Sejarah pondok pesantren Kauman kawasan Pecinan Lasem-Rembang Jawa Tengah.
SEJARAH PONDOK PESANTREN KAUMAN KAWASAN PECINAN LASEM- REMBANG- JAWA TENGAH
SKRIPSI
DiajukanuntukmemenuhisebagaianSyaratMemperoleh GelarSarjanadalamProgam Strata Satu (S-1)
PadaJurusanSejarahPeradaban Islam (SPI)
Oleh MasfiatulChoiriyah
NIM: A02213050
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Sejarah Pondok Pesantren Kauman Kawasan Pecinan
Lasem-Rembang Jawa Tengah”. Adapunfokusmasalahnyaadalahsebagaiberikut: 1) Bagaimana keberadaan kawasan pecinan di Lasem-Rembang-Jawa Tengah. 2) Bagaimanakeberadaanpondokpesantren Kaumandi kawasanPecinan.3) Bagaimana sejarah kehadiran pondok pesantren Kauman kawasan pecinan Lasem-Rembang-Jawa Tengah?
Penelitianini di susun dengan menggunakan metode etnografi dan etnohistory yang mengungkapkan keadaan masa kini untuk melihat seperti apa masa lampaunya, dengan beberapa langkah di antaranya observasi, wawancara, heuristik, verifikasisumber, interpretasi, danhistoriografi. Adapun pendekan yang digunakan adalah pendekatan etnohistory guna untuk mengetahui latarbelakang berdirinya pondok pesantren Kauman di kawasan pecinan serta melihat keadaan kawasan pecinan sebelum hadirnya pondok pesantren Kauman. Di dukung pula denganteori change and continuity dari Claire Holt yang menggambarkan perubahan kawasan pecinan.
Dari hasil penelitian skripsi ini adalah: 1) Keberadaan kawasan pecinan Lasem berada di Jawa pesisir Wetan. Walaupun masuk dalam kebudayaan Jawa, tapi kawasan ini mempunyai keunikan dengan adanya hunian orang Cina yang mayoritas beragama konghuchu. Secaraa dministrasi pemerintahan kawasan pecinan Lasem berada di Desa Karangturi Kecamatan Lasem Kabupaten Rembangn-Jawa Tengah. 2) Keberadaan pondok pesantren Kauman di kawasan pecinan Lasem membawa ajaran agama Islam. 3) Sejarah kehadiran pondok pesantren Kauman pada tahun 2003 di kawasan pecinan ini menghadirkan konsep
Islam Rohmatan Lil „Alamin sebagai peradaban dengan menjunjung tinggi toleransi, saling menghormati dan menyayangi walaupun berbeda Suku, Agama, Ras, dan antar golongan yang menggantikan beberapa umat Islam yang dating lebih dulu yaitu Islam yang membawa kebencian (keresahasan).
(7)
ABSTRACT
This mini thesis, “History of Islamic Boarding school at Pecinan Area at
Lasem-Rembang, Central Java”, have 3 main focus. First, to describe existency of Pecinan area at Lasem-Rembang, Central Java. Second, to describe existency of Kauman Islamic Boarding School at Pecinan area. Last, investigating historical aspect of development of Kauman Islamic Boarding School at Pecinan area, Lasem-Rembang, Central Java.
By using Etnography and Etnohistory method, the data of this research gathered through observation, interview, heuristic, source verification, interpretation and histographic. Purpose of etnography method itself is to build the background of Islamic boarding school establishment at Pecinan area and to observe its environment before the establishment, which is supported and used the change and continuity theory of Claire Holt in describing the changes in Pecinan area.
This research find that, first, Pecinan Lasem are is located around Wetan Java Coast (Jawa Pesisir Wetan), where become the residence of Chinese ethnic and the majority is Konghucu. To be specific, Pecinan Lasem is located at Karangturi, Lasem-Rembang, Central Java. Second, the exsistence of Kauman Islamic Boarding spread Ismalic thought and religion in that area. Third, historically, in 2003 the establishment of Kauman Islamic Boarding school spread
an islamic concept, Rohmatan Lil „Alamin, as a culture to tolerate and respect
(8)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………... i
PERNYATAAN KEASLIAN……… ii
HALAMAN PERSETUJUAN ………..………... iii
HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI…………...………... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI……….… v
PERSEMBAHAN………... vi
MOTTO……… vii
ABSTRAK……….. viii
ABSTRACT……….. ix
KATA PENGANTAR……….... x
DAFTAR ISI………...……….. xi
BAB I: PENDAHULUAN A. LatarBelakang……….. 1
B. RumusanMasalah………. 6
C. TujuanPenelitia……… 6
D. KegunaanPenelitian………. 7
E. PendekatandanKerangkaTeori……….. 7
F. PenelitianTerdahulu………... 10
G. MetodePenelitian………... 12
H. SistematikaPembahasan………. 18
BAB II: MUNCULNYA KAWASAN PECINAN KARANGTURI DI LASEM- REMBANG-JAWA TENGAH A. LetakgeografiskotaLasem……… 19
B. MunculnyaTionghoa di Lasem……….. 21
C. Karakterfisikdan non fisikkawasanpecinan……… 26
(9)
2. Karakter non fisikkawasanpecinan……….27
D. PranataSosialKawasanPecinanDesaKarangturi………..28
BAB III: PONDOK PESANTREN KAUMAN KAWASAN PECINAN LASEM-REMBANG-JAWA TENGAH A. TinjauanpondokPesantren………..……….. 34
1. PengertianPondokPesantren………... 34
2. TujuanPondokPesantren………. 37
3. KarakteristikPondokPesantren………... 40
B. LatarbelakangberdirinyaPondokPesantrenKauman………... 44
C. Lima elemenPondokPesantrenKaumanKawasanPecinan…...…...47
1. Kyai..……….48
2. Masjid………....51
3. Pondok (Asrama)………...53
4. Santri……….….55
5. KitabKuning………...61
BAB IV: KEHADIRAN PONDOK PESANTREN KAUMAN DI KAWASAN PECINAN LASEM-REMBANG-JAWA TENGAH A. Hubunganantara orang jawa Islam dengan orang Cina………. 66
B. KeadaankawasanPecinansebelumhadirnyaPondokPesantren Kauman ………...69
C. PerubahankawasanpecinandenganhadirnyapondokPesantrenKauman 1. Segiartefak….……….. 71
2. Segiprilaku………... 72
D. KonsepRohmatanlilA’laminAbahZaim di kawasanPecinan………. 73
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan………... 76
B. Saran-saran……….. 77 DAFTAR PUSTAKA
(10)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pondok pesantren merupakan pendidikan khas Indonesia yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat yang telah teruji kemandiriannya sejak berdirinya hingga sekarang. Pada awal berdirinya pondok pesantren masih sangat sederhana. Kegiatannya pun masih diselenggarakan di dalam masjid dengan beberapa orang santri yang kemudian di bangun pondok-pondok sebagai tempat tinggalnya.
Dalam perkembangannya pesantren paling tidak mempunyai tiga peran utama, yaitu sebagai lembaga pendidikan Islam, lembaga dakwah dan sebagai lembaga pengembangan masyarakat. Pada tahap berikutnya, Pondok pesantren menjelma sebagai lembaga sosial yang memberikan warna khas bagi perkembangan masyarakat sekitarnya. Peranannya pun berubah menjadi agen pembaharuan (Agen Of Change) dan agen pembangunan masyarakat. Sekalipun perubahan demikian, apapun usaha yang dilakukan pondok pesantren tetap saja yang menjadi khittoh berdirinya dan tujuan utamanya, yaitu tafaqquh fid-din. Secara eksistensi Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan dan lembaga sosial, tumbuh dan berkembang di daerah pedesaan dan di perkotaan.1
1
Badri dan Munawaroh, Pengantar Literatur Pesantren Salafiyah (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan, 2007), 3.
(11)
2
Secara esensial pesantren merupakan sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para muridnya tinggal bersama dan belajar ilmu-ilmu keagamaan di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kiai. Asrama untuk para murid tersebut berada dalam komplek pesantren dimana kiai bertempat tinggal dalam lingkungan pesantren tersebut. Disamping itu juga terdapat terdapat fasilitas ibadah berupa masjid di dalamnya. Meskipun bentuk pesantren pada awalnya masih sangat sederhana, namun pada saat itu pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang terstruktur.2 Adapun unsur-unsur dasar yang terdapat dalam pondok pesantren adalah kiai, masjid, asrama, santri dan kitab kuning.3
Membicarakan tentang pondok pesantren, maka kita harus mengingat bahwasanya lembaga pendidikan di Indonesia pertama kali yang dikenal adalah pondok pesantren. Lembaga pendidikan pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua saat ini dan dianggap sebagai budaya Indonesia yang indigenious. Keberadaan pesantren sebagai wadah untuk memperdalam agama sekaligus sebagai pusat penyebaran agama Islam diperkirakan masuk sejalan dengan gelombang pertama dari proses pengislaman di daerah jawa sekitar abad ke-16.4 Beberapa abad kemudian penyelenggaraan pendidikan ini semakin berkembang dengan munculnya tempat-tempat pengajian (nggon ngaji). Bentuk ini kemudian berkembang dengan pendirian tempat-tempat menginap atau disebut dengan pemondokan bagi para bagi para pelajar
2
M Sulthon Masyhudi, Manajemen Pondok Pesantren (Jakarta: Diva Pustaka, 2005), 1.
3
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta: LP3ES, 1982), 44.
4
(12)
3
(santri), yang kemudian disebut “pesantren”.5
Sebuah komunitas pondok pesantren minimal ada kyai (tuan guru, buya, ajengan, abu), masjid, asrama (pondok) pengajian kitab kuning atau naskah salaf tentang ilmu-ilmu agama Islam.6
Keberadaan Pesantren yang tetap bertahan di tengah arus modernisasi yang sangat kuat saat ini, menunjukkan bahwa pondok pesantren memiliki nilai-nilai luhur dan bersifat membumi serta memiliki fleksibilitas yang tinggi seperti sopan santun, penghargaan dan penghormatan terhadap guru atau kiai dan keluarganya, penghargaan terhadap keilmuan seseorang, penghargaan terhadap hasil karya ulama-ulama terdahulu yang tetap di pegang teguh oleh sebagian masyarakat kita.
Pesantren juga mengajarkan nilai-nilai luhur yang bisa menjadi bekal di hari nanti dalam kehidupan bermasyarakat. Kemandirian, moralitas, keuletan, kesabaran, dan kesederhanaan merupakan sifat-sifat yang menjadikan peasantren berbeda dengan lembaga-lembaga pendidikan di luar sana pada umumnya. Kurikulum pendidikan yang “ekslusif” menjadikan alumni-alumni lembaga pendidikan pada umumya. Tidak sedikit yang dapat kita jumpai pondok pesantren yang tetap memegang teguh ajaran lama dan di seimbangi dengan sisitem kurikulum ekslusif diantaranya adalah pondok Kauman.
Pondok Kauman adalah Pondok Pesantren yang bisa dibilang unik atau langkah karena mempunyai bangunan yang berbeda dengan pondok pesantren pada umumnya, yaitu bangunan khas tiongkok, dengan dilengkapi adanya
5
Masyhudi, Manajemen Pondok Pesantren, 1. 6
Departemen Agama, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah (Jakarta: Departemen Agama, 2004), 28.
(13)
4
lampion-lampion yang bergantung serta tulisan kanji yang tertulis di pintu-pintu dan tempat-tempat tertentu yang mencerminkan adanya persatuan antara penghuni pondok pesantren dengan masyarakat sekitar pondok (masyarakat pecinan).
Pada awalnya tidak ada niatan sama sekali didirikannya Pondok Kauman tersebut semua berawal ketika Aba Zaim pindah rumah dari daerah Soditan ke Karangturi yang merupakan kawasan Pecinan. Datanglah seorang murid Abah Ma’sum (ayah Aba zaim) kerumah beliau yang mengatakan bahwasanya dia bermimpi bertemu dengan Abah Ma’sum, dalam mimpinya dia disuruh Abah Ma’sum untuk memondokkan anaknya ditempat beliau, dan dari sebuah mimpi orang itulah akhirnya beliau mulai mendirikan Pondok Pesantren tersebut.
Secara geografis, daerah tempat berdirinya pesantren ini merupakan dataran rendah, jarak dengan laut jawa kurang lebih 2,75 km kearah utara letaknya yang berada dijantung kota Lasem, persisinya di Kauman Desa Karangturi Kec. Lasem Kab. Rembang yang berdasarkan data static, jumlah penduduk berkulit kuning dan bermata sipit di RW tempat Pesantren ini, mencapai 94%, maka tak mengherankan jika masyarakat lasem menyebut kawsan ini dengan pecinan, eksitensi pesantren di tengah komunitas non muslim merupakan nilai lebih dan juga sebuah tantangan bagi semua eksponen civitas pesantren.7
7
Aniqotul Ummah, “Pondok Pesantren Kauman di Kota Cina Kecil Lasem”,
(14)
5
Dengan berada dilingkungan yang kontradiktif, toleransi sosial agama di junjung tinggi oleh warga pesantren maupun penduduk sekitarnya. Sifat saling menghargai kebebasan beragama, kemajemukan dan hak asasi, mendasari terciptanya lingkungan kondusif, perilaku sikap tasamuh (toleransi) terhadap tetangga yang sering diajarkan dan dicontohkan pengasuh, mejadikan filosofi tersendiri bagi santri, sehingga tak mengalami kendala untuk berinteraksi dengan masyarakat dalam menghadapi perbedaan di kecamatan yang terdapat 3 kelenteng, 3 Vihara, puluhan gereja dan ratusan musholah ini benar-benar sudah teruji dan terbukti dengan tak pernah menjumpai adanya konflik berbau SARA yang sering terjadi di daerah lain.8
Melihat lingkungan sekitar pesantren adalah lingkungan pecinan, agar kehadiran pesantren ini bisa diterima oleh mereka maka cara yang lakukan oleh Abah Zaim adalah menjunjung toleransi bertetangga dengan masyarakat Tionghoa sekitar pesantren, peduli masyarakat dan lingkungan sekitar pesantren. Namun hal ini dilakukan bukan semata-mata agar pesantren ini kehadirannya diterima oleh masyarakat China, Islam sendiri juga mengajarkan untuk berbuat baik kepada tetangga baik itu tetangga muslim ataupun non muslim. Sebelum mendirikan pondok Kauman ini Abah Zaim terlebih dahulu mendatangi rumah-rumah warga Tionghoa untuk meminta izin mendirikan pondok pesantren di Kauman, warga Tionghoa menyambut dengan baik dan menerima dengan lapang jika mendirikan pondok di lingkungan mereka. Para santri kami anjurkan untuk berbaur tanpa sekat dengan masyarakat Tionghoa
8
(15)
6
dengan tetap menghormati keyakinan masing-masing, dan Alhamdulillah dengan menjunjung toleransi bertetangga dengan masyarakat Tionghoa berkat hidayah Allah ada sejumlah masyarakat Tionghoa yang masuk Islam yang merupakan pengaruh terbesar adanya pondok yang secara tidak langsung berperan sebagai dakwah agama Islam.
Kehadiran pondok pesantren Kauman di tengah-tengah kehidupan masyarakat Karangturi yang notabennya adalah orang-orang China mempunyai keunikan tersendiri dan menarik untuk diteliti. Berkenaan dengan latar belakang permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Sejarah Pondok Pesantren Kauman Kawasan
Pecinan Lasem- Rembang- Jawa Tengah”.
B. Rumusan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas, agar lebih praktis dan terarah dalam pembahasannya, maka rumusan masalah yang dapat dipaparkan pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana keberadaan kawasan Pecinan di Lasem-Rembang-Jawa Tengah?
2. Bagaimana keberadaan Pondok Pesantren Kauman di Kawasan Pecinan? 3. Bagaimana sejarah kehadiran pondok pesantren Kauman di kawasan
pecinan Lasem-Rembang-Jawa Tengah?
(16)
7
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui keberadaan kawasan Pecinan di Lasem- Rembang- Jawa Tengah.
2. Untuk mengetahui keberadaan Pondok Pesantren Kauman di kawasan Pecinan Lasem-Rembang-Jawa Tengah.
3. Untuk mengetahui sejarah kehadiran poodok pesantren Kauman di kawasan Pecinan Lasem-Rembang-Jawa Tengah.
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara Teoritis
Bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan khazanah keilmuan serta sebagai bahan referensi atau rujukan dan tambahan pustaka pada perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.
2. Secara Praktis
Bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca, guna sebagai referensi tambahan mengenai berdirinya Pondok Pesantren Kauman di kawasan Pecinan Karangturi Lasem- Rembang- Jawa Tengah, dengan ciri khas bangunan Tiongkok.
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik
Pendekatan dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan etnohistory. Pendekatan etnografi berawal dari ide yang mengintegrasikan
(17)
8
antara pendekatan etnografi (dalam antropologi) dan pendekatan historiografi (dalam ilmu sejarah). Di mana dalam penggabungan dua pendekatan tersebut menghasilkan pendekatan baru yang di sebut dengan pendekatan etnohistory. Penulis menggunakan pendekatan etnohistory guna untuk mengetahui latar belakang berdirinya pondok pesantren Kauman dikawasan pecinan serta melihat keadaan kawasan pecinan sebelum dan sesudah hadirnya pondok Pesantren Kauman di kawasan tersebut dengan menelusuri sumber-sumber pada masa lampau berupa arsip atau dokumen dari Pondok Pesantren Kauman Kawasan Pecinan9. Penggambaran terhadap suatu peristiwa sangat tergantung pada pendekatan, yaitu segi mana kita memandangnya, dimensi mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang diungkapkan, dan lain sebagainya. Hasil-hasil pelukisannya sangat ditentukan oleh pendekatan yang dipakai.10 Menurut ilmu, segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, penyebab dari kejadian dan siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.11 Penjelasan diuraikan kedalam beberapa sub bab yang disusun secara kronologis.
Menurut para ahli untuk mempermudah seorang sejarawan dalam melakukan upaya pengkajian terhadap peristiwa-peristiwa masa lampau maka dibutuhkan teori dan konsep dimana keduanya berfungsi sebagai alat analisis serta sintesis sejarah. Kerangka teoritis maupun konseptual itu sendiri berarti metodologi didalam pengkajian sejarah, dan pokok pangkal metodologi
9
Dudung Abdurrohman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 24.
10
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), 2.
11
(18)
9
sejarah adalah pendekatan yang digunakan.12 Selain itu, penulis juga menggnakan teori pendekatan social. Teori merupakan pedoman guna untuk mempermudah jalannya penelitian dan sebagai pegangan pokok bagi peneliti dalam memecahkan masalah penelitian.13 Dalam penelitian ini penulis menggunakan bantuan dari ilmu social lainnya untuk mempermudah dalam jalannya penelitian.
Pada penelitian ini penulis menggunakan kerangka teori “continuity and change”. Menurut Claire Holt pada tahun 1967 dalam bukunya yang berjudul
“Art In Indonesia: continuity and change.14
Dengan teori tersebut penelitian akan menguraikan secara rinci masalah-masalah kesinambungan yang terjadi di dalam sejarah pondok pesantren Kauman yang berada di kawasan Pecinan Lasem-Rembang-Jawa Tengah.
Suatu perubahan akan terjadi di kawasan Pecinan Lasem apabila pembaharuan datang dan mempunyai kekuatan serta dorongan yang kuat dengan kawasan pecinan di mana berdirinya Pondok Pesantren Kauman. Jika perubahan baru memiliki kekuatan serta dorongan yang kuat maka akan terjadi perubahan, perubahan yang terjadi tidak akan serta merta menggeser dan menghilangkan tradisi yang berkelanjutan dari tradisi keilmuan yang lama, kepada tradisi serta keilmuan yang baru, walaupun muncul paradigma baru. Dengan demikian dengan adanya perubahan elemen-elemen lama yang di buang dan kemudian di masukkan elemen-elemen baru bahkan sebelumnya
12
Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah, 25. 13
Djarwanto, Pokok-pokok Metode Riset dan Bimbingan Teknik Penelitian Skripsi (Jakarta: Liberty, 1990), 11.
14
Lukmanul Hakim, “Pondok Pesantren Biharru bahri ‘Asali Fadlaairil Rahma Turen Malang (1978-2010)”, (Skripsi, UIN Sunan Ampel, 2016), 14.
(19)
10
belum ada di kawasan pecinan dimana berdirinya Pondok Pesantren Kauman Lasem-Rembang-Jawa Tengah. Perubahan ini muncul karena proses kesinambungan dan perubahan masih tetap terlihat dari kacamata agama, perubahan yang selalu muncul dan nampak dari problematika social.
Adapun perubahan yang terjadi di kawasan pecinan dengan berdirinya pondok pesantren Kauman di kawasan seperti hubungan yang harmonis antara orang jawa islam dengan orang cina, adanya orang cina yang mengikuti kegiatan pondok seperti pengajian, orang muslim yang ikut serta ketika ada acara di klenteng, tatanan pondok dengan menggunakan bagunan khas tiongkok, dan perubahan tersebut terjadi semenjak berdirinya pondok pesantren dikawasan pecinan pada tahun 2003.
F. Penelitian Terdahulu
Sesuai dengan data yang terdapat dalam perpustakaan melalui penelusuran data yang telah penulis lakukan, belum ada penelitian skripsi yang membahas tentang objek penelitian kali ini. Berikut beberapa penelitian yang berkaitan dengan tema yang penulis bahas:
1. Tesis Djoko Darmanto (2003) Magister Teknik Arsitektur Universitas Diponegoro Semarang yang berjudul “Mazhab Ying-Yang pada Perancangan Arsitektur: studi kasus Permukiman Pecinan di Lasem”. Peneliti ini membahas tentang mazhab Ying-Yang, arsitektur umum Cina, dan bangunan- bangunan Cina kuno di pemukiman Pecinan Lasem.
2. Skripsi Difa RizqaAnestya (2015) fakultas Ilmu Sosial jurusan Sosiologi dan Antropologi Universitas Negeri Semarang, yang berjudul
(20)
11
“Komodifikasi Kebudayaan Tinghoa pada Komunitas Pecinan Desa Karangturi dalam Menunjang Sektor Pariwisata di Kabupaten Rembang. Skripsi ini membahas tentang masyarakat Tionghoa di Desa Karangturi, yang lebih meniti beratkan pada kemasan wisata di pemukiman pecinan Karangturi, dan factor pendorong penghambat komodifikasi kebudayaan di Desa Karangturi Lasem.
3. Skripsi Sholeh Sa’dullah (2015) fakultas Agama Islam universitas Whis Hasyim Semarang, yang berjudul “Penerapan Ilmu Tasawuf pada Santri di Pondok Pesantren (Stusi Analisis Implementasi Pendidikan Akhlak Santri di Pondok Pesantren Al- Ishlah Soditan Lasem Rembang. Skripsi ini membahas tentang penerapan ilmu tasawuf untuk santri Pondok Pesantren Al-Ishlah Lasem Rembang, yang meniti beratkan pada ajaran tasawuf dalam kehidupan sehari-hari dan pengajaran pendidikan akhlak karimah kepada para santri Pondok Pesantren Al- Ishlah Soditan Lasem.
4. Skripsi Supriyanto (2015) universitas Muhammadiyah Surakarta fakultas Agama Islam dengan judul “Peran Pemimpin Pondok Pesantren Al-Hidayat dalam Menanamkan Etika Keislaman Santri (Studi kasus di Pondok Pesantren Al-Hidayat Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang tahun 2011/2015). Skripsi ini membahas tentang peran pemimpin pondok pesantren Al-Hidayat dalam pengajaran etika keislaman kepada santri. Penelitian skripsi ini lebih mengfokuskan peran pemimpin pondok Al-Hidayat dalam pengajaran mengenai pendidikan ataupun tentang etika-etika yang berhubungan dengan ajaran keislaman.
(21)
12
G. Metode Penelitian
Metode disini diartikan suatu cara atau teknis dilakukan dalam proses penelitian. Sedangkan penelitian itu sendiri diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar dan hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran.15 Dalam penulisan penelitian sejarah kualitaif, penulis menggunakan 2 metode yaitu metode etnografi dan metode etnohistory untuk membantu kelangsungan penelitian. Langkah awal di lakukan penulis dalam penelilitian ini adalah menggunakan metode etnografi. Etnografi berasal dari kata ethos yang berarti Bahasa dan graphein yang bertulisan atau uraian. Jadi berdasarkan asal katanya, etnografi berarti tulisan atau uraian. Etnografi juga dapat diartikan apa yang dikerjakan oleh para praktisi di lapangan. Metode penelitian etnografi adalah suatu aturan dan prinsip-prinsip yang sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, dengan tujuan untuk memahami makna tindakan dari kejadian yang menimpa suatu kelompok.16 Sedangkan penelitian ini bersifat deskriptif yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik tentang objek yang sebenarnya.
Biasanya dalam metode etnografi ini menggunakan media pengamatan (observasi) dan wawancara dalam proses pengumpulan data atau sumbernya.17
15
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal(Jakarta: PT Bumi Aksara, 1995), 24.
16
James P. Spradley, Metode Etnografi, cet 1 (Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya, 1997), 5.
17
(22)
13
1. Observasi atau pengamatan merupakan proses pencarian data atau sumber yang diperoleh melalui pengamatan inderawi. Dalam hal ini proses pengumpulan data dilakukan dengan cara mencatat semua gejala-gejala, fenomena atau kejadian pada objek penelitian secara langsung dilapangan. Dalam prakteknya, penulis melakukan observasi atau pengamatan langsung di lapangan untuk mengetahui kejadian, fenomena atau gejala yang ada di Pondok Pesantren Kauman yang berada di kawasan Pecinan Lasem-Rembang-Jawa Tengah.
2. Wawancara merupakanproses pencarian sumber atau data yang diperoleh dari pitutur lisan, wawancara atau interview kepada responden secara langsung atau tatap muka.18Terkait dengan metode ini, para peneliti kerap melakukan stenografi, rekaman audio, rekaman video, atau catatan tertulis sebagai media pengumpulan data. Dalam prakteknya penulis melakukan wawancara terhadap kyai pendiri pondok pesantren Kauman dan beberapa tokoh yang mempunyai peran dalam mendirikan serta dalam mengembangkan pondok pesantren. Selain itu penulis juga melakukan wawancara terhadap masyarakat pecinan sebagai salah satu media untuk menguatkan data terkait dengan sejarah Pondok Pesantren Kauman di Kawasan Pecinan Lasem-Rembang-Jawa Tengah.
Kemudian dalam penerapan pada penelitian ini, metode etnografi membantu penulis mendeskripsikan hal-hal yang sedang berlangsung (berkembang) saat ini yang terkait dengan Pondok Pesantren Kauman di
18
(23)
14
kawasan pecinan dan aktifitas pondok pesantren yang masih berlangsung hingga saat ini.
Langkah ke dua yaitu menggunakan metode etnohistory, dalam penelitian ini, metode etnohistory membantu penulis dalam mengungkapkan sejarah berdirinya Pondok Pesantren Kauman secara diakronik di kawasan Pecinan Lasem-Rembang-Jawa Tengah dan keadaan kawasan pecinan sebelum adanya pondok pesantren Kauman. Adapun langkah-langkah untuk menyelesaikan dan memeperoleh data yang otentik dalam penelitian Sejarah Pondok Pesantren Kauman Kawasan pecinan Lasem-Rembang-Jawa Tengah sebagai berikut:
1. Heuristic
Kuntowijoyo mengatakan dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Sejarah bahwa sumber sejarah disebut juga data sejarah yang dikumpulkan harus sesuai dengan jenis sejarah yang akan ditulis. Dalam penelitian ini, penulis menulis tentang sejarah kontemporer yang tentunya harus menggunakan sumber lisan serta menggunakan sumber tertulis yang berupa dokumen, dan artefak.19 Suatu proses yang dilakukan olehpeneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber, data-data, atau jejak sejarah. Karena dalam penelitian sejarah, sumber merupakan hal yang paling utama yang akan menentukan bagaimana aktualitas masa lalu manusia bisa dipahami oleh orang lain.20 Kemudian Sumber-sumber yang telah di dapatkan dari survey ke lokasi
19
Spradley, Metode Etnografi, 96.
20
(24)
15
Desa Karangturi Lasem-Rembang-JawaTengah kemudian di bedakan menjadi sumber primer dan sumber sukender.
a. Sumber primer adalah sumber yang dihasilkan atau ditulis pihak-pihak yang secara langsung terlibat dan menjadi saksi mata dalam peristiwa sejarah.21 Sumber primer yang digunakan penulis antara lain, wawancara dengan pengasuh Pondok Pesantren Kauman Abah Zaim, sesepuh etnis Tionghoa seperti bapak Ramlan, Mbah Dipo, ketua FOKMAS bapak Ernantoro, serta Piagam berdirinya Pondok Pesantren Kauman dan buku Pnduan Pondok Pesantren Kauman dengan Guna untuk memeperdalam dan menguatkan sumber sejarah.
b. Sumber sekunder adalah sumber yang digunakan sebagai pendukung dalam penelitian. Sumber-sumber tersebut didapatkan dari beberapa buku maupun dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tema.22 Seperti buku Akulturasi Lintas Zaman di Lasem perspektif sejarah dan Budaya, Lasem Negeri Dampoawang Sejarah yang Terlupakan, “Strategi Dakwah Abah Zaim dalam meningkatkan Kerukunan Lingkungan Komunitas Tionghoa di Kec. Lasem Kab. Rembang (bab 3 pdf: M. Mundhofai) dan beberapa buku lainnya.
2. Verifikasi Sumber.
Setelah mengetahui secara persis topic dan sumber sudah dikumpulkan, tahap berikutnya adalah verifikasi atau kritik sejarah atau keabsahan sumber. Verifikasi itu ada dua macam, otentisitas atau keaslian
21
Kasdi, Pengantar Ilmu Sejarah (Surabaya: IKIP, 1995), 30. 22
(25)
16
sumber atau kritik ekstern dan kredibilitas atau kebiasaan dipercayai atau kritik intern.23
a. Kritik intern
Kritik intern merupakan suatu kegiatan untuk menilai data-data yang diperoleh dengan maksud agar mendapatkan suatu data yang autentik atau tidak dan mendapatkan suatu data kredibilitas atau dapat dipercaya. Peneliti mengkritisi dengan adanya sumber data yang peneliti dapatkan yakni mengenai dokumen tertulis, seperti akta pendirian (piagam) yang disahkan tahun pada tahun 2003. Sumber yang didapatkan dapat dibilang autentik karena tahun berdirinya pondok sesuai dengan akta berdirinya pondok yang telah di syahkan oleh pemerintah.
b. Kritik ekstern
Kritik ekstern merupakan proses untuk mengetahui apakah sumber yang didapatkan autentik atau tidak. Dalam kritik ekstern ini penulis menemukan sumber yang autentik yakni sumber lisan dari pendiri Pondok Pesantren Kauman dan beberapa alumni Pondok Pesantren Kauman.
3. Interpretasi
Pada tahap ini penulis mencari hubungan antara data-data yang ditemukan, pengamatan yang berperan serta dalam penelitian yang
23
(26)
17
kemudian ditafsirkan. Selain itu data yang diperoleh dirangkai dan dihubungkan menjadi suatu kesatuan yang harmonis dan masuk akal.
Dengan melakukan interpretasi disuatu pihak akan menghidupkan objek penelitian dan dilain pihak akan menggiring data-data pada tema, topik yang lain. Selain itu, sejarawan tetap ada dibawah bimbingan metodologi sejarah, sehingga subjektivitas dapat dieleminasi. Metodologi mengharuskan sejarawan mencantumkan sumber datanya. Hal ini diharapkan agar pembaca dapat mengecek kebenaran data dan konsisten dengan interpretasinya.24
4. Historiografi
Historiografi merupakan harapan akhir dari penelitian. Historiografi adalah menyajikan hasil penafsiran atau interpretasi fakta sejarah dalam bentuk tulisan menjadi kisah.25 Adapun pola penyajian adalah sebagai berikut:
a. Informative deskriptif yaitu penyajian tulisan yang sesuai dengan aslinya sebagaimana yang diperoleh dari sumber-sumber yang diteliti, seperti utipan ari buku-buku, kutipan dari narasumber, maupun ucapan langsung ketika wawancara.
b. Informative interpretasi yaitu penyajian dengan menggunakan analisis untuk memperoleh kesimpulan yang sebenarnya.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
24
Suharto, Teori dan Metodologi Sejarah, 55.
25
(27)
18
Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi menjadi lima bab, dimana antara bab satu dengan bab yang lainnya saling berkaitan, sehingga penulisan skripsi ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dibawah ini diuraikan tentang sistematika pembahasan dalam skripsi ini.
Bab I: Pendahuluan. Pada bab pendahuluan ini akan diawali dengan latar belakang masalah yang kemudian dilanjutkan dengan ruang lingkup dan permasalahan, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan
kerangka teori, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II: Penulis membahas tentang letak geografis kota Lasem, munculnya tionghoa di Lasem, dan karakteristik fisik dan non fisik kawasan pecinan karangturi Lasem-Rembang-Jawa Tengah serta pranata sosial kawasan Pecinan.
Bab III: Membahas tentang pengertian pondok pesantren, tujuan dan karakteristik pondok pesantren, latar belakang berdirinya pondok Pesantren Kauman, dan lima elemen Pondok Pesantren Kauman kawasan Pecinan Lasem-Rembang-Jawa Tengah.
Bab IV: Penulis membahas tentang hubungan antara orang Jawa Islam dan Cina, kawasan pecinan sebelum hadirnya pondok pesantren Kauaman, perubahan kawasan Pecinan dengan hadirnya pondok pesantren Kauman dari segi prilaku dan bangunannya, dan konsep Rohmatan Lil ‘Alamin Abah Zaim di kawasan Pecinan.
(28)
19
Pada V: Terdiri atas kesimpulan yang berisi rangkuman singkat dari pembahasan bab-bab sebelumnya yang disesuaikan dengan rumusan masalah.
(29)
20
BAB II
KAWASAN PECINAN KARANGTURI LASEM-REMBANG-JAWA TENGAH
A. Letak Geografis Kota Lasem
Lasem merupakan sebuah kota kecil yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Rembang Jawa Tengah, terletak di jalur pesisir pantai uara Jawa, 12 Km sebelah timur Kota Rembang. Sebagai kota Kecamatan ia membawahi 20 desa atau kelurahan dengan luas wilayah 2.760.557 hektar yang berbatasan langsung dengan beberapa kecamatan di sekitarnya. Di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Rembang, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pancur, sebelah tenggara dengan Kecamatan Sedan dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sluke.1 Secara geografis daerah Lasem di bagi menjadi tiga yaitu:
1. Daerah pantai yang berpusat di Caruban kelurahan Gedung Mulyo dan desa Bonang.
2. Daerah dataran rendah yang terdapat di sekitar kota Lasem yang di aliri sungai Babagan.
3. Daerah pegunungan dengan puncak-puncaknya antara lain Gunung Ngeblek, Gunung Sarto dan sebgai puncak tertinggi adalah Gunung Argopuro.
1
M. Akrom Unjiya, Lasem Negeri Dampoawang Sejarah yang Terlupakan (Yogyakarta: Eja Publisher, 2008), 1.
(30)
21
Gambar 1.4
Peta Kabupaten Rembang, Arsiran warna hijau adalah wilayah kecamatan Lasem
Gambar 2.4
Peta Wilayah Kecamatan Lasem
Layaknya daerah-daerah lain yang sedang berkembang, kota kecil Lasem juga tak luput dari pembenahan dan penataan ruang seiring dengan perkembangan zaman itu sendiri. Terlihat deyut-deyut pelan pembangunan
(31)
22
mewarnai setiap gerak dan nafasnya yang juga tetap lamban, karena memang saat ini Kabupaten Rembang adalah salah satu daerah yang relatif tertinggal di bandingkan dengan kabupaten-kabupaten lain di Jawa Tengah.2
Walapun demikian suasana dan corak kota ini masih tetap lekat mencaerminkan sebagai kota tua yang tak kenal letih. Bangunan-bangunan usang yang sudah compang-camping, utuh atau yang tinggal puing-puingnya saja tampil sebagai penghias abadi di setiap sudut-sudutnya. Gedung-gedung yang indah dan megah yang pernah mewakili sebuah peradaban pada masanya. Tidak dapat di pungkiri bahwa Lasem adalah kota lama yang di dalamnya banyak sekali menyimpan nilai-nilai sejarah dan kebudayaan di masa silam.3
Hal ini dapat di buktikan dengan berbagai temuan sejarah yang pernah di teliti oleh banyak pihak termasuk dari Dinas Kepurbakalaan Nasional, diantara peninggalan-peninggalan yang masih bisa di saksikan baik berupa reruntuhan candi, makam pelabuhan, makam kuno, artefak, arca, masjid tua, klenteng tua serta kesenian dan kebudayaan. Jadi tidak heran jika kota kecil ini mendapatkan beberapa sebutan yaitu sebagai kota santri, kota Cina, dan kota Batik.
B. Munculnya Tionghoa di Lasem
Tionghoa menjadi bagian yang turut memebentuk proses sejarah Indonesia. Komunitas ini hadir dalam berbagai aspek (politik, ekonomi, adat budaya, kesenian), dan semua itu berlangsung sejak masa kerajaan colonial
2
Ibid., 2.
3
(32)
23
sampai reformasi. Oleh karena orang-orang tionghoa telah tinggal cukup lama di Indonesia, dari waktu ke waktu menyesuaiankan diri dengan lingkungan tempat mereka tinggal.4 Apabila di telusuri secara historical background dari eksitensi komunitas Tionghoa di negeri ini, berbagi sumber sejarah yang ada menunjukkan bahwa orang Tionghoa telah ada di Indonesia sejak berabad-abad yang lampau. Jauh sebelum bangsa Barat datang di Jawa, etnis Tionghoa sudah ada yang menetap di Jawa, dan diperkirakan semenjak abad-abad awal era Kristen.5 Orang Tionghoa yang datang berkunjung ke Jawa adalah Budha Fa Shien. Sekembalinya dari India dalam rangka mengumpulkan naskah-naskah asli agama Budha, kapalnya mengalami kecelakaan dan kemudian terdampar di sebuah wilayah yang di sebut Yeh p’o t’i. di kenal pula transkripsi nama Yawadwi (pa) oleh beberapa penulis yang di terima sebagai nama Jawa Kuno. Tempat terdamparnya di Jawa tidak dapat di pastikan, namun menurut buku karangan R. Winarni tempat yang di sebut Fashien tersebut adalah Mendang (sekarang daerah Rembang) tempat pemukiman orang Hindu pertama sekaligus tempat kontak perdagangan pertama antara orang Hindu dengan Jawa. Tahun datangnya Fa Shien di tempat itu di tetapkan tahun 414 M.6 pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit tersebut telah banyak dari kalangan elit yang memakai atau memiliki barang-barang mewah yang berasal dari Negeri Tiongkok. Pedagang-pedagang dari Tiongkok telah
4
Dwi Ratna Nurhajarani, et al. Akulturasi Lintas Zaman di Lasem: Perspektif Sejarah dan Budaya Kurun Niaga-Sekarang (Yogyakarta: BPNB, Oktober 2015), 44.
5
P. Carey, Orang Jawa an Masyarakat Cina 1755-1825 seri Perang Jawa (Jakarta: Pustaka Azet, 1986), 15-16.
6
R. Winarni. Cina Pesisir: Jaringan Bisnis Orang-orang Cina di Pesisir Utara Jawa Timur Sekitar Abad XVIII (Denpasar: Pustaka Larasan), 68.
(33)
24
tingggal di daerah-daerah pelabuhan dan telah berlangsung perkawinan antar golongan. Tujuan mereka ke Jawa adalah untuk berdagang. Mereka yang menetap di Jawa terdapat di bebebrapa daerah terutama di pesisir Utara Pulau Jawa.7
Ada beberapa versi yang menceritakan tentang kedatangan etnis Tionghoa di Lasem. Versi yang pertama menjelaskan kedatangan etnis Tionghoa di tandai dengan periode puncak kejayaan dinasti Han. Lasem yang memiliki tipikal geografis yang ideal untuk di dirikan sebuah kota, hal ini yang menyebabkan settlement (pemukiman) pelaut Tionghoa yang mendarat di Lasem pada awal abad ke tiga belas membuat pemukiman permanen di temi timur sungai. Versi kedua etnis Tionghoa sudah berinteraksi dengan masyarakat pribumi sejak abad ke XIV dan XV.8
Terbentuknya komunitas Tionghoa di Lasem melalui proses yang panjang. Di awali dengan hubungan dagang antara kerajaan Cina dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara pada sekitar abad ke-5 Masehi. Hubungan dagang ini tentu melibatkan kota-kota pesisir yang ada di bawah kekuasaan kerajaan-kerajaan yang berkuasa saat itu. Kota-kota di pesisir utara Jawa yang menjadi tempat persinggahan dan pemukiman para pedagang Cina yang paling awal antara lain Tuban, Lasem, Rembang, Jepara, Demak, Semarang, Banten, Jakarta, dan lain sebagainya.9 Pada masa pemerintahan dinas Ming yang berlangsung pada tahun 1368-1643, orang Tionghoa dari Yunani semakin banyak yang melakukan perjalanan ke Nusantara dengan tujuan untuk
7
Nurhajarani, et al,Akulturasi Lintas Zaman di Lasem, 45. 8
Ibid., 46. 9
(34)
25
perniagaan. Pada perkembangannya kemudian kekuasaan Dinasti Ming berusaha menjadikan wilayah Asia Tenggara termasuk Nusantara dalam wilayah perlindungannya. Salah seorang yang mendapat mandat untuk meminpin armada laut untuk melakukan perjalanan ke Nusantara adalah Cheng Ho. Dari tujuh kali pelayarannya ke Indonesia, Cheng Ho melakukan enam kali pelayaran ke Jawa.10
Orang-orang Tionghoa yang datang ke Nusantara pada umumnya di wilayah pesisir Utara Jawa khususnya, sebagian besar mereka berasal dari provinsi Fukien/Fujian dan Kwang Tung, dan mereka terdiri dari berbagai suku bangsa yaitu Hokkian, Hakka, Teociu, dan kanton. Merka memepunyai bidang keahlian yang berbeda-beda, yang nantinya di kembangkan di tempat baru (Indonesia). Orang Hokian merupakan orang Tionghoa yang paling awal dan paling besar jumlahnya sebagai imigran. Ada beberapa suku yang walaupun jumlahnya kecil, tetapi menyebar hampir di setiap kota yang ada di Jawa yaitu suku Kwangsor, Hokchins, dan Hockia. Mereka ini mempunyai keahlian berdagang, sehingga di tempat yang baru mereka menguasai perdagangan tingkat menengah. Masyarakat Cina Lasem di perkirakan sebgaian besar berasal dari kabupaten Zhangzhou, Provinsi Fujian, karena pemujaan beberapa tokoh yang di muliakan di klenteng-kleteng di Lasem mengikuti tata cara pemujaan seperti di klenteng-klenteng di Provinsi Fujian.11
Salah satu tempat berkembangnya imigran dari Cina terbesar di pulau Jawa abad ke 14-15 adalah Lasem selain di Sampotoalang dan ujung
10
Ibid,. 47. 11
(35)
26
Galuh.12Datangnya armada besar Laksamana Cheng Ho ke Jawa sebagai duta politik kaisar China Dinasti Ming yang ingin membina hubungan bilateral dengan Majapahit terutama dalam bidang perdagangan dan kebudayaan. Mereka memeperoleh ligitimasi untuk melakukan aktifitas perniagaanya dan kemudian banyak yang tinggal dan menetap di daerah pesisir Utara pulau Jawa.13
Kedatangan orang Cina di Lasem terjadi pada abad XV (1411-1416) di pelopori Bi Nang Un, Utusan Dinasti Ming yang berasal dari wilayah Yunan. Ia kemudian mendirikan perkampungan China di Lasem. Hal ini dapat di buktikan dengan adanya bangunan-bangunan tua seperti pemukiman Pecinan dengan bangunan khas Tiongkoknya dan kelenteng Tua yang berada tidak jauh dari jalur lalulintas perdagangan di sepanjang aliran sungai Babagan Lasem yang pada waktu itu sebagai akses utama penghubung antara laut dan darat, juga penguasan tempat-tempat perekonomian yang strategis oleh mereka di kemudian waktu, seperti yang dapat di lihat pada pusat-pusat pertokoan di sepanjang jalan raya kota Lasem sekarang14 dan Lasem yang waktu itu berkembang menjadi kota pelabuhan, menjadi daya Tarik tersendiri bagi warga China yang gemar berdagang.
Perkembangan penduduk etnis Tionghoa ini menuju ke arah selatan dari pusat pemerintahan Lasem. Akan tetapi, perkembanagn ke arah selatan tidak jauh dari sungai Lasem. Daerah ini terletak di sebelah timur sungai Lasem dan
12
Sampotoalong sekarang menjadi kota Semarang dan Ujung Galuh sekarang adalah kota Surabaya ( Unjiya, Lasem Negeri Dampoawang Sejarah yang Terlupakan, 3).
13
Unjiya, Lasem Negeri Dampoawang Sejarah yang Terlupakan, 4. 14
(36)
27
dinamakan Karangturi, yang disebut sebagai kawasan pecinan. Setelah kawasan karangturi ramai oleh penghuni orang China di bangunlah kelenteng dengan nama Poo An Kiong.15
Gambar 3.4
Kawasan pecinan Karangturi Lasem
C. Karakter fisik dan non fisik kawasan Pecinan 1. Karakter fisik kawasan pecinan
Kawasan pecinan adalah kawasan dimana penduduknya di huni oleh orang Cina. Desa karangturi Lasem-Rembang-Jawa Tengah merupakan kawasan pecinan yang berada di dataran rendah, jarak dengan Laut Jawa kurang lebih 2,75 Km ke arah Utara. Kota Lasem yang di sebut sebgai kota kecamatan menurut kebudayaan orang pesisiran di bagi menjadi 5
15
(37)
28
dusun yaitu: Dusun Kauman, Dusun Mahbong, Dusun Sikalan, Dusun Sidodadi, dan Dusun Gang delapan.16
Setiap kawasan ataupun lingkungan mempunyai ciri khas tertentu, begitupun kawasan pecinan karangturi Dusun Mahbong juga memiliki ciri khas dalam bentuk fisik. Bentuk karakter fisik kawasan pecinan karangturi adalah perumahan bangunan khas Tiongkok dapat di jumpai dari awal masuk gapura Desa Karangturi, akan di jumpai bangunan dengan tembok-tembok tinggi juga tertulis di pintu-pintu tulisan aksara China dengan hiasan Lampion yang memperindah rumah-rumah penduduk dan ruko-ruko pertokoan, serta tempat beribadah seperti klenteng. Penduduk Desa Karangturi Dusun Mahbong hampir 90% berkulit putih dan bermata sipit.
Untuk tempat beribadah dan acara religius para penduduk dusun Mahbong di pusatkan di Klenteng Poo An Kiong. sebanarnya pusat acara keagamaa, ritual-ritual perayaan dan ritual sosialisasi orang-cina yang ada di Lasem berpusat di klenteng Chu An Kiong yang merupakan klenteng tertua di Jawa.
2. Karakter non fisik Kawasan Pecinan
Desa Karangturi merupakan kelurahan yang menjadi bagian dari kecamatan Lasem juga menjadi hunian orang Cina di Lasem sehingga sering disebut sebagai kawasan pecinan. Kawasan pecinan Desa Karangturi yang berhuni orang-orang cina, selain mempunyai beberapa
16
(38)
29
komponen karakter fisik juga mempunyai beberapa komponen karakter non fisik yaitu jumlah penduduk desa Karangturi hampir 90% keturunan orang Cina17, mayoritas beragama konghuchu dan protestan, mayoritas berprofesi sebagai pedagang, pengusaha batik, guru dan usah angkutan. Akan tetapi kawasan pecinan yang ada di dusun Mahbong ini jumlah penduduk orang Cinanya berkurang karena sebagian besar pada penduduknya merantau ke kota-kota besar seperti Semarang, dan Surabaya. Para penduduk cina di Dusun ini hanya meninggalkan rumah mereka atau beberapa keluarga tertua untuk menempati rumah-rumah mereka.
Jika di lihat dari letak geografis kawasan pecinan ini terletak di Desa Karangturi Dusun mahbong kecamatan lasem yang berdampingan dengan Dusun Kauman, Alun-alun, masjid Jami’, sebelah utara Desa Soditan, sebelah Barat Desa Babagan sebelah selatan Desa Pancur dan sebelah Timur Desa Dasun.18 Jika dilihat dari pembagian kebudayaan kawasan pecinan Desa Karangturi berada di Jawa pesisir wetan, walaupun masuk dalam kebudayaan Jawa, tapi kawasan ini mempunyai keunikan dengan adanya hunian orang cina yang mempunyai klenteng, ruko-ruko di sepanjang jalan raya, rumah-rumah dengan hiasan lampion, berkulit putih, bermata sipit, dan beragama khonghuchu.
D. Pranata Sosial Kawasan Pecinan Desa Karangturi
17
Mulhari, Wawancara, Karangturi, 25 April 2017. 18
(39)
30
Pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dalam hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi berbagai kebutuhan khusus dalam masyarakat. Pranata sosial berasal dari Bahasa asing social institutions, itulah sebabnya ada beberapa ahli sosiologi yang mengartikannya sebagai lembaga kemasyarakatan, diantaranya Soerjono Soekanto. Lembaga kemasyarakatan diartikan sebagai himpunan norma dari berbagai tindakan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan bermasyarakat.19 dengan kata lain pranata sosial merupakan kumpulan norma (sistem norma) dalam hubungannya dengan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Begitu pula kota Lasem juga memiliki pembagaian pranata sosial yang merupakan sistem norma atau aturan-aturan khususnya untuk masyarakat kawasan pecinan Desa Karangturi. Masyarakat kawasan pecinan yang terdiri dari etnis Jawa dan etnis Cina, suatu sistem pranata sosial sangat berperan penting untuk berlangsungnya kehidupan bermasyarakat yang damai dan tentram bagi masyarakat kota Lasem. Secara umum, pranata sosial mempunyai beberapa beberapa fungsi yaitu:
1. Memberikan pedoman kepada msyarakat dalam bertingkah laku dan bersikap dalam menghadapi masalah kemasyarakatan.
2. Menjaga keutuhan dan integrase masyarakat.
3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial, artinya sistem pengawas masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.
19
Adlan Zaman,“Pranata Sosial”, http://dzakibelajar.blogspot.co.id/2015/01/pranata-sosial.html (6
(40)
31
Pranata sosial masyarakat kawasan pecinan Desa Karangturi Lasem diwujudkan menjadi beberapa pembagian yaitu pranata ekonomi dalam bentu pasar, pranta politik dalam bentuk kantor pemerintahan (kelurahan) dan pranata agama dalam bentuk klenteng, masjid dan pondok pesantren.
1. Pasar
Pasar atau market merupakan sebuah tempat bertemunya pembeli dengan penjual guna melakukan transaksi ekonomi yaitu untuk menjual atau membeli suatu barang dan jasa atau sumber daya ekonomi dan berbagai faktor produksi yang lainnya.20 Kawasan pecinan Desa Karangturi yang merupakan bagian dari kecamatan kota Lasem hanya memiliki pasar tradisional, karena kota Lasem belum termasuk kota yang berkembang seperti kota Rembang yang menjadi salah satu Kabupaten dari Jawa Tengah. Pasar tradisional menjadi pusat perdagangan masyarakat kota Lasem terutama masyarakat kawasan pecinan Desa karangturi. Para penduduk kawasan pecinan banyak yang berprovesi sebagai pengusaha batik, pedagang, dan pengusaha angkot sehingga mayoritas keseharian dalam bidang ekonomi para masyarakat kawasan pecinan Desa Karangturi di pasar yang terletak di jantung kota Lasem yang berdampingan dengan letak masjid Jami’ Lasem.21 Pasar juga menjadi tempat bertemunya antar etnis jawa, cina, dan Arab dalam bidang ekonomi seperti jual beli antara pedagang dan pembeli.
20
Adlan Zaman,“Pranata Sosial”, http://dzakibelajar.blogspot.co.id/2015/01/pranata-sosial.html (6
Juni 2017). 21
(41)
32
2. Kantor pemerintahan (kelurahan)
Kota Lasem terbagi menjadi beberapa beberapa kelurahan. Salah satunya yaitu kelurahan Karangturi yang terbagi menjdi beberapa 5 Dusun yaitu: Dusun Kauman, Dusun Mahbong, Dusun Sikalan, Dusun Sidodadi dan Dusun Gang 8.22 Kantor pemerintahan tingkat Desa yang biasa di sebut kantor kelurahan merupakan suatu sistem norma yang mengatur kelangsungan hidup bermasyarakat dengan Damai dan tentram. Kantor pemerintahan Desa juga terbagi menjadi beberapa kepemimpinan perwakilan masyarakat seperti ketua RT, ketua RW dan kepala Dusun.
3. Kelenteng
Klenteng atau kelenteng adalah sebutan untuk tempat ibadah penganut kepercayaan tradisional Tinghoa di Indonesia pada umumnya. Di Indonesia, penganut kepercayaan tradisional tionghoa sering di samakan sebagi penganut agama konghucu, maka klenteng dengan sendirinya sering dianggap sama dengan tempat ibadah agama konghucu. Di beberapa daerah, klenteng juga disebut dengan istilah tokong. Istilah ini diambil dari bunyi suara lonceng yang di bunyikan pada saat menyelenggarakan upacara. Klenteng di kawasan pecinan Desa Karangturi melambangkan simbol dari keberadaan orang tionghoa di Lasem Rembang
22
(42)
33
Jawa Tengah, dan kota Lasem mempunyai 3 klenteng yang terletak di Desa Soditan, Desa Babagan dan Desa Karangturi.23
4. Masjid
Ditinjau dari segi etimologi, masjid berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata sajada-sujud-masjad/masjid. Sujud mengandung arti taat, patuh, dan tunduk dengan hormat. Makna-makna ini diekspresikan secara lahiriahnya dalam bentuk meletakkan dahi, kedua tangan, lutut, dan kaki ke bumi. Tempat yang dibangun khusus untuk melakukan sujud seperti ini secara rutinitas disebut masjid. Dalam ilmu tata bahasa Arab atau gramatikal bahasa Arab kata masjid dinamakan ismu makan, yaitu kata benda yang menunjukkan pada arti tempat. Jadi masjid berarti tempat bersujud. inilah pengertian sehari-hari bagi umumnya umat Islam, masjid sebagai bangunan tempat mendirikan shalat bagi umat Islam.
Akan tetapi, akar kata masjid yaitu sajada, mengandung makna tunduk dan patuh serta taat, maka hakekat masjid itu adalah tempat melakukan segala macam aktivitas yang mengandung kepatuhan kepada Allah Swt. Dengan kata lain, bahwa masjid itu berarti suatu tempat melakukan segala aktivitas manusia yang mencerminkan nilai-nilai kepatuhan dan ketaatan kepada Allah. Para masyarakat kota Lasem khususnya yang beragama Islam masjid Jami’ yang merupakan jantung Kota Lasem (terletak di alun-alun) menjadi pusat kegiatan para umat Islam dalam beribadah, kegiatan-kegiatan keaagaman, pengajian, juga menyimbulkan peradaban Islam di
23
(43)
34
kota Lasem yang terletak di luar Kawasan pecinan dusun Mahbong Desa Karangturi.24
5. Pondok pesantren
Pondok pesantren adalah sebuah komplek atau lembaga pendidikan. Disitu ada sejumlah Kyai sebagai pemilik atau pembina utamanya, ada sejumlah santri yang belajar dan sebagian atau seluruhnya bermukim disitu, serta kehidupan sehari-hari di komplek tersebut dipenuhi oleh suasana keagamaan.25 Kota Lasem juga salah satu kota yang mendapat julukan kota santri. Di kota Lasem tidak jarang di temui di jalan-jalan raya para santri dan santriwati dengan ciri khas memakai sarung, baju koko, dan para santriwati dengan ciri khas krudung segi empat. Dalam tatanan kota, kota Lasem di bagi menjadi 2 bagian, kebudayaan Arab di Desa Dasun dan kebudayaan Cina di Desa Karangturi.26 Desa karangturi terkenal dengan sebutan kawasan Pecinan yang mayoritas beragama konghucu. Dan kawasan pecinan ini mulai mengenal ajaran agama Islam yang Rohmatan Lil ‘Alamin semenjak hadirnya pondok Pesantren Kauman di kawasan tersebut.
24
Mulhari, Wawancara, Karangturi, 25 April 2017. 25
M. Za’im Ahmad Ma’shoem, Wawancara, Karangturi, 22 Maret 2017. 26
(44)
(45)
35
BAB III
KEBERADAAN PONDOK PESANTREN KAUMAN KAWASAN PECINAN DI LASEM-REMBANG-JAWA TENGAH
A. Tinjauan Pondok Pesantren
1. Pengertian Pondok Pesantren
Kata pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri.1 Sedangkan asal usul kata “santri”, dalam pandangan Nurcholish Madjid dapat dilihat dari dua pendapat. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa “santri” berasal dari perkataan “sastri”, sebuah kata dari bahasa sanskerta yang artinya melek huruf. Pendapat ini menurut Nurcholish Madjid agaknya didasarkan atas kaum santri adalah kelas literary bagi orang jawa yang berusaha mendalami agama melalui kitab-kitab bertulisan dan berbahasa arab. Di sisi lain, Zamakhsyari Dhofier berpendapat, kata santri dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci, buku-buku-buku-buku agama, atau buku-buku-buku-buku tentang ilmu pengetahuan.2
Kedua, ada pendapat yang mengatakan bahwa kata santri sesungguhnya berasal dari bahasa jawa, dari kata “cantrik”, berarti seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemana guru ini pergi menetap. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pesantren diartikan sebagai asrama, tempat santri, atau tempat murid-murid belajar mengaji. Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh dan diakui oleh masyarakat sekitar
1
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1994), 18.
2
(46)
36
denga sistem asrama yang santrinya menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kepemimpinan seorang atau beberapa kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal.3
Di Indonesia istilah pesantren lebih popular dengan sebutan pondok pesantren. Lain halnya dengan pesantren, pondok berasal dari bahasa Arab funduq, yang berarti hotel, asrama, rumah, tempat tinggal sederhana.4 Dalam pemakaian sehari-hari, istilah pesantren bisa disebut dengan pondok saja atau kedua kata ini digabung menjadi pondok pesantren. Secara esensial, semua istilah ini mengandung makna yang sama, kecuali sedikit perbedaan. Asrama yang menjadi penginapan santri sehari-hari dapat dipandang sebagai pembeda antara pondok dan pesantren. Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, mendalami, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.
Beberapa pengertian pondok pesantren menurut para peneliti yaitu: Pertama, Menurut Drs Imam Bawani MA Pondok pesantren adalah sebuah komplek atau lembaga pendidikan. Disitu ada sejumlah Kyai sebagai pemilik atau pembina utamanya, ada sejumlah santri yang belajar dan sebagian atau seluruhnya bermukim disitu, serta kehidupan sehari-hari di komplek tersebut
3
Djamaluddin dan Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1998), 99.
4
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintas Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 138.
(47)
37
dipenuhi oleh suasana keagamaan.5 Kedua, Menurut Abdurrahman Wakhid Pondok pesantren adalah sebuah komplek dengan lokasi yang umumnya terpisah dengan kehidupan sekitarnya. Dalam komplek itu berdiri beberapa buah bangunan: rumah kediaman pengasuh, sebuah langgar atau sebuah surau atau masjid tempat pengajaran diberikan asrama tempat tinggal siswa pesantren.6 Ketiga, Yasmadi berpendapat bahwa Perkataan pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri, dan Pondok berasal dari bahasa arab funduq ( قدنوف ) yang berarti hotel, asrama, rumah, dan tempat tinggal sederhana.7
Keempat, Menurut Drs Marwan Saridjo dkk : Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran Islam yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikal (sistimnya sorogan atau bandongan) dimana seorang kyai mengajar santrinya berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dengan Bahasa Arab oleh para ulama’ besar sejak abad pertengahan, sedangkan para santri biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantren tersebut.8 Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pondok pesantren adalah sebuah asrama pendidikan tradisional yang di dalamnya terdapat santri yang dibimbing oleh seorang kyai yang memiliki tempat serta program pendidikan, dimana pendidikan tersebut juga berkaitan dengan pendidikan nasional.
5
Imam Badawi, Segi-segi Pendidikan Islam (Surabaya: Al Ikhlas,t.th), 161.
6
Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren (Jakarta: Dharma Bhakti, 1985), 10.
7
Yasmadi, Modernisasi Pesantren: Kritik Nurcholis Majid terhadap Pendididkan Islam Tradisional (Jakarta: Ciputat Press, 2002), 61.
8
(48)
38
2. Tujuan Pondok Pesantren
Pada dasarnya pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, tidak memiliki tujuan yang formal tertuang dalam teks tertulis. Namun hal itu bukan berarti pesantren tidak memiliki tujaun, setiap lembaga pendidikan yang melakukan suatu proses pendidikan, sudah pasti memiliki tujuan-tujuan yang diharapkan dapat dicapai, yang membedakan hanya apakah tujuan-tujuan tersebut tertuang secara formal dalam teks atau hanya berupa konsep-konsep yang tersimpan dalam fikiran pendidik. Hal itu tergantung dari kebijakan lembaga yang bersangkutan.9 Pada mulanya tujuan utama pondok pesantren adalah menyiapkan santri mendalami dan menguasai ilmu agama Islam atau lebih dikenal dengan Tafaqquh Fi al-din, yang diharapkan dapat mencetak keder-kader ulama dan turut mencerdaskan masyarakat Indonesia. Kemudian diikuti dengan tugas dakwah menyebarkan agama Islam dan benteng pertahanan umat dalam bidang akhlak. Akibat perkembangan zaman dan tuntutannya, tujuan pondok pesantren pun bertambah dikarenakan perannya yang signifikan, tujuan itu adalah berupaya meningkatkan pengembangan masyarakat diberbagai sektor kehidupan.
Sebagai acuan pokok pelaksanaan pendidikan pesantren mengacu pada tujuan terbentuknya pesantren baik tujuan umum maupun tujuan khusus. Tujuan umum pesantren adalah membimbing peserta didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang dengan ilmu agamanya ia sanggup
9
Departemen Agama RI, DIrektorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan Perkembangannya (Jakarta: 2003), 9.
(49)
39
menjadi penyampai ajaran Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya. Sedangkan tujuan khusus pesantren adalah mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat.10 Menurut Mastuhu, bahwa tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan dan menggambarkan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau khidmat kepada mesyarakat dengan jalan menjadi kaula atau abdi masyarakat yang diharapkan seperti kepribadian rasul yaitu pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhamad SAW, mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebabkan agama atau menegakkan islam dan kejayaan umat ditengah-tengah masyarakat (Izz.al-Islam wa al-muslimin) dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepriadian manusia.
Pesantren telah terbukti mampu memberikan dasar-dasar moral spiritual yang kuat pada anak didiknya, yaitu santri. Sistem yang dikembangkan diantaranya bertujuan membentuk pribadi yang berakhlak, humanis sekaligus spiritualis. Integrasi ketika aspek ini dapat melahirkan sosok yang sanggup. berinteraksi denga pihak lain secara santun dan gampang menggerakkan segenap potensinya untuk menolong dan mengasihi sesamanya.11 Pendidikan akhlak yang diajarkan atau menjadi muatan utama di kurikulum pesantren merupakan bentuk pendidikan yang difokuskan untuk membentengi pribadi
10
Arifin HM, Kapila Selecta Pendidikan Islam dan Umum (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), 248.
11
Muhammad Tholhah Hasan et al, Agama Moderat: Pesantren dan Terorisme (Malang: Lista Fariska Putra, 2004), 53.
(50)
40
santri agar selama menjadi santri, komunitas terdidik ini mampu menunjukkan pola pergaulan mulia yang menghormati guru, lembaga dan masyarakat.12 Adapun tujuan khusus pesantren adalah :
a. Mendidik siswa/santri anggota masyarakat untuk menjadi seorangmuslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, memiliki kecerdasan, keterampilan dan sehat lahir batin sebagai warga negara yang berpancasila. b. Mendidik siswa/santri untuk menjadikan manusia muslim selaku kaderkader ulama dan mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan sejarah Islam secara utuh dan dinamis.
b. Mendidik siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan dirinya dan bertanggung jawab kepada pembangunan bangsa dan negara.
c. Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga) dan regional (pedesaan/masyarakat lingkungannya).
d. Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai sektor pembangunan, khususnya pembangunan mental-spiritual.
e. Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat lingkungan dalam rangka usaha pembangunan masyarakat bangsa.13
12
(51)
41
3. Karakteristik Pondok Pesantren
Pondok pesantren bukan hanya terbatas dengan kegiatan-kegiatan pendidikan keagamaan melainkan mengembangkan diri menjadi suatu lembaga pengembangan masyarakat. Oleh karena itu pondok pesantren sejak semula merupakan ajang mempersiapkan kader masa depan dengan perangkatperangkatnya.14 Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan lainnya baik dari aspek sistem pendidikan maupun unsur pendidikan yang dimilikinya. Perbedaan dari segi sistem pendidikannya, terlihat dari proses belajar-mengajarnya yang cenderung sederhana dan tradisional. Sekalipun juga terdapat pesanttren yang bersifat memadukannya dengan sistem pendidikan modern. Yang mencolok dari perbedaan itu adalah perangkat-perangkat pendidikannya baik perangkat lunak (software) maupun perangkat keras (hardware)nya. Keseluruhan perangkat pendidikan itu merupakan unsur-unsur dominan dalam keberadaan pondok pesantren. Bahkan unsur-unsur dominan itu merupakan ciri-ciri (karakteristik) khusus pondok pesantren.15
Keseluruhan sistem nilai dari ciri utama di atas pada dasarnya dapat membawakan sebuah dimensi dalam kehidupan pesantren, yakni kemampuan untuk berdiri diatas kaki sendiri. Kemandirian ini dimanifestasikan dalam berbagai bentuk keluwesan struktur kurikuler 13
Rohadi Abdul Fatah, Rekontruksi Pesantren Masa Depan (Jakarta Utara: PT. Listafariska Putra, 2005) 56-57.
14
M. Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan (Jakarta: Prasasti, 2004), 18.
15
(52)
42
dalam pengajaran dan pendidikan, hingga kemampuan pada warganya untuk menahan diri dari godaan menempuh pola konsumsi yang cenderung pada kemewahan hidup. Berdasarkan pada kenyataan diatas, jelas para pemimpin dan warga pesantren serta lembaga pendidikan memiliki cukup kuat untuk mempelopori perubahan-perubahan mendasar dalam kehidupan mesyarakat yang sedang membangun. Kehidupan masyarakat pada umumnya sangat berbeda antara yang satu dengan yang lain, perbedaan itu disebabkan struktur masyarakat yang ada juga faktor tempat mempunyai peranan penting dalm hal tersebut, disamping faktor-faktor lain yang mempengaruhi masyarakat itu, sehingga tampak jelas sekali perbedaannya apakah masyarakatnya termasuk golongan tinggi, menengah, kota, pedesaan dan sebagainya.16
Pesantren dapat mendorong masyarakat untuk menentukan wadah dan wahana perembukan yang hidup di luar struktur pengambilan keputusan formal di tingkat desa, dengan demikian lebih mampu menampung aspirasi masyarakat sekitarnya, karena kecilnya hambatan psikologis bagi mereka untuk menyatakan pendapat secara bebas dalam lingkungan sendiri. Pesantren juga dapat mendorong ditempuhnya cara dan proses pembangunan yang tidak memerlukan biaya banyak, karena prinsip hemat dan swadaya berdasarkan kemampuan masing-masing telah menjadi bagian integral dari kerjasama membangun dari yang telah dicontohkan selama ini. Disamping karakter pondok pesantren secara khas seperti yang
16
(53)
43
ada diatas, disini juga ada karakteristik pondok pesantren yang lainnya, antara lain sebagai berikut:
a. Dalam sistem pendidikan tradisional ini para santri (yang belajar dan tinggal di pesantren) mempunyai kebebasan yang lebih besar disbanding murid-murid di sekolah modern didalam bertindak dan berinisiatif, sebab hubungan antara kiai dan santri bersifat dua arah yaitu ada hubungan timbal balik seperti adanya anak dan orang tua, sedangkan hubungan antara guru dan murid di sekolah dan universitas bersifat satu arah.
b. Kehidupan pesantren menanamkan semangat demokrasi di kalangan santri, karena mereka praktis harus bekerja sama untuk mengatasi semua problem non kurikula mereka.
c. Para santri tidak mengidap penyakit ijazah, ini membuktikan ketulusan motivasi mereka dalam belajar agama, maka sebagai hasilnya mereka akan mendapat ridlo Allah SWT.
d. Selain mengajarkan pelbagai pelajaran agama, pesantren juga menekankan kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, persamaan di hadapan Tuhan, rasa percaya diri dan bahkan keberanian hidup mandiri.
(54)
44
e. Para alumni pesantren tidak berkeinginan menduduki jabatan-jabatan di pemerintahan dan karenanya hampir tidak dapat “dikuasai” oleh pengusaha.17
Dari waktu ke waktu fungsi pondok pesantren berjalan secara dinamis, berubah dan berkembang mengikuti dinamika sosial masyarakat global. Betapa tidak, pada awalnya lembaga tradisional ini mengemban fungsi sebagai lembaga sosial dan penyiaran agama. Sementara Azyumardi Azra menawarkan adanya tiga fungsi pesantren, yaitu: transmisi dan transfer ilmu-ilmu Islam, pemeliharaan tradisi Islam, dan reproduksi ulama. Dalam perjalanannya hingga sekarang, sebagai lembaga sosial, pesantren telah menyelenggarakan pendidikan formal baik berupa sekolah umum maupun sekolah agama (madrasah, sekolah umum dan perguruan tinggi).
Disamping itu pesantren juga menyelenggarakan pendidikan non formal berupa madrasah diniyah yang mengajarkan bidang-bidang ilmu agama saja. Pesantren juga telah mengembangkan fungsinya sebagai lembaga solidaritas sosial dengan menampung anak-anak dari segala lapisan masyarakat muslim dan memberi pelayanan yang sama kepada mereka, tanpa membedakan tingkat sosial ekonomi mereka. Dengan berbagai peran yang potensial dimainkan oleh pesantren diatas, dapat dikemukakan bahwa pesantren memiliki tingkat integritas yang tinggi dengan masyarakat sekitarnya, sekaligus menjadi rujukan moral (reference of morality) bagi kehidupan masyarakat umum. Fungsi-fungsi ini akan
17
(55)
45
tetap terpelihara dan efektif manakala para kyai pesantren dapat menjaga independensinya dari intervensi “pihak luar”.18
Di samping itu pesantren juga berpearan dalam berbagai bidang lainnya secara multidimensional baik berkaitan langsung dengan aktivitas-aktivitas pendidikan pesantren maupun di luar wewenangnya.
B. Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren Kauman kawasan Pecinan
Pondok Pesantren Kauman adalah Pondok Pesantren yang bisa dibilang unik atau langkah karena mempunyai bangunan yang berbeda dengan pondok pesantren pada umumnya, yaitu bangunan khas tiongkok, dengan dilengkapi adanya lampion-lampion yang bergantung serta tulisan kanji yang tertulis di pintu-pintu dan tempat-tempat tertentu yang mencerminkan adanya persatuan antara penghuni pondok pesantren dengan masyarakat sekitar pondok (masyarakat pecinan).19
Pada awalnya tidak ada niatan sama sekali di dirikannya Pondok Pesantren Kauman tersebut, semua berawal ketika Aba Zaim pindah rumah dari daerah Soditan ke Karangturi yang merupakan kawasan Pecinan. Datanglah seorang murid Abah syakir Ma’sum (ayah Aba zaim) kerumah beliau yang mengatakan bahwasanya dia bermimpi bertemu dengan Abah Ma’sum, dalam mimpinya dia disuruh Abah Ma’sum untuk memondokkan anaknya ditempat beliau, dan dari sebuah mimpi orang itulah akhirnya beliau mulai mendirikan Pondok Pesantren tersebut.20
18
Sulthon &Khusnuridlo, Managemen Pondok Pesantren Dalam, 13-14.
19
Abdullah, Wawancara, Karangturi, 24 Maret 2017.
20
(56)
46
Sejarah berdirinya pondok pesantren Kauman melalui beberapa siklus tahunan. Siklus pertama terjadi pada tahun 2001, yaitu di belinya salah satu rumah dari keturunan orang Cina, siklus kedua yaitu dua tahun kemudian, pada tahun 2003 Abah Zaim mulai menempati rumah tersebut dengan membawa 9 santri dan santriwati21 dari pondok pesantren Al-Hidayat yang merupakan pondok keluarga Abah Za’im yang terletak di Desa Soditan. Siklus ketiga yaitu dua tahun kemudian tepat pada tahun 2005 pondok pesantren Kauman mulai membangun musholah dan kamar-kamar para santri secara permanen, yang di bangun dari kayu yaitu lumbung padi yang di bikin seperti rumah panggung.22
Secara geografis, daerah tempat berdirinya pesantren ini merupakan dataran rendah, jarak dengan laut jawa kurang lebih 2,75 km kearah utara letaknya yang berada dijantung kota Lasem, persisinya di Desa Karangturi Kec. Lasem Kab. Rembang yang berdasarkan data static, jumlah penduduk berkulit kuning dan bermata sipit di RW tempat Pesantren ini mencapai 94%, maka tak mengherankan jika masyarakat lasem menyebut kawasan ini dengan pecinan, eksitensi pesantren di tengah komunitas nonmuslim merupakan nilai lebih dan juga sebuah tantangan bagi semua eksponen civitas pesantren.
Dengan berada dilingkungan yang kontradiktif, toleransi sosial agama di junjung tinggi oleh warga pesantren maupun penduduk sekitarnya. Sifat saling menghargai kebebasan beragama, kemajemukan dan hak asasi, mendasari
21
9 santri dan santriwati tersebut adalah para santri dan santriwati yang ingin mengabdikan diri pada Sang Kyai (di pondok pesantren salaf biasa di sebut sebagai Abdi Dalem)
22
(57)
47
terciptanya lingkungan kondusif, perilaku sikap tasamuh (toleransi) terhadap tetangga yang sering diajarkan dan di contohkan pengasuh, mejadikan filosofi tersendiri bagi santri, sehingga tak mengalami kendala untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitar.23
Tepat pada tanggal 27 Ramadhan 1424 H, atau 21 Nopember 2003 M. Pondok Pesantren Kauman di resmikan oleh Kantor Departemen Agama Kabupaten Rembang yang diawal berdirinya hanya memilki 3 (tiga) santriwati dan 2 (dua) santri putra, dengan pengasuh sekaligus pendirinya yakni KH.M. Za'im Ahmad Ma'shoem. Karena Pondok pesantren tersebut terletak di Desa Karangturi, yang merupakan pusat pemukiman warga Tionghoa Lasem, setting sosio budaya masyarakat Desa Kauman Karangturi ini yang mengilhami KH. Muhammad Zaim ini untuk berjuang, menegakkan nilai-nilai Islam yang rahmatal lil ‘alamin. Mengajarkan para santrinya untuk menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi (tasamuh) dengan etnis lain. Dengan harapan para santri Pondok Pesantren Kauman kelak menjadi generasi yang berakhlakul karimah, sesuai dengan ajaran Ahlus Sunnah wal jama’ah.24
Layaknya sebuah pesantren baru, kesederhanaan serta kesahajaan banyak terlihat disana-sini, terutama kondisi infrastruktur, bangunan asrama santri masih berupa rumah-rumah panggung yang terbuat dari bahan kayu atu sering disebut dengan lumbung, musholla yang terbuat dari bahan yang sama,
23
M. Za’im Ahmad Ma’shoem, Wawancara, 22 Maret 2017.
24
(58)
48
disamping tempat jama'ah juga difungsikan sebagai sarana belajar mengajar, mengingat belum tersedianya tempat khusus pembelajaran.25
Meskipun dalam kesederhanaan jumlah santri terus meningkat dengan pesatnya, kabar tentang adanya pesantren di kawasan pecinan (Komunitas China). Dari mulut ke mulut, respect dan respon positif terus berdatangan dari masyarakat sekitar, terbukti dengan adanya orangtua yang menitipkan anak-anaknya (baik putra maupun putri) untuk mendapatkan pendidikan di Pesantren ini, sehingga dalam usianya yang masih tergolong muda, jumlah santri saat ini mencapai 130 santri mukim. 135 santri mahasiswa, 270 santri weton, serta 125 santri kalong.26
C. Lima Elemen Pondok Pesantren Kauman
Hampir dapat di paastikan, lahirnya suatu pondok pesantren berawal dari beberapa elemen dasar yang selalu ada di dalamnya. Pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik dan kyai merupakan lima elemen dasar dari tradisi pesantren. Ini berarti bahwa suatu lembaga pengajian yang berkembang hingga memiliki kelima elemen tersebut, akan berubah statusnya menjadi pesantren. Meski demikian, bukan berarti elemen-elemen lain tidak menjadi bagian penting dalam sebuah lembaga pesantren.
Zamakhsyari Dhofier berpendapat bahwa pesantren itu terdiri dari lima elemen pokok yaitu: kyai, santri, masjid, pondok, dan pengajaran kitab-kitab
25
Ibid., 1.
26
(59)
49
Islam klasik.27 Kelima elemen tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki pesantren dan memebedakan pendidikan pondok dengan lembaga pendidikan dalam bentuk lain. Begitu pula pondok pesatren Kauman yang memiliki lima elemen tersebut untuk membedakan pondok pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya. Sekalipun kelima elemen itu saling menunjang eksistensi sebuah pesantren, tetapi tetaplah kyai yang lebih memainkan peran yang begitu sentral dalam dunia pesantren.
1. Kyai
Kyai atau pengasuh pondok pesantren merupakan elemen yang sangat esensial bagi suatu pesantren. Keberadaan seorang Kyai dalam lingkungan sebuah pesantren laksana jantung bagi kehidupan manusia. Sebagai salah satu unsur dominan dalam kehidupan sebuah pesantren, kyai mengatur irama perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu pesantren dengan keahlian, kedalaman, ilmu, karismatik, dan ketrampilan.28 Begitu pula pondok peantren kauman kawasan pecinan hanya bisa hidup dengan hadirnya sosok kyai yang merupakan jantung dari sebuah pondok pesantren yang diperan oleh tokoh masyarakat yang memiliki kharismatik kepemimpinan yaitu KH. M. Za’im Ahmad Ma’shoem.
Pendirian Pondok Pesantren Kauman di kawasan Pecinan sangat jarang di temui karena daerah yang bertempat tinggal hamper 94% orang
27
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren.., 44.
28
(60)
50
cina menjadi tantangan tersendiri dalam mewujudkan kehidupan bermasyarakat yang damai dan tentram, peran KH. M. Za’im Ahmad Ma’shoem sebagai pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren kawasan Pecinan mempunyai karismatik kepemimpinan yang kuat sehingga dapat mendirikan sebuah wadah berkumpulnya orang-orang Islam menuntut ilmu. Untuk mengtahui secara rinci megenai pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Kauman di kawasan Pecinan, kami akan memaparkan biografi KH. M. Za’im Ahmad Ma’shoem sebagai berikut:
K.H Za’im Ahmad Ma’shoem lahir pada tanggal 1 Agustus 1965, ia merupakan salah satu putra K.H. Ahmad Syakir dan Nyai Faizah dari tujuh bersaudara. Memasuki usia dewasa K.H. Za’im Ahmad Ma’shoem menikah dengan Ny. Hj. Durrotun Nafisah dan dikaruniai tujuh putra dan putri yaitu:
1. Dihyandani Fawwaz Mikael Muhammad. 2. Dihyandani Zayyan Zairah Adilla
3. Dihyandani Zeyda Najlaa Aqeela 4. Dihyandani Zidna Nahwal Atqieya 5. Dihyandani Zahiya Lubna Tsabita 6. Dihyandani Zelvara Najma Shoidah 7. Dihyandani Zineea Mujahidah Shiqiyyah
K.H Za’im Ahmad Ma’shoem merupakan pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Kauman kawasan Pecinan, sebelum mendirikan Pondok
(61)
51
Pesantren Kauman ia menjadi pengasuh Pondok pesantren Al- Hidayat untuk menggantikan kepemimpinan ayahandanya. Ketika menjadi pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayat pondok mengalami perubahan dan kemajuan, akan tetapi ia tidak bertahan lama mengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayat warisan dari kakek dan ayahnya itu. Abah Za’im berusaha mendirikan pesantren sendiri dan akhirnya pada tahun 2003 ia berhasil mendirikan Pondok Pesantren Kauman di kawasan Pecinan tepatnya Desa Karangturi Lase-Rembang-Jawa Tengah.29
K.H. Zai’im Ahmad Ma’shoem pernah menimba pendidikan di beberapa pondok pesantren seprti:
1. pondok Pesantren Al Anwar, Maron, Purworejo, Jateng 2. Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak, Yogyakarta. 3. Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo, Kediri, Jawa Timur.
Pengalaman organisasi K.H. Za’im Ahmad Ma’shoem diantaranya: 1. Ketua Tanfiziyah PC Nahdlatul Ulama Lasem Periode 2003-2008 2. Ketua Tanfiziyah PC Nahdlatul Ulama Lasem Periode 2008-2013.
29
M. Mundhofai, “Strategi Dakwah K.H. Zaim Ahmad Ma’shoem dalam Meningkatkan Kerukunan Lingkungan Komunitas Tioghoa di Kec.Lasem Kab.Rembang”, dalam
(1)
76
dalam segi prilaku semacam acara-acara keagamaan umat Islam yang di hadiri
oleh warga Cina juga sebaliknya beberapa perayaan warga Cina juga di hadiri
oleh beberapa orang Islam, dan sejarah hadirnya pondok pesantren Kauman di
kawasan pecinan Karangturi Lasem membawa perubahan peradaban yaitu masuknya konsep ajaran Islam yang Rohmatan Lil ‘Alamin.
(2)
77
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai penutup dengan berlandaskan uraian-uraian yang telah di kemukakan
pada bab-bab terdahulu, penulis dapat mengambil sebagai berikut:
1. Keberadaan kawasan pecinan Lasem Rembang-Jawa-Tengah berada di
dalam kawasan budaya pesisir wetan yang penduduknya mayoritas dari
etnis Cina. Jika di lihat secara adaministrasi pemerintahan kawasan
pecinan ini terletak di Desa Karangturi kecamatan Lasem yang
berdampingan dengan Dusun Kauman, sebelah utara Desa Soditan,
sebelah Barat Desa Babagan sebelah Selatan Desa Pancur dan sebelah
Timur Desa Dasun.
2. Keberadaan pondok pesantren Kauman di kawasan pecinan membawa
ajaran agama Islam yang Rohmatan Lil ‘Alamin. Pondok Pesantren
Kauman menjunjung tinggi toleransi karena pondok pesantren Kauman
yang berdiri di kawasan pecinan yang notabennya beragama konghuchu
sehingga pondok pesantren Kauman bias diterima di masyarakat pecinan
tersebut.
3. Sejarah kehadiran pondok pesantren Kauman pada tahun 2003 di kawasan
Pecinan membawa perubahan peradaban., pada awalnya beberapa muslim
yang hadir sebelumya membuat keonaran digantikan oleh pondok
pesantren Kauman yang di pimpin oleh Abah Za’im dengan membawa ‘Alamin.
(3)
78
B. Saran-saran
Supaya mutu dan kualitas Pondok Pesantren Kauman yang berdiri di kawasan
Pecinan Lasem-Rembang-Jawa Tengah semakin meningkat dan di kenal luas
baik dalam maupun luar negeri, penulis menyarankan:
1. Bagi para mahasiswa dan jajaran akademisi untuk mengkaji lebih
mendalam lagi mengenai pondok pesantren Kauman di kawasan pecinan
karena karya ilmiah ini jauh dari kesempurnaan.
2. Agar terciptanya pondok pesantren yang bilingual area di perlukan secara
langsung praktek dalam pembicaraan sehari-hari dengan meningkatkan
kepengurusan para santri terutama dalam bidang Bahasa.
3. Bagi masyarakat luas dengan adanya Islam Rohmatan Lil A’lamin yang di bawa oleh AbahZa’im di kawasan Pecinan akan mewujudkan kerukunan dalam bermasyarakat walaupun berbeda Suku, Agama, Ras, dan antar
golongan yang dapat di contoh untuk menerapkan kehidupan
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdurrohman, Dudung.MetodePenelitianSejarah.Jakarta: Logos WacanaIlmu, 1999.
Abdullah,Taufik. SejarahdanMasyarakat. Jakarta: PustakaFirdaus, 1987.
Agama,Departemen.PondokPesantrendan Madrasah Diniyah.Jakarta: Departemen Agama, 2004.
BukuPanduanPeraturandan Tata TertibPondokPesantrenKaumanLasem, 2016-2017.
Campbell,Tom.TujuhTeoriSosialSketsa, Penilaian, danPerbandingan, terjemahan. F. Budi Hardiman.Yogyakarta: Kanisius 1994. Carey, Peter. Orang JawadanMasyarakatCinaseriPerangJawa. Jakarta:
PustakaAzet, 1986.
Dhofier,Zamakhsyari. TradisiPesantren:
StuditentangPandanganHidupKiai.Jakarta: LP3ES, 1982.
Djarwanto.Pokok-pokokMetodeRisetdanBimbinganTeknisPenelitianSkripsi.
Jakarta: Liberty, 1990.
Giddens,Anthony. Kapitalis Medan TeoriSosial Modern: Suatuanalisiskarya Max Durkheim dan Max Weber, terjemahan. SoehebaKramadibrata. Jakarta: UI Press, 1986.
Golba,Sindu. PesantrenSebagaiWadahKomunikasi. Jakarta: PT RinekaCipta, 1995.
(5)
Kartodirdjo, Sartono.PendekatanIlmuSosialdalamMetodologiSejarah.jakarta: GramediaPustakaUtama, 1992.
Kasdi, Aminudin. PengantarIlmuSejarah. Surabaya: IKIP, 1995.
Kuntowijoyo. PengantarIlmuSejarah.Yogyakarta: YayasanBentangBudaya, 2001. Mardalis. MetodePenelitianSuatuPendekatan Proposal.Jakarta: PT BumiAksara,
1995.
Masyhudi,M.Sulthon. ManajemenPondokPesantren. Jakarta: Diva Pustaka, 2005. Munawaroh, Badri. PengantarLiteraturPesantrenSalafiyah. Jakarta:
PuslitbangLekturKeagamaan, 2007.
Nurhajarini, DwiRatna. Akulturasi Lintas Zaman di Lasem: PerspektifSejarahdanBudaya (KurunNiaga-Sekarang). Yogyakarta: BPNB, 2015.
Scraft,Betty R. KajianSosiologi Agama, terjemahan. MachunHusein.Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995.
Suhardono,Edy. TeoriPeran: Konsep, Derivasi, danImplikasinya. Jakarta: GramediaPustakaUtama, 1994.
Unjia. M Akrom. LasemNegeriDampoawangSejarah yang Terlupakan. Yogyakarta: Eja Publisher, 2008.
Winarni, R. CinaPesisir: JaringanBisnis Orang-Orang Cina di Pesisir Utara JawaTimurSekitar Abad XVIII. Denpasar: PustakaLarasan, 2009. Internet
Ahmad NashihLuthfi, et al., Etnohistori, dalamhttp://etnohistori.org/tentang (04Juni 2017).
(6)
AniqotulUmmah, Pondok-Pesantren-Kauman- di “Kota Cina Kecil” Lasem, http://suarapesantren.net/2016/04/25/ (4 Januari 2017).
M. Mundhofai, “StrategiDakwah K.H. Zaim Ahmad
Ma’shoemdalamMeningkatkanKerukunanLingkunganKomunitasTioghoa di Kec. LasemKab.
Rembang”http://eprints.walisongo.ac.id/2623/4/091311026_Bab3.pdf
(10Januari 2017.
Adlan Zaman,“PranataSosial”,
http://dzakibelajar.blogspot.co.id/2015/01/pranata-sosial.html (6Juni 2017).
SaifulAnnas, pondok-pesantren-kauman-lasem-Rembang-hidup-mesra-di-Tengah kampungTionghoa/http//m.suaramerdeka.com/index.php.read/cetak/2014/07 /06/266494 (12 Januari 2017).
Sri Lestari, Tolerasiantaretnis di “Kota Cinakecil” Lasemdalam:
www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/02/150219-Lasem-Toleransi (13Januari 2017).