Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Nilai Bit Error Rate pada Turbo Convolutional Coding dan Turbo Block Coding T1 612010046 BAB IV

(1)

45

BAB IV

HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

Simulasi ini bertujuan untuk meneliti Turbo Coding dalam hal Bit Error Rate (BER). Pada bagian ini akan ditunjukkan pengaruh jumlah shift register, interleaver, jumlah iterasi yang dilakukan, efek puncturing serta kanal yang dilewati. Hasil simulasi ditampilkan dalam bentuk grafik BER sebagai fungsi Eb/No untuk masing-masing hal yang diteliti.

4.1. Hasil Simulasi Turbo Convolutional, Turbo Block dan Turbo Gabungan 4.1.1. Simulasi Berdasarkan Parameter RSC (Jumlah Shift Register)

Simulasi ini dilakukan untuk melihat pengaruh jumlah shift register terhadap kinerja sistem Turbo Convolutional. Jumlah shift register yang digunakan adalah 2 dan 3 blok.

Gambar 4.1 menunjukkan kinerja sistem Turbo Convolutional pada kanal AWGN tanpa puncturing pada iterasi ke-8 dengan jumlah bit yang ditransmisikan adalah 132 bit. Terlihat bahwa jumlah shift register yang semakin banyak mempengaruhi kinerja sistem. Kode RSC dengan jumlah shift register 3 mempunyai kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan kode RSC dengan jumlah shift register 2. Hal ini langsung terlihat saat Eb/No bernilai 1 dB. RSC 3 blok delay

(shift register) bernilai 0,0034 sedangkan RSC 2 blok delay bernilai 0,0133. Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa kedua kode RSC hanya memiliki nilai saat Eb/No bernilai 1 dB dan untuk Eb/No lebih besar

dari 1 dB nilainya adalah 0. Pada simulasi ini, sumbu y yang digunakan adalah logaritma maka Matlab tidak dapat menggambar BER untuk Eb/No lebih besar dari 1 dB tersebut.


(2)

46

Gambar 4.1. Grafik Kinerja Turbo Convolutional Berdasarkan Parameter pada Kode RSC.

4.1.2. Simulasi Berdasarkan Parameter BCH (Jumlah Shift Register) Simulasi ini dilakukan untuk melihat pengaruh jumlah shift register terhadap kinerja sistem Turbo Block. Jumlah shift register yang digunakan adalah 3 dan 4 blok. Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa kinerja Turbo Block dipengaruhi oleh jumlah blok shift register yang terdapat dalam sistem. Untuk BCH (7,4) yang memiliki 3 blok shift register, saat Eb/No bernilai 1 dB nilai BER yang

diperoleh sebesar 0,0333 sedangkan BCH (15,11) yang memiliki 4 blok shift register memiliki nilai BER sebesar 0,0420. Kinerja sistem Turbo Block Coding semakin maksimal saat nilai Eb/No dinaikkan.

Nilai BER BCH (15,11) mengalami penurunan lebih besar dibandingkan BCH (7,4) saat Eb/No dinaikkan dari 2 menjadi 3 dB

yaitu sebesar 0,0189.

1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8

10-3 10-2 10-1

PARAMETER PADA KODE RSC

Eb/No(dB)

BER

RSC 2 BLOK RSC 3 BLOK


(3)

BCH (15,11) memiliki kinerja yang lebih baik. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah blok delay maka jumlah parity bit juga semakin meningkat. Selain itu, ketelitian saat melakukan MAP pada pengawasandi dipengaruhi oleh diagram Trellis setiap kode BCH. Semakin banyak jumlah shift register yang digunakan, maka jumlah state dalam diagram Trellis semakin banyak yaitu 2memory. Sehingga kemungkinan sistem untuk mendapatkan nilai

BER yang rendah sangat besar.

Gambar 4.2. Grafik Kinerja Turbo Block Berdasarkan Parameter pada Kode BCH.

4.1.3. Simulasi Berdasarkan Interleaver yang Digunakan

Interleaver berfungsi untuk mengubah urutan data dengan aturan tertentu. Dalam simulasi ini diterapkan 3 macam ukuran baris dan kolom matriks interleaver yang berbeda. Dengan ukuran interleaver yang berbeda, Turbo Block memiliki nilai BER yang berbeda.

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

10-4 10-3 10-2 10-1

PARAMETER PADA KODE BCH

Eb/No(dB)

BER

BCH (7,4) BCH (15,11)


(4)

48

Semakin besar kolom matriks interleaver maka nilai BER yang diperoleh semakin baik. Sebaliknya, jika kolom matriks interleaver semakin kecil maka nilai BER akan meningkat dan kinerja sistem menurun. Hal ini ditunjukkan oleh matriks interleaver dengan ukuran 33 x 4, karena ukuran kolomnya yang paling kecil diantara ketiga interleaver yaitu 4, kinerja Turbo Block menurun. Hal ini dikarenakan bit yang berurutan ketika di interleaving terlalu dekat jarak pemisahannya sehingga jika terjadi burst error maka pada penerima burst error masih terkumpul (tidak tersebar) sehingga bila terjadi kesalahan sulit dideteksi. Gambar 4.3 menunjukkan kinerja sistem Turbo Block berdasarkan interleaver yang digunakan

Gambar 4.3. Grafik Kinerja Turbo Block Berdasarkan Interleaver yang Digunakan.

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

10-4 10-3 10-2 10-1

EFEK INTERLEAVER (TURBO BLOCK)

Eb/No(dB)

BER

11 x 12 22 x 6 33 x 4


(5)

Untuk Turbo Convolutional dan Turbo Gabungan, ukuran interleaver juga mempunyai pengaruh yang sama seperti pada Turbo Block. Matriks interleaver dengan ukuran 33 x 4 menyebabkan kinerja sistem Turbo Convolutional maupun Turbo Gabungan menurun sedangkan matriks interleaver dengan ukuran 11 x 12 memiliki kinerja paling baik. Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 menunjukkan kinerja sistem Turbo Convolutional dan Turbo Gabungan berdasarkan interleaver yang digunakan

Gambar 4.4. Grafik Kinerja Turbo Convolutional Berdasarkan Interleaver yang Digunakan.

1 1.05 1.1 1.15 1.2 1.25 1.3 1.35 1.4

10-3 10-2 10-1

EFEK INTERLEAVER (TURBO CONVOLUTIONAL)

Eb/No(dB)

BER

11 x 12 22 x 6 33 x 4


(6)

50

Gambar 4.5. Grafik Kinerja Turbo Gabungan Berdasarkan Interleaver yang Digunakan.

4.2. Hasil Simulasi Perbandingan Ketiga Sistem Turbo 4.2.1. Simulasi Berdasarkan Iterasi yang Dilakukan

Dari Gambar 4.6 sampai Gambar 4.10 dapat dilihat penurunan nilai BER berdasarkan iterasi yang dilakukan. Semakin banyak iterasi yang dilakukan maka semakin kecil nilai BER yang dihasilkan. Dari gambar tersebut terlihat bahwa setelah iterasi ke-8 hanya terjadi sedikit penurunan nilai BER bahkan untuk Turbo Block tidak terjadi penurunan nilai BER.

Dalam grafik dibandingkan kinerja dari ketiga sistem. Dapat dilihat dari iterasi pertama sampai yang terakhir, sistem yang paling baik adalah Turbo Convolutional diikuti oleh Turbo Gabungan dan Turbo Block. Dari simulasi tersebut, diketahui bahwa sistem Turbo bekerja maksimal saat nilai Eb/No semakin besar. Turbo Gabungan

1 1.5 2 2.5

10-3 10-2 10-1

EFEK INTERLEAVER (TURBO GABUNGAN)

Eb/No(dB)

BER

11 x 12 22 x 6 33 x 4


(7)

memiliki nilai BER yang lebih kecil dari Turbo Block. Hal ini disebabkan oleh komponen kode yang digunakan oleh Turbo Gabungan terdiri dari satu kode BCH dan satu kode RSC. Turbo Gabungan mendapat keuntungan dari kinerja RSC yang baik sehingga bisa mengungguli kinerja Turbo Block yang hanya terdiri dari dua komponen kode BCH.

Sebagai contoh pada Gambar 4.9 saat iterasi ke-8, ketika Eb/No

bernilai 2 dB Turbo Block memiliki nilai BER yang lebih besar dibandingkan sistem yang lain yaitu 0,0155 sedangkan Turbo Gabungan bernilai 0,0102 bahkan nilai BER Turbo Convolutional bernilai 0. Pada iterasi ke-12 seperti pada Gambar 4.10, hanya terjadi penurunan yang sangat sedikit untuk Turbo Convolutional yaitu sebesar 0,0007, 0,0004 untuk Turbo Gabungan saat Eb/No bernilai 1

dB dan untuk Turbo Block tidak terjadi penurunan nilai BER.

Gambar 4.6. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem Berdasarkan Iterasi ke-1.

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

10-4 10-3 10-2 10-1

ITERASI KE-1

Eb/No(dB)

BER

TURBO CONVOLUTIONAL TURBO GABUNGAN TURBO BLOCK


(8)

52

Gambar 4.7. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem Berdasarkan Iterasi ke-2.

Gambar 4.8. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem Berdasarkan Iterasi ke-4.

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

10-3 10-2 10-1

ITERASI KE-2

Eb/No(dB)

BER

TURBO CONVOLUTIONAL TURBO GABUNGAN TURBO BLOCK

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

10-4 10-3 10-2 10-1

ITERASI KE-4

Eb/No(dB)

BER

TURBO CONVOLUTIONAL TURBO GABUNGAN TURBO BLOCK


(9)

Gambar 4.9. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem Berdasarkan Iterasi ke-8.

Gambar 4.10. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem Berdasarkan Iterasi ke-12.

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

10-3 10-2 10-1

ITERASI KE-12

Eb/No(dB)

BER

TURBO CONVOLUTIONAL TURBO GABUNGAN TURBO BLOCK

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

10-3 10-2 10

Eb/No(dB)

BER

TURBO CONVOLUTIONAL TURBO GABUNGAN TURBO BLOCK


(10)

54

4.2.2. Simulasi Berdasarkan Efek Puncturing

Puncturing adalah proses yang dilakukan untuk meningkatkan code rate. Dalam hal ini, puncturing dilakukan dengan tidak mengirimkan semua parity bit yang ada. Puncturing juga dilakukan agar sistem dapat menghemat penggunaan bandwidth yang ada [9]. Untuk pola puncturing disesuaikan dengan matriks puncturing. Dengan parity bit yang semakin sedikit maka kinerja sistem akan semakin buruk karena bit yang berfungsi sebagai proteksi semakin sedikit sehingga kemungkinan terjadi galat semakin besar. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.11 untuk sistem tanpa puncturing dan Gambar 4.12 untuk sistem dengan puncturing.

Gambar 4.11. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem tanpa Puncturing.

Dapat dibandingkan dari Gambar 4.11 dan Gambar 4.12, setelah sistem melalui proses puncturing, kinerja sistem menjadi semakin

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

10-3 10-2 10-1

EFEK PUNCTURING (NO PUNCTURE)

Eb/No(dB)

BER

TURBO CONVOLUTIONAL TURBO GABUNGAN TURBO BLOCK


(11)

buruk dan nilai BER yang dihasilkan jadi meningkat. Sebagai contoh, Turbo Convolutional sebelum melalui proses puncturing memiliki nilai BER sebesar 0,0027 tetapi sesudah proses puncturing menjadi 0,0485.

Pada Gambar 4.12 setelah melalui proses puncturing, mulanya Turbo Convolutional memiliki nilai BER yang lebih tinggi dibandingkan Turbo Block dan Turbo Gabungan yaitu sebesar 0,0485 saat Eb/No bernilai 1 dB, namun langsung menurun drastis menjadi 0

saat Eb/No dinaikkan. Hal ini menunjukkan Turbo Convolutional

mempunyai kinerja yang lebih baik dibandingkan yang lain baik tanpa maupun dengan puncturing.

Gambar 4.12. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem dengan Puncturing.

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

10-4 10-3 10-2 10-1

EFEK PUNCTURING (PUNCTURED)

Eb/No(dB)

BER

TURBO CONVOLUTIONAL TURBO GABUNGAN TURBO BLOCK


(12)

56

4.2.3. Simulasi Berdasarkan Kanal yang Dilewati

Kanal pada simulasi ini dibagi menjadi 2 model yaitu kanal dengan derau AWGN saja dan kanal berderau AWGN yang ditambah multipath Rayleigh fading. Gambar 4.13 menunjukkan kinerja sistem Turbo pada kanal dengan derau AWGN dan Gambar 4.14 menunjukkan kinerja sistem Turbo pada kanal berderau AWGN yang ditambah multipath Rayleigh fading. Dapat dilihat pada Gambar 4.14, kinerja ketiga sistem Turbo mengalami penurunan dibandingkan ketika kanal yang dilewati hanya mengalami derau AWGN. Pada kanal multipath Rayleigh fading, pengaruh terjadinya penerimaan sinyal jalur jamak dan pergerakan penerima diperhitungkan dalam sistem penyandi. Adanya fenomena jalur jamak (multipath) ini menyebabkan sinyal terdistorsi akibat waktu tunda (delay) dari sinyal jalur jamak. Distorsi yang terjadi menimbulkan peningkatan galat dalam proses deteksi. Demikian juga pergerakan penerima menyebabkan modulasi frekuensi acak yang menyebabkan kanal menjadi time-varying dan sinyal kesulitan mengatasi perubahan waktu kanal yang lebih cepat, sehingga dapat juga meningkatkan galat. Pada kanal dengan derau AWGN maupun kanal Rayleigh dengan derau AWGN, Turbo Convolutional memiliki kinerja paling baik yang ditunjukkan dengan nilai BER rendah dibandingkan kedua sistem yang lain.


(13)

Gambar 4.13. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem pada Kanal AWGN.

Gambar 4.14. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem pada Kanal AWGN yang Ditambah Rayleigh.

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

10-3 10-2

Eb/No(dB)

BER

TURBO CONVOLUTIONAL TURBO GABUNGAN TURBO BLOCK

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

10-4 10-3 10-2 10-1

RAYLEIGH + AWGN

Eb/No(dB)

BER

TURBO CONVOLUTIONAL TURBO GABUNGAN TURBO GABUNGAN


(1)

Gambar 4.7. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem Berdasarkan Iterasi ke-2.

Gambar 4.8. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem Berdasarkan Iterasi ke-4.

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

10-3 10-2 10-1

Eb/No(dB)

BER

TURBO CONVOLUTIONAL TURBO GABUNGAN TURBO BLOCK

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

10-4 10-3 10-2 10-1

ITERASI KE-4

Eb/No(dB)

BER

TURBO CONVOLUTIONAL TURBO GABUNGAN TURBO BLOCK


(2)

Gambar 4.9. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem Berdasarkan Iterasi ke-8.

Gambar 4.10. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem Berdasarkan Iterasi ke-12.

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

10-3 10-2 10-1

ITERASI KE-12

Eb/No(dB)

BER

TURBO CONVOLUTIONAL TURBO GABUNGAN TURBO BLOCK

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

10-3 10-2 10

Eb/No(dB)

BER

TURBO CONVOLUTIONAL TURBO GABUNGAN TURBO BLOCK


(3)

4.2.2. Simulasi Berdasarkan Efek Puncturing

Puncturing adalah proses yang dilakukan untuk meningkatkan

code rate. Dalam hal ini, puncturing dilakukan dengan tidak mengirimkan semua parity bit yang ada. Puncturing juga dilakukan agar sistem dapat menghemat penggunaan bandwidth yang ada [9]. Untuk pola puncturing disesuaikan dengan matriks puncturing.

Dengan parity bit yang semakin sedikit maka kinerja sistem akan semakin buruk karena bit yang berfungsi sebagai proteksi semakin sedikit sehingga kemungkinan terjadi galat semakin besar. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.11 untuk sistem tanpa puncturing dan Gambar 4.12 untuk sistem dengan puncturing.

Gambar 4.11. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem tanpa

Puncturing.

Dapat dibandingkan dari Gambar 4.11 dan Gambar 4.12, setelah sistem melalui proses puncturing, kinerja sistem menjadi semakin

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

10-3 10-2 10-1

EFEK PUNCTURING (NO PUNCTURE)

Eb/No(dB)

BER

TURBO CONVOLUTIONAL TURBO GABUNGAN TURBO BLOCK


(4)

buruk dan nilai BER yang dihasilkan jadi meningkat. Sebagai contoh,

Turbo Convolutional sebelum melalui proses puncturing memiliki nilai BER sebesar 0,0027 tetapi sesudah proses puncturing menjadi 0,0485.

Pada Gambar 4.12 setelah melalui proses puncturing, mulanya

Turbo Convolutional memiliki nilai BER yang lebih tinggi dibandingkan Turbo Block dan Turbo Gabungan yaitu sebesar 0,0485 saat Eb/No bernilai 1 dB, namun langsung menurun drastis menjadi 0

saat Eb/No dinaikkan. Hal ini menunjukkan Turbo Convolutional

mempunyai kinerja yang lebih baik dibandingkan yang lain baik tanpa maupun dengan puncturing.

Gambar 4.12. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem dengan

Puncturing.

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

10-4 10-3 10-2 10-1

EFEK PUNCTURING (PUNCTURED)

Eb/No(dB)

BER

TURBO CONVOLUTIONAL TURBO GABUNGAN TURBO BLOCK


(5)

4.2.3. Simulasi Berdasarkan Kanal yang Dilewati

Kanal pada simulasi ini dibagi menjadi 2 model yaitu kanal dengan derau AWGN sajadan kanal berderau AWGN yang ditambah multipath Rayleigh fading. Gambar 4.13 menunjukkan kinerja sistem

Turbo pada kanal dengan derau AWGN dan Gambar 4.14 menunjukkan kinerja sistem Turbo pada kanal berderau AWGN yang ditambah multipath Rayleigh fading. Dapat dilihat pada Gambar 4.14, kinerja ketiga sistem Turbo mengalami penurunan dibandingkan ketika kanal yang dilewati hanya mengalami derau AWGN. Pada kanal multipath Rayleigh fading, pengaruh terjadinya penerimaan sinyal jalur jamak dan pergerakan penerima diperhitungkan dalam sistem penyandi. Adanya fenomena jalur jamak (multipath) ini menyebabkan sinyal terdistorsi akibat waktu tunda (delay) dari sinyal jalur jamak. Distorsi yang terjadi menimbulkan peningkatan galat dalam proses deteksi. Demikian juga pergerakan penerima menyebabkan modulasi frekuensi acak yang menyebabkan kanal menjadi time-varying dan sinyal kesulitan mengatasi perubahan waktu kanal yang lebih cepat, sehingga dapat juga meningkatkan galat. Pada kanal dengan derau AWGN maupun kanal Rayleigh

dengan derau AWGN, Turbo Convolutional memiliki kinerja paling baik yang ditunjukkan dengan nilai BER rendah dibandingkan kedua sistem yang lain.


(6)

Gambar 4.13. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem pada Kanal AWGN.

Gambar 4.14. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem pada Kanal AWGN

yang Ditambah Rayleigh.

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

10-3 10-2

Eb/No(dB)

BER

TURBO CONVOLUTIONAL TURBO GABUNGAN TURBO BLOCK

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

10-4 10-3 10-2 10-1

RAYLEIGH + AWGN

Eb/No(dB)

BER

TURBO CONVOLUTIONAL TURBO GABUNGAN TURBO GABUNGAN


Dokumen yang terkait

Analisis Bit Error Rate Pada Sistem Wcdma Dengan Menggunakan Channel Coding

0 32 67

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Nilai Bit Error Rate pada Turbo Convolutional Coding dan Turbo Block Coding

0 1 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Nilai Bit Error Rate pada Turbo Convolutional Coding dan Turbo Block Coding T1 612010046 BAB I

0 1 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Nilai Bit Error Rate pada Turbo Convolutional Coding dan Turbo Block Coding T1 612010046 BAB II

0 0 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Nilai Bit Error Rate pada Turbo Convolutional Coding dan Turbo Block Coding T1 612010046 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Nilai Bit Error Rate pada Turbo Convolutional Coding dan Turbo Block Coding

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Nilai Bit Error Rate pada Sistem MIMO MC-CDMA dengan Teknik Alamouti-STBC T1 612010009 BAB I

0 1 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Nilai Bit Error Rate pada Sistem MIMO MC-CDMA dengan Teknik Alamouti-STBC T1 612010009 BAB II

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Nilai Bit Error Rate pada Sistem MIMO MC-CDMA dengan Teknik Alamouti-STBC T1 612010009 BAB IV

0 1 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Nilai Bit Error Rate pada Sistem MIMO MC-CDMA dengan Teknik Alamouti-STBC T1 612010009 BAB V

0 0 1