Data

Dalam teknik pengolahan data, novel Atheis dianalisis untuk menguraikan struktur dan makna yang terkandung di dalamnya dengan menggunakan metode strukturalisme Todorov. Sesuai dengan metode tersebut, pembahasan akan dilakukan dengan melihat tiga aspek, yakni aspek sintaksis, yang menyangkut susunan berdasarkan kronologi dan kausalitas dan aspek semantik saja. Selain itu dalam penelitian ini akan lebih difokuskan ke arah pandangan dunia pengarang Akhdiat Kartamihardja dengan menggunakan pendekatan strukturalisme genetik.


(18)

struktur karya sastra (novel). Analisis struktur novel yang dikaji adalah latar, alur, pengaluran, tokoh dan penokohan. Setelah diketahui struktur tersebut yang membangun karya sastra selanjutnya menganalisis fakta kemanusiaan dan pandangan dunia yang terkandung dalam novel Atheis dan mengetahui genesis (asal usul) pembentukan novel Atheis dengan menggunakan pendekatan strukturalisme genetik.

3.3 Sumber Data

3.3.1 Sumber Data

Sumber data yang peneliti ambil untuk sumber penelitian adalah novel

Atheis karya Akhdiat Kartamihardja cetakan ke dua puluh delapan tahun 2006

penerbit balai pustaka. Sejak cetakan yang pertama tahun 1949, Atheis mengalami ulang cetak tiga kali yaitu tahun 1952 cetakan yang ke II (248 halaman dengan gambar kulit oleh basuki Resobowo), tahun 1958 cetakannya yang ke III (235 halaman dengan gambar kulit oleh Baharudin) dan cetakannya yang terakhir yaitu yang ke IV tahun 1960 (262 Halaman) juga dengan gambar kulit oleh Baharudin tapi dengan motif lain daripada cetakan yang ke III.

Setelah pengerjaan lima kali atas naskah asli (239 Halaman kwarto, ketik dengan jarak baris rangkap) penerbitannya yang ke I tak mengalami perubahan dari naskah. Demkian pula dengan cetakan ke II tidak diadakan perubahan apa-apa. Tetapi dalam cetakan yang ke III (1958) dinyatakan dalam kata pengantarnya bahwa pengarang telah mengadakan beberapa perubahan dan penambahan disana-sini untuk memepalkan yang ke IV (1960) pengarang tidak lagi mengadakan


(19)

perubahan dan perbaikan dalam cerita. Perubahan-perubahan hanyalah pada gambar kulit dan sekedar ukuran buku.


(20)

Bagan 3.1 Model Analisis Penelitian Strukturalisme Genetik

Hasil/Kesimpulan

Analisis Intrinsik

adalah, latar, alur, pengaluran, tokoh

dan penokohan Analisis

Ekstrinsik Fakta kemanusiaan, dan pandangan dunia novel

Atheis

Rumusan Masalah 1. Bagaimana

struktur Intrinsik Novel Atheis? 2. Bagaimana fakta

kemanusiaan pengarang novel

Atheis?

3. Bagaimana Pandangan dunia pengarang dalam novel Atheis?

Pandangan dunia pengarang dalam novel Atheis karya Akhdiat Karta Mihardja kajian strukturalisme genetik


(21)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Setelah menganalisis struktur intrinsik dan ekstrinsik dalam novel Atheis karya Akhdiat Kartamihardja dengan menggunakan kajian strukturalisme genetik penulis dapat merumuskan kesimpulan sebagai berikut.

1. Berdasarkan struktur intrinsik novel Atheis maka dapat dicermati bahwa tokoh (utama) problematik dalam novel Atheis adalah Hasan dengan banyak persoalan-persoalan yang dihadapinya. Selain itu, pengaluran dalam novel Atheis karya Akhdiat Kartamihardja lebih didominasi oleh bayangan sorot balik dan kilas balik. Hal ini menunjukan bahwa tokoh Hasan mengalami banyak keraguan dalam hidupnya. Hasan belum sepenuhnya bisa menerima pikira-pikiran baru dari Rusli, Kartini dan Anwar.

2. Fakta kemanusiaan pengarang menjelaskan tentang situasi pengarang Akhdiat Karta Mihardja yang berada pada zaman pendudukan Jepang, Belanda dan Perang dunia ke II. Pada saat itu, gerakan kiri (marxisme) sedang membangun kekuatan dan memperluas gerakan. Situasi yang serba tidak pasti akibat perang mempengaruhi sisi psikologis masyarakat Indonesia yang dualistik dalam menentukan sikap mengenai pemikiran antara modernisasi dan tradisional.


(22)

3. Berdasarkan analisis unsur ekstrinsik dalam novel Atheis mengenai pandangan dunia pengarang maka dapat disimpulkan bahwa semua solusi yang diberikan pengarang pada tokoh Hasan adalah merupakan gambaran kehidupan pengarang. Ayah Hasan adalah simbol dari agama dan tuhan sedangkan Rusli dan Anwar adalah simbol pemikiran modern rasional eksistensialis termasuk anti tuhan bahwa tuhan adalah ciptaan dan rekayasa manusia yang mengalami banyak permasalahan. Dalam hal ini pengarang ingin menegaskan bahwa pentingnya agama dan tuhan sebagai kebutuhan manusia dan sikap pengarang yang menolak pandangan modern materialis dan eksistensialisme. Pandangan itu terungkap juga dalam sebuah wawancara dengan Akhdiat yang diterbitkan di koran Pikiran Rakyat (11-08-2011) yang menjelaskan bahwa dalam novel Atheis ini, Akhdiat ingin mengcounter pemikiran modern.

Pandangan dunia pengarang dalam novel Atheis yang berbicara tentang ketuhanan dengan tokoh problematik Hasan adalah pada hakikatnya manusia memerlukan agama dan tuhan untuk menyempurnakan hidupnya. Pandangan dunia pengarang tersebut masih sangat relevan dengan kondisi hari dimana pemikiran modern dengan wujudnya teknologi telah mengubah cara pandang manusia menjadi lebih percaya kepada hal-hal yang bersifat material sehingga agama dikesampingkan padahal agama dan tuhan tetap merupakan kebutuhan manusia untuk menyempurnakan hidup- kebutuhan manusia sampai mati.


(23)

Selain itu, berdasarkan analisis pandangan dunia pengarang diatas maka pandangan dunia pengarang novel Atheis yang ingin disampaikan melalui solusi-solusi yang diberikan pengarang kepada tokoh problematik yaitu pengarang ingin mengatakan bahwa pandangan-pandangan yang “baru” dan bersifat modern dengan contoh bahwa Tuhan itu tidak ada, tidak sepenuhnya akan menghilangkan nilai-nilai atau pandangan/keyakinan bahwa tuhan itu ada. Hal itu juga yang pernah disampaikan pengarang mengenai pandangan dunia pengarang dalam majalah kebudayaan Spektra 11 Februari tahun 1950 ada pembahasan yang menyangkut novel Atheis. Dalam majalah tersebut ada sebuah essai kebudayaan yang membahas mengenai isi novel Atheis dimana perdebatannya adalah Rusni mengatakan bahwa Achdiat menarik kesimpulan dalam novel Atheis tentang sedapat-dapatnya dalam cara berpikir rasional dan kritis Achdiat memakai untuk soal-soal mengenai perikehidupan kemanusiaan dan dengan cara berpikir tradisional dan mistis Achdiat memakainya untuk memenuhi segala soal-soal yang timbul oleh karena pendidikan dan suasana yang membentuk Achdiat untuk berpikir secara kuno untuk meninabobokan gewetan Achdiat yang mendakwa Achdiat bahwa Achdiat telah jauh meninggalkan iman dan kepercayaaan Achdiat. Disitulah letak tragedinya. Kompromi semacam itu akan memuaskan tiap-tiap orang yang sama sekali tak mempunyai tujuan hidup. Sebab dengan kompromi yang demikian itu daripada individunya akan tegas terlihat dalam caranya mengupas soal. Bila tujuan itu Achdiat anggap sebagai sesuatu yang hanya


(24)

memenuhi kebutuhan diri dan kepribadian saja maka segala krisis dan segala pertentangan jiwa itu tentang pandangan hidup sebenarnya tidak perlu sama sekali. Sia-sia saja.

Achdiat membalas essai tersebut di majalah yang sama. Achdiat menjelaskan bahwa di dalam novel roman Atheis hal itu jelas nampak pada jiwa Hasan yang dengan tidak melebihkan saya rasa tipe bagi orang Indonesia yang berpikir di masa sekarang. Sekalipun ia tahu akan manfaatnya cara berpikir pandangan dunia yang baru namun ia ia tidak bisa melepaskan dirinya dengan secara radikal daripada ikatan-ikatan dan faktor-faktor psikologis yang ditimbulkan oleh milieu dan didikan tadi. Itu pula maka tidak selalu pararel jalannya perkembangan masyarakat dengan perkembangan alam pikiran dan kebudayaan seperti saudara kemukakan contoh di Rusia itu. Saudara menamakan sikap orang macam si Hasan itu dualistis bahkan menganggapnya sebagai suatu “kompromi” dalam arti yang tidak baik sehingga seolah-olah menimbulkan kekuatiran saudara. Memang bila dilihat cuma dari sudut cara berpikir semata-mata terutama sekali kalau kita melihatnya dari sudut cara berpikir dialektis materialis maka kompromi itu sesungguhnya mengkhawatirkan. Tapi dalam hal ini saya cuma mengerti bahwa (dengan memakai kacamata psikologi) fase yang saudara katakan dualistis itu memang tidak bisa diloncati begitu saja. Itu tidak berarti bahwa saya tidak turut menyesali keadaan yang demikian. Tetapi seperti kata saudara kita harus melihat sesuatu soal itu sebagai soalnya. Jangan sebagai sesuatu hal menurut kehendak hati kita.


(25)

5.2 Saran

Dari hasil penelitian ini, peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut.

1. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menjadikan hasil penelitian sebagai kajian awal untuk penelitian selanjutnya dari aspek yang lain. Sebab ada beberapa masalah dan fenomena yang sebenarnya menarik perhatian peneliti. Seperti halnya, analisis kelas sosial dalam pandangan dunia pengarang. Akan tetapi, keterbatasan waktu membuat peneliti belum memungkinkan untuk menggeluti hal tersebut secara lebih mendalam..

2. Masyarakat pembaca sastra diharapkan memanfaatkan kajian ini sebagai bahan untuk memahami asal usul (Genesis) karya sastra.


(26)

DAFTAR PUSTAKA

Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra: Sebuah pengantar Ringkas. Jakarta: Depdikbud.

Escarpit. Robert. 2005. Sosiologi Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Faruk. Dr. 2005. Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik sampai

Post- Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hidayat Y Asep. 2007. Modul Penelitian Sastra. Fakultas Sastra Universitas Padjajaran Bandung.

Jabrohim dan Ari Wulandari Editor. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Jassin HB. 1961. Tifa, Penyair dan Daerahnya. Jakarta: PT Gunung Agung. Junus, Umar. 1986. Sosiologi Sastra persoalan teori dan metode. Kuala Lumpur:

Dewan Bahasa dan Pustaka.

Luxemburg V. Jan dkk. 1991. Tentang Sastra. Jakarta: Intermasa.

Nurgiyantoro. Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada Universty Press.

Oemardjati, S. Boen. 1962. Satu pembitjaraan Roman Atheis. Jakarta: Gunung Agung.

Ratna. K. Nyoman. 2009. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(27)

Ratna. K. Nyoman. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari

Strukturalisme hingga Post-Strukturalisme Perspektif Wacana Naratif.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sukada, Made. 1993. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia. Masalah Sistematika

Analisis Struktur Fiksi. Bandung: Angkasa.

Sumarjdo, Jacob.1981. Segi Sosiologis Novel Indonesia. Jakarta. Pustaka Prima. Sumardjo. Jacob. 1999. Konteks Sosial novel Indonesia 1920-1977. Bandung:

Penerbit Alumni.

Siswanto. Wahyudi. Dr. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Grasindo Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Tarigan. G. Henry. Dr. 1985. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa

Bandung.

Tirta Wijaya, Putu Arya. 1995. Apresiasi Puisi Dan Prosa. Flores Nusa Indah Teeuw. A. 2003. Sastera dan ilmu Sastera. Bandung: Kiblat Buku Utama. Todorov, Tvzetan. 1985. Tata Sastra. Jakarta. Djambatan

Wellek Renne. Warren Austin. 1989. Teori Kesusasteraan. Jakarta: PT Gramedia. Zaimar. Okke.K.S. 1990. Menelusuri Makna Ziarah Karya Iwan Simatupang.


(1)

3. Berdasarkan analisis unsur ekstrinsik dalam novel Atheis mengenai pandangan dunia pengarang maka dapat disimpulkan bahwa semua solusi yang diberikan pengarang pada tokoh Hasan adalah merupakan gambaran kehidupan pengarang. Ayah Hasan adalah simbol dari agama dan tuhan sedangkan Rusli dan Anwar adalah simbol pemikiran modern rasional eksistensialis termasuk anti tuhan bahwa tuhan adalah ciptaan dan rekayasa manusia yang mengalami banyak permasalahan. Dalam hal ini pengarang ingin menegaskan bahwa pentingnya agama dan tuhan sebagai kebutuhan manusia dan sikap pengarang yang menolak pandangan modern materialis dan eksistensialisme. Pandangan itu terungkap juga dalam sebuah wawancara dengan Akhdiat yang diterbitkan di koran Pikiran Rakyat (11-08-2011) yang menjelaskan bahwa dalam novel Atheis ini, Akhdiat ingin mengcounter pemikiran modern.

Pandangan dunia pengarang dalam novel Atheis yang berbicara tentang ketuhanan dengan tokoh problematik Hasan adalah pada hakikatnya manusia memerlukan agama dan tuhan untuk menyempurnakan hidupnya. Pandangan dunia pengarang tersebut masih sangat relevan dengan kondisi hari dimana pemikiran modern dengan wujudnya teknologi telah mengubah cara pandang manusia menjadi lebih percaya kepada hal-hal yang bersifat material sehingga agama dikesampingkan padahal agama dan tuhan tetap merupakan kebutuhan manusia untuk menyempurnakan hidup- kebutuhan manusia sampai mati.


(2)

Muhammad Fauzi Ridwan, 2012

Pandangan Dunia Pengarang dalam Novel Atheis Karya Akhdurt Kartamiharja (Kajian Strukturalisme Genetik)

Selain itu, berdasarkan analisis pandangan dunia pengarang diatas maka pandangan dunia pengarang novel Atheis yang ingin disampaikan melalui solusi-solusi yang diberikan pengarang kepada tokoh problematik yaitu pengarang ingin mengatakan bahwa pandangan-pandangan yang “baru” dan bersifat modern dengan contoh bahwa Tuhan itu tidak ada, tidak sepenuhnya akan menghilangkan nilai-nilai atau pandangan/keyakinan bahwa tuhan itu ada. Hal itu juga yang pernah disampaikan pengarang mengenai pandangan dunia pengarang dalam majalah kebudayaan Spektra 11 Februari tahun 1950 ada pembahasan yang menyangkut novel Atheis. Dalam majalah tersebut ada sebuah essai kebudayaan yang membahas mengenai isi novel Atheis dimana perdebatannya adalah Rusni mengatakan bahwa Achdiat menarik kesimpulan dalam novel Atheis tentang sedapat-dapatnya dalam cara berpikir rasional dan kritis Achdiat memakai untuk soal-soal mengenai perikehidupan kemanusiaan dan dengan cara berpikir tradisional dan mistis Achdiat memakainya untuk memenuhi segala soal-soal yang timbul oleh karena pendidikan dan suasana yang membentuk Achdiat untuk berpikir secara kuno untuk meninabobokan gewetan Achdiat yang mendakwa Achdiat bahwa Achdiat telah jauh meninggalkan iman dan kepercayaaan Achdiat. Disitulah letak tragedinya. Kompromi semacam itu akan memuaskan tiap-tiap orang yang sama sekali tak mempunyai tujuan hidup. Sebab dengan kompromi yang demikian itu daripada individunya akan tegas terlihat dalam caranya mengupas soal. Bila tujuan itu Achdiat anggap sebagai sesuatu yang hanya


(3)

memenuhi kebutuhan diri dan kepribadian saja maka segala krisis dan segala pertentangan jiwa itu tentang pandangan hidup sebenarnya tidak perlu sama sekali. Sia-sia saja.

Achdiat membalas essai tersebut di majalah yang sama. Achdiat menjelaskan bahwa di dalam novel roman Atheis hal itu jelas nampak pada jiwa Hasan yang dengan tidak melebihkan saya rasa tipe bagi orang Indonesia yang berpikir di masa sekarang. Sekalipun ia tahu akan manfaatnya cara berpikir pandangan dunia yang baru namun ia ia tidak bisa melepaskan dirinya dengan secara radikal daripada ikatan-ikatan dan faktor-faktor psikologis yang ditimbulkan oleh milieu dan didikan tadi. Itu pula maka tidak selalu pararel jalannya perkembangan masyarakat dengan perkembangan alam pikiran dan kebudayaan seperti saudara kemukakan contoh di Rusia itu. Saudara menamakan sikap orang macam si Hasan itu

dualistis bahkan menganggapnya sebagai suatu “kompromi” dalam arti

yang tidak baik sehingga seolah-olah menimbulkan kekuatiran saudara. Memang bila dilihat cuma dari sudut cara berpikir semata-mata terutama sekali kalau kita melihatnya dari sudut cara berpikir dialektis materialis maka kompromi itu sesungguhnya mengkhawatirkan. Tapi dalam hal ini saya cuma mengerti bahwa (dengan memakai kacamata psikologi) fase yang saudara katakan dualistis itu memang tidak bisa diloncati begitu saja. Itu tidak berarti bahwa saya tidak turut menyesali keadaan yang demikian. Tetapi seperti kata saudara kita harus melihat sesuatu soal itu sebagai soalnya. Jangan sebagai sesuatu hal menurut kehendak hati kita.


(4)

Muhammad Fauzi Ridwan, 2012

Pandangan Dunia Pengarang dalam Novel Atheis Karya Akhdurt Kartamiharja (Kajian Strukturalisme Genetik)

5.2 Saran

Dari hasil penelitian ini, peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut.

1. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menjadikan hasil penelitian sebagai kajian awal untuk penelitian selanjutnya dari aspek yang lain. Sebab ada beberapa masalah dan fenomena yang sebenarnya menarik perhatian peneliti. Seperti halnya, analisis kelas sosial dalam pandangan dunia pengarang. Akan tetapi, keterbatasan waktu membuat peneliti belum memungkinkan untuk menggeluti hal tersebut secara lebih mendalam..

2. Masyarakat pembaca sastra diharapkan memanfaatkan kajian ini sebagai bahan untuk memahami asal usul (Genesis) karya sastra.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra: Sebuah pengantar Ringkas. Jakarta: Depdikbud.

Escarpit. Robert. 2005. Sosiologi Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Faruk. Dr. 2005. Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik sampai Post- Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hidayat Y Asep. 2007. Modul Penelitian Sastra. Fakultas Sastra Universitas Padjajaran Bandung.

Jabrohim dan Ari Wulandari Editor. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Jassin HB. 1961. Tifa, Penyair dan Daerahnya. Jakarta: PT Gunung Agung. Junus, Umar. 1986. Sosiologi Sastra persoalan teori dan metode. Kuala Lumpur:

Dewan Bahasa dan Pustaka.

Luxemburg V. Jan dkk. 1991. Tentang Sastra. Jakarta: Intermasa.

Nurgiyantoro. Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada Universty Press.

Oemardjati, S. Boen. 1962. Satu pembitjaraan Roman Atheis. Jakarta: Gunung Agung.

Ratna. K. Nyoman. 2009. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(6)

Muhammad Fauzi Ridwan, 2012

Pandangan Dunia Pengarang dalam Novel Atheis Karya Akhdurt Kartamiharja (Kajian Strukturalisme Genetik)

Ratna. K. Nyoman. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme hingga Post-Strukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sukada, Made. 1993. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia. Masalah Sistematika Analisis Struktur Fiksi. Bandung: Angkasa.

Sumarjdo, Jacob.1981. Segi Sosiologis Novel Indonesia. Jakarta. Pustaka Prima. Sumardjo. Jacob. 1999. Konteks Sosial novel Indonesia 1920-1977. Bandung:

Penerbit Alumni.

Siswanto. Wahyudi. Dr. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Grasindo Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Tarigan. G. Henry. Dr. 1985. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa

Bandung.

Tirta Wijaya, Putu Arya. 1995. Apresiasi Puisi Dan Prosa. Flores Nusa Indah Teeuw. A. 2003. Sastera dan ilmu Sastera. Bandung: Kiblat Buku Utama. Todorov, Tvzetan. 1985. Tata Sastra. Jakarta. Djambatan

Wellek Renne. Warren Austin. 1989. Teori Kesusasteraan. Jakarta: PT Gramedia. Zaimar. Okke.K.S. 1990. Menelusuri Makna Ziarah Karya Iwan Simatupang.