Studi Deskriptif Mengenai Work Family Conflict pada Manajer Wanita yang Sudah Berkeluarga di PT. X Kota Bandung.

(1)

v Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui gambaran mengenai Work Family Conflict pada manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung. Work Family Conflict adalah sebuah bentuk interrole conflict dimana keterlibatan dalam satu peran terhalangi atau terganggu oleh peran yang lain. Khan et al dalam Greenhaus & Beutell (1985) mendefinisikan interrole conflict sebagai munculnya dua atau lebih tekanan dari peran yang berbeda secara bersamaan, yang mengakibatkan pemenuhan tuntutan dari peran yang satu menjadi lebih sulit karena juga memenuhi tuntutan peran yang lainnya. Menurut Gutek et al (dalam Carlson 2000) work family conflict dapat muncul dalam dua arah yaitu konflik dari pekerjaan yang mempengaruhi kehidupan keluarga (WIF : Work Interfering with Family) dan konflik dari keluarga yang mempengaruhi pekerjaan (FIW : Family Interfering with Work). Greenhaus & Beutell (dalam Carlson, 2000) menyatakan bahwa ada tiga bentuk dari work family conflict, yaitu Time Based Conflict, Strain Based Conflict, serta Behavior Based Conflict. Jika dikombinasikan antara tiga aspek work family conflict dengan dua arah work family conflict maka akan menghasilkan enam kombinasi dimensi work family conflict.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pemilihan sample menggunakan metode purposive sampling dan jumlah populasi sample dalam penelitian ini sebanyak 30 orang. Alat ukur yang digunakan untuk pengambilan data dalam penelitian ini adalah kuesioner hasil terjemahan dari alat ukur yang dikembangkan oleh Dawn S.Carlson, K. Michele Kacmar, dan Larry J. Williams (2000) dan diadaptasi di Indonesia oleh Indah Soca K., M.Psi., Psikolog (2011). Perhitungan validitas alat ukur ini menggunakan skala dari Lisa Friedenbergyang menunjukkan validitas item lebih dari 0,3. Sedangkan penghitungan reliabilitas menggunakan analisis faktor skala Cronbach yang menunjukkan hasil lebih dari 0,7 yang berarti alat ukur memiliki reliabilitas tinggi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung mengalami work family conflict dalam derajat yang tinggi. Arah work family conflict yang dominan dirasakan oleh manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung adalah Family Interference Work (FIW) dan dimensi work family conflict yang dominan dirasakan oleh manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung adalah dimensi Time FIW dan Strain FIW.

Untuk penelitian selanjutnya, peneliti mengajukan saran untuk meneliti hubungan antara work family conflict dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Selain itu peneliti juga mengajukan saran untuk menambah jumlah responden dalam penelitian selanjutnya.


(2)

vi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

This study was conducted to determine the image of the Work Family Conflict on women managers who are married in PT.X Bandung. Work Family Conflict is a form of inter role conflict, where involvement in the role hindered or interrupted by another role. Khan et al in Greenhaus & Beutell (1985) defines inter role conflict as ‘the emergence of two or more pressures from the different roles simultaneously, which resulted in difficulties to fulfill the demands of professional role at work because of demands of domestic role in family. According to Gutek et al (in Carlson 2000) Work Family Conflict can arise into two directions, namely Conflict of Employment that affect family life (WIF: Work Interfering with Family) and the Conflict of the Family that Affect the Work (FIW: Family Interfering with Work). Greenhaus & Beutell (in Carlson, 2000) states that there are three forms of work family conflict, namely the Time-Based Conflict, Strain-Based Conflict, and Behavior-Based Conflict. If the combination of the three aspects of work family conflict with a two-way work family conflict will generate six combinations of dimensions of work family conflict.

The method used in this research is Descriptive Method with sample selection using Purposive Sampling Method and the number of population sample in this study is 30 people. Measuring instrument used for data collection in this study was a questionnaire, translated from the measuring instrument developed by Dawn S. Carlson, K. Michele Kacmar and Larry J. Williams (2000) and adapted in Indonesia by Indah Soca K., M.Psi., Psychologist (2011). Calculation of the validity of this measure using a scale of Lisa Friedenberg, demonstrating the validity of the items more than 0.3. While calculating reliability using Cronbach scale factor analysis shows that the result is more than 0.7, which means measuring instrument has high reliability.

The results of this study indicate that the majority of female managers who are married in PT.X Bandung experience Work Family Conflict in a high degree. Trend of the dominant Work Family Conflict experienced by female managers who are married in PT.X Bandung is Family Interference Work ( FIW ) and the dimensions of the dominant Work Family Conflict experienced by female managers who are married in PT.X Bandung is the dimension of Time FIW and Strain FIW .

For further study, the researcher propose suggestions to observe the relationship between work family conflicts with the factors that influence it. In addition, researcher also propose a suggestion to increase the number of respondents in subsequent studies.


(3)

xi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL...i

LEMBAR PENGESAHAN...ii

PERYATAAN ORISINALITAS PENELITIAN...iii

PERYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN...iv

ABSTRAK...v

ABSTRACT...vi

KATA PENGANTAR………..………...vii

DAFTAR ISI...x

DAFTAR TABEL...xiv

DAFTAR DIAGRAM...xv

DAFTAR BAGAN...xvi

DAFTAR LAMPIRAN...xviii

BAB I. PENDAHULUAN………...1


(4)

xii Universitas Kristen Maranatha

1.2 Identifikasi Masalah………...………...12

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian………...13

1.3.1.1Maksud Penelitian………...…...13

1.3.1.2Tujuan Penelitian…………...………...13

1.4Kegunaan Penelitian………...13

1.4.1.1Kegunaan Teoritis………...13

1.4.1.2Kegunaan Praktis……….………...14

1.5Kerangka Pemikiran…...………14

1.6Asumsi...………...27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...………...………..…………...………….28

2.1 Work Family Conflict...……….………...28

2.1.1 Pengertian Peran dan Konflik Peran………...…...28

2.1.2 Definisi Work- Family Conflict…………...………...31

2.1.3 Bentuk Work- Family Conflict………...………...33

2.1.4 Sumber atau penyebab Work- Family Conflict………...36


(5)

xv Universitas Kristen Maranatha

2.1.6 Dampak-dampak yang ditimbulkan Work Family Conflict...44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………...49

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian………...49

3.2 Bagan Rancangan Penelitian……....………...49

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………...50

3.3.1 Variabel Penelitian………...……....50

3.3.2 Definisi Konseptual………...50

3.3.3 Definisi Operasional...51

3.4 Alat Ukur………53

3.4.1 Alat Ukur Work- Family Conflict………...……….…53

3.4.2 Kisi-kisi Alat Ukur………...………...………..54

3.4.3 Prosedur Pengisian Item…...……...………..55

3.4.4 Sistem Penilaian…...………...55


(6)

xiv Universitas Kristen Maranatha

3.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur………...…….57

3.5.1 Validitas Alat Ukur………...…………...57

3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur...58

3.6 Populasi dan Teknik Penarikan Sample...………..58

3.6.1 Populasi Sasaran...………...58

3.6.2 Karakteristik Populasi...………... .59

3.6.3 Teknik Penarikan Sample...59

3.7 Teknik Analisis Data………...……….59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN...60

4.1 Gambaran Responden Penelitian...………....60

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia...……...……....60

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Masa Kerja………...….61

4.1.3 Gambaran responden Berdasarkan Lama Menikah...61

4.1.4 Gambaran Responden Berdasarkan Jumlah Anak………..62

4.1.5 Gambaran Responden Berdasarkan Usia Anak Terkecil…………...62


(7)

xv Universitas Kristen Maranatha

4.1.7 Gambaran responden Berdasarkan Keberadaan Anggota Keluarga Lain

Di Rumah...64

4.2 Hasil Penelitian...………...……...65

4.2.1 Gambaran Mengenai Work Family Conflict……...………....…...65

4.2.2 Gambaran Mengenai Arah Work Family Conflict……….66

4.2.3 Gambaran Mengenai Dimensi Work Family Conflict...67

4.3 Pembahasan...………..67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...75

5.1 Kesimpulan...………...….75

5.2 Saran...………...76

5.2.1 Saran Teoritis……...………...76

5.2.2 Saran Praktis...………..………...76

DAFTAR PUSTAKA………..….77


(8)

xvi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

TABEL 3.1. Kisi – Kisi Alat Ukur Work Family Conflict...54

TABEL 3.2. Penilaian Alat Ukur Kuesioner………...56

TABEL 3.3. Kriteria Validitas…...57

TABEL 3.4. Kriteria Reliabilitas...58

TABEL 4.1. Gambaran Responden Berdasarkan Usia...60

TABEL 4.2. Gambaran Responden Berdasarkan Masa Kerja...61

TABEL 4.3. Gambaran Responden Berdasarkan Lama Menikah...61

TABEL 4.4. Gambaran Responden Berdasarkan Jumlah Anak...62

TABEL 4.5. Gambaran Responden Berdasarkan Usia Anak Terkecil...62

TABEL 4.6. Gambaran Responden Berdasarkan Keberadaan Asisten Rumah Tangga...63

TABEL 4.7. Gambaran Responden Berdasarkan Keberadaan Anggota Keluarga Lain Di Rumah...64


(9)

xvii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR DIAGRAM

DIAGRAM 4.1 Gambaran Mengenai Work Family Conflict...65 DIAGRAM 4.1 Gambaran Mengenai Arah Work Family Conflict...66 DIAGRAM 4.1 Gambaran Mengenai Dimensi Work Family Conflict...67


(10)

xviii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR BAGAN

BAGAN 1.1. Bagan Kerangka Pikir...26 BAGAN 3.1. Bagan Rancangan Penelitian...49


(11)

xix Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Profil Perusahaan

Lampiran 2 Surat Pengantar Kuesioner Lampiran 3 Letter of Consent

Lampiran 4 Identitas Responden Lampiran 5 Kuesioner

Lampiran 6 Hasil Skor Work Family Conflict

Lampiran 7 Tabulasi Silang Dimensi Work Family Conflict Dengan Data Penunjang

Lampiran 8 Data Demografi Responden dan Frequency Table Lampiran 9 Biodata Peneliti


(12)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di zaman modern ini kondisi ekonomi diberbagai negara terasa sangat mempengaruhi kehidupan masyarakatnya dan menyebabkan kebutuhan hidup yang terus meningkat, begitu pula yang saat ini terjadi pada masyarakat di Indonesia. Dengan kebutuhan hidup yang semakin meningkat pada masyarakat Indonesia, terkadang penghasilan suami saja sebagai kepala keluarga kurang atau belum mencukupi kebutuhan seluruh anggota keluarganya sehingga saat ini banyak istri yang juga harus bekerja demi memenuhi tuntutan kebutuhan hidupnya dan mendapatkan penghasilan tambahan. Jika melihat kembali pada pembagian tugas secara tradisional, pria sebagai kepala rumah tangga memiliki tanggung jawab untuk bekerja dan menafkahi keluarganya, sedangkan wanita memiliki peran utama dalam rumah tangga dengan menyediakan kebutuhan suami, mengurus kebutuhan rumah tangga, serta membesarkan dan mendidik anak. Namun di era modern ini pembagian tugas tersebut sudah semakin bergeser dan banyak wanita yang memilih untuk sama-sama bekerja seperti suaminya sehingga kemudian menambah tanggung jawab para kaum wanita tersebut, yaitu sebagai karyawati, istri, maupun ibu.


(13)

2

Universitas Kristen Maranatha

Pada dasarnya pekerjaan dan keluarga adalah dua area dimana manusia menghabiskan sebagian besar waktunya. Walaupun berbeda, pekerjaan dan keluarga interdependent satu sama lain, sebagaimana keduanya berkaitan dengan pemenuhan hidup seseorang. Income adalah hal utama yang dikejar seseorang dari pekerjaannya dan faktanya pekerjaan adalah kondisi dan kebutuhan dasar bagi kehidupan keluarga. Namun di sisi lain keluarga juga dikaitkan dengan kasih sayang dimana seseorang dapat mengembangkan diri dan memperoleh pemenuhan dirinya, serta merupakan tempat yang penting bagi sebuah kebahagiaan dan harapan, terutama bagi para wanita yang merupakan pemegang peran paling penting di keluarga.

Keterlibatan perempuan bekerja di Indonesia pun terus bertambah dari tahun ke tahun, bahkan partisipasi perempuan yang bekerja jauh meningkat dibanding laki-laki. Dari tahun 1960-2000 partisipasi perempuan dalam dunia kerja di Indonesia meningkat sebesar 43,5%. Sehingga saat ini muncul kecenderungan pada pasangan suami istri untuk sama-sama bekerja (dual career), pola keluarga seperti ini mengakibatkan sulitnya pembagian waktu antara tuntutan pekerjaan dan keluarga Beberapa orang dapat memainkan beberapa peran sekaligus pada saat yang bersamaan. Misalnya, seorang wanita dapat berperan sebagai istri, ibu, dan karyawan sekaligus. Konflik peran sosial akan terjadi apabila seseorang harus memilih salah satu diantara peran-peran sosialnya. Untuk beberapa individu, apa yang terjadi di tempat kerja tetap di tempat kerja. Bagi yang lain, batasannya tidak jelas sehingga menimbulkan parameter yang tidak jelas juga. Kadang kala masalah di kantor ataupun urusan kantor yang tidak tuntas


(14)

3

Universitas Kristen Maranatha

akan terbawa masuk ke urusan keluarga dan mencampuri atau menyita waktu individu dengan keluarganya, dan sebaliknya, urusan rumah tangga yang belum terselesaikan pun dapat mempengaruhi pikiran dan kinerja seseorang saat bekerja. Dalam kehidupan kerja mereka sering mengalami konflik pekerjaan, seperti pekerjaan yang beresiko, peralatan kerja yang tidak memadai, berbagai tuntutan kerja dari atasan atau rekan, dan lain sebagainya. Selain itu mereka juga sering mengalami konflik keluarga, seperti terjadinya perdebatan mengenai keuangan, anak-anak, rekreasi, atau urusan keluarga lainnya, sulitnya menyeimbangkan urusan pekerjaan dan keluarga inilah yang selanjutnya menimbulkan konflik antara keluarga dan pekerjaan ini dikenal dengan nama Work Family Conflict. (Bardoel, 2007)

Work family conflict, telah didefinisikan sebagai konflik yang terjadi antara peran pekerjaan dan peran dalam keluarga sebagai akibat dari tekanan tinggi tuntutan terkait dengan peran masing-masing, dan mengurangi tingkat kinerja dalam peran lain (Greenhaus et al., 2006). Sejumlah besar peneliti berpendapat bahwa work family conflict sangat terkait dengan turn over karyawan (Simon et al., 2004), burn out (Burke dan Greenglass, 2001), kelelahan (Demerouti et al., 2004) dan stres (Killien, 2004) (dalam Carlson, 2000). Work family conflict yang dialami individu kemudian juga dapat terbagi menjadi dua arah, yaitu Work Interfering Family, yaitu konflik dari pekerjaan yang mempengaruhi keluarga, dan Family Interfering Work yaitu konflik dari keluarga yang mempengaruhi pekerjaan(Gutek et al dalam Carlson 2000).


(15)

4

Universitas Kristen Maranatha

Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti, Work Family Conflict ini juga terjadi di salah satu perusahaan BUMN milik negara yaitu PT. X yang berada di Kota Bandung. PT X merupakan perusahaan BUMN Negara yang bergerak di bidang telekomunikasi dan menyediakan sarana serta jasa layanan telekomunikasi bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kegiatan usaha yang dimiliki PT.X meliputi usaha utama, dimana PT.X bertanggung jawab untuk membangun , mengembangkan, mengoperasikan, serta memasarkan jaringan telekomunikasi dan informatika dengan seluas-luasnya dan usaha penunjang dimana PT.X bertanggung jawab untuk menyediakan layanan transaksi pembayaran serta menjalankan kegiatan dan usaha lain dalam rangka optimalisasi sumberdaya yang dimiliki. PT.X juga merupakan salah satu perusahaan besar yang menyokong pemerintah Indonesia dengan berperan sebagai salah satu pembayar pajak terbesar di Indonesia. Saham terbesar PT. X juga adalah milik pemerintah Indonesia, sehingga para direksi PT.X ini bertanggung jawab penuh secara langsung pada pemerintah untuk menghasilkan profit yang besar setiap tahunnya. PT. X saat ini memiliki banyak cabang serta anak perusahaan di seluruh kota di Indonesia dan memiliki jumlah karyawan yang sangat banyak, baik karyawan wanita ataupun karyawan pria. Karyawan-karyawan ini memiliki rentang jabatan yang berbeda-beda dari mulai staff, manajerial, sampai dengan direktur. Dengan semakin meningkatnya jabatan seorang karyawan maka semakin meningkat juga tekanan serta tanggung jawab dari pekerjaannya tersebut. Salah satu posisi yang memiliki stressor cukup tinggi di PT. X Kota Bandung adalah posisi managerial.


(16)

5

Universitas Kristen Maranatha

Stoner (1981) mengungkapkan bahwa peran utama manajer meliputi peran interpersonal, peran pemberi informasi, serta peran pembuat keputusan. Dengan adanya ketiga peran tersebut, manajer memiliki kewajiban utama sebagai wakil dari organisasi baik di dalam maupun di luar organisasi, mengawasi keluar-masuknya informasi di perusahan tempat bekerja, sekaligus sebagai pembuat keputusan penting. Oleh karena itu, agar tujuan organisasi dapat tercapai, maka ketiga peran manajerial tersebut harus dilaksanakan secara seimbang.

(http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123587-303.33%20SEK%20p%20-%20Pendahuluan.pdf)

Tingginya tanggung jawab yang harus dipenuhi serta jumlah profit yang harus dicapai oleh PT.X ini dalam setiap tahunnya, menyebabkan karyawannya diminta untuk menunjukkan performa yang maksimal, sehingga ditentukanlah sasaran kerja individu bagi para pegawainya, setiap karyawan akan di evaluasi kinerjanya dalam jangka waktu 1 tahun sekali. Evaluasi kinerja ini juga bertujuan untuk melihat efektifitas kerja masing-maing individu setiap tahunnya serta pencapaian target kerja yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil evaluasi ini maka akan terlihat bagaimana kinerja setiap karyawannya dan pemenuhan target yang telah dicapainya.

Konsekuensi yang dihadapi para karyawan apabila target yang ditetapkan oleh perusahaan tidak dapat dipenuhi oleh individu yang bersangkutan, maka jumlah insentif ataupun bonus yang seharusnya mereka terima akan dikurangi dan untuk beberapa kondisi mereka bisa jadi tidak mendapatkannya sama sekali. PT.X


(17)

6

Universitas Kristen Maranatha

memang tidak menerapkan aturan yang kaku mengenai jam lembur, namun keberangkatan para karyawannya ke luar kota, terutama di hari dimana seharusnya mereka mendapatkan libur, dapat dihitung sebagai pekerjaan lembur. Semua proses kerja dan hasil dari evaluasi kinerja tersebut dapat mempengaruhi kepuasan kerja masing-masing individu, termasuk pada manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT.X, karena mereka memiliki tuntutan dan tanggung jawab besar dalam pekerjaannya serta memiliki peran ganda yang harus dipenuhinya baik di pekerjaan maupun dalam urusan rumah tangga . Hal ini merupakan sesuatu yang sangat berpengaruh dalam hubungan dengan keluarga maupun pekerjaan, tidak jarang kita temukan pada pasangan suami istri yang bekerja dan sudah memiliki anak, masalah dalam pekerjaan yang dibawa ke rumah akan menimbulkan suatu konflik bagi pasangan tersebut dan juga anak-anaknya.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada manager bagian HRD PT X di Kota Bandung, didapatkan fenomena bahwa tanggung jawab pekerjaan yang dipegang oleh manager-manager setiap bagian di PT X cukup berat. Para manajer ini bertanggung jawab atas pekerjaan di kantor, di lapangan, bertanggung jawab atas anak buahnya, serta bertanggung jawab mengelola anggaran divisinya. Dikarenakan hal tersebut, tidak jarang para manager harus berangkat ke luar kota, luar daerah, bahkan luar negeri untuk meninjau proyek di lapangan bersama staffnya. Tidak jarang para manager ini harus berangkat di akhir minggu dimana seharusnya itu adalah waktu libur mereka, yang biasanya digunakan bersama keluarga. Saat ini PT. X juga memiliki program online untuk sistem perusahaan sehingga para karyawannya bisa bekerja


(18)

7

Universitas Kristen Maranatha

kapanpun dan dimanapun dengan fasilitas ini, sehingga para manajer harus siap 24 jam jika sewaktu-waktu ada pekerjaan mendadak. Menurut manajer HRD PT. X, hal itu lah yang membuat para manajer di PT. X ini memiliki tanggung jawab yang lebih besar dari karyawan lain, karena mereka harus meluangkan lebih banyak waktunya.

Tanggung jawab kerja yang dimiliki oleh para manajer di PT.X Kota Bandung ini meliputi waktu kerja pasti yaitu selama 9 jam setiap harinya selama lima hari dalam seminggu. Mereka juga memiliki jadwal dinas yang berada diluar jam kerja seperti meeting, RUPS (rapat umum pemegang saham), serta dinas-dinas keluar kota yang biasanya datang secara mendadak, termasuk pada hari libur. Melihat dari hal itu, dapat dikatakan bahwa mereka memiliki tuntutan peran yang cukup tinggi, terutama pada manajer wanita yang sudah berkeluarga karena mereka harus menjalankan peran gandanya sebagai manajer di PT.X maupun sebagai orang tua serta istri bagi keluarganya.

Peneliti kemudian melakukan wawancara kepada 10 orang manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT. X, 10 orang responden tersebut menyatakan bahwa dalam keluarganya, mereka memiliki tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan rumah tangga sebelum maupun setelah pulang dari kantor, mereka juga bertanggung jawab untuk menyelesaikan berbagai urusan sekolah anaknya, termasuk menemani anaknya untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. Seluruh responden juga menyatakan bahwa mereka pernah meminta izin untuk pulang lebih cepat, masuk terlambat, ataupun tidak masuk kantor


(19)

8

Universitas Kristen Maranatha

karena urusan keluarga, terutama karena hampir seluruh manajer wanita di PT X Kota Bandung ini masih memiliki anak yang berusia dibawah 18 tahun, dimana pada usia tersebut anak masih membutuhkan perhatian penuh dari orang tuanya.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan, seluruh responden menghayati adanya Work Family Conflict yang mereka rasakan, hal ini antara lain tampak dengan adanya perasaan bersalah yang mereka rasakan ketika harus menunda urusan rumah tangga untuk menyelesaikan pekerjaan kantornya, begitupula sebaliknya, mereka menghayati adanya perasaan cemas ketika ada pekerjaan kantor yang belum tuntas dan mereka harus menyelesaikan urusan rumah tangganya terlebih dahulu. Derajat konflik yang dialami masing-masing individu ini cenderung berbeda-beda tergantung pada penghayatan interrole conflict yang dialami oleh individu yang bersangkutan dan bagaimana individu tersebut menyikapinya.

Dari seluruh responden tersebut, 8 orang diantaranya merasakan bahwa dimensi family interfering work lebih dominan mereka alami, sedangkan 2 lainnya merasakan bahwa dimensi work interfering family lebih dominan mereka alami. Konflik tetap mereka rasakan sekalipun ke-10 responden ini memiliki tempat tinggal pribadi dengan jarak sekitar 1-30 km ke tempat kerja dan membutuhkan waktu tempuh 10-60 menit, yang terbilang cukup dekat dari kantor sehingga sewaktu-waktu mereka dapat pulang jika ada hal yang darurat. Seluruh responden ini memiliki pasangan yang juga bekerja sebagai karyawan kantoran dengan jam kerja yang sama, yaitu lebih dari 40 jam/minggu.


(20)

9

Universitas Kristen Maranatha

Ketika ditanyakan lebih jauh, dari 8 responden yang mengalami family interfering work (FIW) lebih dominan 3 diantaranya merasakan kesulitan yang besar dalam hal waktu, mereka mengatakan bahwa mereka seringkali kesulitan jika ada hal-hal menyangkut rumah tangga yang harus mereka selesaikan pada jam kerja, namun kebanyakan dari responden tersebut memiliki pengasuh dan pembantu sehingga mereka bisa mengesampingkan beberapa urusan selain urusan yang benar-benar penting. Dari 8 responden yang mengalami Family Interfering with Work 5 orang menyatakan bahwa mereka juga biasa mengalami kesulitan/konflik dalam hal tekanan. menyatakan bahwa tekanan atau masalah yang terjadi dalam rumah tangga seringkali menyulitkan mereka untuk berkonsentrasi di kantor sehingga kinerja mereka pada saat itu dapat sedikit terganggu atau terabaikan. Pada 2 orang responden yang menghayati Work interfering with Family lebih dominan pun menyatakan bahwa mereka mengalami kesulitan paling besar dengan tekanan yang muncul dari pekerjaannya. Seringkali tekanan pekerjaan yang mereka dapatkan di kantor membuat mereka tidak dapat melakukan hal-hal yang mereka sukai saat pulang ke rumah, seperti bertukar pikiran dengan anak-anak, dsb. Hal ini dikarenakan tekanan pekerjaan seringkali membuat mereka merasa lelah dan ingin segera beristirahat sesampainya di rumah. Seluruh responden yang mengalami Work interfering with Family, yaitu 2 orang, menghayati bahwa mereka seringkali kesulitan dalam menyesuaikan antara perilaku atau peran mereka saat berada di kantor maupun di rumah.

Dalam menjalankan perannya di pekerjaan, para manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung ini dituntut untuk memiliki ketegasan


(21)

10

Universitas Kristen Maranatha

serta kebijaksanaaan dalam bertindak. Namun beberapa responden menyatakan bahwa saat mereka mencoba menunjukkan perilaku yang sama dalam urusan rumah tangga, hal tersebut tidak terlalu berfungsi sehingga mereka harus memainkan peran yang berbeda saat menghadapi keluarganya. Para responden juga menghayati bahwa waktu yang mereka miliki untuk bersama keluarga sangat lah kurang, sehingga terkadang mereka harus memilih untuk menggunakan jam kerja dan menyelesaikan urusan keluarga atau menunda urusan keluarga dan mendahulukan pekerjaan kantor. Namun, tidak jarang hal tersebut menimbulkan raa bersalah ketika mereka tidak bisa memenuhi salah satu perannya karena harus memenuhi tanggung jawab pada peran yang lainnya.

Work Family Conflict tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya konflik tersebut, baik dari lingkup pekerjaan maupun lingkup keluarga, dan kedua ruang lingkup ini saling memberi tekanan pada individu sehingga kemudian memunculkan konflik. Salah satu faktornya adalah dukungan sosial. Dalam hal dukungan sosial yang diberikan oleh rekan kerja ataupun perusahaan, 7 orang responden menyatakan bahwa lingkungan kerja memberikan dukungan yang cukup dengan adanya berbagai bantuan baik dari rekan kerja ataupun atasan. Mereka juga menyatakan rekan kerja sering membantu dalam mengatasi permasalahan di pekerjaan, dan atasan pun seringkali memberi izin saat mereka harus menyelesaikan urusan keluarga yang bentrok dengan jam kerja, dengan konsekuensi target kerja mereka harus tercapai dan hal ini berhubungan juga dengan insentif yang mereka terima. Namun bagi 3 orang responden lainnya, lingkungan kerja tidaklah terlalu mendukung karena seringkali atasan


(22)

11

Universitas Kristen Maranatha

memberikan arahan yang kurang jelas dan ke-3 responden tersebut menyatakan bahwa mereka sering menerima perintah yang bertentangan dari dua orang atau lebih, sehingga seringkali muncul kebingungan akan kejelasan tugas ataupun peran mereka. Mengenai dukungan sosial yang diterima para karyawan dari lingkungan keluarga, ke- 10 responden mengatakan bahwa pasangan dan keluarga sangat mendukung dan dukungan dari keluarga ini adalah dukungan terbesar yang mereka terima dalam menjalankan peran ganda tersebut.

Pada dasarnya, salah satu dari kebutuhan psikologis anak yang penting adalah, ia terasuh dengan baik dan penuh kasih secara terus-menerus. Dengan menggunakan pengasuh kecemasan orang tua selama bekerja akan berkurang. Orang tua harus memberikan kesempatan untuk terciptanya keakraban dan kedekatan antara anak dan pengasuh. Sering berganti-ganti pengasuh juga dapat membahayakan anak. Seringkali, saat ditinggalkan orangtua, anak justru terlibat dalam masalah. Penelitian menunjukkan, anak-anak bermasalah sering berasal dari keluarga yang kurang atau tidak mengawasi. Anak tidak begitu saja tahu sejak lahir, mana perilaku baik, mana yang buruk. Mereka perlu diajari dan kemudian diawasi. Sangat penting bagi orangtua mengetahui di mana anaknya, sedang bersama siapa, dan sedang berbuat apa. Memang, anak sering mengeluh kalau ia diawasi ketat. Tetapi anak-anak yang tidak diawasi juga dapat merasa orangtua tidak peduli dengan mereka. (www.jawaban.com http://artikelduniakerja.wordpress.com oleh Daniel Amen, M.D., direktur medis The Center for Effective Living)


(23)

12

Universitas Kristen Maranatha

Jika membicarakan mengenai peran ganda, maka didapatkan pula fakta bahwa 8 orang responden tidak mengalami kebingungan akan perannya dalam pekerjaan, sedangkan 2 orang responden lainnya seringkali mengalami kebingungan peran dalam pekerjaannya seperti saat menerima perintah yang berbeda dari dua orang atau lebih atasan mereka. Mengenai peran dalam keluarga 9 orang responden menyatakan bahwa keluarga seringkali dapat diandalkan ketika mereka memiliki masalah dalam pekerjaan, sehingga tidak terlalu membebani dan saat berada di lingkungan keluarga para responden ini dapat menjalankan perannya dengan baik. Namun 1 orang responden lain menyatakan bahwa seringkali peran dalam pekerjaan terbawa ke rumah atau keluarga terutama saat tekanan dari pekerjaan sedang meningkat, sehingga kadang-kadang terjadi overlap peran sebagai manajer dan sebagai orang tua.

Melihat seluruh fenomena tersebut dan dikaitkan dengan hasil survey, dapat terlihat bahwa kehidupan manager wanita yang bekerja sekaligus berkeluarga tidaklah lepas dari work family conflict, sehingga peneliti kemudian tertarik untuk melihat work family conflict dari sisi manager wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui mengenai Work Family Conflict pada Manager Wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung.


(24)

13

Universitas Kristen Maranatha

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai Work Family Conflict pada Manager Wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat derajat Work Family Conflict meliputi arah dan bentuk dari Work Family Conflict yang terjadi pada Manager Wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman dan memberikan informasi tambahan mengenai Work Family Conflict bagi bidang psikologi, khususnya bidang psikologi industri dan organisasi, serta psikologi keluarga.

2. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai Work Family Conflict pada Manager Wanita yang sudah berkeluarga.


(25)

14

Universitas Kristen Maranatha

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perusahaan yang bersangkutan, dalam hal ini adalah PT. X di Kota Bandung, untuk memahami konflik dalam pekerjaan maupun dalam keluarga yang dialami oleh managernya yang kemudian dapat digunakan untuk memberikan konseling maupun intervensi atau penanganan sesuai dengan work family conflict yang dialami oleh manager tersebut dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dan kinerja manager wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung.

2. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah pemahaman manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT. X Kota Bandung, mengenai work family conflict dan kaitannya dengan berbagai aspek dalam pekerjaan dan kehidupan berkeluarga.

1.5 Kerangka Pemikiran

Di zaman modern ini semakin banyak masalah maupun konflik yang muncul di seluruh dunia, dari masalah politik, perekonomian, pendidikan, sampai dengan kesehatan dan kesejahteraan. Masalah yang masih menjadi masalah utama di hampir seluruh negara di dunia adalah masalah perekonomian, salah satunya adalah masalah perekonomian di Indonesia. Dengan semakin sulitnya kondisi perekonomian saat ini, maka bekerja bukan hanya menjadi ajang aktualisasi diri namun juga telah menjadi suatu kebutuhan hidup, sehingga saat ini semakin banyak pasangan yang sudah menikah kemudian memutuskan untuk sama-sama


(26)

15

Universitas Kristen Maranatha

bekerja, sekalipun mereka telah memiliki anak. Bekerja dan berkeluarga adalah dua hal utama yang biasanya ingin dicapai oleh seorang individu.

Dewasa ini, pekerjaan dan keluarga telah didefinisikan sebagai dua bidang utama dalam kehidupan di dunia modern. Dua hal ini mampu memenuhi kebutuhan manusia dan juga menjadi sumber kebahagiaan seseorang dalam hidupnya. Ada individu yang mampu memainkan beberapa peran sekaligus dalam hidupnya, baik sebagai orang tua, pasangan, maupun karyawan, namun ada juga individu yang mengalami kesulitan dalam memenuhi peran-perannya tersebut secara bersamaan. Peran seorang wanita sebagai istri dan ibu rumah tangga sebenarnya sudah cukup menyita waktu dan perhatian, namun akan lebih kompleks lagi apabila wanita tersebut harus bekerja dan memiliki peran lain, yaitu sebagai karyawan yang menuntutnya untuk bekerja di luar rumah, atau bahkan terkadang di luar jam kerja, hal ini secara otomatis akan mengurangi waktunya untuk memenuhi perannya dalam keluarga.

Saat individu tersebut mengalami kesulitan dalam pemenuhan tuntutan perannya pada saat yang bersamaan, maka akan timbulah konflik yang kemudian akan mempengaruhi sikap dan pikiran individu tersebut baik dalam pekerjaannya maupun saat sedang bersama keluarganya. Terutama saat individu tersebut memiliki posisi yang penting di perusahaan tempatnya bekerja, misalnya sebagai seorang manajer atau kepala bagian yang memiliki tanggung jawab cukup besar, disisi lain keluarga pun memiliki derajat kepentingan yang sama sehingga konflik itu sendiri bisa muncul karena alasan keluarga ataupun karena alasan pekerjaan. Hal ini lah yang kemudian disebut dengan Work Family Conflict.


(27)

16

Universitas Kristen Maranatha

Work Family Conflict yang untuk seterusnya akan disebut WFC adalah sebuah bentuk interrole conflict dimana keterlibatan dalam satu peran terhalangi atau terganggu oleh peran yang lain. Khan et al dalam Greenhaus & Beutell (1985) mendefinisikan interrole conflict sebagai munculnya dua atau lebih tekanan dari peran yang berbeda secara bersamaan, yang mengakibatkan pemenuhan tuntutan dari peran yang satu menjadi lebih sulit karena juga memenuhi tuntutan peran yang lainnya. Pada karyawan dengan level manajer di PT X di kota Bandung ini, semuanya memiliki beberapa peran, antara lain yang utama adalah peran sebagai karyawan, peran sebagai pasangan bagi suami/istrinya, dan peran sebagai orang tua. Peran-peran tersebutlah yang dalam usaha pemenuhannya seringkali memunculkan interrole conflict pada karyawan dengan level manajer di PT X di kota Bandung, hal ini membuat mereka terkadang harus memilih untuk memenuhi salah satu tuntutan perannya, seperti saat ada tuntutan pekerjaan yang mendesak dari kantor namun disaat bersamaan ada tuntutan yang juga cukup mendesak dalam urusan rumah tangga, seperti ketika anak atau pasangan sakit ataupun saat harus mengurus masalah akademis anak.

Menurut Greenhaus & Beutell (dalam Carlson, 2000) ada tiga bentuk dari konflik antara kerja keluarga, yaitu Time Based Conflict, Strain Based Conflict, serta Behavior Based Conflict. Kemudian menurut Gutek et al (dalam Carlson 2000) work family conflict dapat muncul dalam dua arah yaitu konflik dari pekerjaan yang mempengaruhi kehidupan keluarga (WIF : Work Interfering with Family) dan konflik dari keluarga yang mempengaruhi pekerjaan (FIW : Family


(28)

17

Universitas Kristen Maranatha

Interfering with Work). Jika dikombinasikan antara tiga aspek work family conflict dengan dua arah work family conflict maka akan menghasilkan enam kombinasi dimensi work family conflict yaitu Time based WIF dan Time based FIW, Strain based WIF dan Strain based FIW, serta Behavior based WIF dan Behavior based FIW.

Time based Conflict merupakan konflik yang disebabkan oleh tuntutan waktu untuk memenuhi peran yang satu dan yang lainnya. Time Based Conflict ini disebabkan oleh dua jenis konflik, yaitu tuntutan waktu disuatu peran membuat seseorang secara fisik tidak dapat memenuhi ekspektasi dari peran yang lain. Tuntutan waktu juga bisa membuat seseorang mengalami kebingungan atau ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dengan satu peran meskipun seseorang tersebut telah berusaha secara fisik untuk memenuhi tugas peran yang lainnya. Time based conflict yang terjadi pada karyawan di level manager ini dapat terkait dengan pemenuhan peran secara fisik, yaitu ketika individu mengalami tuntutan dalam hal waktu yang menyebabkan pada saat tersebut individu yang bersangkutan tidak dapat memenuhi perannya yang lain, maupun secara psikis dimana sekalipun manajer tersebut telah memenuhi perannya sesuai dengan tuntutan waktu namun pada saat yang bersamaan pikirannya masih terfokus pada perannya yang lain sehingga kemudian ia akan kehilangan konsentrasinya dalam menjalankan perannya saat itu. Konflik akan tekanan waktu juga dapat disebabkan oleh keseriusan individu dalam aktivitasnya sehingga ia lupa waktu padahal seharusnya di waktu bersamaan individu tersebut telah menjalani perannya yang lain.


(29)

18

Universitas Kristen Maranatha

Time-based Family Interfering with Work atau Time-based FIW adalah konflik yang muncul diakibatkan oleh tuntutan waktu antara pemenuhan peran dalam keluarga dan peran yang lainnya di tempat kerja, Time Based FIW pada manajer wanita di PT. X Kota Bandung ini merupakan konflik yang muncul dalam bentuk tuntutan waktu yang berasal dari urusan keluarga yang muncul pada saat para manager ini harusnya memenuhi peran sebagai karyawan dan kemudian mempengaruhi atau berdampak pada pekerjaan/kinerja manajer wanita di PT. X Kota Bandung ini. Ketika ada hal-hal yang menyangkut keluarganya seperti saat anak/pasangan sakit dan tidak ada yang menjaga, ataupun ketika ada acara-acara di sekolah anak yang harus diikuti oleh orang tuanya, yang mana hal tersebut biasanya menjadi tanggung jawab seorang wanita sebagai istri dan ibu, namun terjadi pada saat hari dan jam kerja dimana manajer wanita tersebut seharusnya berada di kantor dan bekerja untuk memenuhi tuntutan perannya sebagai manajer wanita di PT.X Kota Bandung. Pada situasi tersebut, secara fisik saat manajer wanita tersebut memilih untuk memenuhi perannya dalam keluarga maka perannya sebagai manajer wanita yang sebenarnya harus dipenuhi pada waktu itu tidak dapat dipenuhinya, yang berarti akan mempengaruhi pekerjaannya, seperti keterlambatan penyelesaian pekerjaan, dan sebagainya. Secara psikis pun hal ini dapat memberi tekanan saat individu yang bersangkutan berusaha mengabaikan tuntutannya dari urusan keluarga tersebut, namun saat bekerja pikiran mereka tidak terlepas dari urusan keluarga itu sehingga kemudian menghambat kinerja dan konsentrasi mereka.


(30)

19

Universitas Kristen Maranatha

Sedangkan Time-based Work Interfering with Family (WIF) ini dapat terjadi ketika manager wanita yang sudah berkeluarga di PT X Kota Bandung ini dikejar oleh tuntutan pekerjaan yang menyita waktunya, sehingga waktu dimana seharusnya para manager wanita ini memenuhi perannya dalam keluarga malah digunakan untuk menyelesaikan pekerjaannya sehingga manajer wanita ini tidak dapat secara penuh memenuhi perannya untuk berada di rumah dan menjadi ibu ataupun istri bagi keluarganya, seperti di akhir minggu yang seharusnya merupakan hari libur dan bisa digunakan untuk membantu anaknya belajar atau sekedar menghabiskan waktu dengan keluarga, tidak dapat dilakukan karena para manager wanita PT. X ini harus berangkat dinas ke luar kota, sehingga mereka tidak dapat menjalankan perannya sebagai ibu dan istri secara fisik. Secara psikis jika manajer PT X ini memilih untuk tidak berangkat dinas namun saat bersama keluarga pikirannya tetap pada pekerjaan maka hal ini dapat mengurangi waktunya untuk bersama keluarga.

Dimensi work family conflict yang kedua adalah Strained Based Conflict. Strain Based Conflict ini adalah konflik yang muncul karena ketegangan atau kelelahan pada satu peran sehingga mempengaruhi kinerja dalam peran yang lain, ataupun ketengangan disatu peran bercampur dengan pemenuhan tanggung jawab diperan yang lain. Konflik ini menyebabkan seseorang dapat memenuhi salah satu perannya secara baik dan disisi lain menyebabkan perannya yang lain terabaikan. Ketegangan peran ini dapat juga menimbulkan efek fisiologis seperti stress, tekanan darah meningkat, kecemasan, keadaan emosional, dan sakit kepala. Pada karyawan wanita dengan posisi managerial ini, tidak dapat dipungkiri bahwa


(31)

20

Universitas Kristen Maranatha

tekanan peran dan tanggung jawab mereka pada perusahaan dapat dibilang sangat besar, sedangkan dalam keluarganya mereka pun mereka memiliki peran yang sangat penting sebagai ibu maupun istri. Konflik ini dapat muncul ketika para manajer wanita ini mengalami masalah dengan pasangan, masalah akademis anak, ataupun anak/pasangan yang sakit sehingga membutuhkan pemikiran dan perhatian yang lebih dan pada saat yang bersamaan manajer wanita ini memiliki tugas dalam pekerjaan yang harus diselesaikan secepatnya, sehingga tidak dapat memenuhi tuntutan perannya dalam keluarga, namun disisi lain ketika menjalankan pekerjaannya performa yang ditampilkan pun kurang maksimal karena pikiran individu tersebut masih terbagi dengan masalah yang sedang dialaminya tersebut.

Strain Based Family Interfering with Work (FIW)merupakan konflik ketegangan yang dialami oleh manajer wanita PT. X disebabkan oleh tekanan dalam kehidupan keluarga yang kemudian mempengaruhi pekerjaan individu yang bersangkutan sehingga timbul konflik yang mengakibatkan individu tersebut tidak dapat bekerja secara maksimal. Pada manager wanita PT. X ini Strain Based WIF ini dapat terjadi ketika ada masalah dalam keluarganya seperti masalah dengan pasangan, kurangnya dukungan dari pasangan, urusan akademis anak, dan lain sebagainya yang kemudian dapat terbawa sampai ke kantor dan membuat para manajer wanita ini secara fisik bekerja lebih lambat dari biasanya, mudah lelah, dan sebagainya sehingga menyebabkan performa kerja individu tersebut menurun. Secara psikis mengakibatkan kurang konsentrasi, munculnya stress kerja, dan tertundanya pekerjaan yang sudah menjadi tugas individu tersebut.


(32)

21

Universitas Kristen Maranatha

Sedangkan Strain Based Work Interfering with Family (WIF) merupakan konflik ketegangan atau kelelahan yang dialami oleh manajer PT X yang berasal dari tuntutan pekerjaan yang mempengaruhi kehidupan keluarga. Strain Based FIW ini dapat berupa tuntutan yang datang dari deadline pekerjaan, tekanan dari atasan, lingkungan dan rekan kerja ataupun staff yang kurang mendukung, pekerjaan yang monoton, serta kebosanan manajer tersebut akan pekerjaannya dan ketika pulang ke rumah hal tersebut berdampak pada kelelahan dan kemudian secara psikis mempengaruhi perasaannya sehingga dirumah pun para manajer tersebut sulit untuk memenuhi tuntutannya seperti memberikan perhatian pada anak maupun pasangannya. Secara fisik bagi manajer wanita pun ada tuntutan dimana mereka harus menyiapkan segala keperluan rumah tangga saat pulang ke rumah ataupun akan berangkat ke kantor yang dapat terlewatkan saat mereka merasa tegang ataupun kelelahan.

Dimensi work family conflict yang terakhir adalah Behavior Based Conflict, yaitu konflik yang muncul ketika pengharapan dari suatu perilaku berbeda dengan pengharapan pada perilaku peran yang lainnya. Hal ini terkait dengan perbedaan aturan yang harus dihayati seseorang dalam pekerjaan maupun dalam situasi keluarga. Sebagai manager para wanita ini harus dapat bersikap tegas di kantor, namun sikap ini yang kemudian terbawa ke rumah sehingga membuatnya bersikap terlalu keras pada anak-anaknya. Ketidak sesuaian perilaku ini terjadi pada individu ketika bekerja dan ketika di rumah, biasanya individu sulit menukar antara peran yang dia jalani satu dengan yang lain. Pada para manajer wanita di PT. X ini Behavior Based Conflict terjadi antara lain saat


(33)

22

Universitas Kristen Maranatha

bekerja dengan menyandang posisi sebagai manajer mereka dituntut untuk berperilaku tegas namun hangat pada saat yang bersamaan, mandiri, mampu mengambil keputusan sendiri, serta memiliki emosi yang stabil, hal tersebut harus dimiliki oleh para manajer ini tanpa mempertimbangkan gender sebagai wanita. Sedangkan dalam rumah tangganya, sebagai istri dan seorang ibu para manajer wanita ini dituntut untuk memiliki sikap yang hangat, penyayang, dapat mengayomi suami serta anak-anaknya, dan bersikap demokratis dalam pengambilan keputusan, serta mampu bersikap sabar. Kebiasaan atau sikap yang terbawa dari pekerjaan dapat menghilangkan sikap hangat dan sabar yang seharusnya muncul di rumah, dan juga sikap hangat serta demokratis yang biasa ditunjukkan dirumah dapat terbawa ke tempat kerja dan membuat mereka menjadi terlalu tolerir terhadap jadwal maupun kesalahan staffnya.

Behavior Based Family Interfering with Work (FIW) yang terjadi pada manajer wanita PT. X ini merupakan pola perilaku para manajer wanita PT. X dalam keluarga yang terbawa ke lingkungan kerja dan kemudian mempengaruhi pekerjaannya. Seperti ketika para manajer ini bersikap hangat dan penuh perhatian pada anak serta pasangannya, ketika di tempat kerja sebagai manajer mereka masih bersikap seperti itu sehingga secara fisik mereka seringkali mengalami kesulitan saat harus mengatur atau bersikap tegas pada staffnya dan secara psikis hal tersebut membuat manajer wanita di PT. X memberikan toleransi yang terlalu besar pada staffnya, salah satunya dalam hal deadline sehingga terkadang pekerjaan menjadi keteteran.


(34)

23

Universitas Kristen Maranatha

Sedangkan Behavior Based Work Interfering with Family (WIF) pada manajer wanita PT. X di Kota Bandung merupakan konflik pola perilaku yang dialami para manajer wanita dalam pekerjaannya yang kemudian mempengaruhi perilaku para manajer wanita ini dalam kehidupan keluarganya. Misalnya tuntutan untuk berperan tegas dan mampu mengambil keputusan sendiri dalam pekerjaan menyebabkan para manajer wanita ini secara fisik bersikap otoriter baik pada anak maupun pasangannya di rumah padahal disisi lain pasangan dan anaknya mengharapkan sikap yang hangat sebagai ibu maupun istri serta sikap demokratis dalam urusan keluarga. Secara psikis manajer ini membangun pola pikir yang tegas/galak sehingga di keluarga pun selalu timbul pemikiran untuk menjadi orang tua yang tegas.

Menurut (Greenhaus, 1985), work family conflict dapat terjadi karena adanya tekanan – tekanan dari dua ruang lingkup yang dimiliki individu, yaitu lingkup pekerjaan dan lingkup keluarga. Sumber atau penyebab work family conflict dari lingkup atau area kerja adalah waktu kerja yang padat, tidak teratur, perjalanan kerja yang padat, pekerjaan yang berlebihan dan bentuk-bentuk lain dari stress kerja, adanya konflik interpersonal di tempat kerja, career transition, serta supervisor atau organisasi yang tidak mendukung. Sedangkan sumber munculnya work family conflict yang berasal dari tekanan – tekanan lingkup atau area keluarga adalah kehadiran anak, masih mempunyai tanggungjawab utama pada anak usia balita dan remaja, mempunyai konflik dengan anggota keluarga dan keberadaan anggota keluarga yang tidak mendukung.


(35)

24

Universitas Kristen Maranatha

Menurut Kahn (dalam Sarason & Pierce 1990) dukungan sosial adalah transaksi interpersonal yang melibatkan satu atau lebih dari beberapa hal, yaitu perasaan (ekspresi rasa suka, cinta, menghargai, kagum), bantuan (berupa barang, informasi, saran), ataupun penegasan (yaitu ekspresi persetujuan). Social support pada manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT. X Kota Bandung ini dapat berasal dari atasan dan rekan kerja (berupa pujian, bantuan, dan pengertian), pasangan (sikap suami/istri yang menunjukan pengertian atas kesulitan yang dialami pasangannya, dukungan saat pasangan mengalami tekanan, bantuan dalam hal pengurusan rumah tangga dan anak, dll), anak (pengertian dan dukungan saat orang tua mengalami tekanan sehingga belum dapat memaksimalkan perannya sebagai orang tua), maupun anggota keluarga lainnya seperti orang tua ataupun saudara (berupa dukungan, bantuan dalam mengurus urusan rumah tangga dan anak, dll).

Dari segi waktu dalam lingkup pekerjaan, para responden memiliki waktu kerja pasti yaitu selama 9 jam setiap harinya selama lima hari dalam seminggu beserta jadwal/waktu dinas yang berada diluar jam kerja seperti meeting, RUPS (rapat umum pemegang saham), serta dinas-dinas keluar kota yang biasa dilakukan juga pada hari libur. Sedangkan dari lingkup keluarga responden memiliki tuntutan untuk meluangkan waktu bagi keluarganya terutama karena hampir seluruh manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT. X Kota Bandung ini masih memiliki anak yang berusia dibawah 18 tahun yang masih tinggal satu rumah.


(36)

25

Universitas Kristen Maranatha

Faktor-faktor ini dapat memicu munculnya work family conflict pada manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT. X Kota Bandung, mengingat tuntutan peran mereka yang cukup tinggi, baik sebagai manajer di perusahaan tempat mereka bekerja maupun sebagai orang tua serta suami/istri dalam keluarganya. Namun derajat konflik yang dialami masing-masing individu ini cenderung berbeda-beda tergantung pada derajat interrole conflict yang dialami oleh individu yang bersangkutan dan bagaimana individu tersebut menyikapinya.


(37)

26

Universitas Kristen Maranatha

Bagan 1.1 Kerangka Pikir Manajer Wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung Work Family Conflict

Bentuk Work Family Conflict : 1. Time Based 2. Strain Based 3. Behavior Based Faktor-Faktor yg

Mempengaruhi Munculnya WFC di area keluarga : - Jumlah anak

- Usia anak

- keberadaan keluarga lain di rumah

- Memiliki asisten rumah tangga

Faktor-Faktor yg

Mempengaruhi Munculnya WFC di area pekerjaan : - Waktu kerja

- Jarak rumah-kantor - Waktu tempuh

rumah-kantor - Penghasilan

Arah Work Family Conflict : 1. Work Interfering Family (WIF) 2. Family Interfering Work (FIW)

Dimensi WFC : 1. Time Based WIF 2. Strain Based WIF 3. Behavior Based WIF 4. Time Based FIW 5. Strain Based FIW 6. Behavior Based FIW

Work Family Conflict Tinggi

Work Family Conflict Rendah


(38)

27

Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi

Berdasarkan kerangka pikir yang telah dikembangkan di atas, maka asumsi yang dapat ditarik adalah sebagai berikut :

1. Work family conflict yang dialami manajer wanita yang bekerja di PT.X Kota Bandung memiliki dua arah, yaitu work interfering family (WIF) dan family interfering work (FIW).

2. Work family conflict yang dialami manajer wanita yang bekerja di PT.X Kota Bandung memiliki tiga bentuk, yaitu time based conflict, strain based conflict, dan behavior based conflict.

3. Work interference family (WIF) yang dihayati oleh manajer wanita yang bekerja di PT.X Kota Bandung memiliki bentuk yang berbeda-beda, yaitu time based conflict, strain based conflict, dan behavior based conflict.

4. Family interfering work (FIW) yang dihayati oleh manajer wanita yang bekerja di PT.X Kota Bandung memiliki bentuk yang berbeda-beda, yaitu time based conflict, strain based conflict, dan behavior based conflict.

5. Work family conflict yang dialami manajer wanita yang bekerja di PT.X Kota Bandung dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari area keluarga, seperti usia anak, jumlah anak, dan keberadaan anggota lain dirumah. Serta faktor-faktor dari area pekerjaan seperti waktu kerja, jadwal kerja, jarak antara rumah-kantor, dan waktu tempuh antara rumah-kantor.


(39)

75 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan hasil penelitian, maka dapat ditarik suatu gambaran umum mengenai work family conflict pada manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung, dengan kesimpulan sebagai berikut :

1. Manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung dan merasakan work family conflict dengan derajat yang tinggi jumlahnya lebih banyak daripada manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung yang mengalami work family conflict dengan derajat rendah.

2. Arah work family conflict yang paling dominan dialami oleh manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung adalah Family Interference Work.

3. Dimensi work family conflict yang dominan dialami oleh manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung adalah time based FIW dan strain based FIW.

4. Faktor yang memiliki keterkaitan dengan dimensi time based FIW pada manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung adalah usia anak dan adanya pembantu rumah tangga.


(40)

76

Universitas Kristen Maranatha

5. Faktor yang memiliki keterkaitan dengan dimensi strain based FIW pada manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung adalah jumlah anak, usia anak dan adanya pembantu rumah tangga.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

1. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian secara khusus mengenai hubungan antara work family conflict dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2. Dalam penelitian selanjutnya, peneliti dapat mempertimbangkan untuk menambah jumlah responden dengan karakteristik yang sama agar lebih mewakili populasi penelitian.

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi individu di PT.X yang mengalami work family conflict tinggi, disarankan untuk dapat mengikuti pelatihan program manajemen waktu. 2. Pihak perusahaan dapat memberikan konseling rutin terhadap manajer

wanita yang sudah berkeluarga di PT.X untuk melihat permasalahan serta konflik yang dihadapi oleh manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT.X.

3. Pihak perusahaan dapat memberikan pelatihan-pelatihan yang terkait dengan cara mengolah skala prioritas dan pengelolaan peran sebagai manajer serta orang tua.


(41)

77

Universitas Kristen Maranatha

4. Pihak PT.X dapat membuat family-friend policy bagi manajer maupun karyawan wanita lainnya yang sudah berkeluarga dan bekerja di PT.X.


(42)

77

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Bardoel, E.A., De Cieri. 2007. ‘Reconciling Work and Family Responsibilities : a global Perspective’, Proceeding of international conference. UBAYA : Surabaya.

Carlson, D.S., Kacmar, K. M dan Williams, L. J. 2000. Construction and Initial Validation of Multidimensional Measure of Work Family Conflict. Journal of Vocational Behavior 56, hal 249-267.

Carlson, Dawn S. dan K. Michele Kacmar. 2000. Work Family Conflict In The Organization : Do Life Role Values Make a Difference?. Journal of Management.

Gilbert, S.T. Fiske and G. Lindzey (eds), The Handbook of Social Psychology (4th edn, Vol. 1, hal 269-332). New York:McGraw Hill

Greenhaus, J.H., & Beutell, N.J. 1985. Source of Conflict Between Work and Family Roles. The Academy of Management Review, Vol. 10, No. 1 (Jan, 1985), hal. 76-88.

Kumar. Ranjit. 1996. Research Metodology. New York : Sage Publication

Liu. Yuxin and Zhang Jianwei. Antecedents of Work Family Conflict : Review and Prospect. International Journal of Business and Management (Vol. 6, No. 1; hal 89-98) January 2011. Published by Canadian Center of Science and Education.

Laurance, W. Neuman. (2004). Qualitative and Quantitative Social Research. Needham Height. Massachusetts : Aliyn & Bacon.

Myers, D.G. (1996). Social Psychology. New York : Mc Graw Hill.

Nazir, Moh 2003. Metode penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Sarason, B.R., Sarason, I.G., and Pierce, G.R. 1990. Social Support: An Interactional View. New York: John Wiley & Sons.

2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana. Edisi 3. Bandung : Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha.


(43)

78

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Solusi Mendidik Anak Bila Ayah Ibu Bekerja. Agustus 2009. Artikel Dunia Kerja. http://artikelduniakerja.wordpress.com/2009/08/31/solusi-mendidik-anak-bila-ayah-ibu-bekerja/, di akses pada tanggal 18 Februari 2013.

Pengaruh Konflik Pekerjaan dan Keluarga. 2009. Sekar Adelina Rara

http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123587-303.33%20SEK%20p%20-%20Pendahuluan.pdf, di akses pada 22 Maret 2013.

Peranan Manajer Dalam Manajemen Organisasi Publik. Juli 2011. Kompasiana http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2011/07/18/peranan-manajer-dalam-manajemen-organisasi-publik-380989.html, di akses pada 24 Maret 2014.

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125692-303.6%20MUF%20h%20-%20Hubungan%20Work%20-%20Literatur.pdf, di akses pada 26 Agustus 2014

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125692-303.6%20MUF%20h%20-%20Hubungan%20Work%20-%20Literatur.pdf, di akses pada 7 Oktober 2014

Mufida, Alia. 2008. Hubungan Antara Work Family Conflict pada Ibu yang Bekerja. Skripsi. Jakarta : Universitas Indonesia.

Wirakristama, Richardus Chandra. 2011. Analisis Pengaruh Konflik Peran Ganda (Work Family Conflict) Terhadap Kinerja Karyawan Wanita Pada PT. Nyonya Meneer Semarang Dengan Stress Kerja Sebagai Variabel Intervening.Skripsi. Semarang : Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.


(1)

27

Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi

Berdasarkan kerangka pikir yang telah dikembangkan di atas, maka asumsi yang dapat ditarik adalah sebagai berikut :

1. Work family conflict yang dialami manajer wanita yang bekerja di PT.X Kota Bandung memiliki dua arah, yaitu work interfering family (WIF) dan family interfering work (FIW).

2. Work family conflict yang dialami manajer wanita yang bekerja di PT.X Kota Bandung memiliki tiga bentuk, yaitu time based conflict, strain based conflict, dan behavior based conflict.

3. Work interference family (WIF) yang dihayati oleh manajer wanita yang bekerja di PT.X Kota Bandung memiliki bentuk yang berbeda-beda, yaitu time based conflict, strain based conflict, dan behavior based conflict.

4. Family interfering work (FIW) yang dihayati oleh manajer wanita yang bekerja di PT.X Kota Bandung memiliki bentuk yang berbeda-beda, yaitu time based conflict, strain based conflict, dan behavior based conflict.

5. Work family conflict yang dialami manajer wanita yang bekerja di PT.X Kota Bandung dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari area keluarga, seperti usia anak, jumlah anak, dan keberadaan anggota lain dirumah. Serta faktor-faktor dari area pekerjaan seperti waktu kerja, jadwal kerja, jarak antara rumah-kantor, dan waktu tempuh antara rumah-kantor.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan hasil penelitian, maka dapat ditarik suatu gambaran umum mengenai work family conflict pada manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung, dengan kesimpulan sebagai berikut :

1. Manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung dan merasakan work family conflict dengan derajat yang tinggi jumlahnya lebih banyak daripada manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung yang mengalami work family conflict dengan derajat rendah.

2. Arah work family conflict yang paling dominan dialami oleh manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung adalah Family Interference Work.

3. Dimensi work family conflict yang dominan dialami oleh manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung adalah time based FIW dan strain based FIW.

4. Faktor yang memiliki keterkaitan dengan dimensi time based FIW pada manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung adalah usia anak dan adanya pembantu rumah tangga.


(3)

76

Universitas Kristen Maranatha 5. Faktor yang memiliki keterkaitan dengan dimensi strain based FIW pada

manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT.X Kota Bandung adalah jumlah anak, usia anak dan adanya pembantu rumah tangga.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

1. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian secara khusus mengenai hubungan antara work family conflict dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2. Dalam penelitian selanjutnya, peneliti dapat mempertimbangkan untuk menambah jumlah responden dengan karakteristik yang sama agar lebih mewakili populasi penelitian.

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi individu di PT.X yang mengalami work family conflict tinggi, disarankan untuk dapat mengikuti pelatihan program manajemen waktu. 2. Pihak perusahaan dapat memberikan konseling rutin terhadap manajer

wanita yang sudah berkeluarga di PT.X untuk melihat permasalahan serta konflik yang dihadapi oleh manajer wanita yang sudah berkeluarga di PT.X.

3. Pihak perusahaan dapat memberikan pelatihan-pelatihan yang terkait dengan cara mengolah skala prioritas dan pengelolaan peran sebagai manajer serta orang tua.


(4)

4. Pihak PT.X dapat membuat family-friend policy bagi manajer maupun karyawan wanita lainnya yang sudah berkeluarga dan bekerja di PT.X.


(5)

77

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Bardoel, E.A., De Cieri. 2007. ‘Reconciling Work and Family Responsibilities : a global Perspective’, Proceeding of international conference. UBAYA : Surabaya.

Carlson, D.S., Kacmar, K. M dan Williams, L. J. 2000. Construction and Initial Validation of Multidimensional Measure of Work Family Conflict. Journal of Vocational Behavior 56, hal 249-267.

Carlson, Dawn S. dan K. Michele Kacmar. 2000. Work Family Conflict In The Organization : Do Life Role Values Make a Difference?. Journal of Management.

Gilbert, S.T. Fiske and G. Lindzey (eds), The Handbook of Social Psychology (4th edn, Vol. 1, hal 269-332). New York:McGraw Hill

Greenhaus, J.H., & Beutell, N.J. 1985. Source of Conflict Between Work and Family Roles. The Academy of Management Review, Vol. 10, No. 1 (Jan, 1985), hal. 76-88.

Kumar. Ranjit. 1996. Research Metodology. New York : Sage Publication

Liu. Yuxin and Zhang Jianwei. Antecedents of Work Family Conflict : Review and Prospect. International Journal of Business and Management (Vol. 6, No. 1; hal 89-98) January 2011. Published by Canadian Center of Science and Education.

Laurance, W. Neuman. (2004). Qualitative and Quantitative Social Research. Needham Height. Massachusetts : Aliyn & Bacon.

Myers, D.G. (1996). Social Psychology. New York : Mc Graw Hill.

Nazir, Moh 2003. Metode penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Sarason, B.R., Sarason, I.G., and Pierce, G.R. 1990. Social Support: An Interactional View. New York: John Wiley & Sons.

2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana. Edisi 3. Bandung : Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha.


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Solusi Mendidik Anak Bila Ayah Ibu Bekerja. Agustus 2009. Artikel Dunia Kerja. http://artikelduniakerja.wordpress.com/2009/08/31/solusi-mendidik-anak-bila-ayah-ibu-bekerja/, di akses pada tanggal 18 Februari 2013.

Pengaruh Konflik Pekerjaan dan Keluarga. 2009. Sekar Adelina Rara

http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123587-303.33%20SEK%20p%20-%20Pendahuluan.pdf, di akses pada 22 Maret 2013.

Peranan Manajer Dalam Manajemen Organisasi Publik. Juli 2011. Kompasiana http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2011/07/18/peranan-manajer-dalam-manajemen-organisasi-publik-380989.html, di akses pada 24 Maret 2014.

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125692-303.6%20MUF%20h%20-%20Hubungan%20Work%20-%20Literatur.pdf, di akses pada 26 Agustus 2014

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125692-303.6%20MUF%20h%20-%20Hubungan%20Work%20-%20Literatur.pdf, di akses pada 7 Oktober 2014

Mufida, Alia. 2008. Hubungan Antara Work Family Conflict pada Ibu yang Bekerja. Skripsi. Jakarta : Universitas Indonesia.

Wirakristama, Richardus Chandra. 2011. Analisis Pengaruh Konflik Peran Ganda (Work Family Conflict) Terhadap Kinerja Karyawan Wanita Pada PT. Nyonya Meneer Semarang Dengan Stress Kerja Sebagai Variabel Intervening.Skripsi. Semarang : Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.