Pengaruh Konsentrasi NaCI dan Rasio Air dengan Bahan Terhadap Karakteristik Mutu Pati Ubi Gadung (Dioscorea hispida dennst).
i
PENGARUH KONSENTRASI NaCl DAN RASIO AIR DENGAN BAHAN TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU PATI UBI GADUNG
(Dioscorea hispidaDennst)
S K R I P S I
Oleh :
NI LUH DESI RASTIYATI
1211205040
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
BUKIT JIMBARAN
(2)
ii
PENGARUH KONSENTRASI NaCl DAN RASIO AIR DENGAN BAHAN TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU PATI UBI GADUNG
(Dioscorea hispidaDennst)
S K R I P S I
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Udayana
Oleh:
NI LUH DESI RASTIYATI
1211205040
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA 2016
(3)
iii
Ni Luh Desi Rastiyati. 1211205040. 2016. Pengaruh Konsentrasi NaCl dan Rasio Air dengan Bahan terhadap Karakteristik Mutu Pati Ubi Gadung (Dioscorea HispidaDennst). Di bawah bimbingan Ir. Amna Hartiati, MP. dan Prof. Dr. Ir. Bambang Admadi H, MP.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui pengaruh konsentrasi NaCl dan rasio air dengan bahan terhadap karakteristik mutu pati ubi gadung, 2) mengetahui karakteristik mutu pati ubi gadung terbaik yang dibuat dari perlakuan konsentrasi NaCl dan rasio air dengan bahan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial. Faktor pertama yaitu perendaman menggunakan larutan NaCl yang terdiri dari 3 level yaitu: NaCl 0%, NaCl 5%, NaCl 10% dan faktor kedua perbandingan penambahan air dan ubi gadung yang terdiri dari 3 level yaitu: 2:1, 4:1, 6:1. Masing-masing perlakuan dikelompokkan menjadi 2 berdasarkan waktu pelaksanaan. Variabel yang diamati yaitu rendemen, kadar abu, kadar air, kadar pati, kadar amilosa, kadar amilopektin dan uji perbandingan jamak warna. Penentuan perlakuan terbaik dilakukan dengan uji indeks efektivitas. Pengaruh konsentrasi NaCl dan rasio air dengan bahan serta interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap karakteristik mutu pati ubi pada rendemen dan uji perbandingan jamak warna (derajat putih), sementara itu karakteristik mutu pati ubi gadung tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu, kadar air, kadar pati, kadar amilosa dan kadar amilopektin. Pati dengan perlakuan perendaman dalam larutan NaCl 10 % serta perbandingan air dan ubi gadung 6 : 1 dengan karakteristik mutu pati ubi gadung terbaik yaitu, memiliki rendemen 17,17 % dan uji perbandingan jamak warna 4,95 % (sama putihnya dari tepung tapioka), kadar abu 0,18 %, kadar air 5,46 %, kadar pati 45,91 %, kadar amilosa 0,17 % dan kadar amilopektin 45,74 % Kata kunci : NaCl, rasio air, pati, ubi gadung.
(4)
iv
Ni Luh Desi Rastiyati. 1211205040. 2016. The Effect of NaCl concentration and the ratio of water to the Quality Characteristics Starch Materials Tuber Gadung (Dioscorea HispidaDennst). Di bawah bimbingan Ir. Amna Hartiati, MP. dan Prof. Dr. Ir. Bambang Admadi H, MP.
ABSTRACT
This study aims to 1) know the effect of NaCl concentration and the ratio of water to the material of the quality characteristics of potato tuber gadung, 2) knowing the quality characteristics of best potato tuber gadung made from the effect of NaCl concentration and the ratio of water to material. This study uses a randomized block design factorial design. The first factor is the soaking using NaCl solution that consists of three levels: NaCl 0%, NaCl 5%, NaCl 10% and the second factor is ratio of water and tuber gadung peel which consists of 3 levels: 2: 1, 4: 1, 6 : 1,. Each treatment was divided into two by the time of implementation. Variables observed were yield, ash content, moisture content, starch content, amylose content, amylopectin content and multiple comparison test colors. Determining the best treatment is done by testing the effectiveness index. The effect of NaCl concentration and the ratio of water to material and their interactions very significant effect on the quality characteristics of starch tuber on the yield and comparison plural color test (Degrees white), while the quality characteristics of starch tuber gadung not significantly affect the ash content, moisture content, starch content, levels of amylose and amylopectin content. Starch with soaking treatment in 10% NaCl solution and ratio of water and tuber gadung 6: 1 with the quality characteristics of the best gadung starch tuber is, has a yield of 17.17% and a comparison plural color test 4.95% (equal whiteness of R), levels ash 0.18%, the water content of 5.46%, 45,91% starch content, amylose content was 0.17% and 45,74% amylopectin content
(5)
v
RINGKASAN
Indonesia merupakan daerah tropis, sehingga banyak tumbuh tanaman berumbi yang merupakan sumber karbohidrat terutama pati. Pati untuk industri biasanya diperoleh dari umbi (ubi gadung, ubi jalar, dan ubi kayu), dan serelia (gandum, jagung, beras, dan sebagainya). Gadung (Dioscorea hispida Dennst) merupakan tanaman berubi yang belum banyak dimanfaatkan, seperti halnya ubi tanaman lain maka ubi gadung kemungkinan juga dapat digunakan sebagai altrenatif sumber pati. Tanaman ini seperti halnya jenis ubi yang lain mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi, sehingga ubi gadung sangat potensial sebagai sumber karbohidrat non beras.
Gadung (Dioscore hispida Dennst) merupakan tanaman ubi – ubian yang belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber pangan. Selama ini gadung dimanfaatkan oleh masyarakat terbatas hanya diolah sebagai kerupuk. Sementara potensi gadung cukup prospektif untuk dikembangkan karena mengadung karbohidrat yang cukup tinggi. Kandungan karbohidrat pada gadung sekitar 29,7 gram dalam setiap 100 gram gadung segar. Permasalahan penelitian sebelumnya (Hartiati dan Yoga, 2015), pati gadung yang dihasilkan mempunyai rendemen yang rendah yaitu 8% dengan warna pati yang masih kuning kecoklatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui pengaruh konsentrasi NaCl dan rasio air dengan bahan terhadap karakteristik mutu pati ubi gadung serta mengetahui pada perlakuan konsentrasi NaCl dan ratio air dengan bahan manakah didapatkan karakteristik mutu pati ubi gadung terbaik.
(6)
vi
Penelitian ini merupakan percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah P1 = konsentrasi NaCl 0% selama 10 menit, P2 = konsentrasi NaCl 5% selama 10 menit dan P3 = konsentrasi NaCl selama 10 menit. Faktor kedua adalah perbandingan rasio air dengan bahan A1 = 2 : 1, A2 = 4 : 1, dan A3 = 6 : 1. Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak 2 kali sehingga diperoleh 18 unit percobaan apabila berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan.
Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi : rendemen, kadar abu, kadar air, kadar pati dengan metode Nelson-Somogyi, kadar amilosa, kadar amilopektin, uji perbandingan jamak terhadap warna (Soekarto, 1985), dan uji efektifitas (De Garmoet al., 1984).
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi NaCl dan rasio air dengan bahan serta interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap karakteristik mutu pati ubi pada rendemen dan uji perbandingan jamak warna (derajat putih), sementara itu karakteristik mutu pati ubi gadung tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu, kadar air, kadar pati, kadar amilosa dan kadar amilopektin. Pati dengan konsentrasi NaCl 10% dan rasio air dengan bahan 6 : 1 dengan karakteristik mutu pati ubi gadung terbaik yaitu, memiliki rendemen 17,17% dan uji perbandingan jamak warna 4,95% (sama putihnya dari R), kadar abu 0,18%, kadar air 5,46%, kadar pati 45,91%, kadar amilosa 0,17% dan kadar amilopektin 45,74%.
(7)
(8)
viii
RIWAYAT HIDUP
Ni Luh Desi Rastiyati dilahirkan di Desa Medahan pada 06 Desember 1993. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan I Made Sadra dan Ni Made Senih Parida.
Penulis memulai pendidikan di SDN 1 Medahan pada tahun 2000 dan menyelesaikannya pada tahun 2006, lalu melanjutkan pendidikan di SMPN 2 Blahbatuh dan menyelesaikannya pada tahun 2009. Pada tahun 2012 penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Blahbatuh. Melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) penulis diterima menjadi mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana tahun 2012 dan masuk pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian.
Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan baik sebagai panitia pelaksanaan maupun sebagai panitia pengarah. Penulis juga aktif dalam organisasi kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian.
(9)
ix
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya, tugas akhir yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi NaCl Dan Rasio Air Dengan Bahan Terhadap Karakteristik Mutu Pati Ubi Gadung (Dioscorea hispida Dennst)” dapat terselesaikan dengan baik.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.
Penulis telah mendapatkan banyak bantuan, doa dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ir. Amna Hartiati, MP. Dan Prof Dr. Ir. Bambang Admadi H, MP. selaku dosen pembimbing I dan II yang telah banyak memberi bimbingan, arahan, saran, dan masukan pada penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ir. Dewa Gede Mayun Permana, M.S. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.
3. Ibu Ir. Amna Hartiati, MP. selaku Ketua Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.
4. Keluarga tercinta yang telah banyak memberikan dukungan moral maupun material, motivasidan doa dalam penyelesaian tugas akhir ini.
5. I Dewa Kadek Dwi Naro Sigito yang memotivasi dan membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini.
(10)
x
6. I Made Agus Sanjaya teman spesial yang selalu menemani dan menyemangati penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini.
7. Bapak/Ibu dosen, Kepala Laboran beserta staf, seluruh pegawai Fakultas Teknologi Pertanian,
8. Teman-teman angkatan 2012, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis.
Tentunya apa yang penulis kemukakan dalam skripsi ini sangat terbatas dan belumlah sempurna. Maka dari itu, penulis mohon saran maupun kritik yang bertujuan memperbaiki dan bersifat membangun dari pembaca sekalian yang nantinya dapat berguna bagi penyempurnaan skripsi ini.
Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Bukit Jimbaran,
(11)
xi
DAFTAR PUSTAKA
JUDUL ... i
HALAMAN PERSYARATAN ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT... iv
RINGKASAN ...v
HALAMAN PENGESAHAN... vii
RIWAYAT HIDUP... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...xv
I PENDAHULUAN ...1
1.1 Latar Belakang ...1
1.1 Perumusan Masalah ...2
1.4 Hipotesis ...3
1.4 Tujuan Penelitian ...3
1.5 Manfaat ...3
II TINJAUAN PUSTAKA ...4
2.1 Ubi Gadung...4
2.2 Pati ...5
2.2.1 Amilosa ...8
2.2.2 Amilopektin ...9
2.3 Pembuatan Pati...10
2.4 Pencegahan Pencoklatan ...11
2.4.1 Perendaman NaCl ...12
2.4.2 Rasio Air Dengan Bahan ...13
III METODE PENELITIAN...15
(12)
xii
3.2 Alat dan Bahan...15
3.2.1 Alat ...15
3.2.2 Bahan ...15
3.3 Rancangan Percobaan ...15
3.4 Pelaksanaan Penelitian...16
3.5 Variabel yang Diamati ...17
3.5.1 Rendemen ...17
3.5.2 Kadar Abu ...17
3.5.3 Kadar Air ...18
3.5.4 Kadar Pati ...20
3.5.5 Kadar Amilosa dan Amilopektin...21
3.5.6 Uji Perbandingan Jamak Terhadap Warna ...22
3.5.7 Uji Efektivitas...24
IV HASIL DAN PEMBAHASAN...25
4.1 Rendemen ...25
4.2 Kadar Abu ...26
4.3 Kadar Air ...27
4.4 Kadar Pati...28
4.5 Kadar Amilosa ...29
4.6 Kadar Amilopektin...30
4.7 Uji Perbandingan Jamak Warna...31
4.8 Uji Efektivitas ...32
V PENUTUP...33
5.1 Kesimpulan ...33
5.2 Saran ...33
(13)
xiii
DAFTAR TABEL
1. Komposisi Gizi Gadung...5
2. Syarat Mutu Tepung Tapioka ...10
3. Skor Uji Perbandingan Jamak Warna ...23
4. Nilai Rata–Rata Rendemen (%) Pati Ubi Gadung ...25
5. Nilai Rata–Rata Kadar Abu (%) Pati Ubi Gadung ...26
6. Nilai Rata–Rata Kadar Air (%) Pati Ubi Gadung ...27
7. Nilai Rata–Rata Kadar Pati (%) Pati Ubi Gadung ...29
8. Nilai Rata–Rata Kadar Amilosa (%) Pati Ubi Gadung...29
9. Nilai Rata–Rata Kadar Amilopektin (%) Pati Ubi Gadung ...30
(14)
xiv
DAFTAR GAMBAR
1. Tanaman Ubi Gadung ...5
2. Ubi Gadung ...5
3. Rumus Bangun Amilosa ...9
4. Rumus Bangun Amilopektin...9
5. Diagram Alir Pembuatan Pati Ubi Gadung...14
(15)
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuisioner Uji Duo Trio ...38
2. Kuisioner Uji Perbandingan Jamak Warna ...39
3. Kuisioner Uji Efektivitas...41
4. Rendemen Pati Ubi Gadung (%)...42
5. Kadar Abu Pati Ubi Gadung (%) ...48
6. Kadar Air Pati Ubi Gadung (%)...52
7. Kadar Pati Ubi Gadung (%) ...56
8. Kadar Amilosa Pati Ubi Gadung (%) ...62
9. Kadar Amilopektin Pati Ubi Gadung (%) ...67
10. Uji Perbandingan Jamak Warna Pati Ubi Gadung (%)...72
11. Hasil Pengujian Efektivitas ...75
(16)
1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan daerah tropis, sehingga banyak tumbuh tanaman ubi ubian yang merupakan sumber karbohidrat terutama pati. Pati untuk industri biasanya diperoleh dari ubi (ubi gadung, ubi jalar, dan ubi kayu), dan serelia (gandum, jagung, beras, dan sebagainya). Gadung (Dioscoreahispida Dennst) merupakan tanaman ubi yang belum banyak dimanfaatkan, seperti halnya ubi tanaman lain maka ubi gadung kemungkinan juga dapat digunakan sebagai altrenatif sumber pati. Tanaman ini seperti halnya jenis ubi yang lain mempunyai kandungan karbohidrat, sehingga ubi gadung sangat potensial sebagai sumber karbohidrat non beras.
Gadung (Dioscorehispida Dennst) merupakan tanaman ubi ubian yang belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber pangan. Selama ini gadung dimanfaatkan oleh masyarakat terbatas hanya diolah sebagai kerupuk. Sementara potensi gadung cukup prospektif untuk dikembangkan karena mengadung karbohidrat yang cukup tinggi. Kandungan karbohidrat pada gadung sekitar 29,7 gram dalam setiap 100 gram gadung segar.
Permasalahan penelitian sebelumnya (Hartiatidan Yoga, 2015), pati gadung yang dihasilkan mempunyai rendemen yang rendah yaitu 8% dengan warna pati yang masih kuning kecoklatan. Penelitian ini akan dilakukan perbaikan proses pembuatan pati agar didapat rendemen yang lebih tinggi dengan warna pati yang lebih putih.
(17)
2 Fungsi perendaman larutan NaCl 5% pada proses pembuatan pati suweg adalah untuk mencegah terjadinya pencoklatan dan penyeragaman warna, dan memperpanjang masa simpan pati yang dihasilkan (Syafii, 1981).
Penelitian yang dilakukan oleh (Hartiati dan Yoga, 2014), pada pembuatan pati ubi talas dilakukan dengan ubi talas dan air 1 : 1 dan penelitian (Widiawan, 2012) dengan perbandingan 1 : 4. Beberapa penelitian sebelumnya tentang perlakuan pendahuluan pada pembuatan tepung adalah (Agus, 2010) yaitu pembuatan tepung ganyong. Pada penelitian tersebut dilakukan perendaman dalam larutan dengan konsentrasi NaCl 5% selama 10 menit untuk mendapatkan warna tepung ganyong yang lebih cerah, sedangkan pembuatan tepung talas dilakukan proses perendaman menggunakan larutan dengan konsentrasi NaCl 10% selama 1 jam (Windaet al, 2012)
Berdasarkan penelitian tersebut maka akan dilakukan pembuatan pati ubi gadung dengan perlakuan pendahuluan menggunakan perendaman dengan konsentrasi NaCl 5% selama 10 menit dan konsentrasi NaCl 10% selama 10 menit, dan rasio air dengan bahan (2 : 1), (4: 1) dan (6 : 1).
1.2 Perumusan Masalah
1) Bagaimana pengaruh konsentrasi NaCl dan rasio air dengan bahan terhadap karakteristik mutu pati ubi gadung?
2) Pada konsentrasi NaCl dan rasio air dengan bahan manakah didapatkan karakteristik mutu pati ubi gadung terbaik ?
(18)
3 1.3 Hipotesis
1) Pada konsentrasi NaCl dan rasio air dengan bahan berpengaruh terhadap karakteristik mutu pati ubi gadung.
2) Pada konsentrasi NaCl dan rasio air dengan bahan tertentu didapatkan karakteristik mutu pati terbaik.
1.4 Tujuan Penelitian
1) Mengetahui konsentrasi NaCl dan rasio air dengan bahan terhadap karakteristik mutu pati ubi gadung.
2) Mengetahui pada konsentrasi NaCl dan rasio air dengan bahan manakah didapatkan karakteristik mutu pati ubi gadung terbaik.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi dan informasi ilmiah mengenai pengaruh konsentrasi NaCl dan rasio air dengan bahan terhadap karakteristik mutu pati ubi gadung.
(19)
4
II ✁INJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Gadung
Ubi gadung merupakan salah satu jenis tanaman ubi-ubian yang tumbuh liar dihutan- hutan, pekarangan, maupun perkebunan (Harijono dan Erryana, 2008). Gadung merupakan perdu memanjat yang tingginya dapat mencapai 5-10m. Batangnya bulat, berbulu dan berduri yang tersebar di sepanjang batang dan tangkai daun. Ubinya bulat diliputi rambut akar yang besar dan kaku, kulit ubi berwarna gading atau coklat muda, daging ubinya berwarna putih gading atau kuning. Ubinya muncul dekat permukaan tanah. Dapat dibedakan dari jenis-jenis
dioscorea lainnya karena daunnya merupakan daun majemuk terdiri dari 3 helai daun. Bunga tersusun dalam ketiak daun, berbulit, berbulu dan jarang sekali dijumpai (Rukmana, 2001). Ubi gadung merupakan salah satu sumber pangan berkarbohidrat tinggi 23,5 g. Karbohidrat dalam gadung didominasi oleh pati. Secara taksonomi gadung dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae Plants
Subkingdom : Tracheobionta Vascular plants Superdivision : Spermatophyta Seed plants Division : Magnoliophyta Flowering plants
Class : Liliopsida Monocotyledons
Subclass : Liliidae
Ordo : Dioscoreales
Family : Dioscoreaceae Yam family
(20)
5 Species :Dioscorea hispidaDennst. intoxicating yam
Nama binomial :Dioscorea hispida Dennst.
Gambar 1.Tanaman Gadung Gambar 2. Ubi Gadung
Komposisi zat yang terkandung dalam 100 g gadung, Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996), dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Komposisi Gizi Gadung (per 100 gram berat dapat dimakan)
Komponen Jumlah
Kalori 102 kkal
Protein 0,9 g
Lemak 0,3 g
Karbohidrat 23,5 g
Serat kasar 2,1 g
Kadar abu 0,9 g
Air 74,4 g
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996)
✂ ✄✂ P☎✆✝
Starch atau pati merupakan polisakarida hasil sintesis dari tanaman hijau melalui proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal bergranula yang tidak larut dalam air pada temperatur ruangan yang memiliki ukuran dan bentuk tergantung pada jenis tanamannya.
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik, yang banyak terdapat pada tumbuhan terutama pada biji bijian dan ubi ubian.
(21)
6 Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai atom karbonnya, serta lurus atau bercabang.
Bentuk pati secara alami seperti butiran-butiran kecil yang sering disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi (Hill dan Kelley, 1942). Selain ukuran granula karakteristik lain adalah bentuk, keseragaman granula, lokasi hilum, serta permukaan granulanya (Hodge dan Osman, 1976).
Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan material antara seperti, protein dan lemak (Bank dan Greenwood, 1975). Umumnya pati mengandung 15 30% amilosa, 70 85% amilopektin dan 5 10% material antara. Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat sifat botani sumber pati tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa pati biji bijian mengandung bahan antara yang lebih besar dibandingkan pati batang dan pati ubi (Greenwood, 1975).
Sumber pati utama di Indonesia adalah beras disamping itu dijumpai beberapa sumber pati lainnya yaitu ; jagung, kentang, tapioka, sagu, gandum, dan lain-lain. Sifat birafringence dari granula pati adalah sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop terlihat hitam-putih. Pada waktu granula mulai pecah sifatbirafringenceini akan hilang.
Kisaran suhu yang menyebabkan 90% butir pati dalam air panas membengkak sedemikian rupa sehingga tidak kembali ke bentuk normalnya disebut Birefringence End Point Temperature atau disingkat BEPT (Winarno, 1984). Dalam keadaan murni granula pati berwarna putih, mengkilat, tidak berbau dan tidak berasa. Secara mikroskopik terlihat bahwa granula pati dibentuk oleh
(22)
7 molekul-molekul yang membentuk lapisan tipis yang tersusun terpusat. Granula pati bervariasi dalam bentuk dan ukuran, ada yang berbentuk bulat, oval, atau bentuk tak beraturan demikian juga ukurannya, mulai kurang dari 1 mikron sampai 150 mikron ini tergantung sumber patinya.
Pati digunakan sebagai pengental dan penstabil dalam makanan. Pati alami (native) menyebabkan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan retrogradasi, kestabilan rendah, dan ketahanan pasta yang rendah. Hal tersebut menjadi alasan dilakukan modifikasi pati (Fortuna et al, 2001). Pati memegang peranan penting dalam industri pengolahan pangan secara luas juga dipergunakan dalam industri seperti kertas, lem, tekstil, lumpur pemboran, permen, glukosa, dekstrosa, sirop fruktosa, dan lain-lain. Dalam perdagangan dikenal dua macam pati yaitu pati yang belum dimodifikasi dan pati yang telah dimodifikasi.
Pati yang belum dimodifikasi atau pati biasa adalah semua jenis pati yang dihasilkan dari pabrik pengolahan dasar misalnya tepung tapioka. Pati alami seperti tapioka, pati jagung, sagu dan pati-patian lain mempunyai beberapa kendala jika dipakai sebagai bahan baku dalam industri pangan maupun nonpangan. Jika dimasak pati membutuhkan waktu yang lama (hingga butuh energi tinggi), juga pasta yang terbentuk keras dan tidak bening. Disamping itu sifatnya terlalu lengket dan tidak tahan perlakuan dengan asam. Kendala kendala tersebut menyebabkan pati alami terbatas penggunaannya dalam industri. Padahal sumber dan produksi pati-patian di negara kita sangat berlimpah, yang terdiri dari tapioka (pati singkong), pati sagu, pati beras, pati ubi-ubian selain singkong, pati buah-buahan (misalnya pati pisang) dan banyak lagi sumber pati yang belum diproduksi secara komersial.
(23)
8 Pati termodifikasidapat dilakukan dengan cara memotong struktur molekul, menyusun kembali struktur molekul, oksidasi, atau melakukan substitusi gugus kimia pada molekul pati (Wurzburg, 1989). Modifikasi tapioka sudah banyak dilakukan dengan berbagai metode, seperti asilasi dan pragelatinisasi pati dengan asam stearat untuk matriks flavor (Varavinitet al,2001), asilasi pati dengan asam propionat dicampur dengan poliester poliuretan untuk dijadikan film (Santayonan dan Wootthikanokkhan 2003), hidrolisis dengan HCl untuk memperoleh tingkat kristal yang tinggi (Atichokudomchai et al, 2001, 2002), hidrolisis dengan HCl dan reaksi silang dengan natrium trimetafosfat untuk pembuatan tablet (Atichokudomchai dan Varavinit 2003), reaksi silang dengan fosfor oksiklorida (Khatijah 2000), dekstrin, seperti K4484 yang merupakan dekstrin tapioka, serta pati termodifikasi (seperti flomax 8) untuk dijadikan matriks (National Starch 2005).
✞ ✟✞ ✟✠ A✡ ☛☞✌✍ ✎
Kadar amilosa yaitu banyaknya amilosa yang terdapat di dalam granula pati. Amilosa sangat berperan pada saat proses gelatinisasi dan lebih menentukan karakteristik pasta pati. Pati yang memiliki amilosa yang tinggi mempunyai kekuatan ikatan hydrogen yang lebih besar karena jumlah rantai lurus yang besar dalam granula, sehingga membutuhkan energi yang besar untuk gelatinisasi (Sunarti et al, 2007). Amilosa memiliki kemampuan membentuk kristal karena struktur rantai polimernya yang sederhana (Taggart, 2004). Strukturnya yang sederhana ini dapat membentuk interaksi molesular yang kuat. Interaksi ini terjadi pada gugus hidroksil molekul amilosa.
(24)
9
Gambar 3. Rumus Bangun Amilosa (Hart 1987)
✏ ✑✏ ✑✏ A✒ ✓✔✕✖✗✘t✓✙
Amilopektin merupakan polisakarida bercabang bagian dari pati, terdiri atas molekul molekul glukosa yang terikat satu sama lain melalui ikatan 1,4-glikosidik dengan percabangan melalui ikatan 1,6-1,4-glikosidik pada setiap 20-25 unit molekul glukosa. Amilopektin dengan iodium memberikan warna ungu hingga merah atau asam dilakukan oleh asam atau enzim. Jika pati dipanaskan dengan asam akan terurai menjadi molekul molekul yang lebih kecil secara berurutan dan hasilnya adalah glukosa (Lehninger, 1998). Pada dasarnya, struktur amilopektin sama seperti amilosa, yaitu terdiri dari rantai pendek -(1,4)- D-glukosa dalam jumlah yang besar. Perbedaanya ada pada tingkat percabangan yang tinggi dengan ikatan -(1,6)-D-glukosa dan bobot molekul yang besar. Amilopektin juga dapat membentuk kristal, tetapi tidak sereaktif amilosa. Hal ini terjadi karena adanya rantai percabangan yang menghalangi terbentuknya kristal (Taggart 2004).
(25)
10 Tabel 2. Syarat Mutu Tepung Tapoika menurut SNI 01-3451-2011
NO KRITERIA UJI SATUAN PERSYARATA
N
1. Keadaan
1.1 Bentuk - Serbuk halus
1.2 Bau - Normal
1.3 Warna - Putih,khas tapioka
2. Kadar air (b/b) % Maks 14,0
3. Kadar abu (b/b) % Maks. 0,50
4. Serat kasar (b/b) % Maks. 0,40
5. Kadar pati (b/b) % Min. 75
6. Derajat Putih (MgO=100) - Min. 91
7. Derajat Asam mL NaOH 1 N/100g Maks. 4
8. Cemaran Logam
8.1 Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,2
8.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,25
8.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0
8.4 Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,05
9. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,5
10. Cemaran mikroba
10.1 Angka lempeng total (35oC
48 jam) Koloni/g Maks. 1 x 106
10.2 Escherichia coli APM/g Maks. 10
10.3 Bacillus cereus Koloni/g < 1 x 104
10.4 Kapang Koloni/g Maks.1 x 104
Sumber : SNI 01-3451-2011
✚ ✛✜ P✢✣buatan Pati
Gadung (Dioscorea hispida Dennst) merupakan tanaman pangan yang berasal dari India dan Cina Selatan. Ubi gadung hingga saat ini hanya diolah menjadi ceriping dan tepung, namun belum dipasarkan secara luas.
Kawasan Asia tropis ubi gadung merupakan bahan makanancadangan pada saat paceklik. Senyawa alkaloida dioscorin merupakan senyawa racun yang terdapat pada ubi cukup tinggi. Diperlukan keahlian dan waktu yang cukup lama untuk mempersiapkan ubi tersebut sebagai bahan pangan, dengan cara seperti ubi diiris tipis tipis, dicuci dengan air segar atau direbus beberapa kali dengan air garam, atau direndam dalam air mengalir. Ubinya dapat diekstrak menjadi tepung
(26)
11 dan digunakan untuk berbagai keperluan industri dan masakan. Kadang kala tumbukan dan air rebusan ubinya digunakan secara eksternal sebagai antiseptik (Gaman dan Sherrington, 1992). Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan pati adalah baskom, lap, saringan, tempeh, blander, garam, dan air dengan langkah pembuatan pati sebagai berikut :
Ubi gadung dikupas dari kulitnya kemudian dicuci menggunakan air. Ubi gadung yang sudah bersih kemudian dilakukan proses penghalusan hinggan ubi gadung menjadi bubur, dari hasil parutan ubi gadung lalu dilakukan proses pemerasan sehingga didapat filtrate. Hasil dari pemerasan berupa filtrat kemudian dilakukan proses penyaringan. Setelah proses penyaringan kemudian hasil dari penyaringan diendapkan, selama 12 jam dan dilakukan proses penirisan. Hasil dari penirisan yang berupa endapan atau pati basah kemudian dilakukan proses pengeringan sehingga didapatkan pati kering. Setelah didapatkan pati kering kemudian pati diblander hingga halus. Hasil penumbukan pati gadung kering dilakukan proses pengayakan (80 mesh). Setelah dilakukan proses pengayakan maka tepung pati ubi gadung yang sudah kering siap diolah menjadi berbagai macam olahan. Dapat dilihat pada Gambar 5.
✤ ✥✦ P✧★cegahan Pencoklatan
Reaksi pencoklatan dapat terjadi melalui dua proses yaitu proses pencoklatan enzimatik, disebabkan adanya enzim PPO dan tirosin yang berperan sebagai substrat sedangkan proses non enzimatis disebabkan karena reaksi Meillard, karamelisasi atau oksidasi asam askorbat (Richardson, 1983). Proses pencoklatan yang terjadi akan mengurangi kualitas produk dan menurunkan minat konsumen (Friedman,1990).
(27)
12 Perendaman akan mencegah reaksi maillard, sehingga semakin lama perendaman akan meningkatkan nilai derajat putih pati. Reaksi maillard (pencoklatan non enzimatis) merupakan reaksi yang melibatkan gugus karbonil dan gugus anin (Winarno, 1992). Salah satu cara untuk mencegah terjadinya pencoklatan dilakukan dengan cara menghambat atau memblokir reaksi antara gugus karbonil atau gula pereduksi dengan gugus amina dengan melakukan perendaman, sehingga sengat efektif untuk mencegah terjadinya perubahan derajat putih, (Fenyet al,2013).
Pencoklatan ini dapat terjadi akibat aktivitas enzim oksidase dalam jaringan yang hancur (Desrosier, 1988) dan konversi klorofil menjadi feofitin akibat proses pengeringan (Fennema, 1976). Pencoklatan pada pengeringan dapat dicegah dengan melakukan inaktivasi sistem enzim. Inaktivasi sistem enzim ini dilakukan dengan cara blansing pada air mendidih atau uap air dengan waktu 1-3 menit untuk sayuran daun (Desrosier, 1988) atau sampai uji peroksidase menunjukkan nilai negatif enzim peroksidase.
✩ ✪✫ ✪✬ P✭✮✭✯daman NaCl
Perendaman adalah proses pemasukan bahan ke dalam air atau larutan hingga bahan tenggelam. Lamanya perendaman menyebabkan terjadinya kerusakan sel pada bahan dan mempengaruhi permeabilitas sel bahan. Hal ini memungkinkan air dapat keluar dari dalam sel akibatnya tekstur bahan menjadi lunak dan berpori. Keadaan ini menyebabkan penguapan air selama proses pengeringan menjadi semakin mudah. Semakin lama perendaman maka permeabilitas membran sel bahan semakin terganggu akibatnya air yang keluar semakin banyak sehingga dihasilkan kadar air yang lebih rendah (Ridal, 2003).
(28)
13 Natrium Klorida (NaCl) adalah garam yang paling berperan penting dalam salinitas laut dan dalam cairan ekstraselular dari banyak organism multiselular. Garam sangat umum digunakan sebagai bumbu makanan dan pengawet. Natrium Klorida adalah garam yang berbentuk kristal atau bubuk berwarna putih. NaCl dapat larut didalam air tetapi tidak dapat larut didalam alkohol. Perendaman dalam larutan NaCl mengakibatkan warna semakin mendekati putih disebabkan ion Na dalam NaCl berikatan dengan gugus OH fenol sehingga tidak terbentuk kiunon yang berwarna coklat.
✰ ✱✲ ✱✰ Rasio Air Dengan Bahan
Air merupakan senyawa kimia yang terdiri dari senyawa hidrogen (H2) dan
senyawa oksigen (O2). Air memiliki banyak fungsi dalam kehidupan sehari hari
contohnya dalam industri, pembuatan pati sangat membutuhkan air baik untuk membersihkan ataupun perendaman. Banyaknya jumlah air dalam perendaman akan mempengaruhi luas kontak pada bahan sehingga distribusi perendaman dalam air ke kebahan akan semakin besar. Meratanya distribusi perendaman dalam air kebahan akan memperbesar rendemen yang dihasilkan, sehingga komponenpati ubi dan air akan terdifusi secara sempurna (Jayanuddin et al,
(29)
14
Gambar 5. Diagram alir pembuatan pati ubi gadung (Puriartini, 2011) Pemerasan
Penyaringan Pengendapan
Penirisan Pengeringan Penumbukan Pengayakan Pati Ubi Gadung
Pengupasan Pencucian Pemarutan Air
(1)
Gambar 3. Rumus Bangun Amilosa (Hart 1987) ✏ ✑✏ ✑✏ A✒ ✓✔✕✖✗✘t✓✙
Amilopektin merupakan polisakarida bercabang bagian dari pati, terdiri atas molekul molekul glukosa yang terikat satu sama lain melalui ikatan 1,4-glikosidik dengan percabangan melalui ikatan 1,6-1,4-glikosidik pada setiap 20-25 unit molekul glukosa. Amilopektin dengan iodium memberikan warna ungu hingga merah atau asam dilakukan oleh asam atau enzim. Jika pati dipanaskan dengan asam akan terurai menjadi molekul molekul yang lebih kecil secara berurutan dan hasilnya adalah glukosa (Lehninger, 1998). Pada dasarnya, struktur amilopektin sama seperti amilosa, yaitu terdiri dari rantai pendek -(1,4)- D-glukosa dalam jumlah yang besar. Perbedaanya ada pada tingkat percabangan yang tinggi dengan ikatan -(1,6)-D-glukosa dan bobot molekul yang besar. Amilopektin juga dapat membentuk kristal, tetapi tidak sereaktif amilosa. Hal ini terjadi karena adanya rantai percabangan yang menghalangi terbentuknya kristal (Taggart 2004).
(2)
Tabel 2. Syarat Mutu Tepung Tapoika menurut SNI 01-3451-2011
NO KRITERIA UJI SATUAN PERSYARATA
N
1. Keadaan
1.1 Bentuk - Serbuk halus
1.2 Bau - Normal
1.3 Warna - Putih,khas tapioka
2. Kadar air (b/b) % Maks 14,0
3. Kadar abu (b/b) % Maks. 0,50
4. Serat kasar (b/b) % Maks. 0,40
5. Kadar pati (b/b) % Min. 75
6. Derajat Putih (MgO=100) - Min. 91
7. Derajat Asam mL NaOH 1 N/100g Maks. 4
8. Cemaran Logam
8.1 Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,2
8.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,25
8.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0
8.4 Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,05
9. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,5
10. Cemaran mikroba
10.1 Angka lempeng total (35oC
48 jam) Koloni/g Maks. 1 x 106
10.2 Escherichia coli APM/g Maks. 10 10.3 Bacillus cereus Koloni/g < 1 x 104
10.4 Kapang Koloni/g Maks.1 x 104
Sumber : SNI 01-3451-2011 ✚ ✛✜ P✢✣buatan Pati
Gadung (Dioscorea hispida Dennst) merupakan tanaman pangan yang berasal dari India dan Cina Selatan. Ubi gadung hingga saat ini hanya diolah menjadi ceriping dan tepung, namun belum dipasarkan secara luas.
Kawasan Asia tropis ubi gadung merupakan bahan makanancadangan pada saat paceklik. Senyawa alkaloida dioscorin merupakan senyawa racun yang terdapat pada ubi cukup tinggi. Diperlukan keahlian dan waktu yang cukup lama untuk mempersiapkan ubi tersebut sebagai bahan pangan, dengan cara seperti ubi diiris tipis tipis, dicuci dengan air segar atau direbus beberapa kali dengan air garam, atau direndam dalam air mengalir. Ubinya dapat diekstrak menjadi tepung
(3)
dan digunakan untuk berbagai keperluan industri dan masakan. Kadang kala tumbukan dan air rebusan ubinya digunakan secara eksternal sebagai antiseptik (Gaman dan Sherrington, 1992). Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan pati adalah baskom, lap, saringan, tempeh, blander, garam, dan air dengan langkah pembuatan pati sebagai berikut :
Ubi gadung dikupas dari kulitnya kemudian dicuci menggunakan air. Ubi gadung yang sudah bersih kemudian dilakukan proses penghalusan hinggan ubi gadung menjadi bubur, dari hasil parutan ubi gadung lalu dilakukan proses pemerasan sehingga didapat filtrate. Hasil dari pemerasan berupa filtrat kemudian dilakukan proses penyaringan. Setelah proses penyaringan kemudian hasil dari penyaringan diendapkan, selama 12 jam dan dilakukan proses penirisan. Hasil dari penirisan yang berupa endapan atau pati basah kemudian dilakukan proses pengeringan sehingga didapatkan pati kering. Setelah didapatkan pati kering kemudian pati diblander hingga halus. Hasil penumbukan pati gadung kering dilakukan proses pengayakan (80 mesh). Setelah dilakukan proses pengayakan maka tepung pati ubi gadung yang sudah kering siap diolah menjadi berbagai macam olahan. Dapat dilihat pada Gambar 5.
✤ ✥✦ P✧★cegahan Pencoklatan
Reaksi pencoklatan dapat terjadi melalui dua proses yaitu proses pencoklatan enzimatik, disebabkan adanya enzim PPO dan tirosin yang berperan sebagai substrat sedangkan proses non enzimatis disebabkan karena reaksi Meillard, karamelisasi atau oksidasi asam askorbat (Richardson, 1983). Proses pencoklatan yang terjadi akan mengurangi kualitas produk dan menurunkan minat konsumen (Friedman,1990).
(4)
Perendaman akan mencegah reaksi maillard, sehingga semakin lama perendaman akan meningkatkan nilai derajat putih pati. Reaksi maillard (pencoklatan non enzimatis) merupakan reaksi yang melibatkan gugus karbonil dan gugus anin (Winarno, 1992). Salah satu cara untuk mencegah terjadinya pencoklatan dilakukan dengan cara menghambat atau memblokir reaksi antara gugus karbonil atau gula pereduksi dengan gugus amina dengan melakukan perendaman, sehingga sengat efektif untuk mencegah terjadinya perubahan derajat putih, (Fenyet al,2013).
Pencoklatan ini dapat terjadi akibat aktivitas enzim oksidase dalam jaringan yang hancur (Desrosier, 1988) dan konversi klorofil menjadi feofitin akibat proses pengeringan (Fennema, 1976). Pencoklatan pada pengeringan dapat dicegah dengan melakukan inaktivasi sistem enzim. Inaktivasi sistem enzim ini dilakukan dengan cara blansing pada air mendidih atau uap air dengan waktu 1-3 menit untuk sayuran daun (Desrosier, 1988) atau sampai uji peroksidase menunjukkan nilai negatif enzim peroksidase.
✩ ✪✫ ✪✬ P✭✮✭✯daman NaCl
Perendaman adalah proses pemasukan bahan ke dalam air atau larutan hingga bahan tenggelam. Lamanya perendaman menyebabkan terjadinya kerusakan sel pada bahan dan mempengaruhi permeabilitas sel bahan. Hal ini memungkinkan air dapat keluar dari dalam sel akibatnya tekstur bahan menjadi lunak dan berpori. Keadaan ini menyebabkan penguapan air selama proses pengeringan menjadi semakin mudah. Semakin lama perendaman maka permeabilitas membran sel bahan semakin terganggu akibatnya air yang keluar semakin banyak sehingga dihasilkan kadar air yang lebih rendah (Ridal, 2003).
(5)
Natrium Klorida (NaCl) adalah garam yang paling berperan penting dalam salinitas laut dan dalam cairan ekstraselular dari banyak organism multiselular. Garam sangat umum digunakan sebagai bumbu makanan dan pengawet. Natrium Klorida adalah garam yang berbentuk kristal atau bubuk berwarna putih. NaCl dapat larut didalam air tetapi tidak dapat larut didalam alkohol. Perendaman dalam larutan NaCl mengakibatkan warna semakin mendekati putih disebabkan ion Na dalam NaCl berikatan dengan gugus OH fenol sehingga tidak terbentuk kiunon yang berwarna coklat.
✰ ✱✲ ✱✰ Rasio Air Dengan Bahan
Air merupakan senyawa kimia yang terdiri dari senyawa hidrogen (H2) dan senyawa oksigen (O2). Air memiliki banyak fungsi dalam kehidupan sehari hari contohnya dalam industri, pembuatan pati sangat membutuhkan air baik untuk membersihkan ataupun perendaman. Banyaknya jumlah air dalam perendaman akan mempengaruhi luas kontak pada bahan sehingga distribusi perendaman dalam air ke kebahan akan semakin besar. Meratanya distribusi perendaman dalam air kebahan akan memperbesar rendemen yang dihasilkan, sehingga komponenpati ubi dan air akan terdifusi secara sempurna (Jayanuddin et al, 2014).
(6)
Gambar 5. Diagram alir pembuatan pati ubi gadung (Puriartini, 2011) Pemerasan
Penyaringan Pengendapan
Penirisan Pengeringan Penumbukan Pengayakan Pati Ubi Gadung
Pengupasan Pencucian Pemarutan Air