RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI Resiliensi Pada Penyintas Pasca Erupsi Merapi.

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI

Naskah Publikasi
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

Diajukan oleh:
ARYA GUMILANG PUTRA PRATHAMA
F.100090190

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

i1

Resiliensi pada Penyintas pasca Erupsi Merapi
Arya Gumilang Putra Prathama
Dr. Moordiningsih, M.Si., Psi
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Abstraksi. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua

tahun lalu masih menyisakan pilu bagi banyak pihak. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk memahami dan mendeskripsikan upaya resiliensi pada orang dewasa pasca erupsi
Merapi. Subjek penelitian ini berjumlah 12 orang dewasa warga lereng Gunung Merapi
dengan karakteristik sebagai berikut: 1) Penyintas berusia antara 18-40 tahun, 40-60
tahun, dan 60 tahun-kematian. 2) Penyintas yang bertempat tinggal di kawasan lereng
Gunung Merapi yaitu warga Desa Balerante, Kecamatan Kemalang. 3) Penyintas yang
mengalami traumatis mendalam akibat bencana alam erupsi Merapi. Hasil penelitian ini
adalah terdapat potensi resiliensi pada orang dewasa korban erupsi Merapi, yang potensi
ini menjadi sumber kekuatan untuk bertahan dan mencoba merubah keadaan. Dan dapat
dilihat dari orang dewasa menerima kondisi dan keadaan yang menimpa, berusaha dari
sisi spiritual, berusaha dalam tindakan nyata berupa menata kembali roda

perekonomian,

membangun,

mempertahankan,

dan


menjalin

hubungan

interpersonal dengan orang lain. Temuan lain dari penelitian ini adalah faktor
keluarga dan faktor yang dulu bahkan tidak disadari oleh para penyintas yaitu
faktor keyakinan akan kekuatan Allah serta faktor social support yang diberikan
kepada para penyintas untuk membantu pemulihan pasca erupsi Merapi.

Kata kunci: Resiliensi, penyintas, orang dewasa, pasca erupsi Merapi

ii

hak

PENDAHULUAN

untuk

bekerja,


mengalami

syndrome stress berupa setiap saat

Mengenang kembali peristiwa
erupsi Gunung Merapi hampir dua

gelisah,

mood

tahun lalu masih menyisakan pilu

ditunjukkan

bagi banyak pihak, terutama bagi

menangis hingga gangguan jiwa


orang yang terkena dampak langsung

yaitu depresi, skizofren, dan usaha

dari peristiwa alam tersebut.

bunuh diri.

dengan

Latief

Akibat tragedi erupsi Merapi

sedih

yang
perilaku

mengatakan,


ini, sebanyak 14 desa habis terlahap

bencana

letusan Gunung Merapi. Terdapat

menimbulkan

2.271

bagi warga yang terkena dampak

rumah

rusak,

merenggut

Merapi


memang

efek

tekanan

Selain

bisa

psikologis

kurang lebih 206 jiwa, dan 1.548

bencana.

warga

harus


ekor ternak mati. Kerugian material

kehilangan anggota keluarga akibat

diperkirakan mencapai 5 triliyun

awan panas, warga juga kehilangan

rupiah.

harta benda dan mata pencaharian.

Rincian di atas adalah kerugian

Sebab umumnya para penduduk

materiil yang kemungkinan sudah

lereng Merapi merupakan petani


mencapai trilyunan rupiah. Angka ini

(detiknews, 2010).

belum mencakup kerugian psikologis

Para penyintas dengan seiring

yang ditanggung oleh para warga

berjalannya waktu, terlihat mampu

terutama yang terkena dampak erupsi

menyesuaikan diri dengan kondisi

Merapi, mulai dari

yang harus


yang ada dan bahkan menemukan

kehilangan hak-hak hidupnya, seperti

hikmah-hikmah yang memberi para

1

korban

energi

untuk

merubah

untuk

menguji


keimanan

dan

keadaan kembali seperti semula.

kesabarannya agar bisa lebih baik

Penyesuaian yang mampu membuat

(meningkatkan keimanan). Cobaan

individu

hidup

yang berupa ketakutan, kemiskinan,

normal atau menjadi lebih baik,


kematian dalam kajian resiliensi ini

dimana usaha ini disebut sebagai

dikenal dengan istilah faktor resiko

resiliensi.

dan

(risk factor). Namun individu akan

dalam

tetap bahagia atau bertahan dalam

bukunya “The Resiliency Factor”

kehidupannya dalam berbagi kondisi

menjelaskan bahwa resiliensi adalah

yang menekan apabila ia mampu

kemampuan untuk mengatasi dan

bersabar dan mengucap “inna lillahi

beradaptasi terhadap kejadian yang

wa innaa ilaihi raaji’uun” apabila

berat atau masalah yang terjadi

ditimpa musibah.

Shatte

mampu

kembali

Menurut

yang

Reivich

dituangkan

dalam kehidupan. Bertahan dalam
keadaan

tertekan

berhadapan

dengan

dan

Reivich dan Shatte (2002),

bahkan

memaparkan

tujuh

aspek

yang

kesengsaraan

membentuk

(adversity) atau trauma yang dialami

pengaturan

emosi,

pengendalian

dalam kehidupannya (Reivich dan

terhadap

impuls,

optimisme,

Shatte, 2002).

kemampuan menganalisis penyebab

Dalam surat Al-Baqarah 155-

resiliensi,

yaitu

masalah, empati, efikasi diri, dan

157, mengandung arti bahwa dalam

pencapaian.

menguraikan beberapa cobaan yang

Menurut Grotberg (1995) ada

diberikan oleh Allah kepada manusia

beberapa faktor yang mempengaruhi

2

resiliensi yaitu I Am (kemampuan

dimilikinya dengan menyesuaikan

individu), I Have (sumber dukungan

diri (adaptasi) terhadap peranan-

eksternal), dan I Can (kemampuan

peranan individu maupun sosialnya

sosial dan interpersonal). Ketiga

dengan cara yang luwes sehingga

faktor ini menjadi sumber sekaligus

dapat

menjadi ciri individu dan lingkungan

(Hurlock, 2004).

(termasuk keluarga) yang resilien.

berinteraksi

dengan

baik

Merujuk uraian diatas betapa

Periode perkembangan orang

menderita dan rentannya korban

dewasa berbeda-beda tiap fasenya.

pasca

Masa dewasa dini lebih dominan

gangguan jiwa dan pentingnya upaya

pada bagaimana proses memulai

menumbuhkan resiliensi kepada para

pola-pola kehidupan baru seperti

korban terutama orang dewasa agar

memerankan peran ganda sebagai

mampu

bertahan

suami atau istri dan peran dalam

kembali,

maka

dunia kerja (berkarir) dan harapan-

berfokus pada pemahaman resiliensi

harapan sosial baru. Untuk masa

pada orang dewasa pasca erupsi

dewasa

Merapi.

madya

bagaimana

lebih

individu

dominan
mempunyai

untuk

keterbatasan

dan

bangkit

penelitian

ini

ini berjumlah 12 orang dewasa warga

masa

lereng

dewasa akhir lebih dominan dalam
menutupi

mengalami

Subjek penelitian: Subjek penelitian

dengan keluarganya dan kehidupan
Sedangkan

Merapi

METODE

pengaruh dalam kehidupan pribadi

sosial.

erupsi

Gunung

karakteristik

yang

Merapi

sebagai

dengan

berikut:

1)

Penyintas berusia antara 18-40 tahun,

3

40-60 tahun, dan 60 tahun-kematian. 2)

berat.

Penyintas yang bertempat tinggal di

membuat penyintas lebih mampu

kawasan lereng Gunung Merapi yaitu

berpikir

warga

Desa

Kemalang.

Balerante,
3)

Kecamatan

Penyintas

Kemampuan

bijak,

inilah

yang

memandang

ada

hikmah dibalik bencana yang terjadi,

yang

serta menyadari akan pentingnya

mengalami traumatis mendalam akibat

optimisme untuk menghadapi segala
bencana alam erupsi Merapi

permasalahannya. Hal ini sesuai
Alat pengumpulan data. Berupa
dengan pengertian dewasa sendiri
wawancara dan observasi sehingga
yang berarti individu yang telah siap
data-data yang
narasi

dan

diperoleh

deskripsi.

berupa
menerima

kedudukan

dalam

masyarakat

(Hurlock,

2004).

Langkah-

langkah dalam analisis data ini
Peristiwa

erupsi

Merapi

2010

menggunakan analisis tematik yang
memang menyisakan duka yang
membagi dan mengkode informasi yang

sangat

diperoleh dari responden dalam bentuk

mendalam.

wawancara

tema-tema khusus

Berdasarkan

yang

dilakukan,

meskipun orang dewasa tersebut
HASIL DAN PEMBAHASAN
mendapat tekanan dan traumatis
Orang

dewasa,

dengan
dalam hal ini erupsi Merapi, para

kematangan

kognitifnya,

mampu
orang dewasa mampu beradaptasi

memaknai peristiwa yang terjadi,
secara positif dan mampu bangkit
tetap

menerima

keadaan

yang
kembali

termasuk

mampu

menimpanya, selalu berdoa, dan
mengambil hikmah dari peristiwa
berusaha sehingga penderitaan yang
tersebut.
penyintas rasakan menjadi tidak

4

Faktor

keluarga

juga

menjadi

sumber

yang

penyintas dalam hal ini adalah orang

terpenting pada penyintas dalam hal

dewasa. Faktor keluarga membuat

ini adalah orang dewasa. Faktor

para penyintas sadar bahwa menjadi

keluarga membuat para penyintas

tempat bergantung dari istri atau

sadar

tempat

anak-anaknya sehingga harus mampu

bergantung dari istri atau anak-

tegar. Selain faktor-faktor tersebut,

anaknya sehingga harus

ada faktor lain

bahwa

resiliensi

menjadi

mampu

yang

dirasakan

tegar. Selain itu adanya pasangan

sehingga dapat memberi kekuatan.

juga menjadi teman bercerita dan

Sebuah faktor yang dulu bahkan

berbagi

sedangkan

tidak disadari oleh para penyintas

anak-anak dengan tingkah polahnya

yaitu faktor komunitas dimana faktor

seringkali

tersebut merupakan faktor social

merasa

kegelisahan,

membuat
terhibur

penyintas

sehingga

support yang diberikan kepada para

tidak

terlalu sedih dengan bencana yang

penyintas

terjadi.

pemulihan pasca erupsi Merapi.

Selain

keluarga,

faktor

keyakinan akan kekuatan Allah.

Berdasarkan hasil analisis dan

kekuatan untuk tidak lelah berjuang

pembahasan penelitian maka dapat

karena yakin Allah pasti rnembantu

disimpulkan bahwa terdapat potensi

merupakan salah satu karakteristik

resiliensi pada orang dewasa korban

individu yang ada dalam resiliensi.

erupsi Merapi, yang potensi ini

Faktor keluarga juga menjadi sumber
yang

terpenting

membantu

KESIMPULAN

Keyakinan ini memberi penyintas

resiliensi

untuk

menjadi

pada

5

sumber kekuatan

untuk

bertahan

dan

mencoba

merubah

Research, application, and
policy. Paper presented at
Symposio International Stress
e Violencia. Lisbon, Portugal,
September 27-30.

keadaan.
Pada orang dewasa, kesadaran

Hayes,
N.
(2000).
Doing
psychological research. USA:
Open University Press

akan peran sebagai orang tua dan
pentingnya optimisme serta adanya

Hurlock, E. B. (2004). Psikologi
perkembangan
suatu
pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Terjemahan (edisi
kelima). Jakarta: Erlangga

keyakinan terhadap Tuhan memberi
penyintas kekuatan dari dalam diri
untuk tetap tegar. Selain itu adanya

Jarot, P. N (2010). Jumlah Penderita
Gangguan
Jiwa.
news/okezone.com. Diunduh
pada pukul 19.38 6 Februari
2012

keluarga yang mencintai, tetangga
sesama korban yang rukun dan saling
membantu, serta adanya perhatian

Latief, A, M. (2010). Stres Jadi
Ancaman Baru Korban Merapi.
detiknews.com Diunduh pada
pukul 13.15 5 November 2012

dari masyarakat lain ataupun LSM
membuat penyintas merasa memiliki
pendorong untuk tetap berjuang.

Poerwandari,
E.K.
(2005).
Pendekatan kualitatif dalam
penelitian psikologi. Jakarta:
Lembaga
Pengembangan
Sarana
Pengukuran
dan
Pendidikan Psikologi. Fakultas
Psikologi UI.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Nasional Penanggulangan
Bencana.
(2011).
http://bnpb.go.id Diunduh pada
pukul 20.18 5 November 2012

Rahayu, I. T. (2004). Observasi dan
wawancara.
Malang:
Bayumedia Publishing

Departemen Agama. (2000). AlQur’an
dan
terjemahnya.
Bandung: Diponegoro

Reivich, K &, Shatte, A. (2002). The
recilience factor. New York:
Broadway Books

Grotberg, E. H. (1995). The
international resilience project:

6