RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI Resiliensi Pada Penyintas Pasca Erupsi Merapi.
RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI
Naskah Publikasi
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1
Diajukan oleh:
ARYA GUMILANG PUTRA PRATHAMA
F.100090190
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
i1
Resiliensi pada Penyintas pasca Erupsi Merapi
Arya Gumilang Putra Prathama
Dr. Moordiningsih, M.Si., Psi
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Abstraksi. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua
tahun lalu masih menyisakan pilu bagi banyak pihak. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk memahami dan mendeskripsikan upaya resiliensi pada orang dewasa pasca erupsi
Merapi. Subjek penelitian ini berjumlah 12 orang dewasa warga lereng Gunung Merapi
dengan karakteristik sebagai berikut: 1) Penyintas berusia antara 18-40 tahun, 40-60
tahun, dan 60 tahun-kematian. 2) Penyintas yang bertempat tinggal di kawasan lereng
Gunung Merapi yaitu warga Desa Balerante, Kecamatan Kemalang. 3) Penyintas yang
mengalami traumatis mendalam akibat bencana alam erupsi Merapi. Hasil penelitian ini
adalah terdapat potensi resiliensi pada orang dewasa korban erupsi Merapi, yang potensi
ini menjadi sumber kekuatan untuk bertahan dan mencoba merubah keadaan. Dan dapat
dilihat dari orang dewasa menerima kondisi dan keadaan yang menimpa, berusaha dari
sisi spiritual, berusaha dalam tindakan nyata berupa menata kembali roda
perekonomian,
membangun,
mempertahankan,
dan
menjalin
hubungan
interpersonal dengan orang lain. Temuan lain dari penelitian ini adalah faktor
keluarga dan faktor yang dulu bahkan tidak disadari oleh para penyintas yaitu
faktor keyakinan akan kekuatan Allah serta faktor social support yang diberikan
kepada para penyintas untuk membantu pemulihan pasca erupsi Merapi.
Kata kunci: Resiliensi, penyintas, orang dewasa, pasca erupsi Merapi
ii
hak
PENDAHULUAN
untuk
bekerja,
mengalami
syndrome stress berupa setiap saat
Mengenang kembali peristiwa
erupsi Gunung Merapi hampir dua
gelisah,
mood
tahun lalu masih menyisakan pilu
ditunjukkan
bagi banyak pihak, terutama bagi
menangis hingga gangguan jiwa
orang yang terkena dampak langsung
yaitu depresi, skizofren, dan usaha
dari peristiwa alam tersebut.
bunuh diri.
dengan
Latief
Akibat tragedi erupsi Merapi
sedih
yang
perilaku
mengatakan,
ini, sebanyak 14 desa habis terlahap
bencana
letusan Gunung Merapi. Terdapat
menimbulkan
2.271
bagi warga yang terkena dampak
rumah
rusak,
merenggut
Merapi
memang
efek
tekanan
Selain
bisa
psikologis
kurang lebih 206 jiwa, dan 1.548
bencana.
warga
harus
ekor ternak mati. Kerugian material
kehilangan anggota keluarga akibat
diperkirakan mencapai 5 triliyun
awan panas, warga juga kehilangan
rupiah.
harta benda dan mata pencaharian.
Rincian di atas adalah kerugian
Sebab umumnya para penduduk
materiil yang kemungkinan sudah
lereng Merapi merupakan petani
mencapai trilyunan rupiah. Angka ini
(detiknews, 2010).
belum mencakup kerugian psikologis
Para penyintas dengan seiring
yang ditanggung oleh para warga
berjalannya waktu, terlihat mampu
terutama yang terkena dampak erupsi
menyesuaikan diri dengan kondisi
Merapi, mulai dari
yang harus
yang ada dan bahkan menemukan
kehilangan hak-hak hidupnya, seperti
hikmah-hikmah yang memberi para
1
korban
energi
untuk
merubah
untuk
menguji
keimanan
dan
keadaan kembali seperti semula.
kesabarannya agar bisa lebih baik
Penyesuaian yang mampu membuat
(meningkatkan keimanan). Cobaan
individu
hidup
yang berupa ketakutan, kemiskinan,
normal atau menjadi lebih baik,
kematian dalam kajian resiliensi ini
dimana usaha ini disebut sebagai
dikenal dengan istilah faktor resiko
resiliensi.
dan
(risk factor). Namun individu akan
dalam
tetap bahagia atau bertahan dalam
bukunya “The Resiliency Factor”
kehidupannya dalam berbagi kondisi
menjelaskan bahwa resiliensi adalah
yang menekan apabila ia mampu
kemampuan untuk mengatasi dan
bersabar dan mengucap “inna lillahi
beradaptasi terhadap kejadian yang
wa innaa ilaihi raaji’uun” apabila
berat atau masalah yang terjadi
ditimpa musibah.
Shatte
mampu
kembali
Menurut
yang
Reivich
dituangkan
dalam kehidupan. Bertahan dalam
keadaan
tertekan
berhadapan
dengan
dan
Reivich dan Shatte (2002),
bahkan
memaparkan
tujuh
aspek
yang
kesengsaraan
membentuk
(adversity) atau trauma yang dialami
pengaturan
emosi,
pengendalian
dalam kehidupannya (Reivich dan
terhadap
impuls,
optimisme,
Shatte, 2002).
kemampuan menganalisis penyebab
Dalam surat Al-Baqarah 155-
resiliensi,
yaitu
masalah, empati, efikasi diri, dan
157, mengandung arti bahwa dalam
pencapaian.
menguraikan beberapa cobaan yang
Menurut Grotberg (1995) ada
diberikan oleh Allah kepada manusia
beberapa faktor yang mempengaruhi
2
resiliensi yaitu I Am (kemampuan
dimilikinya dengan menyesuaikan
individu), I Have (sumber dukungan
diri (adaptasi) terhadap peranan-
eksternal), dan I Can (kemampuan
peranan individu maupun sosialnya
sosial dan interpersonal). Ketiga
dengan cara yang luwes sehingga
faktor ini menjadi sumber sekaligus
dapat
menjadi ciri individu dan lingkungan
(Hurlock, 2004).
(termasuk keluarga) yang resilien.
berinteraksi
dengan
baik
Merujuk uraian diatas betapa
Periode perkembangan orang
menderita dan rentannya korban
dewasa berbeda-beda tiap fasenya.
pasca
Masa dewasa dini lebih dominan
gangguan jiwa dan pentingnya upaya
pada bagaimana proses memulai
menumbuhkan resiliensi kepada para
pola-pola kehidupan baru seperti
korban terutama orang dewasa agar
memerankan peran ganda sebagai
mampu
bertahan
suami atau istri dan peran dalam
kembali,
maka
dunia kerja (berkarir) dan harapan-
berfokus pada pemahaman resiliensi
harapan sosial baru. Untuk masa
pada orang dewasa pasca erupsi
dewasa
Merapi.
madya
bagaimana
lebih
individu
dominan
mempunyai
untuk
keterbatasan
dan
bangkit
penelitian
ini
ini berjumlah 12 orang dewasa warga
masa
lereng
dewasa akhir lebih dominan dalam
menutupi
mengalami
Subjek penelitian: Subjek penelitian
dengan keluarganya dan kehidupan
Sedangkan
Merapi
METODE
pengaruh dalam kehidupan pribadi
sosial.
erupsi
Gunung
karakteristik
yang
Merapi
sebagai
dengan
berikut:
1)
Penyintas berusia antara 18-40 tahun,
3
40-60 tahun, dan 60 tahun-kematian. 2)
berat.
Penyintas yang bertempat tinggal di
membuat penyintas lebih mampu
kawasan lereng Gunung Merapi yaitu
berpikir
warga
Desa
Kemalang.
Balerante,
3)
Kecamatan
Penyintas
Kemampuan
bijak,
inilah
yang
memandang
ada
hikmah dibalik bencana yang terjadi,
yang
serta menyadari akan pentingnya
mengalami traumatis mendalam akibat
optimisme untuk menghadapi segala
bencana alam erupsi Merapi
permasalahannya. Hal ini sesuai
Alat pengumpulan data. Berupa
dengan pengertian dewasa sendiri
wawancara dan observasi sehingga
yang berarti individu yang telah siap
data-data yang
narasi
dan
diperoleh
deskripsi.
berupa
menerima
kedudukan
dalam
masyarakat
(Hurlock,
2004).
Langkah-
langkah dalam analisis data ini
Peristiwa
erupsi
Merapi
2010
menggunakan analisis tematik yang
memang menyisakan duka yang
membagi dan mengkode informasi yang
sangat
diperoleh dari responden dalam bentuk
mendalam.
wawancara
tema-tema khusus
Berdasarkan
yang
dilakukan,
meskipun orang dewasa tersebut
HASIL DAN PEMBAHASAN
mendapat tekanan dan traumatis
Orang
dewasa,
dengan
dalam hal ini erupsi Merapi, para
kematangan
kognitifnya,
mampu
orang dewasa mampu beradaptasi
memaknai peristiwa yang terjadi,
secara positif dan mampu bangkit
tetap
menerima
keadaan
yang
kembali
termasuk
mampu
menimpanya, selalu berdoa, dan
mengambil hikmah dari peristiwa
berusaha sehingga penderitaan yang
tersebut.
penyintas rasakan menjadi tidak
4
Faktor
keluarga
juga
menjadi
sumber
yang
penyintas dalam hal ini adalah orang
terpenting pada penyintas dalam hal
dewasa. Faktor keluarga membuat
ini adalah orang dewasa. Faktor
para penyintas sadar bahwa menjadi
keluarga membuat para penyintas
tempat bergantung dari istri atau
sadar
tempat
anak-anaknya sehingga harus mampu
bergantung dari istri atau anak-
tegar. Selain faktor-faktor tersebut,
anaknya sehingga harus
ada faktor lain
bahwa
resiliensi
menjadi
mampu
yang
dirasakan
tegar. Selain itu adanya pasangan
sehingga dapat memberi kekuatan.
juga menjadi teman bercerita dan
Sebuah faktor yang dulu bahkan
berbagi
sedangkan
tidak disadari oleh para penyintas
anak-anak dengan tingkah polahnya
yaitu faktor komunitas dimana faktor
seringkali
tersebut merupakan faktor social
merasa
kegelisahan,
membuat
terhibur
penyintas
sehingga
support yang diberikan kepada para
tidak
terlalu sedih dengan bencana yang
penyintas
terjadi.
pemulihan pasca erupsi Merapi.
Selain
keluarga,
faktor
keyakinan akan kekuatan Allah.
Berdasarkan hasil analisis dan
kekuatan untuk tidak lelah berjuang
pembahasan penelitian maka dapat
karena yakin Allah pasti rnembantu
disimpulkan bahwa terdapat potensi
merupakan salah satu karakteristik
resiliensi pada orang dewasa korban
individu yang ada dalam resiliensi.
erupsi Merapi, yang potensi ini
Faktor keluarga juga menjadi sumber
yang
terpenting
membantu
KESIMPULAN
Keyakinan ini memberi penyintas
resiliensi
untuk
menjadi
pada
5
sumber kekuatan
untuk
bertahan
dan
mencoba
merubah
Research, application, and
policy. Paper presented at
Symposio International Stress
e Violencia. Lisbon, Portugal,
September 27-30.
keadaan.
Pada orang dewasa, kesadaran
Hayes,
N.
(2000).
Doing
psychological research. USA:
Open University Press
akan peran sebagai orang tua dan
pentingnya optimisme serta adanya
Hurlock, E. B. (2004). Psikologi
perkembangan
suatu
pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Terjemahan (edisi
kelima). Jakarta: Erlangga
keyakinan terhadap Tuhan memberi
penyintas kekuatan dari dalam diri
untuk tetap tegar. Selain itu adanya
Jarot, P. N (2010). Jumlah Penderita
Gangguan
Jiwa.
news/okezone.com. Diunduh
pada pukul 19.38 6 Februari
2012
keluarga yang mencintai, tetangga
sesama korban yang rukun dan saling
membantu, serta adanya perhatian
Latief, A, M. (2010). Stres Jadi
Ancaman Baru Korban Merapi.
detiknews.com Diunduh pada
pukul 13.15 5 November 2012
dari masyarakat lain ataupun LSM
membuat penyintas merasa memiliki
pendorong untuk tetap berjuang.
Poerwandari,
E.K.
(2005).
Pendekatan kualitatif dalam
penelitian psikologi. Jakarta:
Lembaga
Pengembangan
Sarana
Pengukuran
dan
Pendidikan Psikologi. Fakultas
Psikologi UI.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Nasional Penanggulangan
Bencana.
(2011).
http://bnpb.go.id Diunduh pada
pukul 20.18 5 November 2012
Rahayu, I. T. (2004). Observasi dan
wawancara.
Malang:
Bayumedia Publishing
Departemen Agama. (2000). AlQur’an
dan
terjemahnya.
Bandung: Diponegoro
Reivich, K &, Shatte, A. (2002). The
recilience factor. New York:
Broadway Books
Grotberg, E. H. (1995). The
international resilience project:
6
Naskah Publikasi
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1
Diajukan oleh:
ARYA GUMILANG PUTRA PRATHAMA
F.100090190
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
i1
Resiliensi pada Penyintas pasca Erupsi Merapi
Arya Gumilang Putra Prathama
Dr. Moordiningsih, M.Si., Psi
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Abstraksi. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua
tahun lalu masih menyisakan pilu bagi banyak pihak. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk memahami dan mendeskripsikan upaya resiliensi pada orang dewasa pasca erupsi
Merapi. Subjek penelitian ini berjumlah 12 orang dewasa warga lereng Gunung Merapi
dengan karakteristik sebagai berikut: 1) Penyintas berusia antara 18-40 tahun, 40-60
tahun, dan 60 tahun-kematian. 2) Penyintas yang bertempat tinggal di kawasan lereng
Gunung Merapi yaitu warga Desa Balerante, Kecamatan Kemalang. 3) Penyintas yang
mengalami traumatis mendalam akibat bencana alam erupsi Merapi. Hasil penelitian ini
adalah terdapat potensi resiliensi pada orang dewasa korban erupsi Merapi, yang potensi
ini menjadi sumber kekuatan untuk bertahan dan mencoba merubah keadaan. Dan dapat
dilihat dari orang dewasa menerima kondisi dan keadaan yang menimpa, berusaha dari
sisi spiritual, berusaha dalam tindakan nyata berupa menata kembali roda
perekonomian,
membangun,
mempertahankan,
dan
menjalin
hubungan
interpersonal dengan orang lain. Temuan lain dari penelitian ini adalah faktor
keluarga dan faktor yang dulu bahkan tidak disadari oleh para penyintas yaitu
faktor keyakinan akan kekuatan Allah serta faktor social support yang diberikan
kepada para penyintas untuk membantu pemulihan pasca erupsi Merapi.
Kata kunci: Resiliensi, penyintas, orang dewasa, pasca erupsi Merapi
ii
hak
PENDAHULUAN
untuk
bekerja,
mengalami
syndrome stress berupa setiap saat
Mengenang kembali peristiwa
erupsi Gunung Merapi hampir dua
gelisah,
mood
tahun lalu masih menyisakan pilu
ditunjukkan
bagi banyak pihak, terutama bagi
menangis hingga gangguan jiwa
orang yang terkena dampak langsung
yaitu depresi, skizofren, dan usaha
dari peristiwa alam tersebut.
bunuh diri.
dengan
Latief
Akibat tragedi erupsi Merapi
sedih
yang
perilaku
mengatakan,
ini, sebanyak 14 desa habis terlahap
bencana
letusan Gunung Merapi. Terdapat
menimbulkan
2.271
bagi warga yang terkena dampak
rumah
rusak,
merenggut
Merapi
memang
efek
tekanan
Selain
bisa
psikologis
kurang lebih 206 jiwa, dan 1.548
bencana.
warga
harus
ekor ternak mati. Kerugian material
kehilangan anggota keluarga akibat
diperkirakan mencapai 5 triliyun
awan panas, warga juga kehilangan
rupiah.
harta benda dan mata pencaharian.
Rincian di atas adalah kerugian
Sebab umumnya para penduduk
materiil yang kemungkinan sudah
lereng Merapi merupakan petani
mencapai trilyunan rupiah. Angka ini
(detiknews, 2010).
belum mencakup kerugian psikologis
Para penyintas dengan seiring
yang ditanggung oleh para warga
berjalannya waktu, terlihat mampu
terutama yang terkena dampak erupsi
menyesuaikan diri dengan kondisi
Merapi, mulai dari
yang harus
yang ada dan bahkan menemukan
kehilangan hak-hak hidupnya, seperti
hikmah-hikmah yang memberi para
1
korban
energi
untuk
merubah
untuk
menguji
keimanan
dan
keadaan kembali seperti semula.
kesabarannya agar bisa lebih baik
Penyesuaian yang mampu membuat
(meningkatkan keimanan). Cobaan
individu
hidup
yang berupa ketakutan, kemiskinan,
normal atau menjadi lebih baik,
kematian dalam kajian resiliensi ini
dimana usaha ini disebut sebagai
dikenal dengan istilah faktor resiko
resiliensi.
dan
(risk factor). Namun individu akan
dalam
tetap bahagia atau bertahan dalam
bukunya “The Resiliency Factor”
kehidupannya dalam berbagi kondisi
menjelaskan bahwa resiliensi adalah
yang menekan apabila ia mampu
kemampuan untuk mengatasi dan
bersabar dan mengucap “inna lillahi
beradaptasi terhadap kejadian yang
wa innaa ilaihi raaji’uun” apabila
berat atau masalah yang terjadi
ditimpa musibah.
Shatte
mampu
kembali
Menurut
yang
Reivich
dituangkan
dalam kehidupan. Bertahan dalam
keadaan
tertekan
berhadapan
dengan
dan
Reivich dan Shatte (2002),
bahkan
memaparkan
tujuh
aspek
yang
kesengsaraan
membentuk
(adversity) atau trauma yang dialami
pengaturan
emosi,
pengendalian
dalam kehidupannya (Reivich dan
terhadap
impuls,
optimisme,
Shatte, 2002).
kemampuan menganalisis penyebab
Dalam surat Al-Baqarah 155-
resiliensi,
yaitu
masalah, empati, efikasi diri, dan
157, mengandung arti bahwa dalam
pencapaian.
menguraikan beberapa cobaan yang
Menurut Grotberg (1995) ada
diberikan oleh Allah kepada manusia
beberapa faktor yang mempengaruhi
2
resiliensi yaitu I Am (kemampuan
dimilikinya dengan menyesuaikan
individu), I Have (sumber dukungan
diri (adaptasi) terhadap peranan-
eksternal), dan I Can (kemampuan
peranan individu maupun sosialnya
sosial dan interpersonal). Ketiga
dengan cara yang luwes sehingga
faktor ini menjadi sumber sekaligus
dapat
menjadi ciri individu dan lingkungan
(Hurlock, 2004).
(termasuk keluarga) yang resilien.
berinteraksi
dengan
baik
Merujuk uraian diatas betapa
Periode perkembangan orang
menderita dan rentannya korban
dewasa berbeda-beda tiap fasenya.
pasca
Masa dewasa dini lebih dominan
gangguan jiwa dan pentingnya upaya
pada bagaimana proses memulai
menumbuhkan resiliensi kepada para
pola-pola kehidupan baru seperti
korban terutama orang dewasa agar
memerankan peran ganda sebagai
mampu
bertahan
suami atau istri dan peran dalam
kembali,
maka
dunia kerja (berkarir) dan harapan-
berfokus pada pemahaman resiliensi
harapan sosial baru. Untuk masa
pada orang dewasa pasca erupsi
dewasa
Merapi.
madya
bagaimana
lebih
individu
dominan
mempunyai
untuk
keterbatasan
dan
bangkit
penelitian
ini
ini berjumlah 12 orang dewasa warga
masa
lereng
dewasa akhir lebih dominan dalam
menutupi
mengalami
Subjek penelitian: Subjek penelitian
dengan keluarganya dan kehidupan
Sedangkan
Merapi
METODE
pengaruh dalam kehidupan pribadi
sosial.
erupsi
Gunung
karakteristik
yang
Merapi
sebagai
dengan
berikut:
1)
Penyintas berusia antara 18-40 tahun,
3
40-60 tahun, dan 60 tahun-kematian. 2)
berat.
Penyintas yang bertempat tinggal di
membuat penyintas lebih mampu
kawasan lereng Gunung Merapi yaitu
berpikir
warga
Desa
Kemalang.
Balerante,
3)
Kecamatan
Penyintas
Kemampuan
bijak,
inilah
yang
memandang
ada
hikmah dibalik bencana yang terjadi,
yang
serta menyadari akan pentingnya
mengalami traumatis mendalam akibat
optimisme untuk menghadapi segala
bencana alam erupsi Merapi
permasalahannya. Hal ini sesuai
Alat pengumpulan data. Berupa
dengan pengertian dewasa sendiri
wawancara dan observasi sehingga
yang berarti individu yang telah siap
data-data yang
narasi
dan
diperoleh
deskripsi.
berupa
menerima
kedudukan
dalam
masyarakat
(Hurlock,
2004).
Langkah-
langkah dalam analisis data ini
Peristiwa
erupsi
Merapi
2010
menggunakan analisis tematik yang
memang menyisakan duka yang
membagi dan mengkode informasi yang
sangat
diperoleh dari responden dalam bentuk
mendalam.
wawancara
tema-tema khusus
Berdasarkan
yang
dilakukan,
meskipun orang dewasa tersebut
HASIL DAN PEMBAHASAN
mendapat tekanan dan traumatis
Orang
dewasa,
dengan
dalam hal ini erupsi Merapi, para
kematangan
kognitifnya,
mampu
orang dewasa mampu beradaptasi
memaknai peristiwa yang terjadi,
secara positif dan mampu bangkit
tetap
menerima
keadaan
yang
kembali
termasuk
mampu
menimpanya, selalu berdoa, dan
mengambil hikmah dari peristiwa
berusaha sehingga penderitaan yang
tersebut.
penyintas rasakan menjadi tidak
4
Faktor
keluarga
juga
menjadi
sumber
yang
penyintas dalam hal ini adalah orang
terpenting pada penyintas dalam hal
dewasa. Faktor keluarga membuat
ini adalah orang dewasa. Faktor
para penyintas sadar bahwa menjadi
keluarga membuat para penyintas
tempat bergantung dari istri atau
sadar
tempat
anak-anaknya sehingga harus mampu
bergantung dari istri atau anak-
tegar. Selain faktor-faktor tersebut,
anaknya sehingga harus
ada faktor lain
bahwa
resiliensi
menjadi
mampu
yang
dirasakan
tegar. Selain itu adanya pasangan
sehingga dapat memberi kekuatan.
juga menjadi teman bercerita dan
Sebuah faktor yang dulu bahkan
berbagi
sedangkan
tidak disadari oleh para penyintas
anak-anak dengan tingkah polahnya
yaitu faktor komunitas dimana faktor
seringkali
tersebut merupakan faktor social
merasa
kegelisahan,
membuat
terhibur
penyintas
sehingga
support yang diberikan kepada para
tidak
terlalu sedih dengan bencana yang
penyintas
terjadi.
pemulihan pasca erupsi Merapi.
Selain
keluarga,
faktor
keyakinan akan kekuatan Allah.
Berdasarkan hasil analisis dan
kekuatan untuk tidak lelah berjuang
pembahasan penelitian maka dapat
karena yakin Allah pasti rnembantu
disimpulkan bahwa terdapat potensi
merupakan salah satu karakteristik
resiliensi pada orang dewasa korban
individu yang ada dalam resiliensi.
erupsi Merapi, yang potensi ini
Faktor keluarga juga menjadi sumber
yang
terpenting
membantu
KESIMPULAN
Keyakinan ini memberi penyintas
resiliensi
untuk
menjadi
pada
5
sumber kekuatan
untuk
bertahan
dan
mencoba
merubah
Research, application, and
policy. Paper presented at
Symposio International Stress
e Violencia. Lisbon, Portugal,
September 27-30.
keadaan.
Pada orang dewasa, kesadaran
Hayes,
N.
(2000).
Doing
psychological research. USA:
Open University Press
akan peran sebagai orang tua dan
pentingnya optimisme serta adanya
Hurlock, E. B. (2004). Psikologi
perkembangan
suatu
pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Terjemahan (edisi
kelima). Jakarta: Erlangga
keyakinan terhadap Tuhan memberi
penyintas kekuatan dari dalam diri
untuk tetap tegar. Selain itu adanya
Jarot, P. N (2010). Jumlah Penderita
Gangguan
Jiwa.
news/okezone.com. Diunduh
pada pukul 19.38 6 Februari
2012
keluarga yang mencintai, tetangga
sesama korban yang rukun dan saling
membantu, serta adanya perhatian
Latief, A, M. (2010). Stres Jadi
Ancaman Baru Korban Merapi.
detiknews.com Diunduh pada
pukul 13.15 5 November 2012
dari masyarakat lain ataupun LSM
membuat penyintas merasa memiliki
pendorong untuk tetap berjuang.
Poerwandari,
E.K.
(2005).
Pendekatan kualitatif dalam
penelitian psikologi. Jakarta:
Lembaga
Pengembangan
Sarana
Pengukuran
dan
Pendidikan Psikologi. Fakultas
Psikologi UI.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Nasional Penanggulangan
Bencana.
(2011).
http://bnpb.go.id Diunduh pada
pukul 20.18 5 November 2012
Rahayu, I. T. (2004). Observasi dan
wawancara.
Malang:
Bayumedia Publishing
Departemen Agama. (2000). AlQur’an
dan
terjemahnya.
Bandung: Diponegoro
Reivich, K &, Shatte, A. (2002). The
recilience factor. New York:
Broadway Books
Grotberg, E. H. (1995). The
international resilience project:
6