PENINGKATAN KEBERANIAN BERBICARA DAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA MELALUI STRATEGI Peningkatan Keberanian Berbicara Dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Melalui Strategi Pembelajaran Role Playing Siswa Kelas V SD Negeri Jetis Klaten Tahun 2012/ 2013.

PENINGKATAN KEBERANIAN BERBICARA DAN HASIL
BELAJAR BAHASA INDONESIA MELALUI STRATEGI
PEMBELAJARAN ROLE PLAYING SISWA KELAS V
SD NEGERI JETIS KLATEN TAHUN 2012/ 2013

NASKAH PUBLIKASI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

DEWI SULISTIANINGSIH
A 54B090138

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

PENINGKATAN KEBERANIAN BERBICARA DAN HASIL
BELAJAR BAHASA INDONESIA MELALUI STRATEGI
PEMBELAJARAN ROLE PLAYING SISWA KELAS V

SD NEGERI JETIS KLATEN TAHUN 2012/ 2013
Oleh
Dewi Sulistianingsih* Drs. Muhroji, SE, M. Si**
Program Studi S1 PGSD UMS
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk 1) Meningkatkan keberanian berbicara dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia melalui stratgi pembelaajran role playing, 2) Meningkatkan
hasil belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia melalui strategi pembelajaran
role playing. Subyek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V yang berjumlah 14 siswa
terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan. Jenis penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas yang berlangsung dalam 2 siklus. Tiap siklusnya melalui 4 tahapan, yakni:
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Teknik pengumpulan data yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah observasi, tes, wawancara dan dokumentasi. Teknik validitas
data yang digunakan adalah triangulasi sumber, sedangkan teknik validitas instrumen
adalah teknik validitas isi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran
role playing dapat meningkatkan keberanian berbicara dan hasil belajar Bahasa Indonesia
siswa kelas V SD Negeri Jetis Klaten Tahun 2012/ 2013. Peningkatan ini dapat dilihat pada
siklus I. Pada siklus ini terjadi peningkatan keberanian berbicara dan hasil belajar
dibandingkan dengan pra tindakan. Bila pada pra tindakan hanya 1 siswa yang berpredikat
sangat berani maka pada siklus I meningkat menjadi 4 anak. Pada tahab pra siklus juga

meninggalkan 1 anak yang berpredikat sangat tidak berani, namun pada siklus I tidak ada
anak yang berpredikat sangat tidak berani. Kriteria beranipun mengalami peningkatan dari
1 anak pada pra tindakan menjadi 5 anak pada siklus I. Siklus ke II keberanian berbicara
meningkat secara signifikan. Siswa yang berkategori sangat berani menjadi 7, 3 siswa
berpredikat berani dan hanya 4 anak yang berpredikat cukup berani. Hasil belajar siswa
juga mengalami peningkatan tiap siklusnya. Pada pra siklus hanya terdapat 4 siswa yang
memiliki nilai di atas KKM dengan rata-rata kelas 68,00, pada siklus I meningkat menjadi 8
anak yang di atas KKM denga rata-rata 70,36 dan pada siklus II siswa yang memperoleh
KKM sebanyak 13 siswa dengan nilai rata-rata 80,57. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa melalui strategi pembelajaran role playing dapat meingkatkan keberanian berbicara
dan hasil belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SD Negeri Jetis Klaten tahun 2012/
2013.
Kata kunci: keberanian berbicara, hasil belajar, role playing, Bahasa Indonesia

Keterangan:
*: Nama Mahasiswa
**: Nama Dosen Pembimbing

PERSETUJUAN
NASKAH PUBLIKASI


A. PENDAHULUAN
Bahasa Indonesia adalah mata pelajaran yang menuntut siswa untuk menguasai
aspek-aspek yang terdapat dalam mata pelajaran ini, yaitu mendengarkan, berbicara,
membaca dan menulis. Oleh sebab itu dalam membelajarkan Bahasa Indonesia guru
perlu mengenal dan melaksanakan dengan baik pedoman tentang strategi-strategi
yang mampu menggali kemampuan siswa. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
guru di SD Negeri Jetis masih meggunakan metode konvensional dan tanya jawab.
Akibatnya siswa tidak memiliki pengalaman belajar karena hanya dijadikan obyek
belajar saja oleh guru. Kenyataan yang terjadi, ketika siswa diminta untuk
mengerjakan soal-soal ulangan tidak sedikit siswa memperoleh nilai di bawah kriteria
ketuntasan minimal (KKM). Jika KKM yang ditentukan adalah 70 ternyata masih
banyak siswa yang memperoleh nilai kurang dari itu. Data yang diperoleh dari
ulangan harian pada semester ini menunjukkan, dari 14 anak yang duduk di kelas V
ternyata hanya 4 anak yang memperoleh hasil diatas 70. Itu berarti prosentase
keberhasilannya hanya 28,57%. Nilai rata-rata kelaspun masih rendah, yakni hanya
68,00. Selain itu, empat keterampilan bahasa yang semestinya dikuasai siswa ternyata
tidak semuanya dapat dikuasai dengan baik, terutama pada aspek keterampilan
berbicara. Siswa akan terdiam manakala guru meminta siswa untuk memberikan
tanggapan, pendapat, bahkan suasana diskusi sederhanapun tidak berjalan efektif dan

cenderung pasif. Siswa pada umumnya akan mengalami kesulitan ketika guru
memintanya untuk bercerita, berpidato, bertanya bahkan sekedar bercakap-cakappun
banyak siswa yang tidak mampu. Padahal siswa Sekolah Dasar (SD) pada dasarnya
memiliki kemampuan dasar untuk berbicara. Hal ini senada dengan teori D. Mcneill
(dalam Hamzah, 2009:lambitu.wordpress.com/) yang menyebutkan bahwa setiap anak
normal memiliki perabot yang bersifat bawaan. Perabot ini disebut perabot perolehan
Bahasa atau Language Acquisition device (LAD) yang dispekulasikan harus
menguasai bahasa apapun. Teori ini benar adanya dengan pengamatan yang dilakukan
peneliti. Bukti nyatanya adalah siswa SD tidak merasa kesulitan berbicara manakala
pada waktu jam istirahat. Siswa-siswa saling berkomunikasi tanpa adanya hambatan
berbicara. Mereka dengan mudahnya mmengeluarkan ide-ide, perasaan, pengalaman
dan gagasan melalui lisannya. Ini menunjukkan bahwa siswa SD memiliki
kemampuan dasar berbicara.
Kondisi yang terjadi pada siswa kelas V yang mengalami kesulitan berbicara dan
hasil belajar yang rendah dikarenakan beberapa faktor, diantaranya materi

pembelajaran yang dimuat dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia hanya
mengedepankan aspek membaca dan menulis dan seakan mengesampingkan aspek
berbicara. Senada dengan ini menurut Bukian (2004:1) dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa buku ajar yang digunakan guru SD memperlihatkan bahwa

pembelajaran

keterampilan

membaca

dan

menulis

lebih

banyak

porsinya

dibandingkan keterampilan berbicara. Bahkan dalam porsi pembelajaranpun aspek
membaca dan menulislah yang selalu diterapkan oleh guru.
Seringkali guru tidak menyadari bahwa strategi pembelajaran yang diterapkan
dalam pembelajaran sangat berbengaruh terhadap hasil yang dicapai dalam

pembelajaran tersebut. Tidak jarang pula hasil akhir yang menjadi keberhasilan
pembelaran hanya dipatokkan pada prestasi belajar siswa semata tanpa mengindahkan
proses pembelajaran yang berlangsung. Praktis, siswa hanya dijejali materi-materi
pembelajaran tanpa mengajarkan bagaimana pengetahuan itu diperoleh. Metode yang
digunakan guru dalam pembelajaranpun hanya berpusat pada guru, yakni yang
dikenal dengan “one man show” atau ceramah. Metode ini digunakan oleh guru
dengan alasan praktis dan untuk memperkenalkan materi-materi yang diajarkan agar
target materi dalam satu semester dapat tersampaikan. Akibatnya pembelajaran tidak
menarik, siswa cenderung pasif dan hasil belajar siswa masih jauh dari harapan. Porsi
siswa dalam pembelajaran yang relatif kecil memicu ketidak tertarikan siswa untuk
mngeluarkan pendapat ataupun ide-ide yang berujung pada ketidak beranian siswa
dalam berbicara.
Permasalahan keberanian berbicara yang rendah dan hasil belajar siswa yang
rendah pada kelas V SD Negeri Jetis tersebut harus segera dipecahkan. Hal ini
mengingat berbicara merupakan salah satu aspek yang akan dinilai dalam ujian
praktek kelak di kelas VI. Selain itu SD Negeri Jetis merupakan salah satu sekolah
yang menyuplai siswanya

dalam ajang


lomba

berpidato

untuk

mewakili

Karangnongko. Alasan terakhir SD Negeri Jetis merupakan salah satu SD favorit yang
memiliki reputasi positif khususnya di Karangnongko. Untuk itu dalam proses
pembelajaran seyogyanya guru memperhatikan strategi pembelajarannya agar
pembelajaran lebih efektif, menyenangkan dan bermakna. Untuk memperoleh hasil
yang maksimal sesuai dengan tahap perkembangan anak, maka strategi yang guru
gunakan dalam menyampaikan sesuatu baik yang berupa penanaman sikap, mental,
perilaku, kepribadian maupun kecerdasan harus tepat sasaran. Pembelajaran dengan

motode yang sesuai dengan karakter peserta didik akan memudahkan peserta didik
dalam menyerap apa yang diajarkan oleh guru. Kaitannya dengan permasalahan
rendahnya keberanian berbicara dan hasil belajar siswa yang tidak sesuai harapan
maka strategi pembelajaran konvensional (ceramah) harus segera ditanggalkan dan

menggantikannya dengan strategi pembelajaran yang mengedepankan peran siswa
sebagai subyek pembelajaran. Belajar aktif merupakan suatu pendekatan dalam
pengelolaan sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar
yang mandiri (Surtikanti dan Joko Santoso, 2008:63). Sesuai dengan persepsi Dewey
(dalam Surtikanti dan Joko Santoso, 2008: 63-64) peran siswa dan guru dalam
konteks belajar sangat penting. Guru berperan aktif sebagai fasilitator yang membantu
memudahkan siswa belajar, sebagai narasumber yang mampu mengundang pemikiran
dan daya kreasi siswa sebagai pengelola yang mampu merancang dan melaksanakan
kegiatan belajar yang bermakna, dan yang mampu mengelola sumber belajar yang
diperlukan. Kaitannya dengan keberanian berbicara siswa yang rendah, strategi
pembelajaran yang dapat diterapkan adalah strategi pembelajaran role playing. Role
playing sebagai suatu strategi pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa
menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan
bantuan kelompok. Artinya, melalui role playing siswa belajar menggunakan konsep
peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya
dan perilku orang lain. Proses bermain peran ini dapat memberikan contoh kehidupan
manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa untuk: 1) menggali perasaannya, 2)
memperoleh inspirasi san pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai, dan
persepsinya, 3) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan
masalah, dan 4) mendalami mata pelajaran dengan berbagai macam cara (Uno,

2007:26). Strategi pembelajaran role playing dianggap tepat dalam memecahkan
permasalahan keberanian berbicara siswa yang rendah karena strategi ini memiliki
beberapa kelebihan. Menurut Djamarah dan Aswan Zain (2002:101) strategi
pembelajaran role playing memiliki kelebihan siswa akan terlatih untuk berinisiatif
dan berkreatif. Dari kelebihan strategi pembelajaran role playing tersebut
mengandung arti

bahwa melalui stretgi pembelajaran role playing yang

mengedepankan permainan peran akan menumbuhkan keberanian berbicara siswa
melalui peran-peran yang sedang dimainkan.

Tujuan dari penelitian ini adalah: pertama untuk meningkatkan keberanian
berbicara siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kedua untuk meningkatkan
hasil belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
Menurut Uno (2007:25) stretegi pembelajaran role playing adalah pertama, dibuat
berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik ke dalam
suatu situasi permasalahan kehidupan nyata. Kedua, bahwa bermain peran dapat
mendorong siswa mengeks-presikan perasaannya dan bahkan melepaskannya. Ketiga,
bahwa proses psikologis melibatkan sikap, nilai, dan keyakinan (belief) kita serta

mengarahkan pada kesadaran melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis. Role
playing dalam proses belajar mengajar memiliki tujuan agar siswa dapat memahami
perasaan orang lain; dapat tepa seliro dan toleransi (Roestiyah 2001:90). Dari
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa stretegi pembelajaran role playing atau
bermain peran adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan
penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda
mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu
bergantung kepada apa yang diperankan. Menurut Djamarah dan Aswan Zain
(2002:101) strategi pembelajaran role playing memiliki kelebihan sebagai berikut: a)
Siswa melatih dirinya untuk melatih, memahami dan mengingat isi bahan yang akan
didramakan. Sebagai pemain harus memahami, menghayati isi cerita secara
keseluruhan, terutama untuk materi yang harus diperankannya. Dengan demikian
daya ingatan siswa harus tajam dan tahan lama. b) Siswa akan terlatih untuk
berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu main drama para pemain dituntut untuk
mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia. c) Bakat yang
terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh
bibit seni drama dari sekolah. Jika seni drama mereka dibina dengan baik
kemungkinan besar mereka akan menjadi pemain yang baik kelak.d) Kerjasama antarpemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya. e) Siswa memperoleh
kebiasaan untuk menerimadan membagi tanggung jawab dengan sesamanya. f)

Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami
orang lain.
Dari kajian teori berikut dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:
melalui strategi pembelajaran role playing dapat meningkatkan keberanian berbicara

dan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri Jetis Klaten tahun 2012/
2013.

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Jetis, Kecamatan karangnongko, Kabupaten
Klaten. Waktu pelaksanaannya pada periode semester II tahun pelajaran 2012/ 2013,
dari bulan Januari hingga April 2013. Subyeknya adalah siswa kelas V SD Negeri
Jetis sebanyak 14 siswa yang terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan.
Secara garis besar penelitian ii melalui 4 tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan,
observasi dan refleksi.
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: pertama, data kualitatif. Data
kualitatif merupakan data yang berupa kalimat kalimat atau data yang dikatagorikan
berdasarkan kualitas objek yang diteliti, misalnya: baik, buruk, pandai dan lain
sebagainya. Data kualitatif ini berupa keberanian berbicara peserta didik dan kegiatan
pembelajaran. Kedua, data kuantitatif. Data kuantitatif, merupakan data yang berupa
angka atau bilangan, baik yang di peroleh dari hasil pengukuran maupun diperoleh
dengan cara mengubah data kualitatif menjadi data kuantitatif. Data kuantitatif ini
berupa nilai ulangan ( tes formatif) peserta didik. Teknik pengumpulan datanya yaitu
observasi, tes, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan instrumennya berupa lembar
observasi dan soal tes. Untuk mengecek validitas data yang diperoleh yaitu
menggunakan triangulasi sumber sedangkan validitas instrumen menggunakan teknik
veliditas isi. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis interaktif.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian tindakan kelas dengan judul Peningkatan Keberanian Berbicara dan
Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SD Negeri Jetis Klaten Tahun 2012/
2013 ini, peneliti menerapkan penelitiannya dalam 2 siklus. Siklus I terdapat 4
tahapan, yaitu perencanaan, pelaksaan, observasi dan refleksi. Pada tahap
perencanaan guru menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), Guru
menyiapkan skenario drama yang akan dipentaskan dan menunjuk pemain-pemain
yang akan mementaskannya, guru menyusun lembar kegiatan siswa dan lembar
evaluasi serta menyiapkan lembar kegiatan pembelajaraan dan lembar observasi.
Siklus I dilaksanakan pada tanggal 6-7 Maret 2013 dengan diawali guru
mengucap salam kemudian dilanjutkan do’a, guru mengabsen kehadiran siswa, guru

mempersiapkan media/ alat bantu pembelajaran, guru menyampaikan apersepsi dan
memberi motivasi kepada siswa. Pada kegiatan inti secara singkat guru menjelaskan
unsur-unsur intrinsik dalam cerita, guru mempersiapkan siswa yang telah ditunjuk
untuk memainkan drama, siswa dibagi kedalam 3 kelompok, 4 siswa yang telah
ditunjuk diminta untuk memerankan drama di depan kelas, siswa yang lain
mengamati dan menyelesaikan lembar kerja yang telah dipersiapkan, masing-masing
kelompok menyampaikan hasil diskusi dari pengamatan drama dan guru memberikan
penguatan materi. Pada kegiatan akhir guru membimbing siswa membuat catatan dan
menyimpulkan materi pembelajaran. Observasi dilakukan oleh teman sejawat, yakni
Bapak Sumardiyono, S. Pd selaku wali kelas V yang secara umum mengetahui seluk
beluk siswa kelas V. Hal-hal yang ditemukan selam observasi adalah 1) Pelaksanaan
pembelajaran belum sesuai dengan perencanaan yang dibuat, 2) Persiapan media yang
mendadak membuat penggunaannya kurang optimal, 3) Penyampaian apersepsi oleh
guru kurang sesuai dengan materi pembelajaran, 4) Permaslahan yang diperkenalkan
guru terlalu panjang sehingga menyita waktu, 5) Pengaturan setting tempat
pementasan oleh guru tidak sesuai dengan cerita yang diperankan, 5) Drama yang
diperankan siswa menarik minat belajar siswa, 6) Banyak siswa yang terdorong untuk
mengeluarkan ide atau tanggapan, 7) Hasil belajar siswa mengalami peningkatan, 8)
Guru menguasai kelas dengan baik, 9) hasil belajar siswa mengalami meningkatan
dari hanya 4 anak yang memperoleh nilai di atas KKM menjadi 8 anak. Pada tahap
refleksi diketemukan 1) Guru kurang siap dalam membuka pembelajaran, 2)
Dominasi guru yang masih sangat terlihat ketika penyampaian permasalahan yang
akan diperankan siswa, 3) Guru kurang pandai menempatkan properti sebagai sarana
penunjang pementasan drama, 4) Media pembelajaran yang dipersiapkan guru berupa
properti dalam pementasan drama kurang dapat memperjelas cerita, 5) Guru kurang
melibatkan peran siswa dalam membuat rangkuman.
Berdasarkan hasil observasi tersebut bahwa keberanian berbicara dan hasil belajar
siswa telah mengalami peningkatan meskipun belum optimal. Hal ini dikarenakan
masih terdapat beberapa kekurangan selama proses pembelajaran. Untuk itu peneliti
dan observer sepakat dalam perbaikan siklus II skenario drama yang akan dipentaskan
siswa dibuat sendiri oleh siswa agar lebih memahami isi teks dan jalan ceritanya.

1

2

3

1

1

Ahmad Nur Fauzi

2

Ananda Noviyanto. P

3

Defi Fitriana

4

Fitriyani

5

Maulana Irvanudin

1

1

6

Fajar Sidiq

1

1

7

Tutik Alawiyah

3

8

Wahyu Danang. P

3

9

Mahfud Ali Ma’sum

10

Afina Marfuani. N. Y

11

Agus Triyana Indriyani

12

Fendi Triwibowo

13

Annisa Putri Ismanto

14

Wahyu Fitriyani

1

2

3

1

2

2

2

2

2

3

2

2

3

2

2

10



1

2

11



1

2

2

3

2

13



3

2

13



2

11

1

2

2

2

3

2

2

2

3

2

2

1




6
3 13
2




9
3 12

2

10




PENSKORAN KEBERANIAN BERBICARA SISWA
No
A.

Indikator
Mengungkapkan ide atau
pemikiran secara sukarela

B.

Tegas dalam
menyampaikan pendapat

Deskriptor
1. Secara spontan siswa
memberikan ide atau
pemikiran setelah
diminta
2. Siswa menyampaikan
ide dengan dipanggil
namanya terlebih dahulu
3. Siswa tidak
menyampaikan ide
setelah dipanggil
namanya
1. Tanpa ragu-ragu dalam
menyampaikan pendapat
2. Tidak terpengaruh
dengan sorakan teman
3. Mengungkapkan dengan
bahasa yang santun

Skor
• Tampak deskriptor
pertama skor 3
• Tampak deskriptor kedua
skor 2
• Tampak deskriptor ketiga
skor 1

• Tampak 3 deskriptor skor
3
• Tampak 2 deskriptor skor
2
• Tampak 1 deskriptor skor
1.
• Tidak tampak satupun
deskriptor skor 1

Sangat kurang

Kurang bernai



8

1
2



6
2

2

Cukup berani

Berani

Jumlah

Sangat berani



8

2

2

1

3

3

1

2

2

2

1



3

1

1

11

3
3

3

2

2

3

2

3

1

2

1

1

2

3

2

2

3

Kriteria
Santai & tidak
tegang

Volume yang
cukup

 
 

Tegas
berpendapat

N
o

Mengungkapkan ide
secara sukarela

 
 
Nama Siswa

Lancar berbicara

Indikator keberanian berbicara

C.

Lancarnya kata-kata yang
keluar

1. Pendapat disampaikan
tanpa terbata-bata.
2. Tidak ada kesulitan
dalam penyampaian.
3. Pilihan kata yang
disampaikan tidak
menyulitkan.

D.

Volume suara yang cukup
bagi pendengar

E.

Santai dan tidak tegang

1. Suara cukup untuk
didengar seluruh audien
di kelas
2. Volume dapat didengar
oleh sebagian siswa
3. Volume sangat kecil
sehingga tidak terdengar
oleh siswa yang lain
1. Sikap berbicara tidak
tegang.
2. Kalimat yang diucapkan
runtut.
3. Tidak terpengaruh
dengan kondisi di luar.
kelas

• Tampak 3 deskriptor skor
3
• Tampak 2 deskriptor skor
2
• Tampak 1 deskriptor skor
1
• Tidak tampak satupun
deskriptor skor 1
• Tampak deskriptor
pertama skor 3
• Tampak deskriptor kedua
skor 2
• Tampak deskriptor ketiga
skor 1
• Tampak 3 deskriptor skor
3
• Tampak 2 deskriptor skor
2
• Tampak 1 deskriptor skor
1
• Tidak tampak satupun
deskriptor skor 1

Kriteria penggolongan keberanian berbicara siswa
Skor
Kriteria
X ≥ 12
Sangat berani
10 < X ≤ 12
Berani
8 < X ≤ 10
Cukup berani
6