Pengaruh Pengungkapan Lingkungan Terhadap Kinerja Keuangan Dan Kinerja Saham : studi pada sektor perusahaan pengusahaan hutan dan pertamabangan umum

(1)

PENGARUH PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN

TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN

KINERJA SAHAM

(Studi pada Sektor Perusahaan Pengusahaan Hutan dan Pertambangan Umum)

Oleh:

Rizky Putri Utami

NIM: 104082002739

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H/2008 M


(2)

PENGARUH PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN KINERJA SAHAM

(Studi Pada Perusahaan Pengusahaan Hutan dan Pertambangan Umum)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial

Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh: Rizky Putri Utami NIM :104082002739

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Wiwik Utami, SE., Ak., M.Si. Amilin, SE., Ak., M.Si.

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

Hari ini Jumat Tanggal 28 Bulan Nopember Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Rizky Putri Utami NIM: 104082002739 dengan judul Skripsi “PENGARUH PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN KINERJA SAHAM (Studi Pada Perusahaan Pengusahaan Hutan dan Pertambangan Umum).” Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 28 Nopember 2008

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Afif Sulfa, SE., Ak., MSi. Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM

Ketua Sekretaris

Abbas Ghozali, Ph. D. Penguji Ahli


(4)

Hari ini Selasa Tanggal Tiga Puluh Bulan Desember Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Rizky Putri Utami NIM: 104082002739 dengan judul Skripsi “PENGARUH PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN KINERJA SAHAM”. (Studi Pada Sektor Perusahaan Pengusahaan Hutan dan Pertambangan Umum). Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 30 Desember 2008

Tim Penguji Ujian Skripsi

Pembimbing I Pembimbing II

Dr., Wiwik Utami, SE., Ak., MSi. Amilin, SE., Ak., M.Si.

Penguji Ahli


(5)

! " #$

% "

% & ' ( ) $ * +

) $ ,- .

$ /0 # $ 12. 3 4 5 .2 2 / 2 ,6 5 5 4

7 8 $$&9$

• '" ( : : ; .< =

• * 6 ; <.22 =

• *'% . ;.22 <.22-=

• " * > 0 # ;.22-<.22 =

% %?# %

@ & ., % 6

"? %

@ & . $ ? 66


(6)

PENGARUH PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN KINERJA SAHAM

(Studi Pada Perusahaan Pengusahaan Hutan dan Pertambangan Umum) By:

Rizky Putri Utami

Abstract

The primary objective of this research is to understand and to analyzing the effect of the environmental disclosure with financial performance and stock performance. The sample of this research is utilize at Wood industry and Mining Company in the context of Indonesia Stock Exchange.

Based on the theoretical model that is proposed in this research, the statistical techniques used in this study is simple linier regression analysis. These statistical techniques is used test the hypothesis. The sample of this research consist of 9 companies – 5 wood companies and 4 mining companies the context of Indonesia Stock Exchange is selected purposively.

The analysis used software Statistical Package for The Social Science (SPSS) versi 12.0. The test conducted on hypothesis had shown that significant of environmental disclosure with financial performance and also stock performance. Keywords: environmental disclosure, financial performance, return on asset,


(7)

PENGARUH PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN KINERJA SAHAM

(Studi Pada Perusahaan Pengusahaan Hutan dan Pertambangan Umum) Oleh:

Rizky Putri Utami

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh pengungkapan lingkungan terhadap kinerja keuangan dan kinerja saham. Sampel perusahaan pada penelitian ini adalah perusahaan pengusahaan hutan dan pertambangan umum yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Berdasarkan model teoritis yang diajukan dalam penelitian ini teknik statistik yang digunakan adalah dengan regresi linear sederhana untuk menguji hipotesis. Sampel diambil secara purposive sebanyak 9 sampel perusahaan – 5 perusahaan pengusahaan hutan dan 4 perusahaan pertambangan umum yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Analisis menggunakan Statistical Package for The Social Science (SPSS) versi 12.0. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pengungkapan lingkungan terhadap kinerja keuangan dan juga kinerja saham.

Kata kunci: pengungkapan lingkungan, kinerja keuangan, return on asset, dan


(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puja, puji serta syukur penulis panjatkan atas segala kehadirat Illahi Robbi Allah SWT yang telah mencurahkan segala nikmat yang tiada hentinya sehingga skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya. Salawat serta salam tak lupa penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita ke zaman peradaban.

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Pengungkapan Lingkungan Terhadap Kinerja Keuangan dan Kinerja Saham”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi (SE) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama penyusunan skripsi ini, telah banyak sekali pihak yang telah membantu baik moril maupun materil sehingga penyusunan skripsi ini akhirnya bisa selesai. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta atas segala doa, nasihat, motivasi, dan bantuan baik moril maupun materiil serta kepada kedua saudaraku untuk dukungan dan motivasinya.

2. Bapak Drs. Muhammad Faisal Badroen, MBA. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial.

3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. selaku Pudek Bidang Akademik.

4. Ibu Dr. Wiwik Utami, SE., Ak., M.Si selaku pembimbing I, terima kasih atas ilmu nasihat, dan bimbingannya selama ini.

5. Bapak Amilin, SE., Ak., M.Si. selaku pembimbing II dan Sekretaris Jurusan Akuntansi, terima kasih atas ilmu, nasihat, dan bimbingannya selama ini. 6. Ibu Dr. Zurinal Z. selaku Pudek Bidang Administrasi Umum.

7. Bapak Drs. Suhenda Wiranata, ME. selaku Pudek Bidang Kemahasiswaan. 8. Bapak Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA. selaku Ketua Jurusan

Akuntansi.


(9)

10. Teman-teman angkatan 2004, serta semua sahabat-sahabatku yang telah memberikan bantuan dan semangat. Untuk semua orang yang telah membantuku, tapi tidak tersebut namanya, terima kasih.

Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Hormat saya,


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan Skripsi... i

Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif... ii

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi... iii

Daftar Riwayat Hidup... iv

Abstract... v

Abstrak... vi

Kata Pengantar... vii

Daftar Isi... ix

Daftar Tabel... xii

Daftar Gambar...xiii

Daftar Lampiran...xiv

BAB. I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Penelitian... 1

B. Perumusan Masalah... 14

C. Tujuan Penelitian... 14

D. Manfaat Penelitian ... 14

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA...16

A. Kerangka Teoritis...16

1. Hubungan Perusahaan dengan Lingkungan ...16


(11)

3. Pengungkapan Lingkungan ...24

4. Kinerja Keuangan ...33

5. Kinerja Saham ...36

6. Hubungan Pengungkapan Lingkungan dengan Kinerja Keuangan...38

7. Hubungan Pengungkapan Lingkungan dengan Kinerja Saham ...39

B. Kerangka Penelitian... 40

C. Hipotesis... 40

BAB. III. METODOLOGI PENELITIAN... 42

A. Ruang Lingkup Penelitian... 42

B. Metode Penentuan Sampel... 42

C. Metode Pengumpulan Data... 43

D. Metode Analisis Data... 43

1. Uji Asumsi Klasik ... 44

a. Uji Multikolinearitas ... 44

b. Uji Heterokedastisitas ... 45

c. Uji Autokorelasi... 45

d. Uji Normalitas ... 45

2. Uji Hipotesis... 46

a. Uji Koefisien Determinasi ... 46

b. Regresi Linear Sederhana...47


(12)

E. Operasional Variabel Penelitian...48

1. Kinerja Keuangan...49

2. Kinerja Saham...50

3. Pengungkapan Lingkungan...51

BAB. IV. PENEMUAN DAN PEMBAHASAN...52

A. Gambaran Umum Objek Penelitian...52

B. Hasil Uji Asumsi Klasik...65

1. Uji multikolinearitas ...59

2. Uji heteroskedastisitas ...60

3. Uji autokorelasi ...61

4. Uji normalitas ...63

C. Hasil Uji Hipotesis...64

1. Uji Koefisien Determinasi ...64

2. Uji Statistik t ...67

BAB. V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI... 73

A. Kesimpulan... 73

B. Implikasi... 74

DAFTAR PUSTAKA... 75


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

1.1. Perbedaan Penelitian Sekarang dengan Penelitian Sebelumnya ... 13

4.1. Daftar Perusahaan Sampel... 54

4.2. Proporsi Pengungkapan Lingkungan Pengusahaan Hutan ... 55

4.3. Proporsi Pengungkapan Lingkungan Pertambangan Umum ... 55

4.4. ROA Perusahaan Pengusahaan Hutan... 56

4.5. ROA Perusahaan Pertambangan Umum... 57

4.6. Return Saham Perusahaan Pengusahaan Hutan ... 58

4.7. Return Saham Perusahaan Pertambangan Umum... 58

4.8. Uji Multikolinearitas Hipotesis Pertama ... 59

4.9. Uji Multikolinearitas Hipotesis Kedua ... 59

4.10. Uji Autokorelasi Hipotesis Pertama ... 62

4.11.Uji Autokorelasi Hipotesis Kedua ... 62

4.12. Uji Koefisien Determinasi Hipotesis Pertama ... 65

4.13. Uji Koefisien Determinasi Hipotesis Kedua... 66

4.14. Uji t Hipotesis Pertama... 67


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1. Kerangka Pemikiran ... 40

4.1. Uji Heteroskedastisitas Hipotesis Pertama ... 60

4.2. Uji Heteroskedastisitas Hipotesis Kedua... 61

4.3. Uji Normalitas Hipotesis Pertama... 63


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman 1. Rekapitulasi Data ...a 2. Daftar Perusahaan Sampel...d 3. Hasil Uji Asumsi Klasik Hipotesis Pertama...e 4. Hasil Uji Asumsi Klasik Hipotesis Kedua ...n 5. Hasil Uji Hipotesis Pertama...w 6. Hasil Uji Hipotesis Kedua ...x


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Ketika perusahaan beroperasi, maka proses bisnis yang dilakukan oleh perusahaan tersebut berpotensi untuk menimbulkan dampak terhadap lingkungan, baik dampak positif maupun dampak negatif. Pada prinsipnya dampak yang timbul dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu dampak bio-fisika-kimia dan dampak sosial. Contoh dari dampak bio-fisika-kimia misalnya pencemaran air, pencemaran udara, kerusakan keanekaragaman hayati, atau pengurangan cadangan air tanah (Anonim, 2008). Semua jenis dampak yang ditimbulkan perusahaan akan memberikan risiko yang mempengaruhi bisnis yang dijalankan oleh aktivitas perusahaan. Misalnya pencemaran air yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan akan memberikan risiko pertanggungjawaban dalam bentuk tuntutan pidana dan perdata. Perusahaan dalam menetapkan dan menjalankan strategi bisnisnya harus memperhatikan dampaknya terhadap kondisi sosial dan lingkungan serta berupaya agar dampak yang ditimbulkannya adalah positif.

Tujuan kegiatan bisnis secara umum yaitu keuntungan, keberlangsungan, pertumbuhan, dan tanggung jawab sosial perusahaan. Tiga dari tujuan diperjuangkan perusahaan agar tercapai karena perusahaan harus mempertanggungjawabkan aktivitas operasinya secara “konvensional” kepada pemegang saham. Tanggung jawab sosial dituntut karena akibat yang


(17)

ditimbulkan operasi perusahaan bukan hanya ditanggung pemegang saham namun juga stakeholders, seperti pemerintah masyarakat, pelanggan dan lingkungan (Harsono, 2000:1).

Perusahaan didirikan dengan tujuan menghasilkan laba maksimal bagi para pemilik perusahaan. Cost-benefit suatu aktivitas operasi perusahaan menjadi pertimbangan utama dalam usahan memaksimalkan laba. Atas dasar alasan ini pula kemudian terjadi pengabaian prinsip-prinsip dari maksimalisasi laba itu sendiri, diantaranya pengabaian aspek-aspek hubungan kemanusiaan dengan tenaga kerja, lingkungan alam, dan masyarakat sekitar, sedangkan aspek-aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi going cocern perusahaan secara langsung atau tidak langsung. Dengan kata lain jika terjadi hal-hal yang mengancam kontinuitas perusahaan, maka jalan keluarnya mengandung cost yang relatif lebih tinggi (Ja’far dan Amalia, 2006:2).

Implikasi dari pelanggaran prinsip-prinsip maksimalisasi laba diantaranya adalah terbengkalainya pengelolaan (manajemen) lingkungan serta rendahnya minat perusahaan terhadap konservasi lingkungan, seperti masalah pencemaran lingkungan yang terjadi di Indonesia dan negara-negara lain. Masalah ini tidak akan terjadi jika manajer perusahaan memegang komitmen pada pemenuhan tanggung jawab sosial terhadap kebersihan lingkungan (Ja’far dan Amalia, 2006:3).

Permasalahan lingkungan di Indonesia merupakan faktor penting yang harus segera dipikirkan mengingat akibat dampak buruk pengelolaan lingkungan dan rendahnya perhatian terhadap lingkungan dari aktivitas


(18)

industri yang terjadi dewasa ini. Gejala ini dapat dilihat dari berbagai bencana yang terjadi akhir-akhir ini, seperti banjir banding di Jawa Tengah dan Jawa Timur, tanah longsor di Desa Sijeruk dan daerah lain di Jawa dan Sumatera, serta kebakaran hutan di beberapa hutan lindung Kalimantan. Bahkan munculnya banjir Lumpur bercampur gas sulfur di daerah Sidoarjo Jawa Timur.

Kasus yang terakhir berkembang adalah banjir lumpur Lapindo. Setidaknya terdapat tiga aspek yang menyebabkan terjadinya semburan limpur panas tersebut (Wibisono, 2008). Pertama, adalah aspek teknis. Ada pendapat yang menyatakan bahwa pemicu semburan lumpur adalah gempa Yogya yang mengakibatkan kerusakan sedimen. Selain itu ada pendapat lain yang menyatakan semburan gas Lapindo disebabkan pecahnya formasi sumur pengeboran. Jika hal tersebut benar maka telah terjadi kesalahan teknis dalam pengeboran yang berarti pula telah terjadi kesalahan pada prosedur operasional standar.

Kedua, aspek ekonomis. Lapindo diduga “sengaja menghemat” biaya operasional dengan tidak memasang selubung bor. Penggunaan selubung bor ini sesuai dengan standar operasional pengeboran minyak dan gas. Jika dilihat dari perspektif ekonomi, keputusan pemasangan selubung bor berdampak pada besarnya biaya yang dikeluarkan Lapindo.

Ketiga, aspek politis. Sebagai legalitas usaha (eksplorasi atau eksploitasi), Lapindo telah mengantongi izin usaha kontrak bagi hasil/production sharing contract (PSC) dari pemerintah sebagai otoritas


(19)

penguasa kedaulatan atas sumber daya alam. Poin inilah yang paling penting dalam kasus lumpur panas ini. Pemerintah Indonesia telah lama menganut sistem ekonomi nonliberal dalam berbagai kebijakannya. Alhasil, seluruh potensi tambang migas dan SDA “dijual” kepada swasta/individu (corporate

based). Orientasi profit yang menjadi paradigma korporasi menjadikan

manajemen korporasi buta akan hal-hal lain yang menyangkut kelestarian lingkungan, peningkatan taraf hidup rakyat, bahkan hingga bencana ekosistem.

Hutomo (1996) dalam Harsono (2000:6) mencatat tiga permasalahan lingkungan yang berkaitan dengan aktivitas bisnis. Pertama, permasalahan lingkungan hidup, terutama di kota-kota besar, telah dianggap berada pada tingkat yang membahayakan. Masyarakat sudah kesulitan memperoleh air bersih dan menghirup udara segar. Penurunan kualitas atau kerusakan alam ini lebih banyak disebabkan oleh dampak negatif aktivitas industri. Kedua, dalam perdagangan bebas, produk disyaratkan harus bersahabat dengan lingkungan, memaksa perusahaan harus meyusun strategi bisnis yang menyeluruh. Aspek lingkungan tidak boleh dipandang sebagai “program sambilan” bila perusahaan ingin mempertahankan hidupnya. Ketiga, lemahnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta meningkatnya kesejahteraan masyarakat telah menumbuhkan kesadaran akan lingkungan yang bersih dan sehat. Di samping itu, tekanan politis terhadap perusahaan makin kuat akibat pemerintah mengadopsi kebijakan pembangunan yang berkelanjutan.


(20)

Harahap (1993) dalam Almilia dan Wijayanto (2007:2) mengemukakan besarnya dampak negatif yang ditimbulkan perusahaan terhadap lingkungannya membuat masyarakat menginginkan agar dampak negatif tersebut dikontrol sehingga social cost yang ditimbulkannya tidak semakin besar. Dari sini berkembanglah ilmu akuntansu yang selama ini dikenal hanya memberikan informasi tentang kegiatan perusahaan dengan pihak ketiga, dengan adanya tuntutan ini maka akuntansi bukan hanya merangkum informasi tentang hubungan perusahaan dengan pihak ketiga, tetapi juga dengan lingkungannya.

Harahap (1993) dalam Almilia dan Wijayanto (2007:2) menjelaskan bahwa hubungan perusahaan dengan lingkungannya bersifat non-reciprocal, artinya transaksi itu tidak menimbulkan prestasi timbal balik dari pihak yang berhubungan. Ilmu akuntansi yang mencatat, mengukur, melaporkan dampak luar tersebut disebut Socio Economic Accounting (SEA), Environmental

Accounting, atau Social Responsibility Accounting.

Djogo (2006) dalam Almilia dan Wijayanto (2007:2) menyatakan konsep akuntansi lingkungan sebenarnya sudah mulai berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa. Konsep ini muncul akibat tekanan lembaga-lembaga bukan pemerintah dan meningkatnya kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat yang mendesak agar perusahaan-perusahaan menerapkan pengelolaan lingkungan bukan hanya kegiatan industri demi bisnis saja.

Mulyono (2002:1) mengungkapkan ketika masalah lingkungan menjadi fokus utama dalam agenda politik dalam tahun 1980-an, keprihatinan


(21)

berkembang dari skala nasional menjadi skala internasional. Sebagai contoh isu-isu yang menyeruak antara lain hujan asam, menipisnya lapisan ozon, serta meningkatnya suhu bumi yang sekarang ini biasa disebut dengan global

warming.

Sejak pertengahan 1970-an, banyak perusahaan industri dan jasa besar dunia yang mulai berjuang dengan konsep pelaporan keuangan berkaitan dengan lingkungan. Perusahaan tersebut mulai menerapkan akuntansi lingkungan. Beberapa perusahaan berusaha untuk peduli terhadap laporan keuangan berkaitan dengan biaya lingkungan yang bertujuan meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan dengan melakukan penilaian kegiatan lingkungan dari sudut pandang biaya (environmental cost) dan manfaat atau efek (economic benefit). Sementara itu, beberapa lainnya bersikap pasif bahkan cenderung untuk menghindari biaya lingkungan tersebut. Akuntansi lingkungan diterapkan oleh berbagai perusahaan untuk menghasilkan penilaian kuantitatif tentang biaya dan manfaat atau efek perlindungan lingkungan (environmental protection) (Gunawan, 2004:41).

Kita telah memasuki dekade abad 20 dengan kesadaran yang mendalam bahwa nasib negara semakin ditentukan oleh kekuatan persaingan global. Keputusa-keputusan operasi, investasi, dan pendanaan pembiayaan diwarnai oleh implikasi internasional. Sejalan dengan ini, laporan keuangan menjadi hal penting untuk memberikan gambaran mengenai keadaan suatu perusahaan berupa aktiva, hutang, dan modal, serta laporan laba rugi selama suatu periode tertentu. Agar hal tersebut dapat dicapai diperlukan suatu


(22)

pengungkapan (disclosure) yang jelas mengenai data akuntansi dan informasi lain yang relevan (Ikhsan, 2008:131).

Standar akuntansi keuangan di Indonesia belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial terutama informasi mengenai tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan, akibatnya yang terjadi dalam praktik perusahaan akan mempertimbangkan biaya dan manfaat yang akan diperoleh ketika mereka memutuskan untuk mengungkapkan informasi sosial. Bila manfaat yang diperoleh dengan pengungkapan informasi tersebut lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk mengungkapkannya, maka perusahaan akan dengan sukarela mengungkapkan informasi tersebut (Anggraini, 2006:3).

Pengungkapan akuntansi lingkungan (Environmental Accounting

Disclosure) di negara-negara berkembang termasuk Indonesia memang masih

sangat kurang. Banyak penelitian di area Social Accounting Disclosure umumnya dan Environmental Accounting Disclosure pada khususnya memperlihatkan bahwa pihak perusahaan melaporkan kinerja lingkungan yang masih sangat terbatas. Kondisi ini disebabkan antara lain karena lemahnya sanksi hukum yang berlaku (Lindrianasari, 2007:159). Mobus (2005) dalam Lindrianasari (2007:159) menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara sanksi hukum pengungkapan lingkungan yang wajib dengan penyimpangan aturan yang dilakukan oleh perusahaan. Artinya semakin keras sanksi hukum akan semakin mengurangi penyimpangan aturan yang telah ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya pihak regulator


(23)

memiliki kekuatan untuk menekan pihak perusahaan dalam meminimalisasikan dampak kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan usaha mereka.

Beberapa jenis perusahaan pada saat ini sudah mulai menyadari akan pentingnya masalah lingkungan. Mereka berusaha untuk mencapai dan menunjukkan kinerja lingkungan yang baik dengan mengendalikan dampak dari kegiatan produk atau jasanya pada lingkungan yaitu dengan memperhitungkan kebijakan dan tujuan lingkungannya. Organisasi tersebut melakukan hal ini karena semakin tingginya perhatian masyrakat pada hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan termasuk pembangunan berkelanjutan (Aris, 2002:2).

Gray (1993) dalam Lindrianasari (2007:160) mengemukakan sebagian besar pengungkapan informasi sosial di laporan keuangan tehunan memuat informasi mengenai tenaga kerja, lingkungan, dan masyarakat. Pengungkapan lingkungan merupakan bagian dari pengungkapan laporan keuangan. Lebih lanjut diutarakan bahwa informasi lingkungan merupakan salah satu bagian penting dari suatu laporan keuangan perusahaan.

Dunlap dan Scare (1991) dalam Lindrianasari (2007:160) menyatakan bahwa dari hasil polling, publik memandang kegiatan bisnis dan perusahaan sebagai kontibutor terbesar terhadap permasalahan lingkungan yang terjadi saat ini. Selanjutnya, publik juga ingin tahu sebesar apa kegiatan perusahaan yang berdampak terhadap lingkungan. Untuk itu perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi mengenai kinerja kepada publik. Beberapa bentuk


(24)

media dapat digunakan oleh perusahaan untuk menyampaikan laporan lingkungan, seperti laporan tahunan, laporan lingkungan tersendiri (stand

alone environmental reports), dan website.

Laporan keuangan adalah suatu sumber potensial yang lazim digunakan oleh para investor sebagai dasar pengambilan keputusan penanaman modal. Adanya informasi yang dipublikasikan akan merubah keyakinan para investor. Laporan keuangan dikatakan mempunyai kandungan informasi apabila dengan dipublikasikannya laporan keuangan akan menyebabkan para investor bereaksi untuk melakukan penjualan atau pembelian saham. Selanjutnya reaksi tersebut akan tercermin dalam perubahan return saham disekitar tanggal publikasi laporan keuangan.

Salah satu fungsi pasar modal adalah sebagai sarana untuk memobilisasi dana yang bersumber dari masyarakat ke berbagai sektor yang melaksanakan investasi. Syarat utama yang diinginkan oleh para investor untuk bersedia menyalurkan dananya melalui pasar modal adalah perasaan aman akan investasi dan tingkat return yang akan diperoleh dari investasi tersebut. Perasaan aman ini diperoleh karena para investor memperoleh informasi yang jelas, wajar, dan tepat waktu sebagai dasar dalam pengambilan keputusan investasinya (Daniati dan Suhairi, 2006:1).

Pengungkapan kinerja lingkungan, sosial, dan ekonomi di dalam laporan tahunan atau laporan terpisah adalah untuk mencerminkan tingkat akuntanbilitas, responsibilitas, dan transparansi korporat kepada investor dan


(25)

komunikasi yang baik dan efektif antara perusahaan dengan publik dan

stakeholders lainnya tentang bagaimana perusahaan telah mengintegrasikan

corporate social responsibility (CSR) –lingkungan dan sosial- dalam setiap

aspek kegiatan operasinya (Darwin, 2008).

Pfleiger, et. al. (2005) dalam Ja’far dan Amalia (2006:3) mengemukakan bahwa usaha-usaha pelestarian lingkungan oleh perusahaan akan mendatangkan sejumlah keuntungan, diantaranya adalah ketertarikan pemegang saham dan stakeholders terhadap keuntungan perusahaan akibat pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab di masyarakat. Hasil lain mengindikasikan bahwa pengelolaan lingkungan yang baik dapat menghindari klaim masyarakat dan pemerintah serta meningkatkan kualitas produk yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan keuntungan ekonomi. Lebih lanjut Ferreira (2004) dalam Ja’far dan Amalia (2006:3) menyatakan bahwa perusahaan sebagai bagian dari tatanan sosial maka seharusnya perusahaan melaporkan pengelolaan lingkungannya dalam annual report. Hal ini terkait dengan tiga aspek persoalan kepentingan: keberlajutan aspek ekonomi, lingkungan, dan kinerja sosial.

Di Indonesia sendiri, kewajiban pelaporan dampak lingkungan yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup RI hanyalah merupakan pengungkapan yang bersifat nonpublik (khusus terhadap institusi pemerintah terkait). Usaha dari pihak regulasi untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang telah dilakukan dengan menetapkan UU RI Nomor 23 Tahun 1997 tentang


(26)

pengelolaan lingkungan hidup. Aturan pelaksanaan lebih lanjut telah dinyatakan dengan diterbitkannya PP Nomor 18 Tahun1999 (Suratno, Darsono, dan Mutmainah, 2006:2). Selain itu dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas juga mewajibkan perseroan yang bidang usahanya di bidang terkait dengan sumber daya alam untuk melaksanakan dan mengungkapkan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Penelitian yang dilakukan oleh Teoh dan Thong (1984) dalam meutya (2008) mengungkapkan bahwa perusahaan yang terdaftar di pasar saham akan mengungkapkan lebih banyak pengungkapan sosial dan lingkungan daripada yang tidak terdaftar. Ini merupakan indicator bahwa perusahaan-perusahaan sadar bahwa apa yang dilakukannya terkait dengan pengungkapan sosial-lingkungan akan membawa pengaruh yang signifikan atas keberlangsungan hidup perusahaan tersebut.

Clarkson dan Richardson (2004) dalam Utami (2007) meneliti tentang penilaian pasar atas environmental capital expenditure pada perusahaan kertas. Hasil dari penelitian tersebut adalah environmental capital expenditure berdampak signifikan terhadap harga saham pada perusahaan yang memiliki tingkat polusi rendah tetapi tidak pada perusahaan dengan tingkat polusi kategori tinggi.

Penelitian sebelumnya Suratno, Darsono, dan Mutmainah (2006) meneliti tentang pengaruh kinerja lingkungan terhadap pengungkapan lingkungan dan kinerja ekonomi. Pengukuran kinerja lingkungan menggunakan skoring hasil PROPER. Pengungkapan lingkungan


(27)

menggunakan skoring pengungkapan (jika melakukan pengungkapan lingkungan diberi skor satu, tidak mengungkapkan skor nol). Kinerja ekonomi menggunakan return tahunan industri bersangkutan. Hasil dari penelitian tersebut adalah terdapat pengaruh signifikan antara kinerja lingkungan dengan pengungkapan lingkungan dan kinerja ekonomi.

Almilia dan Wijayanto (2007) meneliti tentang pengaruh kinerja lingkungan dan pengungkapan lingkungan terhadap kinerja ekonomi. Kinerja lingkungan diproksi berdasarkan PROPER, sedangkan pengungkapan lingkungan dihitung menggunakan proporsi pengungkapan lingkungan yang diwajibkan dengan yang dilaporkan. Kinerja ekonomi diukur dengan return tahunan industri perusahaan sampel penelitian. Hasil dari penelitian tersebut adalah tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kinerja lingkungan dengan kinerja ekonomi. Sedangkan, pengungkapan lingkungan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja ekonomi.

Pada penelitian Sarumpaet (2005) meneliti tentang hubungan kinerja lingkungan dengan kinerja keuangan. Kinerja lingkungan diukur berdasarkan keikutsertaan perusahaan sampel dsalam PROPER dan ISO 14001 dan kinerja keuangan diukur dengan menggunakan return on asset. Hasil dari penelitian tersebut adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara kinerja lingkungan dengan kinerja keuangan.


(28)

Adapun perbedaan penelitian kali ini dengan penelitian sebelumnya dapat ditunjukkan dalam tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1

Perbedaan Penelitian Sekarang dengan Penelitian Sebelumnya Keterangan Penelitian

Sarumpaet Penelitian Suratno, Darsono, dan Mutmainah Penelitian Almilia dan Wijayanto Penelitian Sekarang Subjek Penelitian Perusahaan yang mengikuti PROPER dan terdaftar ISO 14001. Perusahaan manufaktur yang mengikuti PROPER. Perusahaan pemegang HPH/HPHTI dan pertambangan Perusahaan pengusahaan hutan dan pertambangan umum. Variabel Penelitian Variabel independen: kinerja lingkungan. Variabel dependen: kinerja keuangan. Variabel independen: kinerja lingkungan, pengungkapan lingkungan. Variabel dependen: kinerja ekonomi Variabel independen: kinerja lingkungan, pengungkapan lingkungan. Variabel dependen: kinerja ekonomi Variabel independen: pengungkapan lingkungan. Variabel dependen: kinerja keuangan, kinerja saham Waktu

Penelitian 2005 2006 2007 2008

Instrumen Penelitian Kinerja lingkungan: PROPER Kinerja keuangan: ROA Kinerja lingkungan: PROPER Pengungkapan lingkungan: skoring Kinerja ekonomi: (P1-P0)+div – Me

P0 Kinerja lingkungan: PROPER Pengungkapan lingkungan: proporsi pengungkapan yang dilakukan dengan yang diwajibkan Kinerja ekonomi: (P1-P0)+div–Me

P0 Pengungkapan lingkungan: proporsi pengungkapan yang dilakukan dengan yang diwajibkan PSAK Kinerja keuangan: ROA Kinerja saham:

return saham


(29)

B. Perumusan Masalah

Masalah yang diteliti dalam penelitian kali ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah pengungkapan lingkungan perusahaan berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan?

2. Apakah pengungkapan lingkungan perusahaan berpengaruh terhadap kinerja saham perusahaan?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah memperoleh bukti empiris tentang:

1. Pengaruh pengungkapan lingkungan perusahaan berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.

2. Pengaruh pengungkapan lingkungan perusahaan berpengaruh terhadap kinerja saham perusahaan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak, diantaranya:

1. Perusahaan

Memberikan kontribusi mengenai pentingnya masalah lingkungan agar terciptanya kinerja lingkungan yang baik serta secara sadar untuk mengungkapkan masalah lingkungan di laporan tahunannya.


(30)

2. Investor

Memberikan kontribusi mengenai pentingnya masalah lingkungan sebagai salah satu pertimbangan dalam menginvestasikan modal dalam sebuah perusahaan.

3. Penelitian Selanjutnya

Memberikan kontribusi pada pengembangan teori terutama yang berkaitan dengan akuntansi lingkungan.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis

1. Hubungan Perusahaan dengan Lingkungan

Stoner et. al. (1995) dalam Harsono (2000:8) menunjukkan paling tidak ada dua model kepedulian perusahaan terhadap lingkungan. Pertama, adalah model biaya dan manfaat (cost and benefit model), yaitu pendekatan tradisional pada pemikiran mengenai penyelesaian lingkungan yang mengatakan bahwa peraturan lingkungan yang diusulkan harus diimplementasikan bila manfaat potensial lebih besar dari biaya potensial. Stoner mengkritisi bahwa kelemahan model ini adalah tidak semua manfaat dan biaya dapat diperhitungkan dengan mudah.

Kedua, disebabkan adanya kelemahan model biaya dan manfaat serta memperhitungkan fakta bahwa banyak biaya lingkungan dan manfaatnya dirasakan dalam jangka panjang, kemudian berkembang model pendekatan baru yang disebut pengembangan berkelanjutan

(sustainable development). Pendekatan ini menyatakan bahwa organisasi

harus terlibat dalam aktivitas yang dapat berkelanjutan dalam jangka waktu yang panjang atau secara otomatis dapat memperbarui diri sendiri. Konsep ini telah lama menjadi sumber pemikiran dalam mendorong pengembangan ekonomi dalam melestarikan lingkungan.


(32)

Schmidheny (1994) dalam Harsono (2000:9) menyatakan bahwa

sustainable development tidak hanya pendekatan ekonomi dengan

lingkungan, namun juga sifat pengembangan ekonomi itu sendiri. Perubahan tersebut antara lain:

a. Perubahan dari pertumbuhan menuju pengembangan b. Perubahan menuju lebih efisiensi dalam penggunaan SDA c. Perubahan menuju kesempatan ekonomi

d. Perubahan menuju ekonomi konservasi dengan memasukkan faktor lingkungan ke dalam praktik bisnis

e. Perubahan menuju perekonomian yang mempromosikan investasi jangka panjang daripada maksimalisasi keuntungan jangka pendek f. Perubahan menuju suatu budaya saving daripada mengembangkan

budaya konsumsi dengan segera.

Pengembangan berkelanjutan adalah bahwa pembangunan perlu memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa harus mengurangi kemungkinan generasi masa akan datang dalam memenuhi kebutuhannya. Pembangunan berkelanjutan perlu diterapkan karena kegiatan ekonomi saat ini kemungkinan besar mengurangi pemenuhan kebutuhan di masa datang dengan merusak ekosistem global.

Harahap (2005) dalam Khoirunnisa (2006) mengemukakan ada paradigma yang mengubah kecenderungan aktivitas perusahaan menuju pencarian laba berwawasan lingkungan. Paradigma tersebut antara lain kecenderungan terhadap kesejahteraan sosial, kecenderungan terhadap


(33)

kesadaran lingkungan, perspektif ekosistem, dan ekonomisasi versus sosialisasi.

Salah satu paradigma tersebut adalah kecenderungan terhadap kesadaran lingkungan. Dalam literatur paradigma ini dikenal dengan the

human exceptionalism paradigm menuju the new environmental

paradigm. Paradigma yang pertama menganggap bahwa manusia adalah

makhluk unik yang memiliki kebudayaan sendiri yang tidak dapat dibatasi oleh kepentingan makhluk lain. Sebaliknya, paradigma yang kedua menganggap bahwa manusia adalah makhluk di antara bermacam-macam makhluk yang mendiami bumi yang saling mempunyai keterkaitan dan sebab akibat, serta dibatasi oleh sifat keterbatasan dunia itu sendiri, baik sosial, ekonomi, atau politik. Sehingga perhatian terhadap lingkungan akan semakin besar.

Paradigma yang lain adalah perspektif ekosistem. Orientasi yang terlalu diarahkan kepada pembangunan ekonomi, efisiensi, profit

maximization menimbulkan krisis ekosistem. Gejala ini menaruh perhatian

para ahli sehingga mencul kelompok-kelompok yang menamakan diinya penyelamat lingkungan. Salah satu kelompok tingkat dunia yang menaruh perhatian kepada ekosistem ini adalah Club or Rome yang terkenal dengan pendapatnya limit to growth. Beberapa sarannya yang paling penting adalah stabilitas antara kelahiran dan kematian, stabilitas investasi dengan penyusutan barang modal, pengurangan konsumsi sumber-sumber alam, pengutamaan pendidikan, dan penurunan polusi industri. Tanpa


(34)

pembatasan terhadap tingkah laku manusia, tampaknya yang timbul hanya kehancuran dan kekacauan.

Harsono (2000:12) mengemukakan bahwa peran pemerintah dalam membuat peraturan mengenai pengelolaan lingkungan sangat dibutuhkan. Tujuan dari adanya peraturan pemerintah dalam pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

a. Peraturan memberi sinyal kepada perusahaan tentang kemungkinan inefisiensi sumber daya dan potensi peningkatan teknologi

b. Peraturan mengurangi ketidakpastian investasi pada pengelolaan lingkungan

c. Peraturan dipusatkan pada pencarian informasi mengenai pencapaian manfaat utama dengan peningkatan kesadaran perusahaan

d. Peraturan menciptakan tekanan yang memotivasi, inovasi, dan dinamika

e. Peraturan menjadi pedoman agar selama masa transisi menuju solusi berdasarkan inovasi

f. Tidak ada perusahaan yang menarik keuntungan dengan menolak investasi terhadap lingkungan.

Di Indonesia, telah ada suatu kerangka kerja untuk konservasi lingkungan. Peraturan tentang Manajemen Lingkungan tahun 1982, yang kemudian direvisi tahun 1997, telah menyediakan suatu legalitas untuk mengawasi dan memaksa dipatuhinya regulasi yang dikeluarkan pemerintah tersebut. Sejak tahun 1986 pihak pemerintah melalui


(35)

BAPEDAL telah melakukan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

Nota kesepahaman antara Kementrian Lingkungan Hidup dengan BI telah ditandatangani tahun 2005 tentang penetapan peringkat kualitas aktiva bagi bank umum. Aspek lingkungan menjadi salah satu variabel penentu dalam pemberian kredit dan kinerja lingkungan yang dikeluarkan oleh KLH melalui PROPER adalah tolak ukur mereka. PROPER menggunakan standar pengukur kualitas limbah perusahaan. Selanjutnya setiap perusahaan yang ingin mendapatkan kredit perbankan, harus memperlihatkan kepedulian perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan. Nota kesepahaman ini adalah harapan baru bagi pencerahan kondisi lingkungan hidup di Indonesia (Lindrianasari, 2007:161).

2. Konsep Akuntansi Lingkungan

Akuntansi lingkungan adalah suatu istilah yang berupaya untuk menspesifikasikan pembiayaan yang dilakukan perusahaan dan pemerintah dalam melakukan konservasi lingkungan ke dalam pos “lingkungan” di dalam praktik bisnis perusahaan dan pemerintah. Dari kegiatan konservasi lingkungan ini pada akhirnya akan muncul biaya lingkungan

(environmental cost) yang harus ditanggung perusahaan. Akuntansi

lingkungan juga dapat dianalogikan sebagai suatu kerangka kerja pengukuran kuantitatif terhadap kegiatan konservasi lingkungan yang dilakukan perusahaan (Lindrianasari, 2007:162).


(36)

Ikhsan (2008:14) mendefinisikan akuntansi lingkungan sebagai pencegahan, pengurangan, dan atau penghindaran dampak terhadap lingkungan. Badan Perlindungan Lingkungan AS dalam Ikhsan (2008:15) mendefinisikan akuntansi lingkungan adalah:

“Suatu fungsi penting tentang akuntansi lingkungan adalah untuk menggambarkan biaya-biaya lingkungan supaya diperhatikan oleh para

stakeholders perusahaan yang mampu mendorong dalam

pengindentifikasian cara-cara mengurangi atau mennghindari biaya-biaya ketika pada waktu yang bersamaan sedang memperbaiki kualitas lingkungan”.

Menurut Lindrianasari (2007:162) aktivitas yang dapat dilakukan sehubungan dengan konservasi lingkungan adalah sebagai berikut:

- Konservasi terhadap kondisi yang berpengaruh terhadap kesehatan makhluk hidup dan lingkungan hidup yang berasal dari polusi udara, polusi air, pencemaran tanah, kebisingan, getaran, bau busuk, dan lain sebagainya.

- Konservasi terhadap kondisi yang berpengaruh secara menyeluruh seperti pemanasan global, penipisan lapisan ozon, serta pencemaran air laut.

- Konservasi terhadap sumber daya. Konservasi ini dapat dilakukan dengan cara mengurangi penggunaan bahan kimia yang dapat mencemari lingkungan, mengendalikan sampah dari kegiatan produksi perusahaan, penggunaan material dari hasil daur ulang, dan lain sebagainya.

Konsep akuntansi lingkungan sebenarnya sudah mulai berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa. Hal ini disebabkan tekanan


(37)

lembaga-lembaga bukan pemerintah dan meningkatnya kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat yang mendesak agar perusahaan-perusahaan menerapkan pengelolaan lingkungan bukan hanya luas kegiatan industri demi bisnis saja (Djogo, 2006 dalam Almilia dan Wijayanto, 2007).

Menurut Cahyono (2002) dalam Fadilah (2003), istilah akuntansi lingkungan sebenarnya sama artinya dengan akuntansi sosial ekonomi

(socio economic accounting) atau akuntansi pertanggungjawaban sosial.

Fenomena ini mengukur seberapa jauh perusahaan memberikan dampak yang merugikan dan menguntungkan masyarakat. Tren ini menunjukkan bahwa konsep kapitalis dalam memahami fungsi bisnis harus diubah. Perusahaan tidak bisa lagi seenaknya untuk mengolah sumber daya tanpa memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat. Dengan kata lain perusahaan tidak hanya mengambil keuntungan dari alam tanpa peduli dampak yang ditimbulkan dari kerusakan alam tersebut.

Lebih lanjut disebutkan bahwa akuntansi lingkungan memiliki tujuan untuk mengukur biaya (cost) dan manfaat (benefit) sosial sebagai akibat dari kegiatan perusahaan. Biaya dan manfaat tersebut tidak selalu dapat diukur nilainya dan dinyatakan dalam struktur keuangan (nominal) sehingga berpengaruh terhadap bentuk dan cara pelaporan akuntansi.

Fadilah (2003:56) mengemukakan akuntansi lingkungan sangat dipengaruhi oleh aspek lingkungan meliputi bidang sosial, politik, budaya, perdagangan dan ekonomi, serta hukum dan hubungan internasional. Isu-isu lingkungan juga mempengaruhi posisi dan keadaan keuangan jangka


(38)

panjang perusahaan. Isu lingkungan mempengaruhi semua bidang akuntansi yaitu akuntansi keuangan, akuntansi manajemen, pemeriksaan akuntansi, sistem informasi akuntansi, akuntansi perpajakan, dan bidang akuntansi lainnya.

Fadilah (2003:57) mengemukakan pada pertengahan tahun 1990-an ketika istilah environmental accounting belum banyak dikenal hanya beberapa perusahaan saja yang menerapkannya mula-mula dengan mengungkapkan masalah lingkungan. Hal ini berkaitan dengan keterbukaan perusahaan untuk mengungkapkan informasi lingkungan sebagai dampak dari aktivitas industri atau bisnis mereka.

Sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dan perusahaan atas pentingnya pelaksanaan tanggung jawab sosial, maka kebutuhan akan standar pelaporan yang digunakan sebagai acuan dalam membuat laporan juga meningkat. Selama dasawarsa terakhir telah bermunculan sejumlah standar pelaporan dan pengungkapan sosial. Namun hingga kina belum ada kesepakatan standar mana yang dapat diberlakukan secara global. Beberapa standar yang telah dikembangkan tersebut antara lain The United Nations Global Compact, Social

Accountability 8000, dan The Global Reporting Initiative (GRI) (Utama,

2008:18).

Scott (2003) dalam Utami (2007) menjelaskan teori akuntansi dengan pendekatan konsep decision usefulness dan economic


(39)

dan tanggung jawab perusahaan dalam konteks akuntansi lingkungan terkait dengan kepentingan pengambilan keputusan yang rasional dari investor dan kreditur. Kepentingan para investor yang harus diusahakan oleh manajemen adalah kepentingan maksimalisasi kemakmuran yang tercermin dalam nilai perusahaan atau harga saham. Oleh karena itu memasukkan informasi hasil audit lingkungan dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam laporan tahunan dinilai penting bagi investor dan kreditur.

3. Pengungkapan Lingkungan

Pengungkapan oleh perusahaan publik, pada dasarnya terdiri dari pengungkapan wajib dan pengungkapan sukarela. Pengungkapan wajib adalah pengungkapan informasi yang diatur oleh badan pembuat standar dan regulator lainnya, aturan ini berupa persyaratan minimal pengungkapan yang harus dipenuhi oleh perusahaan-perusahaan publik. Sedangkan pengungkapan sukarela adalah pengungkapan diluar yang diwajibkan, merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan publik untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dipandang relevan sebagai dasar pengambilan keputusan oleh para pemakai.

Tujuan dari pengungkapan akuntansi lingkungan berkaitan dengan kegiatan-kegiatan konservasi lingkungan oleh perusahaan maupun organisasi lainnya yaitu mencakup kepentingan organisasi publik dan perusahaan-perusahaan publik yang bersifat lokal. Pengungkapan ini


(40)

penting terutama bagi para stakeholders untuk dipahami, dievaluasi, dan dianalisis sehingga dapat memberi dukungan bagi usaha mereka (Ikhsan, 2008:6).

Menurut Gray et. al. (1995) dalam Meutya (2008) pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan bertujuan memperlihatkan kepada masyarakat aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan berserta pengaruh yang ditimbulkan kepada masyarakat. Pengaruh di sini antara lain adalah seberapa jauh lingkungan, pegawai konsumen, masyarakat lokal, dan yang lainnya dipengaruhi oleh kegiatan dan operasi bisnis perusahaan.

Choi (1999) dalam Meutya (2008) mengatakan bahwa tidak ada suatu teori yang spesifik yang dapat digunakan untuk menjelasan praktik tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dilakukan perusahaan. Teori legitimasi, teori stakeholders, teori akutansi ekonomi politik, dan teori agensi telah digunakan dalam banyak studi tersebut. Setiap teori bersandar pada argumen teori yang berbeda yang akan mengimplikasikan beragam motivasi perusahaan untuk melakukan pengungkapan informasi.

Salah satu motivasi manajer untuk melakukan pengungkapan sosial-lingkungan adalah untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat khususnya atas kelangsungan organisasi. Pandangan ini dicakup dalam teori legitimasi.

Teori legitimasi mengatakan bahwa organisasi secara terus menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan


(41)

sesuai dengan batasan dan norma-norma masyarakat di mana mereka berada. Pengungkapan sosial-lingkungan perusahaan adalah implementasi dari strategi legitimasi yang harus melibatkan komunikasi dari organisasi. Oleh karena itu, pengungkapan informasi perusahaan dapat dipandang sebagai suatu strategi yang dapat digunakan oleh organisasi untuk mempertahankan legitimasinya (Meutya, 2008).

Menurut Friedman (1962) dalam Meutya (2008) satu-satunya alasan atas keberadaan perusahaan adalah untuk memberikan keuntungan bagi para pemilik. Dengan melakukan pengungkapan sosial-lingkungan, perusahaan berusaha memenuhi harapan para stakeholders sebagai upaya untuk mendapatkan legitimasi.

Standar pengungkapan lingkungan yang diakui dan diterapkan secara luas akan memampukan perusahaan untuk mendefinisikan tanggung jawab mereka sekaligus memampukan mereka untuk menyampaikan laporan yang bermanfaat yang dibutuhkan, di lain pihak juga membantu manajemen perusahaan mempertimbangkan masalah lingkungan dalam operasi mereka. Beberapa kriteria berdasarkan laporan juga memampukan manajemen perusahaan untuk membandingkan usaha-usaha mereka dalam menghadapi masalah lingkungan dengan usaha-usaha-usaha-usaha yang dilakukan oleh pesaing mereka (Gunawan, 2003:45).

Perusahaan berkewajiban menyampaikan informasi pengelolaan lingkungan yang dilakukannya, sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup dalam pasal 6 ayat 2: “Setiap orang


(42)

yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup”.

Sejalan dengan perkembangan dampak yang ditimbulkan perusahaan terhadap lingkungan baik itu dampak positif maupun negatif, telah dikeluarkan undang-undang No. 40 tahun 2007 sebagai pengganti UU No. 1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas. UU tersebut dalam pasal 74 ayat 1 mewajibkan perseroan yang bidang usahanya di bidang atau terkait dengan bidang sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. UU tersebut juga mewajibkan semua perseroan untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab tersebut di laporan tahunan.

Dari sisi manajemen, luasnya disclosure kewajiban lingkungan berhubungan dengan empat faktor, yaitu (1) peraturan, termasuk tindakan pelaksanaan, (2) peradilan dan negoisasi, (3) implikasi pasar modal, dan (4) pengaruh peraturan yang lain. Seiring dengan semakin banyaknya peraturan-peraturan dan pemaksaan hukum, jumlah disclosure isu lingkungan semakin meningkat, tetapi karena pedomannya belum jelas dan kepada siapa disclosure tersebut ditujukan, maka disclosure isu lingkungan masih sangat variatif. Untuk itu perlu pedoman yang jelas siapa pengguna isu lingkungan yang sebenarnya (Subroto, 2008).


(43)

Saat ini, sebagian perusahaan di Indonesia telah melaporkan kegiatan tanggung jawab sosial dan lingkungannya di laporan tahunan. Namun, apa yang dilaporkan dan diungkapkan sangat beragam sehingga menyulitkan pembaca laporan tahunan untuk melakukan evaluasi. Selain itu informasi yang diungkapkan biasanya hanya merupakan informasi positif bagi perusahaan sehingga meninggalkan kesan bahwa laporan tersebut hanyalah sebagai alat komunikasi (public relation) bukan sebagai bentuk akuntabilitas perusahaan kepada publik.

Berdasarkan isu yang berkembang berkaitan dengan lingkungan, banyak pihak menyarankan agar perlunya suatu standar yang mengatur masalah pengungkapan lingkungan. Dengan demikian diharapkan perusahaan harus menyampaikan informasi yang lebih akurat mengenai kinerja lingkungan mereka. Di Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah menyusun suatu standar pengungkapan akuntansi lingkungan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 32 dan 33. kedua PSAK ini mengatur tentang kewajiban perusahaan dari sektor pertambangan umum dan pemilik Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk melaporkan item-item lingkungan dalam laporan keuangan (Lindrianasari,2007:161).

Menurut Meutya (2008) ada beberapa teori yang dapat menjadi dasar dalam hal pengungkapan aspek sosial perusahaan untuk menjelaskan mengapa perusahaan memilih untuk menyediakan informasi mengenai strategi perusahaan mereka dan kegiatan sosial serta lingkungan, yaitu:


(44)

a. Stakeholder Theory

Teori stakeholder menjelaskan pengungkapan sosial perusahaan sebagai cara untuk berkomunikasi dengan stakeholder. Teori ini mengasumsikan bahwa eksistensi perusahaan ditentukan oleh para

stakeholder. Individu, organisasi, dan lingkungan merupakan satu

sistem yang saling berhubungan dan tidak terpisahkan. Masing-masing merupakan bagian dari yang lain dan terganggunya keberadaan satu bagian maka akan mempengaruhi keberadaan yang lain. Salah satu bentuk komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan adalah dalam bentuk pengungkapan aspek sosial perusahaan dengan memberikan laporan yang relevan dan reliable.

b. Legitimacy Theory

Salah satu motivasi manajer untuk melakukan pengungkapan sosial-lingkungan adalah untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat khususnya atas kelangsungan perusahaan. Suatu entitas dipengaruhi dan sebaliknya mempengaruhi komunitas di mana entitas tersebut melakukan kegiatannya. Perusahaan beroperasi dalam sebuah lingkungan sosial melalui kontrak sosial di mana terdapat kesepakatan untuk memberikan berbagai tindakan sosial yang sesuai agar dapat melakukan tujuan0tujuannya. Setiap aktivitas yang dilakukan dan diungkapkan perusahaan akan mempengaruhi kepercayaan terhadap perusahaan tersebut.


(45)

Teori legitimasi mengatakan bahwa perusahaan secara terus menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan sesuai dengan batasan dan norma di mana mereka berada. Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma.

c. Political Economy Theory

Teori ini lebih menekankan bahwa pengungkapan sosial-lingkungan akan dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk reaksi terhadap munculnya berbagai tekanan dari pihak eksternal agar eksistensi dan aktivitasnya diakui oleh masyarakat.

d. Contingency Theory

Pengungkapan aspek sosial-lingkungan perusahaan dapat berbeda-beda karena elemen dan variabel yang mempengaruhinya. Efektivitas perusahaan sebagai sebuah sistem dalam memenuhi permintaan dari lingkungannya amat tergantung pada elemen-elemen berbagai macam subsistem membagi elemen yang dapat mempengaruhi perusahaan tersebut ke dalam empat macam variabel, yaitu sosial, lingkungan, karakteristik perusahaan, dan karakteristik pengguna informasi perusahaan.

e. Accountability Model

Perusahaan tersebut memiliki banyak tanggung jawab yang setiap tanggung jawab tersebut berasal dari pemegang saham termasuk hak


(46)

untuk mendapatkan informasi dari perusahaan mengenai akuntabilitas sesuai harapan pemegang saham.

Menurut Gunawan (2003:46) ada beberapa faktor yang menekankan perusahaan untuk membuat laporan berkaitan dengan lingkungan, faktor-faktor tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: a. Faktor Sosial

Perusahaan ada karena diakui keberadaannya oleh masyarakat. Pengakuan itu bisa berupa kepercayaan masyarakat untuk membeli produk perusahaan atau untuk menanamkan modal dalam operasi perusahaan. Kesemuanya itu tidak dapat diperoleh secara gratis dari masyarakat. Sebagai imbalannya, perusahaan memiliki tanggung jawab untuk melaporkan apa saja yang telah diperbuatnya atas kepercayaan tersebut. Masyarakat mengharapkan sesuatu yang lebih dari perusahaan. Memang tidak ada kesepakatan mengenai apa yang dituntut masyarakat secara tepat, namun tuntutan tersebut makin hari makin meningkat. Walaupun perusahaan bukan satu-satunya penyebab utama pencemaran lingkungan tersebut. Ada harga yang harus dibayar oleh perusahaan berkaitan dengan lingkungan.

b. Peraturan Pemerintah

Kontrak perusahaan dengan negara. Peraturan pemerintah, entah proses legalisasinya melalui parlemen atau dalam bentuk peraturan yang ditetapkan pemerintah, merupakan satu hal yang sifatnya memaksa. Oleh karena itu, perusahaan mau tidak mau harus


(47)

mengikutinya. Salah satu kemungkinan yang dilakukan oleh pemerintah jika perusahaan tidak melaporkan tanggung jawab lingkungannya adalah meningkatkan pembatasan-pembatasan melalui hukum yang ditetapkan oleh pemerintah.

c. Tekanan dari Interest Group

Ada banyak organisasi yang dipakai untuk menekan perusahaan membuat laporan lingkungan. Sebagian besar tekanan dari interest

group dilakukan melalui badan yang mengelola pasar modal. Di pasar

modal-lah, perusahaan-perusahaan melakukan go public, sehingga pembuatan dan verifikasi disclosure dirasakan sangat penting. Perusahaan dapat meningkatkan performance melalui disclosure yang telah diverifikasi oleh pihak ketiga. Badan yang mengelola pasar modal di Indonesia adalah Bapepam. Bapepam membuat tekanan kepada perusahaan untuk membuat laporan lingkungan.

d. Faktor yang Terkait dengan Hirarki Kebutuhan Maslow

Faktor yang terkait dengan hirarki kebutuhan Maslow, bahwa kebutuhan merupakan fungsi dari pencapaian tingkat ekonomi. Hal ini disebabkan organisasi menyerupai individu dalam hal perkembangan dan pertumbuhan. Ketika kebutuhan mendasar telah terpenuhi, individu atau organisasi akan mencoba memenuhi kebutuhan sosial dan pengakuan diri yang lebih tinggi.


(48)

e. Kesadaran Perusahaan

Para manajer merasa bahwa tanggung jawab terhadap lingkungan akan meringankan kepentingan mereka sendiri. Mereka beranggapan bahwa memperhatikan lingkungan berarti memperhatikan kepentingan masyarakat. Hal ini akan memberikan iklim usaha yang lebih kuat dan lebih menghasilkan laba. Berdasarkan perspektif ekonomi-politik perusahaan akan bersikap proaktif untuk merumuskan pandangannya mengenai konstituen sosial dan politiknya. Dengan demikian perusahaan mengharapkan akan memperoleh image positif dari masyarakat.

Gunawan (2003:41) berpendapat bahwa dengan melakukan pengungkapan lingkungan, perusahaan akan memperoleh banyak keuntungan. Perusahaan memenuhi kebutuhan sosial dan pengakuan diri yang lebih tinggi, dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat sekaligus meningkatkan image perusahaan di mata masyarakat yang akan membeli produk perusahaan atau menanamkan modal dalam operasi perusahaan. Perusahaan juga dapat menghindari pinalti atau hukuman dari pemerintah dengan membuat laporan lingkungan tersebut.

4. Kinerja Keuangan

Pengertian kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Sucipto (2008:1) adalah merupakan kata benda yang artinya: sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, atau kemampuan kerja. Sedangkan penilaian kinerja menurut Mulyadi dalam Sucipto (2008:2) adalah


(49)

penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia sehingga penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas prilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan dalam organisasi.

Pengertian kinerja keuangan menurut Sucipto (2008:2) adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Pengukuran kinerja keuangan perlu dikaitkan antara organisasi perusahaan dengan pusat pertanggungjawaban. Dalam melihat organisasi perusahaan dapat diketahui besarnya tanggung jawab manajer yang diwujudkan dalam bentuk prestasi kerja keuangan. Namun demikian mengatur besarnya tanggung jawab sekaligus mengukur prestasi keuangan tidaklah mudah sebab ada yang dapat diukur dengan mudah dan ada pula yang sukar untuk diukur.

Kinerja keuangan perusahaan adalah sesuatu yang sulit diukur secara eksak dan lebih menyerupai suatu seni karena di dalamnya terkandung aspek subjektif dan objektif dari si penilai. Terlepas dari hal tersebut, terdapat beberapa cara yang harus ditempuh agar analisis kinerja keuangan yang dilakukan dapat menjadi suatu tolak ukur yang dapat diandalkan dan dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan strategik (Amir, 2002:12).


(50)

Rasio profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba disebut juga operating ratio (Harahap, 2007:304). Menurut Amir (2002:31) rasio profitabilitas adalah ukuran untuk mengetahui seberapa jauh efektivitas manajemen dalam mengelola perusahaan.

Menurut Astuti (2002:19) profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba. Satu-satunya ukuran profitabilitas yang paling penting adalah laba bersih. Para investor dan kreditor sangat berkepentingan dalam mengevaluasi kemampuan perusahaan menghasilkan laba saat ini maupun mendatang.

Para peneliti sepakat bahwa pengukuran kinerja perusahaan tidak cukup hanya menggunakan satu ukuran tunggal karena tidak dapat menggambarkan tingkat pencapaian prestasi perusahaan yang sesungguhnya. Dari banyak penelitian tentang kinerja organisasional biasanya diukur dengan penilaian responden dan pangsa pasar, self

assessment relative terhadap pesaing, return on assets (ROA) (Astuti,

2002:20).

Menurut Astuti (2002:21) kinerja keuangan menggunakan ukuran perseptual, biasanya dilakukan dengan cara CEO diminta menilai perusahaannya sendiri dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis


(51)

dalam industri. Variabel yang biasa digunakan antara lain: market share,

sales growth, net profit margin, dan return on asset.

Return on asset (ROA) menggambarkan perputaran aktiva diukur

dari volume penjualan. Semakin besar rasio ini semakin baik. Hal ini berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba (Harahap, 2007:305).

Menurut Astuti (2002:22) ROA adalah hasil pengembalian total aktiva atau total investasi. ROA menunjukkan kinerja manajemen dalam menggunakan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba. Perusahaan mengharapkan adanya hasil pengembalian yang sebanding dengan dana yang digunakan.

5. Kinerja Saham

Menurut Buku Panduan Investasi di Pasar Modal Indonesia (2003), saham adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan, dan pemegang saham memiliki hak atas klaim atas penghasilan dan aktivitas perusahaan. Harga sebuah saham sangat dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran. Harga sebuah saham akan cenderung naik bila suatu saham mengalami kelebihan permintaan dan cenderung turun jika terjadi kelebihan penawaran.

Pasar modal dikatakan efisien bila perubahan harga saham tidak dapat diprediksi atau random. Dengan kata lain, harga saham mengikuti model random walk. Harga saham yang bergerak secara random tersebut merupakan konsekuensi dari reaksi para investor yang rasional yang saling


(52)

berkompetensi untuk mendapatkan informasi yang baru sebelum investor lain menemukan informasi tersebut untuk pengambilan keputusan membeli atau menjual saham di pasar modal. Jika harga saham ditentukan secara rasional maka hnaya informasi yang baru saja yang menyebabkan harga saham berubah. Informasi lama telah terefleksikan pada harga saham sehingga dengan mengasumsikan constant equilibrium expected

return sepanjang waktu, bila harga saham di masa datang dapat diprediksi

dengan informasi terdahulu, maka dapat dikatakan bahwa pasar modal tersebut tidak efisien (Lestari, 2005:1).

Perusahaan go public dengan kinerja yang baik akan meningkatkan nilai perusahaan yang tercermin pada harga sahamnya. Harapan investor selain memperoleh dividen adalah kenaikkan harga saham. Kenaikkan harga saham akan mendatangkan keuntungan bagi investor dari capital gain. Kinerja saham yang baik adalah jika kenaikkan harga sahamnya di atas atau paling tidak sama dengan tingkat kenaikkan indeks pasarnya. Dalam jangka panjang emiten yang dapat menunjukkan kinerja yang lebih efisien akan mendapatkan tanggapan positif dari investor (Suharli, 2005:3).

Menurut Jogiyanto (2003) dalam Suharli (2005:101) return adalah tingkat pengembalian hasil yang diperoleh investor dari sejumlah dana yang diinvestasikan pada suatu periode tertentu dinyatakan dalam persentase. Return tersebut dapat berupa capital gain ataupun dividen untuk investasi pada saham. Return saham dibedakan menjadi dua, yaitu:


(53)

return realisasi dan return ekspektasi. Return suatu saham adalah hasil yang diperoleh dari investasi dengan cara menghitung selisih harga saham periode berjalan dengan periode sebelumnya dengan mengabaikan dividen. Besarnya return suatu saham akan positif bila harga jual dari saham yang dimiliki lebih dari harga belinya.

Return saham memungkinkan investor untuk membandingkan

keuntungan actual ataupun keuntungan yang diharapkan yang disediakan oleh berbagai investasi pada tingkat pengembalian yang diinginkan. Di sisi lain return saham juga memiliki peran yang amat signifikan dalam menentukan nilai dari suatu investasi (Daniati dan Husairi, 2006:2). 6. Hubungan Pengungkapan Lingkungan dengan Kinerja Keuangan

Adam dan Zutshi (2004) dalam Utama (2008) berpendapat manfaat bagi perusahaan untuk melaksanakan dan melaporkan kegiatan tanggung jawab sosial dan lingkungan antara lain rekrutmen dan retensi karyawan yang lebih baik, pengambilan keputusan internal yang lebih baik dan penghematan biaya, reputasi dan hubungan dengan stakeholders yang lebih baik, dan imbal hasil keuangan yang lebih tinggi.

Friedman dan Jaggi (1982) dalam Lindrianasari (2007) menguji hubungan antara pengungkapan lingkungan dengan enam rasio akuntansi untuk mengukur kinerja ekonomi. Hasilnya tidak ada hubungan yang signifikan antara pengungkapan lingkungan dengan kinerja ekonomi.

Richardason et. al. (2001) dalam Lindrianasari (2007) melakukan observasi terhadap pengungkapan sosial perusahaan dengan fokus


(54)

pengungkapan lingkungan. Richardason melaporkan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan terhadap tingkat pengungkapan lingkungan dengan cost of capital. Lebih lanjut diutarakan bahwa perusahaan akan melakukan pengungkapan lingkungan yang lebih baik pada saat profitabilitas perusahaan semakin baik.

7. Hubungan Pengungkapan Lingkungan dengan Kinerja Saham

Clarkson dan Richardason (2004) dalam Utami (2007) meneliti tentang penilaian pasar atas environmental capital expenditure pada perusahaan kertas. Hasil dari penelitian tersebut adalah environmental

capital expenditure berdampak signifikan terhadap harga saham pada

perusahaan dengan tingkat polusi kategori tinggi. Dijelaskan bahwa investor menggunakan informasi lingkungan untuk mengestimasi kemungkinan adanya tuntutan kewajiban di masa yang akan datang sebagai akibat polusi. Pada perusahaan dengan tingkat polusi yang tinggi ditaksir besarnya hutang atas dampak lingkungan (kontijensi) mencapai rata-rata 16,6% dari kapitalisasi pasar.

Suratno, Darsono, dan Mutmainah (2006) meneliti tentang pengaruh kinerja lingkungan terhadap pengungkapan lingkungan dan kinerja ekonomi. Hasil dari penelitian tersebut adalah kinerja lingkungan berpengaruh secara positif signifikan terhadap pengungkapan lingkungan dan kinerja ekonomi. Kinerja ekonomi ditandai dengan return tahunan industri yang bersangkutan.


(55)

B. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan bagian dari tinjauan pustaka yang berisikan rangkuman atas dasar-dasar teori yang dijadikan landasan dalam penelitian kali ini. Kerangka pemikiran ini dapat dituangkan dalam sebuah model penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.1

Model Hubungan Pengungkapan Lingkungan terhadap Kinerja Keuangan dan Kinerja Saham

Variabel Independen Variabel Dependen

C. Hipotesis

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis di bawah ini pada dasarnya merupakan jawaban sementara terhadap suatu masalah yang harus dibuktikan kebenarannya. Adapun hipotesis yang dirumuskan dalam penulisan skripsi ini adalah:

Pengungkapan Lingkungan Pengungkapan

Lingkungan

Kinerja Keuangan


(56)

Ha1: Pengungkapan lingkungan perusahaan berpengaruh secara signifikan

terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Ha2: Pengungkapan lingkungan perusahaan berpengaruh secara signifikan


(57)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan uraian masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penelitian ini merupakan penelitian kausal komparatif, yaitu penelitian dengan karakteristik masalah berupa hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih (Indriantoro dan Supomo, 2002:27). Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal, Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) menara 2, lantai 1, Jalan Jenderal Sudirman kav. 52-53, Jakarta, 12190 . Penelitian ini bertujuan menganalisa pengaruh antara pengungkapan lingkungan dengan kinerja keuangan dan pengungkapan lingkungan dengan kinerja saham.

B. Metode Penentuan Sampel

Penelitian mengambil sampel perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif

(purposive sampling) yaitu dalam perolehan informasi menggunakan

pertimbangan tertentu (Indriantoro dan Supomo, 2002:131). Sampel penelitian adalah perusahaan pertambangan umum dan perusahaan pengusahaan hutan yang dinilai sebagai perusahaan berisiko lingkungan yang tinggi karena proses produksinya yang memanfaatkan secara langsung sumber daya alam.


(58)

Karakteristik yang disyaratkan dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan sampel adalah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan umum go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan menerbitkan laporan keuangan (annual report) pada tahun 2004-2007. 2. Perusahaan sampel adalah perusahaan yang bergerak di bidang

pengusahaan hutan go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan menerbitkan laporan keuangan (annual report) pada tahun 2004-2007.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dipakai adalah penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan ini dilakukan dengan mencari dan mengumpulkan berbagai literatur seperti laporan keuangan, buku, artikel, jurnal, skripsi, data dari internet, dan peraturan perundang-undangan yang relevan dengan masalah penelitian.

Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan ini dinamakan data sekunder (secondary data), yaitu data perusahaan pertambangan umum dan pengusahaan hutan go public pada tahun 2004, 2005, 2006, dan 2007. Data tersebut diperoleh dari Jakarta Stock Exchange (JSX).

D. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 12.0 untuk mendapatkan hasil akurat sedangkan teknik


(59)

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear sederhana. Model analisis ini dipilih karena penelitian dirancang untuk meneliti pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Bentuk pengujian yang dipakai adalah sebagai berikut:

1. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol (Ghozali, 2001:91).

Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebasnya. Model regresi bebas dari problem multikolinearitas adalah mempunyai nilai VIF tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 (Nugroho, 2006:58). Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai


(60)

b. Uji Heterokedastisitas

Uji ini dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksaman varians residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas. Jika varians berbeda disebut heterokedastisitas, di mana model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas. Pedoman suatu model regresi bebas dari heteroskedastisitas adalah tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y (Santoso, 2004:208).

c. Uji Autokorelasi

Pengujian ini bertujuan menguji apakah dalam sebuah model regresi terdapat korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi autokorelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model regresi yang baik adalah yang bebas dari masalah autokorelasi. Bila hasil uji DW di bawah -2 berarti terjadi autokorelasi positif, hasil DW yang menunjukkan nilai berkisar -2 sampai 2 maka tidak terjadi autokorelasi dan jika hasil DW bernilai di atas +2 maka terjadi autokorelasi negatif (Santoso, 2004:219).

d. Uji Normalitas

Uji normalitas ini digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel dependen dan variabel independen


(61)

mempunyai distribusi data normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal (Santoso, 2004:212).

Menurut Ghozali (2001) ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistic. Dalam penelitian ini menggunakan analisis grafik, yaitu salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

2. Uji Hipotesis

a. Uji Koefisien Determinasi

Uji koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai R² yang mendekati 1 berarti variabel-variabel independen memberikan hamper semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksikan variabel dependen (Ghazali, 2001:83). Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar variabel independen (ED) mempengaruhi variabel dependen (FP dan RS) atau


(62)

seberapa besar kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen.

b. Regresi Linear Sederhana

Analisis regresi linear sederhana untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y). Analisis regresi linear untuk hipotesis pertama disimpulkan dengan persamaan matematik sebagai berikut:

Y1 = + X1 + e

Di mana:

Y1 = Kinerja Keuangan (variabel terikat)

= Konstatnta atau nilai variabel terikat (Y) jika besar perubahan nilai variabel (X) sama dengan 0

= Koefisien regresi atau nilai sensitivitas variabel terikat (Y1)

terhadap besar perubahan variabel bebas (X1) di mana jika nilai

positif maka akan terjadi kenaikan, sedangkan jika nilai negatif maka terjadi penurunan

X1 = Pengungkapan Lingkungan (variabel bebas)

e = error

Analisis regresi linear untuk hipotesis kedua disimpulkan dengan persamaan matematik sebagai berikut:


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh variael independen yakni pengungkapan lingkungan terhadap kinerja keuangan perusahaan dan kinerja saham perusahaan. Sampel penelitian ini adalah perusahaan pengusahaan hutan dan pertambangan umum yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia serta mengeluarkan laporan keuangan tahun 2004, 2005, 2006, dan 2007. Perusahaan sampel terdiri dari lima perusahaan pengusahaan hutan dan empat perusahaan pertambangan umum. Pengujian ini menggunakan analisis regresi linear sederhana (simple linier regression).

Dari hasil pengujian dan analisis terhadap data, diperoleh hasil, yaitu: 1. Hipotesis pertama menguji pengaruh pengungkapan lingkungan terhadap

kinerja keuangan perusahaan. Dari hasil uji t diketahui bahwa variabel pengungkapan lingkungan berpengaruh terhadap kinerja keuangan. 2. Hipotesis kedua menguji pengaruh pengungkapan lingkungan terhadap

kinerja saham perusahaan. Dari hasil uji t diketahui bahwa variabel pengungkapan lingkungan berpengaruh terhadap kinerja saham perusahaan.


(2)

B. Implikasi

Hasil dari penelitian ini, kinerja keuangan 12,7% mampu dijelaskan oleh pengungkapan lingkungan. Hal ini berarti bahwa dengan melakukan pengungkapan lingkungan perusahaan melakukan prinsip transparansi yang dapat meningkatkan reputasi dan nilai perusahaan yang berdampak pada kepercayaan dari konsumen dan masyarakat untuk menggunakan produk perusahaan tersebut yang nantinya akan meningkatkan penjualan perusahaan dan berimbas pada laba yang diperoleh perusahaan. Dari laba perusahaan inilah mencerminkan kinerja keuangan suatu perusahaan.

Selain itu dengan melakukan pengungkapan lingkungan berarti perusahaan mempertahankan legitimasinya dalam masyarakat. Legitimasi yang dipertahankan dalam masyarakat tersebut akan menaikkan reputasi perusahaan itu sendiri.

Kinerja saham dalam penelitian ini 17,3% mampu dijelaskan oleh pengungkapan lingkungan. Hal ini berarti dengan mengungkapkan informasi lingkungan perusahaan dapat menarik investor. Hal ini disebabkan alasan untuk berinvestasi adalah terdapatnya risiko. Dengan perusahaan mengungkapkan informasi lingkungan, investor akan mengetahui kewajiban perusahaan tersebut terhadap pengelolaan lingkungannya serta untuk menghindari klaim di masa akan datang yang berhubungan dengan pencemaran lingkungan hidup yang dapat mempengaruhi dividen. Selain itu, hasil penelitian ini sesuai dengan teori stakeholders.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Akmal. “Pengaruh Peran Manajemen Sumber Daya Manusia terhadap Kinerja Perusahaan: Persepsikan Manajer Menengah BUMN”, Usahawan No. 07, Juli 2006.

Almilia, Luciana S dan Wijianto, Dwi. “Pengaruh Environmental Performance dan Environmental Disclosure terhadap Economic Performance”, Paper Accounting Conference Universitas Indonesia tanggal 7-9 Nopember 2007.

Amir. “Analisis Kinerja Keuangan pada Perusahaan Penerbit Pers”, Tesis Universitas Negeri Makasar, Makasar, 2002.

Anggraini, Retno. “Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya dalam Laporan Tahunan”, Paper Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang, Tanggal 23-26 Agustus 2006.

Anonim. “Mengenal ISO 14001 Sistem Manajemen Lingkungan”, artikel diakses pada bulan Agustus 2008, dari http://www.benefita.com/view.php?item=1 artikel&id=4

Aris, Rustiawan. “Evaluasi Perkembangan Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 studi pada Tiga Industri”, Tesis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2002.

Astute, Sih Darmi. “Pengujian Empiris atas Hubungan Lingkungan Strategi Kompetitif, Strategi Manufaktur, dan Kinerja Bisnis”, Tesis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2002.

Daniati, Ninna dan Suhairi, “Pengaruh Kandungan Informasi Komponen Laporan Arus Kas, Laba Kotor, dan Size Perusahaan terhadap Expected Return Saham”, Paper Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang, Tanggal 23-26 Agustus 2006.


(4)

Darwin, Ali. “Pengantar Ketua IAI Kompartemen Akuntan Manajemen: Mengenal ISRA”, artikel diakses pada bulan Agustus 2008 dari http://www.sepconference.com/isra_remark.html.

Fadilah, Sri. “Keterkaitan Akuntansi dengan Sistem Manajemen Lingkungan”, Jurnal Kajian Akuntansi Vol 1 No. 1, Maret 2003.

Ghazali, Imam.” Analisis Multivariate dengan Program SPSS”, Edisi tiga, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2001.

Gunawan, Inge. “Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial: Kebutuhan akan Standar Laporan Keuangan dan Jasa Jaminan Lingkungan”, Jurnal STIE YKPN, Yogyakarta, 2004.

Harahap, Sofyan S. “Analisis Laporan Keuangan”, Edisi kedua, Grafindo, Jakarta, 2007.

Harsono, Mugi. “Pengaruh Pendekatan Manajemen Lingkungan Natural terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur”, Tesis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2000.

IAI. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan”, Salemba Empat, Jkarta, 2007.

Ikhsan, Arfan. “Akuntansi Lingkungan dan Pengungkapannya”, Edisi pertama, Graha Ilmu, Jakarta, 2008.

Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang. “Metodologi Penelitian Bisnis”, Edisi pertama, BPFE, Yogyakarta, 2002.

Ja’far, Muhammad dan Amalia, Dista. “Pengaruh Dorongan Manajemen Lingkungan Proaktif dan Kinerja lingkungan terhadap Public Environmental Reporting”, Paper Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang, Tanggal 23-26 Agustus 2006.


(5)

Lestari, Murti. “Pengaruh Variabel Makro terhadap return Saham di Bursa Efek Jakarta: Pendekatan Beberapa Model”, Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo, Tanggal 15-16 September 2005.

Lindrianasari. “Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kualitas Pengungkapan Lingkungan dengan Kinerja EkonomiPerusahaan di Indonesia”, Jurnal JAAI Vol 11 No. 2, Desember 2007.

Meutya. “Menyibak Kepentingan Dibalik Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial”, Artikel diakses pada 18 Nopember 2008, dari http://mymeutya.blogspot.com/2008/03/html

Mulyono, Agus. “Kajian Manajemen Lingkungan pada Perusahaan Pertambangan dalam Upaya Mempertahankan Daya Dukung Lingkungan”, Tesis Universitas Indonesia, Depok, 2002.

Santoso, Singgih. “Latihan SPSS: Statistik Parametrik”, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2000.

Suratno. I.B, Darsono,Mutmainah S. “Pengaruh Environmental Performance terhadap Environmental Disclosure dan Economic Performance”, Paper Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang. Tanggal 23-26 Agustus 2006.

Sarumpaet, Susi. “The Relationship between Environmental Performance of Indonesian Companies”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol 7 No. 2, Universitas Kristen Petra, Nopember 2005.

Subroto, Bambang. “Pengungkapan Pelaporan Keuangan: Sarana Menuju Keterbukaan Perusahaan Publik”, Pidato pengukuhan di Fakultas Ekonomi Brawijaya, diakses pada 18 Nopember 2008, dari http://www.brawijaya.ac.id/id/8_directory/staf.php?detail=130686132

Sucipto. “Penilaian Kinerja Keuangan”, Jurnal Universitas Sumatera Utara, diakses pada 18 Nopember 2008, dari http://digilib.usu.ac.id/download/fe/ akuntansi-sucipto.pdf


(6)

Sugiarto, Yudi. “Model Peringkat Kinerja Rumah Sakit dalam Pengendalian Pencemaran Lingkungan”, Tesis Universitas Indonesia, Depok, 2000.

Suharli, Michell. “Studi Empiris terhadap Dua Faktor yang Mempengaruhi Return Saham pada Industri Food & Beverages di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7 No. 2 Univ. Kristen Petra, Jakarta, Nopember 2005.

Utama, Sidharta. “Evaluasi Infrastruktur Pendukung Pelaporan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan di Indonesia”, Pidato di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, diakses pada 18 Nopember 2008, dari http://www.csrindonesia.com/dataarticlesother/20071121152745-a.pdf

Utami, Wiwik. “Kajian Empiris Hubungan Kinerja Lingkungan, Kinerja Keuangan, dan Kinerja Pasar: Model Persamaan Simultan”, Paper Accounting Conference Universitas Indonesia tanggal 7-9 Nopember 2007.

UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Wibisono, Yusuf. “Tragedi Lumpur Lapindo (Akar Masalah dan Solusinya)”, artikel diakses pada 6 Desember 2008, dari http://agorsiloku.wordpress. com/2006/10/11/tragedi-lumpur-lapindo/


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pengungkapan Lingkungan terhadap Kinerja Keuangan (Perusahaan Perkebunan yang listing di BEI)

0 3 16

Pengaruh Pengungkapan Sustainability Report Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan

0 4 13

PENGARUH PENGUNGKAPAN SUSTAINABILITY REPORT TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN PENGARUH PENGUNGKAPAN SUSTAINABILITY REPORT TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN.

0 2 15

HUBUNGAN ANTARA KINERJA LINGKUNGAN DAN LUAS PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN DENGAN KINERJA KEUANGAN HUBUNGAN ANTARA KINERJA LINGKUNGAN DAN LUAS PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN DENGAN KINERJA KEUANGAN (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 4 16

PENGARUH PROFITABILITAS, UKURAN PERUSAHAAN, DAN KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP PENGUNGKAPAN ISLAMIC SOCIAL Pengaruh Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Dan Kinerja Lingkungan Terhadap Pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR) (Studi Empiris Pada Perusahaan

1 20 20

PENGARUH KEPEMILIKAN SAHAM, KINERJA KEUANGAN, DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP PENGUNGKAPAN PENGARUH KEPEMILIKAN SAHAM, KINERJA KEUANGAN, DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur

0 2 17

PENGARUH PROFITABILITAS, UKURAN PERUSAHAAN, KINERJA LINGKUNGAN, DAN LEVERAGE TERHADAP Pengaruh Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Kinerja Lingkungan, dan Leverage terhadap Pengungkapan Islamic Social Reporting.

0 3 23

PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN DAN KINERJA KEUANGAN TERHADAP PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia).

1 1 17

TAPPDF.COM PDF DOWNLOAD PENGARUH KINERJA KEUANGAN DAN KINERJA MANAJERIAL ... 2 PB

0 0 18

PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN DAN KINERJA KEUANGAN TERHADAP CORPORATE ENVIRONMENTAL DISCLOSURE

1 0 17