Peningkatan Hasil Belajar IPS Siswa Pada Pokok Bahasan Menerima Keragaman Suku Bangsa dan Budaya Melalui Metode Role Playing di SD NU Wanasari Kabupaten Indramayu

(1)

POKOK BAHASAN MENERIMA KERAGAMAN

SUKU BANGSA DAN BUDAYA MELALUI METODE

ROLE PLAYING

DI SD NU WANASARI KABUPATEN

INDRAMAYU

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

MUHAMAD FAQIHUDIN IKHFA

NIM. 809018300786

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Syarif Hidayatulah Jakarta, Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Januari 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya peningkatan hasil belajar IPS siswa pada pokok bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya melalui metode Role Playing (Bermain Peran) di SD NU Wanasari Kabupaten Indramayu. Sebuah Sekolah Dasar swasta yang berdiri dibawah naungan yayasan pondok pesantren. Artinya, Sekolah ini sangat berpotensi memiliki siswa yang multikultural mengingat sebagian besar dari siswanya adalah santri yang datang dari berbagai penjuru negeri.

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif berupa hasil observasi pembelajaran IPS menggunakan metode bermain peran, lembar pengamatan harian siswa dan guru, hasil wawancara terhadap guru dan siswa. Sedangkan data kuantitatif berupa nilai tes hasil belajar siswa pada pokok bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya melalui metode Role Playing (Bermain Peran). Seluruh data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis secara kualitatif deskriptif dengan sumber data dalam penelitian ini adalah siswa, guru IPS SD NU Wanasari (kolaborator), dokumen KTSP sekolah dan peneliti.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hasil belajar siswa pada pokok bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya dengan menggunakan metode Role Playing di SD NU Wanasari Indramayu meningkat. Pada saat pree test nilai rata-rata sebesar 52,6, sedangkan pada saat post test nilai rata-rata siswa 79,77, hal ini meningkat sebanyak 27.17 poin. Demikian pula pada siklus I rata-rata diperoleh 63,5, sedangkan pada siklus II diperoleh rata-rata-rata-rata sebesar 70,61, hal ini meningkat sebanyak 7,11 poin.

Pada pree test nilai minimal siswa 38 dan pada post test nilai minimal 60, hal ini mengalami peningkatan sebanyak 22 poin. Demikian pula pada siklus I nilai minimum yang diperoleh 50, sedangkan pada siklus II diperoleh nilai minimum 60, hal ini meningkat 10 poin.

Hasil belajar di atas membuktikan bahwa hasil penelitian pembelajaran IPS pada pokok bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya dengan menggunakan tehnik bermain peran berpengaruh besar pada hasil belajar IPS siswa. Oleh karena itu salah satu tehnik bermain peran dalam mengajar mampu merangsang siswa lebih termotivasi, mudah danmenyenangkan dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain terbukti dengan penggunaan metode bermain peran (Role Playing) mampu meningkatkan hasil belajar IPS siswa pada pokok bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya.

Kata Kunci: Peningkatan, hasil belajar IPS siswa, keragaman suku bangsa dan budaya, Role Playing (Bermain Peran).


(7)

v Bismillahirrahmaanirrahim.

Puji syukur yang tak terukur, puji kasih yang tak berpamrih senantiasa penulis panjatkan kehadirat pemilik cosmo sejati, pemegang remot rotasi bumi dan semesta galaksi; Allah SWT Ilahi Robi. Karena sungguh berkat hidayah,

ma’unah serta ‘inayah-Nya penulis mampu mengkatamkan skripsi ini. Tak luput penulispun haturkan shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kehadirat Baginda Nabi Muhamad SAW sang Reformis sejati serta ikon uswatun hasanah yang tak terganti. Berkat suri tauladan akhlak al-karimahnya kita semua mampu berakhlak (berkarakter) baik. Termasuk mampu berikap toleran terhadap segala pluralitas.

Kehadiran skripsi yang sangat sederhana ini mudah-mudahan menjadi salah satu barometer bagi para guru, siswa dan masyarakat pada umumnya agar senantiasa mampu menerima dan menghargai pluralitas (keragaman) suku bangsa dan budaya di Indonesia mengingat kuantitas suku bangsa dan budaya di Nusantara yang sangat berlimpah dan variatif.

Mempergunakan ganja merupakan sebuah budaya dan kearifan lokal yang dilakukan oleh suku Aceh sejak dahulu kala bahkan sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka mengonsumsinya dengan berbagai cara baik sebagai rempah-rempah pada bumbu masak, dijadikan adonan pada aneka kue, diminum, dihisap, bahkan mereka senantiasa mempergunakannya sebagai obat yang sangat mujarab dalam membunuh berbagai macam penyakit kronis.

Seiring bergulirnya waktu dengan segala kemunafikan dan arogansi manusia, Value (nilai) dari budaya tersebut sedikit demi sedikit bergeser dalam paradigma dan mindset manusia dikarenakan konspirasi dan propaganda politik kapitalis yang dilakukan oleh USA pada awal abad ke-20 dalam menyudutkan ganja. Alhasil, PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) mengilegalkannya pada 1961.

Indonesia yang pada masa itu dipimpin oleh Soeharto sebagai anggota aktif PBB telah meratifikasi kebijakan global tersebut dan turut serta


(8)

dalam perspektif agama, bahkan legal ataupun ilegal dalam perspektif hukum, karena sejatinya sebuah budaya lahir dan berasal dari akal manusia. Akal manusia yang diberikan oleh Tuhan YME mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Maka sebagai warga Negara yang arif dan bijaksana sudah seyogyanya kita mampu menerima dan menghargai pluralitas tersebut demi menjaga kokohnya persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia.

Selanjutnya, penulis takan khilaf mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah terkait baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini. Karenaitu, bingkisan untaian terimakasih patut penulis persembahkan kepada:

1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Nurlena Rifa’I, M.A Ph. D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Fauzan, M.A, Kepala Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah yang telah merelakan kesediaan waktunya untuk menyidang penulis dalam mempertanggungjawabkan skripsi ini.

4. Dra. Djunaidatul Munawwarah, M.A, Dosen pembimbing skripsi yang tiada henti senantiasa mencurahkan segala pemikiran, arahan, argumen, ilmu dan motivasi terhadap penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibunda tersayang; Hj. Juminah yang berkat isak tangis dalam setiap untaian mutiara doanya penulis merasakan semangat yang sangat hangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

6. Ayahanda tercinta; HM. Ikhwan Mus’id, S. Ag. Berkat dukungan moral, spiritual, dan kapital yang senantiasa beliau salurkan kepada penulis demi tuntasnya penyusunan Skripsi ini.


(9)

v

tersayang yang senantiasa memberikan motivasi, arahan, dan inspirasi kepada penulis untuk menggoreskan tinta-tinta penelitiannya.

8. Sahabat-sahabat seperjuangan jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Dual Mode System (Abdul Azis, Ja’far Sodiq, Marwiyah, Heru Dores, Nani Fitriyani, Dawud dan keluarga besar PGMI DMS Kelas S & TPG-B) atas doa dan suportnya kepada penulis sehingga memotivasi penulis agar segera menyelesaikan studi dan skripsi ini sesuai target. 9. Kanda Indrawan Syamsul Ma’arif yang telah memberikan info beasiswa

Departemen Agama Republik Indonesia program profesionalisasi guru MI (PGMI DMS) periode 2010 s/d 2013 sehingga penulis mampu menimba ilmu di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tercinta.

10.Indrawan dan indrawati Keluarga Besar Persatuan Mahasiswa Indramayu (PERMAI AYU) DKI JKT yang telah bersedia bertukar fikiran dalam forum diskusi terkait manfaat ganja, sejarah, politik dan budaya penggunaannya.

11.Seluruh sugawan dan sugawati Keluarga Besar Keluarga Mahasiswa Sunan Gunung Djati (KMSGD) JABODETABEK.

12.Keluarga besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia baik tingkat cabang, komisariat maupun rayon di seluruh penjuru negeri. Wa bi

al-khusus kepada sahabat Ahmad Fatah Yasin yang telah setia membantu

penulis baik dalam sharing ilmu pengetahuan maupun pengalaman.

13.Keluarga besar lingkar ganja nusantara (LGN), diantaranya; Dhira Narayana, S. Psi, Peter Dantovsky, Irfan Hardiansyah, Dr.Inang Winarso, Agus dan seluruh legalizer se-nusantara yang berkat ilmu, data, testimoni, analisa, fakta, sejarah dan budaya pemanfaatan ganja yang penulis dapatkan lewat diskusi dan sarasehan baik kasat mata maupun dunia maya. Semoga apa yang telah diberikan selama ini kepada penulis segera diganjar oleh Tuhan YME berupa termanifestasinya cita-cita agung LGN.


(10)

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ...v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....,,,... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI, PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Kajian Teori ... 11

1. Hasil Belajar IPS a. Hasil Belajar ………... 8

b. Hasil Belajar IPS ……….… 9

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar IPS ………... 10

d. Macam-macam Hasil Belajar IPS ……….. 15

e. Instrumen Penilaian Hasil Belajar IPS ………... 17

f. Tujuan Pembelajaran IPS ………... 18

g. Karakteristik Pembelajaran IPS ………. 19

h. Ruang Lingkup Pelajaran IPS di SD ……….. 20 i. Keragaman Suku Bangsa dan Budaya Sebagai Materi Pada


(11)

vi

j. Metode-metode dalam Pembelajaran IPS ……….. 23

2. Metode Role Playing………. 24

a. Pengertian Role Playing………. 24

b. Tujuan Penggunaan Metode Role Playing………. 25

c. Penggunaan Metode Role Playing ………..………...26

d. Kelebihan Metode Role Playing ……… 26

e. Kekurangan Metode Role Playing ………... 28

f. Langkah-langkah dan Persiapan Role Playing ………...29

g. Prasyarat optimalisasi pembelajaran Role Playing……… 31

B. Penelitian Yang Relevan ……….. 32

C. Pengajuan Konseptual Intervensi Tindakan ………. 32

D. Hipotesis Tindakan ………... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian ………... 34

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian ………... 34

C. Subjek Penelitian ……….. 38

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ……….. 39

E. Tahapan Intervensi Tindakan ………... 39

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ……… 43

G. Data dan Sumber Data ………. 44

H. Instrumen Pengumpulan data ………... 44

I. Tehnik Pengumpulan Data ………... 45

J. Tehnik Pemeriksaan Keterpercayaan ………... 46

K. Analisis dan Interpretasi Data ……….. 46

L. Pengembangan Perencanaan Tindakan ……… 48

BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ……….. 49


(12)

5. Tindakan Pembelajaran Siklus I ………. 54

a. Tahap Perencanaan ………... 55

b. Tahap Pelaksanaan ………... 55

c. Tahap Observasi dan Analisis ……….. 58

d. Tahap Refleksi ………. 56

6. Tindakan Pembelajaran Siklus II ………... 66

a. Tahap Perencanaan ………... 66

b. Tahap Pelaksanaan ………... 67

c. Tahap Observasi dan Analisis ……….. 69

B. Analisis Data ……… 77

C. Pembahasan ……….. 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……….. 79

B. Saran ………. 79

DAFTAR PUSTAKA ………. 82


(13)

vii

Tabel I Rancangan Siklus Penelitian Maefalinda Fatra, dkk 2010 : 27 ………... 37

Tabel II Data Subjek Penelitian ………... 38

Tabel III Tahap Pelaksanaan Siklus I ……….. 40

Tabel IV Tahap Pelaksanaan Siklus II ………. 42

Tabel V Klasifikasi Aktivitas Guru ………. 47

Tabel VI Data Siswa Kelas IV SD NU Wanasari Tahun Pelajaran 2012-2013 .. 50

Tabel VII Distribusi Frekuensi Pree Test ………... 53

Tabel VIII Hasil Observasi Aktifitas Guru Selama Proses Pembelajaran Siklus I ………... 58

Tabel IX Hasil Observasi Aktifitas Siswa Selama Proses Pembelajaran Siklus I ………... 62

Tabel X Distribusi Frekuensi Siklus I ……….………... 64

Tabel XI Hasil Observasi Aktifitas Guru Selama Proses Pembelajaran Siklus II ………... 69

Tabel XII Hasil Observasi Aktifitas Siswa Selama Proses Pembelajaran Siklus II ……….. 74

Tabel XIII Distribusi Frekuensi Siklus II ………...…….... 75

Tabel XIV Rekapitulasi Hasil Belajar IPS Siswa Pada Pokok Bahasan Menerima Keragaman Suku Bangsa dan Budaya ………. 76


(14)

Awram Al-

Syifa ”

(Ibn Al-Baytar, seorang

‘Ulama dan ahli Botani

asal Andalusia, dalam

kitabnya Al-

Mi’ Li

-mufradat Al-adwiya Wa Al-Agdiya, Andalusia: 1291,

Abad ke-13).

Ganja dapat mengobati panu (Ibriya) dan makula/ plak (Hazaz), bagian tubuh

yang terkena harus dicuci dengan jus daun ganja. Ganjapun mampu merangsang

pertumbuhan rambut””

(Al-Razi, dalam kitabnya Al-Hawi Fi Al-Tibb,

Haydarabad: Da’irat Al

-Ma’arif Al

-

’Utmaniyya,

1968).

Ganja dideskripsikan sebagai obat yang lezat, menyerap cairan empedu, sebuah

pembangkit selera makan, dan penggunaannya secara tidak berlebihan

memperpanjang umur, dapat menghidupkan hayalan, memperdalam pemikiran

dan mempertajam pertimbangan

(Makhsanul Adwiya, sebuah kumpulan resep obat-obatan herbal Arab).

Anatolian Hemp/ Al-Qinab Al-Rumi ( rebusan daun ganja) dapat membunuh

cacing, parasit, kutu dan telur-telurnya yang tinggal dan berkembang biak di

dalam lubang telinga. Minyak dari daun ganja bila diteteskan pada lubang

telinga sampai penuh dapat mengeluarkan semua benda asing dan kotoran di

dalam telinga

(Al-Antaki, abad ke-16).

Biji ganja/ salep ganja jika dioleskan pada perut akan membunuh ascaris/ cacing

kremi/ Habb Al-Qar . Ganjapun dapat mengobati Viltigo (Al-Bahaq/ semacam

panu) & Kusta (Al-Baras).

(Al-Firuzabadi, dalam kitabnya Al-Qamus Al-Muhit, Cairo: 1952).

Ganja mengobati berbagai macam rasa sakit yang parah, khususnya sakit

kepala & migrain, mencegah keguguran, mengurangi sakit pada rahim &

menjaga rahim agar te

tap berada dalam abnomen ibunya”


(15)

susu Ibu dan menyembuhkan sakit

Amenorrhea”

(Ibn Wafid Al-Lajmi, Dokter Andalusia Sejak abad ke-11).

Daun dan biji ganja dapat mengobati dan mengeluarkan gas (rih) dari perut

(Ibn Sinna, dalam kitabnya Al-Qanun Fi Al-Tibb, Bulaq: abad ke-10).

Daun ganja dapat menyembuhkan flatus (gas/ masuk angin pada perut),

beberapa orang menggiling bijinya dan memakan ekstraknya untuk sakit pada

telinga, saya juga percaya bahwa ganja dapat dipakai juga untuk rasa sakit

yang kronis

(Al-Biruni, dalam kitabnya Al-Saydana, Karaci: 1973).

Daun ganja dapat dipakai untuk mengeluarkan gas dari rahim, usus dan

lambung. Jus daun ganja yang dimasukkan ke dalam hidung mampu mengobati

epilepsi

(Al-Masi, dalam kitabnya Kamil Al-Sinna Al-Tibbiya, Bulaq: 1877).

Ganja dapat mengurang

i kekentalan cairan dalam tubuh”

(Ishaq B. Sulayman, dalam kitabnya Al-Agdiya, Frankrut Ain Main: Institute

For The History Of Arabic Islamic Science, 1986).

Daun ganja dapat dipakai untuk menghilangkan dahak dari perut

(Al-Mayusi,

Leaves Purportedly Used To Treat “Uterine Gases”

Carminative,

1877).

Biji ganja baik untuk menge

luarkan cairan empedu dan dahak”

(Ibnu Habal, dalam kitabnya Al-Mujtarat FI AL-Tibb,

Haydarabad: Da’irat

Al-Ma;arif Al-

’Utmaniyya,

1362).

Ganja berfungsi dalam melancarkan buang air kecil

(B. Imran & Ibn Al-Baytar, 1291).

Ganja mampu menyembuhkan sakit kepala

(Umar Ibnu Yusuf Ibn Rasul, Dokter kerajaan pada masa Raja Al-Zahir

Baybars, Abad ke-13).

Jus Ganja dapat dipakai untuk mengurangi rasa sakit yang disebabkan oleh

radang pada bola mata


(16)

(Tibbnamma, The Book Of Medicine, The Manuscript Of The Institute Of

Manuscript (Baku). Code: C331/ 1894, (Mediaval Azerbaijani), 1712).

Minyak biji Ganja dapat mengobati tumor pada rahim

(Muhamad Riza

Ahirwani, abad ke-17).

Dalam Herbarium Amboinence yang ditulis pada tahun 1095, Rumphius

mencatat bahwa pengikut Muhamad (orang-orang Arab) menggunakan ganja

untuk mengobati asma dan penyakit kencing bernanah. Ganja diklaim bisa

mengurangi pengeluaran cairan empedu dan diare serta mengurangi tekanan dari

penyempitan pembuluh darah akibat hernia

(Copra & Chopra, 1957).

Ganja adalah teman bagi kaum miskin, para darwis dan orang-orang

berpengetahuan, yaitu semua yang tidak merasa dikaruniai dengan kekayaan

dunia dan kekuatan sosial”

(Penyair Turki, Hamba Allah).

Suku Pygmies yang masih mencari makanan dengan berburu dan

mengumpulkan, mengonsumsi ganja terlebih dahulu sebelum berburu, dengan

maksud untuk menghilangkan rasa bosan ketika nanti harus menunggu mangsa

buruan

(Suku Pygmies adalah salah satu suku di Afrika).

“Kertas pertama di dunia berbahan dasar serat batang ganja”

(Tsai Lun, Pejabat Istana Kerajaan China, 300 M).

Rebusan akar ganja digunakan oleh suku Aceh untuk mengobati diabetes

(Suku Aceh, adalah salah satu suku di Indonesia).

Tidak ada dalil pengharaman ganja di dalam Al-Quran

(MUI Aceh Barat, 2013).

“Semua Ciptaan Allah Tidak ada yang sia

-sia, termasuk ganja

(Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M. A, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2011).


(17)

herbal mujarab, ganja adalah bahan pokok Industri, ganja adalah media

spiritual manusia dengan Tuhannya, ganja adalah sahabat manusia,

mempergunakan ganja adalah budaya, kriminalisasi ganja dan penggunanya

adalah kejahatan sistemik USA, memperjuangkan legalisasi ganja adalah ibadah

yang tak ternilai harganya


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, sebab pendidikan merupakan kunci dari masa manusia yang dibekali dengan akal dan pikiran. Pendidikan memiliki peranan penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup satu bangsa, karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia.

Kemajuan iptek dan mengglobalnya dunia informasi dan komunikasi sebenarnya membutuhkan pribadi-pribadi yang matang dan berwatak. Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan. Aktifitas dalam mendidik yang merupakan suatu pekerjaan memiliki tujuan dan ada suatu yang hendak dicapai dalam pekerjaan tersebut, maka dalam pelaksanannya berada dalam suatu proses yang berkesinambungan di setiap jenis dan jenjang pendidikan, semua berkaitan dalam suatu sistem pendidikan yang integral.

Pada dasarnya pendidikan memiliki peranan penting bagi kehidupan suatu bangsa dalam rangka mencerdaskan sumber daya manusia guna menjamin kelangsungan hidup bangsa tersebut. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan, bukan semata-mata menjadi tanggungjawab orang tua atau siswa itu sendiri akan tetapi menjadi tanggungjawab bangsa secara keseluruhan.

Penyelenggaraan pendidikan dilakukan melalui proses belajar mengajar. Dalam proses belajar mengajar akan terjadi interaksi edukatif antara peserta didik atau siswa dan pendidik. Siswa adalah seseorang atau sekelompok orang sebagai pencari, penerima pelajaran yang dibutuhkan. Sedangkan pendidik adalah seseorang atau sekelompok orang yang berprofesi sebagai pengolah kegiatan belajar mengajar dan seperangkat peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.


(19)

Belajar adalah suatu proses yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan atau sikapnya.

Kemampuan pendidik sebagai fasilitator belajar mengajar sangat mempengaruhi perubahan sikap yang terjadi. Setiap siswa mempunyai perubahan yang berbeda, ada yang perubahannya baik dan ada juga yang kurang baik bahkan tidak sedikit anak yang memiliki perubahan buruk.

Di Indonesia arti pendidikan dirumuskan dalam Undang-Undang Pendidikan No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (SISDIKNAS), dinyatakan dalam bab I ketentuan umum pasal I bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1

Profesionalisme seorang guru mutlak diperlukan sebagai bekal dalam mengakses perubahan baik itu metode pembelajaran ataupun kemajuan teknologi yang kesemuanya ditujukan untuk kepentingan proses belajar mengajar. Sebab jika ditinjau dari UU sebagaimana tersebut di atas tugas guru tidak sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada siswa, tetapi lebih kepada bagaimana menyiapkan mereka menjadi sumber daya manusia yang terampil dan siap mengakses kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta liberalisasi yang akan terjadi di masa nanti.

Sikap-sikap profesional itu meliputi antara lain: keinginan untuk memperbaiki diri dan keinginan untuk mengikuti perkembangan zaman. Maka penting pula membangun suatu etos kerja yang positif yaitu: menjungjung tinggi

1

Anwar arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang-Undang SISDIKNAS, (Jakarta: Departemen Agama, 2003), cet. 3, h. 37.


(20)

pekerjaaan; menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan keinginan untuk melayani masyarakat. Dalam kaitan dengan ini penting juga performance (penampilan) seorang profesional: secara fisik, inetelektual, relasi sosial, kepribadian, nialai-nilai dan kerohanian serta mampu menjadi motivator. Singkatnya perlu adanya peningkatan mutu kinerja yang profesional, produktif dan kolaburatif demi kemanusiaan secara utuh setiap peserta didik. Sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Repulik Indonesia No.20 Th.2003 tentang sistem pendidikan nasional.

Untuk menarik minat siswa dalam memahami konsep-konsep yang tercakup dalam kurikulum secara keseluruhan tidaklah mudah. Guru dituntut mampu menggunakan metode mengajar secara stimulan untuk menghidupkan suasana pembelajaran dengan baik. Tugas guru adalah mendiagnosis kebutuhan belajar, merencanakan pelajaran, memberikan presentasi, mengajukan pertanyaan, dan mengevaluasi pengajaran.

Disadari atau tidak, praktik pembelajaran di kelas dewasa ini lebih menekankan terhadap aspek kognitif dan psikomotorik siswa. Padahal, ada aspek yang juga dianggap begitu penting bahkan lebih penting daripada dua aspek tersebut dalam membentuk karakter siswa agar berkepribadian baik, baik di dalam kelas, keluarga dan sampai pada kesempatan berikutnya hidup bermasyarakat. Aspek tersebut adalah aspek afektif. Afektif sebagai kompetensi inti berperan penting dalam membentuk dan membina karakter siswa.

Begitu pentingnya pendidikan karakter ini sehingga Negara mengaturnya dalam Undang-Undang Dasar 1945 bab XIII tentang pendidikan dan kebudayaan

pasal 31 yang berbunyi sebagai berikut: “Negara mengusahakan dan

menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”2

Berbicara pendidikan, sudah seharusnya mengikuti dan berpedoman kepada kurikulum pendidikan. Boleh saja kurikulum senantiasa berubah-ubah setiap

2

Sekretariat Jenderal MPR RI, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (Jakarta, Sekretariat Jenderal MPR RI 2013), h. 163-164.


(21)

tahunnya, akan tetapi tidak boleh melenceng dari UU (undang-undang) Pendidikan, dan UU Pendidikan sebagai implementasi daripada UUD (undang-undang dasar) 1945 tidak dibenarkan keluar koridor ataupun melenceng daripada UUD 1945 itu sendiri, begitupun UUD harus tetap berkiblat kepada Pancasila sebagai falsafah negara. Artinya, praktik pembelajaran di kelas wajib mengaplikasikan proses dan hasil belajar sesuai dengan yang diamanatkan oleh UUD 1945 bab XIII tentang pendidikan dan kebudayaan pasal 31 tersebut yang salah satu poin amanatnya adalah pendidikan karakter (akhlak mulia). Dalam hal ini terdapat beberapa mata pelajaran yang dianggap mampu menopang pembinaan karakter salah satunya adalah IPS.

IPS mengkaji bagaimana cara manusia bersosialisasi dengan kehidupan sosial. lewat mata pelajaran ini siswa diharapkan mampu bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma sosial baik yang tertulis ataupun tidak termasuk di dalamnya adalah diharapkan siswa mampu mengenal, memahami, menerima dan menghargai keragaman suku bangsa dan budaya.

Untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa pada pokok bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia dibutuhkan ketepatan dalam pemilahan metode ajar. Artinya seorang guru harus tepat dalam memilih metode agar materi yang diajarkan bisa sampai dan diterima oleh siswa.

Atas kesadaran akan permasalahan yang ada, dengan sedikit keberanian berbekal ilmu pengetahuan dari para dosen budiman dan juga dosen pembimbing skripsi yang sangat bijak maka peneliti tertarik untuk mengkaji masalah hasil belajar IPS siswa Pada Pokok Bahasan Menerima Keragaman Suku Bangsa dan Budaya di SD NU Wanasari Kabupaten Indramayu. Dengan melihat seberapa besar pengaruh yang dilakukan oleh guru dalam dalam menggunakan metode ajar yang tepat terhadap peningkatan hasil belajar IPS siswa Pada Pokok Bahasan Menerima Keragaman Suku Bangsa yang didapatkan siswa selama menjalani proses belajar mengajar (PBM).


(22)

B. Identifikasi Masalah

Melirik pada latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah yang berhubungan dengan peningkatan hasil belajar IPS siswa pada pokok bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya melalui metode

Role Playing. diantaranya yaitu:

1. Pendidikan dewasa ini masih lemah dalam membentuk karakter siswa terutama karakter toleransi

2. Tingkat intelegensi siswa yang yang rendah 3. Kesehatan jasmani siswa yang kurang baik 4. Motivasi belajar siswa yang rendah

5. Disiplin siswa yang rendah

6. Infrastrukstur yang belum lengkap 7. Lingkungan keluarga yang kurang baik

8. Tingkat pemahaman siswa terhadap keberagaman suku bangsa dan budaya masih sangat minim .

9. Kurang optimalnya pemilihan metode yang tepat yang dilakukan guru

C. Pembatasan Masalah Penelitian

Dari beragam permasalahan yang telah diidentifikasikan di atas ternyata banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar IPS siswa pada pokok bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia baik faktor internal maupun faktor eksternal karena keterbatasan penelitian dalam hal waktu, tenaga dan biaya serta untuk menjaga agar penelitian lebih terarah dan fokus, maka diperlukan adanya pembatasan masalah penelitian. Dengan demikian, maka peneliti memutuskan bahwa penelitian ini dibatasi pada masalah “peningkatan hasil belajar IPS siswa pada pokok bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya melalui metode “Role Playing” di SD NU Wanasari Kabupaten

Indramayu”.

SK/KD yang akan dijadikan bahan ajar dalam tindakan penelitian adalah Standar Kompetensi (SK): Memahami sejarah, kenampakan alam dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi dan Kompetensi Dasar


(23)

(KD): Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya setempat (kabupaten/kota, provinsi).

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan batasan di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apakah metode Role Playing mampu meningkatkan hasil belajar IPS siswa pada pokok bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya di SD NU Wanasari Kabupaten Indramayu?

2. Bagaimanakah hasil belajar IPS siswa pada pokok bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya di SD NU Wanasari Kabupaten Indramayu sebelum mengikuti pembelajaran dengan metode Role Playing? 3. Bagaimanakah hasil belajar IPS siswa pada pokok bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya di SD NU Wanasari Kabupaten Indramayu sesudah mengikuti pembelajaran dengan metode Role Playing?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk:

1. Mengetahui faktor apa saja yang dapat mendukung dan menghambat hasil belajar IPS siswa pada pokok bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya

2. Seberapa efektif penerapan metode Role Playing (Bermain peran) dalam meningkatkan hasil belajar IPS siswa pada pokok bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya.

F. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. Pengembangan akademik pada umumnya, terutama peningkatan hasil pembelajaran.


(24)

Memiliki sebuah Mindset (pemahaman) yang matang tentang mengenal, menerima, memahami dan menghargai keragaman suku bangsa dan budaya yang dimiliki Indonesia.

3. Bagi para Guru, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman untuk menerapkan pembelajaran yang bersifat afektif.

4. Sedangkan bagi peneliti sendiri, untuk menambah wawasan tentang metode pembelajaran atau cara yang tepat untuk menunjang proses pembelajaran yang bersifat afektif.


(25)

8

KAJIAN TEORI, PENGAJUAN INTERVENSI TINDAKAN DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Teori

1. Hasil Belajar IPS a. Hasil Belajar

Hasil belajar didefinisikan oleh banyak pakar pendidikan. Hasil belajar sebagai suatu hasil yang diharapkan dari pembelajaran yang telah ditetapkan dalam rumusan perilaku tertentu sebagai akibat dari proses pembelajarannya.3

Menurut A. Tambrani Rusyan dalam bukunya pendekatan dalam proses belajar mengajar berpendapat bahwa hasil belajar merupakan hasil yang dicapai oleh seorang siswa setelah ia melakukan kegiatan belajar mengajar tertentu atau setelah ia menerima pengajaran dari seorang guru pada suatu saat.4 Menurut Nana Sudjana hasil belajar pada dasarnya merupakan akibat dari suatu proses belajar.5

Berbeda lagi menurut aliran psikologi kognitif memandang hasil belajar adalah mengembangkan berbagai strategi untuk mencatat dan memperoleh informasi, siswa harus aktif menemukan informasi-informasi tersebut dan guru menjadi partner siswa dalam proses penemuan berbagai informasi dan makna-makna dari informasi yang diperolehnya dalam pelajaran yang dibahas dan dikaji bersama.6

Dari pengertian hasil belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli maka intinya adalah perubahan. Oleh karena itu seseorang yang

3 Veitzal Rifai, Upaya-upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kepemimpinan

Peserta Diklat Spama Survei di DIKLATDEPKES, (Jurnal Pendidikikan dan Kebudayaan No. 40, tahun ke-9, Jakarta: DEPDIKNAS, Januari 2003), h. 130.

4 Tabrani Rusyan, Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000), h. 65.

5 NanaSudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Menagajar, (Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo, 2000), h. 28.

6 DedeRosyada, Paradigma Pendidiikan Demokrasi (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 92.


(26)

melakukan aktivitas belajar dan memperoleh perubahan dalam dirinya dengan memperoleh pengalaman baru, maka individu itu dikatakan telah belajar.

Perubahan-perubahan tingkah laku yang terjadi dalam hasil belajar memiliki ciri-ciri:

1. Perubahan terjadi secara sadar

2. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional 3. Perubahan bersifat positif dan aktif

4. Perubahan bukan bersifat sementara 5. Perubahan bertujuan dan terarah

6. Mencakup seluruh aspek tingkah laku.7

b. Hasil Belajar IPS

Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan berbagai pendekatan mata pelajaran IPS diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam dalam bidang IPS.

Kompetensi yang dikembangkan dalam mata pelajaran IPS meliputi kemampuan pengembangan aspek intelektualisme serta pengembangan keterampilan sosial yang dibutuhkan oleh siswa dalam kehidupan bermasyarakat.

Kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam rumpun mata pelajaran IPS adalah berupa keterampilan intelektual yang meliputi keterampilan dasar sebagai kemampuan yang terendah, kemudian diikuti dengan keterampilan melakukan proses, dan keterampilan tertinggi berupa keterampilan investigasi. Keterampilan mencari, memilih, mengolah, dan menggunakan informasi untuk memberdayakan diri serta keterampilan bekerjasama dengan kelompok yang majemuk nampaknya

7 Slamet, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta 2003), h. 3-4.


(27)

merupakan aspek yang sangat penting dimiliki oleh peserta didik yang kelak akan menjadi warga negara dewasa dan berpartisipasi aktif di era globalisasi. Alasannya adalah, era globalisasi yang ditandai dengan persaingan dan kerjasama yang sarat dengan kemajuan tehnologi serta informasi di segala aspek kehidupan mempersyaratkan mereka memiliki keterampilan-keterampilan tertentu. Kompetensi hasil belajar yang dimaksud adalah sejumlah kemampuan yang dapat dipahami, dikuasai dan ditunjukan oleh siswa sebagai hasil dari proses pembelajaran IPS di dalam kelas.

Jadi, dapat penulis simpulkan bahwa hasil belajar IPS merupakan keseluruhan kemampuan yang mampu difahami, dikuasai dan ditunjukan secara sadar dan berkesinambungan oleh siswa sebagai akibat dari proses pembelajaran IPS di dalam kelas.

c. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar IPS

Menurut Kartini Kartono kegiatan proses belajar mengajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal yang dapat dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut:

1. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa (Internal), diantaranya meliputi:

a) Intelegensi

Intelegensi merupakan suatu kemampuan dasar yang bersifat umum untuk memperoleh sesuatu kecakapan yang mengandung berbagai komponen

b) Bakat

Merupakan potensi atau kemampuan yang jika dikembangkan melalui belajar akan menjadi kecakapan yang nyata

c) Minat dan perhatian

Minat dan perhatian dalam belajar sangat berhubungan erat. Seseorang yang menaruh minat pada mata pelajaran tertentu, biasa cenderung untuk selalu memperhatikan mata pelajaran yang diminatinya.


(28)

Begitu juga jika seseorang menaruh perhatian secara kontinue baik secara sadar maupun secara tidak sadar pada objek tertentu biasanya akan membangkitkan minat pada objek tersebut.

d) Kesehatan jasmani

Kondisi fisik yang baik akan sangat berpengaruh terhadap berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Seseorang apabila memiliki badan atau kondisi fisik yang sehat maka ia akan mempunyai semangat dalam belajar. Namun sebaiknya seseorang yang sedang dalam kondisi sakit maka akan sulit untuk bisa berkonsentrasi dalam belajar.

e) Cara belajar

Cara belajar yang efektif dan efisien akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dalam belajar. Ada beberapa cara belajar yang efisien. Diantaranya yaitu: berkonsentrasi baik sebelum belajar ataupun pada saat proses belajar mengajar (PBM) berlangsung, mempelajari kembali materi pelajaran yang telah diterima, membaca dengan teliti dan betul materinya, mencoba menyelesaikan latihan-latihan soal dari materi yang telah diajarkan.8

2. Faktor (Eksternal) yang berasal dari luar diri siswa, yaitu lingkungan, lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat. Hal serupa juga dikemukakan oleh Abu Ahmadi yang menyatakan bahawa ada beberapa faktor yang mempengaruhi belajar siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor tersebut digolongkan menjadi tiga macam yaitu:

a) Faktor-faktor stimulasi belajar, mencakup panjangnya bahan pelajaran kesulitan bahan pelajaran, beraratinya bahan pengajaran, berat ringannya tugas dan suasana lingkungan eksternal.

8 Kartini Kartono, Bimbingan Belajar di SMA dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: CV.), h. 3-4.


(29)

b) Faktor-faktor metode belajar, mencakup kegiatan berlatih resistensi dalam belajar, pengenalan tentang hasil-hasil belajar, bimbingan dalam belajar dan kondisi-kondisi intensif. c) Faktor-faktor individual, mencakup usia kronologis,

perbedaan jenis kelamin, pengalaman sebelumnya, kapasitas mental, kondisi kesehatan jasmani, kondisi kesehatan rohani dan motivasi.9

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa diasumsikan oleh banyak peneliti disebabkan oleh 2 faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal (yang berasal dari dalam diri siswa); segala hal yang bersumber dari dalam diri siswa meliputi tingkat intelegensi siswa, kesehatan jasmani, motivasi belajar siswa dan disiplin siswa. Sedangkan faktor eksternal (yang berasal dari luar diri siswa); segala hal yang bersumber dari luar diri siswa bisa berupa teman, guru, sarana dan prasarana sekolah dan lingkungan keluarga.10

Intelegensi adalah salah satu hal yang berpengaruh di dalam hasil belajar yang diperoleh siswa. Dimana biasanya individu yang meiliki intelegensi yang tinggi dia akan memiliki hasil belajar yang baik yang membanggakan di kelasnya, dan dengan hasil belajar yang baik yang dimilikinya ia akan lebih mudah meraih keberhasilan. Intelegensi atau tingkat kecerdasan dasar seseorang memang berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar seseorang.11

Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan, pertama kondisi fisik yang normal atau tidak memiliki cacat sejak dalam kandungan sampai sesudah lahir. Kondisi fisik normal ini terutama harus meliputi keadaan otak, panca indera, anggota tubuh. Kondisi fisik yang sehat dan segar

9 Abu Ahmadi, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001), h. 130-138.

10 Indra, Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, dalam Jurnal Pendidikan dan Budaya, Edisi-1, tanggal 10 juni tahun 2009, tersedia: http://educare.e-fkipunla. net. h. 1.

11 Fatkhul Muin, Intelegensi dan Emosi, Blog pada Wodpress.com diakses pada 15 februari 2013 pukul 05.00 WIB.


(30)

sangat mempengaruhi keberhasilan belajar.12 Di dalam menjaga kesehatan fisik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain makan dan minum yang teratur, olah raga serta cukup tidur.

Siswa akan memperoleh hasil belajar yang baik apabila ia mempunyai motivasi (dorongan) belajar yang tinggi. Baik motivasi dari dalam dirinya sendiri untuk terus belajar maupun dari luar yang akan membantunya agar tetap berkeinginan untuk belajar dan berprestasi. Tentunya hasilnya akan berbeda antara siswa yang mempunyai motivasi tinggi dengan yang bermotivasi rendah untuk belajar. Motivasi siswa terkadang naik dan turun, sehingga hasil yang diperolehpun naik dan turun. Saat motivasi siswa mulai menurun, peran guru sebagai pendidik sangat penting. Guru diharapkan dapat membangkitkan semangat siswa untuk belajar.13

Disiplin siswa diharapkan dapat menciptakan pribadi siswa yang bertanggungjawab. Sikap yang cakap untuk dapat memilih tindakan yang akan dilakukan. Sehingga akhirnya akan memberikan hasil belajar yang baik. Seperti peratuan-peraturan yang dibuat oleh setiap sekolah mengenai kedisiplinan siswa dalam belajar. Namun peraturan yang ada hanya dijadikan peraturan saja. Pada kenyataan masih banyak siswa yang sering melanggar peraturan dan tata tertib yang ada.14

Teman, adalah orang lain dari diri kita yang senantiasa tidak akan meninggalkan kita disaat kita sangat membutuhkan pertolongan. Seorang teman akan rela mengorbankan segalanya demi menolong seorang teman (sahabat) nya. Memilih teman yang tepat untuk menunjang keberhasilan prestasi akademik. Artinya, dalam hal ini jika tujuannya untuk

12 Muhamad Saufi, Upaya Meningkatkan Jasmani Melalui Pendekatan Bermain

Dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Blog pada Wordpress.com diakses pada tanggal 5 maret 2013 pukul 17.00 WIB.

13 Uus Manzilatusifa, Pemberian Motivasi Guru dalam Pembelajaran, dalam Jurnal Pendidikan dan Budaya, Edisi-1, tanggal 6 Maret 2013, tersedia: http/educare.e-fkipunla.net. h.1.

14 Cucu Listinawati, Persepsi Masyarakat Terhadap Pendidikan Budi Pekerti di

Sekolah-sekolah, dalam Jurnal Pendidikan dan Budaya, Edisi-1, tanggal 8 Maret 2013, tersedia:http/educare.e-fkipunla.net. h.1.


(31)

meningkatkan prestasi akademik maka teman yang tepat untuk digauli adalah teman yang memiliki kecerdasan pada mata pelajaran tersebut agar bisa berdiskusi dan berbagi ilmu dengannya.

Guru, adalah orang tua kedua bagi siswa. Dimana seorang guru harus mampu memahami berbagai masalah yang dialami siswa jika siswa mengalami penurunan motivasi belajar. Disamping itu, Gurupun harus mampu menrasfer ilmu-ilmu yang dimilikinya tepat kepada para siswa. Artinya, tidak cukup seorang guru hanya mampu menguasai materi ajar yang akan diajarkan kepada siswa. Akan tetapi seorang guru pun harus cerdik menggunakan segala metode dan pendekatan dalam pembelajaran agar ilmu yang akan diajarkan tepat kepada sasarannya yaitu siswa.

Sarana dan prasarana yang tersedia juga memberikan dampak langsung terhadap hasil belajar siswa secara optimal. Setiap guru dan siswa mengharapkan agar di sekolah tersedia infrastrukstur yang baik dan lengkap karena dianggap mampu menimbulkan semangat dan kegairahan siswa dalam belajar dan dapat mendukung terselenggaranya proses belajar mengajar. Akan tetapi tidak semua sekolah dapat memenuhi semua sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh guru dan siswa yang diakibatkan karena keterbatasan dana yang dimiliki oleh sekolah.15

Faktor lingkungan rumah atau keluarga ini merupakan faktor eksternal yang paling penting dan utama dalam menentukan keberhasilan belajar seseorang. Suasana lingkungan rumah yang cukup tenang, adanya perhatian orangtua terhadap perkembangan proses belajar dan pendidikan anak-anaknya maka akan mempengaruhi keberhasilan belajarnya.16

Sedangkan menurut Jhon M. Keller sebagaimana yang dikutip oleh mulyono abdurrahman berpandangan bahwa belajar sangat dipengaruhi dua macam masukan, yaitu kelompok masukan pribadi (Personal Inputs)

15 Raden Adelina Fauzie, Anggaran Pendidikan Untuk Masa Depan Bangsa

Yang Lebih Baik, dalam Jurnal Pendidikan dan Budaya, Edisi-1, tanggal 3 Maret 2013, tersedia: http://educare.efkipunla.net. h.1.

16 Thursan Hakim, Belajar Secara Efektif, dalam Jurnal Pendidikan dan Budaya, Edisi-1, tanggal 9 Maret 2013, tersedi: http://educare.e-fkipunla.net. h.1.


(32)

dan kelompok masukan yang berasal dari lingkungan (Enviromental Input)”.17

Pendapat lain yang diungkapkan Muslim dalam jurnal penelitian bidang pendidikan menyebut faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, yaitu:

1. Strategi pembelajaran, salah satu strategi yang dapat meningkatkan keterlibatn siswa dalam proses belajar adalah: pra pembelajaran, penyajian informasi, peran serta siswa, evaluasi, dan tindak lanjut. 2. Gaya kognitif siswa, yaitu kebiasaan bertindak yang relatif tetap

dalam menerima, memikirkan, memecahkan masalah ataupun dalam informasi.18

Dari berbagai penjabaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat peneliti kelompokan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang timbul dari dalam diri anak didik tersebut sedangkan faktor eksternal faktor yang disebabkan oleh stimuli eksternal terhadap siswa sehingga siswa terpengaruh atau terkondisi oleh faktor eksternal tersebut.

d. Macam-Macam Hasil Belajar IPS

Hasil belajar menempatkan seorang dari tingkat abilitas yang satu ke tingakat abilitas yang lain. Dalam sistem pendidikan nasional maupun rumusan tujuan pndidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi 3 domain. Yakni kognitif, afektif, dan psikomotorik.

1. Domain kognitif,

Kognitif (cognitive) berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek, yakni; Knowledge (pengetahuan),

17 Mulyono Abdurrahman Psikologi Belajar, Op.Cit, h. 106.

18 Roestiah N. K, Masalah-masalah Keguruan (Jakarta: PT. Bina Aksara, 2000), h. 155.


(33)

Comprehention (pemahaman), application (aplikasi), analysis (analisis), Synthesis (sintesis), dan evaluation (evaluasi).

2. Domain Afektif,

Afektif (Affective) berhubungan dengan respon emosional yang terdiri dari 5 aspek, yakni; Receiving (penerimaan; sikap menerima),

Resonding (jawaban atau respon), Value (menghargai, menilai),

Organization (pengorganisasian), dn Characterization (karakerisasi).

3. Domain Psikomotorik,

Psikomotorik (pshycomotoric) berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada 6 aspek ranah psikomotorik yakni; gerak reflek, gerak fundamental dasar, kemampuan perseptual, kemampuan fisik, gerakan terlatih, dn kemampuan nondiskusif.19

Pendapat Bloom ini dikuatkan lagi oleh Akhmad Sudrajat dalam bukunya hakikat belajar, beliau mengungkapkan bahwa hasil belajar yang diperoleh oleh peserta didik dari proses belajar akan menciptakan perubahan baik dalam aspek kognitif (pengetahuan), aspek afektif (sikap dan nilai), dan aspek psikomotorik (keterampilan). Masalah hasil belajar dalam pencapaian tentu tidak mudah seperti halnya membalikkan telapak tangan.20

Sebenarnya hasil belajar merupakan realisasi pemekaran dari kecakapan atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar dari seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir, maupun keterampilan motorik.21

Hasil belajar akan menunjukan pengetahuan dan pengertian dalam diri seorang sehingga ia dapat mempunyai kemampuan berupa

19 Jhon W santrock, Psikologi Pendidikan, (jakatra: kencana, 2008), Ed. 2, cet 2, h. 468-469.

20 Akhmad Sudrajat, Hakikat Belajar, Puncak Wordpress Blog Indonesia diakses pada tanggal 12 Februari 2013 pukul 03.00 WIB.

21 Nana Saudih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2003), h. 102-103.


(34)

keterampilan dalam bentuk kebiasaan, sikap dan cita-cita hidupnya. Orang yang telah berhasil dalam belajar akan menjadi orang yang mandiri dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya, serta dapat menentukan arah hidupnya.22

Bahar mengemukakan bahwa ada dua hal yang sangat penting untuk dijadikan sasaran evaluasi dalam pelaksanaan kurikulum, yaitu hasil belajar siswa tiap catur wulan dan daya capai kurikulum pada tiap sekolah.23

Dari beberapa macam hasil belajar diatas yang dikemukakan oleh beberapa para ahli pendidikan, maka dapat disimpulkan esensi dari hasil belajar yaitu perubahan peserta didik secara signifikan dari segi pengetahuan, keterampilan berfikir maupun keterampilan motorik. Dengan menilai hasil belajar murid-muridnya sebenarnya guru tidak hanya menilai hasil usaha muridnya saja akan tetapi sekaligus juga menilai hasil usahanya sendiri. Menilai hasil belajar siswa berfungsi untuk dapat membantu guru dalam menilai kesiapan anak pada suatu mata pelajaran, mengetahui status siswa dalam kelas, membantu guru dalam usaha memperbaiki metode belajar mengajar. Selain bagi seorang guru kegunaan hasil belajar bagi seorang adminitrator adalah untuk memberi laporan kemajuan siswa kepada orangtua siswa atau wali murid dan memberi ikhtisar mengenai hasil usaha yang dilakukan oleh suatu

lembaga pendidikan”.24

e. Instrument Penilian Hasil Belajar IPS

Instrumen penilaian hasil belajar merupakan alat untuk mengumpulkan data yang digunakan untuk mngetahui informasi keberhasilan belajar siswa. Setelah guru beserta siswa melakukan proses

22 Wawan Koester, Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Hasil Belajar

Siswa SLTPN di Jakarta (Bandung: Mimbar Pendidikan UPI, No. 2/XIX, 2002), h. 2. 23 Yusmidah, Peningkatan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Media

Peta (Surabaya: Pelangi Pendidikan, volume 5, no. 1, 2002), h. 2.

24 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 299-302.


(35)

belajar mengajar, maka kemudian diadakan suatu penilian menganai keefektifan proses tersebut.

Adapun dasar-dasar penyusunan tes hasil adalah sbb:

1. Tes hasil belajar dapat mengukur apa-apa yang telah dipelajari dalam proeses belajar mengajar sesuai dengan tujuan intruksional yang tercantum di dalam kurikulum yang berlaku.

2. Tes hasil belajar disusun sedemikian baik sehingga benar-benar mewakili bahan yang harus dipelajari.

3. Pertanyaan tes hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan aspek-aspek tingkat belajar yang diharapkan.

4. Tes hasil belajar disusun sesuai dengan tujuan penggunaan tes itu sendiri.

5. Tes hasil belajar disesuaikan dengan pendekatan pengukuran yang dianut apakah mengacu pada kelompok (norm reference/ standar relatif) ataukah mengacu pada patokan tertentu (criterion

reference/ standar mutlak).

6. Tes hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar.25

Dengan demikian penilian penilian hasil belajar IPS bukan hanya sekedar untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar IPS. Namun juga penilaian hasil belajar ini digunakan untuk mengetahui keefektifan penerapan sebuah strategi pembelajaran IPS. Sehingga dengan penilaian tersebut dapat memperbaiki proses belajar mengajar IPS berikutnya.

f. Tujuan Pelajaran IPS

Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

25 Wahidmurni, dkk, evaluasi pembelajaran kompetensi dan praktik, (Yogyakarta: nuha litera, 2010), h. 29.


(36)

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

g. Karakteristik Pembelajaran IPS

Karakteristik mata pelajaran IPS adalah pada upaya untuk mengembangkan kompetensi sebagai warga negara yang baik. Warga negara yang baik berarti yang dapat menjaga keharmonisan hubungan diantara masyarakat sehingga terjalin persatuan dan keutuhan bangsa. Hal ini dapat dibangun apabila dalam diri setiap orang terbentuk perasaan yang menghargai terhadap segala perbedaaan. Baik itu perbedaan pendapat, etnik, agama, kelompok, budaya dan sebagainya.

Bersikap terbuka dan senantiasa memberikan kesempatan yang sama bagi setiap orang atau kelompok untuk dapat mengembangkan dirinya. Karena dari bersikap terbuka akan membawa siswa kepada sikap arif selanjutnya yakni toleransi, toleransi dapat diartikan sebagai sebuah sikap yang menganggap dan mengakui adanya eksistensi hal lain yang selain dari dalam dirinya. Dari sikap toleransi ini akan menggiring siswa kepada sikap bijaksana berikutnya yakni pluralis. Sikap Pluralis dapat diartikan sebagai suatu sikap yang tidak hanya mengakui eksistensi hal lain selain dari dirinya tetapi juga mampu bekerjasama dengan hal yang berbeda tersebut sehingga mencapai kesepakatan dalam keberagaman.

Oleh karena itu pembelajaran IPS diharuskan mampu melatih siswa agar dapat membangun sikap yang demikian. Sehingga dapat


(37)

penulis simpulkan bahwa mata pelajaran IPS memiliki tanggung jawab moral tersendiri dibandingkan mata pelajaran lainnya dalam membangun dan melatih siswa agar berkepribadian dan berkarakter sesuai yang diamanatkan UUD 1945.

h. Ruang Lingkup Pelajaran IPS di SD

Ruang lingkup mata pelajaran IPS ajar di tingkat SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan 2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan 3. Sistem Sosial dan Budaya

4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan

Pada jenjang Sekolah Dasar, penyajian IPS dilakukan secara terpadu karena perspektif siswa pada usia SD lebih tendentif pada hal-hal yang bersifat konkrit dan utuh. Barulah Pada jenjang pendidikan berikutnya diperkenalkan cabang-cabang IPS yakni geografi, sejarah, ekonomi, akuntansi, sosiologi, antropologi dan budaya.

Akan tetapi walaupun cabang-cabang dari IPS tersebut telah berdiri sendiri sebagai mata pelajaran, dalam pengkajiannya tetap saja tidak memisahkan secara ketat Antara masing-masing mata pelajaran tersebut, ini semua dikarenakan mata pelajaran IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yang saling berkaitan satu dengan lainnya karena memang IPS dirumuskan berdasarkan realitas kehidupan.

i. Keragaman Suku Bangsa dan Budaya Sebagai Materi Pada Mata Pelajaran IPS SD

Mata pelajaran IPS sebagai ilmu sosial yang erat sekali hubungannya dengan kehidupan sosial merupakan wahana untuk mengenal, menerima dan menghargai keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia. Mengingat Indonesia adalah sebuah negara kesatuan yang memiliki padat penduduk, banyak pulau, beragam suku,


(38)

adat istiadat bahasa daerah yang berbeda satu sama lain. Keragaman

(Pluralitas) ini sangat rentan terjadi disintegrasi jika tidak ada pondasi

yang memersatukan keragaman tersebut. Karena itu muncullah Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan Negara Indonesia.

Bhineka Tunggal Ika mengandung arti yang sangat dalam. Bhina yang berarti beda, Tunggal yang berarti satu dan Ika yang berarti itu. Jadi, Bhineka Tunggal Ika bermakna berbeda-beda tetapi tetap satu. Kalimat Bhineka Tunggal Ika diambil dari kitab Sutasoma karangan empu Tantular.26

Dengan lahirnya semboyan ini diharapkan mampu dijadikan Pedoman hidup warga Negara Republik Indonesia dalam menjaga persatuan dan kesatuan Negara. Siswa diharapkan mampu mengenal, menerima dan memahami beragam macam ras, suku bangsa, bahasa dan budaya yang dimiliki oleh Indonesia demi terwujudnya persatuan bangsa. Tercapainya pemahaman yang baik kepada masyarakat tentang pentingnya persatuan dan kesatuan Negara sangat bergantung kepada aspek pendidikan. Pendidikan dianggap berperan penting dalam membentuk karakter bangsa. Penanaman pemahaman tentang kekayaan bangsa yang multikulral ini harus ditanam sedini mungkin kepada siswa. Diharapkan peserta didik mampu memahami bahwa negara ini kaya. Kaya akan suku bangsa, bahasa daerah, kearofan lokal, adat istiadat dan budaya.

Berangkat dari pluralitas budaya dan pengandaian pendidikan konstruktifisme (constructivism) maka dalam pengelolaan pendidikan harus berangkat dari suatu keyakinan bahwa setiap warga masyarakat memiliki konstruks mengenai identitas budaya yang mereka pilih. Dengan demikian maka pendidikan harus membuka pengakuan dan keterbukaan bagi masyarakat untuk mengekspresikan simbol dan lambang-lambang partikularitas budaya mereka. Hanley (2004)

26 Redaksi Bukuné, Undang-Undang Dasar 1945 & Perubahannya, (Jakarta: Bukuné, 2010), h. 46.


(39)

menegaskan, bahwa pendidikan harus memberi sumbangan dalam menumbuhkan kesadaran akan pluralisme budaya.27

Sebagaimana terlampir di dalam Undang-Undang Dasar 1945 tentang pendidikan dan kebudayaan pasal 32 ayat 1 disebutkan bahwa Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.28

Pada level sekolah dasar siswa diberi ruang untuk menciptakan struktur pengetahuan dan konstruks tentang identitas budaya mereka sendiri. Perspektif ini mengimplikasikan keharusan menerima keragaman konstruk siswa, karena memang siswa sekolah datang dari berbagai latar belakang nilai, keyakinan, kultur, etnisitas, ideologi maupun agama. Oleh karena itu pendidikan tidak bisa dikemas dengan cara monokultural, melainkan tetap harus menyediakan ruang bagi siswa untuk bisa memasuki arus transformasi sosial yang menuntut egalitarian, demokratisasi, dan keadilan di tengah pluralitas budaya.

Dengan demikian yang mendesak dalam pengembangan pendidikan multikultural adalah penyadaran akan pentingnya nilai-nilai yang menopang budaya plural. Nilai-nilai itu harus dikembangkan menjadi bagian dari budaya sekolah. Artinya sekolah tidak bisa hanya dikonsep sebagai institusi untuk menguasai pengetahuan dan pengembangan potensi dalam perspektif monokultur. Institusi pendidikan juga harus menjadi arena bagi siswa yang dikembangkan atas dasar prinsip multikultur. Dalam institusi seperti itu pendidikan menjadi sebuah media menumbuhkan seperangkat nilai pluralisme, seperti cara memberikan penghargaan terhadap diri sendiri secara adil. Dari cara menghargai diri sendiri yang proporsional, akan berdampak kepada cara bersikap dan menghargai orang lain secara adil pula. Lebih jauh akan

27 Zainuddin Maliki, Sosiologi Pendidikan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008), h. 252.

28 Sekretariat Jenderal MPR RI, Undang-Undang Dasar Negara Republik


(40)

tumbuh kemudian sikap menghormati dan peduli atas hak-hak orang lain yang memiliki berbagai perbedaan, baik dalam berpendapat, temperamen maupun latar belakang.

Kendati demikian, di samping menumbuhkan kesadaran akan perbedaan, penting pula untuk ditumbuhkan nilai-nilai (equality). Dengan pandangan kesederajatan ini, dikembangkan pemahaman bahwa setiap siswa memiliki hak-hak dasar (basic right) yang sama, tanpa membedakan perbedaan ras, gender, usia, kapabilitas, keyakinan keagamaan, afiliasi politik, kewarganegaraan, wilayah dan latar belakang mereka. Pengakuan hak-hak dasar yang setara tanpa pandang bulu itu akan terwujud jika ditanamkan nilai-nilai tanggung jawab bersama sebagai anak bangsa. Nilai-nilai yang mampu mendorong sikap terbuka bagi setiap siswa untuk turut berpartisipasi dalam proses sosial maupun politik. Terbuka bagi partisipasi setiap siswa dalam memecahkan masalah dan menciptakan kebaikan bersama.29

j. Metode-Metode Dalam Pembelajaran IPS

Dalam menyampaikan pelajaran membutuhkan metode yang tepat agar materi yang ditransfer oleh guru bisa diterima, difahami dan diaplikasikan oleh peserta didik. Metode dalam pembelajaran IPS adalah suatu cara yang digunakan oleh guru agar siswa dapat belajar seluas-luasnya dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran yang efektif.30

Secara garis besar metode pembelajaran yang dapat dikembangkan dalam IPS meliputi: metode ceramah, tanya jawab, diskusi, penugasan, kerja kelompok, demonstrasi, Talking Stick, karya wisata, simulasi, sosio drama, inquiri, Examples Non Examples dan Role Playing.

29 Zainuddin Maliki, Sosiologi Pendidikan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008), h. 266-267.

30 Supriatna dkk, Pendidikan IPS di SD, (Bandung, UPI PRESS, cet-1 2007) h. 126.


(41)

2. Metode Role Playing

a. Pengertian Role Playing

Bermain peran (Role Playing) menurut Wina Sanjaya adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasikan peristiwa sejarah, mengkreasikan peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang muncul pada masa mendatang. Sedangkan menurut Masitoh dan Laksmi Dewi bermain peran (Role

Playing) merupakan jenis model simulasi yaitu permainan dalam bentuk

dramatisasi, sekelompok siswa melaksanakan kegiatan tertentu yang telah diarahkan oleh guru.

Adapun menurut Abu Ahmadi, dkk metode bermain peran (Role Playing) disebut juga sosiodrama. Dalam hal ini siswa diberi kesempatan dalam menggambarkan, mengungkapkan, atau mengekspresikan suatu sikap, tingkah laku, atau penghayatan sesuatu yang dipikirannya dirasakan, atau diinginkannya seandainya ia menjadi tokoh yang sedang diperankannya itu, semua sikap dan tingkah laku hendaknya diungkapkan secara spontan. Itulah sebabnya para pelaku suatu peranan tidak memerlukan teks kata-kata atau kalimat yang sudah disiapkan terlebih dahulu. Mereka cukup memahami garis-garis besar apa yang akan didramatisasikan. Bermain peran (Role Playing) merupakan bagian dari metode simulasi, dalam proses pembelajarannaya metode ini mengutamakan pola permainan dalam bentuk dramatisasi.

Pada hakikatnya, metode ini diangkat dari situasi kehidupan, khususnya sehari-hari. Simulasi berasal dari kata simulate yang berarti berpura-pura atau berbuat seolah-olah, atau simulation yang berarti tiruan atau perbuatan yang hanya berpura-pura saja. Dalam konteks ini, guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menjalankan simulasi, baik di dalam maupun di luar kelas.31

31 Tim LPP-SDM, Ensiklopedi Pendidikan Islam, (Depok, CV: Bina Muda Ciptakreasi, 2010), h. 124.


(42)

Metode bermain peran adalah berperan atau memainkan peranan dalam dramatisasi masalah sosial atau psikologis. Bermain peran adalah salah satu bentuk permainan pendidikan yang digunakan untuk menjelaskan perasaan, sikap, tingkah laku dan nilai, dengan tujuan untuk menghayati perasaan, sudut pandang dan cara berpikir orang lain.

Dari beberapa pengertian tentang metode bermain peran (Role

Playing) dapat ditarik kesimpulan bahwa metode bermain peran (Role

Playing) adalah bagian dari metode simulasi melalui pengembangan

imajinasi dan penghayatan serta pengkreasian peristiwa-peristiwa yang diimajinasikan dengan cara memerankan tokoh hidup atau mati yang bertujuan agar siswa dapat perilaku sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Melalui metode bermain peran siswa diajak untuk belajar memecahkan masalah pribadi, dengan bantuan kelompok sosial yang anggotanya teman-temannya sendiri. Dengan kata lain metode ini berupaya membantu individu melalui proses kelompok sosial. Melalui bermain peran, para siswa mencoba mengeksploitasi masalah-masalah hubungan antar manusia dengan cara memperagakannya. Hasilnya didiskusikan dalam kelas.

Proses belajar dengan menggunakan metode bermain peran diharapkan siswa mampu menghayati tokoh yang dikehendaki, keberhasilan siswa dalam menghayati peran itu akan menentukan apakah proses pemahaman, penghargaan dan identifikasi diri terhadap nilai berkembang.

b. Tujuan Penggunaan Metode Role Playing

Tujuan penggunaan metode bermain peran (Role Playing) menurut Abu Ahmadi yaitu:

a. Untuk meningkatkan kegiatan belajar siswa dengan melibatkan siswa dalam mempelajari situasi yang hampir serupa dengan kejadian yang sebenarnya.


(43)

b. Untuk melatih siswaagar menguasai keterampilan tertentu; baik yang bersifat profesional maupun yang penting bagi kehidupan sehari-hari.

c. Untuk pelatihan memecahkan masalah.

d. Untuk memberikan rangsangan kegairahan belajar siswa. e. Untuk merasakan atau memahami tingkah laku manusiadan

situasi-situasi.

c. Penggunaan Metode Role Playing

Adapun metode bermain peran dapat dilakukan ketika:

a. secara lisan tidak dapat menerangkan pengertian yang dimaksud.

b. Memberikan gambaran bagaimana orang bertingkah laku dalam situasi sosial tertentu.

c. Memberikan kesempatan untuk menilai atau memberikan pandangan mengenai tingkah laku sosial menurut pandangan masing-masing.

d. Belajar menghayati sendiri keadaan “seandainya saya berada dalam situasi sosial seperti yang dialami sekarang ini (yang disosiodramakan)”.

e. Memberikan kesempatan untuk belajar mengemukakan penghayatan sendiri mengenai suatu sosial tertentu dengan mendramatisasikannya di depan penonton dan bukan memberikan keterangan secara lisan.

f. Memberikan gambaran mengenai bagaimana seharusnya seseorang bertindak dalam situasi sosial tertentu.

d. Kelebihan Metode Bermain Peran Role Playing

Menurut Masitoh dan Laksmi Dewi ada beberapa kelebihan metode bermain peran (Role Playing) diantaranya:


(44)

b. Siswa terlibat langsung dalam pembelajaran. c. Siswa dapat memahami permaslahan sosial. d. Membina hubungan personal yang positif. e. Membina hubungan personal yang komunikatif.

f. Dapat membangkitkan imajinasi dan estetika siswa dan guru. Menurut Abu Ahmadi, dkk beberapa kelebihan metode bermain peran (Role Playing) diantaranya:

a. Memperjelas sistuasi sosial yang dimaksud.

b. Menambah pengalaman tentang situasi sosial tertentu.

c. Mendapat pandangan mengenai suatu tindakan dalam suatu situasi sosial dari berbagai sudut.

Beberapa kelebihan metode bermain peran (Role Playing) menurut Sri Anitah W, dkk. Diantaranya:

a. Siswa dapat melakukan interaksi sosial dan komunikatif dalam kelompoknya.

b. Aktifitas cukup tinggi dalam pembelajaran sehingga terlibat langsung dalam pembelajaran.

c. Dapat membiasakan siswa dalam memahami permasalahan sosial, hal ini dapat dikatakan sebagai implementasi pembelajaran kontekstual.

d. Melalui kegiatan kelompok dan simulasi dapat membina hubungan personal yang positif.

e. Dapat membangkitkan imajinasi.

f. Membina hubungan komunikatif dan bekerjasama dalam kelompok.

Adapun kelebihan metode bermain peran (Role Playing) menurut tim LPP-SDM sebagai berikut:

a. dapat memupuk daya cipta siswa.

b. merangsang siswa menjadi terbiasa dan terampil dalam menanggapi dan bertindak secara spontan.


(45)

c. memperkaya pengetahuan, sikap, keterampilan, dan pengalaman tidak langsung dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang problematik.

d. siswa belajar menghargai dan menerima pendapat orang lain.32 Dari beberapa kelebihan metode bermain peran dapat disimpulkan metode bermain peran mempunyai kelebihan yaitu siswa mampu beriteraksi sosial dengan lingkungan, terlibat langsung dalam pembelajaran, selain itu juga imajinatif dan membina hubungan yang komunikatif.

e. Kekurangan Metode Role Playing

Menurut Masitoh dan Laksmi Dewi ada beberapa kelemahan metode bermain Peran (Role Playing) diantaranya:

a. Relatif memerlukan waktu yang banyak.

b. Apabila siswa tidak memahami konsep simulasi, bermain peran tidak akan efektif.

c. Sangat bergantung pada aktifitas siswa. d. Pemanfaatan bantuan belajar sulit.

e. Adanya siswa yang lambat, kurang minat dan kurang motivasi, simulasi bermain peran kurang berhasil.

Menurut Abu Ahmadi, dkk beberapa kelemahan metode Bermain Peran (Role Playing) diantaranya:

a. Situasi sosial yang didaramatisasikan hanyalah tiruan.

b. Situasi ini dalam kelas berbeda dengan situasi yang sebenarnya. Beberapa kelemahan metode bermain peran (Role Playing) menurut Sri Anitah W, dkk. Diantaranya:

a. Relatif membutuhkan waktu yang cukup banyak. b. Sangat bergantung pada aktifitas siswa.

c. Cenderung memerlukan pemanfaatan sumber belajar.

32Ibid.


(46)

d. Banyak siswa yang kurang menyukai simulasi / bermain peran sehingga menjadi tidak efektif.

Adapun kelemahan metode bermain peran (Role Playing) menurut timLPP-SDM sebagai berikut:

a. Pengalaman yang diperoleh dari simulasi tidak selalu tepat dan sempurna.

b. Pelaksanaan simulasi sering kali menjadi kaku dan tidak jarang hanya dijadikan sebagai alat hiburan.

c. Menuntut hubungan yang akrab, fleksibel dan demokratis.33

Dari beberapa kelemahan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa metode bermain peran relatif membutuhkan waktu yang banyak, bergantung pada aktifitas siswa dan jika siswa tidak memahami maka bermain peran tidak akan efektif.

f. Langkah-langkah dan Persiapan Role Playing

Berhasil atau tidaknya penerapan metode Role Playing yang digunakan di dalam proses pembelajaran tergantung pada persepsi siswa agar berperan sesuai dengan kondisi sebenarnya dengan sepenuh hati tanpa rasa malu sedikitpun.

Hamzah B. Uno mengeneralisaikan prosedur langkah-langkah dalam bermain peran atas 9 langkah, yaitu:

1. Pemanasan (warming up)

Langkah pertama pemanasan, yakni guru memperkenalkan kepada siswa apa itu Role Playing

2. Pemilihan peran

Langkah kedua memilh peran, guru menentukan siapa yang akan memainkan peran dan mengelompokannya sebagai kelompok pemain drama. Kemudian guru membahas materi apa yang akan diperankan setiap pemain.

3. Menyiapkan pengamatan (observation)


(47)

Dalam hal ini guru memohon kepada guru pamong atau bisa juga menunjuk siswa agar ikut serta melakukan pengamatan dan mengelompokannya menjadi kelompok observer.

4. Menata panggung

Dalam hal ini guru mendiskusikan dengan siswa bagaimana peran itu akan dimainkan dan apa saja kebutuhan yang akan diperlukan dalam mempraktikan bermain peran.

5. Memainkan peran

Permainan peran dimulai. Permainan peran dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Usahakan berakting seakan-akan hal itu adalah kejadian nyata.

6. Diskusi dan evaluasi

Guru meminta siswa dalam kelompok observer untuk mendiskusikan pertanyaan yang diberikan oleh guru sesuai dengan permainan peran yang sudah diperankan oleh siswa dari kelompok pemain peran dan melakukan evaluasi dengan mempresentasikan hasil diskusinya.

7. Memainkan ulang peran

Setelah diskusi dan evaluasi selasai, dilanjutkan ke langkah ketujuh yakni memainkan ulang drama atau memainkan peran yg kedua. Seharusnya, pada permainan peran yang kedua ini akan lebih baik. 8. Diskusi dan evaluasi kedua

Dalam diskusi dan evaluasi yang kedua ini harus lebih baik dari Diskusi dan evaluasi yang pertama.

9. Berbagi pengalaman dan kesimpulan.

Siswa diajak berbagi pengalaman tentang tema permainan peran yang telah dilakukan dan membuat kesimpulan.34

Senada dengan pendapat Uno, Agar proses pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode bermain peran tidak mengalami


(1)

36

Banta : “Assalamu’alaikum Wr. Wb. Peu Haba teman-teman (dalam bahasa Aceh) Perkenalkan nama saya Banta, saya dari Meulaboh Aceh Barat. Senang berteman dengan kalian” Tegur Banta

Roni : “Namanya aja Banta, brarti suka membantah dong?” Sahut Roni. Siswa : “Hahaha”

Banta : “Memang nama saya Banta sob, itu nama pemberian Ibu saya” sahut Banta.

Pak Guru : “Hai Roni, kamu ini nakal sekali dengarkan Banta dulu!” Tegur Pak Guru.

Pak Guru : “Silahkan Banta lanjutkan perkenalanmu!” Tegur Pak Guru. Banta : “Saya pindahan dari MIN Meulaboh, disini saya tinggal dengan Paman dan Bibi saya” Tegur Banta.

Roni : “Perasaan gak ada yang nanya deh?” Sahut Roni. Siswa : “Hahahaha”

Banta : “Semoga kita bisa berteman baik ya ron.” Pinta banta Roni : “Hu !!” sambil memalingkan muka

Pak Guru : “Roni kamu ini, sekali lagi kamu menyela takan segan bapak menjewer kamu!” Ancam pak Guru.

Roni : “Loh, bapak kok jadi belain dia sih, dia kan anak Aceh pak. Dia pasti penghisap ganja. Bukannya ganja itu narkoba, pasti bahaya pak! nanti kita semua diajarin ngeganja lagi. Ia gak teman-teman?” Tegur Roni.

Siswa : “Iya betul kata Roni pak!! Iiiii,….” Sahut Siswa.

Roni : “Pak Guru lihat saja bajunya batik ganja seperti itu. Kita tidak mau punya teman kriminal pak!” Sahut Roni.

Pak Guru : “Sudah..sudah! tenang .. tenaang!” pak guru mencoba mencairkan suasana

Pak Guru : “Banta memakai batik sekolah lamanya ini karena dia belum menerima batik dari sekolah kita” sahut pak guru.

Banta : “Loh memangnya kenapa dengan ganja, Suku kami sudah terbiasa dengan ganja. Kami biasa makan sayur, sambal, dodol, bahkan


(2)

37

permen ganja”. Sahut Banta.

Roni : “Tuh kan pak, apa saya bilang! Dia udah kaya Raffi Ahmad gitu!” Sahut Roni

Siswa : “Iiiiih,, jangan temani diateman-teman!” siswa saling berbisik Pak Guru : “Banta, benarkah yang kamu katakan nak?” Tanya Pak Guru. Banta : “Memang sih ganja itu kan dilarang oleh pemerintah. Tapi nenek moyang kami sudah menggunakannya sejak dahulu teman-teman. Tidak hanya untuk makanan tapi kami juga menggunakan ganja untuk pengobatan”. Jawab Banta

Roni : “Apa? Untuk pengobatan? Haha bohong banget. Bilang aja biar ngelflay setiap hari. Mati baru tahu rasa kamu! Sahut Roni.

Banta : Saya menderita kanker otak stadium III. Semua proses pengobatan sudah saya jalani, baik yang medis dari kemotherapy, opname ataupun non medis seperti akunpuntur, orang pintar hingga

pengobatan-pengobatan alternatif lainnya akan tetapi hasilnya nihil. Sejak setahun yang lalu ibuku memberiku jus ganja, sejak saat itu pula keadaanku berangsur pulih. Sampai-sampai dokter pribadiku kaget melihat kenyataan bahwa tingkat stadium kanker di otakku relatif turun dari stadium III menjadi stadium II, dari stadium II turun menjadi stadium I hingga akhirnya saya sembuh total. Dan yang paling saya sukai dari tanaman ini adalah hatiku menjadi gembira ria, rileks tanpa beban fikiran saat saya

mengonsumsinya.”Banta Mencoba Menjelaskan

Roni : “Alaaaah itu mah akal-akalan kamu saja biar kami menerimamu sebagai teman!” Sahut Roni.

Pak Guru : “Sudah tenang.. kita dengarkan dulu penjelasan Banta.” Sela pak Guru.

Pak Guru : “Banta! Benarkah yang kamu katakan nak?” Tanya Pak Guru. Banta : “Demi Allah! saya tidak berbohong pak. Oia pak, saya dikasih brosur oleh paman saya yang kuliah di Jakarta saat liburan kemarin.” Jawab Banta.


(3)

38

Lantas Banta memberikan Brosur tersebut kepada pak Guru.

Pak Guru : “Brosur apa ini nak? Apa! Legalisasiganja?” Pak Guru terkejut. Setelah beberapa menit Pak Guru membaca brosur tersebut dengan seksama sampai tuntas, lantas pak guru mempersilahkan Banta untuk duduk

Pak Guru : “Banta, sekarang kamu boleh duduk dengan fahmi. Fahmi, Tolong kasih banta bangku” Perintah Pak Guru.

Fahmi : “Iya pak. Banta kesini” dengan penuh senyum fahmi mengajak Banta

Banta : “Iya pak, terimakasih pak” sahut Banta

Setelah semuanya kondusif. Lantas Pak Guru yang masih diselimuti tanda Tanya besar itu memulai mata pelajaran IPS dengan materi Bhineka Tunggal Ika. Pak Guru : “Anak-anakku yang bapak sayangi, kita sebagai warga Negara Indonesia yang arif dan bijaksana sudah seharusnya kita

menghargai perbedaan yang ada diantara kita, bukankah Al-Quran telah melarang kita untuk saling menghina satu sama lain, belum tentu kita lebih baik dari yang orang kita hina. Ganja memang tumbuh subur di Aceh sana, mengganja telah menjadi budaya tersendiri bagi suku Aceh. Terlepas dari bagaimana sanksi hukum mempergunakannya, yang jelas semua hal yang diciptakan Allah SWT tidak ada yang sia-sia, semuanya pasti memiliki nilai positif dan negatif. karenanya agar persatuan dan kesatuan Negara tetap terjaga kita harus belajar menghargai dan berbesar hati menerima perbedaan budayadiantara kita. Itulah makna yang diajarkan Bhineka Tunggal Ika”. Dengan Arif dan bijaksana pak guru menjelaskan.

Setelah kegiatan belajar mengajar berakhir pak guru mendiskusikan brosur tersebut dengan kepala sekolah dan segenap guru.


(4)

¥¦ §¨YAT HIDUP PENULIS

Nama : Muhamad Faqihudin Ikhfa

NIM : 809018300786

Tempat, tanggal lahir : Indramayu, 20 Agustus 1990

Program Studi : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

Jurusan : Kependidikan Islam

Fakultas : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahun Masuk : 2010

Tahun Lulus : 2014

IPK : 3.05

Yudisium : Amat Baik

Riwayat Pendidikan Formal

Penulis memulai pendidikan formalnya di Taman Kanak-kanak (TK) Pertiwi Desa Wanasari Kec. Widasari Kab. Indramayu dan lulus pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasarnya di SDN Sukamaju Desa Terisi Blok Rajasinga Kec. Cikedung Kab. Indramayu pada tahun ajaran 2001-2002 dengan nilai Ujian Akhir Nasional (UAN) tertinggi se-sekolah yakni 35.00. lantas penulis melanjutkan studinya di MTsN Widasari Desa. Kongsijaya Kec. Widasari Kab. Indramayu dan lulus pada tahun ajaran 2004-2005 dengan nilai Ujian Nasional (UN) tertinggi se-sekolah yakni 42.30. prestasi ini tidak membuat penulis congkak dan sombong, penulis merelakan dirinya untuk melanjutkan studi di SMA Swasta dibawah naungan Nahdlatul Ulama yakni SMA NU Widasari yang bertempat di Desa Kongsijaya Kec. Widasari Kab. Indramayu, hal ini dilatarbelakangi atas dasar ikut serta memperjuangkan perjuangan organisasi Nahdlatul Ulama. Penulis mengkhatamkan studi tingkat atasnya ini pada 2007-2008 lagi-lagi dengan predikat nilai tertinggi UN se-sekolah yakni 48.90. Tahun pertama pasca kelulusannya beliau tidak langsung melanjutkan studi ke perguruan tinggi akan tetapi beliau mengabdikan diri menjadi Pustakawan di SMP NU Wanasari yang beralamat di Desa Wanasari Blok Raso Kec. Bangodua Kab. Indramayu. Barulah pada tahun kedua pasca kelulusannya (2009) beliau melanjutkan studi di Institut Tehnik dan Bisnis Kalbe (ITBK) Jakarta dengan meraih beasiswa penuh pada program studi Tehnik Informastika. Akan tetapi tidak bertahan lama dikarenakan berbanding terbalik dengan latarbelakang jurusannya pada SMA yakni IPS. Pada Tahun yang sama beliau mendapatkan beasiswa Full Semester dana talangan dari Sampoerna School Of Education (SSE) Prodi Bahasa English. Dikarenakan besiswa ini bersifat talangan akhirnya penulis memutuskan besiswa tersebut. Pada Tahun berikutnya penulis lulus Ujian Seleksi Masuk Universitas Indonesia (SIMAK UI) pada Prodi Tehnik Informatika Fakultas Tehnik Universitas


(5)

Indonesia (FT UI), akan tetapi dikarenakan latarbelakang keluarga yang menengah ke bawah dan tidak mendapatkan beasiswa pada prodi tersebut maka penulis memutuskan untuk tidak mendaftarkan ulang. Masih pada tahun yang

sama (2010) penulis meraih beasiswa Program Profesionalisasi Guru dari

Departemen Agama Republlik Indonesia dan mendapat kesempatan kuliah dengan

meraih beasiswa Full Semester+Living Cost di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Masih pada tahun yang sama beliau meraih besiswa dari yayasan Chinkung Budha Amithaba dan berkesempatan untuk kuliah pada Jurusan Akidah Filsafat Fakultas Ushuludin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Akhirnya penulis melaksanakan Program Double Degree yakni studi

pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Fakultas Ushuldin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada akhirnya penulis mengkhatamkan studinya pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan lulus dengan predikat Amat Baik pada tahun 2014.

Riwayat Pendidikan Nonformal

Dari kecil Penulis telah dididik berdasarkan nafas-nafas Islami, beliau menyelesaikan pendidikan madrasah Diniyah Awaliyah di Madrasah Miftahul Mubtadi ien Blok Raso Desa Wanasari Kec. Widasari Kab. Indramayu pada tahun ajaran 1999-2000. Berikutnya penulis melanjutkan menimba ilmu di Pondok

Pesantren Miftahul Ulum Islamic Boarding School Rajasinga, Cikedung,

Indramayu selama 2 tahun sembari meluluskan Sekolah Dasar. Pada masa Studi MTsnya beliau sembari menimba ilmu di pondok pesantren Al-Ma syumi dan mengkhatamkan Madrasah Wustho di Madrasah Tarbiyah Wa Al-Ta lim Widasari Indramayu. Pada Tahun 2007 beliau melanjutkan Studi Pesantrennya dengan menghafalkan AL-Qur an di Pondok Pesantren Gintung Lor Kec. Susukan Kab. Cirebon. Pada tahun 2008 beliau meluncur ke timur jawa untuk mempelajari

bahasa-bahasa dunia dengan metode riyadlah Ilm Al-Laduni di Ponpes. Nur

Al-Riyadlah Desa Alas Tengah Kec. Paiton Kab. Probolinggo.

Pengalaman Organisasi

Dari Sekolah dasar penulis selalu menjadi Ketua Kelas. Pada masa MTs beliau menjadi Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Pada masa SMA beliau menjadi Ketua Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Pada Tahun 2010-2012 beliau menjabat sebagai Ketua Bidang Infrastruktur asrama Keluarga Mahasiswa Sunan Gunung Djati (KMSGD JABODETABEK), anggota Divisi Olahraga, seni dan budaya (ORSENBUD KMSGD JABODETABEK) dan Pemberdayaan daerah (PBD) Persatuan Mahasiswa Indramayu (PERMAI-AYU DKI JAKARTA). Pada masa Bhakti 2009-2010 beliau menjabat sebagai anggota Kajian Penelitian Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Komisariat Fakultas Ushuluddin dan


(6)

Perguruan Tinggi Umum (PMII KOMFUSPERTUM). Pada 2012-2013 beliau menjabat sebagai Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Ciputat (PC. PMII Ciputat) yakni anggota Bidang II Depatemen Politik Mahasiswa (POLMAS). Sedari 2012 sampai sekarang dan seterusnya (sampai

ganja legal) beliau mengabdikan diri sebagai relawan (Valunteer) di Lingkar

Ganja Nusantara (LGN) demi sebuah misi kemanusiaan (Habl Min Al-Nas) dan

kelestarian alam (Hab Min Al- Alam) berbingkis sebuah ittikad Demi Kebaikan


Dokumen yang terkait

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Metode Role Playing Pada Pembelajaran IPS Kelas V MI Al-Falah Jakarta Timur

0 7 119

Pengaruh metode role playing terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep gerak pada tumbuhan : kuasi eksperimen di smp muhammadiyah 4 tangerang

2 22 73

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya melalui metode Role Playing di SD NU Wanasari Indramayu

1 53 173

PENERAPAN METODE MIND MAPPING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS POKOK BAHASAN KERAGAMAN SOSIAL Penerapan Metode Mind Mappinguntuk Meningkatkan Hasil Belajar Ips Pokok Bahasan Keragaman Sosial Dan Budaya Berdasarkan Kenampakan Alam Kelas Iv Semester 1

1 1 14

PENGGUNAAN METODE ROLE PLAYING DALAM MATA PELAJARAN IPS UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SD.

0 1 26

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS PADA MATERI KERAGAMAN SUKU DAN BUDAYA INDONESIA DENGAN PENERAPAN METODE Peningkatan Hasil Belajar IPS pada Materi Keragaman Suku dan Budaya Indonesia dengan Penerapan Metode Two Stay-Two Stray Siswa Kelas V SD Negeri 03 Kali

0 2 14

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS III SD NEGERI BANJARAN KOKAP KULON PROGO.

0 1 191

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI MATERI KERAGAMAN SUKU BANGSA DAN BUDAYA DI INDONESIA MELALUI METODE SCRAMBLE PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS V MI MA'ARIF NU ISLAMIYAH LAMONGAN.

1 2 113

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) POKOK BAHASAN KERAGAMAN SUKU BANGSA DAN BUDAYA MELALUI MEDIA FLASH CARD PADA SISWA KELAS IV MI DARUSSALAM BANCAK, KEC.BANCAK, KAB.SEMARANG TAHUN 20142015 SKRIPSI

0 1 129

1 PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS POKOK BAHASAN KEGIATAN EKONOMI MELALUI METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS IV SDN KEPATIHAN KECAMATAN PONOROGO KABUPATEN PONOROGO TAHUN PELAJARAN 20162017

0 0 84