Inisiasi Kalus Embriogenik Stroberi (Fragaria sp.) dengan Pemberian IBA (Indolebutyric acid) dan BAP (Benzylaminopurine).

(1)

i

INISIASI KALUS EMBRIOGENIK

STROBERI (Fragaria sp.) DENGAN PEMBERIAN

IBA (Indolebutyricacid) DAN BAP (Benzylaminopurine

)

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Udayana

Oleh

Agung Widya Antasari Dewi

NIM. 1005105057

KONSENTRASI AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan

tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis

diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Saya bersedia

dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam aturan yang berlaku apabila terbukti

bahwa skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri atau mengandung tindakan

plagiarism.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat

dipergunakan seperlunya.

Denpasar, 5 Januari 2016

Yang menyatakan

Agung Widya Antasari Dewi


(3)

iii ABSTRAK

AGUNG WIDYA ANTASARI DEWI. NIM. 1005105057. Inisiasi Kalus Embriogenik Stroberi (Fragaria sp.) dengan Pemberian IBA (Indolebutyricacid) dan BAP (Benzylaminopurine). Pembimbing I Ida Ayu Putri Darmawati, SP., M.Si. Pembimbing II Ir. Cokorda Gede Alit Semarajaya, M.S.

Mikropropagasi atau perbanyakan secara in vitro merupakan salah satu metode perbanyakansecara vegetatif yang dapat menghasilkan bibitdalam jumlah banyak dalam waktu relatif cepat, memiliki sifat yang sama dengan induknya, dengan proses pembibitan tidak tergantung musim. Pembentukan bibit pada stoberi dapat dilakukan secara tidak langsung dengan kalus.

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan pengaruh zat pengatur tumbuh IBA (Indolebutyricacid) dan BAP (Benzylaminopurine) dan menemukan kombinasi terbaik dalam induksi kalus stroberi.

Penelitian ini dilakukan di Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Kultur Jaringan Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana. Bahan tanam menggunakan pangkal daun stroberi (Fragaria sp.)

Zat pengatur tumbuh IBA dan BAP pada media Murashige Skoog (MS) mampu menginisiasi proses pembentukan kalus pada eksplan daun. Penggunaan 0,5 ppm IBA + 0,5 ppm BAP dan 1 ppm IBA + 1 ppm BAP paling efektif dalam pelengkungan maka pelengkungan relatif cepat (2,6 hari). Penggunaan 1 ppm IBA + 1 ppm BAP pada media MS paling efektif dalam pembengkakan (6,3 hari) namun dalam 30 hari pengamatan belum mampu menumbuhkan kalus.

Perlu dikaji metode sterilisasi untuk meminimalisasi kontaminasi dan browning pada eksplan daun stroberi dan alat yang digunakan serta dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan konsentrasi yang tepat dengan kombinasi IBA dan BAP untuk mendapatkan kalus.

Kata Kunci : Inisiasi, Embriogenik, Kalus, Stroberi, IBA (Indolebutyricacid), BAP (Benzylaminopurine)


(4)

iv ABSTRACT

AGUNG WIDYA ANTASARI DEWI. NIM. 1005105057. Initiation Of Callus Embiogenik Strawberries with Administration IBA (Indolebutyricacid) and BAP (Benzylaminopurine). Pembimbing I Ida Ayu Putri Darmawati, SP., M.Si. Pembimbing II Ir. Cokorda Gede Alit Semarajaya, M.S.

Micropropagation or multiplication method by vegetative that could produce seedling in the high number and in a short time, had the same character as its mains, with a progress that not depends on the weather.

This research intend to find the effect of grow regulator IBA

(Indolebutyricacid) and BAP (Benzylaminopurine) and to find the best

combination on producing callus strawberry. This research done in Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) kultur jaringan Program Study Agroekoteknologi, Faculty of Agriculture, Udayana University. The materials use by the base of strawberry leaf.

Growth regulators IBA and BAP on Murashige Skoog (MS) could grown a callus. Usage 0,5 ppm IBA + 0,5 ppm BAP is the most effective in deflexion. Relative fast in deflexion (2,6 days). Usage 1 ppm IBA + 1 ppm BAP on MS is the most effective in expansion (6,3 days) but in 30 days mandating its not grown any callus.

It require toned to study the sterilisasion method to minimize the contamination and browning in explants strawberry leaf and a tool that in use to do research more to get the right concentration with IBA and BAP combination to get the callus.

Key word : Initiation, Embriogenic, callus, Strawberry, IBA (Indolebutyricacid), BAP (Benzylaminopurine)


(5)

v

RINGKASAN

AGUNG WIDYA ANTASARI DEWI. NIM. 1005105057. Inisiasi Kalus Embriogenik Stroberi (Fragaria sp.) dengan Pemberian IBA (Indolebutyricacid) dan BAP (Benzylaminopurine). Pembimbing I Ida Ayu Putri Darmawati, SP., MSi. Pembimbing II Ir. Cokorda Gede Alit Semarajaya, M.S.

Stroberi (Fragaria x ananassa Duch) merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang penting didunia, terutama untuk negara-negara beriklim subtropis. Stroberi dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik dalam kondisi iklim seperti di Indonesia. Varietas stroberi introduksi yang dapat ditanaman di Indonesia salah satunya adalah varietas rosalinda karena memiliki hasil panen tinggi dengan aroma buah yang kuat. Mendapatkan bibit tanaman stroberi dengan jumlah banyak yang berkualitas dan dengan waktu yang relatif singkat dibutuhkan upaya dari segi budidaya.

Perbanyakan tanaman stroberi secara konvensional dengan runner atau biji, mempunyai banyak kelemahan diantaranya menghasilkan bibit dengan waktu yang lama, jumlah bibit sedikit dan bergantung dengan cuaca. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, perbanyakan dapat dilakukan secara mikropropagasi. Mikropropagasi atau perbanyakan secara in vitro merupakan salah satu metode perbanyakansecara vegetatif yang dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak dalam waktu relatif cepat, memiliki sifat yang sama dengan induknya, dengan proses pembibitan tidak tergantung musim

Salah satu metode perbanyakan planlet dalam kultur in vitro adalah melalui produksi induksi kalus. Kalus adalah sekumpulan sel amorphous (belum terdiferensiasi) yang terbentuk dari sel-sel yang membelah terus menerus secara in

vitro atau di dalam tabung.

Faktor penentu keberhasilan kultur jaringan adalah penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT) pada media. Jenis konsentrasi ZPT sangat tergantung pada jenis tanaman dan tujuan kulturnya. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan pengaruh zat pengatur tumbuh IBA (Indolebutyricacid) dan BAP


(6)

vi

(Benzylaminopurine) dan menemukan kombinasi terbaik dalam menginduksi

terbentuknya kalus stroberi.

Penelitian ini dilakukan di Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Kultur Jaringan Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana mulai bulan November 2014 - Februari 2015. Bahan taman menggunakan pangkal daun stroberi, media dasar MS, Bahan tambahan lainnya agar (SWALLOW GLOBE BRAND), gula, dan air mineral steril (aquades), zat pengatur tumbuh IBA dan BAP, bahan sterilan benlate, clorox, detergent, dan alkohol. Peralatan yang digunakan meliputi pisau, panci, gelas ukur, timbangan analitik, magnetic stirrer, pipet, botol infus, plastik, karet gelang, sendok, autoklaf, pinset, spatula, petridish,

Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), korek, pH Meter, dan lampu Bunsen.

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal dengan enam ulangan. Perlakuan yang dicobakan adalah kombinasi konsentrasi IBA (Indolebutyric acid) dan BAP (Benzylaminopurine) pada media MS sebagai berikut : P0 = 0,0 ppm IBA + BAP, P1 = 0,5 ppm IBA + 0,5 ppm BAP, P2 = 1 ppm IBA + 1 ppm BAP, P3 = 1,5 ppm IBA + 1,5 ppm BAP, P4 = 2 ppm IBA + 2 ppm BAP, P5 = 2,5 ppm IBA + 2,5 ppm BAP.

Hasil analisis statistik menunjukan pemberian zat pengatur tumbuh ZPT IBA dan BAP berpengaruh nyata terhadap variabel saat pelengkungan eksplan, saat pembengkakan dan persentase pembengkakan, Namun sampai akhir pengamatan (30 hst) perlakuan zat pengatur tumbuh IBA dan BAP tidak menunjukan pertumbuhan terhadap kalus.

Penggunaan 0,5 ppm IBA + 0,5 ppm BAP pada media MS terjadinya pelengkungan lebih cepat (2,6 hari) dengan persentase 100%. Sedangkan penggunaan 1 ppm IBA + 1 ppm BAP pada media MS terjadinya pembengkakan lebih cepat (6,3 hari) dengan persentase 100%.

Perlu dikaji metode sterilisasi untuk meminimalisir kontaminasi dan browning pada eksplan daun stroberi dan alat yang digunakan serta dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan konsentrasi yang tepat dengan kombinasi IBA dan BAP untuk mendapatkan kalus.


(7)

vii

INISIASI KALUS EMBRIOGENIK

STROBERI (Fragaria sp.) DENGAN PEMBERIAN

IBA (Indolebutyricacid) DAN BAP (Benzylaminopurine

)

Agung Widya Antasari Dewi NIM. 1005105057

Menyetujui,

Pembimbing I

Ida Ayu Putri Darmawati, SP., M.Si NIP. 19710915 200003 2 003

Pembimbing II

Ir. Cokorda Gede Alit Semarajaya, MS NIP.19571217 198601 1 001

Mengesahkan, Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Udayana

Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, MS NIP : 19630515 198803 1 001


(8)

viii

INISIASI KALUS EMBRIOGENIK

STROBERI (Fragaria sp.) DENGAN PEMBERIAN

IBA (Indolebutyricacid) DAN BAP (Benzylaminopurine

)

Dipersiapkan dan diajukan oleh

Agung Widya Antasari Dewi NIM. 1005105057

Telah diuji dan dinilai oleh Tim Penguji Pada tanggal 13 Januari 2016

Berdasarkan SK Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana No : 07/UN14.1.23/DL/2016

Tanggal : 13 Januari 2016 Tim Penguji Skripsi adalah :

Ketua : Dr. Ir. I Dewa Nyoman Nyana, M.Si Anggota

1. Ir. I Putu Dharma, M.Si

2. Anak Agung Gede Sugiarta, SP., M.Si 3. Ida Ayu Putri Darmawati, SP., M.Si 4. Ir. Cokorda Gede Alit Semarajaya, MS


(9)

ix

RIWAYAT HIDUP

Agung Widya Antasari Dewi lahir di Denpasar,

pada tanggal 3 Oktober 1992. Penulis merupakan anak

pertama dari pasangan I Nyoman Sumantara dengan A.A

Nana Antarini.

Penulis menempuh pendidikan di TK Bakti (1997-1998),

pendidikan dasar di SDN 17 Kesiman (1998-2004), pendidikan menengah

pertama di SMP Cipta Dharma (2004-2007), dan pendidikan menengah atas di

SMA Dwijendra Denpasar (2007-2010). Selanjutnya penulis melanjutkan

pendidikan di program studi Agroekoteknologi, konsentrasi Agronomi dan


(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Inisiasi Kalus Embriogenik Stroberi (Fragaria Sp.) dengan Pemberian IBA

(Indolebutyricacid) Dan BAP (Benzylaminopurine).” tepat pada waktunya.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.

Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan Skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, perhatian, bantuan dan arahan Pembimbing, Bapak dan Ibu Dosen serta teman-teman yang telah bersedia meluangkan waktunya. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Udayana Denpasar Bali

2. Ir. I Nyoman Puja, M.S. selaku Ketua Jurusan/Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana atas segala fasilitas yang diberikan pada penulisan Skripsi ini.

3. Dr. Ir. Rindang Dwiyani, M.Sc. Selaku kepala Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Kultur Jaringan Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana atas fasilitas yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan percobaan di laboraturium kultur jaringan ini.

4. Ida Ayu Putri Darmawati, SP.,M.Si. selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, nasehat serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

5. Ir. Cokorda Gede Alit Semarajaya, M.S. selaku pembimbing II yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran, serta nasehat selama pelaksanaan penelitian hingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini

6. Prof. Dr. Ir. I Nengah Netera Subadiyasa, M.S. selaku pembimbing akademik atas saran, motivasi, dan dukungan kepada penulis.


(11)

xi

7. Keluarga tercinta ayah, ibu, adik-adikku, dan sanak saudara yang saya cintai dan banggakan atas dukungan do’a moril, dan materiil selama penelitian berlangsung sampai penyelesaian penulisan Skripsi ini.

8. I Komang Alit Darmawan yang setia menemani, membantu dan memberikan semangat selama penelitian hingga penyelesaian Skripsi ini. 9. Kepada teman-teman baik ku “Rumah Kecil” serta pihak-pihak yang tidak

mungkin disebutkan satu persatu yang memberi semangat dan telah membantu dalam penyelesaian Skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan Skripsi ini, terdapat kesalahan dan kekurangan yang disebabkan karena keterbatasan kemampuan serta pengalaman penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Skripsi ini. Akhir kata dengan kerendahan hati penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat, terutama bagi pembaca yang memerlukan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini.

Denpasar, Januari 2016


(12)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroberi (Fragaria x ananassa Duch) merupakan salah satu komoditas

buah-buahan yang penting didunia, terutama untuk negara-negara beriklim subtropis yaitu

bumi yang berada di utara dan selatan setelah wilayah tropis yang dibatasi oleh garis

balik utara dan garis balik selatan pada lintang 23,5° utara dan selatan. Stroberi dapat

tumbuh dan berproduksi dengan baik dalam kondisi iklim seperti di Indonesia.

Varietas stroberi introduksi yang dapat ditanam di Indonesia salah satunya adalah

varietas rosalinda karena memiliki aroma buah yang kuat (Rohmayanti, 2013).

Mendapatkan bibit tanaman stroberi dengan jumlah banyak yang berkualitas dan

dengan waktu yang relatif singkat dibutuhkan upaya dari segi budidaya. Perbanyakan

tanaman stroberi secara konvensional dengan runner atau biji, mempunyai banyak

kelemahan diantaranya menghasilkan bibit dengan waktu yang lama dan bergantung

dengan cuaca. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, perbanyakan dapat dilakukan

secara mikropropagasi. Mikropropagasi atau perbanyakan secara in vitro merupakan

salah satu metode perbanyakansecara vegetatif yang dapat menghasilkan bibit dalam

jumlah banyak dalam waktu relatif cepat,memiliki sifat yang sama dengan induknya,

denganproses pembibitan tidak tergantung musim(Suryowinoto, 1996).

Salah satu metode perbanyakan planlet dalam kultur in vitro adalah melalui

kalus. Kalus adalah sekumpulan sel amorphous (belum terdiferensiasi) yang

terbentuk dari sel-sel yang membelah terus menerus secara in vitro atau di dalam


(13)

2

Secara histologi, kalus berasal dari pembelahan berkali-kali sel-sel parenkim di

sekitar berkas pengangkut dan beberapa elemen penyusun berkas pengangkut kecuali

xilem (Sudarmadji, 2003; Moega, 1991).

Faktor penentu keberhasilan dalam kultur in vitro salah satunya ditentukan oleh

keberadaan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dalam media. ZPT yang umum digunakan

dari golongan sitokinin dan auksin. Auksin banyak digunakan dalam kultur jaringan

untuk perpanjangan sel, pembentukan akar adventif, dan menghambat pembentukan

tunas adventif dan tunas ketiak. IBA (indolebutyricacid) termasuk dalam golongan

auksin, sedangkan sitokinin adalah senyawa turunan adenine dan berperan dalam

pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin digunakan untuk merangsang

diferensiasi tunas adventif dari kalus menjadi organ serta aktivitas utamanya adalah

mendorong pembelahan sel, dengan salah satu jenisnya adalah BAP

(Benzylaminopurine) (Karjadi dan Buchory, 2008 ; Abbas, 2011).

Kombinasi zat pengatur tumbuh IBA dan BAP sudah pernah diteliti terhadap

viabilitas stek vanili (Vanilla planifolia Andrews) secara kultur air. Pemberian ZPT

IBA 0,2 sampai 0,6 ppm dapat meningkatkan jumlah daun, meningkatkan kandungan

klorofil pada daun tunas dan pada diameter batang pada tunas vanili (Dedystiawan,

2008). Zat pengatur tumbuh BAP juga dapat dikombinasikan dengan ZPT NAA pada

media MS untuk mikropropagasi tunas stroberi (Sitepu, 2009). Pemanfaatan zat

pengatur tumbuh IBA dan BAP pada pembentukan kalus stoberi belum banyak


(14)

3

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pemberian zat pengatur tumbuh IBA (Indolebutyricacid) dan BAP

(Benzylaminopurine) mampu menginduksi kalus stroberi ?

2. Kombinasi IBA (Indolebutyricacid) dan BAP (Benzylaminopurine) yang mana

mampu menumbuhkan kalus storberi ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh yaitu IBA

(Indolebutyricacid) dan BAP (Benzylaminopurine) terhadap induksi kalus

stroberi.

2. Menemukan kombinasi terbaik zat pengatur tumbuh IBA (Indolebutyricacid)

dan BAP (Benzylaminopurine) dalam produksi kalus stroberi.

1.4 Hipotesis

1. Pemberian zat pengatur tumbuh IBA (Indolebutyricacid) dan BAP

(Benzylaminopurine) mampu menginduksi terbentuknya kalus stroberi.

2. Kombinasi tertentu zat pengatur tumbuh IBA (Indolebutyricacid) dan BAP

(Benzylaminopurine) akan memberikan pertumbuhan terbaik terhadap


(15)

1

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi Tanaman Stroberi (Fragaria sp)

Stroberi merupakan tanaman buah berupa herba yang ditemukan pertama kali di

Chili, Amerika. Salah satu spesies tanaman stroberi yaitu Fragaria chiloensis

menyebar ke berbagai negara Amerika, Eropa dan Asia. Selanjutnya spesies lain,

yaitu F. vesca L. lebih menyebar luas dibandingkan spesies lainnya. Jenis stroberi ini

pula yang pertama kali masuk ke Indonesia.

Morfologi tanaman stroberi terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan buah.

Klasifikasi botani tanaman stroberi menurut Lawrence (1960) adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Keluarga : Rosaceae

Genus : Fragaria

Spesies : Fragaria spp

Struktur akar tanaman stroberi terdiri atas pangkal akar (collum), batang akar

(corpus), ujung akar (apeks), bulu akar (pilus radicalis), dan tudung akar (calyptras).

Tanaman stroberi berakar tunggang (radix primaria), akarnya terus tumbuh


(16)

2

tersebut hanya menembus lapisan tanah atas sedalam 15-45 cm, tergantung jenis dan

kesuburan tanahnya (Harianingsih, 2010).

Gambar 2.1. Tanaman Stroberi (Fragaria x ananassa Duch, var. Rosalinda)

Tanaman stroberi (Gambar 2.1) memiliki batang yang pendek seolah-olah tidak

berbatang dan bersifat merayap yang dapat hidup sampai bertahun-tahun. Namun,

kadang-kadang hanya ditumbuhkan sebagai tanaman semusim. Beberapa jenis ada

yang selalu berdaun, namun ada juga yang meranggas, tergantung tempat

dibudidayakan (Ashari, 2006). Stroberi memiliki batang utama yang tersusun dengan

daun-daun yang melingkari batang dengan jarak yang sangat rapat. Batang stroberi

sangat pendek, bertekstur lunak dan tidak berkayu. Batangnya pun bersembunyi

diantara tangkai-tangkai daun stroberi (Kurnia, 2005).

Daun pada tanaman stroberi berfungsi sebagai tempat fotosintesis, transpirasi,

dan sebagai alat pernapasan. Daun stroberi dengan tepi bergigi merupakan daun

trifoliate (Gambar 2.2). Bagian-bagian daun terdiri epidermis, jaringan palisade,

jaringan spons dan berkas pembuluh angkut daun. Masa pertumbuhan vegetatif

membentuk daun-daun baru 8-12 hari dan bertahan 1-3 bulan kemudian kering.


(17)

3

Gambar 2.2. Daun Stroberi (Fragaria x ananassa Duch, var. Rosalinda)

Bunga tanaman stroberi memiliki lima sepal (kelopak bunga), lima petal (daun

mahkota), 20 - 35 stamen dan ratusan putik yang menempel pada dasar receptacle

(dasar bunga) (Gunawan, 1992). Bunga yang pertama kali mekar adalah bunga

primer, kemudian disusul oleh bunga sekunder, tersier dan kuartener.

Buah stroberi berwarna merah dimana pigmen warna merah tersebut berasal dari

anthosianin (Ashari, 2006). Buah sejati yang berasal dari ovul telah terserbuki

berkembang menjadi buah kering dengan biji keras. Struktur buah keras ini disebut

achene (Gunawan, 1992). Buah ini berukuran kecil dan menempel pada receptacle

yang membesar. Bentuk buah stroberi sangat bervariasi. Bentuk-bentuk ini ditentukan

oleh sifat genetik. Terdapat delapan bentuk buah yang umum pada stroberi, yaitu

oblate, globose, globose conic, conic (Gambar 2.3), long conic, necked, long wedge


(18)

4

Gambar 2.3. Buah Stroberi yang Berbentuk Conic

2.2 Perbanyakan Vegetatif

Perbanyakan tanaman dapat berlangsung dengan dua cara yaitu generatif dan

vegetatif. Perbanyakan secara generatif yaitu sebagai hasil dari perkawinan antara 2

individu atau bagian dari individu yang terpisah, sehingga sifat-sifat dari induknya

bercampur, misalnya dengan spora atau dengan biji. Perbanyakan secara vegetatif

yaitu perbanyakan dengan memakai bagian dari tanaman (Sianipar dan Philippus,

1981).

Keuntungan penggunaan teknik pembibitan secara vegetatif antara lain keturunan

yang didapat mempunyai sifat genetik yang sama dengan induknya, tidak

memerlukan peralataan khusus, alat dan teknik yang tinggi kecuali untuk produksi

bibit dalam skala besar, produksi bibit tidak tergantung pada ketersediaan

benih/musim buah, bisa dibuat secara kontinyu dengan mudah sehingga dapat

diperoleh bibit dalam jumlah yang cukup banyak, meskipun akar yang dihasilkan


(19)

5

namun lama kelamaan akan berkembang dengan baik seperti tanaman dari biji,

umumnya tanaman akan lebih cepat bereproduksi dibandingkan dengan tanaman

yang berasal dari biji (Pudjiono, 1996). Menurut Khan (1994) pembibitan secara

vegetatif sangat berguna untuk program pemuliaan tanaman yaitu untuk

pengembangan bank klon (konservasi genetik), kebun benih klon, perbanyakan

tanaman yang penting hasil persilangan terkendali, misalnya hybrid atau steryl hybrid

yang tidak dapat bereproduksi secara seksual, perbanyakan masal tanaman terseleksi.

Jenis-jenis perbanyakan vegetatif meliputi : teknik mencangkok, teknik

sambungan, teknik stek pucuk dan kultur jaringan. Untuk perbanyakan vegetatif

secara kultur jaringan mendapatkan hasil perbanyakan yang baik selain perlu

memperhatikan media tumbuh, diperlukan zat pengatur tumbuh (zpt) untuk

menunjang pertumbuhan dan perkembangannya (Dian dan Sudiarta, 2009)

2.3 Kultur Jaringan

Kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture, weefsel

cultuurs atau gewebe culture. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah

sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama (Hendrayono dan

Wijayani, 1994). Kultur jaringan adalah suatu metode mengisolasi bagian tanaman

seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan, dan organ, serta menumbuhkannya

dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan

beregenerasi menjadi tanaman kembali (Gunawan, 1992).

Potensi kultur jaringan dalam pemuliaan tanaman somaklonal mencakup semua


(20)

6

manipulasi genetik tanaman tanpa melibatkan siklus seksual. Pada dasarnya kultur

somaklonal merupakan satu proses perbanyakan sel, jaringan organ atau protoplas

dengan teknik steril (Nasir, 2002).

Menurut Hendrayono dan Wijayani (1994) kultur jaringan akan lebih besar

persentasenya bila menggunakan jaringan meristem. Jaringan meristem adalah

jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah,

dindingnya tipis, belum mempunyai penebalan dari zat pektin, plasmanya penuh dan

vakuolanya kecil-kecil. Parnata (2005) menyatakan bahwa dalam kultur jaringan,

sel-sel meristematik yang belum berdiferensiasi akan dipacu untuk mendiferensiasikan

diri dimulai dengan pembentukan meristem baru yang akan berkembang menjadi

organ tanaman, seperti akar, batang, tunas, dan daun, sehingga tumbuh menjadi

tanaman yang sempurna dengan memodifikasi media tumbuh dengan menambah

zat-zat hara yang dapat memacu pertumbuhan tanaman.

2.4 Zat Pengatur Tumbuh

Secara umum zat pengatur tumbuh (ZPT) penting ditambahkan ke dalam

medium untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik. ZPT yang banyak digunakan

untuk kultur jaringan adalah kelompok auksin, sitokinin, dan giberelin. Santoso dan

Nursadi (2004) mengemukakan bahwa zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik

bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah mampu mendorong, menghambat, atau

secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Zat pengatur tumbuh yang biasa digunakan adalah dari golongan sitokinin


(21)

7

tumbuh auksin dan sitokinin dapat diberikan bersama-sama atau auksin saja ataupun

sitokinin saja, penambahan ini tergantung dari tujuannya (Hendrayono dan Wijayani,

1994).

Benzylaminopurine (BAP) merupakan salah satu jenis zat pengatur tumbuh

sitokinin yang dapat mendorong terjadinya pembelahan sel-sel tumbuhan. Sitokinin

alami dihasilkan pada jaringan tumbuh aktif terutama pada akar, embrio, dan buah.

Sitokinin yang diproduksi di akar selanjutnya diangkut oleh xylem menuju sel-sel

target pada batang. Sitokinin dapat meningkatkan pembelahan, pertumbuhan dan

perkembangan kultur sel tanaman. Sitokin juga menunda penuaan daun, bunga dan

buah. Penuaan pada daun melibatkan penguraian klorofil dan protein-protein,

kemudian produk tersebut diangkut oleh floem ke jaringan meristem yang

membutuhkannya (Gardner dkk., 1991).

BAP ini mempengaruhi proses fisiologis di dalam tanaman. Proses-proses

pembelahan sel pada sel-sel meristem akan dihambat oleh pemberian BAP eksogen,

dimana efek yang menghambat maupun yang mendorong proses pembelahan sel oleh

BAP tergantung dari adanya fitohormon lainnya. Selain itu BAP berpengaruh di

dalam perkembangan embrio, menghambat proses penghancuran butir-butir klorofil

pada daun-daun yang terlepas dari tanaman, serta memperlambat proses senescence

pada daun, buah dan organ-organ lainnya (Wattimena, 1987).

Istilah auksin diberikan pada sekelompok senyawa kimia yang memiliki fungsi

utama mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang. Beberapa auksin

dihasilkan secara alami oleh tumbuhan, misalnya IAA (indoleacetic acid), PAA


(22)

8

merupakan auksin sintetik, misalnya IBA (indolebutyricacid), NAA (Napthalene

acetic acid), 2,4-D (2,4 dicholorophenoxyacetic) dan MCPA (2-methyl-4

chlorophrnoxyacetic).

IBA merupakan salah satu hormon tanaman yang dapat meregulasi banyak

proses fisiologi, seperti pertumbuhan, pembelahan, dan diferensisasi sel serta sintesa

protein (Darell dkk, 1986). IBA diproduksi dalam jaringan meristematik yang aktif

(tunas, daun muda, dan buah) (Gardner dkk, 1991). Kemudian menyebar luas dalam

seluruh tubuh tanaman, dimana penyebar luasnya dengan arah dari atas ke bawah

hingga titik tumbuh akar, melalui jaringan pembuluh tapis (floem) atau jaringan

parenkhim (Rismunandar, 1988). IBA merupakan istilah generic untuk substansi

pertumbuhan yang khusus merangsang perpanjangan sel, sehingga dapat

didefinisikan sebagai zat pengatur tumbuh yang mendorong elogasi. Pengaruh

fisiologs dari IBA ini berperan pada berbagai aspek pertumbuhan dan perkembangan

tanaman, antara lain : pembesaran sel (batang, akar, daun), menghambat pertumbuhan

mata tunas samping yang diproduksi pada meristem apikal yang diangkut secara

basepetal, adanya pengguguran daun yang terjadi sebagai akibat dari proses absisi

yang terjadi di daerah absisi, mendorong pembelahan sel-sel cambium (pertumbuhan

skunder), dan merangsang pertumbuhan akar (Wattimena, 1987).

Pemakaian auksin dan sitokin dalam media lebih banyak diperlukan untuk

mengatur pertumbuhan dan pembentukan organ. Auksin dan sitokinin yang diberikan

pada waktu bersamaan akan menimbulkan pengaruh kerjasama yang berdampak


(23)

9

perbandingan sitokinin dan auksin yang bagaimana yang merangsang atau

menghambat pembelahan sel (Wattimena, 1987).

2.5 Kalus

Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous atau belum terdiferensiasi yang

terjadi dari sel – sel jaringan yang membelah diri secara terus menerus secara in vitro

atau di dalam tabung dan tidak terorganisasi sehingga memberikan penampilan

sebagai massa sel yang bentuknya tidak teratur. Kalus dapat diperoleh dari jaringan

tanaman yang berasal dari akar, batang, dan daun. Penelitian pembentukan kalus pada

jaringan terluka pertama kali dilakukan oleh Sinnott pada tahun 1960. Pembentukan

kalus pada jaringan luka dipacu oleh zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin

endogen (Dodds & Roberts, 1983). Secara in vivo, kalus pada umumnya terbentuk

pada bekas-bekas luka akibat serangan infeksi mikro organisme seperti

Agrobacterium tumefaciens, gigitan atau tusukan serangga dan nematoda. Kalus juga

dapat terbentuk sebagai akibat stress (George & Sherrington, 1993).

Kalus secara in vitro terbentuk melalui 3 tahapan yaitu induksi, pembelahan sel,

dan diferensiasi. Pembentukan kalus ditentukan oleh sumber eksplan, komposisi

nutrisi pada medium dan faktor lingkungan. Eksplan yang berasal dari jaringan

meristem berkembang lebih cepat dibandingkan dengan jaringan dari sel-sel

berdinding tipis dan mengandung lignin. Untuk memelihara kalus maka dilakukan

subkultur secara bertahap. Sumber kontaminasi pada kultur kalus dapat melalui media

tanam yang tidak steril, lingkungan kerja dan pelaksanaan yang tidak hati-hati,

eksplan yang disterilisasi secara tidak sempurna serta serangga atau hewan kecil yang


(24)

10

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kalus antara lain bahan

sterilisasi, kandungan unsur kimia dalam media, hormon yang digunakan, substansi

organik yang ditambahkan dan terang gelapnya saat inkubasi. Dalam kultur kalus sel

atau irisan jaringan tanaman yang disebut eksplan secara aseptik diletakkan dan

dipelihara dalam media padat atau media cair yang cocok dan dalam keadaan steril.

Dengan demikian sebagian sel pada permukaan irisan akan mengalami proliferasi dan

membentuk kalus (Zulkarnain, 2009).

Kalus mempunyai pertumbuhan yang abnormal dan berpotensi untuk

berkembang menjadi akar, tunas dan embrioid yang nantinya akan dapat membentuk

plantlet. Beberapa kalus ada yang mengalami pembentukan lignifikasi sehingga kalus

tersebut mempunyai tekstur yang keras dan kompak. Namun ada kalus yang tumbuh

terpisah-pisah menjadi fragmen-fragmen yang kecil, kalus yang demikian dikenal

dengan kalus remah (friable). Warna kalus dapat bermacam-macam tergantung dari

jenis sumber eksplan itu diambil, seperti warna kekuning-kuningan, putih, hijau.

Dalam kultur kalus, kalus homogen yang tersusun atas sel-sel parenkim jarang

dijumpai kecuali pada kultur sel Agave dan Rosa (Narayanaswany,1977 dalam Dodds

& Roberts, 1983).

Untuk memperoleh kalus yang homogen maka harus menggunakan eksplan

jaringan yang mempunyai sel – sel yang seragam. Dalam pertumbuhan kalus, Citodiferensiasi terjadi untuk membentuk elemen trachea, buluh tapis, sel gabus, sel

sekresi dan trikoma. Kambium dan periderm sebagai contoh dari proses hitogenesis


(25)

11

atau nodul vaskular yang nantinya menjadi pusat dari pembentukan tunas apikal,


(1)

manipulasi genetik tanaman tanpa melibatkan siklus seksual. Pada dasarnya kultur somaklonal merupakan satu proses perbanyakan sel, jaringan organ atau protoplas dengan teknik steril (Nasir, 2002).

Menurut Hendrayono dan Wijayani (1994) kultur jaringan akan lebih besar persentasenya bila menggunakan jaringan meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dindingnya tipis, belum mempunyai penebalan dari zat pektin, plasmanya penuh dan vakuolanya kecil-kecil. Parnata (2005) menyatakan bahwa dalam kultur jaringan, sel-sel meristematik yang belum berdiferensiasi akan dipacu untuk mendiferensiasikan diri dimulai dengan pembentukan meristem baru yang akan berkembang menjadi organ tanaman, seperti akar, batang, tunas, dan daun, sehingga tumbuh menjadi tanaman yang sempurna dengan memodifikasi media tumbuh dengan menambah zat-zat hara yang dapat memacu pertumbuhan tanaman.

2.4 Zat Pengatur Tumbuh

Secara umum zat pengatur tumbuh (ZPT) penting ditambahkan ke dalam medium untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik. ZPT yang banyak digunakan untuk kultur jaringan adalah kelompok auksin, sitokinin, dan giberelin. Santoso dan Nursadi (2004) mengemukakan bahwa zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah mampu mendorong, menghambat, atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Zat pengatur tumbuh yang biasa digunakan adalah dari golongan sitokinin (kinetin, 2i-P, Zeatin, BAP) dan auksin (NAA, 2,4-D, IBA, IAA). Zat pengatur


(2)

tumbuh auksin dan sitokinin dapat diberikan bersama-sama atau auksin saja ataupun sitokinin saja, penambahan ini tergantung dari tujuannya (Hendrayono dan Wijayani, 1994).

Benzylaminopurine (BAP) merupakan salah satu jenis zat pengatur tumbuh sitokinin yang dapat mendorong terjadinya pembelahan sel-sel tumbuhan. Sitokinin alami dihasilkan pada jaringan tumbuh aktif terutama pada akar, embrio, dan buah. Sitokinin yang diproduksi di akar selanjutnya diangkut oleh xylem menuju sel-sel target pada batang. Sitokinin dapat meningkatkan pembelahan, pertumbuhan dan perkembangan kultur sel tanaman. Sitokin juga menunda penuaan daun, bunga dan buah. Penuaan pada daun melibatkan penguraian klorofil dan protein-protein, kemudian produk tersebut diangkut oleh floem ke jaringan meristem yang membutuhkannya (Gardner dkk., 1991).

BAP ini mempengaruhi proses fisiologis di dalam tanaman. Proses-proses pembelahan sel pada sel-sel meristem akan dihambat oleh pemberian BAP eksogen, dimana efek yang menghambat maupun yang mendorong proses pembelahan sel oleh BAP tergantung dari adanya fitohormon lainnya. Selain itu BAP berpengaruh di dalam perkembangan embrio, menghambat proses penghancuran butir-butir klorofil pada daun-daun yang terlepas dari tanaman, serta memperlambat proses senescence pada daun, buah dan organ-organ lainnya (Wattimena, 1987).

Istilah auksin diberikan pada sekelompok senyawa kimia yang memiliki fungsi utama mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang. Beberapa auksin dihasilkan secara alami oleh tumbuhan, misalnya IAA (indoleacetic acid), PAA


(3)

merupakan auksin sintetik, misalnya IBA (indolebutyricacid), NAA (Napthalene acetic acid), 2,4-D (2,4 dicholorophenoxyacetic) dan MCPA (2-methyl-4 chlorophrnoxyacetic).

IBA merupakan salah satu hormon tanaman yang dapat meregulasi banyak proses fisiologi, seperti pertumbuhan, pembelahan, dan diferensisasi sel serta sintesa protein (Darell dkk, 1986). IBA diproduksi dalam jaringan meristematik yang aktif (tunas, daun muda, dan buah) (Gardner dkk, 1991). Kemudian menyebar luas dalam seluruh tubuh tanaman, dimana penyebar luasnya dengan arah dari atas ke bawah hingga titik tumbuh akar, melalui jaringan pembuluh tapis (floem) atau jaringan parenkhim (Rismunandar, 1988). IBA merupakan istilah generic untuk substansi pertumbuhan yang khusus merangsang perpanjangan sel, sehingga dapat didefinisikan sebagai zat pengatur tumbuh yang mendorong elogasi. Pengaruh fisiologs dari IBA ini berperan pada berbagai aspek pertumbuhan dan perkembangan tanaman, antara lain : pembesaran sel (batang, akar, daun), menghambat pertumbuhan mata tunas samping yang diproduksi pada meristem apikal yang diangkut secara basepetal, adanya pengguguran daun yang terjadi sebagai akibat dari proses absisi yang terjadi di daerah absisi, mendorong pembelahan sel-sel cambium (pertumbuhan skunder), dan merangsang pertumbuhan akar (Wattimena, 1987).

Pemakaian auksin dan sitokin dalam media lebih banyak diperlukan untuk mengatur pertumbuhan dan pembentukan organ. Auksin dan sitokinin yang diberikan pada waktu bersamaan akan menimbulkan pengaruh kerjasama yang berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan jaringan. Namun belum diketahui


(4)

perbandingan sitokinin dan auksin yang bagaimana yang merangsang atau menghambat pembelahan sel (Wattimena, 1987).

2.5 Kalus

Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous atau belum terdiferensiasi yang terjadi dari sel – sel jaringan yang membelah diri secara terus menerus secara in vitro atau di dalam tabung dan tidak terorganisasi sehingga memberikan penampilan sebagai massa sel yang bentuknya tidak teratur. Kalus dapat diperoleh dari jaringan tanaman yang berasal dari akar, batang, dan daun. Penelitian pembentukan kalus pada jaringan terluka pertama kali dilakukan oleh Sinnott pada tahun 1960. Pembentukan kalus pada jaringan luka dipacu oleh zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin endogen (Dodds & Roberts, 1983). Secara in vivo, kalus pada umumnya terbentuk pada bekas-bekas luka akibat serangan infeksi mikro organisme seperti Agrobacterium tumefaciens, gigitan atau tusukan serangga dan nematoda. Kalus juga dapat terbentuk sebagai akibat stress (George & Sherrington, 1993).

Kalus secara in vitro terbentuk melalui 3 tahapan yaitu induksi, pembelahan sel, dan diferensiasi. Pembentukan kalus ditentukan oleh sumber eksplan, komposisi nutrisi pada medium dan faktor lingkungan. Eksplan yang berasal dari jaringan meristem berkembang lebih cepat dibandingkan dengan jaringan dari sel-sel berdinding tipis dan mengandung lignin. Untuk memelihara kalus maka dilakukan subkultur secara bertahap. Sumber kontaminasi pada kultur kalus dapat melalui media tanam yang tidak steril, lingkungan kerja dan pelaksanaan yang tidak hati-hati, eksplan yang disterilisasi secara tidak sempurna serta serangga atau hewan kecil yang


(5)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kalus antara lain bahan sterilisasi, kandungan unsur kimia dalam media, hormon yang digunakan, substansi organik yang ditambahkan dan terang gelapnya saat inkubasi. Dalam kultur kalus sel atau irisan jaringan tanaman yang disebut eksplan secara aseptik diletakkan dan dipelihara dalam media padat atau media cair yang cocok dan dalam keadaan steril. Dengan demikian sebagian sel pada permukaan irisan akan mengalami proliferasi dan membentuk kalus (Zulkarnain, 2009).

Kalus mempunyai pertumbuhan yang abnormal dan berpotensi untuk berkembang menjadi akar, tunas dan embrioid yang nantinya akan dapat membentuk plantlet. Beberapa kalus ada yang mengalami pembentukan lignifikasi sehingga kalus tersebut mempunyai tekstur yang keras dan kompak. Namun ada kalus yang tumbuh terpisah-pisah menjadi fragmen-fragmen yang kecil, kalus yang demikian dikenal dengan kalus remah (friable). Warna kalus dapat bermacam-macam tergantung dari jenis sumber eksplan itu diambil, seperti warna kekuning-kuningan, putih, hijau. Dalam kultur kalus, kalus homogen yang tersusun atas sel-sel parenkim jarang dijumpai kecuali pada kultur sel Agave dan Rosa (Narayanaswany,1977 dalam Dodds & Roberts, 1983).

Untuk memperoleh kalus yang homogen maka harus menggunakan eksplan jaringan yang mempunyai sel – sel yang seragam. Dalam pertumbuhan kalus, Citodiferensiasi terjadi untuk membentuk elemen trachea, buluh tapis, sel gabus, sel sekresi dan trikoma. Kambium dan periderm sebagai contoh dari proses hitogenesis dari kultur kalus. Anyaman kecil dari pembelahan sel – sel membentuk meristemoid


(6)

atau nodul vaskular yang nantinya menjadi pusat dari pembentukan tunas apikal, primordial akar atau embrioid (Hendrayono dan Wijayani, 1994).