Bab 17 Akuntansi Persediaan
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017
MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN
AKUNTANSI
BAB XVII
AKUNTANSI PERSEDIAAN
Drs. Heri Yanto, MBA, PhD
Niswah Baroroh, SE, M.Si
Kuat Waluyo Jati, SE, M.Si
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2017
(2)
1
BAB XVII
AKUNTANSI PERSEDIAAN
A. PENGERTIAN PERSEDIAAN DAN CARA PENCATATAN
Persediaan merupakan barang yang diperoleh untuk dijual kembali atau bahan untk diolah menjadi barang jadi atau barang jadi yang akan dijual atau barang yang akan digunakan. Persediaan ini dapat dicatat dengan dua sistem yaitu: Sistem Periodik dan
Sistem Perpetual. Dalam Metode Perpetual, pada waktu membeli barang dibuat jurnal yang men-debet akun Persediaan Barang Dagangan dan meng-kredit akun Hutang atau Kas. Pada waktu menjual barang dibuat jurnal yang mendebet akun Harga Pokok Penjualan dan mengkredit akun Persediaan sehingga akun Persediaan akan menunjukkan harga pokok dari persediaan yang ada di gudang.
Jika menggunakan Sistem Periodik, jika ada penjualan barang tidak dibuat jurnal untuk harga pokok dari barang yang dijual di bagian akuntansi. Pada akhir tahun, persediaan yang ada di gudang penyimpanan dihitung jumlah kuantitasnya dan ditentukan nilai/harga belinya. Untuk menentukan persediaan yang dipakai/dijual, persediaan yang pernah ada (persediaan awal ditambah pembelian selama satu periode) dikurangi dengan persediaan akhir periode. Kemudian dibuat dua ayat jurnal penyesuaian. Jurnal yang pertama mendebet akun Ikhtisar Laba Rugi dan mengkredit akun Persediaan sejumlah persediaan awal. Jurnal yang kedua didasarkan atas hasil inventarisasi fisik barang pada akhir tahun. Jurnalnya mendebet akun Persediaan Barang Dagangan dan mengkredit akun Ikhtisar Laba Rugi. Ayat jurnal ini dibuat sekaligus dalam satu periode. Berikut ini adalah ilustrasi jurnal untuk sistem perpetual dan sistem periodic, namun belum mencakup seluruh transaksi berkaitan dengan persediaan, seperti pembayaran ongkos angkut, penerimaan dan pemberian diskon.
Kompetensi Inti Guru (KI)
Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran akuntansi keuangan
Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD)
Menerapkan proses pencatatan persediaan
Indikator
Membuat jurnal pencatatan persediaan secara periodik dan perpetual
(3)
2
Transaksi Sistem Periodek Sistem Perpetual
1 Membeli barang dagangan secara kredit Rp 10.000
Pembelian Hutang 10.000 10.000 Persediaan Hutang 10.000 10.000 2 Retur pembelian Rp 500 Hutang
Retur Pembelian 500 500 Hutang Persediaan 500 500 3 Terdapat barang yang dijual.
Harga jual Rp 4.000 dan harga pokok barang Rp 1.500
Piutang/Kas Penjualan 4.000 4.000 Piutang/Kas Penjualan HPP Persediaan 4.000 1.500 4.000 1.500 4 Pada akhir tahun Mutlak harus dilakukan inventarisasi fisik karena
tanpa inventarisasi fisik barang, tidak dapat diketahui persediaan yang ada
Tanpa inventarisasi sudah dapat diketahui persediaan, namun inventarisasi perlu dilakukan
Misalkan menurut perhitungan fisik pada akhir tahun saldo persediaan Rp 200 dan pada awal tahun Rp 150.
Ikhtisar L/R Persediaan Persediaan Ikhtisar L/R 150 200 150 200
Jika hasil inventarisasi fisik tidak sama dengan saldo rekening persediaan, perusahaan perlu membuat jurnal, jika sama tidak perlu membuat jurnal.
(4)
A. MENENTUKAN NILAI DARI PERSEDIAAN AKHIR
Jika perusahaan sering membeli barang dan harga beli masing-masing pembelian berbeda, maka perusahaan akan mengalami kesulitan dalam menentukan harga pokok barang yang dipakai/dijual dan harga pokok barang yang masih ada di gudang. Sebagai contoh data persediaan barang dagangan untuk bulan Januari 2006 sebagai berikut:
Januari 1 Persediaan 200 unit @ Rp10 = Rp 2.000 12 Pembelian 400 unit @ Rp12 = Rp 4.800 26 Pembelian 300 unit @ Rp11 = Rp 3.300 30 Pembelian 100 unit @ Rp13 = Rp 1.300
Setelah dilakukan inventarisasi fisik, jumlah pesediaan per 31 Januari 2006 adalah 300 unit. Tentukan:
a. Persediaan per 31 Januari 2006.
b. Harga pokok persediaan yang dijual dalam bulan Januari 2006.
Barang yang tersedian untuk dijual selama bulan Januari adalah 200 + 400 + 300 + 100 = 1.000 unit, maka barang yang dijual adalah 1.000 – 300 = 700 unit. Karena harga belinya berbeda-beda, maka perlu asumsi arus barang yang akan digunakan sebagai dasar
penentuan harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir sebagai berikut:
a. FIFO (First In First Out), barang yang masuk terlebih dahulu dianggap yang pertama kali dijual/keluar sehingga persediaan akhir akan berasal dari pembelian yang termuda/terakhir.
b. Everage, pengeluaran barang secara acak dan harga pokok barang yang sudah digunakan
maupun yang masih ada ditentukan dengan cara dicari rata-ratanya.
Penerapan asumsi ini berlaku baik dalam sistem periodik maupun dalam sistem perpetual.
a. Jika perusahaan menggunakan Sisem Periodik
1) FIFO
Dengan metode ini jumlah barang yang digunakan sebanyak 700 unit diasumsikan berasal dari barang yang pertama kali dibeli, yaitu:
(5)
200 unit @ Rp 10 = Rp 2.000 400 unit @ Rp 12 = Rp 4.800 100 unit @ Rp 11 = Rp 1.100 Harga pokok penjualan Rp 7.900
Selanjutnya persediaan yang 300 unit dianggap dari pembelian tanggal 26 dan 30 Januari 2006 dengan rincian sebagai berikut: 200 unit @ Rp 11 = Rp 2.200 100 unit @ Rp 13 = Rp 1.300 Persediaan akhir Rp 3.500
2) Metode Rata-rata
Untuk menghitung persediaan akhir dan harga pokok penjualan perlu dibuat perhitungan sebagai berikut:
Tanggal Keterangan Unit Harga per Unit Jumlah
Jan 1 Persediaan 200 Rp 10 Rp 2.000 12 Pembelian 400 Rp 12 Rp 4.800 26 Pembelian 300 Rp 11 Rp 3.300 30 Pembelian 100 Rp 13 Rp 1.300 Jumlah 1,000 Rp 11.400
Rata-rata = Rp11.400 : 1.000 Rp 11,4 Harga Pokok Penjualan = 700 x Rp. 11,4 = Rp. 7.980,-
Persediaan akhir = 300 x Rp11,4 = 3.240
b. Jika perusahaan menggunakan Sistem Perpetual
Jika perusahaan menggunakan sistem perpetual, penentuan harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir dilakukan setiap perusahaan menjual barang. Untuk mempermudah pekerjaan menentukan harga pokok ini digunakan suatu kartu yang lazim disebut Kartu Persediaan. Satu jenis barang disediakan satu Kartu. Dengan demikian sistem ini baru cocok untuk persediaan yang nilainya tinggi.
(6)
Tanggal Keterangan Unit Harga Beli per Unit
Jan. 1 Persediaan 200 Rp 10 12 Pembelian 400 Rp 12 17 Dijual 300
26 Pembelian 300 Rp 11 27 Dijual 200
28 Dijual 300
30 Pembelian 100 Rp 13
1) FIFO
Tgl Ket Dibeli Dipakai Persediaan
Unit Cost Jumlah Unit Cost Jumlah Unit Cost Jumlah
Jan 1 Persediaan 200 10 2.000
12 Pembelian 400 12 4.800 200
400 10
12
2.000
4.800
17 Dijual 200
100 10
12
2.000
1.200
300 12 3.600
26 Pembelian 300 11 3.300 300
300 12
11
3.600
3.300
27 Dijual 200 12 2.400 100
300 12
11
1.200
3.300
28 Dijual 100
200 12
11
1.200
2.200
100 11 1.100
30 Pembelian 100 13 1.300 100
100 11
13
1.100
(7)
2) Metode rata-rata
Tgl Ket Dibeli Dipakai Persediaan Unit Cost Jumla
h
Uni t
Cost Jumlah Unit Cost Jumlah
Jan 1 Persediaan 200 10 2.000 12 Pembelian 400 12 4.800 600 11,33 6800 17 Dijual 300 11,33 3.399 300 11,33 3.401 26 Pembelian 300 11 3.300 600 11,17 6.701 27 Dijual 200 11,17 2.234 400 11,17 4.467 28 Dijual 300 11,17 3.351 100 11,17 1.116 30 Pembelian 100 13 1.300 200 12,08 2.416
B. MENAKSIR NILAI PERSEDIAAN
Kadangkala situasi tidak memungkinkan dilakukan penghitungan fisik atau sistem perpetual sangat mahal untuk diterapkan. Suatu supermarket dengan beribu macam jenis persediaan mungkin akan terganggu operasionalnya jika setiap bulan harus melakukan penghitungan fisik persediaan dalam rangka menyusun laporan keuangan bulanan. Perusahaan asuransi dalam menentukan besarnya kerugian atas persediaan yang terbakar tidak mungkin menghitung secara fisik barang yang terbakar karena barangnya sudah rusak bahkan habis. Keadaan di atas mendorong dilakukan penaksiran cost dari persediaan. Terdapat dua metode yang sering digunakan yaitu metode harga eceran dan metode laba kotor.
1. Metode Harga Eceran
Cost persediaan ditentukan dengan mengkonversi persediaan menurut harga eceran menjadi cost dengan mengggunakan prosentase cost terhadap harga eceran.
Contoh:
Harga Pokok (Cost) Harga Eceran Persediaan 1 Januari 2005 Rp 60.000 Rp 100.000
(8)
Pembelian Januari 2005 Rp 540.000 Rp 900.000 Barang tersedia untuk dijual Rp 600.000 Rp 1.000.000 % Cost thd Harga Eceran= (600.000 : 1.000.000) x 100% = 60% Penjualan Rp 700.000 Persediaan akhir Rp 300.000 Nilai cost persediaan akhir = 60% x Rp 300.000 = Rp 180.000
2. Metode Laba Kotor
Persediaan akhir ditentukan dengan cara persediaan awal ditambah dengan pembelian selama satu periode kemudian dikurangi dengan harga pokok barang yang dijual pada periode yang bersangkutan. Untuk menentukan harga pokok penjualan, penjualan yang telah dicatat dalam rekening penjualan dikurangi dengan laba kotornya. Umumnya laba kotor ini sudah diketahui %-nya. Jika belum diketahui, % laba kotornya digunakan % laba kotor tahun-tahun sebelumnya. Misalkan persediaan awal tahun 2005 Rp 100.000 pembelian selama bulan Januari Rp 1.200.000 dan penjualan selam bulan Januari menurut rekening buku besar Rp 90.000 dan laba kotor 20% dari harga jual, maka persediaan akhir dapat dihitung sebagai berikut:
Persediaan 1 Januari 2005 Rp 100.000 Pembelian Januari 2005 Rp 1.200.000 Barang tersedia untuk dijual Rp 1.300.000
Penjualan Rp 900.000 Laba Kotor (20% x Rp 900.000) Rp 180.000 Harga pokok barang yang dijual Rp 720.000 Persediaan akhir Rp 580.000
C. MENYAJIKAN NILAI PERSEDIAAN DI NERACA
Nilai yang disajikan di neraca dapat saja nilai costnya seperti yang telah ditentukan dengan berbagai asumsi arus barang. Nilai yang disajikan di neraca dapat juga nilai pasarnya. Atau dapat juga dipilih yang terendah antara cost dengan harga pasarnya. Biasanya nilai yang disajikan di neraca adalah nilai yang terendah antara cost dengan
(9)
harga pasarnya (LCOM). Nilai terendah antara harga pokok dan harga pasar adalah persediaan dinilai pada nilai terendah antara harga pokok dan harga pasar, dengan harga pasar dibatasi hingga jumlah yang tidak melebihi nilai realisasi bersih atau lebih rendah dari nilai realisasi bersih dikurangi marjin laba normal.
Tahapan penentuan nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca :
1. Bandingkan antara harga pokok persediaan dengan harga pasar, pilih yang lebih rendah.
2. Jumlah yang lebih rendah selanjutnya dibandingkan dengan batas atas dan batas bawah. Jika jumlah yang lebih rendah masih berada diantara batas atas dan batas bawah maka jumah yg lebih rendah ini yang dicantumkan dalam neraca.
Berikut adalah informasi yang berkaitan dengan persediaan Regner Foods Comp. : By penjualan per unit = Rp. 400,-
Laba normal per unit = Rp. 300,-
Harga Jual Harga Pokok Nilai realisasi bersih Nilai realisasi bersih yg lebih rendah Batas bawah Batas atas HP pengganti
Rp. 1.500,- Rp. 1.500,- Rp. 1.500,- Rp. 1.350,- Rp. 1.350,- Rp. 1.350,- Rp. 1.050,- Rp. 1.050,- Rp. 1.050,- Rp. 1.050,- Rp. 1.050,- Rp. 1.050,- Rp. 800,- Rp. 800,- Rp. 800,- Rp. 650,- Rp. 650,- Rp. 650,- Rp. 1.100,- Rp. 1.100,- Rp. 1.100,- Rp. 950,- Rp. 950,- Rp. 950,-
Rp. 1.200,- Rp. 950,- Rp. 750,- Rp. 1.000,- Rp. 850,- Rp. 600,-
Rp. 1.050,- Rp. 950,- Rp. 800,- Rp. 950,- Rp. 850,- Rp. 650,- Batas atas = HJ – By Penjualan = Rp. 1.500 – Rp. 400 = Rp. 1.100
Batas bawah = Batas atas – laba normal = Rp. 1.100 – Rp. 300 = Rp. 800
• Batas atas (ceiling) adalah nilai realisasi bersih persediaan. Nilai realisasi bersih = Harga Jual – Biaya Penjualan
• Batas bawah (floor) adalah nilai realisasi bersih dikurangi marjin laba normal. Batas bawah = Nilai realisasi bersih – marjin laba normal
(10)
D. PENCATATAN METODE LCM
Ada 3 prosedur yang dapat digunakan untuk mencatat LCM, yaitu :
1. Metode pengurangan persediaan langsung, di mana kerugian penurunan harga persediaan tidak dilaporkan.
2. Metode pengurangan persediaan langsung, di mana hanya kerugian penurunan harga persediaan akhir yang dilaporkan tersendiri.
3. Metode cadangan persediaan, di mana kerugian penurunan harga persediaan awal dan akhir dilaporkan tersendiri.
Contoh :
Berikut adalah data persediaan Regner Foods :
Harga Pokok Harga Pokok atau Nilai Realisasi bersih yg lebih
rendah
Selisih / Rugi
1 Jan 05 31 Des 05 31 Des 06
300.000 320.000 240.000
300.000 280.000 224.000
- 40.000 16.000
1. Metode Pengurangan Persediaan Langsung - Kerugian Tidak Disendirikan
Dalam cara ini HPP, persediaan awal dan akhir dicatat dengan jumlah harga pokok atau nilai realisasi bersih, yang lebih rendah.
Metode Fisik :
Tahun 2005 :
HPP Rp. 300.000,-
Pers barang Rp. 300.000,- Pers barang Rp. 280.000,-
(11)
Tahun 2006 :
HPP Rp. 280.000,-
Pers. Barang Rp. 280.000,-
(menutup persediaan awal)
Pers. Barang Rp. 224.000,-
HPP Rp. 224.000,-
(mencatat persediaan akhir)
Metode Perpetual :
Tahun 2005 :
HPP Rp. 40.000,-
Pers. Barang Rp. 40.000,-
Tahun 2006 :
HPP Rp. 16.000,-
Pers. Barang Rp. 16.000,-
(mengurangi nilai pers akhir agar menjadi harga pokok atau nilai realisasi bersih yg lebih rendah)
2. Metode Pengurangan Persediaan Langsung - Kerugian Penurunan Harga Pers Akhir Disendirikan
Dalam cara ini persediaan awal dan akhir dicatat dengan harga pokok atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah. Laba/rugi dikredit dengan persediaan akhir sebesar harga pokoknya, selisih merupakan kerugian penurunan harga persediaan yang dicatat tersendiri
Metode Fisik
Tahun 2005 :
HPP Rp. 300.000,-
(12)
Pers. Barang Rp. 280.000,- Rugi Penurunan Hrg Pers Rp. 40.000,-
HPP Rp. 320.000,-
Tahun 2006 :
HPP Rp. 280.000,-
Pers. Barang Rp. 280.000,- Pers. Barang Rp. 224.000,-
Rugi Penurunan Hrg Pers Rp. 16.000,-
HPP Rp. 240.000,-
Metode Perpetual
Tahun 2005 :
Rugi Penurunan Hrg Pers Rp. 40.000,-
Pers. Barang Rp. 40.000,-
Tahun 2006 :
Rugi Penurunan Hrg Pers Rp. 16.000,-
Pers. Barang Rp. 16.000,-
3. Metode Cadangan Persediaan - Kerugian Penurunan Harga Pers Awal dan Akhir Disendirikan
Dalam cara ini HPP, persediaan awal dan akhir dicatat dengan harga pokok. Apabila nilai realisasi bersih lebih rendah, maka kerugian penurunan persediaan barang awal periode dicatat tersendiri dan dikreditkan ke rekening cadangan.
Metode Fisik
Tahun 2005 :
HPP Rp. 300.000,-
Pers. Barang Rp. 300.000,- Pers. Barang Rp. 320.000,-
(13)
Rugi Penurunan Hrg Pers Rp. 40.000,-
HPP Rp. 320.000,- Cad. Penurunan Hrg Pers Rp. 40.000,-
Tahun 2006 :
HPP Rp. 320.000,-
Pers. Barang Rp. 320.000,-
Pers. Barang Rp. 240.000,- Cad Penurunan Hrg Pers Rp. 24.000,-
HPP Rp. 240.000,- Laba dr pengurangan cad penurunan hrg pers Rp. 24.000,-
Metode Perpetual
Tahun 2005 :
Rugi Penurunan Hrg Pers Rp. 40.000,-
Cad penurunan Hrg Pers Rp. 40.000,-
Tahun 2006 :
Cad Penurunan Hrg Pers Rp. 24.000,-
(1)
Pembelian Januari 2005 Rp 540.000 Rp 900.000 Barang tersedia untuk dijual Rp 600.000 Rp 1.000.000 % Cost thd Harga Eceran= (600.000 : 1.000.000) x 100% = 60%
Penjualan Rp 700.000
Persediaan akhir Rp 300.000
Nilai cost persediaan akhir = 60% x Rp 300.000 = Rp 180.000
2. Metode Laba Kotor
Persediaan akhir ditentukan dengan cara persediaan awal ditambah dengan pembelian selama satu periode kemudian dikurangi dengan harga pokok barang yang dijual pada periode yang bersangkutan. Untuk menentukan harga pokok penjualan, penjualan yang telah dicatat dalam rekening penjualan dikurangi dengan laba kotornya. Umumnya laba kotor ini sudah diketahui %-nya. Jika belum diketahui, % laba kotornya digunakan % laba kotor tahun-tahun sebelumnya. Misalkan persediaan awal tahun 2005 Rp 100.000 pembelian selama bulan Januari Rp 1.200.000 dan penjualan selam bulan Januari menurut rekening buku besar Rp 90.000 dan laba kotor 20% dari harga jual, maka persediaan akhir dapat dihitung sebagai berikut:
Persediaan 1 Januari 2005 Rp 100.000
Pembelian Januari 2005 Rp 1.200.000
Barang tersedia untuk dijual Rp 1.300.000
Penjualan Rp 900.000
Laba Kotor (20% x Rp 900.000) Rp 180.000 Harga pokok barang yang dijual Rp 720.000
Persediaan akhir Rp 580.000
C. MENYAJIKAN NILAI PERSEDIAAN DI NERACA
Nilai yang disajikan di neraca dapat saja nilai costnya seperti yang telah ditentukan dengan berbagai asumsi arus barang. Nilai yang disajikan di neraca dapat juga nilai pasarnya. Atau dapat juga dipilih yang terendah antara cost dengan harga pasarnya. Biasanya nilai yang disajikan di neraca adalah nilai yang terendah antara cost dengan
(2)
harga pasarnya (LCOM). Nilai terendah antara harga pokok dan harga pasar adalah persediaan dinilai pada nilai terendah antara harga pokok dan harga pasar, dengan harga pasar dibatasi hingga jumlah yang tidak melebihi nilai realisasi bersih atau lebih rendah dari nilai realisasi bersih dikurangi marjin laba normal.
Tahapan penentuan nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca :
1. Bandingkan antara harga pokok persediaan dengan harga pasar, pilih yang lebih rendah.
2. Jumlah yang lebih rendah selanjutnya dibandingkan dengan batas atas dan batas bawah. Jika jumlah yang lebih rendah masih berada diantara batas atas dan batas bawah maka jumah yg lebih rendah ini yang dicantumkan dalam neraca.
Berikut adalah informasi yang berkaitan dengan persediaan Regner Foods Comp. : By penjualan per unit = Rp. 400,-
Laba normal per unit = Rp. 300,-
Harga Jual Harga Pokok Nilai realisasi bersih Nilai realisasi bersih yg lebih rendah Batas bawah Batas atas HP pengganti
Rp. 1.500,- Rp. 1.500,- Rp. 1.500,- Rp. 1.350,- Rp. 1.350,- Rp. 1.350,- Rp. 1.050,- Rp. 1.050,- Rp. 1.050,- Rp. 1.050,- Rp. 1.050,- Rp. 1.050,- Rp. 800,- Rp. 800,- Rp. 800,- Rp. 650,- Rp. 650,- Rp. 650,- Rp. 1.100,- Rp. 1.100,- Rp. 1.100,- Rp. 950,- Rp. 950,- Rp. 950,-
Rp. 1.200,- Rp. 950,- Rp. 750,- Rp. 1.000,- Rp. 850,- Rp. 600,-
Rp. 1.050,- Rp. 950,- Rp. 800,- Rp. 950,- Rp. 850,- Rp. 650,- Batas atas = HJ – By Penjualan = Rp. 1.500 – Rp. 400 = Rp. 1.100
Batas bawah = Batas atas – laba normal = Rp. 1.100 – Rp. 300 = Rp. 800 • Batas atas (ceiling) adalah nilai realisasi bersih persediaan.
Nilai realisasi bersih = Harga Jual – Biaya Penjualan
• Batas bawah (floor) adalah nilai realisasi bersih dikurangi marjin laba normal. Batas bawah = Nilai realisasi bersih – marjin laba normal
(3)
D. PENCATATAN METODE LCM
Ada 3 prosedur yang dapat digunakan untuk mencatat LCM, yaitu :
1. Metode pengurangan persediaan langsung, di mana kerugian penurunan harga persediaan tidak dilaporkan.
2. Metode pengurangan persediaan langsung, di mana hanya kerugian penurunan harga persediaan akhir yang dilaporkan tersendiri.
3. Metode cadangan persediaan, di mana kerugian penurunan harga persediaan awal dan akhir dilaporkan tersendiri.
Contoh :
Berikut adalah data persediaan Regner Foods :
Harga Pokok Harga Pokok atau Nilai Realisasi bersih yg lebih
rendah
Selisih / Rugi
1 Jan 05 31 Des 05 31 Des 06
300.000 320.000 240.000
300.000 280.000 224.000
- 40.000 16.000
1. Metode Pengurangan Persediaan Langsung - Kerugian Tidak Disendirikan
Dalam cara ini HPP, persediaan awal dan akhir dicatat dengan jumlah harga pokok atau nilai realisasi bersih, yang lebih rendah.
Metode Fisik : Tahun 2005 :
HPP Rp. 300.000,-
Pers barang Rp. 300.000,- Pers barang Rp. 280.000,-
(4)
Tahun 2006 :
HPP Rp. 280.000,-
Pers. Barang Rp. 280.000,- (menutup persediaan awal)
Pers. Barang Rp. 224.000,-
HPP Rp. 224.000,-
(mencatat persediaan akhir)
Metode Perpetual : Tahun 2005 :
HPP Rp. 40.000,-
Pers. Barang Rp. 40.000,- Tahun 2006 :
HPP Rp. 16.000,-
Pers. Barang Rp. 16.000,-
(mengurangi nilai pers akhir agar menjadi harga pokok atau nilai realisasi bersih yg lebih rendah)
2. Metode Pengurangan Persediaan Langsung - Kerugian Penurunan Harga Pers Akhir Disendirikan
Dalam cara ini persediaan awal dan akhir dicatat dengan harga pokok atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah. Laba/rugi dikredit dengan persediaan akhir sebesar harga pokoknya, selisih merupakan kerugian penurunan harga persediaan yang dicatat tersendiri
Metode Fisik Tahun 2005 :
HPP Rp. 300.000,-
(5)
Pers. Barang Rp. 280.000,- Rugi Penurunan Hrg Pers Rp. 40.000,-
HPP Rp. 320.000,-
Tahun 2006 :
HPP Rp. 280.000,-
Pers. Barang Rp. 280.000,-
Pers. Barang Rp. 224.000,- Rugi Penurunan Hrg Pers Rp. 16.000,-
HPP Rp. 240.000,-
Metode Perpetual Tahun 2005 :
Rugi Penurunan Hrg Pers Rp. 40.000,-
Pers. Barang Rp. 40.000,-
Tahun 2006 :
Rugi Penurunan Hrg Pers Rp. 16.000,-
Pers. Barang Rp. 16.000,-
3. Metode Cadangan Persediaan - Kerugian Penurunan Harga Pers Awal dan Akhir Disendirikan
Dalam cara ini HPP, persediaan awal dan akhir dicatat dengan harga pokok. Apabila nilai realisasi bersih lebih rendah, maka kerugian penurunan persediaan barang awal periode dicatat tersendiri dan dikreditkan ke rekening cadangan.
Metode Fisik Tahun 2005 :
HPP Rp. 300.000,-
Pers. Barang Rp. 300.000,-
(6)
Rugi Penurunan Hrg Pers Rp. 40.000,-
HPP Rp. 320.000,-
Cad. Penurunan Hrg Pers Rp. 40.000,-
Tahun 2006 :
HPP Rp. 320.000,-
Pers. Barang Rp. 320.000,-
Pers. Barang Rp. 240.000,-
Cad Penurunan Hrg Pers Rp. 24.000,-
HPP Rp. 240.000,-
Laba dr pengurangan cad penurunan hrg pers Rp. 24.000,-
Metode Perpetual Tahun 2005 :
Rugi Penurunan Hrg Pers Rp. 40.000,-
Cad penurunan Hrg Pers Rp. 40.000,-
Tahun 2006 :
Cad Penurunan Hrg Pers Rp. 24.000,-