Manajemen program literasi dalam praktik pembudayaan membaca di MTs. Nurul Huda Sedati Sidoarjo.

(1)

MANAJEMEN PROGRAM LITERASI DALAM PRAKTIK PEMBUDAYAAN MEMBACA DI MTs. NURUL HUDA SEDATI SIDOARJO

SKRIPSI

Oleh:

DIANNATUL AIMMAH D03213009

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

S U R A B A Y A 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Diannatul Aimmah (D03213009), 2017, Manajemen Program Literasi dalam Praktik Pembudayaan Membaca di MTs. Nurul Huda Sedati, Sidoarjo. Dosen Pembimbing

Dra.Mukhlishah AM, M.Pd. dan Hj. Ni’matus Sholihah, M.Ag.

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang rumusan masalah Bagaimana manajemen program literasi di MTs. Nurul Huda Sedati, Sidoarjo? melalui 4 aspek manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian diskriptif. Penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam. Data yang dianalisis dalam penelitian ini berupa narasi transkrip yang dihasilkan melalui wawancara dan dokumentasi melalui 3 tahap analisis yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan dalam program literasi dilakukan oleh penyelenggara adalah menentukan tujuan, membuat rencana jangka pendek yaitu dalam kurun waktu 1 tahun dan rencana jangka panjang sebagai tujuan utama dari program literasi dipergunakan agar efektif dan efisien. Pengorganisasian dalam program literasi ini menetapkan struktur organisasi, merumuskan tugas serta menetapkan standar operasional prosedur serta menunjukkan garis kewenangan dan tanggung jawab sesuai dengan posisi. Pelaksanaan program literasi yaitu melaksanakan kegiatan-kegiatan pada tahapan pembudayaan membaca yaitu tahap pembiasaan yang berisi cara madrasah membiasakan warga madrasah untuk membaca dan membangun lingkungan yang literat. Pelaksanaan tahap pengembangan yaitu dengan mengembangankan pembudayaan membaca melalui menulis ringkasan isi buku pada buku diary membaca. Dan tahap terakhir yaitu pembelajaran yaitu memberikan sumbangsi pada pembelajaran yang menggunakan kurikulum 2013. Proses evaluasi dilakukan untuk memastikan seluruh kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan dan dilaksanakan berjalan sesuai dengan harapan dan tujuan program dengan mendayagunakan wali kelas untuk evaluator minat baca peserta didik.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Konseptual ... 9

F. Penelitian Terdahulu ... 12


(8)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Manajemen Program Literasi ... 17

1. Manajemen ... 17

2. Program Literasi ... 27

B. Pembudayaan Membaca ... 34

1. Tahap Pembiasaan ... 34

2. Tahap Pengembangan ... 39

3. Tahap Pembelajaran... 49

BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 52

B. Sumber Data dan Informan Penelitian ... 54

C. Cara Pengumpulan Data ... 56

D. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data ... 60

E. Keabsahan Data ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek ... 63

B. Hasil Penelitian ... 68

1. Deskripsi Hasil Temuan ... 68

a. Perencanaan Program Literasi ... 69

b. Pengorganisasian Program Literasi ... 75

c. Pelaksanaan Program Literasi ... 80


(9)

2. Analisis Temuan Penelitian ... 85

a. Perencanaan Program Literasi ... 85

b. Pengorganisasian Program Literasi ... 87

c. Pelaksanaan Program Literasi ... 89

d. Evaluasi Program Literasi ... 93

BAB IV PENUTUP A. Simpulan ... 95

B. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... xvi LAMPIRAN


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Madrasah Tsanawiyah Nurul Huda adalah salah satu sekolah yang berada di naungan Yayasan Nurul Huda. Madrasah ini terletak di desa Kalanganyar Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo. Selain itu Madrasah ini bermitra dengan USAID (United States Agency for International Development). Madrasah ini

telah menerapkan budaya literasi yang di kenal dengan nama “Gemar Membaca”

sejak tahun 2010. Terhitung sudah 6 tahun program ini dijalankan. Budaya ini dibangun agar peserta didik mempunyai sikap senang membaca dan menulis. Pembiasaan membaca dan menulis ini sudah dipersiapkan sarana dan prasarananya oleh Madrasah. Buku yang harus dibaca sudah tersedia di lemari kelas masing-masing. Setiap peserta didik memiliki satu buku khusus “Gemar

Membaca”. Keberhasilan Budaya ini adalah pada bulan Agustus 2016

mendapatkan juara 2 Program Literasi Terbaik versi USAID di Sidoarjo.

Ibu Naily Iktafa Ni’am menyatakan bahwa rencana membudayakan program literasi di madrasah ini dengan tujuan untuk meningkatkan minat baca bagi peserta didik.1 Dengan memilih koordinator program dari guru Bahasa Indonesia dan dibantu oleh petugas perpustakaan. Pelaksanaan program ini

1

Wawancara pada hari Senin, 21 Nopember 2016. Di Mts Nurul Huda Sedati, Sidoarjo. Pukul 10.00 WIB


(11)

2

diawali dengan membuat sudut baca di kelas masing-masing yaitu dengan memberi buku bacaan serta al-Qur’an sejumlah anak yang ada di kelas. Kegiatan membaca ini diprogramkan 1 jam pelajaran setiap hari setelah jam istirahat. Untuk guru yang menjaga adalah guru mata pelajaran pada jam selanjutnya. Kemudian setiap peserta didik diberikan buku diary untuk menulis apa saja yang telah dibaca setiap harinya. Ketika sudah selesai membaca satu buah buku, peserta didik diperkenankan untuk bertukar buku dengan peserta didik lainnya. Program literasi ini sangat berkaitan erat dengan manajemen madrasah dalam melaksanakan sebuah program. Program untuk meningkatkan kualitas peserta didik dalam menjawab tantangan zaman.

Manajemen adalah ilmu yang keberadaannya sangat penting karena ilmu manajemen mempelajari tentang seni mengelola organisasi, seni berhubungan dan bekerja sama dengan orang lain, serta seni memimpin organisasi.2 Mempertimbangkan keberadaan manajemen yang sangat penting maka tidak lepas dari peran fungsi-fungsi manajemen. Fungsi manajemen yang paling penting yang terdiri dari Planning (Perencanaan), Organizing (Pengelolaan),

Actuating (Pelaksanaan) dan Controlling (Pengawasan).

Setiap program dalam dunia pendidikan tidak lepas dari fungsi manajemen dalam pelaksanaannya. Karena suatu program adalah sebuah siklus yang berjalan dan selalu berulang. Sehingga peran manajerial madrasah sangat penting untuk keberhasilan program tersebut. Seorang manajer atau pemimpin

2


(12)

3

hendaknya mampu menjalankan fungsi-fungsi manajemen sebagai mana mestinya agar apat dicapai tujuan secara berdaya guna dan berhasil guna, Artinya seorang manajer hendaknya dapat menjalankan fungsi perencanaan (planning), mampu mengorganisasikan (organizing), mampu menyusun dan mengatur staf, seharusnya memberikan pengarahan kemana arah tujuan organisasinya atau pekerjaannya, pintar melakukan hubungan koordinasi dengan segala pihak yang berkaitan dengan pekerjaannya, mampu menggerakkan orang lainuntuk melaksanakan tugasnya serta dapat melaksanakan pengawasan dan pengendalian. Literasi adalah kemampuan mengakses, memahami dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis dan/atau berbicara.3 Kemampuan berliterasi ini sangat penting bagi peserta didik karena tuntutan keterampilan membaca yang berujung pada kemampuan memahami informasi secara analitis, kritis dan reflektif. Generasi indonesia harus membangun budaya ini karena menjawab tantangan jaman juga mempersiapkan persaingan sumber daya manusia dengan negara lain kelak di masa depan.

Menengok data dari UNESCO tentang indeks minat baca warga Indonesia baru mencapai angka 0,001, yang artinya dalam setiap 1.000 orang hanya 1 orang yang memiliki minat baca. Ketua Forum Pengembangan Budaya Literasi Indonesia, Satria Darma, turut melengkapi data dari hasil penelitian

3

Pratiwi Retnaningdyah, Kisyani Laksono, et al, Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Pertama (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016), 2.


(13)

4

Programme for International Student Assessment (PISA), bahwa di tahun yang

sama budaya literasi masyarakat Indonesia terburuk kedua dari 65 negara di dunia. PISA juga menempatkan Indonesia di urutan ke 57 dari 65 negara yang diteliti terkait kemampuan membaca siswa.4

Melihat pentingnya budaya ini pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang GLS (Gerakan Literasi Sekolah). Kebijakan ini tertuang dalam Permendikbud No. 23 Tahun 2015 untuk menumbuhkan minat baca melalui kegiatan 15 menit setiap hari membaca buku non pelajaran sebelum waktu belajar dimulai.5 Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik. Sehingga melalui gerakan ini diharapkan kemampuan literasi Indonesia akan semakin meningkat dan generasi mudanya akan semakin siap menghadapi persaingan internasional.6

Selain itu, GLS ini digagas dengan tujuan meningkatkan kemampuan literasi melaui kegiatan menanggapi buku pengayaan. Selain itu untuk meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran yaitu menggunakan buku pengayaan dan strategi membaca di semua mata pelajaran.

4Majalah Mimbar, no. 357/Sya’ban-Ramadhan 1437 H/ Juni 2016/ th. XXXI hal 36.

5

Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan,

Buku Saku Gerakan Literasi Sekolah, 3.

6


(14)

5

Dalam agama Islam pun perintah yang diberikan Allah SWT. kepada Nabi Muhammad SAW. adalah أرقا (iqra’) yang artinya bacalah. Iqra’! adalah

sebuah perintah dari AllahSWT. kepada kita untuk membaca, karena arti kata dari iqro' sendiri adalah "bacalah!". Perintah membaca disini bukan hanya membaca pada umumnya yang hanya sekedar membaca sebuah tulisan karena jika perintah tersebut hanya tentang membaca tulisan pasti harus ada kata objek yang menyertainya, tetapi lebih dari itu yang dimaksud iqra’ disini adalah

keharusan kita untuk membaca/memikirkan/merenungkan/mentafakuri apa arti dari kehidupan kita di dunia ini. Sehingga dengan perintah pertama ini manusia khususnya umat islam membiasakan diri dengan kebiasaan membaca.7

Madrasah merupakan media terdepan dan strategis dalam menyebarluaskan nilai-nilai mulia agama Islam kepada masyarakat luas. Barang siapa telah menjadi bagian didalamnya baik sebagai pendidik maupun tenaga pendidiknya, maka harus dan wajib menjadi pengemban tugas mulia ini. Ada pesan singkat dari Ali bin Abi Thalib r.a. terhadap pelajar kaum muslimin, agar benar-benar mengikat ilmu dengan tulisan. Ini adalah pesan untuk berliterasi serta anjuran agar pencari ilmu segera menulis ilmu yang diperolehnya setelah membaca/mendengar. Pesan ini menjadi icon (budaya) literasi bagi umat islam dan bagi institusi madrasah.8

7

Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al Mahalli dan Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar As Syuyuthi, Tafsir Jalalain, (Surabaya: Al Haramain, 2007), .

8Majalah Mimbar, no. 357/Sya’ban


(15)

6

Pesan literasi ini dilanjutkan oleh penerusnya, salah satunya adalah Khalifah al Makmun di Baghdad, Irak, dengan cara membangun perpustakaan dalam setiap pembangunan masjid yang kemudian diberi nama dengan Istana Kebijakan/Bait al Hikmah. Pembangunan perpustakaan ini berlanjut hingga pembangunan Universitas Al Azhar di Kairo dan Universitas Cordova di Spanyol yang sejak dulu sampai sekarang menjadi referensi dan inspirasi pembangunan perpustakaan di universitas-universitas Eropa.9

Dengan adanya kebijakan tersebut lambat laun pengelola lembaga pendidikan mulai membangun budaya literasi karena unsur kepentingan sebagai kompetensi lulusan yang harus dimiliki peserta didik. Begitu pula di Sidoarjo, satu persatu lembaga pendidikan mendeklarasikan budaya literasi di satuan pendidikannya masing-masing. Tak ketinggalan juga Madrasah Tsanawiyah Nurul Huda Sedati, Sidoarjo yang juga melaksanakan budaya literasi sebelum turunnya kebijakan dari pemerintah.

Menurut pengamatan penulis, proses manajemen di Mts Nurul Huda dalam membudayakan membaca sangat sulit dalam kurun waktu yang sangat singkat. Untuk dapat menentukan bagaimana manajemen program literasi tersebut, kepala sekolah harus mempersiapkan kebutuhan apa saja dalam program tersebut baik berupa barang ataupun waktu. Sehingga berhasil mendapatkan juara program literasi terbaik nomer dua di Sidoarjo versi USAID. Dibuktikan dengan praktik pembudayaan membaca setiap hari 1 jam pelajaran

9


(16)

7

setelah istirahat pertama dengan bimbingan guru mata pelajaran masing masing. Serta di evaluasi dengan jurnal membaca di setiap harinya. Dan tak lupa pentingnya penelitian ini yaitu memberikan bekal manajemen program literasi kepada kepala sekolah untuk menerapkan GLS tersebut.

Berangkat dari hal tersebut, maka dengan alasan-alasan tersebut diatas, peneliti ingin mengetahui bagaimana Manajemen Program Literasi dalam Praktik Pembudayaan Membaca di MTs. Nurul Huda Sedati, Sidoarjo yang meliputi perencanaan program, pengorganisasian, pelaksanaan program dan evaluasi. Sehingga berhasil mendapatkan penghargaan juara 2 literasi versi USAID di Sidoarjo. Tentunya hal ini sangat menarik untuk diteliti tentang bagaimana manajemen madrasah/sekolah dalam membudayakan membaca di lembaga pendidikannya masing-masing.

B. Fokus Penelitian

Setiap pelaksanaan penelitian pada dasarnya dimulai dari sesuatu yang dianggap sebagai permasalahan yang perlu dicari jawabannya. Adapun dalam penelitian ini, permasalahan-permasalahan yang dapat diangkat dalam skripsi ini

adalah “ Bagaimana manajemen program literasi di Mts. Nurul Huda Sedati, Sidoarjo?” dengan perinciansebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan program literasi dalam praktik pembudayaan membaca di MTs. Nurul Huda Sedati ?


(17)

8

2. Bagaimana pengorganisasian program literasi dalam praktik pembudayaan membaca di MTs. Nurul Huda Sedati ?

3. Bagaimana pelaksanaan program literasi dalam praktik pembudayaan membaca di MTs. Nurul Huda Sedati ?

4. Bagaimana Evaluasi program literasi dalam praktik pembudayaan membaca di MTs. Nurul Huda Sedati ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perencanaan program literasi dalam praktik pembudayaan membaca di MTs. Nurul Huda Sedati.

2. Untuk mengetahui pengorganisasian program literasi dalam praktik pembudayaan membaca di MTs. Nurul Huda Sedati.

3. Untuk mengetahui pelaksanaan program literasi dalam praktik pembudayaan membaca di MTs. Nurul Huda Sedati.

4. Untuk mengetahui evaluasi program literasi dalam praktik pembudayaan membaca di MTs. Nurul Huda Sedati.

D. Manfaat Penelitian

Setelah penulis menyelesaikan penelitian ilmiah tentang Sekolah Berbasis Literasi (Manajemen Program Literasi di MTs. Nurul Huda Sedati Sidoarjo), manfaat yang diharapkan yaitu:


(18)

9

1. Dari sudut akademik

a. Untuk memberikan sumbangan pemikiran tentang pelaksanaan Manajemen program literasi di sekolah.

b. Sebagai khazanah ilmu pengetahuan,, khususnya tentang Manajemen pendidikan di Indonesia.

2. Dari sudut sosial praktis

a. Bagi Peneliti,Untuk memperluas wawasan tentang strategi pemerintah dalam mengentaskan keterbelakangan budaya literasi bagi bangsa indonesia, dan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Manajemen Pendidikan UIN Sunan Ampel Surabaya.

b. Bagi MTs Nurul Huda Sedati, Sebagai masukan bagi pengelola sekolah agar mengoptimalkan budaya baca di satuan pendidikannya semakin baik dan terorganisir.

c. Bagi UIN Sunan Ampel Surabaya, untuk menambah koleksi hasil-hasil penelitian, khususnya yang menyangkut manejemen program budaya baca di sekolah.

E. Definisi Konseptual

Kerlinger menyatakan definisi operasional adalah difinisi yang dapat diukur, karena dalam penelitian harus diketahui terjemahan istilah atau konsep yang jelas, guna mempermudah pembahasan penulis menegakan


(19)

10

istilah-istilah yang merupakan istilah kunci dalam judul ini. Hal ini dilakukan agar dapat menghilangkan penafsiran-penafsiran yang memungkinkan timbulnya persoalan yang tidak diharapkan. Adapun judul skripsi ini adalah Manajemen Program Literasi dalam Praktik Pembudayaan Membaca di MTs. Nurul Huda Sedati Sidoarjo.

Istilah kunci penting yang perlu didefinisikan sebagai berikut:

1. Manajemen Program Literasi terdiri dari 2 kata yaitu manejemen dan program literasi.

Manajemen merupakan suatu proses yang khas, yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan, dan pengendalian yang dialakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan dengan memanfaatkan sumberdaya manusia dan sember daya lainnya.10

Program Literasi adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara.11

Sehingga Manajemen Program Literasi adalah proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan, dan pengendalian yang dilakukan untuk memperoleh kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu dengan cerdas.

10

Hikmat, Manajemen Pendidikan, 7.

11

Mike Baynham, Literacy Practices:Investigating Literacy in Social Contexts.(London: Longman, 1995),


(20)

11

2. Pembudayaan membaca ini bersumber pada Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Dalam panduan Gerakan Literasi Sekolah oleh Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah menentukan tahap-tahap GLS sebagai berikut:12

a. Tahap Pembiasaan

Kegiatan literasi di tahap pembiasaan meliputi dua jenis kegiatan membaca untuk kesenangan, yakni membaca dalam hati dan membacakan nyaring oleh guru.

b. Tahap Pengembangan

Dalam tahap pengembangan, peserta didik didorong untuk menunjukkan keterlibatan pikiran dan emosinya dengan proses membaca melalui kegiatan produktif secara lisan maupun tulisan. Perlu dipahami bahwa kegiatan produktif ini tidak dinilai secara akademik.

c. Tahap Pembelajaran

Kegiatan pada tahap ini dilakukan untuk mendukung pelaksanaan Kurikulum 2013 yang mensyaratkan peserta didik membaca buku nonteks pelajaran.

12

Pratiwi Retnaningdyah, Kisyani Laksono, et al, Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Pertama, 7.


(21)

12

Sehingga pembudayaan membaca di sekolah terdiri dari tiga tahap yaitu: tahap pembiasaan, tahap pengembangan dan tahap pembelajaran.

F. Penelitian Terdahulu

Sri Hayati, telah melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Peranan Guru terhadap Peningkatan Minat Baca Siswa SMP 3 Bantul”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan di SMP Negeri 3 Bantul, untuk mengetahui kondisi minat baca, untuk mengetahui pengaruh peranan guru terhadap peningkatan minat baca di SMP Negeri 3 Bantul. Dengan hasil penelitian semakin besar peranan guru maka minat baca siswa juga akan semakin tinggi.13

Kania Rianthi, telah melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan Minat Baca Anak melalui Mendongeng: Studi Kasus di Perpustakaan Pustaka

Kelana Rawamangun”. Pada penelitian tersebut Kegiatan yang dilakukan Perpustakaan Kelana untuk meningkatkan minat baca anak melalui kegiatan mendongeng di perpustakaan. Berdasarkan hasil penelitian, anak yang gemar mendengarkan mendongeng memiliki minat membaca yang cukup baik.14

Lulut Widyaningrum, telah melakukan penelitan dengan judul

“Membudayakan Literasi Berbasis Manajemen Sekolah (Aplikasi, Tantangan

13

Skripsi, Sri Hayati, Pengaruh Peranan Guru terhadap Peningkatan Minat Baca Siswa SMP Negeri 3 Bantul, (Yogyakarta, UIN Sunan Kaljaga, 2013).

14

Skripsi, KaniaRianthi, Peningkatan Minat Baca Anak melalui Mendongeng: Studi Kasus di Perpustakaan Pustaka Kelana Rawamangun, (Jakarta, Universitas Indonesia, 2010).


(22)

13

dan Hambatan)”15.

Kegiatan pengabdian membangun budaya literasi membaca berbasis manajemen sekolah ini dilaksanakan untuk membekali para guru bahasa tentang program-program pembiasaan membaca. Selain itu, untuk membekali para kepala sekolah dan kepala madrasah tentang MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) dengan harapan bahwa seluruh program yang dilaksanakan bisa mendapatkan dukungan sepenuhnya dari pihak manajemen sekolah. Beberapa program yang dilaksanakan oleh sekolah dan madrasah antara lain adalah Membaca Massal, Program Hebat, JUMBACA (Jumat Membaca) dan Sarapan Pagi. Hasilnya, seluruh sekolah telah melaksanakan program untuk membangunbudaya literasi membaca dengan dukungan sepenuhnya dari kepala sekolah/madrasah. Pihak sekolah merasa sangat antusias dengan seluruh pelaksanaan program pengabdian ini dan mencanangkan program-program tersebut sebagai program resmi sekolah.

Tadkiroatun Musfiroh dan Beniati Listyorini, telah melakukan penelitian

dengan judul “Konstruk Kompetensi Literasi untuk Siswa Sekolah Dasar”16

. Hasil penelitian sebagai berikut. Pertama, komponen literasi versi PIRLS meliputi: konsep literasi membaca, framework asesmen, tolok ukur, komponen literary text, dan penentuan sistem penilaian. Kedua, kompetensi literasi membaca dikonstrukkan sebagai kemampuan membaca dan memahami teks

15

Jurnal, Lulut Widyaningrum, Membudayakan Literasi Berbasis Manajemen (Aplikasi, Tantangan dan Harapan) Jurnal DIMAS –Volume 16, Nomor 1, Mei 2016

16

Jurnal, Tadkirotun, Musfiroh. Konstruk Kompetensi Literasi untuk Siswa Sekolah Dasar.


(23)

14

berjenis sastra dan informatif, berdasarkan empat tingkatan kognitif, dari berbagai tipe teks, dan mengikuti konteks lokal di sekitar anak dan konteks nasional. Ketiga, konstruk kompetensi literasi versi Indonesia berisi: 2-5 kata sulit, panjang teks 200 kata, komposisi tingkatan kognisi rendah hingga lanjut: 30-30-30-10, tema teks sesuai kondisi dan kultur Indonesia, ilustrasi teks yang jelas, dan tabel/grafik diberikan dalam gradasi. Hasil ini penting sebagai informasi literasi untuk dasar pengembangan kebijakan pendidikan Indonesia.

Chamim Rosyidi Irsyad, telah melakukan penelitian dengan judul

“Tantangan membaca surabaya 2015: Meretas jalan membangun laboratorium kolaboratif Pembudayaan literasi yang efektif bagi masa adolesen”. Dua kebijakan ini meski belum menjadi sistem yang menjamin kepastian keberlangsungan gerakan, sebagai embrio lahirnya Perda dan Perwali tentang gerakan literasi, ia telah melempangkan teretasnya jalan membangun laboratorium kolaboratif guna pembudayaan literasi (LabKobuLi) yang efektif bagi para generasi bangsa usia adolesen. Dengan LabKobuLi inilah gerakan pengeberaksaraan diberlangsungkan dengan semangat hari ini lebih baik dari pada kemarin dan esok lebih baik daripada hari ini. Untuk menyukseskan gerakan pioner ini, pemeranan dan pemungsian kepemimpinan pembelajaran sangat diperlukan.

Dari beberapa penelitian diatas, persamaan dari penelitian ini adalah praktik pembudayaan membaca di Sekolah dengan meningkatkan minat baca peserta didik. Serta perbedaan penelitian diatas dengan penelitian yang akan


(24)

15

dilakukan adalah pola manajemen sekolah dalam program literasi guna mengembangkan budaya membaca di tingkat MTs.

G. Sistematika Penulisan

Untuk melengkapi penjelasan dalam pengembangan materi skripsi ini serta untuk mempermudah dalam memahami maka pembahasan dalam penelitian ini akan dipaparkan dalam 5 bab, dengan perincian sebagai berikut:

BAB I Akan dibahas tentang Pendahuluan; dalam bab ini akan dikemukakan latar belakang, fokus penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, definisi konseptual, dan sistematika pembahasan.

BAB II Akan membahas tentang Landasan Teoritis; dalam bab ini akan mengemukakan kajian teori yang mana di dalamnya menguraikan tentang segala hal yang berkaitan dengan tinjauan tentang Manajemen Program Literasi, dengan sub bab manajemen dan program literasi. Selain itu juga diuraikan tentang pembudayaan membaca (literasi) di lembaga pendidikan melalui 3 tahap yaitu tahap pembiasaan, tahap pengembangan dan tahap pembelajaran.

BAB III Akan membahas tentang Metode Penelitian; dalam bab ini akan berisi tentang metode penelitian yang didalamnya membahas tentang jenis dan pendekatan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini serta dari mana saja sumber yang di peroleh sekaligus bagaimana pengumpulan data dilakukan dan metode yang sesuai dengan analisis penelitian ini.


(25)

16

BAB IV Akan membahas tentang Laporan Hasil Penelitian; Dalam bab ini berisi tentang gambaran objek penelitian, laporan hasil penelitian yang terdiri dari deskripsi temuan, analisis data dan pembahasan.

BAB V Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan-kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian dan pembahasan.

Bagian akhir dari penelitian ini yaitu daftar pustaka yang menjadi daftar bahan atau sumber bahan yang dapat berupa buku teks, makalah, skripsi dan sebagainya.


(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Manajemen Program Literasi 1. Manajemen

G. R. Terry mendefinisikan manajemen sebagai proses khas yang terdiri atas tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pergerakan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemnfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.

Untuk mencapai tujuan organisasi diperlukan keahlian dan seni (art) seorang manajer dalam menjalankan fungsi manajemen dan mendayagunakan sebaik-baiknya unsur manajemen yang dmiliki supaya berhasil guna.

Unsur manajemen (Tool of management), biasa dikenal dengan 6 (enam) M, yaitu:1

a. Men, tenaga yang dimanfaatkan;

b. Money, anggaran yang dibutuhkan;

c. Materials, bahan atau material yang diperlukan;

d. Machines, mesin atau alat yang dipergunakan dalam berproduksi;

1

Dojo Wijono, Manajemen Kepemimpinan dan Organisasi Kesehatan, (Surabaya, Airlangga University Press, 1997), 16.


(27)

18

e. Methode, cara yang dipergunakan dalam bekerja;

f. Market/marketing, pasar dan pemasaran hasil prosuksi yang dihasilkan.

Proses manajerial dapat diartikan juga dengan proses kepemimpinan dalam organisasi. Didalamnya terdapat fungsi-fungsi manajemen, terutama adanya pemimpin dan yang dipimpin. Dalam usaha untuk mencapai tujuan terdapat beberapa unsur mendasar, yaitu:2

a. Organisasi sebagai wadah utama adanya manajemen;

b. Manajer, yang memimpin dan memikul tanggung jawab penuh dalam organisasi;

c. Aturan main dalam organisasi yang disebut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;

d. Tujuan organisasi yang ditetapkan sebelumnya;

e. Perencanaan yang didalamnya mengandung berbagai program yang akan dilaksanakan;

f. Pengarahan, yang memberikan jalan pada sumber daya manusia yang ada dalam organisasi;

g. Teknik-teknik dan mekanisme pelaksanaan kegiatan organisasi;

h. Pengawasan terhadap semua aktivitas organisasi agar tidak menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan;

2

Anton Athoila, Dasar-dasar Manajemen, (Bandung: Fak. Syariah IAIN Sunan Gunung Djati, 2002), 4.


(28)

19

i. Saran dan prasarana yang mendukung pelaksanaan kegiatan organisasi sesuai dengan perencanaan;

j. Penempatan personalitas sesuai dengan keahlian atau profesionalitas pekerjaan masing-masing;

k. Evaluasi terhadap semua kegiatan yang telah dilakukan; dan

l. Pertanggungjawaban akhir dari semua aktivitas yang telah dilaksanakan sesuai dengan tugas dan kewajiban personel organisasi.

Unsur mendasar dari pekerjaan manajemen yang harus di penuhi pemimpin dan stakeholder suatu organisasi.

Fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai berikut: a. Perencanaan

Menurut Hikmat dalam bukunya Manajemen pendidikan menuliskan bahwa Planning adalah bahasa Inggris yang berasal dari kata plan, artinya rencana, rancangan, maksud, atau niat. Planning

berarti perencanaan. Education, artinya pendidikan. Sehingga

Planning atau Perencanaan pendidikan dapat didefinisikan sebagai

keseluruhan proses perkiraan dan penentuan secara matang hal-hal yang akan dikerjakan dalam pendidikan untuk masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan.3

3


(29)

20

Jenis education of planning menurut prosesnya:

1) Policy education of planning (merupakan kebijakan pendidikan), yaitu suatu planning pendidikan yang berisi kebijakan saja tanpa dilengkapi oleh teknis pelaksanaan secara sistematis, seperti perencanaan yang berkaitan dengan garis besar proses pengorganisasian lembaga pendidikan.

2) Program education of planning adalah perencanaan pendidikan yang merupakan penjelasan dan perincian dari policy education of

plannig; program edication of planning yang dibuat oleh

badan-badan kependidikan khusus yang mempunyai wewenang untuk melaksanakan policy education of planning.

3) Operational education of planning (perencanaan kerja

pendidikan), yaitu planning pendidikan yang memuat rencana cara-cara melakukan kegiatan pendidikan tertentu agar lebih berhasil dalam pencapaian tujuan pendidikan dengan daya guna yang lebih tinggi (efektif dan efisien). Dalam operarional

education of planning, yang lebih ditititkberatkan adalah technical

know-how ataupun kecakapan dan keterampilan kerja dalam

kependidikan.

Dalam perencanaan ini dimuat, antara lain: 1) Analisis program education of planning;


(30)

21

2) Prosedur pelaksanaan kegiatan kependidikan;

3) Metode-metode yang akan diterapkan dalam kegiatan pendidikan;

4) Tenaga pelaksana kegiatan yang profesional dalam pendidikan.

Menurut Ngalim Purwanto, langkah-langkah dalam perencanaan pendidikan meliputi hal-hal berikut.

1) Menentukan dan merumuskan tujuan pendidikan yang hendak dicapai.

2) Meneliti masalah-masalah atau pekerjaan-pekerjaan yang akan dilakukan dalam kependidikan.

3) Mengumpulkan data dan informasi-informasi yang diperlukan untuk pengembangan pendidikan.

4) Menentukan tahap-tahap atau rangkaian tindakan kependidikan. 5) Merumuskan berbagai solusi dan alternatif pemecahan masalah.

Syarat-syarat dalam menyusun rencana pendidikan, yaitu sebagai berikut.

1) Perencanaan pendidikan harus didasarkan atas tujuan yang jelas. 2) Bersifat sederhana, realistis,dan praktis.


(31)

22

3) Memuat segala uraian serta klasifkasi kegiatan dan rangkaian tindakan secara mendetail sehingga mudah dipedomani dan dijalankan.

4) Memiliki fleksibilitas sehingga mudah disesuaikan dengan kebutuhan serta kondisi dan situasi sewaktu-waktu.

5) Terengar perimbangan antara bermacam-macam bidang yang akan digarap dalam perencanaanya itu, menurut urgensinya masing-masing.

6) Diusahakan adanya penghematan tenaga, biaya, dan waktu serta kemungkinan penggunaan sumber-sumber daya dan dana yang tersedia dengan sebaik-baiknya.

7) Diusahakan agar tidak terjadi penggandaan pelaksanaan kegiatan.merencankan berarti pula memikirkan penghematan tenaga, pengehematan biaya dan waktu,juga membatasi kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dan menghindari adanya pekerjaan rangkap yang dapat menghambat jalannya penyelesaian atau dualisme kepemimpinan dalam satu program yang harus dilaksanakan.4

4


(32)

23

b. Pengorganisasian

Tugas berikutnya dari manajer adalah melakukan proses pengorganisasian, yaitu proses menghubungkan orang-orang yang terlibat dalam organisasi pendidikan pendidikan dan menyatupadukan tugas serta fungsinya dalam sistem jaringan kerja yang relationship

antara satu dan yang lainnya.

Dalam proses pengorganisasian suatu lembaga pendidikan, manajer menetapkan pembagian tugas, wewenang, dan tanggungjawab secara rinci berdasarkan bagian-bagian dan bidang-bidangnya masing-masing sehingga terintegrasikan hubungan-hubungan kerja yang sinergis, kooperatif, harmonis dan seirama dalam mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.

Dalam menjalankan tugas pengorganisasian, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:

1) Menyediakan fasilitas, perlengkapan, dan staf yang diperlukan untuk melaksanakan rencana.

2) Mengelompokkan dan membagi kerja menjadi struktur organisasi yang teratur,

3) Membentuk struktur kewenangan dan mekanisme koordinasi, 4) Menentukan metode kerja dan prosedurnya,


(33)

24

5) Memilih, melatih dan memberi informasi kepada staf.5

Hal yang harus diperhatikan dalam menjalankan tugas pengorganisasian ini sebaiknya dipenuhi terlebih dahulu proses manajemendapat telaksana dengan efektif dan efisien.

c. Pelaksanaan

Actuating merupakan fungsi manajemen yang kompleks dan

merupakan ruang lingkup yang cukup luas serta sangat berhubungan erat dengan sumber daya manusia yang pada akhirnya actuating

merupakan pusat sekitar aktivitas aktivitas manajemen. Actuating pada hakikatnya adalah menggerakkan orang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pergerakan merupakan kemampuan seseorang untuk memberikan kegairahan, kegiatan, pengertian sehingga orang lain mau mendukung dan bekerja dengan sukarela untuk mencapai tujuan organisasi/lembaga pendidikan sesuai dengan tugas yang diberikan kepadanya. Fungsi actuating berhubungan erat dengan sumber daya manusia. Oleh karena itu, seorang pemimpin pendidikan dalam

5


(34)

25

membina kerja sama, mengarahkan dan mendorong kegairahan kerja pada bawahannya perlu memahami faktor manusia dan pelakunya.6

Actuating dilakukan untuk bmemastikan bahwa personel dapat

melaksanakan tugas yang telah diberikan sesuai dengan harapan,target dan sasaran. Hal ini berarti melakukan pengarahan dengan memberikan semangat dan dorongan kepada segenap karyawan sehingga dapat dan mampu bekerja dengan penuh semangat sesuai dengan harapan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Memberikan kesempatan pengembangan diri melalui pendidikan dan pelatihan serta memberikan motivasi karyawan supaya mau dan mampu bekerja.7

d. Evaluasi

Dilihat dari segi bahasa, evaluasi berasal dari kata Bahasa Inggris; evaluation. Sedang dalam Bahasa Arab; al-Tqdir (ريدقتلا), dan dalam Bahasa Indonesia; penilaian8, yang akar katanya adalah value

(inggris), al-Qimah (arab), nilai (Indonesia).9 Sementara pendidikanmerupakansebuah program. Program yang melibatkan

6

Irjus Indrawan, Pengantar Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah, Ed.1, Cet.1(Yogyakarta: Deepublish, 2015), 4-5.

7

Ida Nuraida, Manajemen Administrasi Perkantoran, (Yogyakarta, Kanisius, 2008), 11.

8

Lihat KBBI, hlm. 400.

9


(35)

26

sejumlah komponen yang bekerja sama dalam sebuah proses untuk mencapai tujuan yang telah diprogramkan.10

Dengan demikian, secara harfiah evaluasi dapat diartikan sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan pendidikan.

Sedangkan secara istilah menurut Edwin Wand dan Gerald W. Brown, evaluation refer to the act or process to determining the value of

something, yaitu suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari

sesuatu.11

Evaluasi pendidikan juga diartikan dengan proses untuk memberikan kualitas yaitu nilai dari kegiatan pendidikan yang telah dilaksanakan, yang mana proses tersebut berlangsung secara sistematis, berkelanjutan, terencana, dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur.12

Proses melakukan evaluasi mungkin saja berbeda sesuai persepsi teori yang dianut, ada bermacam-macam cara. Namun evaluasi harus memasukkan ketentuan dan tindakan sejalan dengan fungsi evaluasi, yaitu:

1) Memfokuskan evaluasi 2) Mendesain evaluasi 3) Mengumpulkan informasi

10

Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), cet. 3, hlm. 1.

11

Ibid, hal. 1.

12


(36)

27

4) Menganalisis informasi 5) Melaporkan hasil evaluasi

6) Mengelola evaluasi dan mengevaluasi evaluasi.

Demikian kosep tentang manajemen yang terdiri dari empat fungsi umum yaitu perencanaan, pengorganisasian, actuating, dan evaluasi. Keempat fungsi tersebut tidak dapat dipisahkan karena merupakan sebuah siklus yang tidak ada ujungnya.

2. Program Literasi

Literasi diartikan melek huruf, kemampuan baca tulis, kemelekwancanaan atau kecakapan dalam membaca dan menulis. Pengertian literasi berdasarkan konteks penggunaanya dinyatakan Baynham bahwa literasi merupakan integrasi keterampilan menyimak, berbicara, menulis, membaca, dan berpikir kritis.Literasi, dalam bahasa Inggris literacy, berasal dari bahasa Latin littera (huruf) yang pengertiannya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisandan konvensi-konvensi yang menyertainya.13

Akan tetapi, literasi utamanya berhubungan dengan bahasa dan bagaimana bahasa itu digunakan. Adapun sistem bahasa tulis itu sifatnya sekunder. Manakala berbicara mengenai bahasa, tentunya tidak lepas dari pembicaraan mengenai budaya karena bahasa itu sendiri merupakan bagian

13

Mike Baynham, Literacy Practices: Investigating Literacy in Social Contexts. London: Longman, 1995


(37)

28

dari budaya. Sehingga, pendefinisian istilah literasi tentunya harus mencakup unsur yang melingkupi bahasa itu sendiri, yakni situasi sosial budayanya. Berkenaan dengan ini Kern mendefinisikan istilah literasi secara komprehensif sebagai berikut:

Literacy is the use of socially, and historically, and culturally-situated practices of creating and interpreting meaning through texts. It entails at least a tacit awareness of the relationships between textual conventions and their context of use and, ideally, the ability to reflect critically on those relationships. Because it is purpose-sensitive, literacy

is dynamic – not static – and variable across and within discourse

communities and cultures. It draws on a wide range of cognitive abilities, on knowledge of written and spoken language, on knowledge of genres, and on cultural knowledge.

(Literasi adalah penggunaan praktik-praktik situasi sosial, dan historis, serta kultural dalam menciptakan dan menginterpretasikan makna melalui teks. Literasi memerlukan setidaknya sebuah kepekaan yang tak terucap tentang hubungan-hubungan antara konvensi-konvensi tekstual dan konteks penggunaanya serta idealnya kemampuan untuk berefleksi secara kritis tentang hubungan-hubungan itu. Karena peka dengan maksud/ tujuan, literasi itu bersifat dinamis – tidak statis – dan dapat bervariasi di antara dan di dalam komunitas dan kultur diskursus/ wacana.Literasi memerlukan serangkaian kemampuan kognitif, pengetahuan bahasa tulis dan lisan, pengetahuan tentang genre, dan pengetahuan kultural).14

Berdasarkan pengertian diatasliterasi yang dimaksud adalah teks yang mencakup teks tulis dan teks lisan. Sementara itu yang dimaksud dengan

genre yaitu pengetahuan tentang jenis-jenis teks yang berlaku/digunakan

dalam komunitas wacana misalnya, teks naratif, eksposisi, deskripsi dan lain-lain.Masing-masing genre tersebut memiliki tujuan tersendiri dari teks yang ditulis penulisnya. Dalam pengertian setiap genre teks akan memiliki latar

14


(38)

29

belakang tersendiri yang akan turut memengaruhimakna teks. Misalnya, seorang penulis menulis dalam genre narasi memiliki maksud menyampaikan informasi tentang sesuatu secara ringan, sehingga mudah untuk dicerna pembaca. Sementara itu, Suherli mengutip pendapat James Gee yang mengartikan literasi dari sudut pandang ideologis kewacanaan yang

menyatakan bahwa literasi adalah“mastery of, or fluent control over, a

secondary discourse” Gee menjelaskan bahwa literasi merupakan suatu

keterampilan yang dimiliki seseorang dari kegiatan berpikir, berbicara, membaca, dan menulis. Dengan demikian kemampuan literasi ini sangat kompleks dan membutuhkan proses pembelajaran yang komprehensif pula dalam membina peserta didik agar memiliki kemampuan literasi yang mumpuni.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dinyatakan bahwa literasi adalah (1) kemampuan baca-tulis atau kemelekwacanaan; (2) kemampuan mengintegrasikan antara menyimak, berbicara, membaca, menulis dan berpikir; (3) kemampuan siap untuk digunakan dalam menguasai gagasan baru atau cara mempelajarinya; (4) piranti kemampuan sebagai penunjang keberhasilannya dalam lingkungan akademik atau sosial; (5) kemampuan performansi membaca dan menulis yang selalu diperlukan; (6) kompetensi seorang akademisi dalam memahami wacana secara profesional.

Literasi merupakan kemampuan yang penting dikuasai oleh siswa. Literasidapat diperoleh melalui proses pembelajaran melalui dua kemampuan


(39)

30

literasi yang dapat diperoleh siswa secara bertahap yaitu membaca dan menulis. Salah satu tujuan utama dari pembelajaran literasi adalah membantu peserta didik dalam memahami dan menemukan strategi yang efektif untuk kemampuan membaca dan menulis, termasuk di dalamnya kemampuan menginterpretasi makna dari teks yang kompleks dalam struktur tata bahasa dan sintaksis.15

Ada beragam teknik yang terkait dengan pembelajaran literasi.Wray, Medwell, Poulson, dan Fox menjelaskan enam teknik sebagai berikut. 16

1. Pembelajaran terprogram yang membelajarkan kode-kode bahasa yang merujuk pada fitur-fitur yang ada pada kata, kalimat, dan text leveling.

2. Penciptaan `lingkungan melek literasi’.

3. Penyediaan berbagai model dan contoh praktik keaksaraan yang efektif, baik yang disediakan oleh pendidik maupun peserta didik.

4. Penggunaan pujian dan kritik yang membangun dalam menanggapi karya literasi anak dengan maksud untuk mengkonsolidasi keberhasilan, mengoreksi kesalahan,dan meningkatkan kemampuan literasi.

5. Desain dan penyediaan tugas fokus dengan konten akademik yang akan melibatkan perhatian penuh anak-anak dan antusiasme mereka.

15

Axford, Scaffolding Literacy: An Integrated and Sequential Approach to Teaching, Reading, Spelling and Writing, (Australia, ACER Press, 2009), 9.

16

David Wray, Jane Medwell, et al. Teaching Literacy Effectively in the Primary School,


(40)

31

6. Pemantauan secara terus menerus kemajuan anak-anak melalui tugas-tugas yang diberikan dan penggunaan penilaian informal.

Pada pembelajaran di tingkat SD sampai SMP/MTs, literasi lebih ditekankan pada kemampuan membaca dan menulis. Menurut Tarigan ada lima alasan, mengapa literasi lebih diarahkan kepada keterampilan membaca dan menulis.17

Alasan pertama, pembaca adalah penyusun atau pembangun makna, setiap pembaca mempunyai tujuan. Tujuan itu menggerakan pikirannya tentang topik teks dan mengaktifkan hubungan pengetahuan latar belakangnya dengan isi teks. Penulis juga bertindak melalui proses yang sangat mirip dengan pembaca. Tujuan untuk menulis untuk menggerakkan pikirannya tentang topik yang akan ditulis dan akan mengaktifkan pengetahuan latar belakangnya sebelum mulai menulis.

Alasan kedua, membaca dan menulis meliputi pengetahuan dan proses yang sama. Membaca dan menulis diajarkan bersama karena keduanya berkembang bersama secara alami. Membaca dan menulis saling berbagi proses dan tipe pengetahuan yang sama. Pengetahuan yang dihasilkan dalam bentuk tulisan merupakan hasil dari proses membaca suatu teks yang sama.

Alasan ketiga, pembelajaran membaca dan menulis secara bersama meningkatkan prestasi. Berdasarkan tinjauan penelitian tentang pengaruh membaca dan menulis bersama,disimpulkan bahwa menulis menggiring pada

17


(41)

32

peningkatan prestasi membaca, membaca menggiring pada kemampuan menulis yang lebih baik, dan kombinasi pembelajaran kedunya menggiring pada peningkatan kemampuan mebaca dan menulis.

Alasan keempat, membaca dan menulis bersama membantu perkembangan komunikasi.Membaca dan menulis bukan hanya keterampilan untuk dipelajari agar mendapatkan nilai tes prestasi yang lebih baik tetapi prosesnya itulah yang menolong berkomunikasi secara efektif. Penggabungan itu memunginkan siswa berpartisipasi dalam proses komunikasi dan hasilnya lebih banyak memetik nilai-nilai makna literasi.18

Alasan kelima, kombinasi membaca dan menulis menggiring pada hasil yang bukan diakibatkan oleh salah satu prosesnya.Suatu elemen penting dalam pembelajaran literasi secara umum adalah berpikir dalam kombinasi pembelajaran menulis dan membaca, para siswa diajak pada berbagai pengalaman yang menuntun pada keterampilan berpikir tingkat tinggi. Kerangka Pembelajaran Literasi Pembelajaran literasi pada dasarnya memuat pembelajaran membaca dan menulis yang membutuhkan kemampuan siswa dalam mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan informasi. Pembelajaran literasi tersebut dapat dilakukan dengan mengacu pada kerangka konsep pembelajaran literasi di bawah ini.

Dalam kerangka konsep pembelajaran literasi tersebut dijelaskan beberapa hal mengenai 1) pendekatan ketrampilan pada pembelajaran literasi berfokus

18


(42)

33

pada proses pengajaran encoding dan decoding, misalnya: membaca dan menulis, 2) analisis wacana kritis; literasi berkaitan dengan analisis wacana, yaitu kajian mengenai bahasa lisan dan tulisan dalam situasi sosial, 3) multiliterasi: pendidikan literasi mencakup penggunaan teknologi komunikasi dan dengan media lainnya di mana makna dibentuk dan disampaikan, 4) pendekatan instruktivis yang berfokus pada pengetahuan eksternal yang perlu diperoleh siswa, oleh karena itu diperlukan arahan atau instruksi agar siswa memperoleh pengetahuan itu, 5) pendekatan Growth dan Heritage: dalam pembelajaran literasi (pembelajaran membaca dan menulis) merupakan bagian dari perkembangan pribadi siswadi dalam warisan budaya, 6) pendekatan konstruktivis berfokus pada pengetahuan apa yang dibawa oleh siswa di dalam proses pembelajaran dan bagaimana pengetahuan tersebut digunakan untuk mengkonstruksi/membangun pengetahuan yang baru, 7) teori genre: kerangka untuk memahami berbagai jenis teks dan makna yang menjadi ciri fitur teks-teks tersebut, 8) literasi kritis; kajian ini berpusat pada apa, mengapa, bagaimana, dan kapan kita membaca, serta 9) pendekatan kritis-budaya: pada pembelajaran literasi, membaca dan menulis merupakan bagian dari pengalaman kehidupan sosial siswa yang mendorong siswa agar menjadi seseorang yang mampu menganalisis suatu teks.

Ada dua hal pula yang menjadi rujukan penting dalam konsep pembelajaran literasi, yaitu pengajaran literasi yang berdimensi praktik sosial dan pengajaran literasi yang berdimensi proses sosial. Berbagai teori muncul dari


(43)

34

para ahli mengenai perubahan pandangan terhadap pemahaman yang salah satunya dikenal dengan teori Rosenbalt. Menurut Clay, Teale &Sulzby, para peneliti mulai mengarahkan guru-guru untuk menyajikan pengajaran membaca pemahaman pada perspektif yang lebih luas, yakni pengajaran literasi.19

B. Pembudayaan Membaca

Manajemen program literasi dalam praktik pembudayaan membaca ini bersumber pada Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Dalam panduan Gerakan Literasi Sekolah oleh Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah menentukan tahap-tahap GLS sebagai berikut20:

1. Tahap Pembiasaan a. Tujuan

Kegiatan literasi ditahap pembiasaan meliputi dua jenis kegiatan membacauntuk kesenangan, yakni membaca dalam hati dan membacakan nyaring oleh guru. Secara umum, kedua kegiatan membaca memiliki tujuan, antara lain:

1) meningkatkan rasa cinta baca di luar jam pelajaran; 2) meningkatkan kemampuan memahami bacaan;

3) meningkatkan rasa percaya diri sebagai pembaca yang baik; dan 4) menumbuhkembangkan penggunaan berbagai sumber bacaan.

19

Muhana Gipayana, Pengajaran Literasi, (Malang: Asih Asah Asuh, 2010), 18.

20

Pratiwi Retnaningdyah, Kisyani Laksono, et al, Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Pertama, 7.


(44)

35

Kedua kegiatan membaca ini didukung oleh penumbuhan iklim literasi sekolah yang baik. Dalam tahap pembiasaan, iklim literasi sekolah diarahkan padapengadaan dan pengembangan lingkungan fisik, seperti:

1) buku-buku non pelajaran (novel, kumpulan cerpen, buku ilmiah populer,

2) majalah, komik, dsb.);

3) sudut baca kelas untuk tempat koleksi bahan bacaan; dan 4) poster-poster tentang motivasi pentingnya membaca.

b. Prinsip

Prinsip-prinsip kegiatan membaca di dalam tahap pembiasaan dipaparkan berikut ini.

1) Guru menetapkan waktu 15 menit membaca setiap hari. Sekolah bisa memilih menjadwalkan waktu membaca diawal, tengah, atau akhir pelajaran, bergantung pada jadwal dan kondisi sekolah masing-masing.

2) Kegiatan membaca dalam waktu pendek, namun sering dan berkala lebih efektif daripada satu waktu yang panjang namun jarang (misalnya 1 jam/minggu pada hari tertentu).

3) Buku yang dibaca/dibacakan adalah buku nonpelajaran.


(45)

36

5) Buku yang dibaca/dibacakan adalah pilihan peserta didik sesuai minatdan kesenangannya.

6) Kegiatan membaca/membacakan buku ditahap ini tidak diikuti olehtugas-tugas yang bersifat tagihan/penilaian.

7) Kegiatan membaca/membacakan buku di tahap ini dapat diikuti oleh diskusi informal tentang buku yang dibaca/dibacakan. meskipun begitu, tanggapan peserta didik bersifat opsional dan tidak dinilai. 8) Kegiatan membaca/membacakan buku di tahap ini berlangsung

dalamsuasana yang santai, tenang, dan menyenangkan. Suasana ini dapat dibangun melalui pengaturan tempat duduk, pencahayaan yang cukup terang dan nyaman untuk membaca, poster-poster tentang pentingnya membaca.

9) Dalam kegiatan membaca dalam hati, guru sebagai pendidik juga ikut membaca buku selama 15 menit.21

Kesembilan prinsip tersebut akan mewujudkan GLS yang sesungguhnya.

c. Jenis Kegiatan

Jenis kegiatan yang dapat dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut:

1) Membaca 15 menit sebelum pelajaran

21


(46)

37

Membaca 15 menit sebelum pelajaran ini dilakukan dengan 2 cara yaitu membaca dalam hati dan membaca nyaring.

2) Membangun lingkungan yang literat

Untuk menumbuhkan budaya literasi, kegiatan 15 menit membaca perlu didukung oleh lingkungan yang kaya teks.

3) Memilih buku bacaan di SMP

Jenis buku yang sesuai untuk tingkat perkembangan kognitif dan psikologis peserta didik tingkat SMP meliputi karya fiksi dan nonfiksi. Konten buku mengandung pesan nilai-nilai budi pekerti, menyebarkan semangat optimisme, dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan inovatif sesuai dengan tumbuh kembang peserta didik dalam tahap remaja awal (12-15 tahun).22

4) Indikator Ketercapaian

Dari kegiatan literasi yang dijelaskan di atas, sekolah dapat melakukan evaluasi diri untuk mengukur ketercapaian pelaksanaan literasi tahap pembiasaan di SMP. Sebuah kelas atau sekolah dapat dikatakan siap untuk masuk dalam tahap berikutnya, yakni tahap pengembangan literasi SMP bila telah melakukan pembiasaan 15 menit membaca (membaca dalam hati dan membacakan nyaring)

22


(47)

38

dalam kurun waktu tertentu. Setiap kelas atau sekolah berkemungkinan berbeda dalam hal pencapaian tahap kegiatan literasi.

Berikut ini adalah beberapa indikator yang dapat digunakan untuk rujukan apakah sekolah dapat meningkatkan kegiatan literasinya dari tahap pembiasaan ke tahap pengembangan. Apabila semua indikator tahap pembiasaan ini terpenuhi, sekolah dapat meningkatkan diri ke tahap pengembangan.

Tabel 2.1. Indikator Ketercapaian GLS pada Tahap Pembiasaan di SMP/MTs

No Indikator Ketercapaian

1 Ada kegiatan 15 menit membaca (membacadalam hati, membacakan nyaring) yangdilakukan setiap hari (di awal, tengah, ataumenjelang akhir pelajaran).

2 Kegiatan 15 menit membaca telah berjalanselama minimal 1 semester 3 Peserta didik memiliki jurnal membacaharian.

4 Guru, kepala sekolah, dan/atau tenagakependidikan menjadi model dalamkegiatan 15 menit membaca dengan ikutmembaca selama kegiatan berlangsung.

5 Ada perpustakaan, sudut baca di tiap kelas,dan area baca yang nyaman dengan koleksibuku nonpelajaran.


(48)

39

6 Ada poster-poster kampanye membaca dikelas, koridor, dan/atau area lain di sekolah.

7 Ada bahan kaya teks yang terpampang ditiap kelas.

8 Kebun sekolah, kantin, dan UKSmenjadi lingkungan yang bersih, sehat dankaya teks. Terdapat poster-poster tentangpembiasaan hidup bersih, sehat, dan indah.

9 Sekolah berupaya melibatkan publik (orangtua, alumni, dan elemen masyarakat) untukmengembangkan kegiatan literasi sekolah.

10 Kepala sekolah dan jajarannya berkomitmenmelaksanakan dan mendukung gerakanliterasi sekolah.23

2. Tahap Pengembangan

Pada prinsipnya, kegiatan literasi pada tahap pengembangan sama dengan kegiatan pada tahap pembiasaan. Yang membedakan adalah bahwa kegiatan 15 menit membaca (membaca dalam hati dan membacakan nyaring) diikuti oleh kegiatan tindak lanjut pada tahap pengembangan. Dalam tahap pengembangan, peserta didik didorong untuk menunjukkan keterlibatan pikiran dan emosinya dengan proses membaca melalui kegiatan produktif secara lisan maupun tulisan. Perlu dipahami bahwa kegiatan produktif ini tidak dinilai secara akademik.

23


(49)

40

Mengingat kegiatan tindak lanjut memerlukan waktu tambahan di luar 15 menit membaca, sekolah didorong untuk memasukkan waktu literasi dalam jadwal pelajaran sebagai ke giatan Membaca Mandiri atau sebagai bagian dari kegiatan ko-kurikuler. Bentuk, frekuensi, dan durasi pelaksanaan kegiatan tindak lanjut disesuaikan dengan kondisi masing-masing sekolah.24

a. Tujuan

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ditahap pembiasaan, kegiatan 15 menit membaca ditahap pengembangan diperkuat oleh berbagai kegiatan tindak lanjut yang bertujuan untuk:

1) mengasah kemampuan peserta didik dalam menanggapi buku pengayaan secara lisan dan tulisan

2) membangun interaksi antarpeserta didik dan antara peserta didik dengan guru tentang buku yang dibaca;

3) mengasah kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis, analitis, 4) kreatif, dan inovatif; dan

5) mendorong peserta didik untuk selalu mencari keterkaitan antara bukuyang dibaca dengan diri sendiri dan lingkungan sekitarnya.25

24

Ibid, 18.

25


(50)

41

b. Prinsip

Dalam melaksanakan kegiatan tindak lanjut, beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan adalah:

1) Buku yang dibaca/dibacakan adalah buku selain buku teks pelajaran.Buku yang dibaca/dibacakan adalah buku yang diminati oleh pesertadidik. Peserta didik diperkenankan untuk membaca buku yang dibawadari rumah.

2) Kegiatan membaca/membacakan buku di tahap ini dapat diikuti olehtugas-tugas presentasi singkat, menulis sederhana, presentasi sederhana, kriya, atau seni peran untuk menanggapi bacaan, yang disesuaikan dengan jenjang dan kemampuan peserta didik.

3) Tugas-tugas presentasi, menulis, kriya, atau seni peran dapat dinilai secara non akademik dengan fokus pada sikap peserta didik selamakegiatan. Tugas-tugas yang sama nantinya dapat dikembangkan menjadi bagian dari penilaian akademik bila kelas/sekolah sudah siapmengembangkan kegiatan literasi ke tahap pembelajaran.

4) Kegiatan membaca/membacakan buku berlangsung dalam suasana yang menyenangkan. Untuk memberikan motivasi kepada peserta didik, guru sebaiknya memberikan masukan dan komentar sebagai bentuk apresiasi.


(51)

42

5) Terbentuknya Tim Literasi Sekolah (TLS). Untuk menunjang keterlaksanaan berbagai kegiatan tindak lanjut GLS ditahap pengembangan ini, sekolah sebaiknya membentuk TLS, yang bertugas untuk merancang, mengelola, dan mengevaluasi program literasi sekolah. Pembentukan TLS dapat dilakukan oleh kepala sekolah. Adapun TLS beranggotakan guru (sebaiknya guru bahasa atau guru yang tertarik dan berlibat dengan masalah literasi) serta tenaga kependidikan atau pustakawan sekolah.26

c. Jenis Kegiatan

Ada berbagai kegiatan tindak lanjut yang dapat dilakukan guru setelah kegiatan 15 menit membaca. Dalam tahap pengembangan ini, kegiatan tindak lanjut dapat dilakukan secara berkala (misalnya 1-2 minggu sekali). Berikut adalah beberapa contoh kegiatan tindak lanjut disertai dengan penjelasan singkat dan pedoman atau rubrik untuk masing-masing kegiatan.

1) Menulis komentar singkat terhadap buku yang dibaca di jurnal membaca harian

Jurnal membaca harian membantu peserta didik dan guru untuk memantau jenis dan jumlah buku yang dibaca untuk kegiatan

26


(52)

43

membaca 15 menit, terutama membaca dalam hati. Jurnal ini juga dapat digunakan untuk semua jenjang pendidikan.

Jurnal membaca harian dapat dibuat secara sederhana atau rinci. Peserta didik mengisi sendiri jurnal hariannya, dengan menyebutkan judul buku, pengarang, genre, dan jumlah halaman yang dibaca, serta informasi lain yang dikehendaki.Jurnal membaca dapat berupa buku, kartu, atau selembar kertas dalam portofoliokegiatan membaca. Guru dapat memeriksa jurnal membaca secara berkala, misalnya 1-2 minggu sekali.

2) Menanggapi isi buku secara lisan maupun tulisan

Kegiatan menanggapi buku yang telah dibaca memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya tentang buku yang dibaca. Kegiatan ini juga dapat mengungkapkan apakah peserta didik:

a) menyukai buku yang dia baca;

b) mampu menangkap tema dan pokok pikiran dalam buku itu; c) memahami elemen-elemen cerita; atau

d) memiliki kepercayaan diri untuk berbicara di depan kelas. Sebelum guru memutuskan melakukan kegiatan ini, guru perlu sering memberikan contoh bagaimana meringkas, menceritakan kembali, dan menanggapi isi buku. Pemberian contoh ini dapat dilakukan selama kegiatan membaca dalam hati


(53)

44

dan membacakan nyaring ditahap pembiasaan dan pengembangan. Dengan demikian, pada saat tahap pengembangan, peserta didik sudah mengetahui cara meringkas, menceritakan kembali, dan menanggapi isi buku secara lisan maupun tulisan.

3) Membuat Jurnal Tanggapan terhadap Buku

Jurnal tanggapan terhadap buku berisi catatan pikiran dan perasaan peserta didik tentang buku yang dibaca dan proses pembacaannya. Kegiatan ini memungkinkan peserta didik untuk mengeksplorasi idenya lebih dalam daripada memberikan tanggapan atau menceritakan kembali isi buku secara lisan. Dalammenuliskan tanggapan, peserta didik:27

a) melakukan refleksi, mencari keterkaitan antara teks dengan dirinya, atau

b) menuliskan reaksinya terhadap teks;

c) menuliskan dan mengingat kata-kata baru yang dia temukan dalam buku; dan

d) mencatat ide-ide tentang buku atau pengarang yang ingin dibaca lebih lanjut.

4) Menggunakan graphic organizer dalam menulis tanggapan

Tugas menulis tanggapan perlu diarahkan agar menjadi kegiatan bermakna dan membantu peserta didik memahami isi

27


(54)

45

buku. Melalui kesempatan menuliskan tanggapan, peserta didik dapat memperoleh kepuasan atas keterlibatannya secara aktif dalam kegiatan membaca. Diharapkan dengan melakukan tugas menulis tanggapan, peserta didik semakin termotivasi untuk membaca lebih banyak buku.

Salah satu cara yang efektif untuk membantu peserta didik merekam pikiran dan perasaannya tentang buku yang dibaca adalah dengan menggunakan graphic organizers. Dalam panduan ini, istilah peta konsep digunakan untuk merujuk pada graphic

organizers. Pada umumnya, peta konsep memberikan perhatian

kepada tokoh, struktur teks, atau pengetahuan peserta didik tentang topik dalam buku.

Tabel-tabel yang tercantum dibagian sebelumnya adalah beberapa contoh peta pikiran. Berikut ini adalah tambahan contoh peta pikiran yang dapat digunakan untuk menulis tanggapan terhadap isi buku.28

5) Mengembangkan iklim literasi Sekolah

Untuk menunjang keberhasilan kegiatan 15 menit membaca dan tindak lanjut di tahap pengembangan, sekolah perlu mengembangkan iklim literasi sekolah. Apabila dalam tahap pembiasaan sekolah mengutamakan pembenahan lingkungan fisik,

28


(55)

46

dalam tahap pengembangan ini sekolah dapat mengembangkan lingkungan sosial dan afektif. Lingkungan sosial dan afektif dalam iklim literasi sekolah, antara lain mendorong sekolah untuk memberikan penghargaan terhadap prestasi nonakademik peserta didik. Dalam hal ini, sekolah perlu memberikan penghargaan terhadap peserta didik yang menunjukkan pencapaian baik dalam kegiatan literasi.

Selain itu, sekolah dapat menyelenggarakan kegiatan yang bersifat membangun suasana kolaboratif dan apresiatif terhadap program literasi.

Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan lingkungan sosial dan afektif, antara lain:

a) Penghargaan “pembaca tahun ini” Penghargaan ‘pembaca

tahun ini’ dilakukan melalui serangkaian seleksi berdasarkan capaian peserta didik dalam menyelesaikan berbagai buku bacaan nonpelajaran dengan pemahaman yang baik. Sekolah dapat mengembangkan sendiri berbagai parameter untuk mengukur capaian peserta didik dalam kegiatan literasi di tahap pengembangan. Beberapaparameter yang dapat dipertimbangkan, antara lain:

1. Jumlah buku yang dibaca sampai tuntas (dilihat dari jurnalmembaca harian).


(56)

47

2. Tanggapan terhadap buku (dilihat dari jurnal tanggapan dan peta pikiran yang telah dihasilkan peserta didik).29 b) Kunjungan perpustakaan di luar sekolah

Untuk mendekatkan peserta didik dengan sumber informasi, gurudapat mengendakan kegiatan kunjungan ke perpustakaan kota/daerah. Kegiatan semacam ini bermanfaat untuk:

1. menambah wawasan peserta didik tentang beragai jenis buku

2. bacaan yang tidak ada di koleksi perpustakaan sekolah; 3. mengenal dan menggunakan sumber-sumber informasi

selain bukuyang ada di perpustakaan; 4. mengenal tata tertib perpustakaan kota;

5. mengenal dan memanfaatkan peran pustakawan;

6. mengenal program-program yang dilaksanakan perpustakaan secara berkala; dan melakukan peminjaman dengan menjadi anggota.

c) Mengundang perpustakaan keliling

Untuk mendekatkan peserta didik dengan sumber informasi, guru. Selain mengadakan kunjungan ke perpustakaan, sekolah juga dapat melakukan kerja sama dengan perpustakaan

29


(57)

48

dengan cara mendatangkanmobil perpustakaan keliling secara berkala. Agenda seperti ini dapat memberikan kesan positif kepada peserta didik tentang semakin mudahnya meminjam buku.30

d) Pameran buku

Sekolah juga dapat mendekatkan peserta didik dengan buku dengan memanfaatkan pameran buku yang sering diadakan di kota dimana sekolah berada. Dalam pameran buku biasanya banyak buku dijual murah,dan peserta didik atau sekolah dapat menambah koleksi buku. Apabila memungkinkan, sekolah dapat juga mengadakan pameran buku pada saat-saat tertentu.

e) Perayaan hari-hari tertentu atau hari nasional dengan bertemakan literasi.

Untuk mengembangkan iklim literasi di sekolah, sekolah juga dapat menyelenggarakan perayaan hari-hari tertentu atau hari nasional dengan kegiatan yang bertemakan literasi. Beberapa contoh di antaranya adalah: Diskusi buku tentang Ki Hajar Dewantara pada peringatan Hari Pendidikan Nasional; Festival membacakan nyaring surat-surat Kartini pada peringatan Hari Kartini; jumpa penulis pada peringatan

30


(58)

49

Hari Literasi Internasional, sumpah pemuda, hari anak, hari ibu, dsb.; dan lomba membacakan cerita oleh orang-tua pada hari-hari tertentu dalam program akademik sekolah; gelar karya literasi, misalnya majalah dinding, tulisan siswa, kriya, dsb.31

3. Tahap Pembelajaran a) Tujuan

Kegiatan berliterasi pada tahap pembelajaran bertujuan:

1. mengembangkan kemampuan memahami teks dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi sehingga terbentuk pribadi pembelajar sepanjang hayat;

2. mengembangkan kemampuan berpikir kritis; dan mengolah dan mengelola kemampuan komunikasi secara kreatif verbal,tulisan, visual, digital) melalui kegiatan menanggapi teks buku bacaan dan buku pelajaran.

b) Prinsip-prinsip

Kegiatan pada tahap ini dilakukan untuk mendukung pelaksanaan Kurikulum 2013 yang mensyaratkan peserta didik membaca buku nonteks pelajaran. Beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam tahap pembelajaran ini, antara lain:

31


(59)

50

1. buku yang dibaca berupa buku tentang pengetahuan umum, kegemaran, minat khusus, atau teks multimodal, dan juga dapat dikaitkan dengan mata pelajaran tertentu (bukan hanya bahasa) sebanyak 12 buku bagi siswa SMP; dan

2. ada tagihan yang sifatnya akademis (terkait dengan mata pelajaran).32

c) Jenis Kegiatan

Dalam tahap pembelajaran ini berbagai jenis kegiatan dapat dilakukan, antara lain:

1. Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran melalui kegiatan membacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hati, membaca bersama, dan/atau membaca terpandu diikuti kegiatan lain dengan tagihan non-akademik atau akademik.

2. Melaksanakan berbagai strategi untuk memahami teks dalam semua mata pelajaran (misalnya, dengan menggunakan peta konsep secara optimal, misalnya tabel TIP (Tahu-Ingin-Pelajari), Tabel Perbandingan, Tangga Proses/Kronologis, dsb).

3. Menggunakan lingkungan fisik, sosial dan afektif, dan akademik

disertai beragam bacaan (cetak, visual, auditori, digital) yang kaya

32


(60)

51

literasi diluar buku teks pelajaran untuk memperkaya pengetahuan dalam mata pelajaran.33

Selain mengacu pada panduan pemerintah pembudayaan membaca ini juga mengacu pada 3 praktik pembudayaan yang di gagas oleh USAID Prioritas yaitu:

1. Jam Khusus Membaca

Jam khusus membaca sangat diperlukan untuk membangun budaya baca seperti pagi membaca, sabtu membaca, dll.

2. Strategi Mendekatkan Buku kepada Siswa

Ini adalah upaya sekolah atau lemabaga pendidikan untuk mendekatakan buku kepada siswa.

3. Kreativitas Sekolah Mengembangkan Budaya Baca

Contoh kreativitas sekolah diantaranya yaitu pondok cerita, kantong buku, dll.

4. Libatkan Masyarakat Tumbuhkan Minat Baca

Melibatkan masyarakat ini dengan menggagas program menggandeng perpustakaan daerah, kepala daerah mencanangkan gerakan membaca, serta buku penghubung orang tua dan sekolah untuk memacu minat baca siswa.34

33

Ibid, 38.

34


(61)

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian atau skripsi ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu analisis yang menggambarkan keadaan atau status fenomena dengan kata-kata atau kalimat, kemudian dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.1

Seperti yang dijelaskan oleh Bagdan dan Taylor pendekatan kualitatifini adalah metode yang digunakan untuk menganalisa data denganmendeskripsikan data melalui bentuk kata-kata digunakan untuk menafsirkandan menginterpretasikan data dari hasil kata-kata atau lisan atau tertuis dari orang tertentu dan perilaku yang diamati.2

Adapun dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan

adalahpendekatan studi kasus, yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci, dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala-gejala tertentu.3

1

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 23

2

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002),. 3.

3


(62)

53

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang digunakan untuk mendeskripsikan, menggambarkan atau melukiskan secara sistematis, faktual dan akurat tentang fakta-fakta serta sifat hubungan antara fenomena yang diselidiki.4 Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian deskriptif kualitatif adalah suatu fenomena panelitian yang bertujuan menggambarkan keadaan-keadaan atau status fenomena yang terjadi yang terdapat dalam arti baik dari kata-kata tertulis maupun lisan dari orang yang menjadi subyek penelitian. Data tersebut mungkin berasal dari naskah, wawancara, catatan lapangan, foto, dokumentasi pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya.5

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yaitu penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.6 Penelitian ini juga merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan kata lain penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk mendapatkan

4

Suharsimi Arikunto, , Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi III, (Jakarta, Rineka Cipta, 1996) 20.

5

Lexy Moleong, ,Metodologi Penelitian Kualitatif,, (Bandung, Remaja Rosdakarya 2007) 11.

6

Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya: PENERBIT SIC, Cetakan ke 3 2010), 23.


(63)

54

informasi yang jelas serta lengkap yang berhubungan dengan Manajemen

Program Literasi “Gemar Membaca” di MTs Nurul Huda Sedati Sidoarjo.

B. Sumber Data dan Informan Penelitian

Sumber data yaitu dari mana data dapat diperoleh,7 pada penelitian ini penulis menggunakan sumber data berupa :

1. Person (narasumber), merupakan sumber data yang biasa memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara. Dalam hal ini penulis mendapatkan data-data atau informasi tentang gambaran umum objek penelitian di Mts. Nurul Huda Sedati, Sidoarjo dari kepala sekolah, guru dan peserta didik karena para narasumber tersebut sangat dibutuhkan guna kelancaran penelitian ini.

2. Paper (Dokumen/arsip), merupakan sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar, atau simbol lainnya yang ada di MtsNurul Huda Sedati Sidoarjo, misalnya: struktur organisasi program Gemar Membaca, pedoman evaluasi program literasi dan bukti keberhasilan program.

3. Observasi, yang berarti pengamatan yang bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu masalah, sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai

7

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Yogyakarta: PT. RinekaCipta, 1991), hal 144.


(64)

55

alat re-checking atau pembuktian terhadap informasi/ keterangan yang diperoleh sebelumnya.

Penentuan Informan Penelitian ini menggunakan cara bola salju

(Snowball Sampling) yaitu penentuan sample yang mula-mula jumlahnya

kecil kemudian sampel ini disuruh memilih respoden lain untuk dijadikan sampel lagi,begitu seterusnya sehingga jumlah sampel menjadi semakin banyak.8 Sehingga informan penelitian iniadalah sebagai berikut:

1. Kepala Mts. Nurul Huda Sedati, Sidoarjo yaitu Bapak M. Muhibbuddin Ath. M.Pd.I sebagai Key Informan untuk mendapatkan data tentang perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi program literasi. Selain itu juga mendapatkan dokumen tentang penghargaan program literasi oleh USAID.

2. Koordinator Program Literasi untuk mendapatkan data tentang pelaksanaan program literasi serta evaluasi.

3. Tenaga Pendidik di Mts. Nurul Huda Sedati, Sidoarjo untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan program literasi.

4. Peserta didik untuk mendapatkan informasi tentang perbandingan minat baca antara sebelum dan sesudah diadakan program literasi.

8


(65)

56

C. Cara Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri atau anggota tim peneliti atau sering disebut human

instrument yang berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan

sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.9

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi stustadz/ah data yang ditetapkan. Oleh karena itu agar hasil yang diperoleh dalam penelitian ini benar-benar data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, maka teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Interview / Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila penelitian ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi.

9


(66)

57

Wawancara merupakan alat pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in–depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.

Dalam penelitian ini peneliti memilih wawancara terstruktur demi terarahnya saat pewawancaraan dan lebih memudahkan dalam pengambilan data dan informasi yang dibutuhkan. Wawancara Terstruktur adalah sebagai teknik pengumpulan data bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Dalam prakteknya selain membawa instrument sebagai pedoman wawancara, maka pengumpul data juga dapat menggunakan alat bantu seperti tape recorder, gambar, brosur dan material lain yang dapat membantu dalam wawancara.

Untuk mendapatkan data atau informasi yang akurat, penulis juga akan melakukan wawancara kepada orang yang bisa dimintai informasi. Misalnya : kepala sekolah, pendidik dan tenaga


(1)

95

BAB V PENUTUP

Demikianlah hasil kajian penelitian menegnai Manajemen Program

Literasi dalam Praktik Pembudayaan Membaca di MTs. Nurul Huda Sedati,

Sidoarjo. Sebagai penutup, berikut ini peneliti sampaikan secara rinci hasil dan

kesimpulan dari penelitian.

A. Simpulan

Manajemen yang diterapkan untuk menyelenggarakan program literasi dalam

praktik pembudayaan membaca meliputi empat hal pokok yaitu perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi sebagaimana berikut:

1. Perencanaan dalam program literasi di MTs. Nurul Huda Sedati dilakukan

oleh penyelenggara adalah menentukan tujuan, membuat rencana jangka

pendek yaitu dalam kurun waktu 1 tahun dan rencana jangka panjang

sebagai tujuan utama dari program literasi dipergunakan agar efektif dan

efisien.

2. Pengorganisasian dalam program literasi di MTs. Nurul Huda Sedati ini

menetapkan struktur organisasi, merumuskan tugas serta menetapkan standar

operasional prosedur serta menunjukkan garis kewenangan dan tanggung

jawab sesuai dengan posisi.

3. Pelaksanaan program literasi di MTs. Nurul Huda Sedati yaitu melaksanakan


(2)

96

pembiasaan yang berisi cara madrasah membiasakan warga madrasah untuk

membaca dan membangun lingkungan yang literat. Pelaksanaan tahap

pengembangan yaitu dengan mengembangankan pembudayaan membaca

melalui menulis ringkasan isi buku pada buku diary membaca. Dan tahap

terakhir yaitu pembelajaran yaitu memberikan sumbangsi pada pembelajaran

yang menggunakan kurikulum 2013.

4. Proses evaluasi program literasi di MTs. Nurul Huda Sedati dilakukan untuk

memastikan seluruh kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan dan

dilaksanakan berjalan sesuai dengan harapan dan tujuan program dengan

mendayagunakan wali kelas untuk evaluator minat baca peserta didik.

B. Saran

Berdasarkan dari hasil kesimpulan diatas, maka peneliti memberi saran

sebagai berikut:

1. Dari sisi manajemen, meskipun sudah berjalan dengan cukup baik tetapi

disarankan pada tahap evaluasi program, bukan hanya wali kelas sebagai

evaluator program tetapi kepala madrasah mengevaluasi program secara

keseluruhan karena peneliti mengetahui bahwa guru belum menjadi model

dari kegiatan pembudayaan membaca ini.

2. Dari sisi kegiatan penunjang program, sebaiknya dilakukan inovasi kegiatan

untuk membangun budaya baca seperti lomba baca puisi, lomba membuat


(3)

97

madrasah, dan lain-lain. Selain itu menyeimbangkan antara keterampilan


(4)

i

Daftar Pustaka

Arifin, Zaenal.2010 Evaluasi Pembelajaran. Bandung : Rosda cet. 2.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

RinekaCipta.

Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Jakarta:

Rineka Cipta. Edisi Revisi III.

Arikunto, Suharsimi. 1991. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Yogyakarta: PT. RinekaCipta.

Athoila, Anton. 2002. Dasar-dasar Manajemen, Bandung: Fak. Syariah IAIN Sunan

Gunung Djati.

Axford. 2009. Scaffolding Literacy: An integrated and sequential approach to

teaching, reading, spelling and writing. Australia, ACER Press.

Baynham, Mike. 1995. Literacy Practices: Investigating Literacy in Social Contexts.

London: Longman.

Bungin, Burhan. 2011. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga University

Press.

David Wray, Jane Medwell, et al. 2002. Teaching Literacy Effectively in the Primary

School. London: New Fetter Lane.

Denim, Sudarwan. 2002.Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung, PustakaSetia.

Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan, Buku Saku Gerakan Literasi Sekolah.

Gipayana, Muhana. 2010. Pengajaran Literasi. Malang: Asih Asah Asuh.

Hikmat, 2009. Manajemen Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Indrawan, Irjus. 2015. Pengantar Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah,

Yogyakarta: Deepublish. Ed.1, Cet.1

Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al Mahalli dan Jalaluddin Abdurrahman bin Abi


(5)

ii

Kamus Besar Bahasa Indonesia

Kern, R. 2000. Literacy and Language Teaching. Oxford: Oxford University Press.

Majalah Mimbar, no. 357/Sya’ban-Ramadhan 1437 H/ Juni 2016/ th. XXXI.

Miles and Huberman. 1984. Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New Methods. London: Sage Publication, Inc,

Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Moleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Musfiroh, Tadkirotun. Konstruk Kompetensi Literasi untuk Siswa Sekolah Dasar.

Jurnal LITERA, Volume 15, Nomor 1, April 2016

Nuraida, Ida. 2008. Manajemen Administrasi Perkantoran. Yogyakarta: Kanisius.

Retnaningdyah, Pratiwi. Kisyani Laksono, et al, Panduan Gerakan Literasi Sekolah

di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar

dan Menengah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016.

Purwanto, 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet. 3.

Riyanto, Yatim. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: PENERBIT

SIC, Cetakan ke 3.

Skripsi, Sri Hayati, 2013. Pengaruh Peranan Guru terhadap Peningkatan Minat

Baca Siswa SMP Negeri 3 Bantul. Yogyakarta: UIN Sunan Kaljaga.

Skripsi, Kania Rianthi, 2010 Peningkatan Minat Baca Anak melalui Mendongeng:

Studi Kasus di Perpustakaan Pustaka Kelana Rawamangun, Jakarta:

Universitas Indonesia.

Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rajagrafindo. cet. 10.

Sugiyono, 2013. Metode Pendidikan Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Penerbit Alfa Beta.


(6)

iii

USAID Prioritas, Praktik yang Baik Budaya Baca di SD/MI dan SMP/MTs, Jakarta,

2015

Widyaningrum, Lulut. Membudayakan Literasi Berbasis Manajemen (Aplikasi,

Tantangan dan Harapan) Jurnal DIMAS –Volume 16, Nomor 1, Mei 2016

Wijono, Dojo. 1997. Manajemen Kepemimpinan dan Organisasi Kesehatan.