Studi Deskriptif Mengenai Derajat Loneliness pada Istri yang di Tinggal Meninggal Suami di Kota Tasikmalaya.

(1)

Abstrak

Penelitian dilakukan untuk mengetahui derajat loneliness pada istri yang ditinggal meninggal suami dalam kaitannya dengan faktor-faktor yang membuat individu lebih rentan terhadap loneliness. Penarikan sampel menggunakan metode snowball sampling dengan jumlah 103 responden. Rancangan penelitian menggunakan metode deskriptif. Teori yang digunakan adalah teori loneliness dari Perlman dan Peplau (1981), teori perkembangan usia dewasa madya dan akhir.

Alat ukur yang digunakan merupakan konstruksi dari peneliti, yang terdiri dari 59 item. Perhitungan validitas menggunakan rumus Spearman, dan rumus Alpha Cronbach untuk reliabilitas.

Berdasarkan hasil pengolahan data, dari 103 istri yang ditinggal meninggal suami, 53,4% memiliki derajat loneliness yang tergolong tinggi dan 46,6% memiliki derajat loneliness yang tergolong rendah.

Kesimpulan adalah istri yang ditinggal meninggal suami dengan derajat loneliness yang tergolong tinggi memiliki presentase sedikit lebih besar daripada istri yang ditinggal meninggal suami dengan derajat loneliness yang tergolong rendah. Faktor yang turut membuat istri yang ditinggal meninggal suami lebih rentan terhadap loneliness adalah faktor personal (self-esteem, shyness, social skill), dan usia. Ditemukan pula faktor lain yang turut memengaruhi adalah lamanya ditinggal meninggal suami

Peneliti mengajukan saran untuk selanjutnya dilakukan penelitian korelasional antara loneliness dengan salah satu faktor personal. Bagi istri yang ditinggal meninggal suami disarankan untuk belajar menerima kenyataan terhadap perubahan status sebagai janda. Kemudian, bagi keluarga, tetangga, teman, sahabat atau organisasi yang berkecimpung dalam penanganan wanita disarankan untuk memberikan dukungan moril seperti tetap mendampingi ketika istri yang ditinggal meninggal suami masih dalam proses adaptasi terhadap grief. Kemudian dapat pula membangun hubungan yang dapat mengurangi derajat loneliness pada istri yang ditinggal meninggal suami.


(2)

Abstract

The study was conducted to determine the degree of loneliness on widows in relation to factors that make individuals more susceptible to loneliness. Sampling used snowball sampling method, and total sample 103 respondents. The study design used descriptive methods. The theory used is loneliness theory of Perlman and Peplau (1981), middle adulthood and late adulthood.

Measuring instrument used is construction of researcher, which consists of 59 items. The calculation of validity used Spearman formula, and Cronbach alpha for reliability.

Based on the results of data processing, of 103 widows, 53.4% have a relatively high degree of loneliness, and as much as 46.6% have a relatively low degree of loneliness.

The conclusion was widows with high degree of loneliness have slightly larger percentage than widows with low degree of loneliness. Factors that make widows are more susceptible to loneliness is personal factors (self-esteem, shyness, social skills), and age. It was also found other factors that influence is the length of widowhood

Researcher propose suggestions for further research correlation between loneliness with one of personal factors.For widows are advised to learn to accept the reality of the change in status as a widow. For family, neighbors, friends, or organizations involved in the handling of women are advised to give moral support as stay with when widows in the process of adaptation to grief.Then can also build relationships that can reduce the degree of loneliness on the widows.


(3)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN……….. i

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN………...ii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN……… iii

ABSTRAK ………..………....iv

ABSTRACT ………..….v

KATA PENGANTAR………. vi

DAFTAR ISI………..viii

DAFTAR BAGAN ………...………… xiii

DAFTAR TABEL ……….... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………..xv

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1 Latar Belakang Masalah………. 1

1.2 Identifikasi Masalah………... 9

1.3 Maksud dan Tujuan ………..…….……… 9

1.3.1 Maksud Penelitian………...…… 9

1.3.2 Tujuan Penelitian………..………. 9

1.4 Kegunaan Penelitian………..………..…………..10


(4)

1.4.2 Kegunaan Praktis………..………..10

1.5 Kerangka Pemikiran………. 11 1.6 Asumsi……….. 22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….. 23 2.1 Loneliness………... 23

2.1.1 Definisi Loneliness.………... 23

2.1.2 Model Penyebab Loneliness………...………... 24 2.1.3 Aspek Loneliness………... 24

2.1.4 Precipitating Event……… 28 2.1.5 Predisposing and Maintaining Factor……….. 28 2.1.6 Coping Loneliness………. 32 2.1.7 Tipe Loneliness……….. 32

2.1.8 Manifestasi Loneliness……….. 33

2.1.8.1 Manifestasi Afektif………. 33

2.1.8.2 Manifestsi Motivasional………. 34

2.1.8.3 Manifestasi Kognitif………... 34

2.1.8.4 Manifestasi Tingkah Laku dengan Loneliness………... 34

2.1.8.5 Manifestestasi Masalah Kesehatan dan Sosial………... 35

2.2 Dewasa Madya ……….35


(5)

2.2.2 Perkembangan Kognitif dan Karir, Kerja dan Waktu Luang …………36

2.2.3 Perkembangan Sosio-Emosional ………37

2.3 Dewasa Akhir ………...37

2.3.1 Pengertian Dewasa Akhir ………..37

2.3.2 Perkembangan Kognitif ……….38

2.3.3 Kesehatan Mental ………..38

2.3.4 Perkembangan Sosio-Emosional ………...38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………... 40

3.1 Rancangan Penelitian……… 40

3.2 Bagan Rancangan Penelitian……… 40

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……….. 40

3.3.1 Variabel Penelitian………. 40

3.3.2 Definisi Operasional……….. 41

3.4 Alat Ukur……….. 42

3.4.1 Alat Ukur Loneliness………. 42

3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang……….…. 45

3.4.2.1 Data Pribadi……… 45

3.4.2.2 Data Penunjang………... 45

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel………... 45


(6)

3.5.2 Karakteristik Sampel………. 46

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel……….. 46

3.6 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur………. 46

3.6.1 Validitas………. 46

3.6.2 Reliabilitas………. 47

3.7 Teknik Analisis Data……… 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………...49

4.1 Gambaran Umum Responden ………...49

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ………...49

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Agama ………..50

4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Suku Bangsa ……….50

4.1.4 Gambaran Responden Berdasarkan Lama Menikah …………..………51

4.1.5 Gambaran Responden Berdasarkan Lama Ditinggal Meninggal...……51

4.1.6 Gambaran Responden Berdasarkan Penyebab Suami Meninggal …….51

4.1.7 Gambaran Responden Berdasarkan Jumlah Anak ……….52

4.2 Hasil Penelitian ……….52

4.2.1 Derajat Loneliness ……….52

4.2.2 Derajat Loneliness Berdasarkan Aspek Need For Intimacy …………..53

4.2.3 Derajat Loneliness Berdasarkan Aspek Cognitive Processes ………...53


(7)

4.3 Pembahasan ………..54

4.4 Diskusi ………..64

BAB V SIMPULAN DAN SARAN………...66

5.1 Simpulan ………...66

5.2 Saran………..66

5.2.1 Saran Teoretis………66

5.2.2 Saran Praktis ………..67

DAFTAR PUSTAKA…...……….. 68


(8)

DAFTAR BAGAN

1.1 Bagan Kerangka Pemikiran…...………... 21 2.1 Model Penyebab Loneliness ……….24


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Locus of Causality ………..26 Tabel 3.1 Kisi- Kisi Alat Ukur ………...………42 Tabel 3.2 Skor untuk Item Positif dan Negatif……….. 44 Tabel 3.3 Kategori Skor Loneliness………... 45 Tabel 3.4 Kriteria Validitas ………46 Tabel 3.5 Kriteria Reliabilitas ……….47 Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ………...49 Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Agama ………...………50 Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Suku Bangsa ………..50 Tabel 4.4 Gambaran Responden Berdasarkan Lama Menikah……….. 51 Tabel 4.5 Gambaran Responden Berdasarkan Lama Ditinggal Meninggal..………. 51 Tabel 4.6 Gambaran Responden Berdasarkan Penyebab Suami Meninggal ……..…51 Tabel 4.7 Gambaran Responden Berdasarkan Jumlah Anak……….. 52 Tabel 4.8 Derajat Loneliness ………..52 Tabel 4.9 Derajat Loneliness Berdasarkan Aspek Need For Intimacy ………...53 Tabel 4.10 Derajat Loneliness Berdasarkan Aspek Cognitive Processes …………...53 Tabel 4.11 Derajat Loneliness Berdasarkan Aspek Social Reinforcement ………….54


(10)

LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Alat Ukur Loneliness Lampiran 2 Kisi-Kisi Alat Ukur Lampiran 3 Validitas dan Reliabilitas Lampiran 4 Kota Tasikmalaya


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan suatu hubungan antara pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang didalamnya mencakup hubungan seksual, pengasuhan anak, serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada kalanya hubungan pernikahan yang telah terjalin harus berakhir. Secara umum, berakhirnya pernikahan dapat terjadi melalui lima cara, yaitu kematian salah satu atau kedua pasangan secara alami, pembatalan secara hukum, desertion, separation, dan perceraian (Duval & Miller, 1985).

Putusnya hubungan pernikahan merupakan perpisahan yang dapat menimbulkan dampak yang besar bagi kehidupan pihak yang berpisah. Pihak yang berpisah tentunya memerlukan kesiapan mental agar mampu menghadapinya, terutama bagi mereka yang mengalami putusnya hubungan pernikahan karena kematian pasangan. Kematian pasangan merupakan kehilangan yang paling sulit, dimana kematian pasangan dapat mengakibatkan rasa duka cita yang mendalam selama jangka waktu tertentu dan merupakan krisis yang sangat sulit untuk pasangan yang masih hidup (Santrock, 2002).

Perpisahan yang disebabkan kematian merupakan perpisahan untuk selamanya, individu yang ditinggalkan tidak dapat bertemu atau berkomunikasi lagi dengan pasangannya. Ditambah pula kematian merupakan kejadian yang


(12)

2

berada diluar kehendak manusia, sehingga individu yang ditinggalkan memerlukan kesiapan mental yang lebih.

Di Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) didapatkan bahwa sampai dengan tahun 2013 terdapat 9,94% wanita yang mengalami kematian pasangan dan belum menikah kembali. Sebanyak 2,16% pria mengalami kematian pasangan dan belum menikah kembali. Data tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak wanita dibandingkan pria yang mengalami kematian pasangan dan belum menikah kembali.

Bagi suami yang ditinggal meninggal istrinya, kemungkinan untuk menikah kembali akan lebih besar bila dibandingkan dengan istri yang ditinggal meninggal suami. Istri yang ditinggal meninggal suami yang berusia muda memang memiliki kemungkin untuk menikah kembali, namun kemungkinan tersebut lebih kecil bagi istri yang ditinggal meninggal suami yang berusia lebih tua. Terutama bagi istri yang sudah memiliki beberapa anak. (Hunt & Hunt, 1977). Tidak hanya kemungkinan yang relatif lebih kecil untuk menikah kembali, di sisi lain istri yang ditinggal meninggal suami akan mengalami berbagai macam masalah. Hal ini dialami pula oleh istri yang ditinggal meninggal suami di Kota Tasikmalaya.

Wawancara dilakukan kepada 10 orang istri yang yang ditinggal meninggal suami di Kota Tasikmalaya, sebanyak 7 orang (70%) istri yang ditinggal meninggal suami mengalami masalah dalam hal perekonomian. Setelah ditinggal meninggal suami, permasalahan yang dialami berupa pemasukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dirasa berkurang. Hal tersebut membuat istri yang


(13)

3

ditinggal meninggal suami mulai mencari pekerjaan atau bekerja lebih keras lagi. Istri yang ditinggal meninggal suami mulai mengatur kembali pengeluaran yang dibutuhkan keluarganya agar lebih sesuai dengan pendapatan yang diperoleh. Sedangkan 30% istri yang ditinggal meninggal suami tidak mengalami masalah dalam perekonomian karena adanya uang tunjangan dari pekerjaan suami atau karena sebelumnya istri yang ditinggal meninggal suami sudah memiliki penghasilan yang dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Sebanyak 6 orang (60%) istri yang ditinggal meninggal suami mengalami kesulitan ketika menjalankan peran ganda, yaitu sebagai ibu sekaligus sebagai ayah. Pada awalnya peran utama istri yang ditinggal meninggal suami adalah sebagai ibu, mereka dipertanggungjawabkan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Sekarang Istri yang ditinggal meninggal suami berperan sebagai ayah pula, artinya tugas dan tanggung jawab istri yang ditinggal meninggal suami bertambah. Istri yang ditinggal meninggal suami harus mengurusi pekerjaan rumah tangga sekaligus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sedangkan 4 orang (40%) istri yang ditinggal meninggal suami tidak mengalami kesulitan ketika menjalankan peran ganda karena adanya bantuan dari keluarga yang dirasa cukup membantu untuk mengurusi pekerjaan rumah tangga. Selain menghadapi berbagai macam masalah setelah kematian pasangan, istri yang ditinggal meninggal suami juga harus beradaptasi terhadap grief yang dialami.

Sanders (1998) mengungkapkan bahwa grief adalah penderitaan emosional yang kuat dan mendalam, yang dialami seseorang akibat peristiwa kehilangan seperti kematian orang yang dicintai. Istri yang ditinggal meninggal


(14)

4

suami tidak begitu saja dapat langsung beradaptasi terhadap grief yang dialaminya. Selama istri yang ditinggal meninggal suami belum berhasil untuk beradaptasi terhadap grief yang dialami maka akan menimbulkan dampak lainnya, salah satu dampaknya adalah loneliness (Duval & Miller, 1985).

Menurut Perlman dan Peplau (1981) loneliness adalah pengalaman yang tidak menyenangkan yang terjadi ketika kurangnya hubungan sosial seseorang baik secara kualitas atau kuantitas. Loneliness ini terdiri atas tiga aspek, yaitu need for intimacy, cognitive processes, dan social reinforcement. Aspek need for intimacy merupakan kebutuhan akan keintiman dengan pasangan ataupun dengan orang lain dalam hubungan yang dibina oleh istri yang ditinggal meninggal suami. Aspek ini menekankan pada kebutuhan akan keintiman atau kedekatan pada istri yang ditinggal meninggal suami. Aspek cognitive processes merupakan persepsi dan evaluasi terhadap hubungan sosial yang dibina, aspek ini menekankan pada persepsi dan evaluasi istri yang ditinggal meninggal suami terhadap hubungan sosial yang dibina.

Dalam cognitive processes terdapat tiga hal yang memodulasi loneliness, yaitu attribution (locus of causality) (penyebab dan seberapa lama loneliness yang dialami bertahan dari waktu ke waktu), social comparison (perbandingan situasi yang dialami dengan situasi orang lain yang serupa), dan personal control (kontrol untuk meningkatkan kembali hubungan sosial yang aktual). Aspek social reinforcement merupakan aspek penguatan sosial yang menitikberatkan bahwa hubungan sosial yang memuaskan dapat dianggap sebagai suatu bentuk reinforcement. Reinforcement ini dapat berupa penerimaan, bantuan, perhatian,


(15)

5

atau dukungan dari teman–teman, saudara, tetangga, organisasi, perkumpulan yang dianggap memuaskan oleh istri yang ditinggal meninggal suami.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan pada 10 istri yang ditinggal meninggal suami di Kota Tasikmalaya. Sebanyak 7 orang (70%) istri yang ditinggal meninggal suami mengatakan bahwa sampai sekarang mereka sering mengalami loneliness setelah kematian pasangan. Berdasarkan hasil wawancara, istri yang ditinggal meninggal suami yang sering mengalami loneliness mengungkapkan bahwa sampai sekarang mereka masih merindukan perhatian, canda tawa, kasih sayang dari suami yang sudah meninggal. Masih teringat kepada suami yang biasa menemaninya, misalnya ketika menghadiri suatu acara atau berkumpul bersama dengan anggota keluarga lainnya, biasanya ada suami yang menemani. Kemudian, ketika melakukan aktivitas yang biasa dilakukan bersama seperti berwisata, menonton TV, makan bersama. Terutama ketika menghadapi masalah atau beban yang harus dihadapi, dimana biasanya istri yang ditinggal meninggal suami ini akan bercerita kepada pasangan dan menghadapinya bersama-sama (need for intimacy).

Istri yang ditinggal meninggal suami juga menilai bahwa kehidupan mereka lebih baik ketika suaminya masih hidup. Sekarang istri yang ditinggal meninggal suami menilai bahwa sekarang tidak ada lagi suami yang biasa menemani, tidak ada tempat berbagi suka dan duka, tempat bercerita mengenai masalah-masalah yang dihadapi. Istri yang ditinggal meninggal suami juga menilai bahwa sekarang mereka harus menghadapi semuanya sendirian dan lebih banyak menyimpan masalah yang dihadapi, misalnya masalah mengenai


(16)

anak-6

anak dan perekonomian keluarga. Istri yang ditinggal meninggal suami masih mengharapkan adanya suami yang selalu menemani dan membantu (cognitive processes).

Istri yang ditinggal meninggal suami memang merasakan adanya kepedulian dari keluarga, teman, sahabat dan tetangga seperti menanyakan kondisi mereka, adanya bantuan untuk mengurangi beban atau masalah yang dihadapi, adanya kesediaan untuk mendengarkan cerita. Kemudian, adanya penerimaan dari keluarga, teman, tetangga, organisasi dan perkumpulan di tempat tinggal atau tempat ibadah yang diikuti oleh istri yang ditinggal meninggal suami. Istri yang ditinggal meninggal suami memang cukup merasa terbantu dengan adanya penerimaan, perhatian dan bantuan yang diterima dari orang-orang disekelilingnya, namun istri yang ditinggal meninggal suami merasa lebih terbantu dan lebih puas ketika adanya bantuan dan kepedulian dari suami (social reinforcement).

Sisanya, sebanyak 3 orang (30%) istri yang ditinggal meninggal suami jarang mengalami loneliness. Berdasarkan hasil wawancara kepada istri yang ditinggal meninggal suami yang jarang mengalami loneliness, didapatkan bahwa hanya pada waktu tertentu saja istri yang ditinggal meninggal suami teringat akan perhatian, kasih sayang, canda tawa dari suami mereka (need for intimacy).

Istri yang ditinggal meninggal suami sudah dapat menerima kenyataan bahwa suami mereka tidak dapat menemani lagi. Kemudian, istri yang ditinggal meninggal suami menilai bahwa mereka memiliki tempat berbagi cerita, berbagi suka dan duka. Adanya bantuan dari keluarga, sahabat, dan teman yang sesuai


(17)

7

dengan yang diharapkan oleh istri yang ditinggal meninggal suami (cognitive processes).

Istri yang ditinggal meninggal suami merasa puas dan terbantu atas penerimaan, perhatian dan bantuan dari keluarga, sahabat, tetangga. Terutama bantuan dan perhatian dari keluarga kepada istri yang ditinggal meninggal suami. Bantuan tersebut berupa bantuan finansial dari keluarga, adanya perhatian seperti menanyakan kondisi dari istri yang ditinggal meninggal suami, keluarga yang rutin mengunjungi istri yang ditinggal meninggal suami, dan kesediaan mendengarkan cerita dari istri yang ditinggal meninggal suami (social reinforcement).

Derajat loneliness yang dialami oleh istri yang ditinggal meninggal suami dapat bervariasi, mulai dari derajat yang tergolong rendah sampai dengan derajat yang tergolong tinggi. Derajat loneliness yang tergolong tinggi dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan fisik maupun kesehatan mental. Menurut Perlman dan Peplau (1981) loneliness dapat terwujud ke dalam kategori afektif, motivasional, kognitif, tingkah laku, masalah sosial dan kesehatan.

Perwujudan afektif dapat berupa merasa gelisah, depresi, merasa bosan, dan tegang yang disertai dengan tanda–tanda fisik seperti gangguan makan atau tidur, sakit kepala, mudah sakit. Pada perwujudan motivasional, loneliness dapat menurunkan atau meningkatkan untuk memulai relasi sosial. Pada perwujudan kognitif, istri yang ditinggal meninggal suami dapat mengalami kesulitan berkonsentrasi, pikiran yang terus terfokus pada diri sendiri. Istri yang ditinggal meninggal suami juga lebih banyak terlibat dalam tingkah laku seperti menangis,


(18)

8

tidur, makan, atau menonton televisi secara terus-menerus. Kemudian, istri yang ditinggal meninggal suami dapat mengalami masalah sosial dan kesehatan seperti perilaku mengonsumsi minuman beralkohol, ketergantungan obat–obatan, perkelahian, bahkan tindakan bunuh diri. Ketika merasakan loneliness, segala upaya dilakukan oleh istri yang ditinggal meninggal suami untuk mengatasi loneliness yang dialami.

Rubenstein dan Shaver mengungkapkan bahwa terdapat empat macam coping terhadap loneliness, yaitu sad passivity, active solitude, spending money, social contact. Menurut pengamatan peneliti, Kota Tasikmalaya mendukung masyarakatnya untuk melakukan coping tipe active solitude. Active solitude merupakan usaha yang konstruktif untuk mengurangi derajat loneliness, dimana istri yang ditinggal meninggal suami dapat menghabiskan waktu dengan membaca, berolahraga, bekerja, atau terlibat dalam kegiatan keagamaan. Hal ini dapat dilihat pada motto Kota Tasikmalaya yang menyebutkan bahwa Kota Tasikmalaya ini adalah kota dengan masyarakatnya yang religius sehingga menjadi kota yang masyarakatnya iman dan taqwa. Motto lainnya seperti menunjang sarana dan prasarana yang memadai sehingga menjadi kota yang sehat jasmani, rohani, sosial dan spiritual.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dilihat bahwa istri yang ditinggal meninggal suami memerlukan kesiapan mental untuk menghadapi berbagai perubahan dan masalah yang muncul, sekaligus beradaptasi terhadap grief yang dialami. Loneliness yang dialami juga memiliki dampak negatif terhadap kesehatan fisik maupun kesehatan mental yang dapat mengganggu istri yang


(19)

9

ditinggal meninggal suami untuk melakukan aktivitas sehari–hari. Di sisi lain, istri yang ditinggal meninggal suami harus merencanakan masa depannya dan berjuang untuk melanjutkan kehidupannya, seperti bekerja, mengurus pekerjaan rumah tangga atau melakukan aktivitas lainnya. Kemudian, ditambah pula jika istri yang ditinggal meninggal suami masih memiliki anak yang masih bergantung kepadanya. Hal inilah yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian mengenai derajat lonliness pada istri yang ditinggal meninggal suami di Kota Tasikmalaya.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui mengenai derajat loneliness pada istri yang ditinggal meninggal suami di Kota Tasikmalaya.

1.3 Maksud dan Tujuan 1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk memperoleh gambaran mengenai loneliness pada istri yang ditinggal meninggal suami di Kota Tasikmalaya.


(20)

10

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui derajat loneliness dilihat dari aspek aspek loneliness yaitu need for intimacy, cognitive processes, dan social reinforcement pada istri yang ditinggal meninggal suami di Kota Tasikmalaya dalam kaitannya dengan faktor–faktor yang membuat individu lebih rentan terhadap loneliness.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

 Menambah ilmu pengetahuan dalam bidang psikologi klinis, khususnya memberikan informasi mengenai loneliness pada istri yang ditinggal meninggal suami.

 Memberikan informasi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai loneliness, terutama loneliness pada istri yang ditinggal meninggal suami.

1.4.2 Kegunaan Praktis

 Memberi informasi kepada para istri yang ditinggal meninggal suami mengenai gambaran loneliness yang dialaminya sebagai bahan untuk lebih memahami diri, mengingat dampak–dampak negatif dari loneliness.


(21)

11

 Memberi informasi kepada keluarga atau orang–orang yang berada di sekitar istri agar dapat memberikan dukungan dan penerimaan terhadap istri yang ditinggal meninggal suami.

 Memberikan informasi kepada lembaga atau organisasi yang berkecimpung dalam penanganan wanita mengenai gambaran loneliness pada istri yang ditinggal meninggal suami. Lembaga atau organisasi dapat membentuk kegiatan–kegiatan yang menunjukkan adanya penerimaan, kepedulian, dan dukungan, hal tersebut dapat memberikan dampak positif kepada istri yang ditinggal meninggal suami.

1.5 Kerangka Pemikiran

Kematian pasangan merupakan kejadian yang berada di luar kehendak manusia dan merupakan kejadian yang tidak dapat diduga. Kematian pasangan juga tentunya dapat menimbulkan perubahan yang besar bagi pihak yang ditinggalkan, dimana perubahan ini dialami pula oleh istri yang ditinggal meninggal suami di Kota Tasikmalaya. Pada istri yang ditinggal meninggal suami di Kota Tasikmalaya, kematian pasangan dapat dikatakan sebagai precipitating event.

Precipitating event adalah peristiwa yang dapat menimbulkan perubahan dalam hubungan sosial. Menurut Perlman dan Peplau, precipitating event ini dapat terjadi melalui dua macam perubahan. Pertama, perubahan yang disebabkan karena menurunnya relasi aktual sampai dibawah tingkat yang optimal. Kedua, disebabkan karena seiring dengan bertambahnya usia maka kebutuhan sosial akan


(22)

12

berubah pula, namun perubahan kebutuhan sosial ini tidak diikuti dengan penyesuaian pada hubungan sosial yang aktual. Dalam penelitian ini, perubahan yang dialami oleh istri yang ditinggal meninggal suami di Kota Tasikmalaya lebih disebabkan karena menurunnya relasi aktual sampai dibawah tingkat yang optimal karena kematian pasangan. Di samping mengalami berbagai perubahan setelah kematian pasangan, istri yang ditinggal meninggal suami di Kota Tasikmalaya juga akan mengalami grief.

Sanders (1998) mengungkapkan bahwa grief adalah penderitaan emosional yang kuat dan mendalam, yang dialami seseorang akibat peristiwa kehilangan seperti kematian orang yang dicintai. Penelitian di beberapa negara menemukan bahwa ketika mengalami kematian pada orang yang dicintai, mereka yang ditinggalkan akan berjuang dengan grief yang dialami selama dua sampai empat tahun setelah kematian orang yang dicintai. Ketika istri yang ditinggal meninggal belum dapat beradaptasi terhadap grief yang dialami maka akan memunculkan dampak lainnya, dimana salah satunya adalah loneliness (Duval & Miller, 1985).

Menurut Perlman dan Peplau (1981), loneliness adalah pengalaman yang tidak menyenangkan yang terjadi ketika kurangnya hubungan sosial seseorang baik secara kuantitas atau kualitas. Loneliness terdiri atas tiga aspek, yaitu need for intimacy, cognitive processes, dan social reinforcement.

Need for intimacy adalah kebutuhan akan keintiman atau kedekatan dengan orang lain dalam hubungan sosial yang dibina. Aspek ini menekankan pada keintiman atau kedekatan. Pada istri yang ditinggal meninggal di Kota


(23)

13

Tasikmalaya, keintiman ini dapat berupa kasih sayang, perhatian, dukungan, melakukan aktivitas bersama–sama.

Aspek cognitive processes adalah persepsi dan evaluasi individu terhadap hubungan sosial yang dibina. Aspek ini menekankan pada persepsi dan evaluasi. Istri yang ditinggal meninggal di Kota Tasikmalaya dapat mempersepsi atau mengevaluasi apakah hubungan sosial yang dibina dengan pasangan, keluarga, teman-teman, sahabat, ataupun dengan tetangga sudah sesuai dengan hubungan sosial yang diharapkan. Dalam cognitive processes terdapat tiga hal yang memodulasi loneliness, yaitu attribution (locus of causality), social comparison, dan personal control.

Menurut Perlman dan Peplau pada model attribution (locus of causality) dari Weiner ini, individu akan terdorong untuk memahami penyebab loneliness yang dialaminya dan seberapa lama perasaan loneliness tersebut bertahan dari waktu ke waktu. Hal ini akan berdampak pada perasaan dan harapan di masa depan yang akhirnya berhubungan dengan loneliness yang dialami. Ketika istri yang ditinggal meninggal suami di Kota Tasikmalaya memandang penyebab loneliness adalah diri sendiri (internal) dan loneliness yang dialami menetap dari waktu ke waktu (stabil) maka istri yang ditinggal meninggal suami di Kota Tasikmalaya akan lebih sulit untuk keluar dari perasaan loneliness atau lebih menghayati loneliness yang dialaminya. Berbeda ketika istri yang ditinggal meninggal di Kota Tasikmalaya memandang penyebab loneliness adalah lingkungan (eksternal) dan bersifat sementara (tidak stabil) maka akan muncul harapan dan keinginan untuk mengatasi loneliness yang dialaminya.


(24)

14

Social comparison adalah perbandingan yang dilakukan individu terhadap situasi yang dialaminya dengan situasi serupa yang dialami oleh orang lain dan hal ini akan berhubungan dengan kepuasan dalam hubungan sosial dan loneliness yang dialami. Ketika istri yang ditinggal meninggal suami memandang bahwa kondisinya lebih buruk dari istri lain yang sama-sama ditinggal meninggal suami, maka akan memunculkan adanya ketidakpuasan dalam hubungan sosial yang dibina sehingga lebih menghayati loneliness. Berbeda ketika istri yang ditinggal meninggal memandang bahwa kondisinya lebih baik dari istri lain yang sama-sama ditinggal meninggal suami maka akan memunculkan kepuasan dalam hubungan sosial yang dibina. Singkatnya, social comparison dapat memengaruhi keyakinan seseorang terhadap seberapa besar atau penting kurangnya hubungan sosial yang dibina (Cutrona 1982; Russell et al 1981). Personal control merupakan kendali yang dimiliki individu atas hubungan sosialnya. Ketika istri yang ditinggal meninggal suami merasa kendali berada di luar dirinya maka hal tersebut dapat membuat istri yang ditinggal meninggal suami lebih menghayati loneliness dibandingkan dengan istri yang ditinggal meninggal suami yang merasa kendali berada dalam dirinya.

Aspek yang ketiga adalah social reinforcement, aspek ini merupakan aspek penguatan sosial yang menitikberatkan bahwa hubungan sosial yang memuaskan dapat dianggap sebagai suatu bentuk reinforcement. Ketika tidak adanya reinforcement dalam hubungan sosial yang dibina, hal ini dapat menimbulkan perasaan loneliness. Reinforcement pada istri yang ditinggal meninggal suami ini dapat berupa adanya penerimaan, dukungan, kasih sayang,


(25)

15

perhatian dari keluarga, teman, saudara, organisasi, perkumpulan, tetangga yang dianggap memuaskan oleh istri yang ditinggal meninggal suami.

Loneliness muncul ketika kebutuhan akan keintiman (need for intimacy) yang dimiliki oleh istri yang ditinggal meninggal suami tidak terpenuhi dan adanya persepsi atau evaluasi bahwa hubungan sosial yang telah dibina tidak sesuai dengan hubungan sosial yang diharapkan (cognitive processes). Dalam cognitive processes ini istri yang ditinggal meninggal suami meyakini bahwa pernyebab loneliness adalah diri sendiri (internal) dan menetap dari waktu ke waktu (stabil). Menilai bahwa kondisi yang dialami lebih buruk dari istri lain yang sama-sama ditinggal meninggal suami (social comparison) dan merasa kontrol untuk meningkatkan hubungan sosial berada di luar dirinya (personal control). Kemudian, istri yang ditinggal meninggal suami merasakan tidak adanya reinforcement dari hubungan sosial yang dibina (social reinforcement).

Menurut Perlman dan Peplau, terdapat faktor–faktor yang dapat membuat individu lebih rentan untuk mengalami loneliness. Faktor – faktor tersebut disebut sebagai predisposing and maintaining factor. Terdapat tiga faktor dalam predisposing and maintaining factor yaitu faktor personal, budaya, dan situasional. Faktor personal merupakan karakteristik pribadi yang dapat membuat individu lebih rentan terhadap loneliness.

Pertama adalah shyness, individu yang memiliki karakteristik tertutup akan mengalami hambatan dalam melakukan interaksi dengan orang lain, misalnya kurang berinisiatif untuk memulai perbincangan karena merasa merasa malu. Sehingga membuat individu lebih rentan untuk mengalami loneliness. Pada


(26)

16

istri yang ditinggal meninggal suami dengan karakteristik tertutup, hal ini akan semakin diperkuat dengan statusnya sebagai janda. Status sebagai janda ini masih dipandang negatif oleh sebagian besar masyarakat. Situasi tersebut akan membuat istri yang ditinggal meninggal suami enggan untuk memulai relasi dengan orang lain, sehingga membuat lebih rentan terhadap loneliness.

Kedua adalah self esteem yang rendah memiliki hubungan timbal balik dengan loneliness. Individu dengan self esteem yang rendah dapat menimbulkan loneliness, pada saat yang sama mereka menyalahkan diri sendiri ketika mengalami kegagalan saat melakukan interaksi sosial, hal tersebut dapat membuat self esteem semakin rendah. Sehingga individu dengan self esteem yang rendah lebih rentan terhadap loneliness. Begitu pula dengan istri yang ditinggal meninggal suami dengan karakteristik self esteem yang rendah dan ditambah pula dengan status sebagai janda, dimana status tersebut memungkinkan untuk membuat self esteem semakin rendah. Ketika istri yang ditinggal meninggal suami mengalami kegagalan dalam hubungan sosialnya, mereka akan menyalahkan diri sendiri sehingga membuat self esteem makin rendah dan lebih rentan untuk mengalami loneliness.

Ketiga, menurut Jones individu yang memiliki ketrampilan sosial yang kurang memiliki gaya interaksi yang self focused dan non responsif. Gaya tersebut memiliki efek yang merugikan dalam pembentukan dan pemeliharaan hubungan sosial. Pada istri yang ditinggal meninggal suami yang memiliki ketrampilan sosial yang kurang akan mengalami kesulitan ketika mencari teman ketika memasuki lingkungan sosial yang baru, memulai interaksi sosial, dan memelihara


(27)

17

hubungan sosial yang memuaskan. Hal tersebut dapat membuat istri yang ditinggal meninggal suami lebih rentan terhadap loneliness

Keempat similarity, individu yang memiliki perbedaan latar belakang seperti perbedaan ras atau etnis, kebangsaan, agama dengan lingkungannya akan membuat lebih rentan terhadap loneliness. Pada istri yang ditinggal meninggal suami yang memiliki perbedaan ras atau etnis, kebangsaan, agama dengan lingkungan sekitarnya dan menghayati adanya perbedaan-perbedaan antara dirinya dengan orang–orang di lingkungan sekitarnya dapat membuat istri yang ditinggal meninggal suami lebih rentan untuk mengalami loneliness.

Kelima demographic characteristic seperti jenis kelamin, status perkawinan, dan usia dapat membuat individu lebih rentan untuk mengalami loneliness. Dalam penelitian ini, yang dijadikan sampel penelitian adalah wanita. Menurut Borys dan Perlman, pria lebih sulit untuk menyatakan secara langsung atau mengakui bahwa mereka mengalami loneliness dibandingkan dengan wanita. Hal ini disebabkan karena pria akan mengevaluasi lebih negatif daripada wanita karena adanya harga diri sosial yang lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita.

Individu yang memiliki status tidak menikah lebih rentan untuk mengalami loneliness dibandingkan dengan individu yang menikah. Dalam hal ini kategori tidak menikah dibagi dalam sub-kategori tidak pernah menikah, berpisah atau bercerai, dan menjanda. Pada pasangan yang menikah, loneliness terjadi tepatnya karena merupakan reaksi terhadap hilangnya hubungan dalam pernikahan (Page & Cole; Perlman & Peplau; Stack dalam Brehm et all, 2002). Dalam penelitian ini istri yang ditinggal meninggal suami termasuk dalam


(28)

18

kategori tidak menikah, artinya istri yang ditinggal meninggal suami termasuk ke dalam kategori rentan terhadap loneliness.

Menurut Perlman, derajat loneliness paling tinggi adalah pada masa remaja atau dewasa awal kemudian menurun seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini disebabkan karena pada masa tersebut individu akan memasuki lingkungan sosial yang baru seperti di perkuliahan atau pekerjaan yang baru, dimana mereka akan membutuhkan relasi sosial yang baru. Dalam penelitian ini, istri yang ditinggal meninggal suami berada pada tahap masa dewasa madya atau dewasa akhir, pada masa ini istri yang ditinggal meninggal suami sudah tidak banyak memasuki lingkungan sosial yang baru.

Keenam adalah childhood antecedents, kondisi dari orangtua yang bercerai, kurang dapat dipercaya, tidak menyenangkan, ketiadaan pengasuhan emosional, bimbingan atau dukungan dapat membuat lebih rentan untuk mengalami loneliness.Pada istri yang ditinggal meninggal suami yang memiliki kondisi orang tua yang bercerai, kurang dapat dipercaya, tidak menyenangkan, ketiadaan pengasuhan emosional, bimbingan atau dukungan, dan kurang mengarahkan anak-anaknya untuk memulai relasi sosial dengan orang lain. Hal tersebut dapat membuat istri yang ditinggal meninggal suami lebih rentan untuk mengalami loneliness.

Faktor yang kedua adalah situasional, hal–hal yang mendasar seperti jarak, waktu, uang dapat berdampak pada kesempatan untuk memulai hubungan sosial ataupun mempertahankan hubungan sosial yang memuaskan. Ketika istri yang ditinggal meninggal suami memiliki waktu yang kurang untuk berinteraksi dan


(29)

19

lebih banyak bekerja mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga serta jarak yang cukup jauh dengan orang lain seperti teman, sahabat, keluarga sehingga memiliki kesempatan yang kecil untuk memulai ataupun mempertahankan hubungan sosial yang memuaskan. Kondisi tersebut dapat membuat istri yang ditinggal meninggal suami lebih rentan terhadap loneliness.

Faktor ketiga adalah budaya yang dapat membuat individu lebih rentan terhadap loneliness. Budaya Amerika yang individualistis dengan nilai–nilai yang mendorong ke arah kemandirian dan mengejar tujuan pribadi bahkan dengan mengorbankan ikatan sosial. Sebaliknya, budaya kolektif seperti budaya di Asia, Afrika, Amerika Latin, nilai-nilai yang mengarah kepada loyalitas dalam keluarga, kepatuhan terhadap norma-norma kelompok, dan pemeliharaan kerukunan dalam hubungan sosial dengan anggota kelompok. Perbedaan budaya seperti individualis dan kolektivisme dapat berpengaruh pada loneliness. Kota Tasikmalaya adalah kota menekankan masyarakatnya untuk bergotong royong dan kebersamaan. Hal ini tentunya dapat berpengaruh terhadap loneliness yang dialami oleh istri yang ditinggal meninggal suami di Kota Tasikmalaya.

Derajat loneliness yang dialami oleh istri yang ditinggal meninggal di Kota Tasikmalaya dibagi ke dalam dua kategori, yaitu tinggi dan rendah. Derajat loneliness yang tinggi artinya istri yang ditinggal meninggal di Kota Tasikmalaya akan sering menghayati loneliness, baik karena memiliki jumlah teman yang dirasa kurang ataupun memiliki relasi sosial yang dirasa dangkal. Derajat loneliness yang rendah artinya istri yang ditinggal meninggal di Kota Tasikmalaya jarang menghayati loneliness karena istri yang ditinggal meninggal suami merasa


(30)

20

memiliki jumlah teman cukup ataupun memiliki relasi sosial yang dirasa mendalam.

Untuk memperjelas uraian sebelumnya, maka digambarkan bagan di halaman berikutnya.


(31)

Predisposing and Maintaining Factor :

1. Faktor Personal (shyness, self – esteem, social skill, similarity, demographic characteristic, childhood antecedents)

2. Faktor Situasional 3. Faktor Budaya

Loneliness

Tinggi

Rendah Aspek :

1. Need for Intimacy 2. Cognitive Processes 3. Social Reinforcement

Bagan 1.1. Bagan Kerangka Pemikiran Istri yang ditinggal

meninggal suami di Kota Tasikmalaya

Grief

Precipitating Event : Kematian Suami


(32)

22

1.6 Asumsi

 Setiap istri yang ditinggal meninggal suami di Kota Tasikmalaya memiliki derajat loneliness yang berbedabeda.

Loneliness pada istri yang ditinggal meninggal suami di Kota Tasikmalaya terdiri dari tiga aspek, yaitu need for intimacy, cognitive processes, dan social reinforcement.

Derajat loneliness pada istri yang ditinggal meninggal meninggal suami di Kota Tasikmalaya dipengaruhi oleh predisposing and maintaining factor yaitu faktor personal (shyness, self–esteem, social skill, similarity, demographic characteristic, childhood antecedents), faktor situasional, dan faktor budaya.


(33)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Istri yang ditinggal meninggal suami dengan derajat loneliness yang tergolong tinggi memiliki presentase sedikit lebih besar dibandingkan dengan istri yang ditinggal meninggal suami dengan derajat loneliness yang tergolong rendah.

Ketiga aspek loneliness dengan derajat yang tergolong tinggi memiliki presentase sedikit lebih besar bila dibandingkan dengan ketiga aspek loneliness dengan derajat yang tergolong rendah.

 Faktor yang turut membuat istri yang ditinggal meninggal suami lebih rentan terhadap loneliness adalah faktor personal, yaitu self-esteem, shyness, social skill, dan usia. Ditemukan pula faktor lain yang turut berkaitan adalah lamanya ditinggal meninggal suami.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

 Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan jika ingin melakukan penelitian pada istri yang ditinggal meninggal suami.  Bagi penelitian selanjutnya, disarankan untuk melakukan penelitian

korelasional antara loneliness dan salah satu faktor personal seperti self esteem, shyness atau social skill agar dapat lebih menjelaskan keterkaitan faktor personal dengan loneliness.


(34)

67

 Bagi penelitian selanjutnya dapat dilakukan perhitungan tabulasi silang antara aspek loneliness dengan loneliness. Kemudian sampel penelitian dapat dibuat lebih homogen misalnya dengan membatasi rentan usia istri yang ditinggal meninggal suami.

5.2.2 Saran Praktis

 Kepada istri yang ditinggal meninggal suami disarankan agar belajar untuk menerima kenyataan atas adanya perubahan yang baru, yaitu status sebagai janda

 Kepada orang–orang yang berada di sekeliling istri yang ditinggal meninggal suami seperti keluarga, tetangga, teman, sahabat untuk memberikan dukungan moril seperti tetap mendampingi ketika istri yang ditinggal meninggal suami masih dalam proses adaptasi terhadap grief yang dialami.

 Kepada keluarga, tetangga, teman, sahabat atau organisasi-organisasi yang berkecimpung dalam penanganan wanita, disarankan untuk memberikan perhatian, dukungan, penerimaan agar dapat membangun hubungan yang dapat mengurangi derajat loneliness pada istri yang ditinggal meninggal suami.


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Brehm, Sharon S. 2002. Intimate Relationship. Edisi ketiga. New York : The MacGraw-Hill Companies, Inc.

Chaplin, J.P. 2008. Kamus Lengkap Psikologi. Diterjemahkan oleh:Dr. Kartini Kartono. Jakarta : Rajagrafindo Persada

Cook, M. & G. Wilson. (Eds). 1979. Love and Attraction. Oxford, England : Pegamon.

Duck, S. & Gilmour S. (Eds). 1981. Personal Relationships in Disorder. London : Academic Press.

Duval, E.M. & B.C. Miller. 1985. Marriage and Family Development. Edisi keenam. New York : Harper & Row Publishers, Inc.

Friedman, H.S. (Ed). 1998. Encyclopedia of Mental Health Vol 2. San Diego, CA : Academic Press.

Gulo, W. 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia

Peplau, L.A. & D. Perlman. (Eds). 1982. Loneliness :A Sourcebook of Current Theory Research and Therapy. New York : Wiley.

Peplau, L.A. & S.E. Goldston. (Eds). 1984. Preventing the Harmful Consequences of Severe and Presistent Loneliness. Washington DC : U.S. Government Printing Office (Monograph).

Priyatno, Duwi. SPSS 22 Pengolahan Data Terpraktis. 2014. Yogyakarta : Andi. Santrock, John W. 2002. Life Span Development. Jilid kedua. Edisi kelima.

Jakarta : Erlangga

Sugiyono.2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Cetakan keduapuluh. Bandung : Alfabetata


(36)

DAFTAR RUJUKAN

Andreson, E. J. 2002. Self-Esteem : The Myth of The Century. http://web.campbell.edu. diakses 1 April 2015.

BPS.2015. Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas menurut Provinsi, Jenis Kelamin, dan Status Perkawinan, 2009-2013. http://www.bps.go.id/index.php/linkTabelStatis/1602. diakses 3 April 2015

Fakultas Psikologi. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana. Bandung : Universitas Kristen Maranatha

Mandasari, Susan Puspita. 2007. Perbedaan loneliness pada Pria dan Wanita Usia Lanjut Setelah Mengalami Kematian Pasangan Hidup. Skripsi. Depok :Fakultas Psikologi Gunadarma

Tsang, H.W.C & Lak D.C. 2010. Social Skill. http://cirrie.buffalo.edu/encyclopedia/en/article/45/. diakses 1 April 2015


(1)

21 Universitas Kristen Maranatha Predisposing and Maintaining Factor :

1. Faktor Personal (shyness, self – esteem, social skill, similarity, demographic characteristic, childhood antecedents)

2. Faktor Situasional 3. Faktor Budaya

Loneliness

Tinggi

Rendah Aspek :

1. Need for Intimacy 2. Cognitive Processes 3. Social Reinforcement

Bagan 1.1. Bagan Kerangka Pemikiran Istri yang ditinggal

meninggal suami di Kota Tasikmalaya

Grief

Precipitating Event : Kematian Suami


(2)

22

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi

 Setiap istri yang ditinggal meninggal suami di Kota Tasikmalaya memiliki derajat loneliness yang berbedabeda.

Loneliness pada istri yang ditinggal meninggal suami di Kota Tasikmalaya terdiri dari tiga aspek, yaitu need for intimacy, cognitive processes, dan social reinforcement.

Derajat loneliness pada istri yang ditinggal meninggal meninggal suami di Kota Tasikmalaya dipengaruhi oleh predisposing and maintaining factor yaitu faktor personal (shyness, self–esteem, social skill, similarity, demographic characteristic, childhood antecedents), faktor situasional, dan faktor budaya.


(3)

66

Universitas Kristen Maranatha BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Istri yang ditinggal meninggal suami dengan derajat loneliness yang tergolong tinggi memiliki presentase sedikit lebih besar dibandingkan dengan istri yang ditinggal meninggal suami dengan derajat loneliness yang tergolong rendah.

Ketiga aspek loneliness dengan derajat yang tergolong tinggi memiliki presentase sedikit lebih besar bila dibandingkan dengan ketiga aspek loneliness dengan derajat yang tergolong rendah.

 Faktor yang turut membuat istri yang ditinggal meninggal suami lebih rentan terhadap loneliness adalah faktor personal, yaitu self-esteem, shyness, social skill, dan usia. Ditemukan pula faktor lain yang turut berkaitan adalah lamanya ditinggal meninggal suami.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

 Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan jika ingin melakukan penelitian pada istri yang ditinggal meninggal suami.  Bagi penelitian selanjutnya, disarankan untuk melakukan penelitian

korelasional antara loneliness dan salah satu faktor personal seperti self esteem, shyness atau social skill agar dapat lebih menjelaskan keterkaitan faktor personal dengan loneliness.


(4)

67

 Bagi penelitian selanjutnya dapat dilakukan perhitungan tabulasi silang antara aspek loneliness dengan loneliness. Kemudian sampel penelitian dapat dibuat lebih homogen misalnya dengan membatasi rentan usia istri yang ditinggal meninggal suami.

5.2.2 Saran Praktis

 Kepada istri yang ditinggal meninggal suami disarankan agar belajar untuk menerima kenyataan atas adanya perubahan yang baru, yaitu status sebagai janda

 Kepada orang–orang yang berada di sekeliling istri yang ditinggal meninggal suami seperti keluarga, tetangga, teman, sahabat untuk memberikan dukungan moril seperti tetap mendampingi ketika istri yang ditinggal meninggal suami masih dalam proses adaptasi terhadap grief yang dialami.

 Kepada keluarga, tetangga, teman, sahabat atau organisasi-organisasi yang berkecimpung dalam penanganan wanita, disarankan untuk memberikan perhatian, dukungan, penerimaan agar dapat membangun hubungan yang dapat mengurangi derajat loneliness pada istri yang ditinggal meninggal suami.


(5)

68

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Brehm, Sharon S. 2002. Intimate Relationship. Edisi ketiga. New York : The MacGraw-Hill Companies, Inc.

Chaplin, J.P. 2008. Kamus Lengkap Psikologi. Diterjemahkan oleh:Dr. Kartini Kartono. Jakarta : Rajagrafindo Persada

Cook, M. & G. Wilson. (Eds). 1979. Love and Attraction. Oxford, England : Pegamon.

Duck, S. & Gilmour S. (Eds). 1981. Personal Relationships in Disorder. London : Academic Press.

Duval, E.M. & B.C. Miller. 1985. Marriage and Family Development. Edisi keenam. New York : Harper & Row Publishers, Inc.

Friedman, H.S. (Ed). 1998. Encyclopedia of Mental Health Vol 2. San Diego, CA : Academic Press.

Gulo, W. 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia

Peplau, L.A. & D. Perlman. (Eds). 1982. Loneliness :A Sourcebook of Current Theory Research and Therapy. New York : Wiley.

Peplau, L.A. & S.E. Goldston. (Eds). 1984. Preventing the Harmful Consequences of Severe and Presistent Loneliness. Washington DC : U.S. Government Printing Office (Monograph).

Priyatno, Duwi. SPSS 22 Pengolahan Data Terpraktis. 2014. Yogyakarta : Andi. Santrock, John W. 2002. Life Span Development. Jilid kedua. Edisi kelima.

Jakarta : Erlangga

Sugiyono.2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Cetakan keduapuluh. Bandung : Alfabetata


(6)

69

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Andreson, E. J. 2002. Self-Esteem : The Myth of The Century. http://web.campbell.edu. diakses 1 April 2015.

BPS.2015. Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas menurut Provinsi, Jenis Kelamin, dan Status Perkawinan, 2009-2013. http://www.bps.go.id/index.php/linkTabelStatis/1602. diakses 3 April 2015

Fakultas Psikologi. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana. Bandung : Universitas Kristen Maranatha

Mandasari, Susan Puspita. 2007. Perbedaan loneliness pada Pria dan Wanita Usia Lanjut Setelah Mengalami Kematian Pasangan Hidup. Skripsi. Depok :Fakultas Psikologi Gunadarma

Tsang, H.W.C & Lak D.C. 2010. Social Skill. http://cirrie.buffalo.edu/encyclopedia/en/article/45/. diakses 1 April 2015