Dinamika Kebun Campuran Studi Kasus Praktek Pemanfaatan Lahan Kering Secara Berkelanjutan di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor

(1)

DINAMIKA KEBUN CAMPURAN :

Studi Kasus Praktek Pemanfaatan Lahan Kering

Secara Berkelanjutan di Desa Karacak

Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor

KUSHARTATI BUDININGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Dinamika Kebun Campuran : Studi Kasus Praktek Pemanfaatan Lahan Kering Secara Berkelanjutan di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2008

Kushartati Budiningsih


(3)

ABSTRACT

Kushartati Budiningsih. Dynamics of Mixed Garden : A Case Study of Sustainable Land Use on Dry Land in Karacak Village, Leuwiliang Subdistrict, Bogor District. Under the Supervision of NURHENI WIJAYANTO and SAHARUDDIN.

This research aims to explain why mixed garden still be managed by local community in Karacak. The study presents a qualitative analysis, applied to better understanding the dynamics of mixed garden that related to life of local community and strategy applied by the community in adaptation to environmental changes.

This case study shows that mixed garden have been changed on physical changes and management changes. These changes are influenced by population, technology, market pressure, and policy.

Mixed garden is not only a livelihood source but also a real life of local community. The mixed garden means that an sustainable land use on dry land which is occured through selection and adaptation process within interaction of human and their environment.


(4)

RINGKASAN

Agroforestri merupakan sebuah konsep umum dalam sistem pengelolaan lahan yang mengkombinasikan antara pohon dan tanaman pertanian. Sistem agroforestri merupakan sebuah sistem yang dinamis (Huxley 1999). Perubahan waktu yang diiikuti perkembangan yang terjadi di masyarakat dapat mengubah struktur dan komposisi vegetasi agroforestri. Perubahan yang bersifat ekstrim bahkan dapat mengganti sistem agroforestri menjadi bentuk penggunaan lahan lainnya.

Kecenderungan perubahan sistem agroforestri yang ada di Indonesia berdasarkan hasil-hasil penelitian antara lain terjadinya perubahan komoditi unggulan karena perkembangan pasar (pelak di Jambi, kebun campuran di Cibitung Bogor), monokulturisasi kebun dengan jenis-jenis tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (talun kebun di Bandung Selatan), berkurangnya keragaman jenis karena komersialisasi pertanian (pekarangan di DAS Citarum), terjadi proses penyeleksian jenis-jenis komersil dan introduksi jenis tanaman baru karena penetrasi ekonomi pasar (sistem agroforestri di Baduy), dan perubahan kawasan sistem agroforestri menjadi areal pemukiman (talun kebun di Bandung Selatan, kebun campuran di DAS Ciliwung hulu). Namun demikian nampak bahwa di tempat lain sistem agroforestri masih tetap ada dengan kedinamisannya. Salah satu sistem agroforestri yang masih tetap dikelola hingga saat ini adalah kebun campuran di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor.

Fokus penelitian ini adalah menjelaskan tentang kebun campuran sebagai cara hidup komunitas lokal yang senantiasa berhubungan dengan lingkungannya dan dinamika kebun campuran sebagai bentuk hubungan timbal balik antara sistem sosial dan sistem biofisik. Tujuan penelitian adalah (1) mengetahui bentuk perubahan kebun campuran yang umum terjadi di Karacak, (2) mengetahui faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya dinamika kebun campuran dan (3) mengetahui strategi petani untuk tetap hidup harmonis dengan kebun campurannya.


(5)

Kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori Rambo (1981) yang menjelaskan tentang interaksi antara manusia dengan lingkungannya sebagai hubungan timbal balik antara sistem sosial dan lingkungan (sistem biofisik). Selain teori Rambo, konsep lain yang digunakan adalah konsep adaptasi Bennet (1967) untuk menjelaskan tentang manusia beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Teori ini memandang adaptasi sebagai perilaku repsonsif masyarakat terhadap perubahan-perubahan lingkungan agar dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang ada.

Penetapan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja karena di Desa Karacak hingga saat ini masih tampak kebun campuran dikelola oleh penduduk local. Penelitian berlangsung selama 5 bulan yang dimulai bulan Januari 2008 hingga bulan Mei 2008. Pendekatan penelitian yang diterapkan adalah studi kasus. Pada tahap eksplorasi dilakukan penggalian informasi dari 40 orang responden untuk mendapatkan gambaran umum tentang kebun campuran menyangkut luas pemilikan lahan dan kebun, jenis tanaman dalam kebun, dan pengelolaan kebun. Tiga orang informan dipilih untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang dinamika kebun campuran yang meliputi perubahan yang terjadi pada kebun campuran, faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika kebun campuran dan strategi penduduk untuk mempertahankan kebun campuran sebagai cara hidup mereka di lahan kering.

Perubahan mendasar terjadi pada kebun campuran di Karacak. Perubahan tersebut berupa perubahan fisik dan perubahan pengelolaan kebun. Perubahan fisik kebun yang terjadi adalah tegakan kebun ditumbuhi dengan jenis-jenis komersil dimana didominasi dengan jenis manggis. Perubahan fisik lainnya adalah menurunnya luas pemilikan kebun campuran per rumah tangga. Perubahan pengelolaan menyangkut perubahan teknik budidaya. Teknik budidaya yang berkembang saat ini tidak lain merupakan upaya intensifikasi kebun yang meliputi adanya pengaturan jarak tanam, pembuatan lubang tanam, pemupukan, penyiangan dan pemanenan.

Intervensi ekonomi yang hadir dalam wujud fluktuasi harga, akses pasar dan permintaan pasar merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perubahan


(6)

mendasar pada kebun campuran. Kebijakan juga berkontribusi terhadap dinamika kebun campuran. Kebijakan pembentukan BPPC tahun 1990 berpengaruh terhadap minat pemilik kebun yang berkurang bahkan hilang untuk mempertahankan tanaman cengkeh saat itu. Kebijakan pemberantasan illegal logging menyebabkan permintaan kayu dari hutan-hutan rakyat termasuk dari kebun campuran meningkat sehingga terjadi penebangan yang intensif terhadap pepohonan bukan hanya pohon penghasil kayu namun juga pohon penghasil buah-buahan. Inovasi teknologi yang dibawa pihak dari luar desa memberikan pengaruh terhadap upaya intensifikasi terhadap kebun. Tekanan penduduk berupa meningkatnya jumlah penduduk juga mempengaruhi dinamika kebun campuran. Modal sosial berupa liliuran, budaya komunitas lokal dalam bekerjasama untuk menyelesaikan pekerjaan di sawah dan di kebun secara bergiliran. Disamping itu liliuran juga merupakan wadah transfer informasi yang berkontribusi terhadap dinamika kebun campuran dalam sebuah komunitas.

Kebun campuran di Karacak tetap bertahan hingga saat ini bukan hanya karena perannya sebagai sumber matapencaharian bagi komunitas lokal namun lebih jauh sebagai cara hidup mereka dengan lingkungannya yang senantiasa berusaha untuk menjaga keharmonisan hubungan diantara keduanya melalui proses seleksi dan adaptasi.


(7)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(8)

DINAMIKA KEBUN CAMPURAN :

Studi Kasus Praktek Pemanfaatan Lahan Kering

Secara Berkelanjutan di Desa Karacak

Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor

KUSHARTATI BUDININGSIH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magiste Sains pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(9)

Judul Tesis : Dinamika Kebun Campuran : Studi Kasus Praktek Pemanfaatan

Lahan Kering Secara Berkelanjutan di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor

Nama : Kushartati Budiningsih NIM : E051060391

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir.Nurheni Wijayanto MS Dr.Ir. Saharuddin MSi Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Prof.Dr.Ir.Iman Wahyudi MS Prof.Dr.Ir.Khairil A.Notodiputro MS


(10)

PRAKATA

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan karunia-Nya hingga saya dapat merampungkan tesis ini. Pada kesempatan ini saya bermaksud menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu saya dalam penyusunan tesis ini.

Ucapan terima kasih pertama saya haturkan kepada yang terhormat Dr. Ir. Nurheni Wijayanto MS selaku pembimbing utama dan Dr. Ir. Saharuddin

MSi selaku pembimbing anggota. Beliau-beliau telah mengarahkan dan meluangkan waktunya untuk membimbing saya selama ini. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada yang terhormat Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo MS yang telah bersedia menjadi dosen penguji dalam ujian tesis saya . Melalui saran-saran yang diajukan beliau telah memberikan saran-saran untuk perbaikan tesis ini.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada warga Desa Karacak yang telah membantu saya selama melakukan penelitian di lapangan. Tanpa mengurangi rasa hormat , saya tidak dapat menyebutkan satu-per satu akan tetapi keterbukaan yang telah terjalin selama penelitian sangat berharga bagi saya untuk dapat menyusun tesis ini dalam rangka mencari kebenaran.

Ucapan terima kasih saya haturkan kepada suami saya tercinta Mohammad Sidiq yang senantiasa membantu dan memberikan semangat kepada saya dalam menjalani studi ini serta bagi kedua anak saya Farras Nawwaf Shiddiq dan Farhah Najihah yang memberikan semangat dengan senyuman dan tangisan.. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus saya sampaikan kepada ayahanda saya H.R.M. Widjoyo Kusumo Hadiprodjo dan ibunda saya Hj. Siti Harmijati yang selalu berdoa untuk kebaikan dan kebahagiaan anak-anaknya.

Saya menyadari bahwa sebagai sarjana kehutanan saya memiliki keterbatasan dalam melakukan analisa sosial sebagaimana sarjana kehutanan pada umumnya. Oleh karena itu saya menjadi tertarik untuk mencoba membenahi keterbatasan saya tersebut dengan menyusun tesis ini dalam kerangka analisa sosial. Meski demikian saya berharap tesis ini bermanfaat dan menjadi amalan sholeh, amin.

Bogor, September 2008


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor Propinsi Bawa Barat pada tanggal 3 April 1973 dari ayah H.R.M.Widjojo Kusumo Hadiprodjo dan Hj.Siti Harmijati. Penulis putri keenam dari tujuh bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh pada Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 1997. Selama 2 tahun setelah lulus sarjana penulis sempat menekuni bidang pendidikan sebagai tenaga edukatif di Universitas Winaya Mukti Sumedang.

Sejak tahun 1999 hingga saat ini penulis bekerja di Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru Kalimantan Selatan sebagai tenaga fungsional peneliti kehutanan. Pada tahun 2006 penulis mendapatkan beasiswa dari Departemen Kehutanan untuk melanjutkan studi ke tingkat pascasarjana. Pendidikan pascasarjana penulis ditempuh pada tahun 2006 pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dalam Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Sistem Agroforestri. ... 4

Kebun Pepohonan ” Tree Garden ”. ... 5

Fungsi Agroforestri. ... 7

Dinamika Sistem Agroforestri ... 8

Konsep Adaptasi ... 11

METODE PENELITIAN ... 12

Kerangka Pemikiran... 12

Pendekatan Penelitian ... 15

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15

Pengumpulan dan Analisis Data ... 16

KEADAAN UMUM WILAYAH ... 18

Letak Geografis dan Lingkungan Biofisik... 18

Pola Penggunaan Lahan ... 18

Jumlah Penduduk dan Sosial Ekonomi Masyarakat ... 19

Kalender Musiman ... 20

Fasilitas Jalan dan Pasar... 21

Liliuran... 21

PROFIL SISTEM KEBUN CAMPURAN ... 23

Kasus 1 Kebun Campuran Mang Udin ... 23

Kasus 2 Kebun Campuran Mang Ibar... 33


(13)

TIPOLOGI DAN DINAMIKA KEBUN CAMPURAN ... 43

Tipologi Kebun ... 43

Komponen Kebun ... 44

Peranan Kebun ... 49

Komponen Kebun ... 44

Perspektif Histori Kebun Campuran ... 52

Dinamika Tegakan Kebun... 54

Perubahan Mendasar Dalam Kebun Campuran ... 56

Kebun Campuran : Cara Hidup Penduduk Lokal di Lahan Kering Dataran Tinggi ... 60

Pertimbangan Kebun Campuran... 60

Jenis Manggis Diutamakan... 60

Proses Pemilikan Kebun dan Tipologi Kepemilikan... 62

Sistem Gadai Kebun... 63

Kebun Jaminan Hari Tua... 65

Kontribusi Kebun Campuran Terhadap Pendapatan Rumah Tangga... 65

Strategi Pengaturan Komponen Kebun Campuran... 67

Strategi Budidaya Kebun Campuran ... 69

Faktor-Faktor Pada Dinamika Kebun Campuran ... 71

Intervensi Pasar... 71

Kebijakan... 72

Aplikasi Riset Intensifikasi Manggis... 73

Tekanan Penduduk... 74

Modal Sosial... 75

DAMPAK PERUBAHAN KEBUN CAMPURAN ... 76

Aspek Ekonomi... 76

Aspek Sosial... 76

Aspek Ekologi... 77

KESIMPULAN ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Kalender musim aktivitas pertanian penduduk Karacak... 21 2. Kontribusi kebun campuran terhadap pendapatan rumah tangga

tahunan ... 66 3. Perbedaan antara teknik budidaya kebun secara tradisional dan intensif ... 70


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Dinamika kebun campuran sebagai hubungan timbal balik sistem

sosial dan sistem kebun campuran ... 14

2a. Tanaman kapol berumur 7 bulan... 44

2b. Kapol di bawah tegakan kebun ... 44

3. Pohon manggis tumbuh berdampingan dengan durian ... 46

4. Sebidang tanah milik desa... 53

5. Industri perkayuan pedesaan ” rentalan kayu” di Karacak ... 58


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Peta lokasi Desa Karacak ... 83 2. Perhitungan kontribusi kebun campuran terhadap pendapatan rumah tangga tahunan ... 84


(17)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Agroforestri merupakan sebuah konsep umum dalam sistem pengelolaan lahan yang mengkombinasikan antara pohon dan tanaman pertanian. Beragam sistem agroforestri telah lama hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat di pedesaan. Beberapa contoh sistem agroforestri yang ada di Indonesia seperti pelak di Jambi, repong di pesisir Krui Lampung, parak di Maninjau, tembawang di Kalimantan Barat, agroforest karet di Jambi dan Sumatera Selatan, kebun durian campuran di Gunung Palung Kalimantan Barat, dan kebun pepohonan campuran di Bogor (ICRAF 2000) disamping itu masih banyak lagi contoh sistem agroforestri lainnya.

Sistem agroforestri merupakan sebuah sistem yang dinamis (Huxley 1999). Perubahan waktu yang diiikuti perkembangan yang terjadi di masyarakat dapat mengubah struktur dan komposisi vegetasi agroforestri. Perubahan yang bersifat ekstrim bahkan dapat mengganti sistem agroforestri menjadi bentuk penggunaan lahan lainnya.

Dinamika yang terjadi pada sistem agroforestri di suatu tempat akan berbeda dengan dinamika yang terjadi pada sistem agroforestri di tempat lain. Hal itu bergantung pada kondisi sistem agroforestri dan kekuatan stimulus dari lingkungan yang senantiasa mempengaruhi sistem agroforestri.

Kecenderungan perubahan sistem agroforestri yang ada di Indonesia berdasarkan hasil-hasil penelitian antara lain terjadinya perubahan komoditi unggulan karena perkembangan pasar (pelak di Jambi, kebun campuran di Cibitung Bogor), monokulturisasi kebun dengan jenis-jenis tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (talun kebun di Bandung Selatan), berkurangnya keragaman jenis karena komersialisasi pertanian (pekarangan di DAS Citarum), terjadi proses penyeleksian jenis-jenis komersil dan introduksi jenis tanaman baru karena penetrasi ekonomi pasar (sistem agroforestri di Baduy), dan perubahan kawasan sistem agroforestri menjadi areal pemukiman (talun kebun di Bandung Selatan, kebun campuran di DAS Ciliwung hulu). Namun demikian nampak bahwa di tempat lain sistem agroforestri masih tetap ada dengan kedinamisannya.


(18)

Sistem agroforestri berupa kebun campuran di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor hingga saat ini masih bertahan. Hal ini menarik untuk diteliti, mengapa kebun campuran ini tetap bertahan. Penelitian ini menjadi penting karena menurut Wiersum (2004) bahwa penelitian tentang forest garden (termasuk kebun campuran) masih sedikit. Padahal kebun campuran yang struktur dan komposisinya dianalogkan dengan hutan alam merupakan bagian penting dari sistem kehidupan di pedesaan.

Penelitian dinamika kebun campuran di Karacak ini bukan hanya memberikan deskripsi tentang dinamika tegakan yang terjadi pada kebun campuran namun juga akan mengungkap sisi lain tentang kebun campuran sebagai cara hidup penduduk lokal dilihat dari titik pandang warga setempat yang tercermin pada perilaku-perilaku yang diperlihatkannnya.

Perumusan Masalah

Penduduk Desa Karacak hingga saat ini masih mengelola kebun campuran. Buah manggis, durian, cempedak dan lainnya yang berasal dari kebun campuran di Karacak beredar di pusat perekonomian tingkat kecamatan bahkan khusus buah manggis diekspor ke mancanegara. Pemandangan kebun campuran di desa ini dari kejauhan menampakkan pegunungan yang hijau. Padahal Desa Karacak ini hanya berjarak 5 km dengan pusat perekonomian Kecamatan Leuwiliang. Aksesibilitas yang relatif mudah dapat membuka peluang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di kebun campuran. Pertanyaan utama pada penelitian ini adalah “ Mengapa kebun campuran di Karacak masih bertahan ?”. Pertanyaan lain pada penelitian ini adalah (1) Perubahan seperti apakah yang umum terjadi dalam kebun campuran di Karacak ?; (2) Bagaimana faktor lingkungan mempengaruhi dinamika kebun campuran dan (3) Bagaimana strategi petani untuk tetap mempertahankan kebun campurannya.


(19)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada adalah untuk mendapatkan deskripsi tentang dinamika kebun campuran di Karacak. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui bentuk perubahan kebun campuran yang umum terjadi di Karacak.

2. Mengetahui faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya dinamika kebun campuran.

3. Mengetahui strategi petani untuk tetap mempertahankan kebun campurannya.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini berupa informasi ilmiah yang akan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang agroforestri dan akan berguna bagi pengembangan penelitian sistem agroforestri. Hal ini juga penting bagi pemerintah daerah setempat sebagai aktor yang berperan dalam pengendalian penggunaan lahan yang efisien, adil dan berkelanjutan. Penggunaan lahan yang berkelanjutan bukan hanya untuk saat ini namun juga untuk masa mendatang. Praktek kebun campuran yang memiliki fungsi ekonomi, fungsi sosial dan fungsi ekologi merupakan salah satu praktek penggunaan lahan yang berkelanjutan.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Agroforestri

Istilah agroforestri mulai mendapat perhatian dunia internasional secara global sejak tahun 1970-an (van Maydel 19850. Ada banyak pengertian dan batasan agroforestri. ICRAF, International Centre for Research in Agroforestry, memberi definisi tentang agroforestri sebagai suatu nama kolektif untuk sistem dan penggunaan lahan, dimana tanaman keras berkayu (pepohonan, perdu, palem, bambu, dsb) ditanam secara bersamaan dalam unit lahan yang sama dengan tanaman pertanian dan/atau ternak, dengan tujuan tertentu, dalam bentuk pengaturan ruang atau urutan waktu, dan didalamnya terdapat interaksi ekologi dan ekonomi di antara berbagai komponen yang bersangkutan (Lundgren and Raintree 1982 diacu Nair 1993). Whitten et al (1999) menyatakan bahwa agroforestri, agroperhutanan atau wanatani merupakan sistem tata guna lahan yang sesuai dengan praktek-praktek budaya dan kondisi lingkungan setempat, yang tanaman semusim atau tahunan dapat dibudidayakan secara bersama-sama atau rotasi, bahkan kadang-kadang dalam beberapa lapisan sehingga memungkinkan produksi yang dilakukan terus menerus karena pengaruh peningkatan kondisi tanah dan iklim mikro yang tersedia di hutan.

Agroforestri dipahami secara sederhana sebagai sebuah konsep umum mengenai sistem pengelolaan lahan yang mengkombinasikan pohon dan tanaman pertanian (agricultural crops). Berbagai teknik membangun agroforestri dalam aplikasinya dapat dipilih yang mana pemilihan suatu teknik disesuaikan dengan kondisi biofisik dan faktor sosial ekonomi.

Beragam teknik seperti alley cropping, taungya, dan lainnya akhirnya melahirkan beragam bentuk sistem agroforestri. Beragam bentuk sistem agroforestri yang ada oleh Nair (1991) yang diacu dalam Nair (1993) dikelompokkan agar memudahkan untuk memahami, mengevaluasi dan mengembangkan agroforest berdasarkan kriteria umum. Menurut Nair (1993), praktek-praktek agroforestri dibagi menjadi 3 kategori utama berdasarkan komponen agroforestri yaitu agrisilvicultural systems, silvopastural systems dan

agrosilvopastoral systems. Praktek-praktek agroforestri yang termasuk kategori


(21)

yang terdiri atas tanaman semusim, tanaman semak belukar, tanaman merambat dan pohon. Berbeda dengan agrisilvicultural systems, silvopastural systems

memiliki karakter utama dengan komponen agroforestri adalah pohon, ternak dan atau binatang. Kategori yang terakhir, agrosilvopastoral systems, memiliki karakter utama komponen penyusunya adalah pohon, tanaman semusim dan ternak atau binatang.

Singh (1995) secara rinci menyebutkan beberapa potensi pemanfaatan agroforestri untuk petani pedesaan yaitu :

- memperbaiki tanah, melalui pencegahan erosi, siklus nutrien, penambahan bahan organik, dan fiksasi nitrogen

- meningkatkan panenan karena perbaikan tanah dan perubahan mikroklimat

- meningkatkan produksi ternak melalui perbaikan kualitas makanan ternak, persediaan makanan ternak selama musim kering, dan perubahan iklim

- pendapatan cash dari produk pohon seperti buah dan kayu - memperkecil risiko melalui diversifikasi

- ketersediaan kayu bakar (dan menghemat waktu dan biaya untuk pengumpulan kayu bakar)

- kayu untuk bangunan dan pagar batas

- batas demarkasi dan pagar hidup menggunakan pohon.

Kebun Pepohonan “Tree Garden

Istilah kebun pepohonan, tree garden, digunakan Wiersum (1982) untuk menunjukkan pada sistem agroforestri tajuk berlapis, multiple-storeyed agroforestry system, yang didalamnya terdapat campuran beberapa pohon buah-buahan dan pohon lainnya, terkadang juga ada tanaman pangan semusim. Terra GJA (1953) dalam Wiersum (1982) mengungkap bahwa ada 3 tipe tree gardening

(penanaman pohon) yang ada di Jawa yaitu home garden (pekarangan), tree garden (kebun atau talun) dan clumps of fruit. Karateristik untuk masing-masing tipe adalah sebagai berikut :


(22)

a) pekarangan (home garden) : kebun diberi pagar, terdapat di pekarangan rumah, terdapat pohon penghasil buah dan kayu serta sayuran dan tanaman pangan tahunan. Menurut sejarahnya pekarangan ini terkait dengan lahan basah untuk tanaman padi (sawah) namun selanjutnya terkait dengan lahan kering. Kebanyakan ditemukan di lahan milik individu yang memiliki latar belakang budaya martiarkal. Secara khusus pekarangan terdapat di Jawa Tengah dan dikelola oleh orang-orang Jawa.

b) kebun atau talun ( tree garden) : merupakan campuran pepohonan yang terdapat di lahan milik komunal yang berada di sekitar desa yang padat dengan pemukiman. Terkadang juga terletak agak jauh dari desa. Kebun atau talun tidak dikelola dan menurut sejarahnya terlait dengan praktek perladangan berpindah. Banyak ditemukan di lahan milik komunal dan memiliki budaya yang bersifat partriarkal. Kebanyakan ditemukan di Jawa Barat yang dikelola oleh orang-orang Sunda. Jika dibandingkan dengan pekarangan, kebun atau talun kurang terawat dan nampaknya lebih menyerupai hutan alam

c) Rumpun pohon buah-buahan atau pohon kayu yang ditanam di lahan yang telah digunakan untuk praktek perladangan berpindah. Penanaman rumpun pohon ini menunjukkan hak milik utama terhadap pohon yang ada di lahan milik komunal.

Tree garden tumbuh dan berkembang lebih awal dibandingkan dengan

home garden. Hal itu dapat dipahami dari histori home garden muncul pada saat kebun-kebun pada lahan komunal dibagi-bagi menjadi kebun-kebun milik individual. Seseorang lalu membangun rumah di kebunnya, sebagian lahan kebun yang tidak menjadi rumah menjadi pekarangan. Pada tree garden yang lain, tanaman musiman diintroduksi dan tree garden dikelola lebih intensif. Perubahan terjadi pada tree garden ini. Perubahan juga terjadi pada clumps of fruit yang berubah menjadi tree garden. Perubahan-perubahan yang terjadi pada ketiga sistem tersebut mendorong Wiersum (1982) membedakan tree gardening

menjadi : home garden (pekarangan), mixed garden (kebun campuran) dan forest garden (talun, kebun). Berikut karakteristik untuk masing-masing tipe.

a) Pekarangan (home gardens): bentuk penggunaan lahan di lahan milik yang berada di pekarangan rumah dengan pagar yang jelas dengan beberapa jenis


(23)

pohon yang ditanamn bersamaan dengan tanaman semusim dan tanaman tahunan dan seringkali dijumpai sedikit ternak.

b) Kebun campuran (mixed gardens): bentuk penggunaan lahan di lahan milik yang terletak di luar desa yang didominasi dengan tanaman tahunan kebanyakan pepohonan dan dibawahnya ditanami dengan tanaman tahunan. c) Talun atau kebun (forest gardens): bentuk penggunaan lahan di lahan milik di

luar desa yang ditanami pepohonan atau pohon yang tumbuh sendiri dan terkadang ditanami pula dengan tanaman pangan tahunan.

Beragam tipe tree gardening systems yang ada namun secara keseluruhan sebenarnya memiliki persamaan karakter (Wiersum 1982) yaitu :

1. memiliki keragaman jenis yang tinggi yang kebanyakan terdapat tanaman MPTS dari beragam tajuk (terkadang ada ternak misalnya ayam) yang menjamin variasi produksi dalam tahunan

2. kebanyakan didominasi oleh pepohonan daripada tanaman pertanian musiman yang menghasilkan nutrien sebagian besar tersimpan dalam vegetasi sehingga mengurangi risiko pelindisan hara dan erosi.

3. kebun pepohonan merupakan bagian dari sistem pertanian keseluruhan, dimana kebun pepohonan menyediakan produk tambahan dengan kandungan gizi tinggi, tanaman obat-obatan dan rempah-rempah, kayu bakar, pakan ternak dan kayu-kayu untuk konstruksi.

4. dalam kondisi normal, kebun pepohonan hanya menghasilkan produk tambahan untuk keperluan subsisten dan jika memungkinkan saat ada kelebihan hasil maka produk tersebut dijual.

5. praktek kebun pepohonan akan berbeda karena lingkungan lokal, kondisi sosial ekonomi masyarakat, preferensi dan keterampilan individu yang berbeda.

Fungsi Agroforestri

Soemarwoto (1984) dalam Iskandar (2001) menyatakan bahwa agroforestri berstruktur menyerupai hutan alam sehingga memiliki fungsi ekologi seperti layaknya hutan alam. Disamping itu agroforestri memiliki manfaat sosial, budaya


(24)

dan ekonomi bagi masyarakat pedesaan. Fungsi ekologi yang melekat pada agroforestri diantaranya menahan erosi tanah, mengatur sistem hidrologi, konservasi plasma nutfah, memberikan efek positif pada iklim mikro.

Fungsi ekologi sistem agroforestri khususnya dalam konservasi tanah dan air menurut Noorwijk et al (2004) tercipta karena adanya unsur pepohonan dan vegetasi lainnya melalui mekanisme pepohonan yang berperan dalam intersepsi air hujan, daya pukul air tanah, infiltrasi air dan serapan air. Fungsi ekologi lainnya yang penting adalah adanya keragaman jenis yang dapat berperan sebagai cadangan genetik untuk kebutuhan manusia di masa mendatang.

Fungsi sosial budaya dan ekonomi dari agroforestri adalah menopang kehidupan baik kebutuhan hidup sehari-hari (subsistence) maupun untuk menghasilkan produksi komersil yang dapat diperjualbelikan (Soemarwoto 1984 dalam Iskandar 2001). Sementara itu fungsi sosial yang diemban sistem agroforestri antara lain berbagi hasil kebun dengan kerabat ataupun tetangga ( Parikesit et al 2004; Abdullah et al 2006).

Dinamika Sistem Agroforestri

Kebun campuran seperti ekosistem hutan senantiasa berubah dan diperbaharui dengan adanya hubungan saling mempengaruhi antara faktor manusia dan struktur kebun. Ini menjadikan kondisi struktur kebun bersifat dinamis (Michon et al 1983). Hal ini menunjukkan bahwa dinamika kebun dapat dilihat dari adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur kebun.

Michon et al 1983 menguraikan bagaimana faktor manusia mempengaruhi kebun dimana menurutnya bahwa penduduk merupakan bagian dari ekosistem agroforestri di pedesaan. Pengetahuan, pengalaman dan praktek-praktek yang dilakukannya mengatur dan memodifikasi fungsi dan dinamika komponen yang ada dalam sistem agroforestri tersebut. Terkait dengan kebun campuran maka karakter pemilik kebun campuran turut berperan dalam proses dinamika kebun campuran.

Faktor dari lingkungan yang tidak diharapkan terjadi telah membawa perubahan pada dinamika kebun (village garden) di Cibitung Bogor yaitu tidak adanya lembaga lokal yang mengatasi pemasaran cengkeh, harga cengkeh lokal


(25)

yang turun, adanya pengembangan proyek resort holiday dan pembangunan lapangan golf (Michon dan Mary 1994).

Kebutuhan tempat pemukiman dan lahan untuk pertanian yang intensif telah menyebabkan perubahan yang cepat pada kebun tradisional di Cibitung. Fitur hutan alam yang ada pada kebun secara gradual berubah menjadi kebun pekarangan yang tidak kompleks (Michon dan Mary 1994).

Parikesit et al (2004) menyatakan dalam penelitiannya bahwa perluasan sistem pertanian intensif mempengaruhi keberadaan kebon tatangkalan di DAS Citarum. Disamping itu pertumbuhan penduduk menjadi salah satu penyebab terjadi konversi kebon tatangkalan.

Faktor ekonomi pasar berkonsekuensi terhadap maksimisasi produksi dan penggunaan input eksternal sehingga kebun pekarangan hilang (Kumar dan Nair 2004). Input eksternal dalam sistem pertanian tradisional ini merupakan masuknya inovasi teknologi dalam sistem tersebut. Tekanan pasar, komersialisasi dan adopsi teknologi mendorong perubahan dalam agroekosistem termasuk pekarangan (Abdoellah et al 2001 dalam Abdoellah 2006). Faktor pasar ini juga dikatakan oleh Abdoellah et al (2006) bahwa keperluan khusus, preferensi pemilik dan pasar merupakan faktor utama yang memicu pembangunan pertanian intensif dan menyebabkan meningkatnya komersialisasi pekarangan. Nautiyal et al

(1998) menyatakan bahwa pada sistem agroforestri di Garhwal Himalaya, India perubahan yang terjadi pada penggunaan lahan didorong karena adanya interaksi antara faktor ekologi, kebijakan dan faktor manusia.

Palte (1980) dalam Wiersum (1982) menyebutkan bahwa ada 11 faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi keberadaan sistem agroforestri yaitu (1) metode pengelolaan dan atau keberhasilan pengenalan sistem agroforesti pada petani, (2) situasi demografi, (3) ukuran lahan pertanian dan kepemilikan lahan, (4) struktur kekuatan lokal, (5) kohesi desa (modal sosial), (6) keberadaaan lembaga sosial, (7) pendapatan petani, (8) tekanan dan pemanfaatan tenaga kerja, (9) produktivitas, (10) komersialisasi dan pasar, (11) ketersediaan modal dan kredit serta penyuluhan.


(26)

Faktor-faktor penyebab terjadinya dinamika pada pekarangan diantaranya faktor sosial ekonomi ( Peyre et al 2006 ). Wiersum (2004) menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan dinamika tersebut adalah peran pekarangan dalam semua sistem pertanian, pendapatan petani dan akses pada pekerjaan di luar pertanian.

Beberapa hasil penelitian tentang dinamika sistem agroforestri seperti yang telah diungkapkan di atas dapat disimpulkan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya dinamika sebuah sistem agroforestri yakni faktor pengelola sistem agroforestri, pasar, kelembagaan, kebijakan, teknologi, dan budaya. Penelitian dinamika agroforestry yang telah dilakukan selama ini umumnya mengungkap perubahan keragaman jenis (Augusseau et al 2006; Peyre

et al 2006; Abdoellah et al 2006), homogenisasi struktur (Peyre et al 2006), alih guna lahan ( Michon dan Mary 1994). Namun ukuran dari dinamika itu sendiri belum ada suatu ukuran standar hanya menurut Perikesit et al (2004) kecenderungan menurunnya kebon tatangkalan dapat didekati dengan indikator penurunan luasan areal kebun.

Vandermeer et al (1998) dalam Parikesit et al (2004) memandang bahwa dalam sistem multi-species (termasuk kebun campuran) dimensi manusia membuat persoalan yang ada pada sistem tersebut menjadi lebih kompleks karena indikatornya memiliki karakter yang lebih bersifat dinamik daripada biofisik. Hal ini membuat istilah dinamika kebun campuran dipandang sebagai suatu perubahan yang terjadi pada kebun campuran yang memiliki keterkaitan dengan unsur sosial.

Dinamika yang terjadi pada kebun campuran dan pada sistem-sistem agroforestri lainnya merupakan sebuah kelaziman. Hal yang penting adalah keberlanjutan fungsi sistem agroforestri tersebut. Awalnya konsep kelestarian hanya dilihat dari prinsip stabilitas ekologi namun demikian konsep kelestarian dari prinsip sosial ekonomi juga menjadi penting. Kelestarian fungsi sosial ekonomi diharapkan tidak hanya berkaitan dengan kondisi penghidupan saat ini saja akan tetapi bagaimana sistem tersebut mampu menyesuaikan dengan perubahan sosial ekonomi masyarakat (Wiersum 2006).


(27)

Konsep Adaptasi

Ada beberapa konsep adaptasi manusia dengan lingkungannya yang telah dikembangkan oleh para ahli. Salah satu konsep adaptasi dikembangkan oleh Bennett pada tahun 1976. Adaptasi merupakan suatu perilaku responsif manusia terhadap perubahan lingkungan yang terjadi. Perilaku responsif tersebut memungkinkan mereka dapat menata sistem-sistem tertentu bagi tindakan atau tingkah lakunya, agar dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang ada. Perilaku tersebut di atas berkaitan dengan kebutuhan hidup, setelah sebelumnya melewati keadaan-keadaan tertentu dan kemudian membangun suatu strategi serta keputusan tertentu untuk menghadapi keadaan-keadaan selanjutnya (Bennett 1976 dalam Golar 2007).

Konsep adaptasi Bennet memfokuskan pada cara-cara aktif dari pertalian manusia dengan fenomena alam. Hal ini menunjuk pada mekanisme bagaimana manusia memperoleh keinginannya atau menyesuaikan hidupnya terhadap lingkungannya atau sebaliknya menyesuaikan lingkungan kepada tujuan-tujuan hidupnya (Suharjito 2002). Perilaku adaptif dapat berupa inovatif, mencari perubahan, memproduksi sesuatu yang baru atau konservatif dan tenggangrasa (Bennett 1976 dalam Suharjito 2002).

Salah satu kunci konsep adaptasi yaitu konsep strategi adaptasi dari Bennett (1976) digunakan oleh Suharjito (2002) untuk menjelaskan bagaimana keluarga/rumahtangga mengembangkan sistem agroforestry kebun-talun, dalam menghadapi tekanan penduduk dan intervensi ekonomi pasar. Dijelaskan bahwa pasar telah mendorong keluarga/rumahtangga, yang sebelumnya subsisten, untuk mengkonsumsi barang-barang pasar yang tidak diproduksi sendiri, sehingga petani dipaksa untuk menghasilkan surplus produksi yang akan digunakan membeli barang-barang tersebut. Di sisi yang lain, tekanan terhadap lahan meningkat, baik karena jumlah atau rasio penduduk-lahan yang terus bertambah, maupun disebabkan oleh kebutuhan hidup yang terus meningkat.


(28)

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

Kebun campuran merupakan salah satu sistem agroforestri yang terdiri dari beragam jenis pohon dan tanaman semusim yang menciptakan suatu konfigurasi tajuk yang berlapis-lapis dan membentuk suatu ekosistem yang efisien dalam pemanfaatan ruang, unsur hara, air, energi dan waktu. Kebun campuran sebagai sebuah sistem produksi menghasilkan sumber makanan bagi manusia maupun ternak, sumber bahan bangunan dan sumber energi berupa kayu bakar. Keragaman hasil dari kebun campuran ini menunjukkan produksi total relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sistem budidaya tanaman monokultur.

Kebun campuran dan praktek-praktek agroforestri lainnya telah lama hidup dan berkembang di pedesaan. Hal ini tidak terlepas dari kehidupan di pedesaan yang berbasis pertanian. Kebun campuran merupakan strategi pertanian yang cocok di daerah atas lahan kering. Hasil dari kebun campuran merupakan sumber pendapatan bagi rumah tangga. Selain itu kebun campuran juga tidak dipungkiri mampu berperan dalam konservasi tanah dan air. Peran ini muncul menurut Noorwijk et al (2004) karena keberadaan unsur pepohonan dan vegetasi lainnya melalui mekanisme intersepsi air hujan, mengurangi daya pukul air tanah, infiltrasi air dan serapan air. Peran kebun campuran khususnya dan sistem agroforestri umumnya dalam konservasi tanah dan air ini akan semakin baik dengan semakin tingginya densitas tutupan kanopi tanaman. Selain peran agroforestri dalam konservasi tanah dan air, agroforestri juga diakui berperan dalam konservasi biologi dan iklim mikro.

Kebun campuran sebagai salah satu penggunaan lahan terbentuk melalui proses interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Oleh karena itu eksistensi kebun campuran tidak terlepas dari campur tangan manusia. Hidup manusia itu sendiri akan dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya termasuk kebun campuran. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan timbal balik antara kebun campuran dengan manusia. Hubungan tersebut terjalin karena ada arus materi, energi, dan informasi di antara keduanya. Manusia memanfaatkan tanaman yang tumbuh di kebun campuran baik berbentuk hasil kayu, hasil buah, hasil sayuran, dan hasil


(29)

tanaman pertanian. Tindakan manusia itu sendiri dalam pengelolaan kebun campurannya dipengaruhi oleh berbagai unsur atau faktor yang terdapat di dalam dan di luar manusia itu sendiri seperti pasar, kebijakan, tekanan populasi, pengetahuan , teknologi dan nilai-nilai serta unsur lainnya. Manusia yang terdiri atau dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut akan melakukan tindakan terhadap kebun campuran. Hal ini menunjukkan ada arus materi, energi dan informasi dari manusia sebagai sistem sosial ke kebun campuran sebagai sistem biofisik.

Hubungan antara manusia dengan kebun campuran juga dikatakan oleh Michon et al (1983) bahwa kebun yang menyerupai ekosistem hutan senantiasa berubah dan diperbaharui dengan adanya hubungan saling mempengaruhi antara faktor manusia dan faktor struktural (kebun). Manusia dapat mengatur dan memodifikasi komponen yang ada dalam kebun melalui pengetahuan, pengalaman dan praktek-praktek yang dilakukannya. Hal ini menjadikan kondisi struktur kebun bersifat dinamis.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang mengulas mengenai dinamika sistem agroforestri, pertambahan penduduk dapat menyebabkan terjadinya konversi pada kebun campuran untuk memenuhi kebutuhan pemukiman (Michon dan Mary 1994; Parikesit et al 2004). Jumlah penduduk meningkat juga menyebabkan luas pemilikan lahan menjadi lebih sempit (Gouyon et al 1993). Perkembangan ekonomi pasar juga mempengaruhi dinamika kebun campuran melalui penyeleksian jenis dan introduksi tanaman baru dalam mengembangkan pertanian yang intensif (Michon dan Mary 1994 ; Parikesit et al 2004). Faktor pasar juga mendorong jenis-jenis yang dinilai tidak atau kurang menguntungkan secara ekonomi dihilangkan diganti dengan jenis-jenis yang lebih komersil (Michon et al dalam ICRAF 2000; Iskandar 2001). Faktor kebijakan juga mempengaruhi dinamika kebun pepohonan campuran (Michon dan Mary 1994).

Perubahan dalam kebun campuran dalam konteks ilmu ekologi merupakan sebuah kelaziman fenomena sebagai hasil interaksi antara manusia (sistem sosial) dan lingkungan (sistem biofisik). Oleh karena itu perubahan fisik kebun campuran sulit terhindarkan dari masa ke masa, dari satu generasi ke generasi berikutnya karena adanya interaksi manusia dengan lingkungannya setiap saat yang akan dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal.


(30)

Dengan demikian suatu kebun campuran diduga akan mengalami perubahan-perubahan fisik. Namun apakah dengan perubahan-perubahan fisik kebun campuran berdampak terhadap perubahan fungsinya?

Dinamika kebun campuran sebagai hasil interaksi timbal balik antara manusia (sistem sosial) dan kebun campuran (sistem biofisik), faktor-faktor yang mempengaruhinya dan strategi manusia dalam menghadapi tekanan lingkungan terhadap kebun campuran merupakan lawas dari penelitian ini yang menjadi kerangka pemikiran penelitian seperti pada Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian ini mengadopsi suatu hubungan timbal balik antara sistem sosial dengan sistem biofisik Rambo (1981).

Tanah

Bagaimana fungsi produksi, fungsi sosial dan fungsi ekologi kebun campuran ?

Pengelolaan kebun campuran lestari dan

berkelanjutan Populasi Ekonomi /Pasar Kebijakan Sistem Sosial Nilai Tekno logi Pengetahuan Unsur lain Kayu Hama Penyakit Sistem Kebun Campuran Air Buah Tanaman Semusim Unsur lain Seleksi dan Adaptasi Arus energi, materi, informasi Arus energi, materi, informasi

Gambar 1. Dinamika kebun campuran sebagai hubungan timbal balik sistem sosial dan sistem kebun campuran (Modifikasi Rambo 1981)


(31)

Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dirancang dengan menggunakan pendekatan studi kasus sebagai suatu ikuiri empiris yang menyelidiki fenomena dalam konteks kehidupan nyata masa kini (Yin 2002. Secara umum, studi kasus memberikan akses dan peluang yang luas kepada peneliti untuk menelaah secara mendalam, detail, intensif, dan menyeluruh terhadap unit sosial yang diteliti. Studi kasus dapat memberikan informasi penting mengenai hubungan antar-variabel, serta proses-proses yang memerlukan penjelasan dan pemahaman yang lebih luas. Selain itu, studi kasus dapat menyajikan data-data dan temuan-temuan yang sangat berguna sebagai dasar untuk membangun latar permasalahan bagi perencanaan penelitian yang lebih besar dan mendalam, dalam rangka pengembangan ilmu (Yin 1997; Azis 2003).

Pendekatan studi kasus yang digunakan tidaklah kaku sifatnya, dan sewaktu-waktu dapat diubah sesuai dengan perkembangan fakta empiris yang tengah dicermati. Hal ini tidak berarti terjadinya inkonsistensi, melainkan terhadap fenomena sosial yang menjadi unit analisis, lebih dikedepankan dan diutamakan aspek emik daripada etik-nya. Hal ini menyangkut prinsip dalam penelitian kualitatif. Sebab, fenomena dan praktek-praktek sosial, sebagai sasaran ”buruan” penelitian kualitatif tidak bersifat mekanistik, melainkan penuh dinamika dan keunikan, dan karenanya tidak bisa diciptakan dalam otak dan menurut kehendak peneliti semata (Bungin 2000).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor. Luas desa ini mencapai 710,723 hektar. Kebun campuran berada di wilayah perbukitan. Hasil kebun campuran yang terkenal dari desa ini dan menjadi buah unggulan Kabupaten Bogor adalah buah manggis. Selain manggis hasil lainnya yang juga sering dipasarkan adalah durian, cempedak, nangka, melinjo, petai, pisang dan lainnya.

Penelitian dibagi ke dalam 3 tahapan yaitu tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian dan tahap penyusunan laporan. Tahap persiapan penelitian


(32)

adalah penyusunan rencana penelitian dan orientasi lapang dilakukan pada bulan Desember 2007. Orientasi lapang, kegiatan untuk menentukan lokasi penelitian, pendalaman masalah penelitian dilakukan pada bulan Januari 2008. Eksplorasi dilakukan untuk mendapatkan dskripsi umum tentang kebun campuran dan fenomena-fenomena yang terjadi di sana dilakukan pada bulan Pebruari 2008. Pelaksanaan penelitian ditujukan untuk memperoleh bukti-bukti empiris di lapangan melalui pengumpulan baik data primer maupun data sekunder Maret – Mei 2008. Tahap penyusunan laporan hasil penelitian dilakukan pada bulan Juni-Juli 2008.

Pengumpulan dan Analisis Data

Data yang digunakan untuk membahas dinamika kebun campuran mengutamakan data kualitatif dan sebagai pelengkap digunakan data kuantitatif. Data kuantitatif diperoleh dengan menggunakan teknik pengambilan contoh secara sengaja. Responden dipilih secara sengaja berdasarkan usia. Usia dijadikan variabel untuk melihat apakah terdapat perbedaan luas pemilikan kebun antara generasi tua dan muda. Kategori tua dan muda ini didasarkan pada persepsi masyarakat lokal. Total jumlah responden yang dilibatkan sebanyak 40 orang. Pengumpulan data kualitatif dilakukan terhadap 3 informan yang dipilih.

Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara dan pengamatan lapang. Metode wawancara adalah cara-cara yang dipergunakan kalau sesoerang untuk tujuan suatu tugas tertentu mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari responden dengan bercakap-cakap berhadapan dengan orang itu (Koentjaraningrat 1977). Teknik wawancara terencana dan wawancara tanpa recana, keduanya digunakan pada penelitian ini.

Pengumpulan data baik melalui teknik wawancara dan pengamatan lapang dilakukan dengan memperhatikan pendekatan emik yang memungkinkan peneliti memahami apa yang diungkapkan informan berdasarkan sudut pandang orang yang diteliti.


(33)

Analisis data yang diterapkan pada penelitian ini adalah analisis data kualitatif yang diarahkan untuk mendapatkan makna dari data yang diperoleh melalui pijakan logika berpikir induktif abstraktif (Faisal 2003).

Tiga tahap analisis data kualitatif yang digunakan adalah :

1. tahap reduksi : memilih, memusatkan perhatian pada penyederhanaan data “kasar”, catatan-catatan tertulis di lapangan, dan selanjutnya menajamkan menggolongkan, mengarahkan , membuang dan mengorganisasi data dengan sedemikian rupa sehingga lebih memudahkan untuk memperoleh kesimpulan-kesimpulan.

2. penyajian data : data hasil reduksi dapat disajikan dalam bentuk teks naratif, matriks, grafik atau bagan.

3. penarikan kesimpulan : dalam hal ini mencakup juga verifikasi kesimpulan yang dilakukan selama penelitian berlangsung dengan cara yang ditempuh : berpikir ulang selama penulisan dan tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan .


(34)

KEADAAN UMUM WILAYAH Letak Geografis dan Lingkungan Biofisik

Desa Karacak terletak di Kecamatan Leuwiliang, bagian barat dari Kabupaten Bogor. Desa Karacak di bagian utara desa bersebelahan dengan Desa Barengkok, di bagian timur bersebelahan dengan Desa Situ Iduk Kecamatan Cibungbulan, di bagian selatan bersebelahan dengan Desa Karyasari dan di bagian barat bersebelahan dengan Desa Pabangbon atau Desa Cibeber II. Kebun campuran yang ada di Desa Karacak dominan berada di Kampung Cengal Kampung cengal berada pada ketinggian 600 mpdl.

Curah hujan kawasan ini antara 4000 - 5000 mm per tahun. Temperatur rata-rata relatif tetap sepanjang tahun, yakni: 37 o C Bentang wilayah mulai dari datar hingga berbukit.

Pola Penggunaan Lahan

Hamparan areal usahatani menetap di Karacak terdiri dari dua bentuk yang utama. Pertama, budidaya padi pada sawah irigasi setengah teknis yang berada di bawah lereng-lereng meliputi 210,714 ha atau 29,6% dari luas desa. Kedua, kebun pepohonan campuran yang umumnya terletak di lereng-lereng atau bukit, meliputi 270,020 ha atau 37,9% dari luas desa. Kebun-kebun ini disebut penduduk lokal dengan istilah kebon atau ada juga yang menyebutnya dengan

leuweung. Kebon menunjukkan lahan yang ditanami pepohonan dan terawat sementara leuweung menunjukkan pada lahan yang ditanami pepohonan namun tidak dirawat. Jenis manggis menjadi idola penduduk lokal saat ini sehingga

leuweung-leuweung ditanami manggis dan akhirnya leuweung menjadi kebun yang terawat.

Komponen pepohonan yang terdapat di kebun campuran adalah pohon penghasil buah dan pohon penghasil kayu. Selain itu kebun juga ditanami dengan hasil pertanian seperti talas belitung, kapol, pisang dan ubi kayu.


(35)

Jumlah Penduduk dan Sosial Ekonomi Masyarakat

Jumlah rumah tangga yang ada di Karacak 2497 KK dengan jumlah penduduk 10.576 jiwa. Sebanyak 70% atau 6980 orang adalah warga berusia produktif 15-60 tahun. Persentase jumlah angkatan kerja terdiri atas penduduk yang bermata pencaharian petani (44%), buruh tani (3%), swasta (25%), PNS (4%), pedagang (11%) selebihnya montir dan pengrajin. Tingkat pendidikan warga sebanyak 10% pernah mengecap pendidikan di SD namun tidak lulus, 51% mencapai tingkat SD, 22% mencapai tingkat SMP, 17% mencapai tingkat SMA, 1,5 % ada yang mencapai tingkat pendidikan tinggi.

Perekonomian masyarakat di Desa Karacak didukung sektor pertanian, perkebunan, peternakan, industri rumah tangga dan penjualan jasa. Hasil sawah, padi, dimakan untuk kebutuhan sehari-hari yang tidak cukup untuk sepanjang tahun. Hasil pertanian palawija dan sayur mayur kebanyakan merupakan hasil usahatani para petani penggarap di lahan kebun milik orang lain.

Kebun campuran menjadi salah satu sumber penghidupan bagi penduduk setempat. Hasil kebun berupa buah, kayu dan tanaman semusim ini dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan subsisten dan juga menjadi produk-produk komersil yang diperdagangkan.

Ternak kambing dan domba, aset ekonomi, dijual untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam kondisi khusus. Ketersediaan pakan ternak dipenuhi dari kebun campuran berupa rerumputan, daun ketela pohon dan daun manii.

Para pemuda kebanyakan menjadi penjual jasa angkutan kendaraan roda 2 (tukang ojek) di Karacak atau bekerja pada sektor non pertanian di luar desa. Para ibu berkontribusi dalam ekonomi rumah tangga melalui industri rumah tangga pembuatan makanan ringan seperti singkong, pisang, melinjo dan talas belitung. Semua bahan baku industri berasal dari kebun campuran. Sumber perekonomian penduduk bisa juga diciptakan dari hasil penjualan jasa buruh tani melalui kelompok liliuran.


(36)

Kalender Musiman

Aktivitas warga Karacak di bidang pertanian umumnya dipengaruhi oleh kondisi cuaca baik untuk menanam padi, palawija, sayuran dan tanaman keras (pohon). Kondisi cuaca yang cenderung berubah-rubah dalam beberapa tahun belakangan ini mempengaruhi aktivitas pertanian pada umumnya.

Penduduk Karacak memproduksi padi belakangan ini cenderung tidak bersamaan. Satu hamparan padi ada yang masih menghijau, bulir padi belum keluar, namun pada hamparan lain padi sudah menguning siap untuk dipanen. Padi yang diairi dengan sistem irigasi memang lebih teratur dalam memproduksi padi karena air relatif tersedia sepanjang tahun. Padi ini dapat ditanam hingga 3 kali dalam 1 tahun. Namun padi sawah tadah hujan paling banyak bisa ditanam 2 kali dalam 1 tahun. Hal ini karena padi sawah tadah hujan bergantung pada air hujan. Kondisi cuaca yang tidak menentu menyebabkan produksi padi juga tidak menentu.

Aktivitas mengelola tanaman keras atau pohon juga bergantung pada kondisi cuaca. Penanaman dilakukan pada awal-awal musim penghujan agar beberapa saat setelah ditanam bibit mendapatkan cukup air dari hujan. Pemeliharaan tanaman seperti penyiangan dilakukan tergantung kondisi gulma yang berada di sekitar tanaman bisa dilakukan di musin penghujan atau musim kemarau. Aktivitas pemanenan buah-buahan juga tergantung pada kondisi cuaca yang terjadi hanya 1 kali dalam 1 tahun kecuali jeni melinjo yang berbuah 2 kali dalam 1 tahun yaitu pada periode bulan Januari- Pebruari dan Juli- Agustus . Cuaca yang kondusif akan membantu proses pembungaan dan pembuahan berbagai jenis buah dan biasanya terjadi panen raya dimana semua pohon buah berbuah secara serentak dan jumlah produksi buah banyak. Cuaca kondusif dimaksud seperti tidak terjadi angin puting saat pohon dalam proses pembungaan dan curah hujan cukup, tidak berlebihan

Aktivitas pemanenan dari hasil kebun lainnya adalah penebangan kayu untuk bahan konstruksi bangunan atau untuk kayu bakar, selain itu pengambilan pakan ternak (merumput). Pemanenan kayu untuk konstruksi bangunan bisa dilakukan kapan saja tergatung munculnya kebutuhan akan hal tersebut. Namun


(37)

pengambilan kayu bakar biasanya dilakukan seminggu sekali. Kegiatan lainnya adalah pengambilan pakan ternak yang dilakukan setiap hari atau 2 hari sekali. Aktivitas penduduk Karacak di bidang pertanian secara ringkas dipetakan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Kalender musim aktivitas pertanian penduduk Karacak

Bulan ke-

Aktivitas

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Menanam padi irigasi x x x

Memanen padi irigasi x x x

Menanam padi tadah hujan x x Memanen padi tadah hujan x x

Menanam pohon x x x

Menyiangi pohon x x x x x x x x x x x x

Produksi palawija dan sayuran

x x x x x

Mengambil kayu bakar x x x x x x x x x x x x

Memanen buah x x x x x x x

Fasilitas jalan dan pasar

Lokasi Desa Karacak berjarak 5 km dari pusat kecamatan. Kondisi jalan menuju pusat kecamatan sudah beraspal. Jarak yang relatif dekat dari Karacak ke pusat kecamatan ini sejak dahulupun meski belum beraspal untuk pemasaran hasil-hasil pertanian ke pasar kecamatan relatif tidak menjadi kendala. Transportasi umum dari desa ke kecamatan bisa menggunakan angkutan desa dari pagi hingga sore hari namun untuk kendaraan bermotor bisa beroperasi hingga malam hari.

L i l i u r a n

Liliuran merupakan salah satu tradisi dalam kehidupan masyarakat Desa Karacak yang telah hidup sejak kehidupan para orangtua mereka terdahulu.

Liliuran adalah aktivitas bekerjasama yang dilakukan sekelompok petani untuk menyelesaikan pekerjaan yang terkait dengan bercocok tanam. Fokus pekerjaan yang dapat diselesaikan dengan bekerjasama adalah seputar bercocok tanam padi di sawah namun kini karena tidak semua petani memiliki sawah sementara kebun


(38)

juga menjadi salah satu sumber penghidupan petani maka pekerjaan lain yang dapat dimasukkan dalam liliuran adalah pekerjaan yang terkait dengan berkebun.

Liliuran dulu disebut dengan istilah ngerte maksudnya 1 kelompok kerjasama terdiri dari 1 RT kira-kira terdiri dari 100 orang. Jumlah anggota yang banyak ini dinilai tidak efisien akhirnya dibentuk kelompok diperkecil. Hal ini diikuti dengan perubahan sebutan ngerte menjadi liliuran.

Tujuan pembentukan kelompok liliuran adalah menyelesaikan pekerjaan bercocok tanam dan berkebun secara bersama-sama. Selain itu kelompok liliuran

juga wadah transfer informasi antar petani dan menjaga tali silaturrahim atau rasa persaudaraan. Liliuran merupakan salah satu tradisi yang tidak lekang dimakan waktu. Hal ini menunjukkan bahwa liliuran sebagai salah satu lembaga tradisional yang telah melembaga secara kuat dalam kehidupan masyarakat Karacak.


(39)

PROFIL KEBUN CAMPURAN Kasus 1

Kebun Campuran Mang Udin

Biografi Mang Udin

Mang Udin adalah anak ketiga dari 9 bersaudara. Mang Udin lahir di Kampung Cengal Desa Karacak 53 tahun yang lalu. Ayahnya, Pak Uhir, adalah seorang petani yang juga lahir di Kampung Cengal Desa Karacak. Meski Pak Uhir seorang petani namun Pak Uhir berkeinginan agar anak-anaknya dapat mengecap pendidikan setinggi-tingginya. Mang Udin hanya menyelesaikan pendidikan di tingkat menengah pertama kelas 2 karena keterbatasan ekonomi Pak Uhir, Pendidikan tingkat dasar pada sekolah rakyat di Desa Karacak dijalani Mang Udin hingga lulus. Pendidikan Mang Udin dilanjutkan di Pesantren, yang setingkat dengan sekolah menengah pertama hingga kelas 2 melalui kenalan Pak Uhir. Mang Udin sendiri merasa kurang bersemangat untuk belajar karena dorongan orangtuanya dirasakan sangat kurang. Hal itu dirasakannya dalam perjalanan mengenyam pendidikan,.

Mang Udin biasanya membantu orangtuanya baik di sawah maupun di kebun setelah Mang Udin berhenti sekolah. Mang Udin ikut mencangkul di sawah saat musim tanam tiba. Saat panen tiba Mang Udin juga ikut memikul karung berisi padi ke rumah. Ketika tidak sibuk dengan pekerjaan di sawah, Mang Udinpun membantu orangtuanya bekerja di kebun seperti membuat petakan, menanam dan menyiangi. Pekerjaan di kebun ini dilakukan keluarga Mang Udin setelah pekerjaan di sawah khususnya penanaman selesai.

, Pak Uhir memberikan lahan seluas 1500 m2 untuk digarap Mang Udin pada tahun 1970 setelah melihat kesungguhan Mang Udin bekerja. Bapaknya menyerahkan pengelolaan sawah dan kebun kepada Mang udin ketika Pak Uhir mulai sakit-sakitan pada tahun 1975 dengan demikian Mang Udin menjadi tulang punggung keluarga yang mencari uang untuk dapat menyekolahkan adik-adiknya. Sebenarnya Mang Udin mempunyai seorang kakak laki-laki namun kakaknya itu lebih sering meninggalkan desa untuk mencari pekerjaan di luar desa.


(40)

Mang Udin menikah dengan Bi Isah, warga Kampung Seuseupan Desa Karacak pada tahun 1980. Pernikahan dengan Bi Isah melahirkan 4 orang anak, namun yang ada kini tinggal 3 anak perempuannya yaitu Laila (26 tahun), Nur (19 tahun) dan Ila (15 tahun). Kini ia tinggal bersama istri dan anak bungsunya.

Riwayat Kebun Campuran Mang Udin

Mang Udin mempunyai sawah, warisan dari orangtuanya, seluas 2500 m2. Mang Udin bercocok tanam padi di sawah sebanyak 2 kali dalam 1 tahun. , Jumlah panen padi yang diperoleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok keluarga selama 2-3 bulan setiap kali panen. Untuk pemenuhan kebutuhan pokok selama 1 tahun Mang Udin mengelola kebun campurannya.

Mang Udin memiliki kebun milik pribadi seluas 1500 m2. Selain mengelola kebun tersebut mang Udin juga mengelola kebun milik keluarga, lumbung, seluas 3,75 hektar yang berada di 2 lokasi yakni di desa Karacak dan di perbatasan antara desa Karacak dan desa Cibeber.

Kebun milik pribadi Mang Udin diberikan oleh orangtuanya pada tahun 1970. Mang Udin diberi sepetak kebun yang luasnya hanya 1500 m2. Lahan tersebut termasuk tanah kongsi yakni tanah yang tidak diakui penduduk saat adanya penertiban kepemilikan lahan pada tahun 1960-an karena tanah tersebut dinilai kurang subur. Karakter lahan tersebut tanahnya merah, tandus bertopografi curam dan vegetasi yang ada hanyalah andam kencring.

Lahan tersebut digarap kemudian oleh Mang Udin dengan tahap pembuatan petakan terlebih dahulu. Pemetakan dimaksudkan agar lahan yang kritis dengan kondisi kemiringan lahan yang curam dapat ditanami dengan membentuk lahan penanaman yang relatif datar untuk penanaman dengan berbagai jenis tanaman baik tanaman palawija maupun pepohonan. Jika petakan tidak dibuat terlebih dahulu maka keberhasilan penanaman akan sulit sekali karena rawan erosi tatkala hujan. Teknologi pemetakan di lahan kering seperti ini diketahui Mang Udin dari bapaknya sendiri. Pemetakan yang Mang Udin lakukan saat itu memanfaatkan kelompok liliurannya. Karena kegiatan pemetakan memerlukan tenaga kerja yang banyak.


(41)

Lahan yang 1500 m2 setelah dipetak lalu mang Udin membuat lubang tanam untuk cengkeh yang saat itu tengah menjadi tanaman idola. Sebelum ditanam lubang tersebut diberi jerami padi sebagai pupuk. Cengkeh ditanam di bagian ujung galengan selain itu juga ditanam kecapi. Kecapi dipilih karena daunnya relatif mudah lapuk sehingga baik untuk memperbaiki struktur dan tekstur tanah. Sementara itu di galengannya ditanami dengan tanaman pisang, ketela dan jagung. Pembuatan petak itu merupakan pekerjaan yang sulit dan jika diburuhkan akan memakan biaya yang tinggi maka petani merasa rugi jika ada lahan yang yang dibiarkan kosong begitu saja. Hal itu berarti selagi lahan masih kosong maka akan dimanfaatkan untuk ditanami. Sehingga dalam petakan yang tersedia petani menanam berbagai jenis.

Mang Udin memutuskan untuk menanam cengkeh meskipun Mang Udin belum berkeluarga dan terbesit dalam pikirannya bahwa cengkehnya nanti untuk masa depan dia dan anak istrinya di kemudian hari. Harapannya bahwa dengan kebunnya yang ditanami cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya kelak.

Ada sebagian tanaman cengkeh Mang Udin terkena penyakit cacar daun pada tahun 1982. Daun-daun pohon cengkeh rontok sehingga mengurangi hasil panen cengkeh. Namun pohon cengkeh yang tersisa tetap dipeliharanya.

Harga cengkeh di pasaran cenderung mengalami penurunan sampai pada tahun 1990 harga 1 kg cengkeh kering mencapai Rp.2.000 bahkan bisa mencapai Rp 1.800. Mang Udin teringat bahwa saat itu bersamaan dengan dibentuknya Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) yang diketuai oleh Tommy Soeharto.

Harga cengkeh yang demikian murah menjadikan cengkeh dinilai tidak lagi layak untuk diusahakan karena keuntungannya yang diterima petani sangat kecil. Biaya upah pemetikan Rp 200 – 300 per 1 kg. Lalu biaya pemisahan cengkeh dari tangkainya untuk 1 kg cengkeh basah Rp 100 – Rp 150. Umumnya untuk menghasilkan 1 kg cengkeh kering diperoleh dari 3 kg cengkeh basah. Dengan demikian total biaya produksi khususnya biaya pemetikan dan pemisahan cengkeh dari tangkainya dari 3 kg cengkeh basah adalah Rp 900 – Rp 1.350. Biaya


(42)

produksi tersebut belum memasukan biaya penjemuran. Jika turun hujan saat penjemuran cengkehpun menjadi terkena cendawan dan harga jualnya menjadi lebih murah. Lalu karena harga cengkeh rendah akhirnya perhatian mang Udin dialihkan untuk mengembangkan manggis.

Riwayat Kebun Orang Tua Mang Udin

Riwayat kebun milik orang tua Mang Udin yang kini menjadi kebun lumbung, kebun milik keluarga, berbeda dengan riwayat kebun milik Mang Udin. Hal itu karena kebun lumbung lebih awal dibangun. Mang Udin mengetahui dari bapaknya , Pak Uhir, bahwa kebun milik Pak Uhir seluas hampir 2 hektar yang berlokasi di Kampung Cengal Desa Karacak bayang berada di desa dibangun ketika kakak sulungnya berusia 1 tahun yang ditelusuri itu terjadi pada tahun 1942. Mang Udin tidak tahu pasti bagaimana kondisi awal dari kebun tersebut hanya saja Mang Udin mengetahui jenis pepohonan yang ada di kebun dan cara penanamannya, serta perubahan jenis komoditi yang diunggulkan di kebun milik orangtuanya.

Kebun campuran milik orangtua Mang Udin, selanjutnya disebut kebun lumbung, ditumbuhi dengan jenis karet, durian, manggis, cengkeh, buni, rambutan, kecapi, limus, kemang, petai, jengkol, nangka, kuweni, duku, manii, kelapa, aren. Mang Udin masih ingat orangtuanya menyadap getah karet ketika dia masih duduk di bangku SD. Harga getah karet tidak menarik lagi setelah lulus SD antara tahun 1960-an ke atas hingga tahun 1970-an . Saat itu tidak tahu pasti berapa harga getah karet namun Mang Udin ingat bahwa getah karet pernah mencapai harga 1 kg getah karet basah seharga 3 ringgit atau jika dijadikan rupiah menjadi Rp 7,5. Banyak karet milik orangtuanya Mang Udin ditebangi lalu hasil kayunya dijadikan sebagai kayu bakar, kayu rencek ketika harga karet jatuh .

Cengkeh menjadi primadona di Karacak pada tahun 1970-an karena harga cengkeh saat itu bisa setara dengan harga 1 gram emas, saat itu berharga Rp.10.000,00. Orangtua Mang Udin lalu menanami kebunnya yang masih kosong dengan tanaman cengkeh. Lalu ketika ada program intensifikasi tanaman cengkeh pada tahun 1975-an yang mengenalkan teknik budidaya cengkeh yang semestinya


(43)

membuat pak Uhir menebang pepohonan yang berdekatan dengan cengkeh. Hal ini dimaksudkan agar cengkeh dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dalam ruang tumbuh yang semestinya. Jenis pohon apapun ditebangnya yang dinilai akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan cengkeh. Hanya jenis durian dan petai tidak ditebang meskipun berdekatan dengan cengkeh karena kondisi tajuknya yang di atas dinilai tidak mengganggu tajuk cengkeh. Untuk selanjutnya riwayat kebun menyerupai dengan riwayat kebun milik pribadi Mang Udin. Saat cengkeh tuurn drastis di tahun 1990 maka cengkeh-cengkeh di kebun lumbung inipun ditebang dan beralih ke manggis.

Kebun lumbung Mang Udin yang terdapat banyak pohon manggis dijadikan sebagai demoplot untuk kegiatan riset peningkatkan produktivitas dan kualitas kebun manggis yang dilakukan oleh Pusat Kajian Buah-buahan Tropika IPB (PKBT IPB) pada tahun 2001. Penjarangan dilakukan dengan menebang berbagai jenis pohon yang berdekatan dengan manggis. Pada awalnya Mang Udin berkeberatan dengan perlakuan penjarangan ini karena merasa sayang dengan pohon-pohon yang ditebang karena pohon tersebut juga sudah berbuah. Namun setelah mendapatkan penjelasan dan Mang Udin memahaminya bahwa memang dengan rapatnya pepohonan cabang-cabang pohon manggis menjadi banyak yang mati karena berdesakan. Akhirnya Mang Udin sepakat untuk melakukan penjarangan dimaksudkan agar manggis dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Kegiatan lainnya adalah memperbaiki kondisi petakan atau terasering, pemupukan, pemangkasan cabang, penyiangan dan pengendalian hama dan penyakit. Kebun lumbung Mang Udin juga dikelola bersama dengan kakaknya yang dahulu lebih berorientasi bekerja di luar desa saat ini.

Pengelolaan Kebun Mang Udin

Kebun campuran milik orangtua Mang Udin dibangun secara tradisional dahulu. Penanaman dilakukan dengan cara menanam biji langsung ke dalam tanah. Istilah yang sering digunakan penduduk lokal adalah ceb laur , artinya setelah biji ditanam ke dalam tanah lalu dibiarkan begitu saja agar tumbuh sendiri. Biji apapun khususnya biji buah-buahan ditanam di kebun. Penanaman dilakukan


(44)

tanpa menggunakan jarak tanam dan tidak ada pemberian tanda pada tanah yang sudah ditanami. Sehingga di setiap kesempatan dan ada biji yang dimiliki maka di lahan-lahan yang nampaknya masih kosong senantiasa ditanam biji-biji pohon. Saat itu yang diharapkan adalah biji-biji tersebut dapat tumbuh menjadi pepohonan yang menghijaukan lahan. Hasil penanaman dengan cara demikian adalah kebun-kebun yang rapat dengan jarak tanam tidak teratur seperti yang masih terlihat saat ini. Jenis manggis ditanam didekat tunggul atau tanaman lain yang sudah ada seperti durian. Hal ini karena manggis relatif lama tumbuh sehingga khawatir saat penyiangan manggis akan tertebas. Sehingga tidak heran jika di beberapa kebun nampak pohon manggis tumbuh berdampingan dengan jenis lain khususnya durian. Kondisi ini memberikan keuntungan saat panen buah durian karena pohon manggis dapat dijadikan sebagai tempat panjatan.

Mang Udin menanam pepohonan dalam kebun umumnya mempertimbangkan 3 hal yaitu 1) pohon tersebut mempunyai nilai jual atau untuk kebutuhan hidup subsisten , 2) dikuasai teknik pembibitannya, dan 3) tersedia bibitnya baik biji maupun anakan alamnya.

Desakan kebutuhan rumah tangga semakin meningkat dari waktu ke waktu. Harapan terhadap hasil kebun yang dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga membuat Mang Udin mengembangkan jenis-jenis pohon yang memiliki nilai jual seperti manggis, durian, melinjo, petai, jengkol, cempedak dan pala.

Kebun campuran didalamnya terdapat pepohonan yang bernilai ekonomi. terkadang kebun dijadikan sebagai alat jaminan tatkala Mang Udin membutuhkan uang tunai segera dengan cara meminjam pada orang lain. Dalam sistem gadai ada kesepakatan berapa jumlah yang dipinjam. Selama uang belum dikembalikan maka hasil kebun yang ada sesuai kesepakatan apakah seluruh isi kebun atau hanya jenis-jenis pohon tertentu menjadi milik yang meminjamkan uang. Namun selama gadai berlangsung pepohonan yang ada di kebun tidak boleh ditebang kecuali sesuai kesepakatan untuk pohon manii, puspa dan sengon artinya pohon penghasil kayu boleh ditebang.

Manggis memang menjadi tanaman idola bagi Mang Udin dan petani lainnya kini. Akan tetapi dalam kebun Mang Udin tidak hanya ada manggis


(45)

masih ada jenis-jenis lain yang komersil. Kondisi kebun yang terdiri dari beragam jenis ini tetap dipertahankan Mang Udin dengan pertimbangan bahwa produksi buah ditentukan pula oleh kondisi cuaca, jika satu jenis tidak berbuah atau berbuah hanya tidak sesuai harapan maka harapannya jenis lain dapat berbuah dan memberikan penghasilan baginya. Jenis-jenis pohon produktif yang umumnya saat ini terdapat di kebun campuran adalah manggis, durian, melinjo, petai, jengkol dan manii. Sebagian kecil pohon produktif masih ada seperti kuweni, duku, kemang, limus, cempedak, nangka, dan rambutan. Beberapa jenis yang mulai sulit ditemui seperti kecapi, gandaria, kupa, buni, rukem dan kluwek.

Pak Tohir menasehati agar kebunnya ditanami dengan jenis pala karena pala senantiasa berbuah sepanjang tahun. Hingga saat ini setiap bulannya pohon pala diborong oleh pembeli. Strategi penanaman dengan manggis secara bertahap ini berkaitan dengan ketersediaan benih terbatas dan persiapan lahan yang tidak sedikit pengorbanan tenaga dan waktu pengerjaannya. Terbatasnya benih manggis karena saat itu buah manggis sudah laku di pasaran. Penjualan buah manggis dengan sistem borongan menjadikan pemilik kebun terbatas untuk menikmati buah yang besar sehingga terbatas pula menyediakan biji manggis untuk disemaikan. Persiapan lahan berupa pemetakan memerlukan tenaga dan waktu yang tidak sedikit. Pemetakan secara bertahap dilakukan dengan sistem liuran

Mang Udin sekeluarga, ibunya, istrinya dan anak-anaknya menyiapkan manggis yang akan dijual esok harinya saat musim manggis tiba di setiap malam. Manggis disusun dalam toros seperti cincin yang bertingkat. Dalam 1 tingkatan terdapat 5 mangggis diikat mebentuk lingkaran. Lingkaran manggis tersebut disusun ke atas sebanyak 5. Dalam 1 toros itu terdapat 25 buah manggis. Esok paginya setelah shalat subuh Mang Udin membawa manggis-manggis tersebut dengan cara dipikul untuk dijual di pasar leuwiliang. Manggis dijual secara eceran biasanya siang hari Mang Udin kembali pulang ke rumah.


(46)

Intensifikasi Kebun

Mang Udin menilai bahwa tidak ada masalah dalam pengelolaan kebunnya khususnya pohon manggis yang menjadi komoditi unggulan. Hal itu sebelum ada Program Peningkatan Produktivitas dan Kualitas Kebun Manggis yang dilaksanakan oleh PKBT IPB Biasanya sejak umur 8-10 tahun pohon manggis mulai belajar berbuah. Satu pohon manggis umumnya dapat menghasilkan 20 – 50 kg setiap tahun sekali pada musim buah. Begitu pula dengan jenis lainnya Setiap tahun pepohonan penghasil buah berbuah. Dua hingga tiga tahun sekali umumnya terjadi panen raya buah-buahan. Saat panen raya dimana semua jenis pohon penghasil buah berbuah bersamaan dan sehingga hasil kebun berupa produksi buah melimpah.

Mang Udin memahami bahwa produksi buah manggis dan buah jenis lainnya akan tergantung pada kondisi cuaca. Jika saat masa pembungaan seringkali turun hujan maka banyak bunga gagal menjadi buah. Sebaliknya jika saat pembungaan tidak banyak hujan turun maka banyak bunga yang berhasil menjadi buah. Dari pengamatan Mang Udin selama ini bahwa panen raya manggis biasanya terjadi setiap tiga tahun sekali. Sementara panen raya durian biasanya terjadi dua tahun sekali.

Ketika PKBT-IPB datang untuk melakukan riset dalam rangka meningkatkan produktivitas dan kualitas manggis, kebun keluarga Mang Udin dijadikan sebagai demoplot karena di kebunnya itu banyak terdapat manggis selain jenis-jenis lainnya. Itu dilakukan setelah Mang Udin mendapatkan penyuluhan tentang budidaya manggis yang tepat. Mang Udin menyadari bahwa manggis di kebunnya tertanam dengan jarak yang sangat rapat baik antar jenis maupun dengan jenis lainnya. Pola tanam seperti ini terbentuk karena dahulu secara tradisional orangtua menanam biji langsung di lapangan tanpa jarak tanam teratur. Manggis ditanam di dekat pohon atau tunggul pohon yang sudah ditebangi. Ini dilakukan agar manggis tidak tertebas saat penyiangan karena pertumbuhan manggis relatif lebih lama dibandingkan dengan rumput.

Mang Udin memahami bahwa dengan jarak tanam yang sangat rapat akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan cabang-cabang pohon manggis


(47)

menjadi tidak optimal sehingga berpengaruh terhadap produksi buahnya yang juga tidak optimal.

Akhirnya Mang Udin dengan mendapatkan pendampingan dari PKBT-IPB membenahi kebunnya. Beberapa jenis pohon termasuk jenis manggis yang berdekatan dengan manggis ditebang agar manggis tumbuh dan berkembang dengan baik. Selain pembenahan jarak tanam, manggis juga diberi pupuk kandang dan pupuk organik agar produksi buah dan kualitas buah meningkat. Teras-teras juga diperbaiki. Dahulu pohon ditanam dipinggir teras karena bagian pinggir teras tersebut adalah lapisan topsoil yang relatif subur dibandingkan lapisan subsoil. Namun tampak bahwa perkembangan menjadi tidak seimbang. Akhirnya teras-teras diperbaiki sehingga pohon-pohon berada di tengah teras bukan di bagian pinggir.

Upaya pembenahan kebun ini bagi Mang Udin merupakan upaya untuk meningkatkan produksi manggis. Mang Udin merasakan bahwa kebutuhan hidup keluarganya dirasakannya dari waktu ke waktu semakin meningkat, harapannya kebutuhan tersebut dapat dipenuhi sebagian dari hasil kebun.

Upaya intensifikasi kebun ini berimplikasi terhadap curahan waktu dan tenaga yang dikorbankan untuk pengelolaan kebun. Itu disadari bahwa jika dahulu paling sering 1 kali setahun penyiangan dilakukan namun kini frekuensi penyiangan meningkat menjadi 2 kali setahun. Intensifikasi bukan hanya peningkatan frekuensi penyiangan akan tetapi juga pembuatan lubang tanam, pembibitan, pemupukan dan pemanenan.

Hasil dari upaya intensifikasi kebun khususnya tanaman manggis ini tidak dapat diketahui secara pasti oleh Mang Udin. Karena Mang Udin terbiasa memanen buah manggis dengan sistem borongan kepada tengkulak. Namun yang diketahui Mang Udin bahwa ada peningkatan kualitas buah manggis yang dahulu kebanyakan tampilan buah nampak kusam, burik namun setelah diintensifikan ada sebagian manggis yang nampak kulit buahnya bersih.

Kebun lumbung ini meskipun kedua orangtuanya sudah meninggal namun kebun tidak dibagi-bagikan. Kebun tetap dijaga utuh namun dikelola oleh Mang Udin bersama kakaknya yang sebelumnya bekerja di luar desa. Dalam benak


(48)

Mang Udin ada kekhawatiran saudaranya terutama yang tidak tinggal di desa akan menjual kebun hasil pembagian warisan. Padahal dia teringat dengan pesan orangtuanya untuk tetap memelihara kebunnya. Oleh karena itu bersama kakaknya mereka menjaga keutuhan kebun itu dan ketika kebun panen raya maka hasil kebun dibagikan kepada semua saudara kandungnya.

Penebangan Pohon di Kebun Campuran

Sebenarnya penebangan pepohonan di kebun campuran telah dilakukan oleh pemilik kebun sejak dahulu. Pak Uhir biasanya mendatangi tengkulak kayu menjual sengon, kayu manii, puspa. Uang penjualan kayu tersebut diperuntukkan biaya pendidikan adik-adik Mang Udin yang bersekolah di Cibadak, Sukabumi. Selain sengon Pak Tohir pernah juga menebang pohon durian yang terkena petir sehingga tidak produktif lagi.

Belum lama ini pada tahun 2007 Mang Udin menebang pohon durian di kebun lumbung. Tujuan penebangan pohon durian ini adalah untuk membeli kebun di Ciawi Tali, di perbatasan Desa Karacak dan Desa Cibeber. Sebanyak 11 pohon durian ditebang para tengkulak kayu. Total pendapatan dari penjualan 11 pohon durian mencapai 15 juta. Keputusan menebang pohon durian ini sebelumnya dibicarkan dahulu dengan kakak-kakaknya nya dan adiknya yang masih tinggal di desa. Hasil penjualan kayu durian ini digunakan untuk membeli kebun seluas kurang lebih 1 ha berdekatan dengan kebun lumbung yang sudah ada sebelumnya di sana.

Koperasi Pasar Baru Manggis

Pada tahun 2006 Mang Udin masuk menjadi anggota Koperasi Unit Usaha Al Ikhsan. Meski dahulu berdasarkan pengalamannya menimbulkan persepsi negatif terhadap koperasi namun setelah mendengar penjelasan pengurus Koperasi Unit Usaha ,yang sebagian besar adalah pengajar di sekolah yayasan AL Ikhsan yang berlokasi di Kampung Darma Bakti, akhirnya Mang Udin mendaftarkan diri untuk menjadi anggota koperasi tersebut. Kini pengelolaan kebun manggisnya


(49)

berada dalam manajemen Pengelolaan Kebun Bersama dalam koperasi. Manfaat yang dirasakan mang Udin menjadi anggota koperasi adalah harga manggis yang ditawarkan koperasi lebih tinggi dibandingkan ke tengkulak. Selain itu adanya pemberian subsidi berupa pemupukan. Menurut rencana akan dikembangkan sistem “Dana Talangan Panen”. Dana ini dibagikan (dipinjamkan) kepada para anggota lalu petani membayarnya dengan hasil panen. Pembayaran pinjaman petani berdasarkan hasil pendapatan dari manggis. Jika belum berhasil melunasi dari manggis, maka bisa ditunda untuk tahun berikutnya pelunasan tersebut.

Pertimbangan Memilih Manggis

Buah durian yang matang biasanya akan jatuh dari pohonnya dan dapat diambil oleh orang lain. Pemilik pohon seringkali tidak mengetahuinya. Mang Udin mensiasati buah durian yang hilang dengan cara mengikat buah-buah durian agar ketika matang tidak jatuh. Upaya pengikatan juga tidak berhasil karena ikatan yang digunakan dari bambu yang mudah rapuh terkena panas dan hujan. Mang Udin memanen durian perlu perhatian lebih agar hasilnya dapat dinikmati.

Selain tahap pemanenan durian yang memerlukan perhatian lebih, dalam tahap penanaman durian relatif tidak dapat bertahan seperti manggis. Petani biasanya setelah penanaman lalu tanaman dibiarkan begitu saja. Kenyataan yang dijumpai Mang Udin seringkali lebih banyak durian yang mati dibandingkan manggis. Manggis dinilainya lebih tahan terhadap kondisi lingkungan. Manggis tidak memerlukan perawatan yang intensif dan dapat bertahan di lapangan dengan adanya gulma hanya saja manggis tidak tahan terhadap kekeringan. Untuk mensiasatinya manggis muda ditanam di bawah pepohonan.

Kasus 2

Kebun Campuran Mang Ibar

Biografi Mang Ibar

Mang Ibar penduduk asli Desa Karacak yang lahir pada tahun 1944. Meskipun pendidikan Mang Ibar hanya sampai tingkat dasar namun wawasannya


(50)

luas karena sering ke luar desa untuk mengikuti pelatihan diberbagai daerah pelatihan seputar pertanian dan kehutanan.

Mang Ibar memiliki sawah seluas 2500 m2 yang diperolehnya sebagai warisan dari orangtuanya. Sawah Mang Ibar adalah sawah tadah hujan sehingga produksi sawahnya sangat tergantung pada iklim. Sementara itu kebun campuran yang dimilikinya seluas 1,2 hektar yang berada di 4 lokasi. Kebun terjauh jaraknya 1 km dari rumah. Sebagian besar kebun yang ada saat ini adalah kebun-kebun yang diperolehnya dengan proses jual beli. Hanya kebun-kebun di lokasi Gunung Buled adalah kebun warisan orangtuanya.

Sejak kecil Mang Ibar selalu membantu orangtuanya baik di sawah dan di kebun. Sepulang sekolah saat siang menjelang sore Mang Ibar mengambil rumput di kebun untuk ternak kambing keluarga.

Kehidupan masa kecilnya sangat erat dengan kebun. Saat kebun berbuah dia dan teman-temannya pagi-pagi mencari buah jatuh di kebun untuk di bawa ke sekolahnya. Di sana buah itu diperjualbelikan antar teman.

Ketika remaja Mang Ibar juga senantiasa membantu orangtuanya di sawah dan di kebun. Dulu ketika pada tahun 1960-an hingga 1970-an Mang Ibar sering berjualan air tuak. Lalu ketika ada tengkulak datang untuk membeli pohon aren khususnya membeli batang arennya lalu pohon-pohon aren ditebang. Kondisi ini membuat Mang Ibar tidak bisa berjualan air tuak lagi.

Kini di usia senjanya Mang Ibar tetap bekerja di kebun. Selain merawat kebunnya sendiri Mang Ibar juga menjadi pemelihara kebun orang lain yang lokasinya dekat rumah. Kondisi kebun yang tidak rapat ini membuatnya mau untuk merawat karena di bawah tegakan yang ada Mang Ibar masih bisa menanam beberapa jenis seperti pisang, kapol, ketela pohon, dan talas belitung. Tanaman ini menjadi bahan baku industri rumah tangga istrinya.

Pengolahan Lahan Kritis

Kebun campuran Mang Ibar dahulu kondisinya berupa tanah merah yang tidak ditumbuhi pohon apapun dan tandus. Menurut orangtuanya dahulu sebagian


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdoellah, O. S, H. Y,Hadikusumah, K. Takeuchi, S. Okubo and Parikesit. 2006. Commercialization of homegarden in an Indonesian village : vegetation composition and functional changes. Agroforestry Systems 68 : 1-13. Abebe,T, K. F. Wiersum, F. Bongers and F. Sterck. 2006. Diversity and

dynamics in homegardens of souther ethiopia. Kumar, B. M and Nair, P.K.R (Eds), Tropical Homegardens : A time Tested Example of Sustainable Agroforestry, 339-354. Springer. The Netherlands.

Augusseaue,X, P. Nikiema and E. Torquebiau. 2006. Tree bidoversity, land dynamics and farmer’s strategies on the agricultural frontier of soutwestern Burkina Faso. Bidoversity and Conservation 15 ; 613-630. Aumeeruddy, Y. B. Sansonnens. 1994. Shifting from simple to complex

agroforestry systems : an example for buffer zone management from Kerinci Sumatera Indonesia. Agroforestry System 28 ; 113 – 141.

Azis ASR. 2003. Memahami Fenomena Sosial Melalui Studi Kasus. Di dalam Bungin B. (editor). 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hlm 18 – 35.

Bentley, W. R. 1992. Social science research in agroforestry and other land-use technologies. Burch,W.R and J.K.Parker (eds). Social Science Application in Asian Agroforestry. Winrock International.USA. Burkard, G. 2002. Stability or Sustainability? Dimensions of Socio-economic Security in a Rain Forest Margin. Palu, Indonesia: Discussion Paper No 6, STORMA.

De Foresta, H. and G. Michon. 1997. The agroforest alternative to Imperata grasslands: when smallholder agriculture and forestry reach sustainability. Agroforestry Systems 36:105-120.

Golar. 2007. Strategi Adaptasi Masyarakat Adat Toro Kajian Kelembagaan Lokal dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Taman Nasional Lore Lindu Propinsi Sulawesi Tengah. Disertasi (tidak dipublikasikan). Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Pascasarjana IPB.

ICRAF. 2000. Ketika Kebun Berupa Hutan : Agroforest Khas Indonesia Sebuah Sumbangan Masyarakat. De Foresta, A.Kusworo, G.Michon dan Wadjatmiko (Eds). Bogor.


(2)

Kehlenbeck and B. L. Maas. 2006. Are tropical homegardens sustainable ? Some evidence from central Sulawesi Indonesia. Kumar, B.M and Nair, P.K.R (Eds), Tropical Homegardens : A time Tested Example of Sustainable Agroforestry, 339-354. Springer. The Netherlands.

Kiptot, E, P. Hebinck, S. Franzel and P. Richards. 2007. Adopters, testers or pseudo adopters ? Dynamics of the uses improved tree fallows by farmers in western Kenya. Agroforestry system 94 : 509-519.

Kumar, B. M and Nair, P. K. R. 2004. The enigma of tropical homegardens. Agroforestry systems 61 : 135-152.

Michon,G. And F. Mary. Conversion of traditional village gardens and new economic startegies of rural households in the area of Bogor Indonesia. Agroforestry system 25 : 31 – 58.

Michon, J. Bompard, P. Hecketsweiler and C. Ducatillion. 1983. Tropical forest architectural analysis as apllied to agroforests in the humid tropics : The example of tradisional village-agroforests in West Java. Agroforestry Systems 1 : 117-129.

Nair, P. K. R. 1993. An Introduction to Agorofrestry. Kluwer Academic Publishers. The Netherlands.

Noordwijk,M. N, F. Agus, D. Suprayogo, K. Hairiah, G. Pasya, B. Verbist dan Farida. Peranan agroforestri dalam mempertahankan fungsi hidrologi daerah aliran sungai (DAS).

Parikesit, K. Takeuchi, A. Tsunekawa and O. S. Abdoellah. 2004. Kebon tatangkalan : a disappearing agroforest in the Upper Citarum Watershed West Java Indonesia. Agroforestry systems 63 : 171- 182.

Pasang. 2006. Kesalahan kebijakan tataniaga cengkeh. Jurnal Humaniora 20 Agustus 2006.

Pranowo. 1985. Manusia dan Hutan; Proses Perubahan Ekologi di Lereng Gunung Merapi. Jogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Peyre, A., A.Guidal, K.F.Wiersum and F.Bongers. 2006. Dynamics of homegarden structure and function in Kerala, India. Agroforestry System 66 : 101 – 115.

Qosim, W. A. 2007. Buah Manggis Primadona Ekspor Indonesia. Pikiran Rakyat Bandung Senin 22 Januari 2007.

Ruf, F. dan F. Lancon. 2005. Inovasi di dataran tinggi Indonesia. Dari Sistem Tebas dan Bakar ke Peremajaan Kembali. F.Ruf dan F.Lancon (eds). The


(3)

Yin, R. K. 2003. Studi Kasus : Desain dan Metode. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Singarimbun , M dan S.Effendi. 1987. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta.

Singh, P. 1995. Land degradation-a global menace and its improvement through agroforestry. Di dalam P.Singh, P.S.Pathak. M.M Roy (eds) Agroforestry System for Sustainable Land Use.USA. Science,Publ. Inc.

Soemarwoto and G.R Conway. Javanese Homegarden. This review was

undertaken while Otto Soemarwoto was a Royal Society Guest Fellow at the Imperial College of Science and Technology.

Suharjito, D. 2002. Kebun Talun : Strategi Adaptasi Sosial Kultural dan Ekologi Masyarakat Pertanian Lahan Kering di Desa Buniwangi Sukabumi Jawa Barat. Disertasi (tidak dipublikasikan). Pascasarjana Universitas Indonesia.

Torquebiau, E. 2003. Are tropical agroforestry home gardens sustainable? ICRAF Nairobi Kenya.

Utami, S. R, B. Verbust, M.V.Noordjwijk. K.Hamsih dan M.A. Sardjono. 2003. Prospek Penelitian dan Pengembangan Agroforest di Indoensia. Bahan Ajaran Agroforestri 6. ICRAF. Bogor.

Verbist, B., A.E.Putra dan S. Budidarsono. 2004. Penyebab alih guna lahan dan akibatnay terhadap fungsi DAS pada lansekap agroforestri berbasis kopi di Sumatera. Agrivita Vol 26 No.1.

Wiersum,K. F. 1983. Tree gardening and taungya on Java : Examples of agroforestry techniques in the humid tropics. Agroforestry systems 1 : 53-70

Wiersum,K. F. 2004. Forest garden as an intermediate land use system in the nature-culture continuum : Characteristics and futute potensial. Agroforestry system 61 : 123-134.

Wiersum , K. F. 2006. Diversity and change in homegarden cultivation in Indonesia. B.M. Kumar and P.K.R. Nair (eds.), Tropical Homegardens: A Time-Tested Example of Sustainable Agroforestry, 13–24.Springe. the Netherlands.


(4)

(5)

Lampiran 2. Perhitungan kontribusi hasil kebun terhadap pendapatan rumah tangga tahunan Pendapatan (Rp / Tahun)

Kebun Luar Kebun

Hasil Sawah Luar Sawah Kasus

Luas Kebun

(Ha) Komponen

(Rp) Luas Hasil (Rp) Komponen Hasil (Rp)

Keterangan

I 0,15 12 manggis 1,000,000 Padi 1,000,000 Industri RT 1,200,000 Harga satuan

8 durian 500,000 (0,2 ha) Perikanan 400,000 manggis Rp 400 - 500/buah 10 pala 300,000 Buruh tani 720,000 durian Rp 5.000 - 10.000/buah

5 melinjo 105,000 pala Rp 25/buah

4 petai 250,000 melinjo Rp 1.000 - 1.500/kg

2 kuweni 120,000 petai Rp 500 - 1.000/papan

kayu bakar 960,000 kuweni Rp 2.000 - 3.000/kg

pisang 960,000 kayu bakar Rp 20.000/m3

duku Rp 2.000 - 3.000/kg

TOTAL 4,195,000 1,000,000 2,320,000 beras Rp 4.000/kg

cempedak Rp 5.000 - 10.000/buah

II 1,2 25 manggis 3,750,000 Padi 960,000 Industri RT 5,000,000 kapol Rp 7.000 - 8.000/kg 35 melinjo 750,000 (0,2 ha) Perikanan 1,080,000 talas Rp 500 - 1.000/kg 20 durian 2,500,000 kemang Rp 2.000 – 3.000/kg

5 petai 100,000 pisang Rp 10.000-

5 cempedak 250,000 20.000/tandan

10 kuweni 300,000


(6)

Pendapatan (Rp / Tahun)

Kebun Luar Kebun

Hasil Sawah Luar Sawah Kasus

Luas Kebun

(Ha) Komponen

(Rp) Luas Hasil (Rp) Komponen Hasil (Rp)

Keterangan

kapol 700,000

talas 200,000

kayu bakar 960,000

pisang 1,920,000

TOTAL 11,680,000 960,000 6,080,000 III 2 40 manggis 7,200,000 Padi 750,000 Industri 1,280,000 35 melinjo 800,000 (0,15 ha) Buruh tani 720,000

45 durian 5,500,000

25 petai 850,000

20

cempedak 1,350,000

Penjualan hasil kebun biasanya dijual langsung pada tengkulak. Pemilik kebun sulit untuk mengetahui jumlah produksi tanaman di kebun-kebun campuran. Namun pemilik kebun masih

10 kuweni 210,000

25 duku 1,750,000

4 kemang 600,000

kayu bakar 960,000

pisang 1,500,000