Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2010-2011

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA

MEDAN TAHUN 2010-2011

SKRIPSI

Oleh :

NIM. 051000161 YESSY OKTORINA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA

MEDAN TAHUN 2010-2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NIM. 051000161 YESSY OKTORINA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : KARAKTERISTIK PENDERITA

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MEDAN TAHUN 2010-2011 Nama Mahasiswa : Yessy Oktorina

Nomor Induk Mahasiswa : 051000161

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan : Epidemiologi

Tanggal Lulus : 17 Oktober 2012

Disahkan Oleh Komisi Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Jemadi, M.Kes

NIP. 19640404 199203 1 005 NIP. 19590818 198503 2 002 drh. Rasmaliah, M.Kes

Medan, Desember 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Dekan,

NIP. 19610831 198903 1 001 Dr. Drs. Surya Utama, MS


(4)

ABSTRAK

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara maju dan negara berkembang. Pada tahun 2005 terdapat 210 juta penderita PPOK di dunia. Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 PPOK menduduki peringkat ke-3 sebagai penyebab kematian dari 10 penyakit penyebab kematian di Indonesia.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain case series yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita PPOK di RS Martha Friska Medan tahun 2010-2011. Populasi dan sampel adalah data penderita PPOK rawat inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 sebanyak 167 data (total sampling).

Proporsi umur penderita PPOK pada kelompok umur 65-73 tahun 35,3% dengan proporsi laki-laki 29,3% dan perempuan 6%, suku Batak 52,1%, agama Islam 55,1%, pendidikan SLTA 58,1%, pekerjaan PNS/TNI/Pensiunan 63,4%, berasal dari kota Medan 86,2%, riwayat penyakit asma bronkial 67,7%, riwayat perokok 87,5%, keluhan batuk 91%, lama rawatan rata-rata 8 hari, sumber biaya Askes 63,4%, pulang berobat jalan 80,8%, dan CFR = 12,6%.

Tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi umur berdasarkan riwayat merokok (p = 0,499), jenis kelamin berdasarkan riwayat merokok (p = 0,504) dan jenis kelamin berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya (p = 0,245). Proporsi penderita PPOK yang memiliki riwayat penyakit asma bronkial yang perokok secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan penderita PPOK yang

tidak perokok (X2=7,897 ; p=0,005 ; 100% vs 0%). Lama rawatan rata-rata

penderita yang menggunakan biaya sendiri secara signifikan lebih singkat dirawat dari Jamkesmas, Perusahaan dan Askes (p=0,003 ; 5,47 hari vs 7,25 hari ; 5,47 hari vs 8,38 hari ; 5,47 hari vs 9,19 hari).

Diharapkan kepada pihak RS Martha Friska Medan dapat lebih melengkapi pencatatan data riwayat penyakit sebelumnya, riwayat merokok dan tingkat keparahan pada kartu status serta diharapkan kepada pemerintah melalui Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan memberikan informasi tentang bahaya merokok dan mempersempit ruang untuk merokok.


(5)

ABSTRACT

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is one of the public health problem in developed countries and developing countries. In 2005 it repoted that there were 210 million COPD in the world. While from Household Health Survey in 2001, COPD was the third from ten disease which potentially caused death in Indonesia.

This study was descriptive research with case series design to know the characteristic of COPD patient in RS Martha Friska Medan in 2010-2011. The population and sample were 167 COPD patient data who had been hospitalized in RS Martha Friska in 2010-2011 (total sampling).

The highest proportion of the patient with COPD was at age 65-73 years old 35,3% for male 29,3% and female 6%, Bataknes ethnic 52,1%, Moeslim 55,1%, Senior High School 58,1%, civil servant/army/retired 63,4%, from Medan 86,2%, Asthma Bronchial as disease history 67,7%, smoke history 87,5%, cough 91%, average length of stay 8,24 days, expense from Askes 63,4%, becoming out patient 80,8% and CFR=12,6%.

There was no significant difference between proportion of the age group with smoke history (p=0,499), sex with smoke history (p=0,504) and sex with disease history (p=0,245). The proportion of COPD patient with asthma bronchialis disease history who had smoked was significantly higher than COPD patient who had not smoked (X2=7,897 ; p=0,005 ; 100% vs 0%). Average length of stay patient who used their own cost were significantly difference for using Jamkesmas, Company and Askes (p=0,003 ; 5,47 days vs 7,25 days ; 5,47 days vs 8,38 days ; 5,47 days vs 9,19 days).

It is expected for the party of RS Martha Friska Medan to complete the data note for disease history, smoke history and COPD grade on the medical record and for the government through the department of health, department of social and department of education give the information about the danger of smoking and reduce smoking room.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yessy Oktorina

Tempat Tanggal Lahir : Medan/26 Oktober 1986

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin Anak ke : 2 dari 6 Bersaudara

Alamat Rumah : Jln. Raya Menteng Gg. Sosial No. 6C Medan

Riwayat Pendidikan

1. SD Al-Ulum Medan : Tamat Tahun 1998 2. SMP Negeri 3 Medan : Tamat Tahun 2001 3. SMA Negeri 14 Medan : Tamat Tahun 2004 4. S-1 Kesehatan Masyarakat USU-Medan : Tamat Tahun 2012


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2010-2011”.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta Syarnil Indra dan Refni yang dengan penuh cinta memberikan doa, nasihat, dan dukungan kepada penulis.

Pada kesempatan ini penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Jemadi, M. Kes selaku dosen pembimbing I dan Ibu drh. Rasmaliah, M. Kes selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Kepada Bapak Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, MPH selaku dosen penguji I dan Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS selaku dosen penguji II yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan serta saran kepada penulis.

Selanjutnya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu drh. Rasmaliah, M. Kes selaku Kepala Departemen Epidemiologi.

3. Bapak Dr. R. Kintoko Rochadi, Drs., M. Kes selaku dosen pembimbing akademik.

4. Para dosen dan pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(8)

5. Direktur RS Martha Friska Medan dan Kepala bagian Rekam Medik beserta staf yang telah memberi izin penelitian dan telah membantu penulis selama penelitian.

6. Kakak dan adik-adikku tersayang atas semua doa dan dukungannya.

7. Sahabat-sahabatku yang tersayang dan rekan-rekan peminatan epidemiologi FKM USU atas semua doa, bantuan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2012 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi... vi

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Paru ... 6

2.2. Pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronik ... 8

2.3. Patogenesis Penyakit Paru Obstruksi Kronik ... 8

2.4. Gejala Penyakit Paru Obstruksi Kronik ... 9

2.4.1. Batuk Kronis ... 10

2.4.2. Dahak ... 10

2.4.3. Sesak Napas (dispnea) ... 10

2.5. Jenis Penyakit Paru Obstruksi Kronik ... 11

2.5.1. Emfisema (PPOK tipe A/Pink Puffer) ... 11

2.5.2. Bronkitis Kronis (PPOK tipe B/Blue Bloater) ... 13

2.6. Epidemiologi ... 14

2.6.1. Distribusi dan Frekuensi PPOK ... 14

2.6.2. Determinan PPOK ... 15

2.7. Komplikasi ... 19

2.8. Pencegahan PPOK ... 19

2.8.1. Pencegahan Primordial ... 19

2.8.2. Pencegahan Primer ... 19

2.8.3. Pencegahan Sekunder ... 20


(10)

BAB 3 KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep ... 25

3.2. Defenisi Operasional ... 25

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian ... 30

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 30

4.2.2. Waktu Penelitian ... 30

4.3. Populasi dan Sampel ... 30

4.3.1. Populasi ... 30

4.3.2. Sampel ... 31

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 31

4.5. Teknik Analisa data... 31

BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 32

5.1.1. Sejarah Berdirinya RS Martha Friska Medan ... 32

5.1.2. Visi, Misi, dan Tujuan RS Martha Friska Medan ... 33

5.2. Sosiodemografi (Umur dan Jenis Kelamin) Penderita PPOK ... 34

5.3. Sosiodemografi (Suku, Agama, Pendidikan, Pekerjaan dan Daerah Asal) Penderita PPOK ... 35

5.4. Riwayat Penyakit Sebelumnya Penderita PPOK ... 36

5.5. Riwayat Merokok Penderita PPOK ... 37

5.6. Keluhan Penderita PPOK ... 38

5.7. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita PPOK ... 39

5.8. Sumber Pembiayaan Penderita PPOK ... 39

5.9. Keadaan Sewaktu Pulang Penderita PPOK ... 40

5.10. Analisis Statistik ... 42

5.10.1. Umur Berdasarkan Riwayat Merokok ... 42

5.10.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Riwayat Merokok ... 43

5.10.3. Jenis Kelamin Berdasarkan Riwayat Penyakit Sebelumnya ... 43

5.10.4. Riwayat Merokok Berdasarkan Riwayat Penyakit Sebelumnya ... 44


(11)

5.10.5. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber

Biaya ... 45

5.10.6. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 46

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Sosiodemografi ... 47

6.1.1. Umur dan Jenis Kelamin ... 47

6.1.2. Suku ... 49

6.1.3. Agama ... 50

6.1.4. Pendidikan ... 51

6.1.5. Pekerjaan ... 52

6.1.6. Daerah Asal ... 53

6.2. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Riwayat Penyakit Sebelumnya Yang Tercatat ... 54

6.3. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Riwayat Merokok Yang Tercatat ... 55

6.4. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Keluhan ... 56

6.5. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita PPOK ... 57

6.6. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Sumber Pembiayaan ... 58

6.7. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 59

6.8. Umur Penderita PPOK Berdasarkan Riwayat Merokok .... 60

6.9. Jenis Kelamin Penderita PPOK Berdasarkan Riwayat Merokok ... 61

6.10. Jenis Kelamin Penderita PPOK Berdasarkan Riwayat Penyakit Sebelumnya ... 63

6.11. Riwayat Merokok Penderita PPOK Berdasarkan Riwayat Penyakit Sebelumnya ... 64

6.12. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber Biaya ... 65

6.13. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 67


(12)

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan ... 68 7.2. Saran ... 69 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Lampiran 1. Master Data Lampiran 2. Output Master Data Lampiran 3. Keluhan

Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Sosiodemografi (Umur dan Jenis Kelamin)

Penderita PPOK di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 34 Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Sosiodemografi (Suku, Agama, Pendidikan,

Pekerjaan dan Daerah Asal) Penderita PPOK di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 35 Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Riwayat Penyakit Sebelumnya Penderita PPOK

di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 36 Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Riwayat Penyakit Sebelumnya yang Tercatat

Penderita PPOK di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 37 Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Riwayat Merokok Penderita PPOK di RS Martha

Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 37 Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Riwayat Merokok yang Tercatat Penderita PPOK

di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 38 Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Keluhan Penderita PPOK di RS Martha Friska

Medan Tahun 2010-2011 ... 38 Tabel 5.8. Lama Rawatan Rata-rata Penderita PPOK di RS Martha Friska

Medan Tahun 2010-2011 ... 39 Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Sumber Pembiayaan Penderita PPOK di RS

Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 39 Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Keadaan Sewaktu Pulang Penderita PPOK di RS

Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 40 Tabel 5.11. Karakteristik Penderita PPOK yang Meninggal di RS Martha Friska

Medan Tahun 2010-2011 ... 40 Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Umur Penderita PPOK Berdasarkan Riwayat


(14)

Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita PPOK Berdasarkan Riwayat Merokok di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 43 Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita PPOK Berdasarkan

Riwayat Penyakit Sebelumnya di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 43 Tabel 5.15. Distribusi Proporsi Riwayat Merokok Penderita PPOK Berdasarkan

Riwayat Penyakit Sebelumnya di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 44 Tabel 5.16. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita PPOK Berdasarkan Sumber

Biaya di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 45 Tabel 5.17. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita PPOK Berdasarkan Keadaan

Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 46


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 6.1. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Umur

dan Jenis Kelamin di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 47 Gambar 6.2. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Suku

di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 49 Gambar 6.3. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan

Agama di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 50 Gambar 6.4. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan

Pendidikan di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 51 Gambar 6.5. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan

Pekerjaan di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 52 Gambar 6.6. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan

Daerah Asal di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 53 Gambar 6.7. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan

Riwayat Penyakit Sebelumnya Yang Tercatat di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 54 Gambar 6.8. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan

Riwayat Merokok Yang Tercatat di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 55 Gambar 6.9. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan

Keluhan di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 56 Gambar 6.10. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan

Sumber Pembiayaan di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 .. 58 Gambar 6.11. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan

Keadaan Sewaktu Pulang di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 59 Gambar 6.12. Diagram Bar Proporsi Umur Penderita PPOK Berdasarkan Riwayat


(16)

Gambar 6.13. Diagram Bar Proporsi Jenis Kelamin Penderita PPOK Berdasarkan Riwayat Merokok di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 62 Gambar 6.14. Diagram Bar Proporsi Jenis Kelamin Penderita PPOK Berdasarkan

Riwayat Penyakit Sebelumnya di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 63 Gambar 6.15. Diagram Bar Proporsi Riwayat Merokok Penderita PPOK

Berdasarkan Riwayat Penyakit Sebelumnya di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 64 Gambar 6.16. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber Biaya

di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 ... 66 Gambar 6.17. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan


(17)

ABSTRAK

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara maju dan negara berkembang. Pada tahun 2005 terdapat 210 juta penderita PPOK di dunia. Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 PPOK menduduki peringkat ke-3 sebagai penyebab kematian dari 10 penyakit penyebab kematian di Indonesia.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain case series yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita PPOK di RS Martha Friska Medan tahun 2010-2011. Populasi dan sampel adalah data penderita PPOK rawat inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 sebanyak 167 data (total sampling).

Proporsi umur penderita PPOK pada kelompok umur 65-73 tahun 35,3% dengan proporsi laki-laki 29,3% dan perempuan 6%, suku Batak 52,1%, agama Islam 55,1%, pendidikan SLTA 58,1%, pekerjaan PNS/TNI/Pensiunan 63,4%, berasal dari kota Medan 86,2%, riwayat penyakit asma bronkial 67,7%, riwayat perokok 87,5%, keluhan batuk 91%, lama rawatan rata-rata 8 hari, sumber biaya Askes 63,4%, pulang berobat jalan 80,8%, dan CFR = 12,6%.

Tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi umur berdasarkan riwayat merokok (p = 0,499), jenis kelamin berdasarkan riwayat merokok (p = 0,504) dan jenis kelamin berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya (p = 0,245). Proporsi penderita PPOK yang memiliki riwayat penyakit asma bronkial yang perokok secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan penderita PPOK yang

tidak perokok (X2=7,897 ; p=0,005 ; 100% vs 0%). Lama rawatan rata-rata

penderita yang menggunakan biaya sendiri secara signifikan lebih singkat dirawat dari Jamkesmas, Perusahaan dan Askes (p=0,003 ; 5,47 hari vs 7,25 hari ; 5,47 hari vs 8,38 hari ; 5,47 hari vs 9,19 hari).

Diharapkan kepada pihak RS Martha Friska Medan dapat lebih melengkapi pencatatan data riwayat penyakit sebelumnya, riwayat merokok dan tingkat keparahan pada kartu status serta diharapkan kepada pemerintah melalui Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan memberikan informasi tentang bahaya merokok dan mempersempit ruang untuk merokok.


(18)

ABSTRACT

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is one of the public health problem in developed countries and developing countries. In 2005 it repoted that there were 210 million COPD in the world. While from Household Health Survey in 2001, COPD was the third from ten disease which potentially caused death in Indonesia.

This study was descriptive research with case series design to know the characteristic of COPD patient in RS Martha Friska Medan in 2010-2011. The population and sample were 167 COPD patient data who had been hospitalized in RS Martha Friska in 2010-2011 (total sampling).

The highest proportion of the patient with COPD was at age 65-73 years old 35,3% for male 29,3% and female 6%, Bataknes ethnic 52,1%, Moeslim 55,1%, Senior High School 58,1%, civil servant/army/retired 63,4%, from Medan 86,2%, Asthma Bronchial as disease history 67,7%, smoke history 87,5%, cough 91%, average length of stay 8,24 days, expense from Askes 63,4%, becoming out patient 80,8% and CFR=12,6%.

There was no significant difference between proportion of the age group with smoke history (p=0,499), sex with smoke history (p=0,504) and sex with disease history (p=0,245). The proportion of COPD patient with asthma bronchialis disease history who had smoked was significantly higher than COPD patient who had not smoked (X2=7,897 ; p=0,005 ; 100% vs 0%). Average length of stay patient who used their own cost were significantly difference for using Jamkesmas, Company and Askes (p=0,003 ; 5,47 days vs 7,25 days ; 5,47 days vs 8,38 days ; 5,47 days vs 9,19 days).

It is expected for the party of RS Martha Friska Medan to complete the data note for disease history, smoke history and COPD grade on the medical record and for the government through the department of health, department of social and department of education give the information about the danger of smoking and reduce smoking room.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal.1

Masalah kesehatan yang dihadapi adalah masalah penyakit menular dan penyakit tidak menular. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa penyakit yang menjadi penyebab kematian utama di kawasan negara berkembang sudah bergeser dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular. Menurut WHO pada tahun 2000, Proportional Mortality Rasio (PMR) penyakit tidak menular 59%, penyakit menular 31,9% dan sisanya akibat kecelakaan.2 Perhatian terhadap Penyakit Tidak Menular (PTM) semakin hari semakin meningkat sehingga pengetahuan tentang PTM sangat penting. Salah satu diantara PTM yang menjadi masalah kesehatan utama adalah masalah penyakit paru.3

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat. Semakin tinggi umur harapan hidup manusia maka PPOK menjadi salah satu penyebab gangguan pernapasan yang semakin sering dijumpai di masa mendatang baik di negara maju maupun di negara berkembang.4

WHO melaporkan pada tahun 2004 PPOK menduduki peringkat ke-4 dengan PMR 5,1% dari 10 penyebab kematian utama.5 Pada tahun 2005, terdapat 210 juta penderita PPOK di dunia dengan Case Fatality Rate (CFR 1,43%).6 Berdasarkan laporan United States in National Health Interview Surveys (NHIS) pada tahun 1986


(20)

di Amerika Serikat, hampir 11,4 juta penduduk menderita bronkhitis kronis dan 2 juta menderita emfisema.7

Menurut WHO pada tahun 2002, 2004, dan 2005 PMR akibat PPOK di negara maju masing sebesar 3,9%, 3,5%, dan 3,9%. Di negara berkembang masing-masing sebesar 7,6%, 7,4%, dan 8,1%, dan di negara miskin masing-masing-masing-masing sebesar 3,1%, 3,6%, dan 3,4%. Angka-angka tersebut menunjukkan semakin meningkatnya kematian akibat PPOK di dunia.5,8

Pada tahun 1993, di Amerika Serikat terdapat Prevalence Rate (PR) PPOK 150 per 100.000 penduduk dan merupakan penyebab kematian ke-4. Biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah AS untuk penatalaksanaan PPOK pada tahun 1993 sekitar 23,9 miliar US dollar.9 Pada tahun 1998, di Amerika Serikat mortalitas PPOK berada pada peringkat ke-4 dari urutan penyakit penyebab kematian.10

Berdasarkan publikasi Medical Graphic Corporation pada tahun 2001, di Amerika Serikat hampir 350.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat berbagai penyakit paru yang menduduki peringkat ke-3 dari urutan penyakit penyebab kematian. Bronkhitis kronis diderita oleh 13,5 juta orang Amerika (2001) dan sekitar 1,9 juta menderita emfisema.11

Berdasarkan South East Asian Medical Information Center (SEAMIC) Health

Statistic pada tahun 2001 terdapat 4 penyakit paru yang merupakan bagian dari 10

penyakit penyebab kematian utama di Indonesia yaitu pneumonia, TB paru, PPOK dan kanker paru.11 Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 PPOK menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan dari 10 penyakit penyebab kesakitan di Indonesia. SKRT Depkes RI pada tahun 1992 menunjukkan angka


(21)

kematian karena PPOK menduduki peringkat ke-7 (PMR 5,6%) dari 10 penyakit penyebab kematian di Indonesia.9 Berdasarkan SKRT pada tahun 2001, peringkat PPOK meningkat menjadi peringkat ke-3 penyebab kematian di Indonesia.12

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hisyam dan Nurohman pada tahun 2001 di RS dr. Sardjito Yogyakarta, diperoleh 55 penderita PPOK yang rawat inap, penderita laki-laki 45 orang (proporsi 81,9%) dan selebihnya penderita perempuan. Penderita PPOK yang merokok terdapat 45 orang (proporsi 81,8%) dan sisanya tidak merokok. Pada penelitian tersebut jumlah penderita yang meninggal dunia terdapat 5 orang.13

Menurut penelitian Crysti (2004) di RS Haji Medan terdapat 62 penderita PPOK yang rawat inap pada tahun 2000, pada tahun 2001 terdapat 23 penderita, dan tahun 2002 terdapat 47 penderita.14

Menurut penelitian Rolina (2009) di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan terdapat 71 penderita PPOK yang rawat jalan pada tahun 2004, pada tahun 2005 terdapat 29 penderita, pada tahun 2006 terdapat 91 penderita, pada tahun 2007 terdapat 33 penderita, dan tahun 2008 terdapat 73 penderita.15

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Martha Friska Medan jumlah penderita PPOK yang dirawat inap pada tahun 2010 sebanyak 84 orang, dan pada tahun 2011 sebanyak 83 orang.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang dirawat inap di Rumah Sakit Martha Friska Medan tahun 2010-2011.


(22)

1.2. Perumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita PPOK yang dirawat inap di Rumah Sakit Martha Friska Medan tahun 2010-2011.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita PPOK yang dirawat inap di Rumah Sakit Martha Friska Medan tahun 2010-2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan sosiodemografi, yaitu : umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, dan daerah asal.

b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya.

c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan riwayat merokok.

d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan keluhan. e. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata penderita PPOK.

f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan sumber pembiayaan.

g. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan keadaan sewaktu pulang.


(23)

h. Untuk mengetahui perbedaan proporsi umur penderita PPOK berdasarkan riwayat merokok.

i. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin penderita PPOK berdasarkan riwayat merokok.

j. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin penderita PPOK berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya.

k. Untuk mengetahui perbedaan proporsi riwayat merokok penderita PPOK berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya.

l. Untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber pembiayaan.

m. Untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak Rumah Sakit Martha Friska Medan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan.

1.4.2. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian tentang PPOK.


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Paru

Paru-paru merupakan salah satu organ sistem pernapasan yang berada di dalam kantong yang dibentuk oleh pleura parietalis dan viseralis. Kedua paru-paru sangat lunak, elastis dan berada dalam rongga torak, sifatnya ringan terapung di dalam air. Paru-paru berwarna biru keabu-abuan dan berbintik-bintik akibat partikel-partikel debu yang masuk dimakan oleh fagosit. Hal ini terlihat nyata pada pekerja tambang. Paru-paru terletak disamping mediastinum melekat perantaraan radiks pulmonis satu sama lainnya dipisahkan oleh jantung pembuluh darah besar dan struktur lain dalam mediastinum.16

Masing-masing paru mempunyai apeks yang tumpul dan menjorok ke atas, masuk ke leher kira-kira 2,5 cm di atas klavikula, fasies kostalis yang konveks berhubungan dengan dinding dada dan fasies mediastinalis yang konkaf membentuk perikardium. Sekitar pertengahan permukaan kiri terdapat hilus pulmonalis, suatu lekukan dimana bronkus, pembuluh darah dan saraf masuk paru-paru membentuk radik pulmonalis. Apeks pulmo berbentuk bundar menonjol ke arah dasar yang lebar melewati aperture torasis superior 2,5 – 4 cm diatas ujung sternal iga pertama.16

Basis pulmo merupakan bagian yang berada di atas permukaan cembung diafragma, karena kubah diafragma lebih menonjol ke atas pada bagian kanan dari paru kiri maka basis paru kanan lebih kontak dari paru kiri. Dengan adanya fisura


(25)

tekik yang dalam pada permukaan, paru-paru dapat dibagi menjadi beberapa lobus, letak insisura dan lobus diperlukan dalam penentuan diagnosa.16

Pada paru kiri terdapat suatu insisura yaitu insisura obligus. Insisura ini membagi paru-paru kiri atas menjadi 2 lobus yaitu lobus superior, bagian yang terletak di atas dan di depan insisura dan lobus inferior bagian paru-paru yang terletak di belakang dan bawah insisura. Paru kanan terdapat 2 insisura, yaitu insisura oblique dan insisura interlobularis sekunder. Susunan dalam jaringan penyambung media spinalis dan dikelilingi oleh garis peralihan pleura, susunan alat utama bronkus, arteri pulmonalis dan vena pulmonalis segmen pulmonar.16

Anatomi paru dapat dilihat pada gambar di bawah ini :16


(26)

2.2. Pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronik

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah penyakit pada saluran pernapasan, yang dapat mengakibatkan hambatan aliran udara dengan manifestasi sesak napas dan gangguan oksigenasi jaringan serta diikuti dengan adanya obstruksi jalan napas yang sifatnya menahun.7,17

PPOK juga dikenal sebagai Chronic Obstructive Lung Disease / COLD, Emfisema Pulmonal akibat Obstruktif Kronik (Chronic Obstructive Pulmonary

Emphysema / COPE), Sindroma Pulmonal Obstruktif yang Difus (Diffuse Obstructive

Pulmonary Syndrome / DOPS), Chronic Airway Obstruction (CAO), Chronic

Aspecific Respiratory Affection (CARA), Chronic Obstructive Pulmonary Disease

(COPD), Chronic Non Spesific Lung Disease (CNSLD).17,18

2.3. Patogenesis Penyakit Paru Obstruksi Kronik

Para ahli belum memiliki kesatuan pendapat mengenai patogenesis dari PPOK. Menurut para ahli ada 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya PPOK yaitu faktor eksogen dan endogen. Faktor eksogen adalah faktor yang datang dari luar diri individu, merupakan pengalaman-pengalaman, kejadian alam sekitar, pendidikan, dan sebagainya. Faktor endogen adalah faktor atau sifat yang dibawa oleh individu sejak dalam kandungan hingga dilahirkan. Faktor endogen (genetik) tersebut dapat bermanifestasi menjadi PPOK tanpa adanya pengaruh faktor luar (eksogen), akan tetapi yang banyak dijumpai adalah kecenderungan untuk PPOK meningkat akibat adanya interaksi antara faktor endogen dan eksogen. Pendapat yang menyatakan bahwa genetik merupakan faktor resiko PPOK (Dutch Hyphotesis) ditentang oleh


(27)

pakar dari Inggris (British Hypothesis) yang menyatakan bahwa hanya faktor eksogen yang berperan.7

Ada 2 mekanisme patogenesis PPOK yang penting yaitu faktor endogen (herediter) dan eksogen misalnya iritasi karena asap rokok, bahan-bahan polutan dan infeksi paru. Faktor endogen dapat menimbulkan obstruksi bronkus tanpa atau dengan pengaruh faktor eksogen. Obstruksi bronkus disebabkan adanya spasme otot bronkus, hipersekresi kelenjar mukus, edema dinding bronkus dan kelenturan paru yang menurun. Apabila iritasi oleh faktor iritan eksogen masih berlangsung terus maka obstruksi bronkus akan menunjukkan tanda-tanda klinis yang nyata yaitu sesak napas, batuk kronis, produksi dahak yang berlebihan dan gangguan fungsi paru. Tergantung pada beratnya penyakit, pada stadium akhir dapat terjadi gangguan pertukaran gas sehingga terjadi hipoksemia jaringan.7

2.4. Gejala Penyakit Paru Obstruksi Kronik

Gejala yang ditimbulkan pada PPOK biasanya terjadi bersama-sama dengan gejala primer dari penyebab penyakit ini. Bila penyebabnya adalah bronkitis kronis maka gejala yang utama adalah batuk dengan produksi sputum yang berlebihan dan sesak napas. Akan tetapi bila penyebabnya adalah emfisema maka gejala utamanya adalah kerusakan pada alveoli dengan keluhan klinis berupa sesak napas (dispnea) yang terjadi sehubungan dengan adanya gerak badan.18

Bronkitis kronis ditandai oleh adanya sekresi mukus bronkus yang berlebihan dan tampak dengan adanya batuk produktif selama 3 bulan atau lebih, dan setidaknya berlangsung selama 3 tahun berturut-turut, serta tidak disebabkan oleh penyakit lain


(28)

yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Emfisema menunjukkan adanya abnormalitas, pembesaran permanen pada saluran udara bagian bawah sampai bronkhiolus terminal dengan kerusakan pada dinding dan tanpa fibrosis yang nyata.19

Pada dasarnya penderita PPOK tidak akan mengeluh tentang panas badan, tetapi karena sering mendapatkan infeksi sekunder sub akut, maka dalam periode-periode itu penderita akan mengeluh tentang panas badan rendah (subfebril) sampai tinggi.17

Adapun gejala-gejala PPOK antara lain:20 2.4.1. Batuk Kronis

Mulai dengan batuk-batuk pagi hari yang sering disebabkan karena merokok. Penderita sendiri tidak mengganggap sebagai gejala. Makin lama batuk makin berat, timbul siang maupun malam, penderita terganggu tidurnya. Bila timbul infeksi saluran napas, batuk-batuk tambah hebat dan berkurang bila infeksi hilang.

2.4.2. Dahak

Produksi sputum adalah berwarna putih atau mukoid. Bila ada infeksi, sputum berubah menjadi purulen atau mukopurulen dan kental.

2.4.3. Sesak Napas (dispnea)

Gejala sesak napas akan timbul lebih dini dan lebih cepat bertambah pada emfisema paru. Tetapi pada kedua penyakit tersebut, bila timbul infeksi, sesak napas akan bertambah, kadang-kadang disertai tanda-tanda payah jantung kanan, lama – kelamaan timbul kor pulmonal yang menetap.


(29)

2.5. Jenis Penyakit Paru Obstruksi Kronik 2.5.1. Emfisema (PPOK tipe A/Pink Puffer)

Emfisema adalah penyakit yang ditandai dengan pelebaran dari alveoli yang diikuti oleh destruksi dari dinding alveoli. Biasanya terdapat bersamaan dengan bronkitis kronis, akan tetapi dapat pula berdiri sendiri. Penyebabnya juga sama dengan bronkitis, antara lain pada perokok. Akan tetapi pada yang herediter, dimana terjadi kekurangan pada globulin alfa antitripsin yang diikuti dengan fibrosis, maka emfisema muncul pada lobus bawah pada usia muda tanpa harus terdapat bronkitis kronis.18

Destruksi pada emfisema didefenisikan sebagai ketidaksamaan dalam pola pembesaran ruang udara respirasi dengan demikian bentuk yang teratur dari asinus dan komponennya terganggu dan bisa hilang. Hal ini berguna untuk menunjukkan bahwa bronkitis kronis didefenisikan dalam tinjauan klinis sedangkan pada emfisema ditinjau dari aspek patologi.19

Emfisema paru dapat pula terjadi setelah atelektasis atau setelah lobektomi, yang disebut dengan emfisema kompensasi dimana tanpa didahului dengan bronkitis kronis. Penyempitan bronkus kadang kala menimbulkan perangkap udara (air tappering), dimana udara dapat masuk tetapi tidak dapat keluar, sehingga menimbulkan emfisema yang akut. Frekuensi emfisema lebih banyak pada pria dibandingkan wanita.18

Yang menjadi pokok utama pada emfisema adalah adanya hiperinflasi dari paru yang bersifat irreversibel dengan konsekuensi rongga toraks berubah menjadi


(30)

gembung atau barrel chest. Gabungan dari alveoli yang pecah dapat menimbulkan bula yang besar yang kadang-kadang memberikan gambaran seperti pneumotoraks.18

Berdasarkan efek emfisema pada asinus maka emfisema dapat dibagi menjadi 4 tipe, yaitu:18

a. Emfisema Asinus Distal (Paraseptal)

Lesi ini biasanya terjadi di sekitar sputum lobulus, bronkus, dan pembuluh darah atau di sekitar pleura. Bila terjadi di sekitar pleura maka mudah menimbulkan pneumotoraks pada orang muda.

b. Emfisema Asinus Proksimal (Sentrilobular)

Biasanya terjadi bersama-sama dengan pneumokoniosis atau penyakit-penyakit oleh karena debu lainnya. Penyakit ini erat hubungannya dengan perokok, bronkitis kronik dan infeksi saluran nafas distal. Penyakit ini paling sering didapat bersamaan dengan obstruksi kronik dan berbahaya bila terdapat pada bagian atas paru.

c. Emfisema Panasinar

Biasanya terjadi pada seluruh asinus. Secara klinis berhubungan dengan defisiensi alfa -1- antitripsin dan bronkus serta bronkiolus obliterasi (biasanya lebih jarang).

d. Emfisema Irreguler (Jaringan Parut)

Biasanya terlokalisir, bentuknya irreguler dan tanpa gejala klinis. Jaringan parut yang menyebabkan irreguler dari emfisema ini berhubungan dengan tuberkulosa, histoplasmosis dan pneumokoniosis. Begitu pula eosinofilik granuloma dalam bentuk irreguler dan limfangileiomiomatosis.


(31)

2.5.2. Bronkitis Kronis (PPOK tipe B/Blue Bloater)

Bronkitis kronis adalah batuk berulang dan berdahak selama lebih dari 3 bulan setiap tahun dalam periode paling sedikit 3 tahun. Sebab utamanya adalah merokok, berbagai penyakit akibat berbagai pekerjaan, polusi udara, dan usia tua, terutama pada laki-laki. Hipersekresi dan tanda-tanda adanya penyumbatan saluran napas yang kronik merupakan tanda dari penyakit ini.18

Bronkhitis kronis dapat dibagi atas:20

a. Simple Chronic Bronkhitis : apabila sputumnya mukoid.

b. Chronic atau Recurrent Mucopurulent Bronkhitis : apabila sputumnya

mukopurulen.

c. Chronic Obstruktive Bronkhitis : apabila disertai obstruksi saluran nafas yang menetap.

PPOK dapat ditimbulkan oleh asma bronkial. Pada anak-anak kelainan ini masih bersifat reversibel dan dengan bertambahnya usia maka kelainan ini cenderung akan bersifat menetap terutama pada usia lanjut.17

Derajat PPOK berdasarkan hasil nilai spirometri Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP1) dan Arus Puncak Ekspirasi (APE), dibagi atas:17

a. Tingkat PPOK normal : Lebih atau sama dengan 70% b. Tingkat I (Obstruksi ringan) : 69%-60%

c. Tingkat II (Obstruksi sedang) : 59%-31%


(32)

2.6. Epidemiologi

2.6.1. Distribusi dan Frekuensi PPOK

Penelitian oleh American Lung Association Epidemiologi and Statistic Unit

Research and Program Services (2002) menunjukkan bahwa umur responden

penderita PPOK lebih dari 65 tahun mempunyai prevalen rate 124 per 10.000 penduduk sedangkan umur 45-65 tahun mempunyai prevalen rate 30 per 10.000 penduduk. Populasi responden lebih dari 65 tahun lebih tinggi 4 kali dari umur 45-65 tahun.21

Proporsi penderita bronkhitis kronis yang dirawat di Sub Unit Pulmonologi, UPF/Laboratorium Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD/RS Hasan Sadikin tahun 1978-1982 adalah 6,21% dari keseluruhan penyakit paru dan merupakan peringkat ke-6 terbanyak setelah penyakit tuberkulosis paru.Penelitian Nawas dkk di Poliklinik Paru RS Persahabatan Jakarta (1989), diperoleh proporsi penderita PPOK adalah 26%, kedua terbanyak setelah TB Paru (65%). Dari penelitian Edo dkk di Kalimantan Tengah tahun 1990, prevalen bronkhitis kronis adalah 6,1%.19

Berdasarkan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Rumah Sakit (SP2RS) tahun 1999, bronkhitis dan emfisema merupakan penyebab kematian ke-1 semua umur, terdapat 106 per 1.000 penderita rawat inap RSU di Indonesia dan menempati peringkat ke-10 penyakit terbanyak penderita rawat inap RSU di Indonesia. Jumlah kunjungan penderita PPOK di Unit Rawat Jalan RS Persahabatan tahun 2002 mencapai lebih dari 3.000 kunjungan/tahun. Di unit gawat darurat kunjungan PPOK mencapai lebih dari 2.000 kunjungan dan pada rawat inap lebih dari 200 penderita per tahun.9


(33)

Menurut penelitian Knaus dan Seneff (1995) yang dikutip oleh Katharina bahwa angka kematian PPOK selama menjalani perawatan ICU karena eksaserbasi (kekambuhan) penyakitnya adalah 13-24%. Menurut penelitian Seneff (1995) bahwa CFR kematian 1 tahun pasca perawatan ICU penderita PPOK berusia lebih atau sama dengan 65 tahun adalah 59%. Penderita PPOK yang dirawat di ICU mudah terkena infeksi sekunder karena produksi mukus meningkat sehingga kuman mudah berkembang.22

2.6.2. Determinan PPOK a. Usia

Dalam perjalanan penyakit PPOK dapat mengubah karakternya, misalnya pada masa bayi timbul asma bronkhial, pada usia 30-40 tahun timbul bronkhitis kronis dan pada usia lanjut timbul emfisema.7 Semakin bertambah usia semakin besar risiko menderita PPOK.20

Umumnya penderita PPOK kebanyakan berusia lanjut ( > 55 tahun), karena terdapat gangguan mekanis dan pertukaran gas pada sistem pernapasan dan menurunnya aktifitas fisik pada kehidupan sehari-hari. Peningkatan volume paru dan tahanan aliran udara dalam saluran napas pada penderita PPOK akan meningkatkan kerja pernapasan. Penyakit ini bersifat kronis dan progresif, makin lama kemampuan penderita akan menurun bahkan penderita akan kehilangan stamina fisiknya.13

Pada usia muda (18-21 tahun) kekhawatiran terhadap PPOK belum perlu dirisaukan, karena pada usia muda pertumbuhan paru sedang mencapai tingkat yang sangat baik, sebaliknya pada usia yang lebih tua (51-60 tahun) merupakan umur yang rawan terhadap terjadinya PPOK. Menurut penelitian Mukono (2003) bahwa wanita


(34)

memiliki Odds Ratio 2,1 yang berarti bahwa risiko untuk mendapatkan PPOK pada wanita berumur 41-60 tahun adalah 2,1 kali yang berumur 18-21 tahun.23 b. Jenis Kelamin

Pada laki-laki lebih berisiko terkena PPOK daripada wanita.18 Prevalensi PPOK pada laki-laki dewasa di Belanda adalah 10-15% dan pada wanita 1-5% dengan sex ratio 3-10:1.24

c. Pekerjaan

Faktor pekerjaan berhubungan erat dengan unsur alergi dan hiperreaktivitas bronkus. Dan umumnya pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan keramik yang berdebu akan lebih mudah terkena PPOK.7

d. Status Sosial Ekonomi

Pada status ekonomi rendah kemungkinan untuk mendapatkan PPOK lebih tinggi. Hal ini disebabkan faktor lingkungan yang kurang memenuhi persyaratan.20 e. Tempat Tinggal

Orang yang tinggal di kota kemungkinan untuk terkena PPOK lebih tinggi daripada orang yang tinggal di desa. Hal ini berkaitan dengan kondisi tempat yang berbeda antar kota dan desa. Di kota tingkat polusi udara lebih tinggi dibandingkan di desa.17,18 Insiden PPOK di daerah perkotaan 1,5 kali lebih banyak daripada di daerah pedesaan.24

f. Faktor Genetik

Alfa – 1 Antitripsin adalah senyawa protein atau polipeptida yang dapat diperoleh dari darah atau cairan bronkus. Defisiensi Alfa – 1 Antitripsin (AAT) pertama sekali ditemukan oleh Erickson pada tahun 1965 dimana ditemukan satu


(35)

keluarga yang menderita emfisema yang munculnya terlalu dini dan pada kelompok keluarga ini ditemukan defisiensi Alfa – 1 Antitripsin (AAT).DefisiensiAAT adalah suatu kelainan yang diturunkan secara autosom resesif.7

g. Gangguan Fungsi Paru

Gangguan fungsi paru-paru merupakan faktor risiko terjadinya PPOK, misalnya defisiensi Immunoglobulin A ( IgA/Hypogammaglobulin ) atau infeksi pada masa kanak-kanak seperti TBC dan bronkiektasis. Individu dengan gangguan fungsi paru-paru mengalami penurunan fungsi paru-paru lebih besar sejalan dengan waktu daripada yang fungsi parunya normal, sehingga lebih berisiko terhadap berkembangnya PPOK. Termasuk di dalamnya adalah orang yang pertumbuhan parunya tidak normal karena lahir dengan berat badan rendah sehingga memiliki risiko lebih besar untuk mengalami PPOK.25

h. Kebiasaan Merokok

Menurut buku Report of the WHO Expert Committee on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya PPOK, dengan risiko 30 kali lebih besar pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok dan merupakan penyebab dari 85-90% kasus PPOK. Kurang lebih 15-20% perokok akan mengalami PPOK.21 Asap rokok dapat mengganggu aktivitas bulu getar saluran pernapasan, fungsi makrofag dan mengakibatkan hipertrofi kelenjar mukosa. Menurut penelitian Brashear (1978) bahwa penderita PPOK yang merokok mempunyai risiko kematian yang lebih tinggi (6,9-25 kali) dibandingkan dengan bukan perokok.7


(36)

Kematian akibat PPOK terkait dengan jumlah batang rokok yang dihisap, umur mulai merokok, lama merokok dan status merokok yang terkait saat PPOK berkembang. Namun demikian, tidak semua penderita PPOK adalah perokok. 10 % orang yang tidak merokok juga mungkin menderita PPOK. Perokok pasif juga beresiko menderita PPOK.25

i. Polusi

Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab PPOK, tetapi bila ditambah merokok, resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan PPOK adalah zat-zat pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, Ozon.20

j. Debu

Perjalanan debu yang masuk ke saluran pernapasan dipengaruhi oleh ukuran partikel tersebut. Partikel yang berukuran 5 µm atau lebih akan mengendap di hidung, nasofaring, trakea dan percabangan bronkus. Partikel yang berukuran kurang dari 2 µm akan berhenti di bronkiolus respiratorius dan alveolus. Partikel yang berukuran kurang dari 0,5 µm biasanya tidak sampai mengendap di saluran pernafasan akan tetapi dikeluarkan lagi.7

Debu yang masuk ke saluran pernapasan dapat berakibat terjadinya kerusakan jaringan setempat dari yang ringan sampai kerusakan yang parah dan menetap. Derajat kerusakan yang ditimbulkan oleh debu dipengaruhi oleh faktor asal dan sifat alamiah debu, jumlah debu yang masuk dan lamanya paparan, reaksi imunologis subjek yang terkena paparan. Sesuai dengan penelitian Amin (1996) di Surabaya dengan desain kohort retrospektif bahwa debu memiliki Resiko Relatif (RR) 44,86


(37)

artinya orang yang terpapar dengan debu untuk terkena bronkhitis kronis 44,86 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak terpapar dengan debu.7

2.7. Komplikasi

Komplikasi yang sering dijumpai dan dapat memperberat PPOK adalah kor-pulmonal yaitu terjadi gangguan pada jantung kanan. Penderita selalu sesak napas walaupun hanya melakukan pekerjaan rutin sehari-hari misalnya memakai baju, mandi.7 Komplikasi lainnya adalah hipertensi pulmoner, berhubungan dengan angka tahan hidup yang rendah dan prediktor keluaran klinis buruk. Hipertensi pulmoner pada PPOK terjadi akibat efek langsung asap rokok terhadap pembuluh darah intrapulmoner.26

Pengelolaan penderita PPOK ditujukan pada tiga hal yang penting yaitu mencegah komplikasi, meringankan gangguan pada fungsi paru dan meningkatkan kualitas hidup.7

2.8. Pencegahan PPOK 2.8.1. Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial yaitu upaya pencegahan pada orang-orang yang belum ada faktor resiko PPOK, meliputi: menciptakan lingkungan yang bersih dan berperilaku hidup sehat seperti tidak merokok.

2.8.2. Pencegahan Primer (Primary Prevention)

Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.27 Tujuan dari


(38)

pencegahan primer adalah untuk mengurangi insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan faktor-faktor resikonya.28

Pecengahan primer meliputi:

a. Kebiasaan merokok harus dihentikan

b. Memakai alat pelindung seperti masker di tempat kerja (pabrik) yang terdapat asap mesin, debu

c. Membuat corong asap di rumah maupun di tempat kerja (pabrik) d. Pendidikan tentang bahaya-bahaya yang ditimbulkan PPOK 2.8.3. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)

Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan menghindari komplikasi.27 Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mengobati penderita dan mengurangi akibat-akibat yang lebih serius dari penyakit yaitu melalui diagnosis dini dan pemberian pengobatan.28

a. Diagnosis Dini

Untuk menetapkan diagnosis dini PPOK pada pasien adalah dengan pemeriksaan faal paru, radiologis, analisis gas darah, dan defisiensi AAT.

a.1. Pemeriksaan Faal Paru

Pemeriksaan faal paru adalah pemeriksaan untuk mengetahui apakah seseorang mempunyai faal paru yang normal atau mengalami gangguan. Gangguan faal paru pada PPOK adalah obstruksi (hambatan aliran udara ekspirasi). Faal paru seseorang meningkat mulai sejak dilahirkan sampai mencapai nilai maksimal pada umur antara 19-21 tahun, kemudian menurun


(39)

secara berlahan. Penurunan faal paru juga terjadi pada orang normal sebesar 30 ml pertahun untuk nilai Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan faal paru sangat berguna untuk menunjang diagnosa penyakit, melihat laju perjalanan penyakit, evaluasi pengobatan, dan menentukan prognosis penyakit. Pemeriksaan dengan menggunakan alat spirometri sangat dianjurkan karena sederhana dan akurat.9

a.2. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan atau menyokong diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain. Pada emfisema gambaran yang paling dominana adalah radiolusen paru yang bertambah, dan pembuluh darah paru mengalami penipisan atau menghilang. Selain itu dapat juga ditemukan pendataran diafragma dan pembesaran rongga retrosternal. Pada bronkhitis kronik tampak adanya penambahan bronkovaskular dan pelebaran dari arteri pulmonalis, disamping itu ukuran jantung juga mengalami pembesaran.18

a.3. Pemeriksaan Analisis Gas Darah

Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien-pasien dengan nilai VEP1 < 40 % prediksi, pasien dengan gagal jantung kanan serta pasien yang secara klinis dicurigai adanya gagal napas. Dikatakan adanya gagal napas apabila dari analisis gas darah didapat nilai tekanan parsial O2 (PaO2) kurang dari 60 mmHg, dengan atau tanpa adanya peningkatan tekanan parsial CO2 (PaCO2) lebih dari 45 mmHg.4


(40)

a.4. Pemeriksaan Defisiensi Alfa – 1 Antitripsin (AAT)

Pemeriksaan dilakukan dengan skrining adanya defisiensi alfa – 1 antitripsin pada pasien yang mengalami PPOK sebelum berusia 45 tahun atau pasien dengan riwayat keluarga PPOK. Pemeriksaan kadar AAT di dalam darah dengan metode Imuno-turbidimetri. Nilai normal AAT adalah 200-400 mg/100cc.7 Kadar dibawah 20% dari normal menunjukkan bahwa pasien homozigot defisiensi AAT. Kadar diatas 20% tidak ada pengaruhnya terhadap perkembangan PPOK.4

b. Pengobatan

Adapun pemberian pengobatan terhadap penderita PPOK meliputi: bronkodilator, kortikostreroid, antibiotik, pemberian oksigen dan pembedahan.

b.1. Bronkodilator

Bronkodilator adalah obat utama dalam penatalaksanaan PPOK. Bronkodilator utama pada PPOK adalah agonis beta-2, antikolinergik, teofilin atau kombinasi obat tersebut.9

b.2. Kortikosteroid

Penggunaan kortikosteroid inhalasi secara regular hanya boleh diberikan pada pasien yang telah tercatat dari hasil spirometri berespon terhadap steroid, atau pada pasien yang VEP1 < 50%.9 Dapat juga diberikan dalam bentuk oral dengan dosis tunggal prednison 40mg/hari paling sedikit selama 2 minggu, maka pengobatan kortikosteroid sebaiknya dihentikan. Pada pasien yang


(41)

menunjukkan perbaikan, maka harus dimonitor efek samping dari kortikosteroid pada penggunaan jangka lama.18

b.3. Antibiotik

Antibiotik merupakan salah satu obat yang sering digunakan dalam penatalaksanaan PPOK. Pemberian antibiotik dengan spektrum yang luas pada infeksi umum yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae,

Haemophilus influenza dan Mycoplasma.18 b.4. Pemberian Oksigen

Pemberian oksigen jangka panjang terhadap penderita PPOK pada analisis gas darah didapatkan. Pemberian oksigen jangka panjang (lebih dari 15 jam/hari) pada pasien dengan gagal nafas kronis dapat meningkatkan survival, memperbaiki kelainan hemodinamik, hemotologis, meningkatkan kapasitas exercise dan memperbaiki status mental.4

b.5. Pembedahan

Pembedahan biasanya dilakukan pada PPOK berat dan tindakan operasi diambil apabila diyakini dapat memperbaiki fungsi paru atau gerakan mekanik paru. Jenis operasi pada PPOK adalah bullectomy, Lung Volume Reduction Surgery (LVRS) dan transplantasi paru.4


(42)

2.8.4. Pencegahan Tertier (Tertiary Prevention)

Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi.27

Pencegahan tertier meliputi:9 a. Rehabilitasi Psikis

Rehabilitasi psikis bertujuan memberikan motivasi pada penderita untuk dapat menerima kenyataan bahwa penyakitnya tidak dapat disembuhkan bahkan akan mengalami kecemasan, takut dan depresi terutama saat eksaserbasi. Rehabilitasi psikis juga bertujuan mengurangi bahkan menghilangkan perasaaan tersebut.

b. Rehabilitasi Pekerjaan

Rehabilitasi pekerjaan dilakukan untuk menyelaraskan pekerjaan yang dapat dilakukan penderita sesuai dengan gejala dan fungsi paru penderita. Diusahakan menghindari pekerjaan yang memiliki risiko terjadi perburukan penyakit.

c. Rehabilitasi Fisik

Penderita PPOK akan mengalami penurunan kemampuan aktivitas fisik serta diikuti oleh gangguan pergerakan yang mengakibatkan kondisi inaktif dan berakhir dengan keadaan yang tidak terkondisi. Tujuan rehabilitasi fisik yang utama adalah memutuskan rantai tersebut sehingga penderita tetap aktif.


(43)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep

3.2. Defenisi Operasional

3.2.1. Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah yang dinyatakan menderita PPOK berdasarkan diagnosa dokter sesuai yang tercatat pada kartu status. 3.2.2. Sosiodemografi adalah keterangan yang menunjukkan spesifikasi pribadi

penderita PPOK dan hubungan sosialnya di masyarakat, meliputi: umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan dan daerah asal.

a. Umur adalah umur penderita PPOK sesuai dengan yang tercatat pada kartu status, yang dikategorikan berdasarkan rumus Sturgess:

Karakteristik Penderita PPOK 1. Sosiodemografi

Umur

Jenis kelamin Suku

Agama Pendidikan Pekerjaan

Daerah asal

2. Riwayat Penyakit Sebelumnya 3. Riwayat Merokok

4. Keluhan

5. Lama Rawatan Rata-rata 6. Sumber Pembiayaan 7. Keadaan Sewaktu Pulang


(44)

1. ≤ 28 2. 29-37 3. 38-46 4. 47-55 5. 56-64 6. 65-73 7. 74-82 8. ≥83

Untuk analisa statistik, umur dikategorikan atas: 1. ≤ 55 tahun

2. > 55 tahun

b. Jenis kelamin adalah ciri khas yang melekat pada diri penderita PPOK sesuai dengan yang tercatat pada kartu status, dikategorikan atas:

1. Laki-laki 2. Perempuan

c. Suku adalah keterangan mengenai etnis penderita PPOK sesuai dengan yang tercatat pada kartu status, yang dibedakan atas:

1. Batak 2. Jawa 3. Melayu 4. Aceh 5. Minang 6. Suku lainnya

d. Agama adalah salah satu kepercayaan yang dianut oleh penderita PPOK sesuai dengan yang tercatat pada kartu status, dikategorikan atas :

1. Islam

2. Kristen Protestan 3. Kristen Katolik 4. Budha

5. Hindu 6. Konghucu


(45)

e. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang telah dijalani oleh penderita PPOK sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan atas :

1. Tidak Sekolah 2. SD

3. SLTP 4. SLTA

5. Akademi/Perguruan Tinggi

f. Pekerjaan adalah aktivitas utama atau kegiatan yang dilakukan secara rutin oleh penderita PPOK sesuai yang tercatat pada kartu status, yang dikategorikan atas:

1. PNS/TNI/Pensiunan 2. Pegawai swasta 3. Wiraswasta 4. Petani

5. Pelajar/Mahasiswa

6. Ibu Rumah Tangga/Tidak Bekerja 7. Dan lain-lain

g. Daerah asal adalah wilayah atau tempat tinggal dimana penderita PPOK berasal sesuai yang tercatat pada kartu status, yang dibedakan atas:

1. Kota Medan 2. Luar Kota Medan

3.2.3. Riwayat penyakit sebelumnya adalah didasarkan atas tercatat dan tidak tercatat penyakit yang diderita oleh penderita sebelum menderita PPOK pada kartu status dan dikategorikan atas:

1. Tercatat 2. Tidak tercatat


(46)

Riwayat penyakit sebelumnya yang tercatat, dikategorikan atas: 1. TB Paru

2. Asma Bronkial

3.2.4. Riwayat merokok adalah didasarkan atas tecatat dan tidak tercatat perilaku merokok yang dilakukan oleh penderita PPOK pada kartu status, dikategorikan atas:

1. Tercatat 2. Tidak tercatat

Riwayat merokok yang tercatat, terbagi atas: 1. Perokok

2. Tidak perokok

3.2.5. Keluhan adalah gejala yang dirasakan oleh penderita PPOK pada saat datang pertama kali sebagai alasan untuk datang berobat sesuai yang tercatat pada kartu status, dikategorikan atas:

1. Batuk 2. Berdahak 3. Sesak napas 4. Nyeri dada 5. Demam

3.2.6. Lama rawatan rata-rata adalah rata-rata lamanya penderita menjalani rawat inap di rumah sakit dari hari pertama masuk sampai hari terakhir perawatan sesuai dengan yang tercatat pada kartu status.

3.2.7. Sumber Pembiayaan adalah asal biaya yang dikeluarkan pasien, sesuai dengan yang tercatat pada kartu status, dibagi atas:

1. Askes 2. Jamkesmas 3. Perusahaan 4. Biaya sendiri


(47)

3.2.8. Keadaan sewaktu pulang adalah kondisi atau keadaan penderita PPOK pada waktu keluar dari Rumah Sakit Martha Friska Medan sesuai dengan yang tercatat pada kartu status, dikelompokkan atas :

1. Pulang Berobat Jalan (PBJ)

2. Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) 3. Meninggal dunia


(48)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah bersifat deskriptif dengan menggunakan desain Case Series.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Martha Friska Medan. Pemilihan lokasi atas pertimbangan bahwa di Rumah Sakit Martha Friska Medan tersedia data mengenai PPOK serta belum pernah dilakukannya penelitian mengenai PPOK tahun 2010-2011 di Rumah Sakit Martha Friska Medan.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai Oktober 2012.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua data penderita PPOK yang dirawat inap di Rumah Sakit Martha Friska Medan tahun 2010-2011 sebanyak 167 orang.


(49)

4.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua data penderita PPOK yang dirawat inap di Rumah Sakit Martha Friska Medan tahun 2010-2011 dengan besar sampel sama dengan populasi (total sampling).

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari rekam medik Rumah Sakit Martha Friska Medan tahun 2010-2011.

4.5. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS (Statistical Product and Service Solution). Dianalisa secara deskriptif kemudian dilanjutkan dengan analisa statistik dengan menggunakan uji

Exact Fisher, Kruskal Wallis dan Anova. Hasil disajikan dalam bentuk narasi, tabel distribusi frekuensi, diagram pie dan diagram bar.


(50)

BAB 5

HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1. Sejarah Berdirinya RS Martha Friska Medan

RS Martha Friska berdiri sejak tanggal 2 Maret 1981 yang dikategorikan sebagai Rumah Sakit Umum Swasta Utama setara dengan kelas B Non Pendidikan yang berada di Jl. KL Yos Sudarso No. 91 Brayan Kota, Kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli, Kotamadya Medan, Propinsi Sumatera Utara.

RS Martha Friska merupakan rumah sakit swasta yang melayani masyarakat umum dan karyawan-karyawan perusahaan serta keluarganya di daerah Sumatera Utara bahkan sebagian dari Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Perusahaan yang dilayani dari berbagai industri di sekitar Kawasan Industri Medan (KIM) serta BUMN antara lain : PTPN, PLN, TELKOM, Pertamina, Bank Mandiri, Pelindo I, Pelni, Jasa Marga, Socfindo, Inalum, Pupuk Iskandar Muda, PT. Arun Unok Seumawe, First Mujur Plantation, Ukindo, Coca Cola dan lain-lain. Selain itu RS Martha Friska juga melayani peserta Askes Sosial, Askes Komersial/Asuransi Inhealth, Jamsostek, Jamkesmas dan asuransi-asuransi swasta lainnya. Pasien yang datang selain dari wilayah Propinsi Sumatera Utara, beberapa rekanan perusahaan yang berdomisili di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam juga ada merujuk karyawan-karyawan/keluarganya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di RS Martha Friska.


(51)

5.1.2. Visi, Misi, dan Tujuan RS Martha Friska Medan

RS Martha Friska Medan dalam menjalankan tugasnya memiliki visi, misi dan tujuan yaitu:

a. Visi RS Martha Friska Medan

Visi RS Martha Friska adalah : menjadi rumah sakit terdepan di Sumatera, khususnya di pelayanan jantung dan urologi, dengan jaminan pelayanan bermutu, professional dan modern sewindu mendatang.

b. Misi RS Martha Friska Medan Misi RS Martha Friska Medan, yaitu:

b.1. Memberikan jasa pelayanan kesehatan bermutu dan terbaik kepada seluruh lapisan masyarakat dan mendukung program pemerintah dalam bidang kesehatan.

b.2. Pengelolaan rumah sakit secara profesional dan modern sehingga secara bisnis tumbuh secara sehat, kompetitif dan berkesinambungan.

c. Tujuan RS Martha Friska Medan

RS Martha Friska mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut :

c.1. Memberikan pelayanan kesehatan secara paripurna kepada segala lapisan masyarakat tanpa membedakan suku, bangsa, agama ras dan golongan. c.2. Ikut serta berperan membantu pemerintah di dalam meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat di sektor swasta.

c.3 Mengembangkan kerjasama dengan berbagai perusahaan dan instansi dalam meningkatkan derajat kesehatan pekerja dan pegawainya.


(52)

c.4. Secara terus menerus dan konsekuen meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesuai standar kesehatan sehingga mampu memberikan keuntungan bagi pelanggan maupun rumah sakit.

c.5. Meningkatkan serta mengembangkan kualitas sumber daya manusia di rumah sakit sehingga mampu melayani setiap pelanggan dengan penuh komitmen dan manusiawi.

5.2. Sosiodemografi (Umur dan Jenis Kelamin) Penderita PPOK

Proporsi sosiodemografi (umur dan jenis kelamin) penderita PPOK di RS Martha Friska tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Sosiodemografi (Umur dan Jenis Kelamin) Penderita PPOK di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011

No. Umur

(tahun)

Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

f % f % f %

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. ≤ 28 29-37 38-46 47-55 56-64 65-73 74-82 ≥ 83

4 0 5 18 38 49 20 1 2,4 0,0 3,0 10,8 22,7 29,3 12,0 0,6 0 0 0 5 6 10 8 3 0,0 0,0 0,0 3,0 3,6 6,0 4,8 1,8 4 0 5 23 44 59 28 4 2,4 0,0 3,0 13,8 26,3 35,3 16,8 2,4

Jumlah 135 80,8 32 19,2 167 100

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa proporsi umur penderita PPOK tertinggi pada kelompok umur 65-73 tahun 35,3% dengan proporsi laki-laki 29,3% dan perempuan 6%. Proporsi terendah pada kelompok umur 29-37 tahun 0%.


(53)

5.3. Sosiodemografi (Suku, Agama, Pendidikan, Pekerjaan dan Daerah Asal) Penderita PPOK

Proporsi sosiodemografi (Suku, Agama, Pendidikan, Pekerjaan dan Daerah Asal) penderita PPOK di RS Martha Friska tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Sosiodemografi (Suku, Agama, Pendidikan, Pekerjaan dan Daerah Asal) Penderita PPOK di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011

No. Sosiodemografi Jumlah

f %

1. Suku/Etnik Batak Jawa Melayu Aceh Minang Tionghoa 87 48 15 5 8 4 52,1 28,7 9,0 3,0 4,8 2,4

Jumlah 167 100

2. Agama Islam Kristen Budha 92 71 4 55,1 42,5 2,4

Jumlah 167 100

3. Pendidikan SD SLTP SLTA Akademi/Perguruan Tinggi 2 7 97 61 1,2 4,2 58,1 36,5

Jumlah 167 100

4. Pekerjaan

PNS/TNI/Pensiunan Pegawai Swasta Wiraswasta

Pelajar/Mahasiswa

Ibu Rumah Tangga/Tidak bekerja

106 8 35 2 16 63,4 4,8 21,0 1,2 9,6


(54)

5. Daerah Asal Kota Medan Luar Kota Medan

144 23

86,2 13,8

Jumlah 167 100

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa proporsi suku penderita PPOK tertinggi adalah suku Batak 52,1% dan terendah adalah suku Tionghoa 2,4%. Proporsi agama penderita PPOK tertinggi adalah agama Islam 55,1% dan terendah agama Budha 2,4%. Proporsi pendidikan penderita PPOK tertinggi adalah SLTA 58,1% dan terendah SD 1,2%. Proporsi pekerjaan penderita PPOK tertinggi adalah PNS/TNI/Pensiunan 63,4% dan terendah adalah pelajar/mahasiswa 1,2%. Proporsi daerah asal penderita PPOK lebih tinggi dari kota Medan 86,2% dibandingkan dari luar kota Medan 13,8%.

5.4. Riwayat Penyakit Sebelumnya Penderita PPOK

Proporsi riwayat penyakit sebelumnya penderita PPOK di RS Martha Friska tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Riwayat Penyakit Sebelumnya Penderita PPOK di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011

No. Riwayat Penyakit

Sebelumnya f %

1. 2.

Tercatat Tidak tercatat

65 102

38,9 61,1

Jumlah 167 100

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa proporsi riwayat penyakit sebelumnya penderita PPOK yang tercatat 38,9% sedangkan yang tidak tercatat 61,1%.


(55)

Pada tabel 5.3 dapat diperoleh proporsi riwayat penyakit sebelumnya yang tercatat (TB Paru dan asma bronkial) penderita PPOK dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Riwayat Penyakit Sebelumnya yang Tercatat Penderita PPOK di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011

No. Riwayat Penyakit

Sebelumnya f %

1. 2. TB Paru Asma Bronkial 21 44 32,3 67,7

Jumlah 65 100

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa proporsi riwayat penyakit sebelumnya yang tercatat penderita PPOK tertinggi adalah asma bronkial 67,7 % dan TB Paru 32,3% .

5.5. Riwayat Merokok Penderita PPOK

Proporsi riwayat merokok penderita PPOK di RS Martha Friska tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Riwayat Merokok Penderita PPOK di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011

No. Riwayat Merokok f %

1. 2. Tercatat Tidak tercatat 72 95 43,1 56,9

Jumlah 167 100

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa proporsi riwayat merokok penderita PPOK yang tercatat 43,1% sedangkan yang tidak tercatat 56,9%.

Pada tabel 5.5 dapat diperoleh proporsi riwayat merokok yang tercatat (perokok dan tidak perokok) penderita PPOK dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(56)

Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Riwayat Merokok yang Tercatat Penderita PPOK di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011

No. Riwayat Merokok f %

1. 2. Perokok Tidak perokok 63 9 87,5 12,5

Jumlah 72 100

Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa proporsi riwayat merokok yang tercatat penderita PPOK tertinggi adalah perokok 87,5% dan tidak perokok 12,5%. 5.6. Keluhan Penderita PPOK

Proporsi keluhan (batuk, berdahak, sesak napas, nyeri dada dan demam) penderita PPOK di RS Martha Friska tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Keluhan Penderita PPOK di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011

No Keluhan (n=167) f %

1 2 3 4 5 Batuk Berdahak Sesak nafas Nyeri dada Demam 152 110 142 63 57 91,0 65,9 85,0 37,7 34,1

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa proporsi keluhan penderita PPOK tertinggi adalah batuk 91,0%, sesak nafas 85,0%, berdahak 65,9%, nyeri dada 37,7% dan terendah demam 34,1%.


(57)

5.7. Lama Rawatan Rata-rata Penderita PPOK

Lama rawatan rata-rata penderita PPOK di RS Martha Friska tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.8. Lama Rawatan Rata-rata Penderita PPOK di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011

Lama Rawatan Rata-Rata Mean

Standar Deviasi (SD)

95% Confidence Interval

Minimum Maximum 8,24 5,173 7,45-9,03 2 27

Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa lama rawatan rata-rata penderita adalah 8,24 hari (8 hari) dengan Standar Deviasi (SD) 5,173. Lama rawatan paling singkat 2 hari sedangkan yang paling lama 27 hari. Dari Confidence Interval

dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini lama rawatan rata-rata penderita PPOK adalah 7,45 - 9,03 hari.

5.8. Sumber Pembiayaan Penderita PPOK

Proporsi sumber pembiayaan penderita PPOK di RS Martha Friska tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Sumber Pembiayaan Penderita PPOK di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011

No. Sumber Pembiayaan f %

1. 2. 3. 4. Askes Jamkesmas Perusahaan Biaya Sendiri 106 4 21 36 63,4 2,4 12,6 21,6


(58)

Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa proporsi sumber pembiayaan penderita PPOK tertinggi adalah askes 63,4%, biaya sendiri 21,6%, perusahaan 12,6% dan terendah jamkesmas 2,4%.

5.9. Keadaan Sewaktu Pulang Penderita PPOK

Proporsi keadaan sewaktu pulang penderita PPOK di RS Martha Friska tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Keadaan Sewaktu Pulang Penderita PPOK di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011

No. Keadaan Sewaktu Pulang f %

1. 2. 3.

Pulang Berobat Jalan (PBJ)

Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) Meninggal 135 11 21 80,8 6,6 12,6

Jumlah 167 100

Berdasarkan tabel 5.10 dapat diketahui bahwa proporsi keadaan sewaktu pulang penderita PPOK tertinggi adalah Pulang Berobat Jalan (PBJ) 80,8%, meninggal 12,6% dan terendah Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) 6,6%.

a. Karakteristik Penderita PPOK yang Meninggal

Proporsi penderita PPOK yang meninggal di RS Martha Friska Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.11. Karakteristik Penderita PPOK yang Meninggal di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011

No. Sosiodemografi f %

1. Umur ≤ 55 tahun > 55 tahun

4 17

19 81

Jumlah 21 100

2. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 18 3 85,7 14,3


(59)

3. Suku Batak Jawa Melayu Minang 15 3 1 2 71,4 14,3 4,8 9,5

Jumlah 21 100

4. Agama Islam Kristen 9 12 42,9 57,1

Jumlah 21 100

5. Pendidikan SLTA Akademi/Perguruan Tinggi 16 5 76,2 23,8

Jumlah 21 100

6. Pekerjaan

PNS/TNI/Pensiunan Wiraswasta

Ibu Rumah Tangga/Tidak Bekerja

16 4 1 76,2 19,0 4,8

Jumlah 21 100

7. Daerah Asal Kota Medan Luar Kota Medan

18 3

85,7 14,3

Jumlah 21 100

Riwayat Penyakit Sebelumnya Tercatat TB Paru Asma Bronkial 4 3 57,1 42,9

Jumlah 7 100

Riwayat Merokok Tercatat

Perokok 9 100

Jumlah 9 100

Keluhan Batuk Berdahak Sesak nafas Nyeri dada Demam 20 11 19 8 9 95,2 52,4 90,5 38,1 42,9 8. Sumber Pembiayaan

Askes Perusahaan Biaya Sendiri 16 2 3 76,2 9,5 14,3


(60)

Berdasarkan tabel 5.11 dapat diketahui bahwa proporsi tertinggi pada kelompok umur > 55 tahun 81%, laki-laki 85,7%, suku Batak 71,4%, agama Kristen 57,1%, pendidikan SLTA 76,2%, pekerjaan PNS/TNI/Pensiunan 76,2%, daerah asal kota Medan 85,7%, riwayat penyakit sebelumnya tercatat TB Paru 57,1%, perokok 100%, keluhan batuk 95,2% dan sumber biaya Askes 76,2 %.

5.10. Analisis Statistik

5.10.1. Umur Berdasarkan Riwayat Merokok

Umur penderita PPOK berdasarkan riwayat merokok di RS Martha Friska tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Umur Penderita PPOK Berdasarkan Riwayat Merokok di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011

Riwayat Merokok

Umur (tahun)

Jumlah

≤ 55 > 55

f % f % f %

Perokok Tidak Perokok 13 1 20,6 11,1 50 8 79,4 88,9 63 9 100 100

Berdasarkan tabel 5.12 dapat diketahui bahwa dari 63 penderita PPOK yang perokok, proporsi penderita berumur ≤ 55 tahun 20,6% dan berumur > 55 tahun 79,4%. Dari 9 penderita PPOK yang tidak perokok, proporsi penderita berumur ≤ 55 tahun 11,1% dan berumur > 55 tahun 88,9%.

Analisis statistik dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p > 0,05 artinya tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi umur penderita PPOK berdasarkan riwayat merokok.


(61)

5.10.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Riwayat Merokok

Jenis kelamin penderita PPOK berdasarkan riwayat merokok di RS Martha Friska tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita PPOK Berdasarkan Riwayat Merokok di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011

Riwayat Merokok

Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

f % f % f %

Perokok Tidak Perokok 60 9 95,2 100 3 0 4,8 0 63 9 100 100 p =0,504

Berdasarkan tabel 5.13 dapat diketahui bahwa dari 63 penderita PPOK yang perokok, proporsi penderita berjenis kelamin laki-laki 95,2% dan perempuan 4,8%. Dari 9 penderita PPOK yang tidak perokok, proporsi penderita seluruhnya berjenis kelamin laki-laki 100%.

Analisis statistik dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p > 0,05 artinya tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi jenis kelamin penderita PPOK berdasarkan riwayat merokok.

5.10.3. Jenis Kelamin Berdasarkan Riwayat Penyakit Sebelumnya

Jenis kelamin penderita PPOK berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya di RS Martha Friska tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita PPOK Berdasarkan Riwayat Penyakit Sebelumnya di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011

Riwayat Penyakit Sebelumnya

Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

f % f % f %

TB Paru Asma Bronkial 18 32 85,7 72,7 3 12 14,3 27,3 21 44 100 100


(62)

Berdasarkan tabel 5.14 dapat diketahui bahwa dari 21 penderita PPOK yang memiliki riwayat penyakit TB Paru, proporsi penderita berjenis kelamin laki-laki 85,7% dan perempuan 14,3%. Dari 44 penderita PPOK yang memiliki riwayat penyakit asma bronkial, proporsi penderita berjenis kelamin laki-laki 72,7% dan perempuan 27,3%.

Analisis statistik dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p > 0,05 artinya tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi jenis kelamin penderita PPOK berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya.

5.10.4. Riwayat Merokok Berdasarkan Riwayat Penyakit Sebelumnya

Riwayat merokok penderita PPOK berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya di RS Martha Friska tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.15. Distribusi Proporsi Riwayat Merokok Penderita PPOK Berdasarkan Riwayat Penyakit Sebelumnya di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011

Riwayat Penyakit Sebelumnya

Riwayat Merokok

Jumlah Perokok Tidak Perokok

f % f % f %

TB Paru Asma Bronkial 4 22 66,7 100 2 0 33,3 0 6 22 100 100

Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa dari 6 penderita PPOK yang memiliki riwayat penyakit TB Paru, proporsi penderita yang perokok 66,7% dan tidak perokok 33,3%. Dari 22 penderita PPOK yang memiliki riwayat penyakit asma bronkial, proporsi penderita seluruhnya perokok 100%.


(63)

Analisis statistik dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai p < 0,05 artinya ada perbedaan yang bermakna antara proporsi riwayat merokok penderita PPOK berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya.

5.10.5. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Sumber Biaya

Lama rawatan rata-rata penderita PPOK berdasarkan sumber biaya di RS Martha Friska tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.16. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita PPOK Berdasarkan Sumber Biaya di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2010-2011

No. Sumber Biaya Lama Rawatan Rata-Rata

f Mean SD

1. 2. 3. 4. Askes Jamkesmas Perusahaan Biaya Sendiri 106 4 21 36 9,19 7,25 8,38 5,47 5,729 2,630 4,455 2,408 p =0,003

Berdasarkan tabel 5.16 dapat diketahui bahwa lama rawatan rata-rata penderita PPOK yang menggunakan Askes adalah 9,19 hari, lama rawatan rata-rata penderita PPOK yang menggunakan Jamkesmas adalah 7,25 hari, lama rawatan rata-rata penderita PPOK yang menggunakan Perusahaan adalah 8,38 hari dan lama rawatan rata-rata penderita PPOK yang berobat dengan biaya sendiri adalah 5,47 hari.

Berdasarkan hasil test of homogeneity of variances diperoleh p=0,000 yang berarti memiliki varians yang tidak sama sehingga tidak dapat dianalisis dengan uji

Anova dan dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis.

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Kruskal Wallis diperoleh p < 0,05 artinya ada perbedaan yang signifikan antara lama rawatan rata-rata dengan


(1)

kesehatan yang optimal dengan lama rawatan yang lebih lama dibandingkan penderita yang datang dengan biaya sendiri.

6.13. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

Lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita PPOK yang rawat inap di RS Martha Friska tahun 2010-2011 dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 6.17. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RS Martha Friska Medan Tahun 2010-2011 Berdasarkan gambar 6.17 dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata penderita PPOK yang meninggal adalah 5,9 hari, lama rawatan rata-rata penderita PPOK yang Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) adalah 8,18 hari, dan lama rawatan rata-rata penderita PPOK yang Pulang Berobat Jalan (PBJ) adalah 8,61 hari.

Analisis statistik dengan menggunakan uji Anova diperoleh p>0,05 yang berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan proporsi keadaan sewaktu pulang.


(2)

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan

7.1.1. Proporsi umur penderita PPOK tertinggi pada kelompok umur 65-73 tahun 35,3% dengan proporsi laki-laki 29,3% dan perempuan 6%, proporsi suku Batak 52,1%, proporsi agama Islam 55,1%, proporsi pendidikan SLTA 58,1%, proporsi pekerjaan PNS/TNI/Pensiunan 63,4%, dan proporsi daerah asal dari kota Medan 86,2%.

7.1.2. Proporsi penderita PPOK berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya yang tercatat lebih tinggi adalah asma bronkial 67,7 %.

7.1.3. Proporsi penderita PPOK berdasarkan riwayat merokok yang tercatat adalah 87,5%.

7.1.4. Proporsi penderita PPOK berdasarkan keluhan tertinggi adalah batuk 91%. 7.1.5. Lama rawatan rata-rata penderita PPOK 8 hari.

7.1.6. Proporsi penderita PPOK berdasarkan sumber pembiayaan tertinggi askes 63,4%.

7.1.7. Proporsi penderita PPOK berdasarkan keadaan sewaktu pulang tertinggi adalah pulang berobat jalan 80,8%.

7.1.8. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara umur penderita PPOK berdasarkan riwayat merokok (p=0,499).

7.1.9. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin penderita PPOK berdasarkan riwayat merokok (p=0,504).


(3)

7.1.10. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin penderita PPOK berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya (p=0,245).

7.1.11. Ada perbedaan yang bermakna antara proporsi riwayat merokok penderita PPOK berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya (p=0,005).

7.1.12. Ada perbedaan yang signifikan antara lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya (p=0,003).

7.1.13. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,083).

7.2. Saran

7.2.1. Diharapkan kepada pihak RS Martha Friska Medan dapat lebih melengkapi pencatatan data riwayat penyakit sebelumnya, riwayat merokok dan tingkat keparahan pada kartu status.

7.2.2. Diharapkan kepada pemerintah melalui Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan memberikan informasi tentang bahaya merokok dan mempersempit ruang untuk merokok.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI, 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010. Jakarta.

2. Aditama, Tjandra Yoga, 2004. Beban Ganda Kesehatan.

3. Bustan, M.N., 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta, Jakarta.

4. Bahar, dkk., 2003. Cardiovascular Respiratory Immunology From Pathogenesis To Clinical Application 2003. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta.

5. WHO, 2008. The Top Ten Causes of Death 2004. http://www.who.int/whr/ 6. WHO, 2007. Global Programme on Evidence for Health Policy World

Health Organization. http://www.who.int/health info/ statistic/ copd.

7. Amin, M., 1996. PPOM : Polusi Udara, Rokok dan Alfa–1 Antitripsin. Cetakan pertama, Airlangga University Press, Surabaya.

8. WHO, 2007. The Top Ten Causes of Death 2002. http://www.who.int/whr/ 9. Yunus, F., 2005. Masa Depan Tatalaksana Penyakit Obstruksi Saluran Napas

dengan Tinjauan Faal Paru dan Kualitas Hidup Penderita. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol.55, No.9. Hal : 606-612.

10.Bahar, Asril., 2001. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Penatalaksanaan Paripurna. Bagian Internal FKUI, Jakarta.

11.Aditama, 2002. Paru Kita Masalah Kita. Majalah Kesehatan Medika Tahun XXVIII, No.11. Hal : 743-745, Jakarta.

12.Shinta, Dewi, 2008. Studi Penggunaan Antibiotik pada Eksaserbasi Akut Penyakit Paru Obstruktif Kronis: Studi pada Pasien IRNA Medik di Ruang Paru Laki dan Paru Wanita RSU Dr. Soetomo Surabaya. Airlangga University, Surabaya.


(5)

14.Chrysti, 2004. Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang Dirawat di RS Haji Medan Tahun 2000-2002. Skripsi FKM Universitas Sumatera Utara, Medan.

15.Rolina, 2009. Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang Rawat Jalan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan Tahun 2004-2008. Skripsi FKM Universitas Sumatera Utara, Medan.

16.Syaifiddin, 2002. Struktur dan Komponen Tubuh Manusia. Widya Medika, Jakarta.

17.Amin, M, dkk., 1989. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press, Surabaya.

18.Rab, T., 1996. Ilmu Penyakit Paru. Universitas Riau, Pekanbaru.

19.Tierney, M, dkk., 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran. Salemba Medika, Jakarta.

20.Soeparman, dkk., 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

21.American Lung Association 2011. Trends In COPD (Chronic Bronchitis and Emphysema): Morbidity and Mortality.

http://www.lung.org/finding-cures/our-research/trend-reports/copd-traend-report

22.Katharina Sihombing., 2005. Strategi Penanggulangan Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang Kambuh di RSU dr. Pirngadi Medan Tahun 2005: study cross-sectional.. Tesis Universitas Sumatera Utara, Medan. 23.Mukono, H.J., 2003. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya terhadap

Gangguan Saluran Pernapasan. Airlangga University Press, Surabaya. 24.Alsagaff, Hood., 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga

University Press, Surabaya.

25.Ikawati, Z., 2008. Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernapasan. Pustaka Adipura, Yogyakarta.


(6)

26.Yunus, dkk., 2008. Proses Metabolisme pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), Majalah Resmi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Vol. 28, No. 3. Hal : 155-163.

27.Budiarto dkk., 2003. Pengantar Epidemiologi, Edisi Kedua. Penerbit: Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

28.Beaglehole,R, dkk., 1997. Dasar – dasar Epidemiologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

29.Setiyanto, H., dkk., 2008. Pola Sensitiviti Kuman PPOK Eksaserbasi Akut yang Mendapat Pengobatan Echinacea Purpurea dan Antibiotik Siprofloksasin. Jurnal Respirologi Indonesia Vol. 28, No.3.

30.Depkes RI, 2002. Profil Kesehatan Indonesia 2001. Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS).