Studi Deskriptif Mengenai Work-Family Conflict pada Perawat Wanita Ruang Rawat Inap RSUD kota 'X'.

(1)

iv Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dimensi Work-Family Conflict yang paling dominan pada perawat wanita ruang rawat inap RSUD kota ‘X’. Sampel penelitian ini berjumlah 33 orang perawat wanita yang diambil berdasarkan metode purposive sampling. Rancangan yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada kuesioner yang disusun oleh Carlson, Komar dan William pada tahun 2000, dan dimodifikasi oleh peneliti. Terdiri dari 30 item yang dapat diturunkan menjadi enam dimensi, yaitu Time-based WIF, Strain-based WIF, Behaviour-based WIF, Time-based FIW, Strain-based FIW dan Behaviour-based FIW. Berdasarkan hasil uji validitas dengan menggunakan Rank Spearman, semua item dinyatakan valid dengan koefisien validitas item berkisar antara 0,484 – 0,756. Uji reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach, menunjukan hasil 0,601 – 0,726.

Hasil penelitian membuktikan bahwa dimensi yang paling dominan

dialami oleh perawat wanita ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ adalah strain -based FIW (27.3%), strain--based WIF (24.2%), dan time--based WIF (18.2%). Support, role involvement, role overload dan control merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi dimensi yang dialami tersebut.

Saran penelitian ini bagi peneliti selanjutnya, untuk meneliti hubungan antara dimensi WFC dan performance kerja. Selain itu peneliti juga dapat menggali lebih dalam mengenai faktor-faktor yang mendukung dimensi WFC yaitu dukungan dan tuntutan dilihat dari pekerjaan dan keluarga.

Peneliti memberikan masukan kepada pihak rumah sakit untuk menambah jumlah perawat sehingga jumlah perawat seimbang dengan kapasitas pasien, memberikan pelatihan atau seminar mengenai time management dan stress management.


(2)

v Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT

This research was conducted to determine the most dominant of Work-Family Conflict (WFC) dimension of female nurses in X’s Hospital. The research sample of 33 female nurses were taken by purposive sampling method. This research is a descriptive study design.

Measuring instruments used in this study refers to the questionnaire compiled by Carlson, Komar and William in 2000, and modified by the researcher. Consists of 30 items that can be lowered into six dimensions, namely the Time-based WIF, strain-based WIF, Behaviour-based WIF, Time-based FIW, strain-based FIW and Behaviour-based FIW. Based on the validity of the test results by using Spearman Rank, all items declared valid by the validity coefficient items ranged from 0.484 to 0.756. Reliability test using Cronbach Alpha, shows the results from 0.601 to 0.726.

Research shows that the most dominant dimension experienced by female nurses city hospital X's is a strain-based FIW (27.3%), strain-based WIF (24.2%), and time-based WIF (18.2%). Support, role involvement, role overload and control are all factors that influence the experienced dimension.

This research suggestions for further research, to investigate the relationship between the dimensions of WFC and work performance. In addition, researchers are also able to dig deeper into the factors that support the WFC dimension that the support and the demands of work and family.

Researchers provide input to the hospitals to increase the number of nurses so that the number of nurses balanced by the capacity of the patient., Provide training or seminars on time management and stress management.


(3)

viii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... ii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 11

1.3 Maksud dan Tujuan ... 11

1.3.1 Maksud Penelitian ... 11

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Kegunaan Penelitian ... 12

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 12

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 13


(4)

ix Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi ... 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Work-Family Conflict ... 23

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Work-Family Conflict ... 24

2.2.1 Dukungan (Support) ... 24

2.2.2 Tuntutan (Demand) ... 25

2.3 Faktor individual dalam Work-Family Conflict ... 29

2.4 Bentuk Work-Family Conflict ... 29

2.5 Arah Work-Family Conflict... 35

2.6 Konsekuensi yang ditimbulkan Work-Family Conflict ... 36

2.7 Tahap perkembangan ... 37

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 41

3.2 Bagan Prosedur Penelitian ... 42

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 42

3.3.1 Variabel Penelitian ... 42

3.3.2 Definisi Operasional ... 42

3.4 Alat Ukur ... 44

3.4.1 Alat Ukur ... 44

3.4.2 Prosedur Pengisian Kuesioner ... 46


(5)

x Universitas Kristen Maranatha

3.4.4 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 47

3.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 48

3.5.1 Validitas Alat Ukur ... 48

3.5.2 Uji Reliabilitas ... 49

3.6 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 51

3.6.1 Populasi Sasaran ... 51

3.6.2 Karakteristik Populasi ... 51

3.6.3 Teknik Penarikan Sampel ... 52

3.7 Teknis Analisis Data ... 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Responden ... 53

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Lama Menikah ... 53

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jumlah Anak ... 53

4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Usia Anak Terkecil ... 54

4.1.4 Gambaran Responden Berdasarkan Alasan Bekerja ... 54

4.1.5 Gambaran Responden Berdasarkan Dukungan (Support) ... 55

4.1.6 Gambaran Responden Berdasarkan Role Involvement ... 56

4.1.7 Gambaran Responden Berdasarkan Role Overload ... 56

4.1.8 Gambaran Responden Berdasarkan Control ... 57

4.2 Hasil Penelitian ... 58


(6)

xi Universitas Kristen Maranatha 4.2.2 Tabulasi Silang antara Dimensi Work-Family Conflict dengan Lama

menikah ... 60

4.2.3 Tabulasi Silang antara Dimensi Work-Family Conflict dengan Alasan Bekerja ... 61

4.2.4 Tabulasi Silang antara Dimensi Work-Family Conflict dengan Jumlah Anak ... 62

4.2.5 Tabulasi Silang antara Dimensi Work-Family Conflict dengan Usia Anak Terkecil ... 63

4.2.6 Tabulasi Silang antara Dimensi Work-Family Conflict dengan Dukungan (Support) ... 64

4.2.7 Tabulasi Silang antara Dimensi Work-Family Conflict dengan Role Involvement ... 66

4.2.8 Tabulasi Silang antara Dimensi Work-Family Conflict dengan Role Overload ... 67

4.2.9 Tabulasi Silang antara Dimensi Work-Family Conflict dengan Control ... 69

4.3 Pembahasan ... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 78

5.2 Saran ... 79

5.2.1 Saran Teoritis ... 79


(7)

xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA ... 80 DAFTAR RUJUKAN ... 81 LAMPIRAN


(8)

xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran ... 21 Bagan 3.1 Rancangan Penelitian ... 41


(9)

xiv Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Alat Ukur ... 40

Tabel 3.2 Sistem Penilaian ... 41

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Lama Menikah ... 53

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jumlah Anak ... 53

Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Usia Anak Terkecil ... 54

Tabel 4.4 Gambaran Responden Berdasarkan Alasan Bekerja ... 54

Tabel 4.5 Gambaran Responden Berdasarkan Dukungan (Support) ... 55

Tabel 4.6 Gambaran Responden Berdasarkan Role Involvement ... 56

Tabel 4.7 Gambaran Responden Berdasarkan Role Overload ... 56

Tabel 4.8 Gambaran Responden Berdasarkan Control ... 57

Tabel 4.9 Dimensi Paling Dominan ... 58

Tabel 4.10 Tabulasi Silang antara Dimensi Paling Dominan dan Lama Menikah ... 60

Tabel 4.11 Tabulasi Silang antara Dimensi Paling Dominan dan Alasan Bekerja ... 61

Tabel 4.12 Tabulasi Silang antara Dimensi Paling Dominan dan Jumlah Anak .. 62

Tabel 4.13 Tabulasi Silang antara Dimensi Paling Dominan dan Usia Anak Terkecil ... 63

Tabel 4.14 Tabulasi Silang antara Dimensi Paling Dominan dan Dukungan (Support) ... 64


(10)

xv Universitas Kristen Maranatha Tabel 4.15 Tabulasi Silang antara Dimensi Paling Dominan dan Role Involvement

... 66 Tabel 4.16 Tabulasi Silang antara Dimensi Paling Dominan dan

Role Overload ... 67


(11)

xvi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kisi-Kisi Alat Ukur Lampiran 2 : Informed Consent

Lampiran 3 : Alat Ukur Work-Family Conflict Lampiran 4 : Data Mentah Kuesioner

Lampiran 5 : Hasil Validitas & Reliabilitas Lampiran 6 : Data Mentah Data Demografi Lampiran 7 : Data Mentah Data Penunjang Lampiran 8 : Tabulasi Silang


(12)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini wanita menikah yang bekerja sudah merupakan hal yang umum. Hal ini merupakan salah satu sumbangan wanita untuk terlibat dalam pembangunan ekonomi. Di Indonesia, terungkap bahwa dari seluruh penduduk wanita di Indonesia, angkatan kerja wanita yang aktif meningkat dari 123.300.000 pada Agustus tahun 2013 menjadi 125.000.000 pada Febuari tahun 2014. Hal ini berkaitan dengan peningkatan yang cukup signifikan dari jumlah wanita yang berkesempatan mengenyam pendidikan hingga jenjang yang lebih tinggi. Seperti juga kaum pria, sebagai manusia, wanita juga memiliki kebutuhan untuk berprestasi dan mengaktualisasikan dirinya. Hal ini didukung oleh semakin terbukanya kesempatan kerja dan kedudukan yang sama dengan pria dalam berbagai bidang pekerjaan. Bekerja untuk meniti karier bukan lagi pilihan untuk kaum pria saja, tetapi juga menjadi pilihan kaum wanita (http://www.ilo.org).

Partisipasi wanita menyangkut peran tradisional dan modern. Peran wanita tradisional mencakup peran sebagai istri, ibu dan pengelola rumah tangga. Sementara peran wanita modern bukan hanya sebagai pengelola rumah tangga, namun juga sebagai tenaga kerja. Peran wanita sebagai tenaga kerja turut aktif dalam kegiatan ekonomis (mencari nafkah) di berbagai kegiatan sesuai dengan keterampilan dan pendidikan yang dimiliki serta lapangan pekerjaan yang tersedia. Pekerjaan bagi kebanyakan kaum pria merupakan hal penting terutama


(13)

2

Universitas Kristen Maranatha bagi seorang suami yang memiliki kewajiban untuk menafkahi istri dan keluarganya. Bidang pekerjaan yang dapat dilakukan oleh pria lebih luas daripada wanita. Namun, pada kehidupan modern kini semakin banyak wanita yang mulai merambah ke bidang pekerjaan baik untuk mencari nafkah ataupun mengembangkan diri untuk berkarir. Meskipun wanita tidak diwajibkan untuk bekerja karena tugas utama wanita yang menikah adalah mengelola rumah tangga (Lerner, 1994).

Pada umumnya wanita memilih pekerjaan yang berhubungan dengan bidang administrasi, perdagangan bahan pangan dan pengasuhan atau perawatan. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa wanita memiliki kemampuan pengasuhan yang lebih baik daripada laki-laki. Hal ini karena wanita dianggap lebih peka dalam memahami orang lain, mampu memberikan perawatan yang lebih lama, memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan baik dengan orang lain dan terlibat dalam tugas yang lebih banyak dari laki-laki (Chappell, 2014). Perawat yang sudah menikah memiliki tuntutan untuk berperan sebagai perawat dalam pekerjaan dan peran sebagai ibu rumah tangga dalam keluarga.

Tuntutan peran keluarga membuat perawat harus lebih banyak memberikan perhatian kepada anak, suami, dan orang tua. Di sisi lain tuntutan pekerjaan, memberikan kesempatan yang luas bagi perawat untuk mengembangkan dirinya pada pekerjaan sehingga menjanjikan perolehan jabatan (posisi) yang lebih baik ataupun pendapatan yang lebih besar. Konflik pekerjaan dengan keluarga pada wanita berperan ganda terjadi ketika wanita dituntut untuk memenuhi harapan perannya dalam keluarga dan dalam pekerjaan, dimana


(14)

3

Universitas Kristen Maranatha masing-masing membutuhkan waktu, dan energi dari wanita tersebut (Apperson, 2002). Konflik yang disebutkan diatas disebut sebagai work-family conflict.

Work-family conflict adalah bentuk tekanan atau ketidakseimbangan peran

antara peran di pekerjaan dengan peran di dalam keluarga (Greenhaus & Beutell, 1985). Work-family conflict dapat didefinisikan sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan perannya dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya, atau sebaliknya, dimana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemauan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya (Frone, 1992).

Greenhaus dan Beutell (1985) mengidentifikasi tiga jenis work-family

conflict, yaitu : Time-based conflict, Strain-based conflict, dan Behavior-based conflict. Time-based conflict yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan

salah satu tuntutan keluarga atau pekerjaan dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau keluarga). Strain-based

conflict yaitu terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran mempengaruhi kinerja

peran yang lainnya. Behavior-based conflict yaitu berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian (pekerjaan atau keluarga).


(15)

4

Universitas Kristen Maranatha

Rumah Sakit Umum Daerah di kota ‘X’ merupakan salah satu instalasi

pemerintah yang bergerak dibidang kesehatan dimana perawatnya didominasi oleh perawat wanita menikah yang bekerja. Kepala perawat RSUD kota ‘X’ mengungkapkan bahwa 75% perawat di RSUD berjenis kelamin wanita sedangkan 15% perawat berjenis kelamin laki – laki. Tugas pokok dari rumah sakit ini adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasilguna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. RSUD kota ‘X’ merupakan rumah sakit rujukan di kota ‘X’ sehingga jumlah pasien yang datang setiap harinya sering melebihi batas quota pasien.

Sebagai pusat rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat dasar, maka pelayanan rumah sakit perlu menjaga kualitas pelayanan terhadap masyarakat yang membutuhkan. Pasien mengharapkan pelayanan yang cepat, siap, tanggap dan nyaman terhadap keluhan penyakit pasien. Rumah sakit harus memberikan pelayanan yang baik dan memuaskan sehingga pasien puas terhadap pelayanan di rumah sakit. Sesuai dengan visi dari RSUD kota ‘X’ yaitu menjadi rumah sakit rujukan terbaik dan terjangkau oleh masyarakat di Kota ‘X’. Sedangkan misi dari RSUD kota ‘X’ yaitu : menyelenggarakan pelayanan kesehatan prima yang berorientasi pada langganan, meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang dimiliki, mewujudkan kesejahteraan karyawan, mewujudkan kerjasama yang harmonis dengan pihak terkait terutama pemerintah kota ‘X’, mewujudkan upaya perlindungan hukum bagi sumber daya manusia, mewujudkan


(16)

5

Universitas Kristen Maranatha dan mengembangkan lingkungan yang bersahabat, meningkatkan

program-program yang menunjang kota ‘X’ sehat (http://www.rsudkota‘x’.web.id).

Demi mencapai misi dan visi rumah sakit maka pengembangan sumber daya manusia dalam hal ini perawat, harus ditingkatkan demi pelayanan yang memuaskan. Perawat adalah salah satu faktor penting yang menentukan pelayanan rumah sakit. Perawat merupakan salah satu tenaga professional di bidang kesehatan dimana tugas mereka adalah melaksanakan pengkajian perawatan, melaksanakan analisis data untuk merumuskan diagnosis keperawatan, merencanakan dan melaksanakan evaluasi keperawatan sederhana pada individu, melaksanakan pendokomentasian asuhan keperawatan, melaksanakan sistem kerja yang terbagi atas tiga waktu, melaksanakan tugas siaga on call di rumah sakit, memelihara peralatan keperawatan dan medis agar selalu dalam keadaan siap pakai, melakukan serah terima pasien pada saat pergantian dinas, mengikuti pertemuan berkala yang diadakan kepala ruangan dan melakukan dropping pasien. Kinerja perawat diharapkan dapat meningkatkan mutu rumah sakit dengan bekerja sebaik mungkin dan memberikan pelayanan yang baik kepada seluruh pasien dan keluarga pasien.

Perawat bagian rawat inap merupakan perawat yang banyak berhubungan langsung dengan pasien. Pada bagian rawat inap, jam kerja perawat dibagi menjadi 3 shift yaitu pada shift pagi pk. 07.00 – 14.00, shift siang pk. 14.00 – 21.00, shift malam pk. 21.00 – 07.00. Setiap perawat berhak mendapatkan waktu libur seminggu sekali. Saat pasien banyak dan rumah sakit kekurangan tenaga maka pihak rumah sakit meminta perawat yang libur untuk bersedia bekerja. Hal


(17)

6

Universitas Kristen Maranatha ini yang disebut sebagai on call, meskipun ini menjadi salah satu tugas perawat, tetapi banyak perawat yang terkadang harus membatalkan acara keluarga jika tiba – tiba mendapat panggilan dari rumah sakit untuk bekerja. Perawat yang sedang libur harus tetap siap sedia jika mendapatkan panggilan untuk kepentingan pekerjaan di rumah sakit. Perawat yang sudah memiliki anak merasa bersalah kepada anak saat menjanjikan untuk melakukan kegiatan dengan anak namun tiba – tiba terdapat panggilan untuk bekerja.

Dari hasil wawancara dengan kepala perawat RSUD kota ‘X’, kesulitan yang biasa dihadapi oleh perawat ialah masalah kepuasan pelanggan terhadap kinerja perawat. Rumah sakit menyediakan kotak saran yang berisi kritik dan saran tentang pelayanan perawat di rumah sakit. Berdasarkan hasil tersebut terdapat beberapa kritik terhadap pelayanan perawat. Kritik tersebut diantaranya seperti perawat yang kurang ramah, kurang cekatan dan fasilitas rumah sakit yang dianggap kurang memadai. Terkadang perawat kurang dapat memberikan pelayanan yang baik karena kurang ramah saat melayani pasien atau keluarga pasien. Hal ini biasa disebabkan karena perawat sedang lelah tetapi harus tetap menangani banyak pasien atau sedang mengalami masalah keluarga. Perawat yang sedang mengalami masalah keluarga atau terdapat pekerjaan rumah tangga yang belum diselesaikan membuat perawat menjadi tidak tenang saat bekerja dan tanpa disadari menjadi kurang ramah terhadap pasien. Rasio jumlah perawat dan pasien yang tidak seimbang merupakan salah satu masalah perawat untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan. Setiap ruangan memiliki jumlah perawat dan jumlah pasien yang dapat ditangani. Namun, pada kenyataannya saat


(18)

7

Universitas Kristen Maranatha pasien memenuhi seluruh ruangan, perawat kesulitan menangani semua pasien dengan cepat. Pasien rawat inap meningkat setelah pemerintah menerapkan BPJS bagi masyarakat. Hal ini karena RSUD merupakan rumah sakit rujukan dari berbagai klinik, sehingga pasien rawat inap semakin meningkat. Perawat dituntut untuk memberikan pelayanan kepada pasien, namun karena jumlah perawat yang tidak memadai membuat perawat harus tetap dapat memberikan pelayanan dengan cepat, sigap dan tepat meskipun pasien sedang banyak. Hal ini membuat perawat kesulitan saat sedang menangani pasien namun pasien lain pun harus ditangani, sehingga pelayanan perawat kurang maksimal.

Kepala perawat ruang anak mengemukakan bahwa, pelanggaran yang terjadi pada umumnya seperti masalah kehadiran dimana perawat datang terlambat atau meminta ijin untuk tidak bekerja. Dalam menyikapinya kepala ruangan selalu menanyakan alasan dari keterlambatan atau ijin yang diminta oleh perawat. Kebanyakan perawat terlambat atau meminta ijin karena ada masalah dalam keluarga seperti mengantar anak ke sekolah, anak sakit, mengurus suami, mengurus pekerjaan rumah, pertemuan orang tua disekolah. Jika alasan keluarga yang sangat mendesak, kepala ruangan biasanya masih memberikan ijin terlambat antara 30 menit – 60 menit. Jika sudah terlalu sering terlambat kepala ruangan mulai memberi teguran. Sebagian besar perawat wanita yang menikah memiliki alasan bekerja karena alasan ekonomi dan sebagian kecil bekerja karena alasan untuk mengembangkan diri. Keterbatasan jumlah perawat, membuat perawat harus bekerja lebih keras saat banyak pasien sehingga tuntutan pekerjaan semakin banyak. Tugas dan tanggung jawab perawat yang besar dalam bekerja dapat


(19)

8

Universitas Kristen Maranatha memengaruhi tugas dan tanggung jawab perawat sebagai ibu rumah tangga dan sebaliknya.

Perawat yang bekerja dan telah berumah tangga, mereka akan menjalani dua peran sekaligus. Perawat harus mampu menyeimbangkan waktu, tenaga dan pikiran antara keluarga dan pekerjaan. Wanita yang telah menikah dan memiliki anak memiliki peran dan tanggung jawab yang lebih berat daripada wanita yang belum menikah. Hal ini disebabkan, sebagai seorang wanita yang telah menikah, wanita memiliki tanggung jawab dan tugas-tugas yang harus dilaksanakan sedangkan wanita yang belum menikah hanya mengurus dirinya sendiri. Konflik pekerjaan dan keluarga tersebut menjelaskan terjadinya benturan antara tanggung jawab pekerjaan dirumah atau kehidupan rumah tangga dengan tanggung jawab di pekerjaan (Frone & Cooper, 1994). Perawat yang tidak dapat membagi atau menyeimbangkan waktu untuk urusan keluarga dan bekerja dapat menimbulkan konflik yaitu konflik keluarga dan konflik pekerjaan.

Dalam penelitian National Center on Addiction and Substance Abuse (CASA) tahun 2006, 57% orang tua menjelaskan bahwa bekerja membuat mereka menjadi sulit mengatur jadwal (waktu) sehingga terlambat bekerja dan tidak dapat berkumpul dengan keluarga sesering yang mereka harapkan (Korabik, 2008). Penelitian yang dilakukan Novieta (2014) adalah, sebagian besar karyawati Divisi

Consumer Service di PT ‘X’ Bandung mengalami work-family conflict yang

tinggi pada arah work interfering with family. Namun perbedaannya kurang signifikan yang disebabkan adanya dukungan dari rekan kerja, atasan, dan sebagian besar karyawati memiliki anak yang sudah cukup besar yakni berusia


(20)

9

Universitas Kristen Maranatha lebih dari 12 tahun. Penelitian ini membuktikan bahwa usia anak memengaruhi

work-family conflict pada wanita menikah yang bekerja. Semakin kecil usia anak,

membuat wanita menikah yang bekerja akan mengalami konflik yang semakin besar (Korabik, 2008).

Dari hasil wawancara awal terhadap 10 orang perawat wanita ruang rawat

inap di rumah sakit umum daerah kota “X”, menunjukan bahwa enam orang

(60%) merasakan bahwa, perawat kurang dapat berpartisiapasi aktif di dalam tanggung jawab dan kegiatan rumah tangga. Perawat tidak memiliki cukup waktu untuk mengasuh anak dan mengerjakan pekerjaan rumah, tidak ikut serta dalam kegiatan keluarga dan kurang dapat memperhatikan perkembangan anak karena banyak waktu yang dikeluarkan untuk melakukan tanggung jawab dalam pekerjaan. Sedangkan empat orang (40%) lainnya merasa saat perawat mendapatkan shift pagi terkadang harus meminta ijin untuk datang terlambat atau meminta temannya untuk menggantikan pekerjaannya karena harus melakukan tanggung jawab rumah tangga. Tanggung jawab rumah tangga tersebut misalnya seperti, mengantar anak sekolah, menghadiri pertemuan orang tua di sekolah anak, membersihkan rumah. Hal ini mengakibatkan rekan perawat lain tidak diperkenankan pulang sebelum penggantinya datang.

Sebanyak tujuh orang perawat (70%) dari 10 orang merasakan bahwa tuntutan pekerjaan membuat perawat menjadi terfokus untuk bekerja sehingga merasa lelah saat dirumah. Permasalahan di tempat kerja terkadang menjadikan kondisi diri saat pulang kerumah dalam keadaan tertekan untuk mengerjakan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga. Hal ini menghalangi perawat untuk


(21)

10

Universitas Kristen Maranatha memberikan kontribusi sebagai ibu rumah tangga seperti kurang dapat memberikan perhatian kepada suami dan anak. Perawat terkadang menjadi lebih sering diam saat sampai dirumah dan menjadi mudah marah kepada keluarga. Sedangkan tiga orang (30%) lainnya merasa bahwa permasalahan dari kehidupan di keluarga sering memengaruhi pada kinerja mereka dan merasa tertekan dengan tanggung jawab keluarga sehingga sulit untuk berkonsentrasi pada pekerjaannya. Misalnya, perawat yang anaknya sedang sakit dirumah dititipkan kepada anggota keluarga lain, namun saat bekerja perawat sering sekali menghubungi kerumah untuk memantau keadaan anak. Hal ini membuat perawat menjadi kurang dapat berkonsentrasi saat bekerja sehingga dapat melakukan kesalahan.

Sebanyak dua orang (20%) dari 10 orang perawat merasa bahwa mereka merasakan belum bisa melakukan apa yang menjadi harapan bagi keluarganya, seperti menemani keluarga di saat waktu luang keluarga, menemani suami dalam acara keluarga, dan belum menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik, serta belum menjadi seorang ibu yang baik bagi anak-anaknya. Hal ini terjadi terutama saat perawat sedang libur namun terdapat tugas on call yang membuat perawat harus kembali bekerja dan membatalkan acara keluarga. Sedangkan delapan orang (80%) lainnya merasa bahwa apa yang mereka lakukan belum sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pihak RSUD kota “X” di dalam kinerja perawat. Perawat yang sedang mengalami permasalahan keluarga, saat bekerja terkadang menjadi kurang ramah dalam menangani pasien dan keluarga pasien. Hal ini membuat pelayanan rumah sakit menjadi kurang memuaskan bagi pasien.


(22)

11

Universitas Kristen Maranatha Fenomena yang dialami perawat tersebut terlihat bahwa masalah yang berkaitan dengan work-family conflict yang dirasakan oleh perawat wanita ruang

rawat inap di RSUD kota ‘X’ cukup kompleks. Hal ini jika tidak mendapat

perhatian lebih secara serius akan menghasilkan negative outcome seperti

turnover, rendahnya kepuasan kerja, job attitude, ketidakhadiran, rendahnya

motivasi bekerja. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui dimensi yang paling memengaruhi perawat rawat inap RSUD kota ‘X’ terutama yang berkaitan dengan faktor-faktor terhadap munculnya work-family conflict.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada bagian di atas, peneliti bermaksud meneliti dan mengetahui bagaimana dimensi work-family conflict yang paling dominan pada perawat wanita rawat inap rumah sakit umum daerah kota ‘X’.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini memiliki maksud untuk memeroleh gambaran mengenai keenam dimensi work-family conflict pada perawat wanita rawat inap rumah sakit

umum daerah kota ‘X’ yang terdiri dari Time-based WIF, Time-based FIW,


(23)

12

Universitas Kristen Maranatha 1.3.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat dimensi work-family conflict pada perawat wanita rawat inap yang sudah berkeluarga di rumah sakit umum

daerah kota ‘X’, dimensi mana yang paling dominan dari work-family conflict,

yaitu time-based WIF, time-based FIW, Strain-based WIF, strain-based FIW,

behavior-based WIF, behavior-based FIW dan kaitannya dengan faktor – faktor yang memengaruhi.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pemahaman dalam bidang Psikologi Industri Organisasi dan Psikologi Keluarga mengenai Work-Family Conflict (WFC) yang terjadi pada perawat wanita.

2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan rujukan bagi peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian mengenai Work-family conflict (WFC) terhadap perawat wanita.


(24)

13

Universitas Kristen Maranatha 1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi kepada kepala bagian keperawatan di RSUD

kota ‘X’ mengenai gambaran dimensi work-family conflict yang

paling dominan pada perawat wanita RSUD kota ‘X’ yang

selanjutnya dapat dijadikan acuan dalam perencanaan program seminar atau pelatihan yang berkaitan dengan konflik antara pekerjaan dan keluarga.

2. Menjadi acuan dalam program pembinaan secara langsung kepada perawat wanita ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ dengan rujukan pada bidang bimbingan pendamping pelanggan (BBPP).

1.5 Kerangka Pikir

Perawat rawat inap yang menikah di RSUD kota ‘X’ memiliki tanggung jawab untuk mengurus urusan rumah tangga seperti menyiapkan kebutuhan anak dan suami, memberikan kasih sayang terhadap suami dan anak, serta meluangkan waktu untuk berkumpul bersama keluarga. Perawat juga memiliki tanggung jawab sebagai seorang perawat rawat inap di RSUD kota ‘X’ untuk melaksanakan tugas – tugas dalam keperawatan seperti menjaga, memperhatikan serta melayani kebutuhan pasien, memberikan obat dan treatment dengan tepat waktu, konsentrasi dan senantiasa untuk membantu perawat lain dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan tugas on call. Tuntutan yang besar dalam pekerjaan membuat perawat menjadi kurang berpartisipasi dalam keluarga. Sedangkan, tuntutan keluarga yang besar dapat membuat perawat menjadi kurang


(25)

14

Universitas Kristen Maranatha berpartisipasi secara optimal dalam pekerjaan. Hal ini dapat membuat perawat rawat inap mengalami work-family conflict, work-family conflict merupakan sebuah bentuk interrole conflict dimana tekanan peran yang berasal dari pekerjaan dan keluarga saling mengalami ketidakcocokan dalam beberapa karakter (Greenhaus dan Beutell, 1985).

Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi timbulnya WFC yaitu dukungan (support) dan tuntutan (demand). Dukungan dapat berasal dari kedua peran yaitu sebagai ibu rumah tangga dalam keluarga dan sebagai perawat rawat inap di RSUD kota ‘X’. Sumber dukungan dari pekerjaan dapat berasal dari atasan, rekan kerja atau bawahan. Dukungan dari rekan kerja dan kepala ruangan membuat perawat tersebut menjadi dapat mengatasi emosinya dan bekerja lebih efektif. Sedangkan dukungan dari keluarga dapat berasal dari pasangan, anak, anggota keluarga lain (misal : ibu, ayah, mertua, saudara) maupun bukan dari anggota keluarga (misal : pembantu, pengasuh anak, tetangga). Dukungan dapat diberikan secara emosional (dengan cara berempati atau mendengarkan) atau instrumental (berupa bantuan nyata untuk membantu memecahkan masalah).

Tuntutan (demand) dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 jenis yaitu

role involvement, role overload, job / family control. Role involvement adalah

tingkatan dari peran mana yang menjadi sentral atau yang paling menonjol bagi konsep diri setiap individu yang akan mengakibatkan WFC karena hal tersebut akan menyebabkan meningkatnya tekanan dalam suatu peran. Role involvement ini dibedakan menjadi role involvement terhadap peran sebagai ibu rumah tangga dalam keluarga dan role involvement terhadap peran pekerja sebagai perawat


(26)

15

Universitas Kristen Maranatha

wanita rawat inap RSUD kota ‘X’ (Greenhaus & Beutell dalam Korabik 2002).

Perawat yang mengutamakan tuntutan pekerjaan maka dimungkinkan akan mendapatkan tekanan yang lebih besar dalam urusan rumah tangga. Sebaliknya, perawat yang mengutamakan tuntutan dalam rumah tangga dimungkinkan akan mendapatkan tekanan yang lebih dalam urusan pekerjaan.

Role overload terjadi ketika keseluruhan tuntutan terhadap energi dan

waktu yang berhubungan dengan aktivitas dari bermacam – macam peran terlalu besar sehingga sulit untuk melakukan peran – peran tersebut secara adekuat dan menyenangkan (Beutell & Greenhaus, 1983; Cooke & Rousseau, 1983, dalam Korabik 2002). Role overload dapat terjadi pada tanggung jawab peran pekerjaan (work) sebagai perawat rawat inap atau pada tanggung jawab peran sebagai ibu rumah tangga (family) dalam keluarga, atau bahkan pada kedua tanggung jawab peran sekaligus.

Job / Family control merupakan sejauh mana seseorang memiliki kendali terhadap cara kerjanya sehari-hari. Semakin rendah kontrol artinya seseorang makin tidak dapat menentukan cara kerjanya sendiri. Kontrol ini dapat berasal dari peran rumah tangga (family) sebagai ibu rumah tangga dalam keluarga atau peran sebagai pekerja (work) perawat wanita rawat inap rumah sakit ‘X’ Bandung.

Faktor – faktor tersebut dapat menyebabkan work-family conflict yang muncul dalam dua arah, yang pertama adalah work interfering with family (WIF) yang merupakan konflik dari pekerjaan yang memengaruhi kehidupan keluarga. Kedua adalah family interfering with work (FIW) yang merupakan konflik dari


(27)

16

Universitas Kristen Maranatha kehidupan keluarga yang memengaruhi pekerjaan. Menurut Greenhaus & Beutell (dalam Carlson, 2000) terdapat tiga bentuk dari work-family conflict, yaitu time –

based conflict, dimana konflik yang dialami perawat ketika tekanan waktu

menuntut pemenuhan suatu peran dan menghambat pemenuhan peran lain. Strain – based conflict merupakan konflik yang muncul karena ketegangan dan

kelelahan yang dialami perawat pada satu peran sehingga mempengaruhi kinerja dalam peran lain. Behavior – based conflict merupakan suatu konflik dimana

tingkah laku dalam satu peran tidak sesuai dengan tingkah laku peran lainnya. Jika dikombinasikan antara dua arah family conflict dengan tiga bentuk

work-family conflict akan menghasilkan enam kombinasi dimensi work-work-family conflict,

yaitu time – based conflict WIF, strain – based conflict WIF, behavior – based conflict WIF, time – based conflict FIW, strain – based conflict FIW, behavior – based conflict FIW.

Perawat wanita ruang rawat inap di RSUD kota ‘X’ dapat mengalami

time – based conflict WIF yaitu waktu yang digunakan untuk memenuhi peran

sebagai perawat menghambat waktu yang digunakan untuk memenuhi peran di dalam keluarga. Hal ini terjadi saat perawat memilih pekerjaan sebagai peran sentral namun tuntutan dalam pekerjaan terlalu banyak. Kondisi ini membuat perawat menghabiskan banyak waktu untuk menyelesaikan tanggung jawab pekerjaan sehingga perawat kurang memiliki waktu untuk menyelesaikan tanggung jawab dalam keluarga. Perawat yang kurang mampu mengatur waktu dan kurang mendapat dukungan dari pekerjaan membuat perawat mengalami time – based conflict WIF. Bekerja secara shift memungkinkan adanya waktu bekerja


(28)

17

Universitas Kristen Maranatha pada malam hingga pagi hari. Saat terdapat perawat yang belum datang, perawat sebelumnya harus tetap bekerja hingga penggantinya datang. Hal ini membuat perawat terlambat pulang sehingga pekerjaan rumah tangga seperti menyiapkan anak sekolah, suami bekerja dan pekerjaan rumah tangga lainnya terhambat.

Perawat wanita ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ dapat mengalami time –

based conflict FIW, yaitu waktu yang digunakan untuk memenuhi peran sebagai

ibu rumah tangga menghambat waktu yang digunakan untuk memenuhi peran di dalam pekerjaan. Hal ini terjadi saat perawat memilih keluarga sebagai peran sentral namun tuntutan dalam keluarga terlalu banyak. Kondisi ini membuat perawat menghabiskan banyak waktu untuk menyelesaikan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga sehingga perawat kurang memiliki waktu untuk menyelesaikan tanggung jawab dalam pekerjaan. Perawat yang kurang mampu mengatur waktu dan kurang mendapat dukungan dari keluarga membuat perawat mengalami time – based conflict FIW. Perawat yang datang terlambat pada saat

shift pagi kerap kali terjadi karena perawat harus menyelesaikan pekerjaan rumah tangganya. Hal ini terjadi karena perawat harus menyiapkan kebutuhan anak sekolah dan suami bekerja. Suami yang kurang bisa membantu pekerjaan rumah tangga membuat perawat harus menyelesaikan sebelum pergi bekerja sehingga perawat datang terlambat.

Perawat wanita ruang rawat inap di RSUD kota ‘X’ juga dapat mengalami

strain – based conflict WIF, yaitu kelelahan dan ketegangan yang dirasakan saat

bekerja menghambat perawat untuk menyelesaikan tanggung jawab rumah tangga. Kelelahan dan ketegangan ini dapat diakibatkan dari pekerjaan perawat yang


(29)

18

Universitas Kristen Maranatha terlalu banyak namun kurang dukungan dari atasan atau rekan kerja. Perawat yang mengutamakan pekerjaan namun kurang mampu mengatur pekerjaannya dengan baik dapat membuat perawat merasa terlalu lelah untuk terlibat dalam rumah tangga. Perawat yang harus menangani banyak pasien sedangkan rekan kerja kurang dapat membantu membuat perawat terlalu lelah saat bekerja. Terlalu lelah saat bekerja membuat perawat kurang dapat memperhatikan keluarga dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga saat di rumah.

Perawat wanita ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ dapat mengalami strain

– based conflict FIW, yaitu kelelahan dan ketegangan yang dirasakan saat

memenuhi tuntutan keluarga menghambat perawat untuk menyelesaikan tanggung jawab dalam pekerjaan. Kelelahan dan ketegangan ini dapat diakibatkan dari tuntutan pekerjaan rumah tangga yang terlalu banyak namun kurang dukungan dari keluarga. Perawat yang mengutamakan pekerjaan rumah tangga namun kurang mampu mengatur pekerjaan rumah tangganya dengan baik dapat membuat perawat merasa terlalu lelah saat bekerja. Perawat yang sedang mengalami masalah keluarga dan kurang dukungan dari suami dan anak membuat perawat menjadi kurang konsentrasi saat bekerja. Perawat memikirkan permasalahan keluarga saat bekerja sehingga pekerjaan di rumah sakit menjadi tidak terselesaikan dengan baik seperti, terlambat memberikan obat atau treatment, dan mudah emosi terhadap perawat lain atau pasien.

Selain itu, perawat wanita ruang rawat inap di RSUD Kota ‘X’ dapat mengalami behavior – based conflict WIF, yaitu tingkah laku yang efektif dalam


(30)

19

Universitas Kristen Maranatha besar dalam pekerjaan dan menjadikannya sebagai peran sentral bagi perawat membuat perawat berusaha untuk menunjukkan tingkah laku yang sesuai dengan harapan rumah sakit. Kurang mampunya perawat untuk mengatur pekerjaan dan kurangnya dukungan dari pekerjaan terhadap tingkah laku yang diharapkan rumah sakit membuat perawat menunjukkan tingkah laku yang tidak diharapkan keluarga saat di rumah. Perawat yang sedang mengalami masalah pekerjaan namun tidak mendapat perhatian dari perawat lain membuat perawat harus tetap bekerja sesuai dengan harapan rumah sakit. Hal ini berdampak pada tingkah laku perawat saat sesampai di rumah. Perawat menjadi mudah marah saat dirumah sehingga perilaku perawat dirumah menjadi tidak sesuai dengan harapan keluarga.

Perawat wanita ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ dapat mengalami

behavior – based conflict FIW, yaitu tingkah laku yang efektif dalam keluarga

menjadi tidak efektif digunakan dalam pekerjaan. Tuntutan yang besar sebagai ibu rumah tangga dan menjadikannya sebagai peran sentral bagi perawat membuat perawat berusaha untuk menunjukkan tingkah laku yang sesuai dengan harapan keluarga. Kurang mampunya perawat untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga dan kurangnya dukungan dari keluarga terhadap tingkah laku yang diharapkan membuat perawat menunjukkan tingkah laku yang tidak diharapkan saat bekerja. Perawat yang mengalami masalah keluarga dan tidak mendapat dukungan dari keluarga dapat berdampak pada tingkah laku perawat saat bekerja. Perawat dapat menjadi kurang ramah dan ketus saat menangani pasien atau berinteraksi dengan rekan perawat lainnya.


(31)

20

Universitas Kristen Maranatha Dari paparan diatas, dijelaskan bahwa perawat wanita ruang rawat inap

RSUD kota ‘X’ dapat mengalami WFC yang terdiri dari enam dimensi dan faktor

-faktor yang mempengaruhinya. Maka dalam penelitian ini akan berfokus pada dimensi WFC yang paling dominan yang dialami oleh perawat wanita ruang rawat


(32)

21

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1 Kerangka Pikir

Dukungan (Support) Support Work

Support Family

Tuntutan (Demand) Role Involvement

Role involvement work

Role involvement family

Role Overload

Role overload work

Role overload family

Control

Control Work

Control Family

Dimensi WFC 1. Time –

Based FIW

2. Time – Based WIF

3. Strain – Based FIW

4. Strain – Based WIF

5. Behaviour – Based FIW

6. Behaviour – Based WIF

Perawat Wanita RSUD kota ‘X’

Work – Family Conflict


(33)

22

Universitas Kristen Maranatha 1.6Asumsi

1. Perawat wanita ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ menjalani dua

peran sekaligus yaitu sebagai seorang perawat dan juga sebagai ibu rumah tangga dan istri di rumah.

2. Masing-masing peran yang dijalankan perawat wanita ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ saling memberi tekanan sehingga dapat mengalami work-family conflict.

3. Perawat ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ mengalami dimensi yang

paling dominan dari enam dimensi WFC, yaitu , time-based WIF,

time-based FIW, strain-based WIF, strain-based FIW, behavior-based WIF, behavior-behavior-based FIW.

4. Dimensi WFC yang paling dominan yang dihayati perawat wanita ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu, tuntutan dan dukungan dari keluarga ataupun pekerjaan.

5. Dimensi WFC yang paling dominan yang dihayati perawat wanita

ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ dapat dipengaruhi oleh


(34)

78 Universitas Kristen Maranatha BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

1. Dimensi paling dominan yang dialami perawat perempuan ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ adalah dimensi strain-based FIW, strain-based WIF,

dan time-based WIF.

2. Faktor yang memengaruhi perawat wanita ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ yang mengalami strain-based FIW yaitu tuntutan pekerjaan rumah

tangga yang terlalu besar dan lebih memilih peran ibu rumah tangga daripada sebagai perawat. Sedangkan karakteristik perawat tersebut yaitu bekerja karena alasan ekonomi dan memiliki anak lebih dari dua orang dengan usia yang masih kecil yaitu dibawah 5 tahun serta kurang dukungan dari keluarga.

3. Faktor yang memengaruhi perawat wanita ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ yang mengalami strain-based WIF yaitu, perawat lebih memilih

pekerjaan daripada peran sebagai ibu rumah tangga namun tuntutan pekerjaan terlalu besar dan kurang dukungan dari pekerjaan. Jumlah anak yang lebih dari 1 orang membuat perawat merasa lelah saat bekerja sehingga peran sebagai ibu rumah tangga menjadi terhambat.

4. Faktor yang memengaruhi perawat wanita ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ yang mengalami time-based WIF yaitu, tuntutan pekerjaan yang


(35)

79

Universitas Kristen Maranatha pekerjaan. Sedangkan karakteristik perawat tersebut yaitu perawat berada pada masa dewasa awal dan sudah bekerja selama kurang dari lima tahun.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

1. Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti variabel WFC, disarankan untuk meneliti hubungan dimensi WFC dengan performance kerja.

2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggali lebih dalam mengenai faktor-faktor yang mendukung yaitu dukungan dan tuntutan dilihat dari pekerjaan dan keluarga.

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi pihak rumah sakit, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menambah jumlah perawat sehingga jumlah perawat seimbang dengan kapasitas pasien.

2. Bagi Bagian Bidang Bimbingan Pendamping Pelanggan dapat memberikan pelatihan atau seminar kepada perawat wanita ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ mengenai time management agar perawat dapat membagi waktu sebagai ibu rumah tangga dan perawat.

3. Sebagai acuan untuk melakukan training stress management. Stress management dilaksanakan untuk mengurangi ketegangan pada perawat sehingga mengurangi ketegangan (strain) yang menyebabkan konflik pada perawat.


(36)

80

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Allen, T.D. 2001. Family-Supportive Work Environment : The Role of Organizational

Perceptions. Journal of Vocational Behavior, 58, 414-435.

Apperson, M., Schimdt, H., Moore, S., Grunberg, L. 2002. Women Managers and

The Experiance of Work-Family Conflict. American Journal of Undergraduate Research, 1, 9-16.

Carlson, Dawn S.,K. Michele Kacmar and Larry J. Williams. 2000.

Construction and Initial Validation of a Multidimensional Measure of Work-Family Conflict. Journal of Vocational Behavior 56, 249-276.

Chappell, N.L. Dujella, C. and Smith, A.. 2014. Intersection of Relationship and

Gender. Journal Research on Aging 1, 1-23

Frone, M. R., Russell, M. & Cooper,C.L. 1992. Antecedents and Outcome of

Work-Family Conflict. Journal of Applied Psychology,12 : 39-53.

Frone, M. R., Russell, M. & Cooper,C.L. 1994. Relationship Between Job and Family

Satisfaction. Journal of Management,20 : 265-579.

Greenhaus, J.H. & Beutell, N.J. 1985. Sources of Conflict Between Work and Family

Role. Academy of Management Journal, 10, 76-88.

Korabik, Karen, Donna S. Leo and Denise L. Whitehead. 2008. Handbook of

Work-Family Integration. New York : Academic Press.

Lerner, Jacqueline.V. 1994. Working Woman and Their Families. California : Sage Publication.

Nazir, Mohammad. 2009. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia Papalia, D. 2009. Human Development. Jakarta : Salemba Humaika

Sudjana, M.A. 2002. Metode Statistika. Bandung : Tarsito

Sugiyono. 2010. Metode Peneltian Kuantitatif Kualitatif. Bandung : Alfabeta

Voydanof, P. 2004. The Effect of Work Demands and Resources on Work-Family


(37)

81

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

(http://www.ilo.org, diakses Mei 2015).

(http://www.rsudkota’x’.web.id, diakses September 2014)

Karin, Kesuma. 2013. Studi Deskriptif mengenai Self Compassion pada Perawat Rawat Inap di Rumah Sakit ‘X’ Bandung. Skripsi : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Novietha, D. A. K. 2014. Studi Deskriptif mengenai Work Family Conflict pada Karyawati Divisi Consumer Service di PT. “X” Bandung. Skripsi : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana (Februari 2009). Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.


(1)

Bagan 1.1 Kerangka Pikir Dukungan (Support)

Support Work

Support Family

Tuntutan (Demand)

Role Involvement

Role involvement work

Role involvement family

Role Overload

Role overload work

Role overload family

Control

Control Work

Control Family

Dimensi WFC 1. Time –

Based FIW 2. Time –

Based WIF 3. Strain –

Based FIW 4. Strain –

Based WIF 5. Behaviour –

Based FIW 6. Behaviour –

Based WIF Perawat

Wanita RSUD kota ‘X’

Work – Family Conflict


(2)

22

1.6Asumsi

1. Perawat wanita ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ menjalani dua peran sekaligus yaitu sebagai seorang perawat dan juga sebagai ibu rumah tangga dan istri di rumah.

2. Masing-masing peran yang dijalankan perawat wanita ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ saling memberi tekanan sehingga dapat mengalami work-family conflict.

3. Perawat ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ mengalami dimensi yang paling dominan dari enam dimensi WFC, yaitu , time-based WIF, time-based FIW, strain-based WIF, strain-based FIW, behavior-based WIF, behavior-behavior-based FIW.

4. Dimensi WFC yang paling dominan yang dihayati perawat wanita ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu, tuntutan dan dukungan dari keluarga ataupun pekerjaan.

5. Dimensi WFC yang paling dominan yang dihayati perawat wanita ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor demografis.


(3)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

1. Dimensi paling dominan yang dialami perawat perempuan ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ adalah dimensi strain-based FIW, strain-based WIF, dan time-based WIF.

2. Faktor yang memengaruhi perawat wanita ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ yang mengalami strain-based FIW yaitu tuntutan pekerjaan rumah tangga yang terlalu besar dan lebih memilih peran ibu rumah tangga daripada sebagai perawat. Sedangkan karakteristik perawat tersebut yaitu bekerja karena alasan ekonomi dan memiliki anak lebih dari dua orang dengan usia yang masih kecil yaitu dibawah 5 tahun serta kurang dukungan dari keluarga.

3. Faktor yang memengaruhi perawat wanita ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ yang mengalami strain-based WIF yaitu, perawat lebih memilih pekerjaan daripada peran sebagai ibu rumah tangga namun tuntutan pekerjaan terlalu besar dan kurang dukungan dari pekerjaan. Jumlah anak yang lebih dari 1 orang membuat perawat merasa lelah saat bekerja sehingga peran sebagai ibu rumah tangga menjadi terhambat.

4. Faktor yang memengaruhi perawat wanita ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ yang mengalami time-based WIF yaitu, tuntutan pekerjaan yang mengharuskan perawat bekerja tepat waktu namun kurang dukungan dari


(4)

79

pekerjaan. Sedangkan karakteristik perawat tersebut yaitu perawat berada pada masa dewasa awal dan sudah bekerja selama kurang dari lima tahun.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

1. Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti variabel WFC, disarankan untuk meneliti hubungan dimensi WFC dengan performance kerja.

2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggali lebih dalam mengenai faktor-faktor yang mendukung yaitu dukungan dan tuntutan dilihat dari pekerjaan dan keluarga.

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi pihak rumah sakit, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menambah jumlah perawat sehingga jumlah perawat seimbang dengan kapasitas pasien.

2. Bagi Bagian Bidang Bimbingan Pendamping Pelanggan dapat memberikan pelatihan atau seminar kepada perawat wanita ruang rawat inap RSUD kota ‘X’ mengenai time management agar perawat dapat membagi waktu sebagai ibu rumah tangga dan perawat.

3. Sebagai acuan untuk melakukan training stress management. Stress management dilaksanakan untuk mengurangi ketegangan pada perawat sehingga mengurangi ketegangan (strain) yang menyebabkan konflik pada perawat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Allen, T.D. 2001. Family-Supportive Work Environment : The Role of Organizational Perceptions. Journal of Vocational Behavior, 58, 414-435.

Apperson, M., Schimdt, H., Moore, S., Grunberg, L. 2002. Women Managers and The Experiance of Work-Family Conflict. American Journal of Undergraduate Research, 1, 9-16.

Carlson, Dawn S.,K. Michele Kacmar and Larry J. Williams. 2000. Construction and Initial Validation of a Multidimensional Measure of

Work-Family Conflict. Journal of Vocational Behavior 56, 249-276.

Chappell, N.L. Dujella, C. and Smith, A.. 2014. Intersection of Relationship and Gender. Journal Research on Aging 1, 1-23

Frone, M. R., Russell, M. & Cooper,C.L. 1992. Antecedents and Outcome of Work-Family Conflict. Journal of Applied Psychology,12 : 39-53.

Frone, M. R., Russell, M. & Cooper,C.L. 1994. Relationship Between Job and Family Satisfaction. Journal of Management,20 : 265-579.

Greenhaus, J.H. & Beutell, N.J. 1985. Sources of Conflict Between Work and Family Role. Academy of Management Journal, 10, 76-88.

Korabik, Karen, Donna S. Leo and Denise L. Whitehead. 2008. Handbook of Work-Family Integration. New York : Academic Press.

Lerner, Jacqueline.V. 1994. Working Woman and Their Families. California : Sage Publication.

Nazir, Mohammad. 2009. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia Papalia, D. 2009. Human Development. Jakarta : Salemba Humaika

Sudjana, M.A. 2002. Metode Statistika. Bandung : Tarsito

Sugiyono. 2010. Metode Peneltian Kuantitatif Kualitatif. Bandung : Alfabeta

Voydanof, P. 2004. The Effect of Work Demands and Resources on Work-Family Conflict and Facilitation. Journal of Marriage and Family, 66 , 398-412.


(6)

81

DAFTAR RUJUKAN

(http://www.ilo.org, diakses Mei 2015).

(http://www.rsudkota’x’.web.id, diakses September 2014)

Karin, Kesuma. 2013. Studi Deskriptif mengenai Self Compassion pada Perawat Rawat Inap di Rumah Sakit ‘X’ Bandung. Skripsi : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Novietha, D. A. K. 2014. Studi Deskriptif mengenai Work Family Conflict pada Karyawati Divisi Consumer Service di PT. “X” Bandung. Skripsi : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana (Februari 2009). Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.