Analisis Profitabilitas dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Menurut Luas dan Status Kepemilikan Lahan (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

(1)

ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh :

Dewi Mutia Handayani

A14301056

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

RINGKASAN

DEWI MUTIA HANDAYANI. ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN. Studi Kasus Desa Karacak, Kecama tan

Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Di bawah bimbingan M. PARULIAN HUTAGAOL).

Lahan merupakan salah satu modal bagi petani dalam mengusahakan pertanian. Sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan lahan yang dapat diusahakan untuk pertanian semakin berkurang, karena proyek pembangunan atau pembukaan lahan baru tidak sebanding dengan pertambahan penggunaan lahan. Kondisi ini tentu saja menimbulkan banyak masalah, yaitu meningkatnya jumlah petani lahan sempit dan petani yang tidak memiliki lahan garapan.

Petani yang menguasai lahan sempit sering disebut dengan petani gurem. Petani-petani tersebut memiliki ciri-ciri antara lain: (1) kepemilikan lahan kurang dari 0,5 hektar, (2) modal kecil, dalam hal ini tenaga kerja kadang-kadang merupakan satu-satunya faktor produksi yang digunakan, (3) teknologi yang digunakan sangat sederhana, (4) mutu produksi yang dihasilkan tergolong rendah, (5) pasar terbatas, (6) dalam pembiayaan usahatani, mereka tidak memiliki akses

terhadap dunia perbankan, (7) memiliki posisi tawar- menawar (bargaining

position) yang rendah dan (8) kesulitan dalam merespon teknologi, karena terbatasnya kualitas SDM.

Petani-petani yang tidak memiliki lahan didalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya mengerjakan lahan milik orang lain dengan sistem bagi hasil/sakap yaitu memberikan sebagian dari hasil panen kepada pemilik lahan. Ketidakseimbangan pasar persewaan lahan menyebabkan kedudukan petani bukan milik (sakap) lemah. Hal ini disebabkan petani bukan milik (sakap) dihadapkan pada ketidakpastian dalam menggarap (tenancy security). Keberlangsungan petani bukan milik (sakap) dalam menggarap tergantung dari pemilik lahan. Jika pemilik lahan masih menginginkan petani tersebut untuk menggarap lahannya, maka petani tersebut memiliki lahan untuk digarap. Tetapi jika pemilik lahan tidak menginginkan petani sakap tersebut untuk tetap menggarap lahannya, maka petani bukan milik (sakap) harus mencari pemilik lahan baru yang mau menyakapkan lahannya. Disamping itu, petani bukan milik (sakap), pada umumnya kurang memiliki modal dan kemampuan yang cukup dalam mengelola usahataninya, sehingga peluang dalam meningkatkan kesejahteraan kecil. Sehubungan dengan hal tersebut, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah : (1) Bagaimana pengaruh status kepemilikan lahan dan luas lahan garapan terhadap biaya-biaya usahatani padi sawah yang dikeluarkan di lokasi penelitian? (2) Bagaimana pengaruh luas dan status kepemilikan lahan terhadap pendapatan usahatani padi sawah? (3) Apakah usahatani padi sawah masih cukup menguntungkan untuk dilakukan, khususnya pada usahatani milik sempit dan usahatani bukan milik (sakap)?.

Penelitian lapang dilaksanakan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang,


(3)

dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Leuwiliang merupakan salah satu sentra produksi padi sawah di Kabupaten Bogor. Pemilihan responden dilakukan dengan sistem acak berlapis sengaja (stratified random sampling) sebanyak 40 responden. Data yang digunakan adalah data primer berupa wawancara langsung dengan petani dan instansi terkait dan data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi atau dinas yang berkaitan dengan masalah penelitian seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Biro Pusat Statistik, Balai Penyuluhan Pertanian serta Kantor Kelurahan/Desa, informasi dan hasil penelitian serta tulisan yang berkaitan dengan penelitian ini.

Analisis yang dilakukan meliputi analisis biaya, analisis pendapatan untuk mengetahui sejauh mana luas lahan garapan dan status kepemilikan terhadap pendapatan usahatani dan analisis profitabilitas untuk mengukur efisiensi usahatani dan keberhasilan suatu usahatani. Berdasarkan hasil analisis pendapatan dan analisis profitabilitas diperoleh bahwa usahatani milik jauh lebih menguntungkan dibandingkan usahatani bukan milik (sakap). Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C rasio pada usahatani milik lebih besar dari pada usahatani bukan milik (sakap) karena pada usahatani bukan milik (sakap) harus mengeluarkan biaya bagi hasil yang mencapai 60 persen dari total biaya. Jika dilihat dari segi keuntungan, usahatani milik luas lebih besar dari pada usahatani milik sempit yang dibuktikan dengan nilai R/C rasio pada usahatani milik luas sebesar 2,12 dan pada usahatani milik sempit sebesar 1,97. Lebih rendahnya keuntungan yang diterima pada usahatani milik sempit disebabkan proporsi biaya yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan usahatani milik luas, khususnya biaya tenaga kerja dalam keluarga.

Pada usahatani bukan milik (sakap) luas memiliki keuntungan yang lebih kecil dibandingkan pada usahatani bukan milik (sakap) sempit. Dimana nilai R/C rasio pada usahatani bukan milik (sakap) luas sebesar 1,32 dan nilai R/C rasio pada usahatani bukan milik (sakap) sempit sebesar 1,36. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usahatani padi sawah bukan milik (sakap) sempit lebih efisien dibandingkan usahatani bukan milik (sakap) luas.

Namun, secara umum usahatani padi sawah yang dilakukan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor masih cukup menguntungkan dan memberikan insentif untuk dilaksanakan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu pada usahatani menurut luas dan status kepemilikan lahan. Oleh karena itu, usahatani padi sawah khususnya pada usahatani milik sempit dan usahatani bukan milik (sakap) masih cukup menguntungkan untuk dilaksanakan.

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan pemerintah khususnya pemerintah daerah segera meninjau dan mempertegas kembali mengenai pelaksanaan dari Undang-undang landreform khususnya dari segi kepemilikan lahan dan batasan luas kepemilikan lahan. Selain itu, pemerintah pun diharapkan mulai memperhatikan kesejahteraan (yang dilihat dari total pendapatan bersih usahatani) petani bukan milik (sakap) dengan mengontrol pelaksanaan dari Undang-undang Bagi Hasil, khususnya dari proporsi biaya yang harus ditanggung antara petani sakap dan pemilik lahan.


(4)

ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang,

Kabupaten Bogor)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Dewi Mutia Handayani A14301056

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(5)

Judul : ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (STUDI KASUS DESA KARACAK, KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT)

Nama : Dewi Mutia Handayani NRP : A14301056

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS NIP. 131 284 623

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP. 130 422 698


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU.

Bogor, Desember 2005

Dewi Mutia Handayani A14301056


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bogor, tepatnya tanggal 7 Oktober 1983 sebagai putri pertama dari pasangan Ibu Ida Farida dan Bapak Encep Syafroni (Alm). Pada tahun 1988, penulis mulai menginjakkan kaki di dunia pendidikan formal taman kanak-kanak di TK Anggraeni, masa sekolah dasar di SD Panaragan II tahun 1989 selama 1 tahun, lalu dilanjutkan di SD Ciomas IV hingga tamat. Pada tahun 1995 penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 6 Bogor selama 3 tahun lalu melanjutkan pada jenjang selanjutnya di SMUN 2 Bogor. Setamat penulis dari SMU, penulis diterima sebagai mahasiswa pada program studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama di IPB, penulis mencoba memetik pengalaman dengan mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan di dalam kampus, disamping mengikuti organisasi sosial diluar kampus. Penulis juga pernah menjadi asisten Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam pada semester genap tahun ajaran 2002/2003. Disamping itu, penulis juga aktif dalam kegiatan ilmiah seperti Economic Student Club serta menjadi salah satu finalis dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XVIII di Padang (12-15 Juli 2005). Hingga saat ini, penulis juga masih aktif sebagai salah satu staf pengajar di lembaga pendidikan Azkia Plus.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW. Skripsi ini berjudul ”Analisis Profitabilitas dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Menurut Luas dan Status Kepemilikan Lahan (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)” yang disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian, pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara moral maupun materi dari semua pihak. Terlaksananya skripsi ini tak lepas dari bantuan pembimbing, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS selaku dosen pembimbing atas segala kritik, saran, bimbingan dan pengarahan serta kesabaran dan kemuraha n hatinya terutama dedikasi yang telah diberikan kepada penulis.

Dalam kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Ibunda yang telah melahirkanku, terima kasih atas cinta dan do’a yang

telah diberikan. Untuk Intan dan Dinda terima kasih atas perhatiannya.

2. Dr. Ir. Harianto, MS selaku dosen penguji utama dan Ir. Murdianto, Msi


(9)

untuk menjadi penguji serta atas saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. Kepada seluruh staff Karyawan Sosek atas segala keramahan dan

kemudahan yang diberikan kepada penulis.

4. Kepada seluruh staff karyawan Kecamatan Leuwiliang dan Desa Karacak

atas keramahannya selama penulis melakukan penelitian.

5. Bapak U. A. Syamsudin dan para petani responden atas kesediaannya

dalam meluangkan waktu dan memberikan informasi yang diperlukan oleh penulis dan kepada Bapak Surahman, selaku penterjemah dan pendamping penulis selama melakukan penelitian lapang.

6. Seluruh teman-teman, kakak dan ade kelas, yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk hadir pada seminar saya.

7. Seluruh pihak yang telah berjasa dalam membantu menyelesaikan skripsi

ini dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, dengan berbagai kekurangan yang ada. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Desember 2005


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 2

1.3 Tujuan Penelitian... 6

1.4 Kegunaan Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1 Gambaran Umum Komoditas Padi ... 8

2.2 Status Petani Berdasarkan Kepemilikan Lahan ... 9

2.3 Usahatani Padi ... 11

2.4 Analisis Usahatani ... 14

2.5 Biaya Usahatani... 15

2.6 Analisis Pendapatan ... 16

2.7 Analisis Profitabilitas ... 17

2.8 Studi Terdahulu ... 18

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN ... 21

BAB IV METODE PENELITIAN ... 25

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lapangan ... 25

4.2 Teknik Pengumpulan Contoh dan Metode Pengumpulan Data ... 26

4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data... 27

4.3.1 Analisis Biaya Usahatani ... 28

4.3.2 Analisis Pendapatan Usahatani ... 29

4.3.3 Analisis Profitabilitas ... 30

4.4 Definisi Operasional... 30

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 33

5.1 Keadaan Geografis ... 33

5.2 Penduduk dan Mata Pencaharian ... 34

5.3 Gambaran Umum Usahatani Padi Sawah di Desa Karacak .... 35

5.4 Karakteristik Petani Responden ... 38

BAB VI SISTEM USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KARACAK 45 6.1 Keragaan Usahatani... 45


(11)

ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh :

Dewi Mutia Handayani

A14301056

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

RINGKASAN

DEWI MUTIA HANDAYANI. ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN. Studi Kasus Desa Karacak, Kecama tan

Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Di bawah bimbingan M. PARULIAN HUTAGAOL).

Lahan merupakan salah satu modal bagi petani dalam mengusahakan pertanian. Sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan lahan yang dapat diusahakan untuk pertanian semakin berkurang, karena proyek pembangunan atau pembukaan lahan baru tidak sebanding dengan pertambahan penggunaan lahan. Kondisi ini tentu saja menimbulkan banyak masalah, yaitu meningkatnya jumlah petani lahan sempit dan petani yang tidak memiliki lahan garapan.

Petani yang menguasai lahan sempit sering disebut dengan petani gurem. Petani-petani tersebut memiliki ciri-ciri antara lain: (1) kepemilikan lahan kurang dari 0,5 hektar, (2) modal kecil, dalam hal ini tenaga kerja kadang-kadang merupakan satu-satunya faktor produksi yang digunakan, (3) teknologi yang digunakan sangat sederhana, (4) mutu produksi yang dihasilkan tergolong rendah, (5) pasar terbatas, (6) dalam pembiayaan usahatani, mereka tidak memiliki akses

terhadap dunia perbankan, (7) memiliki posisi tawar- menawar (bargaining

position) yang rendah dan (8) kesulitan dalam merespon teknologi, karena terbatasnya kualitas SDM.

Petani-petani yang tidak memiliki lahan didalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya mengerjakan lahan milik orang lain dengan sistem bagi hasil/sakap yaitu memberikan sebagian dari hasil panen kepada pemilik lahan. Ketidakseimbangan pasar persewaan lahan menyebabkan kedudukan petani bukan milik (sakap) lemah. Hal ini disebabkan petani bukan milik (sakap) dihadapkan pada ketidakpastian dalam menggarap (tenancy security). Keberlangsungan petani bukan milik (sakap) dalam menggarap tergantung dari pemilik lahan. Jika pemilik lahan masih menginginkan petani tersebut untuk menggarap lahannya, maka petani tersebut memiliki lahan untuk digarap. Tetapi jika pemilik lahan tidak menginginkan petani sakap tersebut untuk tetap menggarap lahannya, maka petani bukan milik (sakap) harus mencari pemilik lahan baru yang mau menyakapkan lahannya. Disamping itu, petani bukan milik (sakap), pada umumnya kurang memiliki modal dan kemampuan yang cukup dalam mengelola usahataninya, sehingga peluang dalam meningkatkan kesejahteraan kecil. Sehubungan dengan hal tersebut, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah : (1) Bagaimana pengaruh status kepemilikan lahan dan luas lahan garapan terhadap biaya-biaya usahatani padi sawah yang dikeluarkan di lokasi penelitian? (2) Bagaimana pengaruh luas dan status kepemilikan lahan terhadap pendapatan usahatani padi sawah? (3) Apakah usahatani padi sawah masih cukup menguntungkan untuk dilakukan, khususnya pada usahatani milik sempit dan usahatani bukan milik (sakap)?.

Penelitian lapang dilaksanakan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang,


(13)

dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Leuwiliang merupakan salah satu sentra produksi padi sawah di Kabupaten Bogor. Pemilihan responden dilakukan dengan sistem acak berlapis sengaja (stratified random sampling) sebanyak 40 responden. Data yang digunakan adalah data primer berupa wawancara langsung dengan petani dan instansi terkait dan data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi atau dinas yang berkaitan dengan masalah penelitian seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Biro Pusat Statistik, Balai Penyuluhan Pertanian serta Kantor Kelurahan/Desa, informasi dan hasil penelitian serta tulisan yang berkaitan dengan penelitian ini.

Analisis yang dilakukan meliputi analisis biaya, analisis pendapatan untuk mengetahui sejauh mana luas lahan garapan dan status kepemilikan terhadap pendapatan usahatani dan analisis profitabilitas untuk mengukur efisiensi usahatani dan keberhasilan suatu usahatani. Berdasarkan hasil analisis pendapatan dan analisis profitabilitas diperoleh bahwa usahatani milik jauh lebih menguntungkan dibandingkan usahatani bukan milik (sakap). Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C rasio pada usahatani milik lebih besar dari pada usahatani bukan milik (sakap) karena pada usahatani bukan milik (sakap) harus mengeluarkan biaya bagi hasil yang mencapai 60 persen dari total biaya. Jika dilihat dari segi keuntungan, usahatani milik luas lebih besar dari pada usahatani milik sempit yang dibuktikan dengan nilai R/C rasio pada usahatani milik luas sebesar 2,12 dan pada usahatani milik sempit sebesar 1,97. Lebih rendahnya keuntungan yang diterima pada usahatani milik sempit disebabkan proporsi biaya yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan usahatani milik luas, khususnya biaya tenaga kerja dalam keluarga.

Pada usahatani bukan milik (sakap) luas memiliki keuntungan yang lebih kecil dibandingkan pada usahatani bukan milik (sakap) sempit. Dimana nilai R/C rasio pada usahatani bukan milik (sakap) luas sebesar 1,32 dan nilai R/C rasio pada usahatani bukan milik (sakap) sempit sebesar 1,36. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usahatani padi sawah bukan milik (sakap) sempit lebih efisien dibandingkan usahatani bukan milik (sakap) luas.

Namun, secara umum usahatani padi sawah yang dilakukan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor masih cukup menguntungkan dan memberikan insentif untuk dilaksanakan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu pada usahatani menurut luas dan status kepemilikan lahan. Oleh karena itu, usahatani padi sawah khususnya pada usahatani milik sempit dan usahatani bukan milik (sakap) masih cukup menguntungkan untuk dilaksanakan.

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan pemerintah khususnya pemerintah daerah segera meninjau dan mempertegas kembali mengenai pelaksanaan dari Undang-undang landreform khususnya dari segi kepemilikan lahan dan batasan luas kepemilikan lahan. Selain itu, pemerintah pun diharapkan mulai memperhatikan kesejahteraan (yang dilihat dari total pendapatan bersih usahatani) petani bukan milik (sakap) dengan mengontrol pelaksanaan dari Undang-undang Bagi Hasil, khususnya dari proporsi biaya yang harus ditanggung antara petani sakap dan pemilik lahan.


(14)

ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang,

Kabupaten Bogor)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Dewi Mutia Handayani A14301056

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(15)

Judul : ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (STUDI KASUS DESA KARACAK, KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT)

Nama : Dewi Mutia Handayani NRP : A14301056

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS NIP. 131 284 623

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP. 130 422 698


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU.

Bogor, Desember 2005

Dewi Mutia Handayani A14301056


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bogor, tepatnya tanggal 7 Oktober 1983 sebagai putri pertama dari pasangan Ibu Ida Farida dan Bapak Encep Syafroni (Alm). Pada tahun 1988, penulis mulai menginjakkan kaki di dunia pendidikan formal taman kanak-kanak di TK Anggraeni, masa sekolah dasar di SD Panaragan II tahun 1989 selama 1 tahun, lalu dilanjutkan di SD Ciomas IV hingga tamat. Pada tahun 1995 penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 6 Bogor selama 3 tahun lalu melanjutkan pada jenjang selanjutnya di SMUN 2 Bogor. Setamat penulis dari SMU, penulis diterima sebagai mahasiswa pada program studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama di IPB, penulis mencoba memetik pengalaman dengan mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan di dalam kampus, disamping mengikuti organisasi sosial diluar kampus. Penulis juga pernah menjadi asisten Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam pada semester genap tahun ajaran 2002/2003. Disamping itu, penulis juga aktif dalam kegiatan ilmiah seperti Economic Student Club serta menjadi salah satu finalis dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XVIII di Padang (12-15 Juli 2005). Hingga saat ini, penulis juga masih aktif sebagai salah satu staf pengajar di lembaga pendidikan Azkia Plus.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW. Skripsi ini berjudul ”Analisis Profitabilitas dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Menurut Luas dan Status Kepemilikan Lahan (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)” yang disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian, pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara moral maupun materi dari semua pihak. Terlaksananya skripsi ini tak lepas dari bantuan pembimbing, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS selaku dosen pembimbing atas segala kritik, saran, bimbingan dan pengarahan serta kesabaran dan kemuraha n hatinya terutama dedikasi yang telah diberikan kepada penulis.

Dalam kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Ibunda yang telah melahirkanku, terima kasih atas cinta dan do’a yang

telah diberikan. Untuk Intan dan Dinda terima kasih atas perhatiannya.

2. Dr. Ir. Harianto, MS selaku dosen penguji utama dan Ir. Murdianto, Msi


(19)

untuk menjadi penguji serta atas saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. Kepada seluruh staff Karyawan Sosek atas segala keramahan dan

kemudahan yang diberikan kepada penulis.

4. Kepada seluruh staff karyawan Kecamatan Leuwiliang dan Desa Karacak

atas keramahannya selama penulis melakukan penelitian.

5. Bapak U. A. Syamsudin dan para petani responden atas kesediaannya

dalam meluangkan waktu dan memberikan informasi yang diperlukan oleh penulis dan kepada Bapak Surahman, selaku penterjemah dan pendamping penulis selama melakukan penelitian lapang.

6. Seluruh teman-teman, kakak dan ade kelas, yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk hadir pada seminar saya.

7. Seluruh pihak yang telah berjasa dalam membantu menyelesaikan skripsi

ini dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, dengan berbagai kekurangan yang ada. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Desember 2005


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 2

1.3 Tujuan Penelitian... 6

1.4 Kegunaan Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1 Gambaran Umum Komoditas Padi ... 8

2.2 Status Petani Berdasarkan Kepemilikan Lahan ... 9

2.3 Usahatani Padi ... 11

2.4 Analisis Usahatani ... 14

2.5 Biaya Usahatani... 15

2.6 Analisis Pendapatan ... 16

2.7 Analisis Profitabilitas ... 17

2.8 Studi Terdahulu ... 18

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN ... 21

BAB IV METODE PENELITIAN ... 25

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lapangan ... 25

4.2 Teknik Pengumpulan Contoh dan Metode Pengumpulan Data ... 26

4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data... 27

4.3.1 Analisis Biaya Usahatani ... 28

4.3.2 Analisis Pendapatan Usahatani ... 29

4.3.3 Analisis Profitabilitas ... 30

4.4 Definisi Operasional... 30

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 33

5.1 Keadaan Geografis ... 33

5.2 Penduduk dan Mata Pencaharian ... 34

5.3 Gambaran Umum Usahatani Padi Sawah di Desa Karacak .... 35

5.4 Karakteristik Petani Responden ... 38

BAB VI SISTEM USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KARACAK 45 6.1 Keragaan Usahatani... 45


(21)

6.1.2 Penyemaian ... 46

6.1.3 Penanaman ... 47

6.1.4 Penyiangan ... 48

6.1.5 Pemupukan ... 48

6.1.6 Pengendalian Hama dan Penyakit ... 49

6.1.7 Panen ... 51

6.2 Sistem Bagi Hasil ... 51

6.3 Sistem Upah Borongan... 53

6.4 Sistem Upah Harian ... 54

BAB VII HASIL... 55

7.1 Penggunaan Input Usahatani Padi Sawah di Desa Karacak 55 7.1.1 Benih ... 55

7.1.2 Pupuk ... 57

7.1.3 Obat Pemberantas Hama ... 58

7.2 Analisis Biaya Usahatani Padi Sawah... 59

7.2.1 Biaya Tunai ... 59

7.2.2 Biaya Yang Diperhitungkan... 64

7.2.3 Total Biaya Usahatani ... 66

7.3 Analisis Penerimaan Usahatani Padi Sawah ... 69

7.4 Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah... 71

7.5 Analisis Profitabilitas Usahatani Padi Sawah ... 73

BAB VIII PEMBAHASAN DAN IMPLIKASINYA ... 75

8.1 Pengaruh Luas Lahan Garapan terhadap Optimalisasi Produksi dan Pendapatan Usahatani ... 75

8.2 Pengaruh Status Kepemilikan Lahan terhadap Optimalisasi Produksi, Pendapatan dan Pemanfaatan Teknologi ... 77

8.3 Kendala-Kendala Usahatani Padi Sawah di Desa Karacak. 81 BAB IX KESIMPULAN ... 83

7.1 Kesimpulan... 83

7.2 Saran ... 84


(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Ketersediaan dan Keperluan Beras Indonesia Periode 1990-2001 ... 2 2. Keadaan Penggunaan Lahan Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang

Kabupaten Bogor hingga Tahun 2004 ... 34 3. Komposisi Penduduk Desa Karacak Berdasarkan Kelompok Umur ... 34 4. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Desa Karacak, 2002 ... 35 5. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Kelompok Umur di

Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 38

6. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di

Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 40 7. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status dan Luas Kepe -

milikan Lahan Garapan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat ... 42 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Padi Sawah di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor,

Jawa Barat ... 43 9. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Sifat Usahatani Padi di

Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 44 10. Rata-rata Penggunaan dan Harga Benih Usahatani Padi Sawah per

Hektar Menurut Luas dan Status Kepemilikan Lahan, MT II

2004/2005 ... 56

11. Rata-rata Penggunaan Pupuk Kimia dan Pupuk Kandang Petani

Usahatani Padi Sawah per Hektar Menurut Luas dan Status

Kepemilikan Lahan, MT II 2004/2005 ... 57 12. Rata-rata Penggunaan Pestisida Kimia Petani Usahatani Padi Sawah

Responden per Hektar Menurut Luas dan Status Kepemilikan Lahan,

MT II 2004/2005 ... 58 13. Biaya Total Usahatani Padi Sawah Musim Tanam II 2004/2005, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa barat ... 67


(23)

14. Rata-rata Penerimaan per Hektar Usahatani Padi Sawah MT II 2004/2005 di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten

Bogor, Jawa Barat ... 70

15. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah MT II 2004/2005 di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ... 72 16. Rasio Penerimaan dan Biaya Usahatani Padi Sawah MT II 2004/2005 di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa


(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman


(25)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor yang dominan dan strategis dalam kegiatan perekonomian Indonesia. Semenjak Repelita VII, pembangunan pertanian tanaman pangan khususnya beras sebagai sub sektor terus ditingkatkan karena ketersediaan beras nasional memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap stabilitas ekonomi, sosial, keamanan dan politis.

Dari sisi konsumsi, beras sebagai makanan pokok tampaknya tetap mendominasi pola makan orang Indonesia. Hal ini terlihat dari tingkat partisipasi konsumsi beras yang masih di atas 95%. Ketergantungan akan beras ini mengakibatkan tingkat permintaan terhadap beras semakin tinggi. Kecukupan pangan seringkali menjadi masalah besar yang dihadapi pemerintah Indonesia. Kondisi ini biasanya dengan mudah diatasi pemerintah dengan mengimpor beras dari negara lain seperti dari Vietnam dan Thailand.

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa permintaan beras dalam negeri terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan pertumbuhan penduduk. Sedangkan jumlah beras yang tersedia untuk konsumsi jumlahnya berfluktuasi tergantung dari hasil panen. Pada tahun 1991 terjadi penurunan produksi padi sawah, lalu meningkat lagi pada tahun 1992 dan menurun lagi pada tahun 1994, 1997, 1998 dan 2001. Penurunan produksi yang cukup besar terjadi pada tahun 1997 hingga tahun 1998, kondisi ini disebabkan adanya gejala alam El Nino.


(26)

Tabel 1. Ketersediaan dan Keperluan Beras Indonesia Periode 1990-2001

Tahun Jumlah Penduduk (000 jiwa)

Tersedia Untuk Konsumsi

(000 ton)

Keperluan Konsumsi (000 ton)

1990 179.829 24.076 24.409

1991 182.815 23.818 24.683

1992 185.849 25.712 24.965

1993 188.934 25.681 25.393

1994 190.676 24.863 25.642

1995 193.486 26.514 26.039

1996 196.480 27.237 25.913

1997 201.390 25.589 26.549

1998 204.392 25.517 26.857

1999 207.437 26.361 27.290

2000 210.480 26.523 27.713

2001 213.529 25.954 27.972

Sumber: Biro Pusat Statistik (2001)

Mengingat fungsinya yang strategis, maka kerentanan terhadap rawan pangan terutama beras sejauh mungkin harus dihindari. Berbagai upaya dilakukan pemerintah dalam meningkatkan produksi dalam negeri sesuai dengan tujuan pembangunan pertanian yaitu meningkatan produksi dan pendapatan petani, salah satunya melalui kebijakan harga gabah agar petani lebih bergairah lagi dalam meningkatkan hasil produksi.

1.2 Perumusan Masalah

Disamping modal dan tenaga kerja, lahan merupakan faktor produksi yang sangat penting. Lahan merupakan modal bagi petani yang mengusahakan pertanian guna menjamin kehidupannya serta keluarganya. Sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan lahan yang dapat diusahakan untuk pertanian semakin berkurang, karena proyek pembangunan atau pembukaan lahan baru tidak sebanding dengan pertambahan penggunaan lahan. Kondisi ini


(27)

tentu saja menimbulkan banyak masalah, salah satunya yaitu meningkatnya jumlah petani yang menguasai lahan sempit. Sensus pertanian 2003 menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga (RT) petani gurem (kepemilikan lahan kurang dari 0,5 hektar) meningkat dari 10,9 juta rumah tangga pada tahun 1993 menjadi 13,7 juta rumah tangga pada tahun 2003 (Biro Pusat Statistik, 2004).

Petani yang menguasai lahan sempit sering disebut dengan petani gurem (petani miskin). Kebanyakan kehidupan mereka berada pada tingkat memprihatinkan. Petani-petani tersebut memiliki ciri-ciri antara lain: (1) memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar, (2) modal kecil, dalam hal ini tenaga kerja kadang-kadang merupakan satu-satunya faktor produksi yang digunakan, (3) teknologi yang digunakan sangat sederhana, (4) mutu produksi yang dihasilkan tergolong rendah, (5) pasar terbatas, (6) dalam pembiayaan usahatani, mereka tidak memiliki akses terhadap dunia perbankan, (7) memiliki posisi tawar- menawar (bargaining position) yang rendah dan (8) kesulitan dalam merespon teknologi, karena terbatasnya kualitas SDM.

Petani lahan sempit seringkali menjual hasil panen sebelum waktu panen tiba, karena hasil panen sebelumnya tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan hidup hingga panen mendatang ataupun karena ada keperluan lain yang mendesak. Penjualan semacam ini dikenal dengan penjualan dengan cara “ijon”. Ada dua pendapat mengenai implikasi dari sistem ijon. Pertama, kalangan yang menilai sistem ijon sebagai hal yang merugikan, dan kedua adalah pihak yang menyatakan bahwa sistem ijon tersebut belum tentu merugikan petani. Penjualan dengan cara ijon akan menguntungkan petani apabila mereka mempunyai kekuatan untuk menawar, pandai menaksir hasil perkiraan hasil panen, dan dapat


(28)

memanfaatkan uang hasil ijon untuk hal- hal yang bersifat produktif (re- invesment)1. Tetapi petani lahan sempit pada umumnya mereka tidak memiliki

tiga kekuatan tersebut, mereka terpaksa mengijonkan karena desakan kebutuhan. Maka biasanya petani akan menderita kerugian, karena harga gabah dinilai lebih rendah dari harga sesungguhnya.

Dampak pertambahan penduduk yang tidak sebanding dengan pembukaan lahan baru selain meningkatkan jumlah petani lahan sempit, juga meningkatkan jumlah petani yang tidak memiliki lahan pertanian. Petani-petani yang tidak memiliki lahan didalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya mengerjakan lahan milik orang lain dengan sistem sewa ataupun bagi hasil/sakap yaitu memberikan sebagian dari hasil panen kepada pemilik lahan.

Ketidakseimbangan pasar persewaan lahan menyebabkan kedudukan petani bukan milik (sakap) lemah. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah menganggap perlu mengeluarkan Undang- undang tentang Perjanjian Bagi Hasil (1960) yang memuat pokok-pokok sebagai berikut: (1) Untuk me negakkan keadilan dalam hubungan antara pemilik tanah dan petani sakap, (2) Untuk melindungi petani sakap yang biasanya lemah terhadap pemilik tanah yang secara ekonomis lebih kuat dan (3) Untuk merangsang petani sakap agar berusaha lebih keras dalam mena mbah produksi. Namun tidak jarang petani sakap memperoleh perlakuan yang tidak adil dan merugikan.

1 La Ode Syafiuddin 1983, Keadaan dan Masalah Petani Berlahan Sempit, Biro Pusat Statistik, halaman : 233-234


(29)

Berkembangnya teknologi pertanian juga sering disebut sebagai penyebab kerugian petani bukan milik (sakap), selain kurang/tidak diterapkannya Undang-undang Perjanjian Bagi Hasil sebagaimana mestinya. Teknologi pertanian sering dituduh sebagai faktor pendorong petani berfikir rasional terutama dalam proses produksi, sehingga perjanjian bagi hasil yang dulu sering dianggap sebagai harmoni pedesaan (social welfare), sekarang lebih merupakan perjanjian biasa yang lebih bersifat ekonomis (Siahaan, 1979 dalam Syafiuddin, 1986).

Pendapat yang menyatakan bahwa sistem bagi hasil kurang efisien karena petani bukan milik (sakap) dihadapkan pada ketidakpastian dalam menggarap (tenancy security). Keberlangsungan petani bukan milik (sakap) dalam menggarap tergantung dari pemilik lahan. Jika pemilik lahan masih menginginkan petani tersebut untuk menggarap lahannya, maka petani tersebut memiliki lahan untuk digarap. Tetapi jika pemilik lahan tidak menginginkan petani sakap tersebut untuk tetap menggarap lahannya, maka petani bukan milik (sakap) harus mencari pemilik lahan baru yang mau menyakapkan lahannya. Selain itu, ada yang menyatakan bahwa petani bukan milik (sakap) tidak memiliki kebebasan dalam memilih berbagai input yang digunakan dalam usahataninya, tetapi pilihannya dibatasi oleh kemungkinan pemberhentian apabila hasilnya tidak memuaskan pemilik lahan. Kebebasan ini hanya ada pada petani pemilik dan petani penyewa (Bishop dan Toussaint, 1979 dalam Porajouw, 1990). Disamping itu, petani bukan milik (sakap), pada umumnya kurang mempunyai modal dan kemampuan yang cukup dalam mengelola usahataninya, sehingga peluang untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga petani kecil.


(30)

Sehubungan dengan hal yang telah diungkapkan sebelumnya, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah:

1. Bagaimana pengaruh status kepemilikan lahan dan luas lahan garapan

terhadap biaya-biaya usahatani padi sawah yang dikeluarkan di lokasi penelitian?

2. Bagaimana pengaruh luas dan status kepemilikan lahan terhadap pendapatan usahatani padi sawah?

3. Apakah usahatani padi sawah masih cukup menguntungkan untuk

dilakukan, khususnya pada usahatani milik sempit dan usahatani bukan milik (sakap)?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis biaya-biaya usahatani padi sawah berdasarkan status

kepemilikan lahan dan luas lahan garapan usahatani.

2. Menganalisis pendapatan usahatani padi sawah pada usahatani milik dan

usahatani bukan milik serta pada usahatani milik luas dengan usahatani milik lahan sempit.

3. Menganalisis profitabilitas usahatani padi sawah menurut status kepemilikan lahan dan luas lahan garapan usahatani.


(31)

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna bagi beberapa pihak sebagai berikut:

1. Sebagai bahan kajian dalam merumuskan program dan kebijakan di bidang

pertanian dan usaha penyempurnaan sistem pertanian.

2. Sebagai masukan bagi petani agar dapat mengelola usahataninya secara

produktif dan efisien.

3. Sebagai bahan penelitian yang akan datang untuk memperbaiki dan lebih


(32)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Komoditas Padi

Padi (Oriza sativa) merupakan tanaman pangan yang dihasilkan dalam jumlah terbanyak di dunia dan menempati daerah terbesar di wilayah tropika (Sanchez, 1993 dalam Sumiati, 2003). Berdasarkan beberapa pihak, tanaman padi berasal dari Cina, karena di wilayah tersebut banyak ditemukan jenis-jenis padi liar. Hal ini didasarkan pada teori vavilov yang menyatakan bahwa daerah asal-usul suatu tanaman ditandai dengan terdapatnya pemusatan jenis-jenis tanaman liar tersebut (Manurung, 1998 dalam Sumiati, 2003).

Pada umumnya tanaman padi merupakan tanaman semusim dengan empat fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif cepat, vegetatif lambat, reproduktif dan pemasakan. Secara garis besar, tanaman padi terbagi kedalam dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif, dimana bagian vegetatif terdiri dari akar, batang, daun dan bagian generatif terdiri dari malai yang terdiri dari bulir-bulir, daun dan bunga.

Dalam pertumbuhannya tanaman padi memerlukan unsur hara, air dan energi. Unsur hara merupakan unsur pelengkap dari komposisi asam nukleit, hormon dan enzim yang berfungsi sebagai katalis dalam merombak fotosintat atau respirasi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Air diperoleh tanaman padi dari dalam tanah dan energi diperoleh dari hasil fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari.

Budaya konsumsi beras cukup sulit untuk dihilangkan dari masyarakat Indonesia. Alasan yang sangat mendasar ialah karena telah menjadi kebiasaan


(33)

masyarakat. Jika mereka belum mengkonsumsi beras, maka mereka belum makan. Selain itu, makan nasi merupakan budaya yang telah mengakar sejak zaman nenek moyangnya dahulu.

Beras bukan hanya berfungsi sebagai komoditas pangan dan ekonomis, tetapi juga merupakan komoditas politik dan keamanan. Bagi negara besar seperti Amerika Serikat, pangan (termasuk beras di dalamnya) merangkap komoditas politik dan strategis yakni bila diperlukan, pangan dapat dipakai sebagai senjata ampuh untuk menekan suatu negara yang tidak sejalan dengan garis politiknya (Sawit, 2001 dalam Sumiati, 2003).

2.2 Status Petani Berdasarkan Kepemilikan Lahan

Soeharjo dan Patong (1977) membedakan status petani dalam usahatani menjadi tiga, yaitu;

(1) Petani Pemilik (owner operator)

Petani pemilik adalah golongan petani yang memiliki tanah dan ia pulalah yang secara langsung mengusahakan dan menggarapnya. Semua faktor-faktor produksi baik yang berupa tanah, peralatan dan sarana produksi yang digunakan adalah milik petani sendiri. Dengan demikian, ia bebas dalam menentukan kebijaksanaan usahataninya tanpa perlu dipengaruhi atau ditentukan oleh orang lain. Golongan petani yang agak berbeda statusnya adalah yang mengusahakan tanamannya sendiri dan juga mengusahakan lahan orang lain (part owner operator).


(34)

(2) Petani Penyewa

Petani penyewa adalah golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain dengan jalan menyewa karena tidak memiliki tanah sendiri. Besarnya sewa dapat berbentuk produksi fisik atau sejumlah uang yang sudah ditentukan sebelum penggarapan dimulai. Lama kontrak sewa ini tergantung pada perjanjian antara pemilik tanah dengan penyewa. Jangka waktu dapat terjadi satu musim, satu tahun, dua tahun atau jangka waktu yang lebih lama. Dalam sistem sewa, resiko usahatani hanya ditanggung oleh penyewa. Pemilik tanah menerima sewa tanahnya tanpa dipengaruhi oleh resiko usahatani yang mungkin terjadi.

(3) Penyakap

Penyakap adalah golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain dengan sistem bagi hasil. Dalam sistem bagi hasil, resiko usahatani ditanggung bersama oleh pemilik tanah dan penyakap. Besarnya bagi hasil tidak sama untuk setiap daerah. Biasanya bagi hasil ini ditentukan oleh tradisi daerah masing- masing, kelas tanah, kesuburan tanah, banyaknya pemintaan dan penawaran dan peraturan negara yang berlaku. Menurut peraturan pemerintah, besarnya bagi hasil ialah 50 persen untuk pemilik lahan dan 50 persen untuk penyakap setelah dikurangi dengan biaya-biaya produksi yang berbentuk sarana. Disamping kewajiban terhadap usahataninya, dibeberapa daerah terdapat pula tambahan bagi penyakap, misalnya kewajiban membantu pekerjaan dirumah pemilik tanah dan kewajiban-kewajiban lain berupa materi.


(35)

Keuntungan petani sebagai pemilik lahan dan sebagai penyewa, antara lain: (1) Lahan tersebut bebas diolah petani, (2) Petani bebas untuk menentukan tanaman yang akan diusahakan, dan (3) Petani bebas dalam menggunakan teknologi dan cara budidaya yang paling dikuasai. Berbeda dengan petani penyakap, mereka tidak memiliki kebebasan dalam menentukan pola tanam dan jenis input yang digunakan, tetapi pilihannya dibatasi oleh kemungkinan pemberhentian apabila hasilnya tidak memuaskan pemilik lahan.

2.3 Usahatani Padi

Menurut Rifai dalam Soeharjo dan Patong (1977) usahatani didefinisikan sebagai kegiatan dibidang pertanian yang mengorganisasikan alam, tenaga kerja, modal dan manajemen. Dari definisi tersebut dapat diambil pengertian bahwa terdapat empat unsur pokok yang harus ada pada suatu usahatani, ya itu unsur tanah yang mewakili untuk alam, unsur tenaga kerja yang bertumpu pada anggota keluarga petani, unsur modal yang beraneka ragam jenisnya dan unsur pengelolaan atau manajemen yang peranannya dibawakan seseorang yang disebut petani. Pada umumnya, ciri-ciri usahatani yang ada di Indonesia memiliki lahan sempit, modal relatif kecil, tingkat pengetahuan terbatas dan kurang dinamik, sehingga berdampak terhadap pendapatan usahatani yang rendah (Soekartawi, et all, 1986).

Pada dasarnya usahatani padi memiliki 2 faktor yang akan mempengaruhi proses produksi, yaitu faktor internalseperti penggunaan lahan, tenaga kerja dan modal serta faktor- faktor eksternal yang meliputi faktor produksi yang tidak dapat dikontrol oleh petani seperti iklim, cuaca, perubahan harga dan sebagainya.


(36)

(1) Tanah

Tanah memiliki beberapa sifat antara lain: (1) luas relatif tetap atau dianggap tetap, (2) tidak dapat dipindahkan, dan (3) dapat dipindahtangankan dan atau diperjualbelikan. Dalam usahatani, lahan didefinisikan sebagai tempat produksi dan tempat tinggal keluarga petani. Tingkat kesuburan dan luas lahan mempunyai pengaruh yang nyata dalam peningkatan produksi padi.

Besarnya luas lahan usahatani mempengaruhi petani dalam menerapkan cara-cara berproduksi. Luas lahan usahatani yang relatif kecil membuat petani sukar mengusahakan cabang usaha yang bermacam- macam, karena ia tidak dapat memilih kombinasi-kombinasi cabang usaha yang paling menguntungkan.

(2) Tenaga Kerja

Dalam ilmu ekonomi, tenaga kerja didefinisikan sebagai sumberdaya manusia untuk melakukan usaha menghasilkan atau memproduksi barang atau jasa. Angkatan kerja (labour force) ialah bagian dari penduduk yang sanggup menghasilkan barang atau jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Dalam usahatani primitif, alam memegang peranan utama sebagai penghasil produksi, akan tetapi dengan berkembangnya usahatani, alam dan tenaga kerja menjadi sangat berperan dalam proses produksi usahatani. Adapun sifat pekerjaan dalam usahatani adalah: (1) Pekerjaan dalam usahatani sifatnya tidak kontinu, banyak dan lamanya waktu kerja tergantung dari jenis tanaman, waktu dan musim, (2) Dalam usahatani tidak terdapat spesialisasi pekerjaan, sehingga seorang petani harus mengetahui tahap pekerjaan dari awal sampai akhir


(37)

hingga memperoleh produksi, dan (3) Dalam usahatani terdapat ikatan yang erat antar pekerjaan yang diupah dengan petani sebagai pelaksana.

Jenis tenaga kerja dalam usahatani meliputi tenaga kerja manusia, ternak dan mesin. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak. Tenaga kerja pria biasanya dapat mengerjakan seluruh pekerjaan. Tenaga kerja wanita umumnya digunakan untuk menanam, memelihara tanaman/ menyiang dan panen, sedangkan tenaga kerja anak-anak digunakan untuk menolong pekerjaan pria dan wanita. Beberapa pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh manusia, digantikan dengan tenaga mesin dan hewan. Kemampuan kerja dari masing- masing tenaga kerja ini diperhitungkan dengan setara kerja pria atau Hari Kerja Pria (HOK).

Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam keluarga dan luar keluarga petani. Tenaga luar keluarga dapat diperoleh dengan cara upahan, dimana upah pekerja pria, wanita dan anak-anak berbeda. Pembayaran upah dapat harian atau mingguan ataupun setelah usai pekerjaan, atau bahkan borongan. Tenaga upahan ini ada juga yang dibayar dengan natura atau hasil panen. Tenaga kerja dalam keluarga umumnya tidak diperhitungkan karena sulit dalam pengukuran penggunaannya, biasanya tenaga kerja ini lebih banyak digunakan pada petani yang menggarap lahan sempit.

(3) Modal

Modal merupakan unsur pokok usahatani yang penting. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barang baru, yaitu berupa produksi pertanian.


(38)

Menurut Hernanto (1988), dalam usahatani modal meliputi tanah, bangunan-bangunan (gudang, kadang, lantai jemur, pabrik dan lain- lain), alat-alat pertanian (traktor, luku, garu, spayer, cangkul parang dan la in- lain), tanaman, ternak, sarana produksi (bibit, pupuk, obat-obatan) dan uang tunai.

Modal menurut sifatnya dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Modal tetap (fixed capital) yang diartikan sebagai modal yang tidak habis pada satu periode produksi atau dapat digunakan berkali-kali dalam proses satu kali produksi, modal tetap ini meliputi tanah dan bangunan, dan (2) Modal bergerak (working capital), yaitu jenis modal yang habis atau dianggap terpakai habis dalam satu periode proses produksi. Modal bergerak ini meliputi alat-alat pertanian, bibit, pupuk, obat-obatan dan uang tunai.

2.4 Analisis Usahatani

Analisis usahatani bertujuan untuk melihat keberadaan suatu aktivitas usahatani. Usahatani dapat dikatakan berhasil dari segi finansial, apabila usahatani tersebut telah dapat menunjukkan hal- hal sebagai berikut (Kurniati, 1995 dalam

Hartono, 2000):

(1) Usahatani tersebut menghasilkan penerimaan yang dapat menutupi semua

biaya atau pengeluaran.

(2) Usahatani tersebut dapat menghasilkan penerimaan tambahan untuk

membaya r bunga modal yang dipakai, baik modal sendiri maupun modal yang dipinjam.

(3) Usahatani tersebut dapat memberikan balas jasa pengelolaan yang wajar


(39)

(4) Usahatani tetap produktif pada akhir tahun, seperti halnya pada awal tahun produksi.

Dalam melakukan analisis usahatani harus mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan dan nilai produksi yang akan dicapai selama umur proyek, yang keduanya dapat dihitung dari usahatani tersebut.

Menurut Pandia dkk, 1986 dalam Nugroho, 2001, ditinjau dari segi bisnis, petani/pengusaha akan dapat menikmati hasil usahanya jika memiliki:

a. Kemampuan berproduksi

b. Kemampuan memasarkan produknya

c. Kemampuan mengelola usahataninya secara efisien

2.5 Biaya Usahatani

Biaya adalah korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi semula fisik, kemudian diberi nilai rupiah (Hernanto, 1988). Sedangkan menurut Soekartawi, et.al. (1986) menyebutkan bahwa biaya atau pengeluaran usahatani adalah semua nilai masuk yang habis dipakai atau dikeluarkan di dalam proses produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani.

Menurut Daniel (2004), dalam usahatani dikenal dua macam biaya, yaitu biaya tunai atau biaya yang dibayarkan dan biaya tidak tunai atau biaya yang tidak dibayarkan/diperhitungkan. Biaya tunai atau biaya yang dibayarkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga, biaya untuk pembelian input produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan bawon panen juga termasuk biaya iuran pemakaian air dan irigasi, pembayaran zakat dan lain- lain. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya


(40)

pendapatan kerja petani jika modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Selain itu, biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung nilai penyusutan dari penggunaan suatu peralatan.

2.6 Analisis Pendapatan

Pendapatan usahatani merupakan selisih biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh (Tjakrawiralaksana, 1983). Besarnya pendapatan yang diterima merupakan balas jasa untuk tenaga kerja, modal kerja keluarga ya ng dipakai dan pengelolaan yang dilakukan oleh seluruh anggota keluarga. Bentuk dan jumlah pendapatan memiliki fungsi yang sama, yaitu untuk memenuhi keperluan sehari- hari dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan kegiatannya. Pendapatan ini akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan kewajiban-kewajiban. Dengan demikian pendapatan yang diterima petani akan dialokasikan pada berbagai kebutuhan.

Soeharjo dan Patong (1977) juga menyebutkan bahwa analisis pendapatan usahatani mempunyai kegunaan bagi pemilik faktor produksi dimana ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu (1) menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usahatani, dan (2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu kegiatan usahatani. Analisis pendapatan usahatani sendiri sangat bermanfaat bagi petani untuk mengukur tingkat keberhasilan dari usahataninya.

Bagi seorang petani, analisis pendapatan membantunya untuk mengukur apakah usahataninya pada saat itu berhasil atau tidak. Usahatani dikatakan sukses apabila pendapatan yang diperoleh memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:


(41)

a. Cukup untuk membayar semua pembelian sarana produksi termasuk biaya angkutan dan biaya administrasi yang mungkin melekat pada pembelian tersebut.

b. Cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan (termasuk

pembayaran sewa tanah atau pembayaran dana depresiasi modal).

c. Cukup untuk membayar tenaga kerja yang dibayar atau bentuk-bentuk

upah lainnya untuk tenaga kerja yang tidak dupah.

Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua informasi, yaitu informasi keadaan seluruh penerimaan dan informasi seluruh pengeluaran selama waktu yang telah ditetapkan (Soekartawi, 1986).

2.7 Analisis Profitabilitas

Keberhasilan dari suatu usahatani selain diukur dengan nilai mutlak (analisis pendapatan), juga diukur dari analisis efisiensinya (Soeharjo dan Patong, 1977). Salah satu ukuran efisiensinya adalah penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio). Dalam analisis R/C akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usahatani yang bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Semakin tinggi nilai R/C rasio, menunjukkan semakin besar keuntungan yang diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Sehingga dengan perolehan nilai R/C rasio yang semakin tinggi maka tingkat efisiensi pendapatan pun semakin baik.


(42)

2.8 Studi Terdahulu

Pendapatan yang diterima seorang petani dalam satu musim tanam/satu tahun berbeda dengan pendapatan yang diterima oleh petani lainnya. Bahkan seorang petani yang mengusahakan pada luasan lahan yang sama dari musim ke musim menerima pendapatan yang berbeda-beda juga dari tahun ke tahun. Berbagai faktor mempengaruhi pendapatan petani, namun ada beberapa faktor yang tidak dapat diubah, yaitu iklim dan jenis tanah. Kemampuan petani untuk mempengaruhi iklim dan jenis tanah sangat terbatas. Sedangkan luas lahan, efisiensi kerja dan efisiesi produksi masih ada dalam batas kemampuan petani untuk mengubahnya (Soeharjo dan Patong, 1977).

Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor yang mempengaruhi

pendapatan usahatani adalah luas skala usaha, tingkat produksi, pilihan kombinasi cabang usaha, intensitas pengusahaan pertanaman dan efisiensi tenaga kerja. Sedangkan untuk mengukur tingkat produksi dipakai ukuran produktivitas per hektar dan indeks pertanaman (Hernanto, 1988). Penelitian serupa yang dilakukan

oleh Ramdhani (1998) dalam Nugroho (2001) mengenai faktor- faktor yang

mempengaruhi pendapatan usahatani pada petani markisa di Kecamatan Lembang Jaya, Sumatera Utara terdiri dari faktor internal yang meliputi luas lahan, umur tanaman, tenaga kerja, usia petani dan pendidikan formal dan faktor eksternal meliputi kebijaksanaan pemeritah mengenai pengembangan usahatani.

Suatu penelitian di Jawa ditemukan bahwa petani penyakap sulit untuk mengadopsi inovasi teknologi (pupuk dan pestisida) karena keuntungan yang diperoleh akibat pemupukan sangat kecil. Keuntungan yang kecil ini terutama


(43)

menyerahkan separuh hasil panen kepada pemilik lahan, sehingga penyakap yang menggunakan pupuk kehilangan setengah dari keuntungan investasinya (Siahaan, 1977 dalam Porajouw, 1990).

Perbedaan dalam adopsi teknologi produksi pertanian khususnya pupuk dan pestisida antara status penguasaan lahan di suatu daerah di Minahasa menunjukkan bahwa petani pemilik berada pada tingkat yang paling tinggi yaitu sebesar 430 kilogram per hektar dan petani penyakap sebesar 295 kilogram per hektar. Tetapi untuk tenaga kerja, petani penyakap berada pada tingkat penggunaan yang paling tinggi yaitu sebesar 123 hari orang kerja (HOK) dan penggunaan terendah pada petani pemilik yaitu sebesar 108 HOK per hektar. Demikian juga dengan modal yang digunakan tertinggi adalah pada petani penyakap lalu diikuti oleh petani penyewa dan petani pemilik (Raturandang, 1987

dalam Susilowati, 1992).

Hasil penelitian Porajouw (1990), dalam tesis yang berjudul ” Status Kepenguasaan Lahan dan Alokasi Sumberdaya pada Usahatani Padi Sawah di Kecama tan Tompaso Kabupaten Minahasa” diperoleh hasil bahwa petani penyakap lebih efisien dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi usahatani padi sawah dibandingkan dengan petani pemilik. Lebih efisiennya petani penyakap disebabkan alokasi tenaga kerja yang lebih tinggi daripada petani pemilik. Selain itu pula, efisiensi ekonomis tertinggi diperoleh petani penyakap dibandingkan petani pemilik-penggarap. Sedangkan hasil analisis faktor- faktor produksi usahatani jagung di Kabupaten Minahasa (Susilowati, 1992) menunjukkan bahwa usahatani jagung baik petani pemilik maupun petani penyakap tidak efisien. Pada usahatani kacang tanah dan ubi kayu, perbedaan


(44)

luasan lahan yang diusahakan baik pada petani pemilik-penggarap maupun petani penyakap tidak berpengaruh nyata pada produksi, sedangkan hasil analisis efisiensi faktor- faktor produksi, baik pada petani pemilik-penggarap maupun petani penggarap belum efisien.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andri, 2002 yaitu “Analisis Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Padi Input Rendah di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, Jawa Barat” diperoleh hasil bahwa biaya yang dikeluarkan oleh petani yang menggarap lahan milik orang lain jauh lebih besar dibandingkan dengan petani yang menggarap lahan milik sendiri. Dan penerimaan petani pemilik-penggarap lebih besar dari pada petani penyakap sehingga pendapatan bersih yang diperoleh petani pemilik-penggarap pun lebih besar. Meskipun demikian, usahatani yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Tempuran masih menguntungkan. Penelitian serupa dilakukan oleh Sumiati, 2003 di Desa Cisalak, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur, hasil produksi padi yang diusahakan oleh petani penyakap lebih besar dibandingkan petani yang menggarap lahan sendiri. Meskipun jika dilihat dari segi biaya, petani penyakap jauh mengeluarkan biaya tunai yang lebih besar dari pada petani yang menggarap lahan sendiri. Tetapi berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa usahatani yang dilakukan oleh petani penyakap masih cukup menguntungkan yang dibuktikan dengan nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu.


(45)

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

Usahatani padi sawah merupakan kegiatan di bidang pertanian yang mengorganisasikan alam, tenaga kerja, modal dan manajemen, yang ditujukan untuk produksi padi. Keempat unsur, yaitu lahan yang mewakili untuk alam, tenaga kerja yang bertumpu pada anggota keluarga tani, modal yang beraneka ragam jenisnya serta unsur pengelolaan atau manajemen yang peranannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani, saling terkait satu sama lain karena kedudukannya dalam usahatani padi sama pentingnya sehingga keempat unsur tersebut tidak dapat dipisahkan.

Lahan merupakan modal utama dalam usahatani padi sawah selain tenaga kerja dalam menopang kehidupannya. Meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan lahan yang dapat diusahakan untuk pertanian menjadi semakin berkurang. Berkurangnya lahan pertanian menyebabkan jumlah usahatani sempit bertambah.

Dalam usahatani, input terbagi menjadi dua macam. Pertama, input berupa tenaga kerja, baik tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Kedua, input bukan tenaga kerja seperti benih, pupuk dan pestisida. Pada petani miskin (lahan sempit), mereka memiliki persediaan yang cukup dalam input tenaga kerja, khususnya tenaga kerja dalam keluarga. Karena lahan mereka sempit, mereka cukup menggunakan tenaga kerja dalam keluarga untuk mengelola usahataninya. Namun, petani miskin (lahan sempit) memiliki keterbatasan dalam penggunaan input bukan tenaga kerja, karena pada umumnya mereka memiliki modal yang sedikit. Sehingga dalam mengelola usahataninya,


(46)

petani miskin (lahan sempit) akan mengoptimalkan penggunaan input tenaga kerja dalam keluarga untuk meningkatkan produksi. Sedangkan petani kaya (lahan luas), mereka tidak memiliki persediaan input tenaga kerja yang cukup dalam mengelola usahataninya, karena tidak akan efisien jika hanya mengandalkan tenaga kerja keluarga. Maka petani kaya (lahan luas) akan menggunakan tenaga kerja luar keluarga karena mereka memiliki modal yang cukup untuk membayar upah tenaga kerja. Selain itu juga petani kaya (lahan luas) akan mengoptimalkan penggunaan input bukan tenaga kerja seperti penggunaan benih, pupuk dan obat-obatan dalam meningkatkan produksi.

Permasalahan pertanian Indonesia tidak saja menya ngkut luas pemilikan lahan, tetapi meliputi status pemilikan lahan. Ada gambaran yang menyatakan bahwa usahatani milik akan lebih efisien dari pada usahatani bukan milik (sakap) dengan sistem bagi hasil dalam pengelolaan usahataninya. Dalam usahatani milik, petani akan menerima keuntungan bersih secara penuh sehingga petani akan bergairah dalam mengerjakan lahan demi meningkatkan hasil yang dinikmati secara penuh tanpa potongan. Berbeda dengan usahatani bukan milik (sakap) yang mengerjakan lahan dan menerima hasil setelah dikurangi bagi hasil dan biaya sarana-sarana produksi. Dalam usahatani bukan milik (sakap), petani akan bergairah dalam meningkatkan produksinya tergantung pada perjanjian bagi hasil antara pemilik lahan dengan penggarap.

Dalam usahatani bukan milik (sakap), petani akan berusaha meningkatkan produksi jika sistem bagi hasilnya menguntungkan. Tetapi kenyataannya sistem bagi hasil lebih menguntungkan bagi pemilik lahan. Selain itu, pendapat kurang efisiennya sistem bagi hasil disebabkan ole h pandangan bahwa petani bukan


(47)

milik (sakap) tidak memiliki kebebasan dalam memilih berbagai input yang digunakan dalam usahataninya, tetapi pilihannya dibatasi oleh kemungkinan pemberhentian apabila hasilnya tidak memuaskan pemilik lahan. Petani bukan pemilik (penyakap) juga pada umumnya kurang mempunyai modal dan kemampuan yang cukup dalam mengelola usahataninya, sehingga peluang untuk dapat meningkatkan kesejahteraan petani pun kecil.

Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis pendapatan dan profitabilitas pada usahatani padi sawah dengan mengambil sampel petani yang telah distratifikasi berdasarkan status kepemilikan lahan menjadi petani milik dan petani bukan milik (sakap). Kemudian masing- masing populasi tersebut distratifikasi lagi berdasarkan luas lahan garapan menjadi petani milik luas, petani milik sempit, petani bukan milik (sakap) luas dan petani bukan milik (sakap) sempit. Dalam penelitian ini tidak memasukkan petani dengan status kepemilikan sewa, karena melihat kondisi di lapangan yang lebih dominan petani penyakap. Dari masing- masing sub populasi tersebut akan dianalisis tingkat pendapatan dan profitabilitas usahataninya untuk melihat sejauh mana pendapatan yang diperoleh dari usahatani padi sawah yang dilakukan berdasarkan luas dan status kepemilikan lahan, serta apakah usahatani yang dilakukan oleh petani tersebut cukup menguntungkan atau justru kebalikannya. Untuk kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 1.


(48)

Status kepemilikan Lahan

Luasan lahan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Petani padi sawah

Usahatani Milik Usahatani Bukan

Milik (sakap)

Luas (= 1

Sempit (< 1 Ha)

Luas (= 1 Ha)

Sempit (< 1 Ha)

Analisis Profitabilitas Usahatani Analisis Biaya dan

Pendapatan Usahatani

KEUNTUNGAN MAKSIMUM


(49)

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lapangan

Penelitian ini merupakan penelitian dua tahap. Tahap pertama yaitu dalam pencarian literatur dan tahap kedua yaitu dalam proses turun lapang, pengolahan dan analisis data. Penelitian lapangan dilaksanakan di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan Kecamatan

Leuwiliang sebagai lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

pertimbangan bahwa Kecamatan Leuwiliang merupakan salah satu sentra produksi padi di Kabupaten Bogor. Disamping itu, pada kecamatan ini terdapat Balai Penyuluhan Pertanian yang dapat menunjang kelancaran pelaksanaan penelitian, khususnya dalam hal pencarian informasi- informasi tambahan yang relevan.

Pemilihan Desa Karacak sebagai lokasi penelitian karena desa ini merupakan salah satu desa di Kecamatan Leuwiliang yang pertaniannya relatif maju namun masih terdapat petani yang relatif kurang maju. Dengan demikian, kondisi di desa ini diasumsikan dapat mewakili berbagai kondisi yang terjadi di lapang. Selain itu, sesuai dengan tujuan penelitian, maka alasan lain dipilihnya desa ini adalah terdapatnya petani dengan status kepemilikan lahan sebagai petani milik dan petani bukan milik (sakap), yang masing- masing petani tersebut ada yang menggarap usahatani dalam luasan lahan luas dan luasan lahan sempit. Dalam penelitian ini, peneliti membagi lahan luas dengan ukuran (= 1 Ha), dan lahan sempit dengan ukuran (< 1 Ha). Pembagian luasan lahan ini disesuaikan


(50)

dengan kondisi lapangan. Penelitian lapangan dilaksanakan pada akhir Bulan Juli hingga Bulan Agustus 2005.

4.2 Teknik Pengambilan Contoh dan Metode Pengumpulan Data

Unit- unit contoh dalam penelitian ini adalah petani padi sawah. Pemilihan petani responden dilakukan dengan sistem acak berlapis sengaja (stratified random sampling). Populasi petani dibagi menjadi 2 populasi, yaitu berdasarkan status kepemilikan lahan ya ng distratifikasi menjadi petani milik dengan petani bukan milik (sakap). Lalu dari masing- masing populasi tersebut distratifikasi lagi berdasarkan luas lahan garapan menjadi 2 sub populasi, yaitu petani garapan luas dan petani garapan sempit. Petani garapan luas yaitu petani yang menggarap lahan seluas = 1 Ha dan petani garapan sempit yaitu petani yang menggarap lahan seluas < 1 Ha. Kemudian dari masing sub populasi tersebut diambil masing-masing 10 responden, sehingga total responden sebanyak 40 orang.

Data untuk penelitian ini dikumpulkan dari tingkat petani (tingkat primer) dan data sekunder, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung terhadap responden (petani padi sawah) yang telah dipilih sebelumnya dengan menggunakan kuisioner. Data primer yang dikumpulkan berupa data biaya yang meliputi biaya tunai dan biaya diperhitungkan, produksi dan penerimaan dalam usahatani padi sawah dalam satu kali produksi, hasil produksi fisik dan nilai produksi dari usahatani padi serta data penggunaan input usahatani seperti benih, pupuk kimia dan pupuk kandang, obat pemberantas hama/pestisida dan tenaga kerja. Wawancara dilakukan pada responden baik satu-persatu maupun


(51)

secara berkelompok, dan mengadakan pengamatan secara langsung keadaan usahatani yang dimiliki responden.

Sedangkan data sekunder digunakan untuk mendukung data primer. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi atau dinas yang berkaitan dengan masalah penelitian seperti Dinas Pertanian Tanaman pangan, Biro Pusat Statistik, Balai Penyuluhan Pertanian serta Kantor Kelurahan/Desa, informasi dan hasil penelitian serta tulisan yang berkaitan dengan penelitian ini.

4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data

Pengolahan dan analisis data disesuaikan dengan data yang tersedia dan tujuan yang hendak dicapai. Analisis yang dilakukan adalah analisis biaya, pendapatan dan profitabilitas (R/C rasio). Data yang diperoleh diolah dan disederhanakan dengan bantuan kalkulator dan komputer serta disajikan dalam bentuk tabulasi dan diuraikan secara deskriptif.

Pada penelitian ini dibandingkan keadaan usahatani padi sawah menurut status kepemilikan lahan dan luas lahan garapan usahatani dengan data usahatani pada Musim Tanam II 2004/2005. Data yang diambil merupakan data usahatani pada Musim Tanam II 2004/2005 dengan mempertimbangkan data yang didapat lebih akurat karena petani hanya mengingat data yang baru saja terjadi, sehingga faktor bias dapat dihindari. Selanjutnya untuk mengetahui apakah keadaan rata-rata antara kedua jenis responden berbeda nyata secara statistik, maka dilakukan uji dua nilai tengah pada taraf nyata 5 persen. Prosedur pengujian adalah sebagai berikut (Walpole, 1998):


(52)

Hipotesa statistik: H0 : µ = µ0

H1 : µ ? µ0

t-hit =

n S x

/ µο − Dimana:

X = nilai rata-rata petani garapan luas µ0 = nilai rata-rata petani garapan sempit

S = ragam petani sampel garapan luas

n = jumlah responden

Kriteria keputusan, jika ? t-hit ? > t-tabel, maka tolak H0 dan terima H1

4.3.1 Analisis Biaya

Analisis ini digunakan untuk mengetahui biaya-biaya yang dikeluarkan dalam usahatani padi sawah berdasarkan status kepemilikan lahan dan luas lahan garapan. Dalam analisis ini, biaya dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tunai yang meliputi biaya benih, pupuk kimia, pupuk kandang, pestisida kimia, pestisida botanis, tenaga kerja luar keluarga, pajak lahan, biaya pengairan dan biaya bagi hasil dan biaya yang diperhitungkan yang meliputi biaya benih, tenaga kerja dalam keluarga dan sewa lahan. Selain itu, biaya yang diperhitungkan juga digunakan untuk menghitung nilai penyusutan dari penggunaan suatu peralatan. Nilai penyusutan dihitung dengan metode garis lurus dengan rumus:

Penyusutan =

) ) (

UExnMT pxn NE


(53)

Keterangan:

NE = Nilai Ekonomi

p = Harga Unit

n = Jumlah Unit yang Digunakan

UE = Umur Ekonomis

nMT = Jumlah Musim dalam Satu Tahun

4.3.2 Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh luas lahan garapan dan status kepemilikan lahan terhadap pendapatan usahatani padi sawah di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Analisis pendapatan usahatani padi ini hanya dilakukan pada satu musim tanam, yaitu Musim Tanam II (Januari-April) 2004/2005.

Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran kotor usahatani, yang dapat dilihat dari persamaan dibawah ini:

P = TP – ( BT + BTT )

Keterangan:

P = Pendapatan bersih usahatani (Rp/Ha/ MT)

TP = Total Pendapatan kotor usahatani (Nilai Produksi) (Rp/Ha/MT)

BT = Biaya Tunai (Rp/Ha/MT)

BTT = Biaya Tidak Tunai (Rp/Ha/MT)

Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) dapat didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam waktu tertentu, baik yang dijual


(54)

maupun yang tidak dijual. Pendapatan kotor usahatani ini juga merupakan hasil kali jumlah fisik produk dengan harga jual di tingkat petani. Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) terdiri dari biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan).

4.3.3 Analisis Profitabilitas

Untuk mengukur efisiensi usahatani dan keberhasilan dati suatu usahatani, dapat menggunakan analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C rasio). Rasio0 penerimaan dan biaya merupakan perbandingan antara penerimaan kotor yang diterima usahatani dari setiap rupia h yang dikeluarkan dalam proses produksi. Semakin besar nilai R/C rasio, yaitu R/C = 1 maka semakin menguntungkan usahatani tersebut. Perhitungan R/C dapat dirumuskan sebagai berikut:

R/C =

BTT BT

TP

+

Dimana:

TP = Total Pendapatan kotor usahatani (Nilai Produksi) (Rp/Ha/MT)

BT = Biaya Tunai (Rp/Ha/MT)

BTT = Biaya Tidak Tunai (Rp/Ha/MT)

4.4 Definisi Operasional

Untuk mengukur variabel-variabel yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, maka masing- masing variabel tersebut diberi batasan atau dioperasionalisasikan, sehingga dapat diketahui dengan jelas indikator pengukur annya. Variabel- variabel yang dioperasionalisasikan tersebut adalah:


(55)

Responden adalah petani yang mengusahakan padi sawah, baik petani dengan usahatani luas dan sempit maupun petani milik dan bukan milik (sakap).

Bagi hasil adalah siste0m sewa lahan dengan pembayarannya berasal dari sebagian hasil panen setelah dikurangi biaya benih, pupuk dan pengairan. • Garapan luas adalah luas lahan garapan =1 hektar.

Garapan sempit adalah luas lahan garapan <1 hektar.

Usahatani Milik adalah usahatani yang langsung diusahakan oleh pemilik lahan.

Usahatani Bukan Milik (sakap) adalah usahatani yang dilakukan bukan dilahan milik sendiri dengan sistem bagi hasil.

Modal adalah barang ekonomi berupa lahan, bangunan, alat-alat dan mesin, tanaman di lapangan, sarana produksi dan uang tunai yang digunakan untuk menghasilkan padi.

Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi baik untuk persiapan bibit, pengolahan sawah, penanaman dan pemeliharaan, pemanenan dan pengangkutan. Tenaga kerja ini dibedakan menjadi tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga dan luar keluarga. Seluruh tenaga kerja disertakan dengan Hari Orang Kerja (HOK) dengan lama kerja 6-8 jam kerja per hari. Tingkat upah berdasarkan pada tingkat upah yang berlaku di daerah penelitian.

Produksi total adalah hasil padi yang diperoleh dari luas tertentu, diukur dalam kilogram (Kg).


(56)

Biaya tunai adalah besarnya nilai uang tunai yang dikeluarkan oleh petani untuk membeli benih, pupuk, pestisida, biaya pengairan, PBB, serta untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga, diukur dalam satuan rupiah. • Biaya yang diperhitungkan adalah pengeluaran yang turut diperhitungkan

sebagai biaya usahatani yang meliputi biaya benih, biaya penyusutan alat-alat pertanian, biaya sewa lahan untuk petani milik dan upah tenaga kerja untuk keluarga berdasarkan tingkat upah yang berlaku di daerah penelitian, yang diukur dalam satuan rupiah.

Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan) yang dikeluarkan per musim tanam. Besarnya biaya total diukur dalam satuan rupiah.

Penerimaan Usahatani merupakan nilai produksi yang diperoleh dari produk total dikalikan dengan harga jual di tingkat petani. Satuan yang dipakai adalah rupiah.

Pendapatan Usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan biaya usahatani.

Benih adalah jumlah benih yang digunakan dalam usahatani dalam satu musim tanam dan diukur dalam satuan kilogram.

Pupuk kimia adalah jumlah pupuk yang digunakan dalam proses produksi usahatani padi sawah, seperti Urea, SP-36, KCl, ZA, NPK dalam satuan musim panen dan diukur dalam kilogram (Kg).

Pestisida adalah jumlah pestisida yang digunakan dalam proses produksi dalam suatu musim tanam dan diukur dalam satuan liter.


(57)

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Keadaan Geografis

Desa Karacak merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat.Desa ini merupakan salah satu desa terluas diantara desa lain yang berada di Kecamatan Leuwiliang yaitu seluas 750,723 Ha. Dilihat dari posisinya, Desa Karacak dibatasi oleh wilayah-wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Desa Barengkok

b. Sebelah Selatan : Desa Karyasari

c. Sebelah Barat : Desa Pabangon

d. Sebelah Timur : Desa Situ Udik

Jarak desa ke kecamatan sekitar 5 Km dengan waktu tempuh selama 1 jam, jarak dari ibukota kabupaten sekitar 42 Km dengan waktu tempuh selama 4 jam, dan jarak dari ibu kota propinsi sekitar 153 Km.

Desa Karacak mempunyai ketinggian sekitar 500-600 m diatas permukaan laut. Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 4682 mm. Topografi atau bentang alam Desa Karacak terdiri atas perbukitan seluas 500,223 Ha dan dataran seluas 250,500 Ha. Meskipun didominasi perbukitan, akan tetapi di desa ini jarang terjadi erosi, dengan tingkat kesuburan tanah sedang seluas 725,723 Ha dan tanah kritis seluas 25 Ha. Jenis tanahnya merupakan tanah podsolik dengan tingkat kesuburan tanah sedang.

Luas areal tanah secara keseluruhan adalah 750,723 Ha, yang meliputi pemukiman penduduk, pembangunan (berupa perkantoran, sekolah, tempat


(58)

peribadatan, makam, jalan dan lain- lain) pertanian sawah, perkebunan, sarana rekreasi dan olah raga dan perikanan darat/air tawar (Tabel 2).

Tabel 2. Keadaan Penggunaan Lahan Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor Hingga Ta hun 2004

No Keadaan Luas (Ha) Persen (%)

1 Pemukiman 36,236 5,36

2 Pembangunan

- Pekantoran - Sekolah

- Tempat peribadahan - Makam

- Jalan

- Dan lain- lain

0,910 1,687 2,450 7,000 13,500 24,000 0,12 0,22 0,33 0,93 1,80 3,25

3 Pertanian sawah 350,224 46,65

4 Perkebunan 270,020 35,97

5 Rekreasi dan olah raga 3,990 0,20

6 Perikanan darat/air tawar 13,826 1,84

7 Lain- lain 25,000 3,33

Total 750,723 100,00

Sumber: Laporan Hasil Observasi 2004

5.2 Penduduk dan Mata Pencaharian

Hingga akhir tahun 2004 jumlah penduduk Desa Karacak adalah sebanyak 9.228 jiwa, dengan kepadatan penduduk 12,3 jiwa/ Km2. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin terdiri dari 4.792 jiwa laki- laki dan 4.434 jiwa perempuan. Komposisi penduduk berdasarkan umur dapat dilihat dari tabel di bawah ini. Tabel 3. Komposisi Penduduk Desa Karacak Berdasarkan Kelompok Umur, 2004

No Umur (tahun) Jumlah Penduduk (jiwa) Persen (%)

1 < 5 1.243 13,00

2 5 – 25 4.713 51,00

3 26 – 60 2.944 32,00

4 > 60 328 4,00

Jumlah 9.228 100,00


(1)

panennya kepada pemilik lahan. Akibatnya pendapatan bersih yang diterima dari usahatani bukan milik (sakap) jauh lebih rendah dibandingkan usahatani milik.

Bagi petani di Desa Karacak, yang terpenting dari usahatani mereka adalah modal yang mereka keluarkan untuk usahatani dapat kembali lagi. Meskipun usahatani padi sawah tersebut hanya bisa mengembalikan modal, mereka akan tetap berusahatani padi dengan alasan daripada lahan didiamkan begitu saja. Selain itu pula karena alasan mereka tidak memiliki keterampilan lain disamping berusahatani padi sawah.

Berdasarkan hasil analisis R/C rasio menunjukkan bahwa usahatani bukan milik (sakap) cukup menguntungkan, yang dibuktikan dengan nilai R/C rasio lebih besar dari satu (lihat Sub Bab Analisis Profitabilitas Usahatani Padi Sawah pada Bab VII).

8.3 Kendala-Kendala Usahatani Padi Sawah

Secara umum, perkembangan usahatani padi sawah di Desa Karacak dihadapkan pada beberapa kendala, seperti kendala teknis, kendala finansial dan kendala sumberdaya manusia. Kendala teknis pertanian ya ng paling dominan adalah pengairan. Dimana pengairan di Desa Karacak masih bersifat sederhana dan tidak beraturan pada setiap musim tanam. Sehingga hal ini mempengaruhi pola tanam para petani di Desa Karacak, yaitu pola tanam yang tidak serempak. Ketidakseragaman dalam pola tanam dalam berusahatani padi di Desa karacak, mengakibatkan petani lebih beresiko terserang hama, khususnya hama tikus. Hal ini menjadi salah satu penyebab penurunan produksi padi di Desa Karacak


(2)

dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang dapat mencapai enam ton per hektar.

Kendala finansial berkaitan dengan pembiayaan usahatani. Biaya produksi yang cenderung kian meningkat membuat petani padi sawah semakin mengalami kesulitan dalam usaha menerapkan anjuran dan dosis penggunaan input yang diberikan pemerintah agar produksi yang dihasilkan optimal. Kesulitan ini disebabkan petani padi sawah di Desa Karacak pada umumnya memiliki modal yang terbatas. Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya koperasi. Hal ini memaksa petani untuk mencari sumber dana pinjaman pada petani kaya ataupun dengan cara membeli faktor produksi secara kredit. Selain itu tidak adanya lembaga yang mendukung permodalan, menyebabkan petani kurang dapat menerapkan teknologi yang berimbang sesuai anjuran pemerintah.

Kendala lainnya adalah relatif rendahnya sumberdaya manusia para petani di daerah setempat. Hal ini mempengaruhi keragaan usahatani padi yang diterapkan dan mengakibatkan sulitnya mengadaptasikan inovasi- inovasi baru terhadap sistem pertanian guna perbaikan kualitas dan kuantitas produksi serta pertanian yang berwawasan lingkungan.


(3)

BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN

9.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis pendapatan dan profitabilitas usahatani padi sawah di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

(1) Usahatani milik jauh lebih menguntungkan dibandingkan usahatani bukan milik (sakap). Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C rasio pada usahatani milik yang lebih besar dari pada usahatani bukan milik (sakap). Kecilnya keuntungan yang diterima dari usahatani bukan milik (sakap) disebabkan karena petani penyakap harus membayar biaya bagi hasil.

(2) Keuntungan dari usahatani milik luas lebih besar dari pada usahatani milik sempit, yang dibuktikan dengan nilai R/C rasio usahatani milik luas lebih besar dari pada usahatani milik sempit dan pendapatan bersih yang lebih tinggi.

(3) Usahatani padi sawah bukan milik (sakap) sempit lebih efisien dibandingkan usahatani bukan milik (sakap) luas. Hal ini dapat dilihat dari nilai rasio R/C yang diperoleh pada usahatani bukan milik (sakap) sempit lebih besar dibandingkan dengan nilai R/C rasio pada usahatani bukan milik (sakap) luas.

(4) Berdasarkan nilai R/C pada seluruh usahatani baik dengan status kepemilikan lahan milik maupun bukan milik (sakap) dan dengan garapan luas dan sempit menunjukkan bahwa nilai R/C = 1. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani padi sawah masih menguntungkan dan memberikan


(4)

insentif bagi petani padi sawah di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

9.2 Saran

(1) Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa usahatani milik luas lebih menguntungkan dibandingkan dengan usahatani milik sempit. Oleh karena tu, diharapkan pemerintah khususnya pemerintah daerah mulai meninjau dan menegaskan kembali mengenai pelaksanaan Undang-undang landreform.

(2) Usahatani bukan milik (sakap) yang dilaksanakan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor cukup menguntungkan. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah mulai memperhatikan kesejahteraan (yang dilihat dari total pendapatan bersih usahatani) petani bukan milik (sakap) dengan mengontrol pelaksanaan dari Undang-undang Bagi Hasil, khususnya dari proporsi biaya yang harus ditanggung oleh petani sakap dan pemilik lahan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Andoko, Agus. 2002. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya. Jakarta. Arief, Sritua. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. UI-Press. Jakarta.

Biro Pusat Statistik. 2004. Jakarta

Cahyono, Bambang Tri. 1983. Ekonomi Pertanahan. Liberty. Yogyakarta. Daniel, Moehar. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT Bumi Aksara. Jakarta. Dewi, Ani Rahayuni Ratna. 2002. Pengaruh Irigasi Desa Terhadap Usahatani,

Kesempatan Kerja dan Distribusi Pendapatan Usahatani Padi Sawah di Desa Padabeunghar, Kecamatan Jampang Tengah, Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB.

Dewi, Indah Kusuma. 1996. Dampak Penggunaan Pupuk Urea terhadap Fungsi Produksi Padi Sawah (Kasus di Desa Cibatok II Cibungbulang Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB.

Hartono, Rudi. 2000. Analisis Pendapatan Usahatani Markisa dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan). Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB.

Mosher. A.T. 1965. Menggerakkan dan Membangun Pertanian (Syarat-syarat Pokok Pembagunan dan Modernisasi). C. V. Yasaguna. Jakarta.

Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta. Nugroho, Andreas Priyo. 2001. Analisis Pendapatan Usahatani Apel Malang

(Studi Kasus: Desa Bumiaji dan Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kotif Batu, Kabupaten Malang, Jatim). Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB.

Paranoan, Yohanis Meda. 1990. Analisis Efisiensi Ekonomi pada Usahatani Padi Sawah di Kecamatan Rantepao Kabupaten Tana Toraja. Tesis. Fakultas Pascasarjana. KPK Institut Pertanian Bogor-Universitas Hasanudin.

Perhepi, 1983. Pertumbuhan dan Pemerataan dalam Pembangunan Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta.


(6)

Porajouw, Oktavianus. 1990. Status Penguasaan Lahan dan Alokasi Sumberdaya pada Usahatani Padi Sawah di Kecamatan Tompaso Kabupaten Minahasa. Tesis. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor-Universitas Sam Ratulangi.

Setiawan, Bonnie. 2003. Globalisasi Pertanian (Ancaman atas Kedaulatan Bangsa dan Kesejahteraan Petani). Institut for Global Justice (IGJ). Jakarta.

Siregar, Hadrian. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. PT Sastra Hudaya. Soeharjo, A. dan Patong. 1977. Sendi-Sendi Pokok Usahatani. Departemen Ilmu

Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Soekartawi, A. Soeharjo, John L. Dillon dan J. Brian Hardaker. 1986. Ilmu

Usahatani dan Penelitian Perkembangan Petani Kecil. UI-Press. Jakarta. Soekartawi, A. 1993. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Rajawali Pers. Jakarta. Sumiati, Iin. 2003. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Petani SLPHT dan Non

SLPHT di Desa Cisalak, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB.

Suryana, Achmad dan Sudi Mardianto. 2001. Bunga Rampai Ekonomi Beras. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM-FEUI). Jakarta.

Susilowati, M. H. Dewi. 1992. Penguasaan Lahan dalam Hubungannya dengan Produktivitas Lahan Pertanian (Palawija) di Kabuapten Minahasa, Propinsi Sulawesi utara. Tesis. Fakultas Pascasarjana. KPK Institut Pertanian Bogor-Universitas Sam Ratulangi.

Syafiuddin, La Ode dkk. 1986. Keadaan dan Masalah Petani Berlahan Sempit. Bagian Analisa Statistik Ekonomi, Biro Pusat Statistik.

Tjondronegoro, S. M. P. dan Gunawan Wiradi.1984. Dua Abad Penguasaan Tanah (Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa). PT Gramedia. Jakarta.

Wijaya, Andri. 2002. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Padi Input Rendah di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB.


Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Distribusi Pendapatan Usahatani Jeruk Dan Usahatani Kopi Di Kabupaten Karo ( Studi Kasus : Desa Surbakti, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo )

6 56 84

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Sistem Irigasi Dengan Padi Sawah Sistem Tadah Hujan (Studi Kasus : Desa Bakaran Batu Dan Kelurahan Paluh Kemiri Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang)

1 53 152

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Sistem Irigasi Dengan Padi Sawah Sistem Tadah Hujan (Studi kasus : Desa Bakaran Batu dan Kelurahan Paluh Kemiri Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang).

14 80 152

Analisis Luas Lahan Mininmum Untuk Peningkatan Kesejahteraan Petani Padi Sawah Studi Kasus : Desa Cinta Damai.Kecamatan Percut Sei Tuan.Kabupaten Deli Serdang

16 122 101

Analisis Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Jenis Saluran Irigasi (Studi Kasus: Desa Sarimatondang, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun)

8 82 59

Pengelolaan dan Nilai Harapan Hasil Kebun Campuran (Studi Kasus di Desa Barengkok dan Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang , Kabupaten Bogor)

0 6 71

Dinamika Populasi Dan Prospek Pengembangan Ayam Kampung (Studi Kasus di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)

0 11 66

Analisis pendapatan usahatani padi sawah menurut sistem mina padi dan sistem non mina padi (Kasus di desa Tapos I dan Desa Tapos II, kecamatan Tenjolaya, kabupaten Bogor, Jawa Barat)

5 47 191

Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Manggis Di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor

1 6 61

PENGARUH LUAS LAHAN TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH (Suatu kasus di Desa Jelat Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis).

0 1 9