Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan Pendeta Beretnis Tionghoa: studi kasus pada gereja-gereja aliran Pentakosta di Kota Salatiga T2 752013029 BAB V

BAB V
PENUTUP
Pada bagian penutup ini akan disajikan kesimpulan yang didasarkan pada fokus penelitian
serta paparan data yang ditemukan. Kesimpulan ditarik dari uraian bab-bab sebelumnya,
terutama bab yang berisi hasil atau temuan penelitian. Selain kesimpulan, dalam bab V peneliti
juga akan mencoba mengajukan beberapa rekomendasi atau saran.

5.1. Kesimpulan
Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa dalam kepemimpinan Pendeta beretnis Tionghoa,
ditemukan beberapa gaya atau tipe kepemimpinan yang merupakan ciri yang dimiliki sebagai
seorang pemimpin dalam membimbing, mengarahkan, mempengaruhi, menggerakkan orangorang yang dipimpinnya dalam rangka mencapai tujuan. Dari data yang diperoleh melalui
wawancara maupun observasi berkaitan dengan gaya atau tipe kepemimpinan yang menekankan
kepada tugas/kinerja dan relasi/kekompakan, maka ditemukan bahwa kedua subjek sebagai
pemimpin menekankan adanya relasi/kekompakan yang tinggi sekaligus juga tidak mengabaikan
upaya untuk membangun kinerja dengan kualitas yang tinggi. Sebagai pemimpin, subjek dalam
kasus 1 (satu) maupun kasus 2 (dua), memahami dan menyadari bahwa untuk mencapai kualitas
kinerja yang baik dan tinggi maka harus didasari terlebih dahulu dengan relasi atau kekompakan
diantara pemimpin dengan orang-orang yang dipimpin.
Gaya atau tipe kepemimpinan yang juga ditunjukan oleh kedua subjek adalah gaya atau
tipe kepemimpinan yang menggabungkan antara tipe demokratis sebagai tipe yang utama dan
tipe pengayom sebagai tipe kepemimpinan pendukung. Penemuan yang terungkap bahwa gaya

atau tipe kepemimpinan yang ditunjukan oleh kedua subjek sebagai pemimpin adalah gaya atau
tipe kepemimpinan demokratis merupakan temuan yang tidak sejalan dengan penjelasan yang
140

telah dilansir dalam beberapa tulisan sebelumnya, yang menyatakan bahwa dalam gereja-gereja
aliran pentakosta, peran pemimpin sangat dominan dan cenderung individual dan otoriter.
Pandangan tersebut muncul karena dalam struktur kepemimpinan gereja-gereja aliran
Pentakosta menempatkan Pendeta (Gembala Jemaat) sebagai posisi atau kedudukan/jabatan
teratas yang kemudian memberikan ruang yang luas dan cenderung bebas kepada Gembala
jemaat dalam menentukan berbagai kebijakan dalam gereja. Hal ini tidak dipisahkan dari
sejarahnya. Sebagai gerakan yang bersifat revival, pemimpin gereja aliran pentakosta mendapat
wewenang sebagai pemimpin dari kharisma yang dimiliki seseorang. Hal tersebut
memungkinkan munculnya sikap individual dan dominasi dari pemimpin yang cenderung
berlebihan. Namun sikap yang cenderung individual dan otoriter serta dominasi yang berlebihan
dari pemimpin tidak diperlihatkan dan ditunjukan oleh kedua Pendeta beretnis Tionghoa dalam
kepemimpinan mereka.
Sebaliknya dalam kedua kasus, memperlihatkan bahwa keduanya subjek menunjukan gaya
atau tipe kepemimpinan demokratis. Nilai-nilai demokratis dalam kepemimpinan tampak dari
kebijakan pemimpin yang orientasinya pada hubungan manusiawi, berupa pengakuan yang sama
dan tidak membeda-bedakan orang-orang yang dipimpin atas dasar warna kulit, ras, kebangsaan,

agama, status sosial ekonomi, dan lain-lain. Pengimplementasian nilai-nilai demokratis di dalam
kepemimpinan kedua subjek dilakukan dengan memberikan kesempatan yang luas pada anggota
organsasi untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan sesuai dengan posisi dan wewenang masingmasing.

141

Sedangkan dalam kasus 1 (satu) terlihat subjek juga cenderung menunjukan gaya
kepemimpinan yang disebut sebagai gaya kepemiminan situasional. Gaya kepemimpinan ini
menekankan adanya keluwesan, yaitu kemampuan untuk menggunakan berbagai macam gaya
kepemimpinan dengan baik. Inti utama dari kepemimpinan situasional adalah bagaimana
pemimpin mengembangkan semaksimal mungkin kemampuan pengikut mereka sesuai dengan
gaya tahapan dari pengikut yang ada. Hal ini bila ditelaah lebih lanjut merupakan prinsip utama
dari servant leadership yaitu bagaimana pemimpin dapat melayani pengikutnya untuk
perkembangan dan kemajuan bersama. Sehinga gaya atau tipe kepemimpinan yang subjek
terapkan selama ini menyesuaikan dengan orang-orang yang dipimpin. Hal ini berangkat dari
pemahamannya bahwa tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik. Secara kritis ketika
melakukan tinjauan terhadap bagian yang berkaitan dengan gaya atau tipe kepemimpinan yang
ditunjukan oleh kedua Pendeta beretnis Tionghoa maka peneliti juga menemukan adanya gaya
atau tipe kepemimpinan transaksional.
Dari data yang tersaji dan analisa yang dilakukan dapat disimpulkan juga bahwa dalam

kepemimpinan Pendeta beretnis Tionghoa, karakter menjadi hal yang penting dan utama.
Karakter yang dimaksudkan lebih merupakan seluruh sistem nilai yang ditunjukan terus
menerus. Karakter yang dimiliki oleh Pendeta beretnis Tionghoa tersebut kemudian menjadi
instrument dalam proses mempengaruhi dan menggerakan orang-orang yang dipimpinnya secara
signifikan. Sehingga yang ditemukan adalah kedua subjek dapat memimpin dengan efektif tanpa
harus mengontrol orang lain. Yang dilakukan kedua subjek

adalah dengan mengandalkan

keteladanan, dengan menjadi role model bagi orang-orang yang dipimpinnya. Hal tersebut
dilakukan kedua subjek sebagai cara atau upaya dalam proses mempengaruhi para pengikutnya
untuk mencapai tujuan bersama.
142

Dalam upaya tersebut, kedua subjek menunjukan karakter-karakter sebagai seorang
pemimpin. Berdasarkan hasil analisa, karakter-karakter yang ditunjukan Pendeta beretnis
Tionghoa, meliputi karakter yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang melayani. Ada beberapa
karakter yang ditunjukan dalam kepemimpinan kedua Pendeta beretnis Tionghoa, yang menjadi
instrument yang efektif dalam mempengaruhi orang-orang yang dipimpin oleh kedua subjek,
antara lain: (a)melayani dengan tekun, (b) kerendahan hati (c) setia, (d) fokus, (e) pemberdayaan,

(f) rajin, (g) percaya (h) tegas, (i) berani mengambil keputusan yang berisiko, (j) berintegritas,
(k) empati, (l) mendengarkan, (m) disiplin, (n) rela berkorban.
Selain ditemukan adanya peranan dari karakter yang dimiliki Pendeta beretnis Tionghoa
dalam kepemimpinannya, yang kemudian telah memberikan pengaruh yang signifikan dalam
proses kepemimpinan kedua subjek. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa kedua subjek
termasuk pemimpin yang bervisi. Temuan ini sesuai dengan penjelasan dari salah satu dimensi
dalam penjabaran tentang karakteristik kepemimpinan yang melayani,. Kedua subjek memiliki visi

yang jelas sebagai pemimpi dan adanya upaya untuk menterjemahkan visi secara jelas kepada
orang-orang yang dipimpin secara terus menerus. Lebih dari itu ada upaya untuk menggerakan
orang-orang yang dipimpinnya ke arah visi bersama yang dimiliki.
Yang menarik dari hasil temuan dalam penelitian ini adalah tentang adanya pengaruh dari
kultur sebagai seorang etnis Tionghoa terhadap kepemimpinan Pendeta beretnis Tionghoa dalam
jemaat. Ternyata keberhasilan kedua subjek dalam memimpin sampai saat ini, dengan
menunjukan gejala pertumbuhan gereja yang terus meningkat setiap waktu, terlebih
pertumbuhan secara kuantitas dan kehadiran berbagai unit kerja atau pelayanan dikarenakan
adanya pengaruh postif dari kultur yang dimiliki kedua subjek.

143


Dalam kasus 1 (satu) subjek dikenal sebagai pemimpin dengan etos kerja yang tinggi. Hal
ini dinilai oleh subjek sendiri maupun informan pendukung merupakan hasil dari pengaruh
kulturnya sebagai seorang beretnis Tionghoa. Subjek yang berasal dari keluarga yang anggota
keluarganya berprofesi sebagai pengusaha dan pembisnis, terbiasa dididik untuk bekerja keras.
Sehingga, bekerja keras menjadi bagian yang telah tertanam dalam pribadi subjek sejak awal
sebelum ia menjadi Gembala jemaat.
Pengaruh positif dari kultur yang dimiliki terhadap kepemimpinan dalam jemaat juga
dirasakan oleh subjek 2 (dua). Dalam wawancara bersama informan kunci, ditemukan bahwa
dalam kulturnya ia dididik untuk memiliki apa yang ia sebut sebagai daya juang yang tinggi.
Karakter ini menjadi sangat berperan dalam proses menjalankan kepemimpinannya selama 14
tahun. Dengan adanya semangat juang yang tinggi dalam dirinya sebagai pemimpin maka
membuat dirinya menjadi pemimpin yang tidak mudah untuk menyerah ketika berhadapan
dengan berbagai kesulitan dan tantangan. Sistem nilai sepeti kerja keras, ulet dan memiliki
semangat juang yang tinggi adalah bagian-bagian yang menurutnya menjadi salah satu faktor
yang kemudian membuat GBI Salatiga berhasil menyelesaikan pembangunan gedung gereja
Bethel Indonesia (GBI) Salatiga dibawah kepemimpinannya.
Keberhasilan Pendeta beretnis Tionghoa dalam menjalankan kepemimpinnya juga tidak
terlepas dari pengalaman pada masa lalu sebagai seorang pembisnis. Hal ini terjadi dalam kasus
1 (satu), dimana subjek memiliki pengalaman bisnis dan manajemen dimasa lalu yang mungkin
Pendeta lain tidak miliki. Pengalaman tersebut dinilai menjadi salah satu modal dalam upaya

pengembangan gereja Bethany Salatiga. Sampai saat ini, gereja Bethany dibawah kepemimpinan
Pdt. Bambang Hengky telah memiliki berbagai unit pendukung pelayanan seperti koperasi, hotel,

144

sekolah, poliklinik, dan 2 (dua) radio, dll yang menunjukan gejala perkembangan secara terus
menerus.
Dengan adanya pengalaman tersebut subjek tampil menjadi Pendeta yang tidak hanya
mengetahui tentang hal-hal yang berkaitang dengan Teologi. Namun ia juga memiliki
kemampuan pengolahan atau manajemen yang lebih karena adanya pengalaman masa lalu
sebagai seorang dosen dan pembisnis. Kondisi ini membuat ia mampu membangun komunikasi
dan hubungan dengan jemaat yang sebagaian besarnya adalah para pengusaha dan pembisnis.
Dalam menjalankan kepemimpinnya, ia bahkan menggunakan kemampuannya dalam berbisnis
yang tentu dalam penerapannya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Alkitab dalam rangka
mengembangkan gereja. Sampai saat ini Gereja Bethany telah memiliki banyak unit pendukung.
Keunggulan lain adalah sebagai seorang pembisnis ia telah memiliki keuangan secara pribadi
yang lebih mapan sebelum menjadi Pendeta. Sehingga ia tidak sepenuhnya tergantung pada
keuangan gereja. Selain itu latar belakangnya yang bukan lulusan teologi ketika menjadi
Gembala jemaat, mempengaruhi dalam ia menyajikan khotbah-khotbah yang sifatnya lebih
praktis dan realistis, yang disukai orang dewasa pada umumnya.

5.2. Saran
Dengan merujuk pada hasil penelitian, beberapa saran dan rekomendasi dapat dikemukakan
sebagai berikut:
5.2.1. Kepada Para Pendeta
Pendeta atau Gembala jemaat sebagai leader perlu selalu berusaha untuk mengembangkan
dan membangun karakter sebagai pemimpin yang melayani dan bukan menghabiskan waktu
untuk membangun reputasi. Selain itu para Pendeta yang adalah pemimpin jemaat juga perlu
145

memiliki wawasan dan pengetahuan yang relevan selain pengetahuan dan wawasan tentang ilmu
Teologi. Hal ini diperlukan sebagai upaya dari pemimpin untuk dapat memahami pergumulan
dan kebutuhan umat yang terus berubah dari waktu ke waktu. Dalam hal ini, terutama hal-hal
yang bersifat praktis. Para Pendeta juga perlu memiliki kemampuan yang lebih dalam
pengelolaan atau manajemen gereja, sebagai upaya pengembangkan gereja.
5.2.2. Kepada orang-orang beretnis Tionghoa
Bagi orang-orang beretnis Tionghoa seharusnya tidak membatasi diri untuk terlibat pada
sektor atau bidang lain selain sektor ekonomi. Selain itu diharapkan mampu menciptakan
hubungan atau relasi yang sederajat, dalam hal ini dapat membaur dengan orang-orang pribumi
(orang non-etnis Tionghoa) dan menghilangkan prasangka-prangka negatif yang dapat
menciptaka jarak antara orang-orang beretnis Tionghoa dan yang non-etnis Tionghoa.

5.2.3. Kepada Orang-orang non etnis Tionghoa
Bagi orang-orang non etnis Tionghoa hendaknya mampu mengeleminir streotipe negative
berkaitan dengan keberadaan orang-orang etns Tionghoa, yang dipahami hanya memiliki
kemampuan dibidang ekonomi semata. Serta mampu menciptakan hubungan atau relasi yang
sederajat dalam kesempatan menjalani kepemimpian dalam berbagai lembaga atau pun
organisasi di berbagai sektor, termasuk pada lembaga keagamaan seperti gereja.
5.2.4. Kepada Gereja
Gereja sebagai lembaga agama hendaknya tidak hanya memberikan kesempatan kepada
orang-orang beretnis Tionghoa yang ada dalam gereja untuk hanya mengurusi keuangan jemaat.
Namun juga diberikan kesempatan pelayanan yang lain dalam pelayanan di Gereja dan

146

memberikan dukungan terhadap keterlibatan orang-orang beretnis Tionghoa ketika memimpin
dalam jemaat.
5.2.5. Kepada Lembaga Masyarakat
Lembaga atau berbagai instansi masyarakat hendaknya dapat meningkatkan program
penegakan Hak Azazi Manusia (HAM), terutama penghormatan kepada hak-hak setiap warga
negara, tanpa terkecuali bagi orang-orang beretnis Tionghoa, agar mendapatkan hak-hak sebagai
warga negara dan kesempatan dalam memimpin yang sama tanpa harus melihat etnis atau

kulturnya (identitas primodial) dalam berbagai sektor kehidupan nasional. Selain itu seharusnya
ada upaya untuk merekontruksi kembali identitas orang-orang Tionghoa, yang selama ini hanya
diidentikan mampu bergerak dalam sektor ekonomi semata.

147

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan Pendeta Beretnis Tionghoa: studi kasus pada gereja-gereja aliran Pentakosta di Kota Salatiga

0 2 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan Pendeta Beretnis Tionghoa: studi kasus pada gereja-gereja aliran Pentakosta di Kota Salatiga T2 752013029 BAB I

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan Pendeta Beretnis Tionghoa: studi kasus pada gereja-gereja aliran Pentakosta di Kota Salatiga T2 752013029 BAB II

1 2 51

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan Pendeta Beretnis Tionghoa: studi kasus pada gereja-gereja aliran Pentakosta di Kota Salatiga T2 752013029 BAB IV

0 0 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan Pendeta Beretnis Tionghoa: studi kasus pada gereja-gereja aliran Pentakosta di Kota Salatiga

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Indonesia dalam Pemahaman Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) T2 752011022 BAB I

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Indonesia dalam Pemahaman Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) T2 752011022 BAB II

1 6 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Indonesia dalam Pemahaman Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) T2 752011022 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pendeta Perempuan dalam Kepemimpinan di Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) T2 752010013 BAB V

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Politik Pemimpin Gereja Katolik: Studi pada Gereja Katolik St. Paulus Miki Salatiga T2 752014029 BAB V

0 0 6