PENGARUH RESPIRATORY MUSCLE EXERCISES TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS (DYSPNEA) PADA Pengaruh Respiratory Muscle Exercises Terhadap Penurunan Sesak Nafas (Dyspnea) Pada Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBK

(1)

i

PENGARUH

RESPIRATORY MUSCLE EXERCISES

TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS

(DYSPNEA)

PADA

PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK DI

BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT

(BBKPM) SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Disusun oleh:

ASTIKA GALUH VITALOKA J120110050

PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2015


(2)

(3)

iv

ABSTRAK

PROGRAM STUDI SI FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI, APRIL 2015

ASTIKA GALUH VITALOKA / J120110050

“PENGARUH RESPIRATORY MUSCLE EXERCISES TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS (DYSPNEA) PADA PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU

MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA”

V Bab, 33 halaman, 8 tabel, 3 gambar, 12 lampiran

(Pembimbing : Isnaini Herawati, SSt.FT, S.Pd, M.Sc dan Makun Pudjianto, S.MPh, M.kes)

Latar Belakang : PPOK ditunjukkan untuk mengelompokkan penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran pernafasan. Gejala klinis yang timbul pada penderita PPOK antara lain batuk, produksi sputum, sesak nafas dan keterbatasan aktivitas. Sesak nafas pada penderita PPOK disebabkan karena lemahnya fungsi otot-otot inspirasi, meningkatnya kebutuhan ventilasi relatif, gangguan pertukaran gas, dan kompresi jalan nafas dinamis dan faktor kardiovaskuler. Pasien PPOK cenderung menhindari aktivitas fisik yang akhirnya akan menyebabkan imobilisasi, hubungan pasien dengan lingkungan menurun dan penurunan kualitas hidup. Salah satu rehabilitasi paru yaitu menggunakan teknik respiratory muscle exercises.

Tujuan Penelitian : untuk mengetahui pengaruh respiratory muscle exercises terhadap penurunan sesak nafas (dyspnea) pada penderita PPOK di BBKPM Surakarta.

Metode Penelitian : menggunakan quasi experiment dengan desain penelitan one group pre and post test with control design. Responden dalam penelitian ini adalah pasien di unit fisioterapi di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta dan dilakukan pada bulan Maret-April 2015 dengan total sampel berjumlah 16 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian dianalisa dengan menggunakanW ilcoxon Test dan Mann-Whitney Test.

Hasil Penelitian : uji pengaruh sesak nafas Modified Medical Research Council Scale (MMRCS) menggunakan Wilcoxon Test pada kelompok respiratory muscle exercises menunjukkan hasil p = 0,008 < 0,05 dan uji beda pengaruhantara kelompok respiratory muscle exercises dengan kelompok kontrol menggunakan Mann-Whitney Test menunjukkan hasil p = 0,003 < 0,05 yang berarti ada pengaruh respiratory muscle exercises terhadap penurunan sesak nafas (dyspnea) pada penderita PPOK. Kesimpulan :respiratory muscle exercises dapat berpengaruh terhadap penurunan sesak nafas pada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK).


(4)

v DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN PERNYATAAN ... ABSTRAK ... PENDAHULUAN ... LANDASAN TEORI ... METODOLOGI PENELITIAN ... KESIMPULAN DAN SARAN ... DAFTAR PUSTAKA ...


(5)

1

PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) ditandai dengan obstruksi jalan nafas yang ireversibel dan peningkatan usaha bernapas. Istilah lainnya adalah COLD dan COAD (Chronic obstructive lung/airway disease; penyakit paru/jalan napas obstrurtif kronik). PPOK meliputi bronkitis kronis dan emfisema yang sering terjadi bersamaan (Ward, 2006). Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

Data di dunia pada tahun 2007 menunjukkan bahwa PPOK mengenai 210 jiwa, dan penyakit ini merupakan penyebab kematian ke 5 pada tahun 2002 dan akan meningkat menjadi ke 4 pada tahun 2030 (WHO, 2007). Sedangkan di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 4,8 juta penderita PPOK. Data yang didapat di BBKPM (Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta pada tahun 2012 menunjukan terdapat 439 pasien PPOK, pada tahun 2013 sebanyak 434 orang, dan pada tahun 2014 sebanyak 224 orang.

Gejala klinis pada PPOK antara lain batuk, produksi sputum, sesak nafas dan keterbatasan aktivitas. Oleh karena itu pasien PPOK cenderung menghindari aktivitas fisik sehingga pasien mengurangi aktivitas sehari-hari yang akhirnya akan menyebabkan immobilisasi, hubungan pasien dengan lingkungan dan sosial menurun sehingga kualitas hidup menurun (Khotimah, 2013).


(6)

Salah satu rehabilitasi paru yaitu dengan fisioterapi dan menggunakan teknik respiratory muscle exercises. Rehabilitasi paru pada penderita PPOK merupakan pengobatan standar yang bertujuan untuk mengontrol, mengurangi gejala dan meningkatkan kapasitas fungsional secara optimal sehingga pasien dapat hidup mandiri dan berguna bagi masyarakat (Ikalius, 2006). Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas penulis ingin melakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada pengaruh pemberian respiratory muscle exercise terhadap penurunan sesak nafas (dyspnea) menggunakan Modified Medical Research Council scale (MMRC scale) pada penderita PPOK.

LANDASAN TEORI

Pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya (PDPI, 2003). Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), PPOK adalah penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel.

A. Etiologi PPOK

Kebiasaan merokok merupakan salah satu penyebab yang terpenting. Selain itu terdapat faktor-faktor resiko yang lain seperti riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja, hiperaktivitas bronkus, riwayat infeksi saluran nafas berulang, dan


(7)

defisiensi antitripsinalfa-1. Di Indonesia defisiensi antitripsin alfa-1 sangat jarang terjadi (Mangunnegoro, 2003).

B. Patogenesis PPOK

Partikel, gas beracun dan faktor yang mempengaruhi timbulnya suatu penyakit yang terdapat pada diri manusia dapat menimbulkan inflamasi pada paru. Sel-sel inflamasi mengeluarkan enzim proteinase dan menimbulkan stress oksidatif. Inflamasi kronis mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronchial, hipersekresi mukus, peningkatan massa otot halus danfibrosis.Pada parenkim paru, penghancuran elemen struktural yang dimediasi protease menyebabkan terjadinya emfisema. Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi paten pada saluran nafas dan timbulnya gejala patofisiologis karateristik PPOK (Price, 2006).

C. Tanda dan Gejala

Gejala yang dominan pada PPOK adalah sesak nafas yang seringkali dimulai saat aktivitas. Terdapat batuk, yang mungkin produktif menghasilkan sputum dan mengi. Gejala umum bersifat progresif dengan sesak nafas yang semakin berat dan berkurangnya toleransi latihan (Gleadle, 2007). Pada pemeriksaan sporometri FEV1

dibawah predicted, FEV1/FVC dibawah predicted, perbaikan pada tes

provokasi setelah pemberian bronkodilator <12% (Djojodibroto, 2012).


(8)

D. Sesak Nafas (Dyspnea) Pada Penderita PPOK

hipoksia, hiperkapnia, onset awal asidosis laktat, penekanan pergeragan saluran nafas, hiperinflasi, kelemahan otot nafas dan kelemahan otot ekstremitas oleh karena efek sistemik (Wise, 2002). Salah satu cara untuk mengukurderajat sesak nafas adalah dengan menggunakan skala Medical Research Council (MRC) yang dikembangkan oleh Fletcher pada tahun 1956. Skala ini terdiri atas lima poin. Skala ini berdasarkan atas suatu pandangan tentang tindakan yang dapat menimbulkan sesak nafas, seperti berjalan. Skala MRC telah terbukti mampu mengklasifikasi keparahan sesak nafas (Alamsyah,2010).

E. Respiratory Muscle Exercises

Rehabilitasi paru pada penderita PPOK merupakan pengobatan standar yang bertujuan untuk mengontrol, mengurangi gejala dan meningkatkan kapasitas fungsional secara optimal(Alamsyah, 2010). Salah satu rehabilitasi paru yang digunakan adalah respiratory muscle exercises dengan menggunakan teknik pursed lips breathing dan diikuti dengan latihan rileksasi yaitu gerakan ringan pada bahu.

1. Pursed lips breathing

Pursed lips breathing adalah suatu latihan bernafas yang terdiri dari dua mekanisme yaitu inspirasi secara kuat dan ekspirasi aktif dan panjang. Pursed lips breathing dapat meningkatkan elastisitas pada paru dan juga meningkatkan tekanan parsial


(9)

oksigen dalam arteri (PaCO2) yang menyebabkan penurunan tekanan terhadap kebutuhan oksigen dalam proses metabolisme tubuh, sehingga menyebabkan penurunan sesak nafas dan frekuensi pernafasan (Spahija et al, 2005)(Gosselink, 2003).

2. Latihan rileksasi

Menurut Octariany (2014), latihan rileksasi pada penderita PPOK bertujuan untuk menurunkan ketegangan otot pernafasan, terutama otot bantu pernafasan sehingga terjadi penurunan sesak nafas dan memberikan sense of well being. Latihan rileksasi pada penderita PPOK ini diberikan dengan beberapa gerakan ringan pada bahu, yaitu peregangan dada, rotasi bahu, dan pereangan bahu.

METODELOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode quasi experiment dengan rancangan Pre and Post Test with Control Design. Dengan membandingkan dua hasil evaluasi yaitu pre test dan post test, dimana dalam penelitian ini, responden dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok 1 sebagai kelompok eksperimen, diberikan perlakuan Respiratory Muscle Exercises secara rutin 2 kali sehari selama 6 minggu dan kelompok 2 sebagai kelompok kontrol tidak diberikan Respiratory Muscle Exercises.

Metode pengambilan sampel yang dipakai pada penelitian ini adalah menggunakan purposive sampling dengan alasan pasien yang diikut


(10)

sertakan sebagai responden adalah pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK).

Variabel bebas pada penelitian ini adalah Respiratory Muscle Exercises. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah Sesak Nafas (Dyspnea).

Karena sampel penelitian ini berjumlah 16 orang(<30 orang) maka uji hipotesis menggunakan uji Wilcoxon untuk mengetahui pengaruh

Respiratory Muscle Exercises terhadap penurunan Sesak Nafas (Dyspnea). Kemudian untuk uji beda pengaruh antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan digunakan uji Mann-Whitney Test.

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan metode quasi experiment dengan rancangan Pre and Post Test with Control Design. Sampel diperoleh di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta yang memenuhi kriteria inklusi-eksklusi. Sehingga dalam penelitian ini didapatkan 16 responden yang dibagi dalam kelompok eksperiment dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperiment mendapatkan Respiratory Muscle Exercises, sedangkan pada kelompok kontrol tidak. Penelitian ini dilakukan selama 6 minggu mulai tanggal 1 Maret 2015 sampai dengan 12 April 2015. Responden dalam penelitian ini memenuhi kriteria inklusi sebanyak 16 orang. Responden dalam penelitian ini terbagi dalam laki-laki, dimana laki-laki sebanyak 14 (87,5%) responden dan perempuan yakni sebanyak 2 responden (12,5%).


(11)

Berdasarkan uji Wilcoxon T-Test, pada kelompok eksperiment diperoleh nilai signifikansi0,008, karena nilai signifikansi < 0,05 ( 0,008 < 0,05) artinya terdapat pengaruh yang signifikan pemberian respiratory muscle exercises terhadap penurunan sesak nafas. Sedangkan Hasil interpretasi dari uji Mann Whitney test pada menunjukkan bahwa nilai p = 0,003 pada uji beda pengaruh MMRCS menunjukkan bahwa nilai selisih antara kelompok respiratory muscle exercises dan kelompok kontrol terdapat perbedaan, hal ini didukung dengan melihat dari hasil interpretasi nilai Mean dari kedua kelompok yaitu pada kelompok eksperiment sebesar 11,75 dan pada kelompok kontrol sebesar 5,25.

Respiratory Muscle Exercises memiliki pengaruh terhadap penurunan sesak nafas (dyspnea) pada penderita PPOK di BBKPM Surakarta. Respiratory Muscle Exercises berperan dalam pengembangan rongga thorax dan paru dengan adanya kontraksi diafragma sewaktu inspirasi. Selama ekspirasi, otot-otot ekspirasi (otot-otot abdomen) berkontraksi secara aktif membantu diafragma bergerak naik untuk mengurangi volume paru.

Pada PPOK terjadi penurunan oksigenasi darah dan peningkatan CO2 arteri. Salah satu terapi PPOK adalah latihan otot pernafasan yang bertujuan mengurangi dan mengontrol sesak nafas. Teknik ini dapat memperbaiki ventilasi, mensinkronkan dan melatih kerja otot abdomen dan thorax untuk menghasilkan tekanan inspirasi yang cukup dan untuk melakukan ventilasi maksimal. Peningkatan ventilasi akan diikuti dengan


(12)

peningkatan perfusi sehingga kadar CO2 arteri darah akan berkurang dan dapat memperbaiki kinerja alveoli untuk mengefektifkan pertukaran gas tanpa meningkatkan kerja pernafasan serta dapat mengatur dan mengkoordinasi kecepatan pernafasan sehingga pernafasan lebih efektif Keterbatasan penelitian

Penelitian tentang pengaruh Respiratory Muscle Exercises terhadap penurunan sesak nafas (dyspnea) pada Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) ini masih jauh dari sempurna, terdapat beberapa keterbatasan, diantaranya yaitu :

1. Peneliti tidak dapat mengontrol semua aktivitas responden seperti pekerjaan, dan pemicu terjadinya gangguan seperti polusi udara, zat iritan, status sosial ekonomi, dan nutrisi di luar penelitian.

2. Peneliti tidak dapat mengontrol langsung latihan yang dilakukan oleh responden secara terus menerus selama 2 x sehari selama 6 minggu.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Dari hasil analisa dan perhitungan uji statistik , dapat disimpulkan bahwa : ada pengaruh Respiratory Muscle Exercises terhadap penurunan sesak nafas (dyspnea) pada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK).


(13)

B. Saran

Berdasarkan pelaksanaan dan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Bagi Pasien

a. Penderita PPOK perlu mendapatkan edukasi bagaimana melatih pernafasan mandiri yang dapat dilakukan oleh pasien dirumah, serta dilakukan secara rutin dan teratur untuk memperoleh hasil yang lebih maksimal.

b. Pasien diharapkan menghindari pemicu terjadinya gangguan PPOK disamping merokok, seperti polusi udara, zat iritan, aktivitas yang berlebihan dan lain-lain.

2. Bagi Peneliti

a. Penelitian ini masih memiliki beberapa kekurangan dan keterbatasan, antara lain faktor lingkungan keluarga, faktor pekerjaan, lingkungan sosial, dan faktor ekonomi dimana peneliti tidak dapat mengontrol langsung aktivitas responden diluar lingkungan.

b. Peneliti lain dapat mengembangkan penelitian ini dengan menambah jumlah sampel dan variabel lain yang di teliti, sehingga dapat diraih hasil yang lebih luas dan lebih bervariatif.


(14)

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, S. 2010. Efek Latihan Pernafasan terhadap Faal Paru Derajat Sesak Nafas dan Kapasitas Fungsional Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil. Diakses tanggal 15 November 2014. Available from : URL : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20900

Amin, M. 2005. Patogenesis dan Pengobatan Pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik. Kongres Nasional X PDPI. Solo. P:1-7.

Anwar, D., Chan, Y., Basyar, M. 2012. Hubungan Derajat Sesak Napas Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Menurut Kuesioner Modified Medical Researc Council Scale dengan Derajat Penyakit Paru Obstruksi Kronik. J Respir Indo. 2012;32:200-7.

Crisafulli, E, Stefania Costi, Leonardo M Fabbri dan Enrico M Clini. 2007. Respiratory Muscle Training in COPD Patients. International Journal of COPD. 2(1) : 19-25.

Damayanti. 2013. Penyakit Paru Obstruksi Kronik Eksaserbasi Akut Pada Laki-Laki Lansia. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Vol.1.

Djojodibroto, R. D. 2012. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Gleadle, J. 2007. At Glance Anamnesis DanPemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management, And Prevention Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. MCR VISION,Inc.

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2010. Global Strategy for the Diagnosis, Management, And Prevention Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. MCR VISION,Inc

Gosselink. 2003. Controlled Breathing and Dyspnea in Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Journal of Rehabilitation Research and Development Vol.40, No.5, September/October 2003, Supplement 2 Pages 25-34.

Heidy dan Faisal. 2008. Proses metabolisme penyakit paru obstruksi kronik (PPOK). Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-SMF-Paru dan Rs Persahabatan.

Ikalius, Y, F. Suradi, Rahma N dan Adiprayitno. 2010. Perubahan Kualitas Hidup dan Kapasitas Fungsional Pada Penderita PPOK Setelah Rehabilitasi


(15)

Paru Dinilai dengan SGRQ dan Uji Jalan 6 Menit. (Tesis). Jakarta. Universitas Indonesia.

Ikawati, Z. 2011. Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana. Yogyakarta: Bursa Ilmu.

Khotimah, S. 2013. Latihan Endurance Meningkatkan Kualitas Hidup Lebih Baik Dari Pada Latihan PernafasanPada Pasien PPOK di BP4 Yogyakarta.

Sport and Fitness Journal. Juni 2013:1. No. 20-32.

Mangunnegoro, H. 2003. PPOK Pedoman Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Octariany. 2014. Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit. Diakses tanggal 22 Januari 2015. Available from : URL : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/41575

Oemiati, R. 2013. Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). Media Litbangkes Vol.23 No.2 : 82-88.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK): Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).

Price, W. 2006. Askep COPD (Chronis Obstructive Pulmonary Disease). Belajar Keperawatan. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Putra, I Putu J.S. 2012. Pengaruh Latihan Nafas DiafragmaTerhadap Fungsi Pernafasan Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Diakses tanggal 30 Januari 2015. Available from : URL : http://iputujuniarthasemaraputra.wordpress.com/2012/09/06/analisis- jurnal-pengaruh-latihan-nafas-diafragma-terhadap-fungsi-pernafasan-pada-pasien-penyakit-paru-obstruktif-kronik/.

Quin, Campion E. 2006. 100 Question and Answer About Crhronic Obstructive Pulmonary Diases. USA. Jones and Bartlett Inc.

Ritonga, A. 2011. Profil Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil Berdasarkan Penilaian BODE Indek di RSUP H.Adam Malik dan RS PTP II Tembakau Deli Medan. Diakses tanggal 15 November 2014. Available from : URL : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/22854

Rubeinstein, D., David Wayne dan John Bradley. 2007. Lecture Notes : Kedokteran Klinis. Edisi 6. Dialih bahasakan Annisa Rahmalia. Jakarta: Penerbit Erlangga.


(16)

Spahija, M, & Grassino. 2005. Effect of Imposed Pursed-Lip Breathing on Respiratory Mechanics and Dyspnea at Rest and During Exercise in

COPD. Chest 2005;128;640-650 DOI 10.1378/chest.128.2.640.

Ward, Jeremy P.T. 2008. At Glance SISTEM RESPIRASI Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Wise RA. 2002. Chronic Pulmonary Disease : Epidemiologi, pathofisiology, pathogenesis, clinical course, management, and rehabilitation In : Fisman PA, Elias AJ, Fisman AJ, Grippi AM, Senior MR, Pack IA eds, Manual of pulmonary disease and disorders. New York;2002,(3).118-41.


(1)

Berdasarkan uji Wilcoxon T-Test, pada kelompok eksperiment diperoleh nilai signifikansi 0,008, karena nilai signifikansi < 0,05 ( 0,008 < 0,05) artinya terdapat pengaruh yang signifikan pemberian respiratory muscle exercises terhadap penurunan sesak nafas. Sedangkan Hasil interpretasi dari uji Mann Whitney test pada menunjukkan bahwa nilai p = 0,003 pada uji beda pengaruh MMRCS menunjukkan bahwa nilai selisih antara kelompok respiratory muscle exercises dan kelompok kontrol terdapat perbedaan, hal ini didukung dengan melihat dari hasil interpretasi nilai Mean dari kedua kelompok yaitu pada kelompok eksperiment sebesar 11,75 dan pada kelompok kontrol sebesar 5,25.

Respiratory Muscle Exercises memiliki pengaruh terhadap penurunan sesak nafas (dyspnea) pada penderita PPOK di BBKPM Surakarta. Respiratory Muscle Exercises berperan dalam pengembangan rongga thorax dan paru dengan adanya kontraksi diafragma sewaktu inspirasi. Selama ekspirasi, otot-otot ekspirasi (otot-otot abdomen) berkontraksi secara aktif membantu diafragma bergerak naik untuk mengurangi volume paru.

Pada PPOK terjadi penurunan oksigenasi darah dan peningkatan CO2 arteri. Salah satu terapi PPOK adalah latihan otot pernafasan yang bertujuan mengurangi dan mengontrol sesak nafas. Teknik ini dapat memperbaiki ventilasi, mensinkronkan dan melatih kerja otot abdomen dan thorax untuk menghasilkan tekanan inspirasi yang cukup dan untuk melakukan ventilasi maksimal. Peningkatan ventilasi akan diikuti dengan


(2)

peningkatan perfusi sehingga kadar CO2 arteri darah akan berkurang dan dapat memperbaiki kinerja alveoli untuk mengefektifkan pertukaran gas tanpa meningkatkan kerja pernafasan serta dapat mengatur dan mengkoordinasi kecepatan pernafasan sehingga pernafasan lebih efektif Keterbatasan penelitian

Penelitian tentang pengaruh Respiratory Muscle Exercises terhadap penurunan sesak nafas (dyspnea) pada Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) ini masih jauh dari sempurna, terdapat beberapa keterbatasan, diantaranya yaitu :

1. Peneliti tidak dapat mengontrol semua aktivitas responden seperti pekerjaan, dan pemicu terjadinya gangguan seperti polusi udara, zat iritan, status sosial ekonomi, dan nutrisi di luar penelitian.

2. Peneliti tidak dapat mengontrol langsung latihan yang dilakukan oleh responden secara terus menerus selama 2 x sehari selama 6 minggu.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Dari hasil analisa dan perhitungan uji statistik , dapat disimpulkan bahwa : ada pengaruh Respiratory Muscle Exercises terhadap penurunan sesak nafas (dyspnea) pada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK).


(3)

B. Saran

Berdasarkan pelaksanaan dan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Bagi Pasien

a. Penderita PPOK perlu mendapatkan edukasi bagaimana melatih pernafasan mandiri yang dapat dilakukan oleh pasien dirumah, serta dilakukan secara rutin dan teratur untuk memperoleh hasil yang lebih maksimal.

b. Pasien diharapkan menghindari pemicu terjadinya gangguan PPOK disamping merokok, seperti polusi udara, zat iritan, aktivitas yang berlebihan dan lain-lain.

2. Bagi Peneliti

a. Penelitian ini masih memiliki beberapa kekurangan dan keterbatasan, antara lain faktor lingkungan keluarga, faktor pekerjaan, lingkungan sosial, dan faktor ekonomi dimana peneliti tidak dapat mengontrol langsung aktivitas responden diluar lingkungan.

b. Peneliti lain dapat mengembangkan penelitian ini dengan menambah jumlah sampel dan variabel lain yang di teliti, sehingga dapat diraih hasil yang lebih luas dan lebih bervariatif.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, S. 2010. Efek Latihan Pernafasan terhadap Faal Paru Derajat Sesak Nafas dan Kapasitas Fungsional Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil. Diakses tanggal 15 November 2014. Available from : URL : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20900

Amin, M. 2005. Patogenesis dan Pengobatan Pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik. Kongres Nasional X PDPI. Solo. P:1-7.

Anwar, D., Chan, Y., Basyar, M. 2012. Hubungan Derajat Sesak Napas Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Menurut Kuesioner Modified Medical Researc Council Scale dengan Derajat Penyakit Paru Obstruksi Kronik. J Respir Indo. 2012;32:200-7.

Crisafulli, E, Stefania Costi, Leonardo M Fabbri dan Enrico M Clini. 2007. Respiratory Muscle Training in COPD Patients. International Journal of COPD. 2(1) : 19-25.

Damayanti. 2013. Penyakit Paru Obstruksi Kronik Eksaserbasi Akut Pada Laki-Laki Lansia. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Vol.1.

Djojodibroto, R. D. 2012. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Gleadle, J. 2007. At Glance Anamnesis DanPemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management, And Prevention Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. MCR VISION,Inc.

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2010. Global Strategy for the Diagnosis, Management, And Prevention Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. MCR VISION,Inc

Gosselink. 2003. Controlled Breathing and Dyspnea in Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Journal of Rehabilitation Research and Development Vol.40, No.5, September/October 2003, Supplement 2 Pages 25-34.

Heidy dan Faisal. 2008. Proses metabolisme penyakit paru obstruksi kronik (PPOK). Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-SMF-Paru dan Rs Persahabatan.

Ikalius, Y, F. Suradi, Rahma N dan Adiprayitno. 2010. Perubahan Kualitas Hidup dan Kapasitas Fungsional Pada Penderita PPOK Setelah Rehabilitasi


(5)

Paru Dinilai dengan SGRQ dan Uji Jalan 6 Menit. (Tesis). Jakarta. Universitas Indonesia.

Ikawati, Z. 2011. Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana. Yogyakarta: Bursa Ilmu.

Khotimah, S. 2013. Latihan Endurance Meningkatkan Kualitas Hidup Lebih Baik Dari Pada Latihan PernafasanPada Pasien PPOK di BP4 Yogyakarta. Sport and Fitness Journal. Juni 2013:1. No. 20-32.

Mangunnegoro, H. 2003. PPOK Pedoman Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Octariany. 2014. Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit. Diakses tanggal 22 Januari 2015. Available from : URL : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/41575

Oemiati, R. 2013. Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). Media Litbangkes Vol.23 No.2 : 82-88.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK): Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).

Price, W. 2006. Askep COPD (Chronis Obstructive Pulmonary Disease). Belajar Keperawatan. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Putra, I Putu J.S. 2012. Pengaruh Latihan Nafas DiafragmaTerhadap Fungsi Pernafasan Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Diakses tanggal 30 Januari 2015. Available from : URL : http://iputujuniarthasemaraputra.wordpress.com/2012/09/06/analisis- jurnal-pengaruh-latihan-nafas-diafragma-terhadap-fungsi-pernafasan-pada-pasien-penyakit-paru-obstruktif-kronik/.

Quin, Campion E. 2006. 100 Question and Answer About Crhronic Obstructive Pulmonary Diases. USA. Jones and Bartlett Inc.

Ritonga, A. 2011. Profil Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil Berdasarkan Penilaian BODE Indek di RSUP H.Adam Malik dan RS PTP II Tembakau Deli Medan. Diakses tanggal 15 November 2014. Available from : URL : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/22854

Rubeinstein, D., David Wayne dan John Bradley. 2007. Lecture Notes : Kedokteran Klinis. Edisi 6. Dialih bahasakan Annisa Rahmalia. Jakarta: Penerbit Erlangga.


(6)

Spahija, M, & Grassino. 2005. Effect of Imposed Pursed-Lip Breathing on Respiratory Mechanics and Dyspnea at Rest and During Exercise in COPD. Chest 2005;128;640-650 DOI 10.1378/chest.128.2.640.

Ward, Jeremy P.T. 2008. At Glance SISTEM RESPIRASI Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Wise RA. 2002. Chronic Pulmonary Disease : Epidemiologi, pathofisiology, pathogenesis, clinical course, management, and rehabilitation In : Fisman PA, Elias AJ, Fisman AJ, Grippi AM, Senior MR, Pack IA eds, Manual of pulmonary disease and disorders. New York;2002,(3).118-41.