INTONASI CERAMAH KH ACHMAD CHOIRUL MUCHLIS.

(1)

INTONASI CERAMAH KH ACHMAD CHOIRUL MUCHLIS

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

Nafisatul Maulidah NIM. B01212024

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika UIN Sunan Ampel Surabaya, yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Nafisatul Maulidha

NIM : B01212024

Fakultas/Jurusan : Komunikasi dan Penyiaran Islam E-mail address : The_best0123@yahoo.com

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif atas karya ilmiah :

Sekripsi Tesis Desertasi Lain-lain (………) yang berjudul :

INTONASI CERAMAH KH ACHMAD CHOIRUL MUCHLIS

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya berhak menyimpan, mengalih-media/format-kan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, dan menampilkan/mempublikasikannya di Internet atau media lain secara fulltextuntuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan atau penerbit yang bersangkutan.

Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Surabaya, 19 Agustus 2016

Penulis

(Nafisatul Maulidah) KEMENTERIAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA PERPUSTAKAAN


(6)

ABSTRAK

Nafisatul Maulidah, 2016: Intonasi Ceramah KH Achmad Choirul Muchlis Kata Kunci: Intonasi Ceramah

Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah bagaimana intonasi ceramah KH AChmad Choirul Muchlis dapat di ambil rincian masalah sebagai berikut: bagaimana pitch suara pada ceramah KH Achmad Choirul Muchlis, bagaimana quality suara pada ceramah KH Achmad Choirul Muchlis, bagaimana loudness suara pada ceramah Achmad Choirul KH Muchlis, bagaimana rate dan rhythm suara pada ceramah KH Achmad Choirul Muchlis.

Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan analisa deskriptif kualitatif. Dalam menganalisa hasil wawancara yang dilakukan dengan KH Achmad Choirul Muchlis, dan beberapan informasi termasuk juga putrinya. Sesuai dengan masalah tersebut, data yang digunakan dari beberapa hasil wawancara, kemudian ditranskip dan selanjutnya dianalisis dan data yang diambil dari pengamatan penelitian selama mengikuti kegiatan ceramah.

Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa pitch (tinggi rendahnya nada) yang digunakan dalam ceramahnya pada nada tingkat 3, yaitu lebih banyak memakai kata yang menegaskan, jadi kesimpulannya ada pada nada tingkat 3 yaitu suara tinggi. Sedangkan dalam penggunaan quality (mutu nada) dalam ceramah yakni nada bagus karena mutu yang paling banyak digunakan nada dengan mutu suara yang bagus, jadi mutu yang sering digunakan pada nada bagus. Sedangkan loudness (kerasnya suara) yang digunakan dalam ceramah KH Achmad Choirul Muchlis, yakni nada keras karena kebanyakan dalam ceramahnya menggunakan nada keras, walaupun hanya beberapa saja yang menggunaan nada lembut. Sedangkan dalam penggunaan rate dan rhythm (cepat dan lambatnya nada) dalam ceramah KH Achmad Choirul Muchlis, yakni menggunakan nada cepat karena kebanyakan dalam ceramahnya menggunakan nada cepat.

Pada penelitian adalah pentingnya intonasi dalam ceramah, sebagai da’I tidak hanya fokus terhadap materi yang akan disampakan, namun lebih pentinggnya lagi walaupun materi yang disampaikan cukup sederhana dan dalam menyampaikan penuh dengan laggam suara enak dan mudah didengar dan juga

dipahami oleh mad’u sehingga tidak membuat telinga bosan untuk mendengarkan


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUANPEMBIMBING SKRIPSI... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... vi

MOTTO ...v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

A. Rumusan Masalah ... 5

B. Tujuan Masalah ... 5

C. Manfaat Penelitian ... 6

D. Konseptualisasi ... 6

E. Sistematika Pembahasan ... 10

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Dakwah dengan Metode Ceramah ... 12


(8)

2. Kelebihan Metode (Mauidloh Hasanah) ... 20

3. Efektifitas Dakwah dengan Ceramah ... 21

4. Teknik Ceramah ... 24

B. Intonasi Ceramah ... 27

1. Pitch... 30

2. Quality ... 33

3. Loudness ... 34

4. Rate dan Rhythm ... 36

C. Urgensi Intonasi dalam Ceramah ... 37

D. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 39

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 44

B. Subyek atau Sarana Penelitian ... 46

C. Tahap-Tahap Penelitian ... 47

D. Jenis dan Sumber Data ... 53

E. Teknik Pengumpulan Data ... 54

F. Teknik Analisis Data ... 57

G. Informan ... 59

H. Teknik Keabsahan Data ... 59

BAB IV


(9)

A. Penyajian Data ... 62

1. Biografi KH Achmad Choirul Muchlis ... 62

2. Intonasi Ceramah KH Achmad Choirul Muchlis ... 69

B. Analisis Data ... 90

C. Interprestasi Teoritik ... 97

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 98

B. Saran ... 99 DAFTAR PUSTAKA

BIODATA PENULIS LAMPIRAN


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam merupakan agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia hingga akhir zaman.1 Agama yang berisi petunjuk-petunjuk agar manusia secara individual menjadi manusia yang baik, beradab, berkualitas, dan selalu berbuat baik sehingga mampu membangun sebuah peradaban yang maju, sebuah kehidupan yang manusiawi dalam artian kehidupan yang adil. Agar dapat mencapai yang diinginkan tersebut perlu adanya dakwah. Karena dengan masuknya Islam dalam sejarah umat manusia, agama ini mencoba meyakinkan umat manusia tentang kebenarannya dan menyeruh kepada manusia agar menjadi penganutnya.

Kewajiban berdakwah telah di jelaskan dalam firman Allah:

كَبر َ إ سحأ يه يتَلاب م ل اج ةنسحلا ة لا ة كحلاب كبر ليبس ىلإ ا ب مل أ ه

َلض مل أ ه هليبس يدت لاب

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari

1


(11)

jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”(QS. An-Nahl [16]: 125).2

Dakwah merupakan denyut nadi Islam. Islam dapat hidup karena dakwah dan dakwah juga merupakan aktifitas yang sangat penting dalam Islam. Dengan dakwah, Islam dapat tersebar dan di terima oleh manusia. Oleh karena itu kehidupan manusia di tentukan oleh keyakinannya, sedangkan keyakinan itu di tentukan oleh pengetahuaannya. Dakwah berfungsi menata sebuah kehidupan yang agamis untuk menuju terwujudnya masyarakat yang harmonis dan bahagia. Ajaran agama Islam di siarkan melalui dakwah yang dapat menyelamatkan manusia dan masyarakat pada umumnya dari hal-hal yang dapat membawa pada kehancuran. Urgensi dakwah Islam terletak pada kebenaran ajaran Islam.3

Metode dakwah merupakan cara mencapai tujuan dakwah, metode dakwah dibagi menjadi beberapa macam, salah satunya adalah dakwah bil lisan. Dakwah bil lisan adalah suatu teknik atau metode dakwah yang banyak diwarnai oleh karakteristik intonasi ceramah seorang da’i pada waktu aktifitas dakwah.

Dakwah bil lisan bisa dilakukan oleh setiap kaum muslim yang memiliki pengetahuan lebih di bidang keagamaan. Setiap pendakwah memiliki ciri khas masing-masing. Mulai dari cara penekanan di setiap kalimat-kalimat yang menurutnya penting, intonasi suara yang di gunakan saat menyampaikan materi dakwahnya, serta pengaturan suara yang

2

Departemen Agama RI.Al-Qur’an dan Terjemahnya. (Bandung: Diponegoro, 2007), hlm. 281 3


(12)

berbeda setiap pendakwah. Intonasi atau gejala prosodi yang mempunyai hubungan yang erat dengan struktur kalimat dan dengan interelaksi kalimat dalam sebuah wacanan.

Intonasi juga adalah lagu kalimat. Di dalam intonasi tercakup nada, tempo cepat lambatnya pembacaan, tekanan (pada bagian yang dianggap penting), jeda (penghentian sesaat), dan volume (keras tidaknya ucapan). Ada sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa intonasi suara berkontribusi sebesar 37% dari pesan yang ingin kita sampaikan, sedangkan isi pesan tersebut hanyalah 7% (sisanya sebesar 56% adalah bahasa tubuh). jika ada ketidak sinkronan dari intonasi suara dan isi perkataaan anda, maka yang dipercaya oleh si penerima pesan adalah komponen yang persentasenya lebih besar (dalam hal ini intonasi).4

Intonasi merupaka faktor penting dalam menyampaikan materi dakwah bagi seorang da’i. Jika ada ketidak sinkronan dari intonasi suara dan isi ceramah para da’i, maka yang dipercaya oleh si penerima pesan adalah komponen yang persentasenya lebih besar (dalam hal ini intonasi). Jadi sangatlah penting untuk menyelaraskan intonasi suara dengan pesan yang hendak kita sampaikan supaya audiens juga tidak sampai mensalahartikan pesan yang hendak kita sampaikan. Apabila di dalam penyampaian dakwah, seorang da’i tidak memberikan warna dan penyajian, maka isi pidato yang di sampaikan akan menjadi kurang menarik dan bahkan tidak menarik sama sekali. Oleh karena memberikan warna penekanan di setiap kalimat-kalimat yang penting sesuai dengan

4


(13)

apa yang akan di sampaikan dan efek yang diharapkan, dijiwai dengan kehidupan, dan kwalitas pribadi seorang da’i yang bisa memberikan daya tarik bagi audiens.

Dari sekian banyak para da’i yang mampu membuat mad’u terkesan akan suaranya yang khas saat menyampaikan materi dakwahnya, salah satunya adalah KH Achmad Choirul Muchlis. dakwah beliau selalu diselingi dengan banyak variasi nada suara dari setiap materi dakwah yang beliau sampaikan. Beliau adalah sosok alim ulama’ yang cukup sukses dalam menyampaikan dakwahnya kepada jama’ah. Dengan sistem penyampaian dakwahnya, yang selalu di selingi dengan banyak variasi intonasi suara. Sehingga beliau dapat memberikan pemahaman kepada mad’u. Seorang figur yang selalu dapat di jadikan contoh oleh jama’ahnya dalam hal intonasi, beliau berbicara dengan nada yang bervariasi namun mudah di pahami.

Berdasarkan pertimbangan di atas dan alasan yang telah di uraikan, oleh sebab itulah peneliti tertarik untuk membahas intonasi ceramah yang di gunakan KH Achmad Choirul Muchlis, karena jam terbang dalam dakwahnya beliau sudah puluhan tahun. Maka dengan demikian peneliti mengambil judul Intonasi Ceramah KH Achmad Choirul Muchlis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka fokus peneliti adalah bagaimana intonasi ceramah KH Achmad Choirul Muchlis dapat di ambil rincian masalah sebagai berikut:


(14)

1. Bagaimana pitch suara pada ceramah KH Achmad Choirul Muchlis? 2. Bagaimana quality suara pada ceramah KH Achmad Choirul Muchlis? 3. Bagaimana loudness suara pada ceramah KH Achmad Choirul

Muchlis?

4. Bagaimana rate dan rhythm suara pada ceramah KH Achmad Choirul Muchlis?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian yang dirumuskan , maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pitch suara pada ceramah KH Achmad Choirul Muchlis.

2. Untuk mengetahui quality suara pada ceramah KH Achmad Choirul Muchlis.

3. Untuk mengetahui loudness suara pada ceramah KH Achmad Choirul Muchlis.

4. Untuk mengetahui rate dan rhythm suara pada ceramah KH Achmad Choirul Muchlis.

D. Manfaat Penelitian 1. Teoretis:

Pada penelitian ini secara teoritis diinginkan agar penelitian ini bermanfaat bagi seluruh mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya pada umumnya dan sebagai bahan referensi bagi mahasiswa Jurusan Komunikasi Progam Studi KPI (Komunikasi Penyiaran Islam), yang ingin memperkenalkan dimensi baru mengenai penelitian analisis


(15)

deskriptif terhadap Intonasi ceramah seorang da’i dalam hal Intonasi ceramahnya.

2. Praktis:

Segi praktisnya, diharapkan agar hasil penelitian ini dapat menjadi pijakan bagi pelaksana dakwah dalam hal intonasi ceramahnya.

E. Konseptualisasi 1. Dakwah

Di dalam al-Qur’an terdapat perintah yang menyuruh kaum muslimin agar mendakwahi manusia berjihad di jalan Allah. Dalam ayat lain yang terdapat perintah agar sekelompok kaum muslimin bekerja mendakwahi manusia untuk mau berbuat kebajikan, melakukan amar ma’ruf nahi munkar berupa “kontrol sosial” dalam ayat lain lagi ada suruhan kepada Rasul Saw supaya menyampaikan (menginformasikan) wahyu yang di turunkan kepada beliau. Diterangkan pula kepada manusia bahwa mereka tidak akan dikenakan azab sebelum dakwah sampai kepada mereka.

Melalui al-Qur’an surat an-Nahl ayat 125 Allah berfirman yang artinya “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan engkau..” perintah dalam ayat tersebut dimaksudkan kepada Rasul SAW juga untuk umatnya. Sabili Rabbika dalam ayat itu adalah sabilillah “jalan Allah”. Sabilillah sama dengan dakwah Islamiah (seruan Islam), dan identik dengan semua ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul SAW sedangkan perintah mendakwahi manusia kepada kebajikan serta amar ma’ruf nahi


(16)

munkar, Allah berfirman melalui surat Ali Imran ayat 104 yang artinya: “Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyeruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar..”(Yusran (e.), 2009:64).5

Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Moh Ali Aziz M.Ag dakwah sebagai kegiatan cenderung mengarah pada pelaksanaannya. Dakwah sebagai proses lebih mementingkan hasil maksimal atau hasil akhir. Dalam prosesnya, kegiatan dakwah tidak berhenti hingga tujuan dakwah telah tercapai.

Secara singkat, dakwah adalah kegiatan peningkatan iman menurut syari’at Islam.6

2. Intonasi Ceramah

Intonasi adalah lagu kalimat. Di dalam intonasi tercakup nada, tempo, (cepat lambatnya pembacaan, tekanan) jeda penghentian sesaat) dan volume (keras tidaknya ucapan). Intonasi yang baik akan menghindarkan pembacaan teks pidato dari kemonotonan sehingga tida menjenuhkan.

Intonasi merupakan salah satu latihan dasar yang penting bagi seorang penyanyi karena tanpa pembenahan intonasi (ketepatan bunyi tiap nada), suara yang dihasilkan menjadi sumbang dan tidak merdu. Istilah

5

Kustadi Suhandang, Ilmu Dakwah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 10 6


(17)

intonasi mempunyai pengertian yang berbeda apabila diterapkan dalam bahasa atau seni vokal.

Undersh dan Staats dalam bukunya: “Speech for Everyday Use, Rinehart and Company, New York 1951” menyebut ada 4 variabel yang perlu diperhatikan mengenai suara, yaitu: Pitch, Quality, Loudness, dan Rate and Rhythm.7

Menurut Charles Bonar Sirat, “Intonasi adalah kemampuan manusia mengatur nada suara naik dan turun. “8

Sedangkan menurut Kholifatul Adha, “Intonasi suara terbaik ketika anda berbicara dengan orang lain adalah, intonasi yang berada di nada menengah, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah.”9

Menurut Amran Halim, “ intonasi merupakan sejauh mana menjelaskan kalimat terstruktur sampai sejauh kemampuan penutur dan pendengar.”10

Memberikan warna pada penyampaian dan penyajian, jangan sekali-kali berbicara dengan monoton dan pasif. Apapun yang pembicara sampaikan, harus di jiwai dengan kehidupan, kwalitas pribadi yang memberi daya tarik bagi pendengar.

Bila hendak meyakinkan orang lain dan ingin mengajak orang lain itu mengerjakan sesuatu yang positif dan konstruktif, atau bila kita hendak

7

Gentasari Anwar, Retorika Praktis Teknik dan Seni Berpidato, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995) 8

Charles Bonar Sirat, The Power Public Speaking, (Jakarata: Gramedia, 2010) 9

Kholifatul Ahda, Panduan Mudah Public Speaking, (Jakarta: PT Buku Kita, 2014). 10


(18)

menjawab keluhan dan kritik orang lain sehingga dapat meyakinkan akan sikapnya atau pendapatnya yang salah, maka keberhasilan dalam hal ini banyak dipengaruhi oleh diksi dan intonasi kita.11

Ada beberapa macam-macam intonasi di antaranya:

1. Penekanan adalah cara bicara yang dilafalkan tepat pada kata itu sendiri atau di bagian lain, seperti “sebelum” atau “sesudah” kata itu. 2. Tinggi Nada (Pitch) adalah tinggi nada di kenakan dari ketebalan atau

kekentalan pita suara dan seberapa cepat kemampuan vibrasi/getaran di lakukan.

3. Rate dan Ryhthm adalah cepat atau lambatnya serta irama suara. 4. Loudness adalah yang menyangkut dengan keras atau tidaknya suara. 5. Quality adalah mutu atau watak, sifat ataupun tabiat dari suara.

6. Artikulasi adalah kemampuan mengombinasikan lafal atau pengucapan kata (pro-nounciation) dengan ucapan (enunciation).

7. Pause adalah pemberian jeda di beberapa tempat.

8. Pace adalah lebih di kenal dengan tempo juga merupakan salah satu hal yang harus anda perhatikan dalam berpidato.

Dalam penelitian, peneliti membatasi intonasi ceramah hanya pada cepat lambatnya (Rate and Rhythm ) ceramah, tinggi rendahnya (Pitch) suara, keras lembutnya (Loudness) suara dan alunan (Quality) ceramah.12

11

Widyamataya. Kreatif Berwicara. (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hlm. 41 12


(19)

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika dalam penelitian ini sangat penting karena dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai langkah-langkah penelitian, dan permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian. Sistematika dalam penelitian ini terdiri dari lima bab, masing-masing bab terdiri dari sub bab. Sistematika penelusin penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I pendahuluan. Bab pertama ini, sebagai bab pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, konseptualisasi dan diakhiri dengan sistematika pembahasan.

Bab II kajian teoretik. Berisikan definisi dakwah dengan metode ceramah (mauidho khasanah), efektifitas dakwah dengan ceramah, definisi intonasi ceramah, pitch, loudness, quality, rate and rhythm, urgensi intonasi dalam ceramah, serta kajian kepustakaan penelitian.

Bab III metode penelitian, dalam bab ini akan dijelaskan tentang pendekatan yang dilakukan dalam penelitian dan jenis penelitian, menjelaskan sasaran penelitian (obyek penelitian), bagaimana tahap-tahap penelitian, jenis dan sumber data yang diambil, teknik pengumpulan data, analisis data, beberapa informan penelitian serta teknik keabsahan data.

Bab IV penyajian dan analisis data, pada bab ini akan dijelaskan tentang penyajian data dari Pitch, Quality, Loudness, Rate and Rhythm KH Muchlis, dan respon mad’u terhadap intonasi dakwah KH Muchlis.


(20)

Bab V penutup dan saran. Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dari semua penelitian dan rekomendasi serta saran-saran, serta dilengkapi daftar pustaka, serta lampiran-lampiran.


(21)

BAB II

KAJIAN TEORETIK TENTANG INTONASI DAKWAH DENGAN METODE CERAMAH

A. Dakwah dengan Metode Ceramah

Dakwah merupakan suatu profesi, di mana profesi itu mengharuskan untuk mempunyai skill, planning dan manajemen yang handal. Kegiatan dakwah sendiri sering dipahami sebagai kegiatan yang menyeruhkan atau mengajak umat Islam untuk mencari atau memberikan solusi terhadapt masalah dalam hidup.

Pengertian dakwah. Dakwah (Arab: , da„wah; "ajakan") adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Kata dakwah merupakan masdar (kata benda) dari kata kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan.

Pengertian dakwah menurut istilah ada beberapa pendapat antara lain:

1. Pendapat K.H. M. Isa Anshari, dakwah yaitu menyampaikan seruan islam, mengajak dan memanggil umat manusia, agar menerima dan mempercayai keyakinan dan hidup Islam.

2. Pendapat M. Natsir, membedakan pengertian antara dakwah dan risalah. Risalah dipikulkan kepada Rasulullah Muhammad SAW untuk menyampaikan wahyu yang telah diterimanya kepada seluruh umat manusia. Sedangkan dakwah adalah tugas para mubaligh, yaitu mempertemukan fitrah manusia dengan wahyu Ilahi.


(22)

3. Pendapat Ki M.A. Mahfoed, dakwah yaitu panggilan yang tujuannya untuk membangkitkan keinsyafan seorang agar kembali ke jalan Allah SWT yang sifatnya adalah ekspansif, memperbesar jumlah orang yang berada di jalan Allah SWT. Pengertian dakwah dibedakan dengan beberapa kata yang bersaudara yaitu ta’lim, dzkir, dan tashwir. Ta’lim artinya mengajar, tujuannya untuk menambah pengetahuan yang diajar. Tadzkir artinya mengingat tujuan untuk memperbaiki kelupaan orang kepada sesuatu yang harus selalu diingat. Sedangkan tashwir artinya melukiskan sesuatu pada alam pikiran orang, tujuannya untuk membnagkitkan pengertian akan sesuatu yang digambarkan.

4. Pendapat Prof. Toha Jahja Omar MA, dakwah yaitu mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di sunia dan di akhirat.

5. Pendapat A. Hasjmy, dakwah yaitu mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan aqidah dan syariah Islam yang terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah tu sendiri.1

Dari beberapa pengertian dakwah diatas, maka dapat disimpulkan dakwah itu menyampaikan dan memanggil serta mengajak manusia ke jalan Allah SWT, untuk menjalankan perintah-Nya dan menjahui larangan-Nya daam mencapai kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat, sesuai dengan tuntunan dan contoh Rasulullah SAW.

1

Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya), hal. 3


(23)

Kata dakwah sering dirangkaikan dengan kata "Ilmu" dan kata "Islam", sehingga menjadi "Ilmu dakwah" dan Ilmu Islam" atau ad-dakwah al-Islamiyah.

Menurut Ahmad Ghalwasy dakwah merupakan ilmu yang memperalajri berbagaipembahasan teknis dan seni penyampaian agama Islam kepada ummat manusia yangmencakup akidah, syariah dan akhlak.2 Bagi Muhammad al-Ghazali ilmu dakwah adalahprogram lengkap yang mencakup berbagai pengetahuan yang dibutuhkan manusia untukmengetahui tujuan hidup mereka dan mengungkap rambu-rambu kehidupan orang-orangyang baik. Abû al-Fath al-Bayânûniyy mendefinisikan ilmu dakwah berati sejumlahkaidah dan pokok-pokok ajaran yang dapat menyampaikan islam kepada manusiamengajarkan dan mempraktekkannya.3

Ilmu dakwah adalah suatu ilmu yang berisi cara-cara dan tuntunan untuk menarik perhatian orang lain supaya menganut, mengikuti, menyetujui atau melaksanakan suatu ideologi, agama, pendapat atau pekerjaan tertentu. Orang yang menyampaikan dakwah disebut "da'i" sedangkan yang menjadi obyek dakwah disebut "mad'u". Setiap Muslim yang menjalankan fungsi dakwah Islam adalah "da'i".

2

Sad „Ali Ibn Muhammad al-Qohthoniy, Fiqhu Al-Da„wah fi Shahîh Al-Imam Al-Buhkariy, (Maktaba Syamela)

3Muhammad Abû Fath Bayânûniyy, Al-Madkhal ilâ Ilmi Al-Daʻwah, (Beirut: Muassatu al-Risâlah,1995) Cet III, hlm, 18. Lihat juga Ensiklopedi Islam (Jakarta, PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2003)


(24)

Dengan kata lain dakwah adalah ilmu yang mempelajari metode, cara, sertatujuan dakwah termasuk pilar-pilar dan sejarah serta media yang dipakai dalam menyampaikan dan menyebarkan ajaran Islam guna mewujudkan tatanan masyarakat Islam yang terbaik.

Tujuan utama dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridai oleh Allah. Nabi Muhammad mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan. Dimulai dari istrinya, keluarganya, dan teman-teman karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu.

Dakwah bil-lisan adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan (ceramah atau komunikasi langsung antara subyek dan obyek dakwah). dakwah jenis ini akan menjadi efektif bila: disampaikan berkaitan dengan hari ibadah seperti khutbah Jumat atau khutbah hari Raya, kajian yang disampaikan menyangkut ibadah praktis, konteks sajian terprogram, disampaikan dengan metode dialog dengan hadirin.

Metode ceramah adalah suatu tehnik atau metode dakwah yang banyak diwarnai oleh ciri karakteristik bicara seorang da'i / mubaligh pada suatu aktivitas dakwah. Ceramah dapat pula berskifat profaganda, kampanye, berpidato (rhetorika), ceramah khutbah, sambutan, mengajar dan sebagainya. Metode ceramah ini digunakan bilamana: objek dakwah atau sasaran dakwah berjumlah banyak, penceramah atau mubaligh adalah orang yang pandai berceramah dan berwibawa, sebagai syarat dan rukun


(25)

khutbah jum'at dan hari raya, tidak ada metode yang lain yang dianggap paling sesuai dipergunakan. Seperti dalam walimatul 'urusy, bukan simulasi games, role playing, diskusi dan sebagainya.4

Dengan demikian kegiatan dakwah tidak hanya dapat dilaksanakan dalam bentuk yang monoton. Melainkan dakwah dapat dinikmati oleh masyarakat sebagai sebuah kebutuhan akan berbagai tuntunan dalam menjalani kehidupan.

1. Definisi Ceramah (Mauidloh Hasanah)

Terminologi mauidloh hasanah dalam persfektif dakwah sangat populer, bahkan dalam acara-acara seremonial keagamaan (baca dakwah atau tablig) seperti maulid Nabi dan isra’ mi’raj, istilah mauidloh hasanah mendapat porsi khusus dengan sebutan-sebutan “acara yang di tunggu -tunggu” yang merupakan inti acara. Namun demikian supaya tidak menjadi kesalah fahaman, maka akan dijelaskan pengertian mauidloh hasanah.

Mauidlotul hasanah dapat diartikan secara bahasa sebagai pengajaran yang baik, pesan-pesan yang baik, yang disampaikan berupa nasehat, pendidikan dan tuntunan sejak kecil.5 Kata mauidloh berasal dari kata wa’adha yang berarti nasehat. Nasehat atau mauidloh adalah uraian yang menyentuh hati yang mengantarkan kepada kebaikan dan kejelekan. Maka dalam Surat An-Nahl 125, kata mauidloh disifati dengan kata al-Hasanah dan kata jadil disifati dengan kata ahsan sedangkan hikmah tidak

4

Asmuni syukri, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Al-Ikhlas-Indonesia, 1983 5


(26)

disifati kata apapun karena maknanya sudah diketahui bahwa ia adalah hal yang mengena kebaikan yang berdasarkan ilmu dan akal. Hal ini membuktikan bahwa mauidloh ada dua macam baik dan buruk, sedangkan jidal ada tiga macam yaitu buruk, baik, dan terbaik.6

Adapun pengertian secara istilah, ada beberapa pendapat antara lain:

Menurut Moh Ali Aziz, Maidloh Hasanah adalah dakwah menggunakan cara memilih ayat Al-Qur’an dan matan hadist yang sesuai dengan tema yang dibahas dan mudah diterima oleh mitra dakwah atau mad’u.

mauidloh hasanah lebih diartikan sebagai cara atau media dalam menyampaikan pesan dakwah yaitu al-Hikmah (Al-Qur’an dan Hadist). Sehingga antara al-Hikmah dan mauidloh hasanah dapat difahami secara korelatif. Artinya al-Hikmah adalah isi dari pesan dakwah, sedangkan mauidloh hasanah adalah media yang digunakan dalam menyampaikan pesan dakwah tersebut.7

Menurut Imam Abdullah bin Ahmad An-Nasafi yang dikutip oleh H. Hasanuddin adalah sebagai berikut:al-mauidloh al-hasanah adalah (perkatan-perkataan) yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Qur’an.8

6

M Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah vol 7, ( Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 386 7

Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 394 8


(27)

Menurut Abd. Hamid al-Bilali al-mauidloh al-hasanah merupakan salah satu manhaj (metode) dalam dakwah untuk mengajak kejalan Allah dengan memberi nasihat atau bimbingan dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik.9

Dari pernyataan di atas dapat difahami bahwa maidloh hasanah adalah dakwah bil-Lisan. Dakwah dengan metode ini biasanya digunakan da’i dalam menyampaikan pesan yang banyak diwarnai oleh karaktristik bicara seseorang da’i atau mubaligh pada waktu aktifitas dakwah. Dalam buku lain, dakwah bil lisan diartikan sebagai tata cara pengutaraan dan penyampaian dakwah dimana berdakwah lebih berorientasi pada berceramah, pidato, tatap muka dan sebagainya.

Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan juga bahwah dakwah bl lisan adalah metode dakwah yang dilakukan oleh seorang da’i dengan menggunakan lisannya pada saat aktifitas dakwah melalui bicara yang biasanya dilakukan dengan ceramah, pidato, khutbah, dan lain-lain.dakwah ini lebih efektif bila disampaikan berkaitan dengan hari ibadah, seperti khutbah jum’at atau khutbah hari raya, kajian yang disampaikan menyangkut ibadah praktis, konteks sajian terpogram, disampaikan dengan metode dialog dengan hadirin.10

Pada tahap awal kebudayaan manusia kegiatan membaca dan menulis belum ada. Maka dari itu, dakwah dilakukan dengan metode dakwah bil lisan. Mereka mengajak dan menjelaskan pada masyarakat

9

Abd Hamid al-Bilali, Fiqh al-Dakwah FI ingkar al-Mungkar, (Kuwait: Dar al-Dakwah, 1989), hlm. 260

10


(28)

tentang prinsip-prinsip kebenaan. Lalu pada hal yang telah diajarkan tersebut diamalkan dan disampaikan pula pada generasi berikutnya sebagai tradisi hingga suatu ketika karena suatu hal tertentu, maka prinsip-prinsip tersebut terlupakan sehingga tidak dilanjutkan.

Seiring perkembangan zaman, metode dakwah semakin banyak dan semakin beragam apalagi disertai dengan munculnya alat-alat elektronik. Namun hal tersebut tidak membuat dakwah bil lisan berhenti karena setiap manusia pasti dikarunia lisan oleh Allah SWT.

2. Kelebihan Metode (Mauidloh Hasanah)

Mauidloh hasanah memiliki beberapa kelebihan: Pertama ungkapannya lembut dan indah, sesuai dengan keadaan, karenannya nasihat (mauidloh hasanah) harus menggunakan ungkapan yang lembut dan kata-kata yang sesuai. Kedua kaya akan formatdan ragam, hingga para dai dapat memilih format yang paling sesuai dengan keadaan.

Ketika memiliki pengarh besar pada jiwa audien, ini nampak pada hal berikut: Mauidloh lebih bisa diterima dan mendapat respon; Menanamkan rasa cinta dan sayang di hati para audien; Melokalisir kemunkaran dan mencegah penyebarannya, karena mereka merasa malu, walaupun tidak merespon untuk meninggalkan kemunkaran, namun minimal mereka tidak melakukannya secara terang-terangan hingga kemunkaran tersebut terlokalisir. Sebagai contoh Nabi mengunakan metode ini pada A’raby yang kencing di Mesjid, dalam hadits diceritakan: “ Dari Anas ra, ia bercerita : Ketika kita duduk di


(29)

masjid tiba-tiba datang A’raby lalu kencing, para sahabat lalu mengatakan “ Mah” (kalimat berarti menghardik) kata Rasul saw, janganlah kalian menyalahkannya, biarkanlah, maka para sahabatpun membiarkan hingga selesai kencingnya, lalu Rasul memanggilnya dan berkata: Mesjid ini tidak pantas untuk kencing maupun kotoran, tapi hanya cocok untuk berdzikir , shalat dan baca al-Qur’an, atau sebagaimana Rasulullah Saw sampaikan. Anas melanjutkan ceritanya, Rasul memanggil salah seorang dari kaum yang berkumpul itu untuk membersihkannya dengan air.”

Contoh lain sikap Rasul Saw saat perang Hunain. Saat membagikan ghanimah, beliau melihat kaum Anshar menyimpan sesuatu, lalau beliau berkhutbah: mengingatkan mereka akan nikmat Allah dan menasihati mereka dengan nasihat yang baik”.11

3. Efektifitas Dakwah dengan Ceramah

Kata efektifitas mempunyai beberapa arti. Dalam kamus besar baha Indonesia menyebutkan tiga arti efektifitas, arti pertama adalah adanya suatu efek, akibatnya, pengaruhnya dan kesannya. Arti kedua manjur atau mujarab dan arti ketiga dapat membawa hasil atau hasil guna.

Kata efektif juga diambil dari kata efek yang artinya akibat atau pengaruh, dan kata efektif yang berarti adanya pengaruh atau akibat

11Al-Bayanuniyy, Muhammad Abu al-Fath. Al-Madkhal ila ʻIlmi al-Daʻwah. (Beirut: Muasasatu al-Risalah. 1995), hlm. 260


(30)

dari suatu. Jadi efektifitas ialah keberpengaruhan atau keberhasilan setelah melakukan sesuatu.12

Secara bahasa efektifitas diambil dari kata “efek” yang berarti akibat atau pengaruh, sedangkan “efektif” berarti adanya pengaruh atau adanya akibat serta penekanannya, jadi sesuatu. Jadi “efektifitas” berarti keberpengaruhan atau keadaan berpengaruh (keberhasilan setelah melakukan sesuatu).13 Sedangkan menurut ensiklopedi umum, efektifitas menunjukkan taraf tercapainya turut usaha dikatakan efektif kalau usaha itu mencapai tujuannya secara ideal ke efektifitas adalah pencapaian prestasi dari tujuan taraf efektifitas dinyatakan dengan ukuran yang agak pasti.14

Menurut John. M. Echol dan Hasan Shadily dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia secara etimologi efektifitas berasal dari kata efektif yang artinya berhasil guna.15

The Oxford English Dictonary mengartikan efektivitas sebagai The Quality of being effectiv. In various sebse. Efectivity the quality or state being effective and power to be effective.Secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu kualitas yang menjadi efektif dalam berbagai

12

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (P3B), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), Cet. Ke-7, Edisi ke-2, hlm. 250

13

Ibid, hlm. 250 14

A. B. Pridodgdo, Hasan Shadily, Ensiklopedi Umum, (yogyakarta: kanisius, 1990) cet k-8, hlm. 296

15

John. M. Echols dan Hasan Syadily, kamus ingris-indonesia, (Jakarta: PT Gramedia. Pustaka Utama, 1990), Cet. Ke-8, hlm. 207


(31)

hal atau bidang. Efektifitas ialah status mutu menjadi efektif dan menggerakkan untuk bisa efektif.16

Dalam kamus umum bahasa indonesia, efektifitas merupakan keterangan yang artinya ukuran hasil tugas atau keberhasilan dalam pencapaian tujuan.17

Menurut Dennis Mc Quail efektifitas secara teori komunikasi berasal dari kata efektif. Artinya terjadinya suatu perubahna atau tindakan, sebagai akibat diterimanya suatu pesan. Dan perubahan terjadinya dalam segi hubungan atara keduanya, yakni pesan yang diterima dan tindakan tersebut.18

Menurut T. A Latief Rousydy (1989: 91), komunikasi efektif ialah komunikasi yang berhasil mencapai sasaran dengan feedback yang positif. Yakni dakwah dengan ceramah secara efektif dapat memberikan pengertian kepada audiens, sehingga ia mempunyai pengertian yang sama dengan penceramah tentang pesan yang disampaikan. Selanjutnya, penceramah berhasil merubah tingkah laku audiensnya sesuai dengan rencana semula.

Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala

16

Eric Buckley, The Oxford English Dictionary, (Oxford: The Clarendom Press, 1978), Vol. III, hlm. 49

17

Suharto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Surabaya: PT. Indah 1995), cet. Ke-1, hlm. 742 18

Dennis Mc. Quail, Teori Komunikasi Suatu Pengantar, (Jakarta: Erlangga Pratama, 1992), hlm. 281


(32)

gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi). Dalam Al Qur’an dengan sangat mudah kita menemukan contoh kongkrit bagaimana Allah selalu berkomunikasi dengan hambaNya melalui wahyu. Untuk menghindari kesalahan dalam menerima pesan melalui ayat-ayat tersebut, Allah juga memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk meredaksi wahyu-Nya melalui matan hadits. Baik hadits itu bersifat Qouliyah (perkataan), Fi’iliyah (perbuatan), Taqrir (persetujuan) Rasul, kemudian ditambah lagi dengan lahirnya para ahli tafsir sehingga melalui tangan mereka terkumpul sekian banyak buku-buku tafsir.

4. Teknik Ceramah

a. Teknik Persiapan Ceramah

Dua persiapan pokok sebelum pelaksanaan ceramah adalah persiapan mental untuk berdiri dan berbicara di muka umum dan persiapan yang menyangkut isi ceramah.19

Suatu ceramah haruslah didahului dengan persiapan-persiapan yang cukup. Penyusunan persiapan-persiapan ceramah ada bebetapa jenisnya, antara lain:

1) Ceramah menggunakan Teks (Manuskrip).

19


(33)

2) Ceramah menggunakan Menghafal (Memoritet). 3) Ceramah menggunakan Terbaik (Ekstempore). b. Teknik Penyampaian Ceramah

Dalam penyampaian ceramah diperlukan alat-alat bantu seperti audio visual dan dapat pula dikembangkan dengan cara penyajian yaitu, cara induktif adalah cara menjelaskan sesuatu (Pesan Dakwah) melalui berfikir dari hal-hal yang bersifat khusus ke arah hal-hal yang bersifat umum. Sedangkan cara penyajian deduktif adalah cara menjelaskan materi dakwah yang dimulai dengan berfikir tentang hal-hal yang bersifat umum.20

Variasi adalah persyaratan berikutnya untuk cara berbicara yang baik. Cara berbicara yang monoton sangat membosankan.Variasi membuatnya menarik. Variasikan nada, kecepatan, tekanan, volume dan cara.

Menurut Abdul Kadir Munsyi (1981: 25) mengemukakan bahwa metode ceramah akan berhasil dengan baik, antara lain prinsip-prinsip:Menguasai bahasa yang akan disampaikan sebaik-baiknya dengan menghubungkan dengan situasi kehidupan sehari-hari, menyesuaikan dengan kejiwaan, lingkungan sosial dan budaya para pendengar, nada, kecepatan, tekanan, volume, sikap, mengadakan variasi dengan dialog dan tanya jawab serta sedikit humor.

20


(34)

Dalam hal pengaturan waktu, seorang pembicara harus memperhatikan waktu (perkiraan) dan dapat membagi waktu yang tersedia seluruhnya, waktu yang di gunakan untuk hal-hal resmi dan formalitas, maupun waktu yang di gunakan untuk tanya-jawab.

c. Teknik Penutupan Ceramah

Pembukaan dan penutupan ceramah adalah bagian yang sangat menentukan. Teknik penutupan,21 antara lain: Mengemukakan ikhtisar ceramah, menyatakan kembali gagasan dengan kalimat yang singkat dan bahasa yang berbeda, memberikan dorongan untuk bertindak, mengakhiri klimaks, menyatakan kutipan sajak, kitab suci, peribahasa, atau ucapan-ucapan para ahli, menceritakan contoh, seperti ilustrasi dari pook inti materi yang di sampaikan, menjelaskan maksud sebenarnya pribadi pembicara, dan membuat pernyataan-pernyataan yang bersejarah.

Di samping ceramah yang bersifat umum, ada juga ceramah yang bersifat khusus dan baku yaitu, Khutbah Jum’at dan Khutbah Hari Raya. Bersifat baku artinya sudah ada ketentuan-ketentuan agama yang mengatur mulai dari pembukaan, penyampaian dan penutupannya.22

21

M. Hanafi Anshari, Pemahaman dan Pengalaman Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993) 22

A. Mahsyhur Amin, Metode Dakwah Islam dan Beberapa Keputusan Pemerintah Tentang Aktifitas Keagamaan, (Jogyakarta: Sumbangsih, 1980)


(35)

Dalam ceramah juga bisa menggunakan teknik infiltrasi atau sisipan, yaitu penyampaian ajaran Islam pada saat atau kegiatan yang tidak secara khusus sebagai diterapkan pada kalangan tertentu yang acuh terhadap agama bila di sebut secara terang-terangan.

A. Intonasi Ceramah

Intonasi merupakan salah satu latihan dasar yang penting bagi seorang penyanyi karena tanpa pembenahan intonasi (ketepatan bunyi tiap nada), suara yang dihasilkan menjadi sumbang dan tidak merdu. Istilahintonasi mempunyai pengertian yang berbeda apabila diterapkan dalam bahasa atau seni vokal. Namun, sebenarnya saling mendukung dan memperkaya khazanah penguasaan teknik bagi seorang penyanyi, musisi, dan komponis. Banyak suku kata yang memiliki teknik pengucapan tersendiri.

Perbedaan pengucapan terletak pada tekanan atau jumlah suku kata. Intonasi mengandung arti ketepatan suatu nada (pitch). Bunyi nada yang tepat akan menghasilkan suara jernih, nyaring, dan enak didengar. Untuk mendapatkan intonasi yang baik, coba nyanyikan nada-nada berikut secara berulang. Berbeda dengan nada, intonasi dalam bahasa indonesia sangat berperan dalam perbedaan maksud kalimat.23 Intonasi suara juga merupakan kemampuan manusia mengatur nada suara naik dan turun.24 Intonasi ceramah kita dapat membantu efektivitas ceramah kita.

23

Masnur Muslich, Fonologi Bahasa Indonesia, ( Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), Hlm, 115 24

Charles Bonar S, The Power Public Speakin, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm. 111


(36)

Bila hendak meyakinkan orang lain dan ingin mengajak orang lain itu mengerjakan sesuatu yang positif dan konstruktif, atau bila kita hendak menjawab keluhan dan kritik orang lain sehingga dapat meyakinkan akkan sikapnya atau pendapatnya yang salah, maka keberhasilan dalam hal ini banyak dipengaruhi oleh diksi dan intonasi kita.25

Intonasi ceramah kita tentu perlu kita perhatikan agar ceramah kita mempunyai daya persuasif (persuasive), yaitu dengan mempengaruhi jiwa seseorang sehingga dapat membangkitkan kesadarannya untuk menerima dan melakukan suatu tindakan ceramah termasuk jenis yang disebut terakhir.26

Davit Pranata mengatakan didalam bukunya Speak With Power bahwa, pentingnya intonasi dalam sebuah presentasi. Ada sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa intonasi suara berkontribusi sebesar 37% dari pesan yang ingin kita sampaikan, sedangkan isi pesan tersebut hanyalah 7% (sisanya sebesar 56% adalah bahasa tubuh). Maksudnya jika ada ketidaksinkronan dari intonasi suara dan isi perkataaan anda, maka yang dipercaya oleh si penerima pesan adalah komponen yang persentasenya lebih besar.27

Menurut Rudolph F. Verderber dan Kathleen S. Verderber (2004:270) untuk kesuksesan persuasi, penceramah harus memiliki keterampilan untuk menjadikan mad’u terangsang rasionya untuk berpikir

25

Widyamataya, Kreatif Berwicara, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hlm. 41 26

Moh Ali Aziz, ,Ilmu Pidato, (Surabaya, 2015), hlm. 24 27


(37)

tentang masalah yang sedang dibicarakan. Akan tetapi, dengan rasio saja tidak akan cukup. Maka salah satu teori persuasi adalah The Elaboration Likelihood Model (ELD) yaitu upaya menjadikan mad’u benar-benar terlibat dalam topik yang sedang dibicarakan. Semakin paham atau mengerti mad’u terlibat dalam ceramah, maka semakin mudah mereka menerima persuasi.

Pidato persuasi memerlukan persiapan yang sungguh-sungguh, sebab persuasi mendasarkan usahanya pada segi-segi psikologis dan yang ingin diraih adalah kesadaran seseorang untuk melakukan sesuatu. Oleh karena itu ceramah persuasi harus dilakukan oleh orang-orang yang memang memiliki pengetahuan dan keahlian. Lebih-lebih jika kita aneka ragam karakter manusia yang menjadi sasaran pidato, ada yang mudah dipengaruhi dan ada yang sukar dipengaruhi.

Kemampuan persuasif kita akan menentukan sekali efektifitas komunikasi. Menurut T. A Lathief Rousydy (1989: 91), komunikasi efektif ialah komunikasi yang berhasil mencapai sasaran dengan feedback yang positif. Komunikasi berhasil secara efektif memberikan pengertian kepada komunikasi, sehingga ia mempunyai pengertian yang sama dengan penceramah tentang pesan yang disampaikan.28

Umumnya, audience senang dan tertarik mendengarkan ceramah atau pidato dari seorang pembicara yang memiliki suara yang enak didengar (bagus). Sebaliknya, suara yang sumbang dan tidak serasi nadanya dengan isi pembicaraan akan membuat pendengar menjadi bosan,

28


(38)

lesu dan mengantuk. Karena itu masalah suara harus benar-benar menjadi perhatian seorang penceramah dan karena di sini peneliti akan membatasi penelitiannya juga.

Undersh dan Staats dalam bukunya: “Speech for Everyday Use, Rinehart and Company, New York 1951” menyebut ada 4 variabel yang perlu diperhatikan mengenai suara, yaitu: Pitch, Quality, Loudness, dan Rate and Rhythm.29 Dan pada buku Widyamataya juga mengatakan bahwa intonasi ceramah meliputi cepat lambatnya (Rate and Rhythm ) ceramah, tinggi rendahnya (Pitch) suara, keras lembutnya (Loudness) suara dan alunan (Quality)ceramah.30

1. Pitch

Dalam pengertian musik, pitch disebut dengan tangga nada. Biasanya ada suara pembicara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Seharusnya suara yang dikeluarkan bervariasi (rendah, sedang dan tinggi), sesuai dengan penghayatan terhadap materi pembicaraan.

Nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Bila suatu bunyi segmental diucapkan dengan frekuensi getaran yang tinggi, tentu akan disertai dengan nada yang tinggi. Sebaliknya, kalau diucapkan dengan frekuensi getaran yang rendah, tentu akan disertai juga dengan nada rendah. Nada ini dalam bahasa-bahasa tertentu bisa bersifat fonemis maupun morfemis, tetapi dalam bahasa-bahasa lain, mungkin tidak.

29

Gentasri Anwar, Retorika Praktis Teknik dan Seni berpidato, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hlm. 87

30


(39)

Dalam bahasa tonal, pitch biasanya dikenal adanya lima macam nada, yaitu:

a) Nada naik atau tinggi yang biasanya diberi tanda garis ke atas /

.∕

/ b) Nada datar, biasanya diberi tanda garis lurus mendatar /

/

c) Nada turun atau merendah, biasanya diberi tanda garis menurun /

\

/

d) Nada turun naik, yakni nada yang merendah lalu meninggi, biasanya

diberi tanda sebagai / /

e) Nada naik turun, yaitu nada yang meninggi lalu merendah, biasanya

ditandai dengan / /

Nada yang menyertai bunyi segmental didalam kalimat disebut intonasi. Dalam hal ini biasanya dibedakan adanya empat macam nada, yaitu:

1) Nada yang paling tinggi, diberi tanda dengan angka 4. 2) Nada tinggi, diberi tanda dengan angka 3.

3) Nada sedang atau biasa, diberi tanda dengan angka 2. 4) Nada rendah, diberi tanda dengan angka 1.31

Berikut ini adalah beberapa definisi pitch yang penulis kumpulkan secara maksimal dari sebanyak mungkin literatur.

a. Jalaluddin Rakhmat (2012: 82), mengatakan Pitch adalah “jumlah

gelombang yang dihasilkan sumber energi”.

31


(40)

b. Gentasri Anwar (1995: 87), Pitchadalah “dalam pengertian musik, pitch disebut dengan tangga nada”.

c. Charles Bonar Sirait (2010: 112), Pitch adalah “tinggi nada dikendalikan dari ketebalan atau kekentalan pita suara dan seberapa cepat kemampuan vibrasi/ getaran dilakukan”.

d. Ahmad HP (2012: 34), Pitch adalah “nada berkenaan dengan tinggi

rendahnya suatu bunyi”.

e. Amran Halim (1963:38), Pitch adalah “tinggi nada merupakan korelat auditoris kekerapan fundamental getaran pita suara, yang dapat ditandai dengan “siklus per detik” atau Hertz(Hz)”.

f. ...(2004: 57), Pitch adalah “ yang tidak mutlak menjadi

bagian dari lagu intonasi”.

g. Robert Ladd (2008: 6) Pitch adalah “just given have two orthogonal and independently variable aspects, we might refer”. h. ... (1982:30), Pitch adalah “getaran udara, dan makin tinggi

frekwensi getaran itu (lazimnya dihitung per detik), makin tinggi nada bunyi.

i. Masnur Muslich (2013: 61), Pitch adalah “ketegangan pita suara,

arus udara, dan posisi pita suara ketika bunyi itu diucapkan”.

j. Dale Carenegie (154), Pitch adalah “nada suara dari tinggi ke

rendah”.

k. Davit Pranata (2015), Pitch adalah “merupakan tinggi rendah nada dari suara anda”.


(41)

l. Steven A Beebe (1991: 237), Pitchadalah “ how higt or low your voice sounds”.

m. Ronald Wardhaugh (1972: 19), Pitch adalah “how hight or low the voice”.

n. Paul E Nelso ( 2007: 150), Pitch adalah “the highness or lowness of a speaker’s voice, its upword and downward inflection, the melody produced by the voice”.

2. Quality

Quality ialah mutu, watak, sifat atau tabiat dari suara. Dalam dunia musik biasanya disebut Timbre. Dalam berbicara, timbre suara ini, ikut menentukan enak tidaknya suara kita didengar andience. Timbre suara harus disesuaikan dengan materi yang disampaikan termasuk faktor lain yang berkaitan dengan pengucapan kalimat dan kata-kata. Beberapa definisi Quality yang penulis kumpulkan secara maksimal dari sebanyak mungkin literatur

a. Davit Pranata (2015), Quality adalah “menunjukkan apa yang ada di emosi anda dan mengekspresikan apa yang anda rasakan melalui intonasi suara anda”.

b. Gentasari Anwar (1995: 89), Quality adalah “mutu, watak, sifat atau tabiat dari suara”.

c. Jalaluddin Rahmat (2012: 82), Qualityadalah “karakteristik vocal


(42)

d. Charles Bonar Sirait (2010: 114), Quality adalah “kualitas suara yang menunjukkan perasaan, simpatik, ekspresi dari hati seorang pembicara”.

e. Soenjono Dardjowidjojo (1985: 89), Qualityadalah “warna emosi

dan warna perasaan yang alami pada waktu ia hendak bertutur”. 3. Loudness

Loudness menyangkut keras atau tidaknya suara.Dalam berceramah, ini perlu menjadi perhatian. Kita harus mampu mengatur atau lunaknya suara yang kita keluarkan, dan ini tergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi.Beberapa definisi Loudness yang penulis kumpulkan secara maksimal dari sebanyak mungkin literatur a. Davit Pranata (2015), Loudness adalah “merupakan seberapa cepat

anda berbicara”.

b. Gentasri Anwar (1995: 90), Loudness adalah “menyangkut keras

tidaknya suara”.

c. Jalaluddin Rahmat (2012: 82), Loudnessadalah “tingkat kekerasan

bunyi”.

d. Robert Ladd (2008: 5), Loudness adalah “psychophysical; „intensity’ is physical”.

e. Amran Halim (1984: 50), Loudness adalah “kelantangan suatu

bunyi bahasa yang berhubungan dengan kelantangan bunyi”.

Pengaturan volume public speaking kita harus sesuaikan agar pas dii telinga audiens. Kita terbiasa mengatur volume suara radio atau televisi agar terdengar “pas” di telinga. Saat berbicara,


(43)

secara alami kita bisa mengatur volume. Berbicara berdua, berbisik, dan di depan orang banyak tentu membutuhkan volume yang berbeda.

Saat berbicara di depan sekelompok orang atau di sebuah rapat, sangat penting untuk tidak pernah megarahkan pembicaraan kepada orang tedekat atau barisan paling depan. Atur volume dengan baik agar semua orang bisa mendengarkan dengan baik.

Salah satu “pedoman”nya adalah “berbicaralah kepada orang paling belakang”. Maksudnya, berbicara dengan volume yang sekiranya bisa didengarkan semua hadirin.

4. Rate dan Rhythm

Beberapa definisi rate dan rhythm yang penulis kumpulkan secara maksimal dari sebanyak mungkin literatur:

a. Menurut Allen Winold di dalam bukunya yang berjudul Introduction to MUSIC THEORY mengatakan bahwah rate adalah kecepatan beat didalam musik.

b. Davit Pranata (2015), Rate dan Rhythm adalah “merupakan seberapa cepat anda berbicara, ada saatnya anda berbicara dengan tempo, tetapi ada juga saatnya anda berbicara dengan tempo lambat”.

c. Gentasri Anwar (1995: 91), Rate dan Rhythmadalah “cepat, lambat


(44)

d. Jalaluddin Rahmat (2012: 83), Rate dan Rhythmadalah “kecepatan bicara, menunjukkan jumlah kata yang diucapkan dalam satu menit.”.

e. Charles Bonar Sirait (2010: 113), Rate dan Rhythm adalah “cepat atau lambatnya bicara ditentukan dari seberapa cepat atau seberapa lambat seorang presenteringin menyelesaikan sebuah kalimat”. f. Amran Halim (1984: 43), Rate dan Rhythmadalah “panjang waktu

yang siperlukan untuk mengujarkan sebuah bunyi bahasa”.

g. Steven A Beebe (1991:251), Rate dan Rhythm adalah “how fast do you talk? Most speakers average between 120 and 180 words per menute”.

h. Paul E Nelso ( 2007:148), Rate dan Rhythm adalah “the speed of delivery and refers to the tempo of a speech”.

Pemaparan banyak definisi rate dan rhythm diatas dimaksud untuk membandingkan, memetakan, dan menelusuri perkembangan definisi rate dan rhythm . umumnya para ahli membuat definisi rate dan rhythm berkat dari pengertia banyak rate dan rhythm yang di ungkap sebelum-sebelumnya. Dapat disimpulkan bahwah kebanyakan para ahli mendefinisikan rate dan rhythm : Yaitu cepat, lambat dan irama suara. Biasanya cepat atau lambatnya suara berhubungan erat dengan rhythm dan irama. Dan juga ada saatnya anda berbicara dengan tempo, tetapi ada juga saatnya anda berbicara dengan tempo lambat (misal ketika anda sedang menyampaikan poin penting).


(45)

Dalam buku kreatif berwicara (1996: 41) menyatakan , jika kita hendak meyakinkan orang lain dan ingin mengajak orang lain itu mengerjakan sesuatu yang positif dan konstruktif, atau bila kita hendak menjawab keluhan dan kritik orang lain sehingga dapat meyakinkan akan sikapnya atau pendapatnya yang keliru, maka keberhasilan dalam hal ini banyak dipengaruhi oleh diksi dan intonasi. 32

Demikian pentingnya intonasi dalam sebuah presentasi. Ada sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa intonasi suara berkontribusi sebesar 37% dari pesan yang ingin kita sampaikan, sedangkan isi pesan tersebut hanyalah 7% (sisanya sebesar 56% adalah bahasa tubuh). Apa maksud dari penelitian ini? Artinya adalah jika ada ketidak sinkronan dari intonasi suara dan isi perkataaan anda, maka yang dipercaya oleh si penerima pesan adalah komponen yang persentasenya lebih besar (dalam hal ini intonasi).

Jadi sangatlah penting untuk menyelaraskan intonasi suara dengan pesan yang hendak kita sampaikan supaya audiens juga tidak sampai mensalah artikan pesan yang hendak kita sampaikan.

Selain itu penggunaan intonasi yang cenderung monoton juga akan berpotensi untuk membosankan audiens. Ketika anda berbicara dengan nada datar dari awal sampai akhir, mungkin di tengah-tengah presentasi audiens sudah pulas tertidur. Ketika anda berbicara dengan nada tinggi dan cepat sepanjang presentasi, saya yakin sampai beberapa menit audiens

32


(46)

juga sudah menyerah karena tidak mampu lagi mengikuti apa yang anda sampaikan.

Intonasi suara yang efektif untuk presentasi. Kunci dari penggunakan intonasi efektif dalam presentasi adalah menciptakan kontras. Dengan menciptakan kontras pada komponen-komponen suara yang ada di atas. Berikut saya berikan contoh-contohnya: Kontras dalam speech rate, ada saatnya anda berbicara dengan tempo, tetapi ada juga saatnya anda berbicara dengan tempo lambat (misal ketika anda sedang menyampaikan poin penting).

Kontras dalam quality, anda mengekspresikan apa yang anda rasakan melalui intonasi suara anda. Misal dalam cerita yang anda sampaikan anda sedang prihatin, maka perlihatkan itu juga dalam intonasi anda. Ketika anda sedang gembira, perlihatkanlah juga melalui intonasi anda.

Yang terakhir tentang bagaimana anda harus bersuara adalah antusias terhadap apa yang anda sampaikan. Antusiasme itu menular, jika anda tidak merasa antusias bahwa yang anda sampaikan itu penting, ketika anda menyampaikannya hanya karena sekedar anda diminta, memenuhi kewajiban atau hanya berharap waktu presentasi anda segera usai, maka audiens juga akan mampu merasakannya.

Akan tetapi ketika anda antusias, percaya bahwa apa yang anda sampaikan ini benar-benar penting dan bermanfaat untuk audiens. Maka audiens pun akan dapat merasakan dan akhirnya ikut terbawa antusiasme


(47)

anda.Jika anda juga memiliki pertanyaan seputar presentasi atau public speaking, silahkan juga menuliskannya pada kolom komentar yang ada di bawah ini. Nanti akan bisa kita bahas bersama-sama sehingga lebih banyak orang yang mendapat manfaat dari pertanyaan anda.

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Gaya retorika dakwah merupakan segala sesuatu yang dilakukan oleh muballigh dalam menyampaikan pesan kepada mad’u dengan kata lain, gaya retorika dakwah merupakan ciri khas seorang penceramah ketika menyampaikan isi pesan dakwah kepada para pendengar atau andience baik berupa ucapan maupun segala perbuatannya.

1. Multahada, 1995, Studi tentang pengaruh retorika (khutbah) terhadap pengembangan bakat kreatifitas siswa di Madrasah Aliyah Islamiyah Tanggulangin Sidoarjo.

Penelitian ini meneliti tentang pendidikan ekstra kulikuler di Madrasah Aliyah Islamiyah Tanggulangin Sidoarjo, yang berusaha untuk mengembangkan bakat dan kreativitas siswia-siswinya dengan berbagai macam kegiatan, salah satunya adalah retorika, yaitu latihan pidato atau kecakapan berbicara didepan umum.

Pada penelitian tersebut lebih mengedepankan unsur pendidikannya dari pada unsur dakwahnya karena penelitiannya dari Fakultas Tarbiyah. Untuk itu pada penelitian kali ini akan ditekankan pada gaya retorika dakwah.


(48)

2. Hadi Nurwiyanto, 2003, Kajian Gaya Retorika Da’i di Kecamatan Wonoayu Sidoarjo.

Penelitian ini menelitian tentang gaya-gaya retorika da’i di Kecamatan Wonoayu Sidoarjo, yang meliputi beraneka ragam gaya, karena obyek penelitian tidak hanya terdiri dari seorang da’i melainkan tiga orang da’i.

Dalam penelitian sebelumnya memang mebahas masalah gaya retorika dakwah yang disampaikan. Walaupun mengandung kategori gaya retorika dakwah namun cara penyampaian dari para mubaligh tersebut berbeda dalam gaya retorika berdakwahnya dan juga gaya irama suaranya yang terletak pada intonasi dakwahnya.

3. Muhammad Fathurahman Hakim, 2016, Intonasi Ceramah KH Achmad Sholeh Sahal.

Penelitian ini meneliti tentang intonasi ceramah KH Achmad Sholeh Sahal, yang meliputi pitch (tinggi rendahnya suara), pause (jeda suara), rate (kecepatan suara), dan volume suara.

Dalam penelitian tersebut memang membahas masalah intonasi ceramah yang disapakan. Walaupun mengandung unsur intonasi dakwah namun hanya focus dalam tinggi rendah, jeda, kecepatan, dan volume pada KH Achmad Sholeh Sahal. Untuk penelitian kali ini akan mengedepankan tinggi rendah nada, mutu nada, kerasnya nada, dan cepat lambatnya nada.

Namun karena Soal suara sangat essensial dalam suatu pembicaraan dan dari sekian banyak skripsi yang ada di perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, peneliti belum sama sekali menemukan judul


(49)

skripsi intonasi ceramah KH Achmad Choirul Muchlis perbedaan muballigh dan juga gaya irama suara yang terletak pada intonasi ceramah beliau. pada penelitian tersebut adalah seorang muballigh yang beredar di media elektronik (televisi) yang sudah pasti mendapatkan pendidikan tentang mengatur intonasi yang bagus, sehingga wajar banyak jama’ah yang hadir dikarenakan pengetahuan serta ketenarannya dan juga gaya irama suara pada intonasi ceramah.

Meskipun KH Achmad Choirul Muchlisadalah seorang muballigh biasa yang tidak beredar di media manapun. Namun,dalam penerapan intonasi ceramah KH. Achmad Choirul Muchlis tidak sebagus dengan muballigh yang ada di media. Beliau tidak kalah banyak jamaahnya walaupun beliau tidak tampil dimedia. oleh karena itu penulis akan meneliti 4 variabel suara pada penelitian ini dan akan dibicarakan secara khusus dan mendetail.

Dalam hal ini, alat yang digunakan dalam intonasi dakwah beliau bisa dikatakan cukup baik. Untuk itu sebagai sumber utama penulis ingin mengetahui langsung kepada beliau itu dengan cara mewawancarainya dan orang terdekat dan jama’ah-jama’ah di rumahnya, ini sebagai langkah awal yang penulis prioritaskan dalam penelitian ini.

Menarik bagi penulis untuk mengangkat menjadi suatu karya ilmiah. Selain itu yang penulis menganggap semua latar belakang objek yang diteliti maupun peneliti yakni sebagai peminat dakwah. Itulah hal yang menarik kemudian menginspirasi penulis untuk melakukan penelitian dengan judul


(50)

sebagai mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.

Penelitian Terdahulu yang Relevan

Tabel 2. 1

No

Nama, Tahun, Universitas

Judul Skripsi Persamaan Perbedaan

1 Multahada, 1995, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Studi Tentang Pengaruh Retorika (Khutbah) Terhadap Pengembangan Bakat Kreatifitas Siswa di Madrasah Aliyah Islamiyah Tanggulangin Sidoarjo.

Sama-sama meneliti retorika, tapi di jelaskan jika hanya studi tentang pengaruh retorika itu masih umum.

Judul dan fokus penelitian berbeda, kerangka teori berbeda. 2 Hadi Nurwiyanto, 2003, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Kajian Gaya Retorika Da’i di Kecamatan

Wonoayu Sidoarjo.

Sama-sama meneliti retorika, tapi di jelaskan jika hanya gaya retorikanya saja Meneliti gaya ceramah da’i bukan intonasi ceramah da’i. 3 M. Fathurrahman Hakim, 2016, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Intonasi Ceramah KH Achmad Sholeh Sahal Sama-sama meneliti intonasi, tapi di jelaskan hanya tinggi rendahnya, jeda, kecepatan, dan volumenya saja Fokus penelitian unsur-unsur intonasi pada tinggi rendah nada, mutu nada, kerasnya nada, dan cepat lambatnya nada.


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Ilmu pengetahuan berasal dari kekaguman manusia akan alam yang dihadapinya, untuk mengungkapkan fenomena alam dan sosial yang ada, maka bisa menggunakan berbagi jenis metode penelitian. Sebab penelitian merupakan upaya penyidikan yang sangat hati-hati dan kritis dalam mencari fakta yang sebenarnya. Dengan kata lain penelitian merupakan sebuah pelajaran yang dilakukan secara hati-hati untuk memperoleh informasi yang benar dan akurat.

Dengan demikian, maka dalam penelitian ini digunakan suatu metode kualitatif pada judul “Intonasi Ceramah KH Achmad Choirul Muchlis”.

Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti menggunakan metode pendekatan kualitatif, yaitu suatu pendekatan yang dilakukan untuk memahami makna maupun proses dari subjek penelitian. Karena itu, untuk memperoleh data yang akurat, peneliti akan terjun langsung ke lapangan dan memposisikan dirinya sebagai instrumen penelitian yang menjadi salah satu ciri penelitian kualitatif.1

Sedangkan dalam bukunya Lexy J. Moleong, penelitian kualitatif menekankan pada cara berfikir yang lebih mendalam yang bertitik tolak pada

1

Wardi Bachtiar, Metodologi Penulisan Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 23


(52)

fenomena sosial atau paradigma sosial. Dan jenis penelitian ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman bersama serta terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.2

Metode deskriptif menurut Suharsimi Arikunto, merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala yang ada menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Penelitian ini hanyalah memaparkan situasi dan peristiwa yang terjadi, tidak mencari atau menyelesaikan hubungan tidak hipotesis atau membuat prediksi.3

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis metode penelitian deskriptif kualitatif. Karena penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bersifat fleksibel, dapat menjelaskan sekaligus menganalisa obyek tertentu yang akan diteliti. Dengan sifat penelitian yang bertujuan untuk menjabarkan secara analitik suatu obyek penelitian secara menyeluruh, maka penelitian akan lebih memuaskan.

Sebagaimana dikatakan oleh Burhan Bungin dalam bukunya “Metode Penelitian Kulitatif” bahwa penelitian kualitatif bersifat luwes, tidak terlalu rinci, tidak lazim mendefisinikan suatu konsep, serta memberikan kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta lebih mendasar, menarik dan unik bermakna dilapangan.4

2

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1998), hlm. 5 3

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta : Rhineka Cipta, 1998), hlm. 309 4


(53)

Rancangan kualitatif penelitian sesungguhnya bersifat fleksibel, luas, dan terbuka kemungkinan bagi suatu perubahan dan penyesuaian-penyesuaian ketika proses penelitian berjalan.5

Dengan mendeskripsikan data secara mendalam, maka diharapkan suatu fenomena sosial tertentu, nantinya dapat menjelaskan, menerangkan serta menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian.Disamping itu juga diharapkan nantinya penelitian itu dapat membentuk teori baru atau memperkuat teori yang ada.6

B. Subyek atau Sasaran Penelitian

Pada kesempatan kali ini, akan diteliti seorang da’i yang mampu menyesuaikan diri dalam lingkungan yang berbeda-beda dalam dakwahnya, baik dilingkungan masyarakat biasa maupun dikalangan masyarakat tingkat pejabat. Beliau adalah KH Achmad Choirul Muchlis.Di dalam penelitian ini tidak dapat disebutkan wilayah penelitiannya, karena Beliau dalam berceramah selalu ditempat yang berbeda-beda, sehingga penelitian hanya mampu membatasi pada Biografi KH Achmad Choirul Muchlis.

C. Tahap-Tahap Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, terdapat beberapa tahap penelitian, menurut Bodgan dan Taylor yang dikutip Lexy J. Moleong, ada 3 tahap

5

ibid, hlm.49 6

Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1990), hlm. 44


(54)

penelitian, yaitu:Tahap pra lapangan,tahap pekerjaan lapangan, dantahap analisis data.7

1. Tahap pra lapangan

Dalam tahap ini, beberapa kegiatan yang dikerjakan peneliti antara lan penjajakan serta pemilihan lapangan sebelum mengadakan penelitian lebih lanjut, tahap yang harus dilakukan adalah penjajakan. Menjajaki dan menilai lapangan bagi peneliti adalah mengenal segala unsur dala lapangan penelitian. Ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan dalam tahap ini, yaitu:

a. Memilih lapangan penelitian

Cara terbaik yang harus ditempuh dalam penentuan lapangan penelitian adalah jalan subtantif, yaitu mengamati dan menjajaki lapangan tentang fenomena sosial yang ada, terlebih jika ada sesuatu yang menarik untuk diteliti. Selain itu keterbatasan geografis dan praktis seperti waktu, biaya dan tenaga perlu juga dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian.

Atas pertimbangan itu peneliti memilih da’i KH Achmad Choirul Muchlis, sebagai obyek penelitian. Dalam hal ini difokuskan pada intonasi ceramah beliau yaitu pitch, Quality, Loudness dan rate and rhythm KH Achmad Choirul Muchlis. Tetapi sebelumnya mengadakan konsultasi terlebih dahulu dengan obyek penelitian

7


(55)

sendiri yaitu KH Achmad Choirul Muchlis, tentang kegiatan dakwahnya selama ini. Dalam konsultasi itu beliau mengemukakan bahwa selama ini belum pernah ada yang meneliti beliau yaitu dari segi materi dakwahnya, dengan adanya hal ini maka akan diteliti dari segi intonasi ceramah beliau dalam berceramah.

Selain itu lokasi penelitian yang terletak sangat dekat dari tempat tinggal peneliti, juga dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Disamping memudahkan untuk mengadakan pengamatan juga lebih mudah untuk berkomunikasi secara langsung dengan informan-informan baik da’i selaku obyek penelitian maupun mad’unya.

b. Menyusun rancangan penelitian

Rancangan penelitian atau disebut sebagai usulan penelitian dimulai dengan pengajuan judul penelitian yang dilanjutkan dengan pengisian matrik penelitian yang berisi tentang judul penelitian, fenomena sosial atau gambaran obyek penelitian, dan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini atau disebut juga sebagai rumusan masalah.

c. Menjajaki dan menilai lapangan

Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran umum tentang proses dakwah, yaitu bagaimana intonasi ceramah beliau dalam menyampaikan pesan dakwahnya kepada mad’u sehingga dapat mempersiapkan diri, baik fisik maupun mental, serta menyiapkan


(56)

perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan selama penelitian berlangsung, seperti buku, bolpoin, dll.

d. Memilih dan memanfaatkan informan

Untuk memperoleh informan tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian, maka di butuhkan beberapa informan.Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Dalam suatu penelitian informan sangatlah penting, maka dalam memilih dan menentukan informan diperlukan beberapa kriteria yang dikemukakan dalam memilih dan menentukan informan, guna mendapatkan data yang diinginkan dan sesuai, yaitu :

1) Mereka yang telah menjadi mad’u KH Achmad Choirul Muchlis. 2) Orang-orang yang kenal dengan beliau.

Berdasarkan persyaratan yang dikemukakan diatas, maka dipilih informan yang dipandang mampu untuk dijadikan sumber data dalam penelitian ini, yaitu :

(a) Evy Lathifah selaku istri beliau.

(b) Rosyiqoh dan Azmi selaku anaknya tertua beliau. (c) Nur, Madina, Maulidah selaku mad’unya.

e. Menyiapkan perlengkapan penelitian

Persiapan perlengkapan tidak hanya bertumpu pada perlengkapan fisik dan mental, tetapi segala macam perlengkapan lainnya yang diperlukan selama penelitian berlangsung seperti : surat perizinan, alat-alat tulis, buku, dan tustel (camera digital).


(57)

f. Persoalan etika penelitian

Etika dalam penelitian sangatlah penting, karena untuk berlangsungnya proses komunikasi. Dalam menghadapi persoalan etika, penelitian berusaha diri baik secara fisik maupun psikologi dan mental untuk memahami norma-norma atau peraturan dan nilai sosial yang berlaku di masyarakat setempat.

2. Tahap pekerjaan lapangan.

Tahap pekerjaan lapangan ini dibagi atas 3 bagian, yaitu :

Dalam memasuki pekerjaan lapangan ini, selain mempersiapkan diri baik secara fisik maupun mental serta persoalan etika, juga harus memahami latar penelitian agar dapat menentukan model pengumpulan data.

a. Memahami latar penelitian

Tahap awal untuk memahami latar penelitian ini, pada tanggal 22 November 2015, peneliti ikut serta sebagai audien atau mad’u dalam ceramah KH Achmad Choirul Muchlis di Dungus-Sukodono. Berawal dari sinilah peneliti mencoba untuk menggali informasi tentang intonasi ceramah penyampaian pesan dakwah KH Achmad Choirul Muchlis.

b. Memasuki lapangan

Ketika memasuki lapangan harus menjalani hubungan yang akrab dengan obyek penelitian, terutama dalam penggunaan bahasa, tentunya dengan menggunakan bahasa yang baik, akrab dan tetap menjaga sopan


(58)

santun dan etika pergaulan serta norma-norma yang berlaku dilapangan penelitian.

c. Berperan serta sambil mengumpulkan data

Dalam mengumpulkan data dilapangan, data-data yang diperoleh harus dicatat ke dalam catatan lapangan (field notes) yang sudah dipersiapkan, baik data yang diperoleh dari wawancara atau pengamatan atau ketika menyaksikan kejadian-kejadian tertentu.

Dalam kejadian berperan serta sambil mengumpulkan data ini, tidak semuanya diikuti, hanya pada wilayah-wilayah tertentu yang dianggap sangat relevan dan tepat, dengan kepentingan penelitian ini mengingat keterbatasan waktu, tenaga serta biaya yang dimiliki.

3. Tahap analisis data.

Tahap analisis data merupakan proses penyusunan data, agar dapat ditafsirkan dan diketahui maknanya dapat pula dikatakan bahwa analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan teori dan dapat ditemukan hipotesisnya seperti yang ada dalam data.

Analisis data kualitatif pada dasarnya terletak pada penulisan dan apa yang dipahami dari permasalahan yang terjadi fokus penelitian. Dari sinilah dapat melahirkan kesimpulan akhir dari penelitian yang menyeluruh dan mendalam.

4. Pengecekan Keabsahan Temuan

Teknik pemeriksaan data dalam penelitian ini adalah menggunakan uji kredibilitas dengan model trianggulasi. Trianggulasi data mengacu


(59)

pada upaya mengambil sumber-sumber data yang berbeda, dengan cara berbeda, untuk memperoleh kejelasan mengenai suatu hal tertentu. Data dari sumber berbeda dapat mengolaborasi dan memperkaya penelitian, dan dengan memperoleh sumber data yang berbeda, penelitian dapat menguatkan derajat manfaat studi pada setting berbeda pula. Teknik pengumpulan data trianggulasi dengan bentuk seperti gambar dibawah ini:

Wawancara Observasi

Dokumentasi

Trianggualasi data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dan dari luar data itu. Maksudnya yaitu untuk kepercayaan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.

Peneliti mempelajari kembali data yang diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, setelah dilakukan uji kredibilitas data, peneliti mendapatkan data yang sesuai dan serasi antara hasil wawancara, observasi maupun dokumentasi.

D. Jenis dan Sumber Data

Untuk mendapatkan data yang terjadi pada fenomena sosial yang ada dalam lapangan, banyak jenis dan sumber data yang dapat digunakan tetapi tidak semua teknik itu bisa digunakan, karena dalam hal ini harus disesuaikan dengan hal yang menjadi obyek penelitian.Jenis dan sumber data utama menurut Lofland dan Lofland (1984) dalam penelitian kualitatif adalah


(60)

kata-kata tindakan dan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.8

Dengan demikian sumber data dalam penelitian ini ada 2 yaitu :

1. Sumber data primer

Dalam pengumpulan data di lapangan, peneliti menggunakan sumber data primer dengan melalui wawancara secara mendalam dan pengamatan. Yang menjadi sasaran penelitian:

a. Da’i yang menjadi sasaran penelitian, yaitu KH Achmad Choirul Muchlis.

b. Para mad’u yang mengkuti kegiatan ceramah beliau.

c. Orang-orang disekelilingnya, baik keluarga, kerabat, atau jama’ah pengajiaannya.

2. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian dapat berupa dokumen-dokumen yang didapati dari setiap melakukan penelitian terhadap sasaran penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pada pengumpulan data pelaksanaan penelitian ini, akan digunakan beberapa teknik, antara lain :

8


(61)

1. Observasi terlibat (partisipant observation)

Pada observasi terlibat ini diharapkan agar peneliti dapat langsung mengamati serta mencatat gejala-gejala yang terjadi terhadap obyek penelitian.Sesuai dengan tujuan penelitian, observasi merupakan teknik pengumpilan data yang validitas datanya dijamin.Sebab observasi amat kecil kemungkinan responden memanipulasi jawaban atau tindakan selama kurun waktu penelitian.9

Sebagaimana dikatakan oleh Suharsimi Arikunto “Mengamati” adalah menetapkan kejadian, gerak atau proses.10Mengamati mengamati bukanlah pekerjaan yang mudah, karena manusia banyak dipengaruhi oleh mental dalam kecenderungan yang ada padanya. Padahal hasil pengamatan harus sama, walaupun dilakukan oleh beberapa orang, dengan kata lain pengamatan harus obyektif.

Pada teknik ini, peneliti mengamati langsung sekaligus berbaur dengan mad’u lain untuk memperoleh data tentang intonasi KH Achmad Choirul Muchlis. Penelitian ini dimulai pada tanggal 22 november 2015 pada saat ceramah di Dungus-Sukodono.

2. Wawancara mendalam (Interview).

9

Nur Syam, Metode Penelitian Dakwah, Sketsa Pemikiran dan Pengembangan Dakwah, (Solo : Ramadhani, 1990), hlm. 108

10


(1)

nada tingkat keras, untuk menyampaikan penggalan kalimat yang bersifat penegasan. Rate and Rhytm yang di gunakan ACM adalah dengan nada cepat, penyampaian pesan ketika penggalan kalimat tersebut bersifat antusias.


(2)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan dan analisis dalam penelitian ini, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Picth suara yang di gunakan KH Achmad Choirul Muchlis sering ada pada nada tinggi, ketika pengunaan nada tersebut, penggalan kalimat yang di sapaikan bersifat penting dan di sesuaikan dengan apa yang di bicarakan. 2. Quality yang di gunakan KH Achmad Choirul Muchlis selalu ada pada

nada bagus, karena nada suara yang berkarakteristik dan bermutu sesuai dengan apa yang di sampakan. Seperti ketika membacakan kutipan Al-Qur’an menggunakan suara yang berkarakteristik dan bermutu dengan suara yang berirama (tilawah bit taghanni).

3. Loudness yang di gunakan KH Achmad Choirul Muchlis sering ada pada nada tingkat keras, untuk menyampaikan penggalan kalimat yang bersifat penegasan.

4. Rate and Rhytm yang di gunakan KH Achmad Choirul Muchlis adalah dengan nada cepat, penyampaian pesan ketika penggalan kalimat tersebut bersifat antusias.

B. Saran

1. Bagi masyarakat luas, dalam melaksanakan program kegiatan keagamaan tidak hanya sekedar mengikutinya, akan tetapi hendaknya ada pengalaman dari apa yang di peroleh, sehingga ilmu yang di dapat bermanfaat untuk


(3)

baik untuk diri sendiri, lebih-lebih di amalkan untuk orang lain sebagai bekal di dunia dan akhirat.

2. Demikian juga halnya bagi juru dakwah dimana pun berada untuk lebih meningkatkan diri dengan menggembleng mental spiritual supaya didalam jiwanya terbentuk sebuah kekuatan kharisma seorang pendakwah sebagai bekal dalam menyampaikan pesan dakwah sehingga dalam memberi pengaruh yang positif dan pesan dakwah kepada orang lain, benar-benar dapat tercapai secara maksimal serta selalu mempersiapkan dan memperdalam ilmu pengetahuan, baik pengetahuan agama termasuk keilmuan dakwah maupun pengetahuan umum.

3. Penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi berdasarkan penelitian ini maka penulis memberikan saran dengan adanya hasil penelitian ini, penelitian memberikan rekomendasi kepada peneliti selanjutnya untuk dapat lebih memperdalam hasil penelitian ini dan juga menggunakan ilmu paralinguistik. Sehingga ada hasil yang bernilai nominal. Jika lebih dalam lagi silahkan peneliti tentang unsur-unsur yang terkandung dalam intonasi, serta perbanyak literature dan konsultasi kepada ahli vocal. Karena peneliti menyadari sepenuhnya bahwa hasil dari penelitian ini masih jauh dari sempurna.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Abdullah A. 2012. Linguistik Umum. PT Gelora Aksara Pratama.

Al-Bayanuniyy, Muhammad Abu al-Fath. 1995.Al-Madkhal ila ʻIlmi al-Daʻwah. Beirut: Muasasatu al-Risalah.

Al-Bilali, Abd Hamid. 1989. Fiqh al-Dakwah FI ingkar al-Mungkar. Kuwait: Dar al-Dakwah.

Al-Qohthoniy, Sad „Ali Ibn Muhammad. Fiqhu Al-Da‘wah fi Shahîh Al-Imam Al-Buhkari. MaktabaSyamela.

Amin, A. Mahsyhur. 1980. Metode Dakwah Islam dan Beberapa Keputusan Pemerintah Tentang Aktifitas Keagamaan. (Jogyakarta: Sumbangsih). Anshari, M. Hanafi. 1993. Pemahaman dan Pengalaman Dakwah. (Surabaya:

Al-Ikhlas).

Anwar, Gentasari. 1995. Retorika Praktis Teknik dan Seni Berpidato. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian. (Jakarta : Rhineka Cipta).

Arsjad, Maidar. 1992. Pembinaan Kemampuan Berbicara Sebagai Sarana Komunikasi Ilmiah Bagi Mahasiswa. Jakarta: Depdikbud.

Aziz, Moh Ali. 2015. Ilmu Pidato. Surabaya.

Aziz, Moh Ali.2014. Ilmu Dakwah. Jakarta: Prenada Media.

Banawi, Imam. 1993. Tradisionalisme Dalam Pendidikan Isla., (Surabaya: Al-Ikhlas).

Buckley, Eric. 1978. The Oxford English Dictionary. (Oxford: The Clarendom Press). Vol. III.

Bungin, Burhan. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada).

Carnegie, Dale. Teknik dan seni Berpidato. Nur Cahaya. Charles. 2010. The Power Public Speaking. Jakarta: Gramedia.


(5)

Cholid. 2009. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara. Daeng, Nur Jamal. 2011. Terampil Berbahasa. Bandung: Alfabeta.

Dennis Mc, Quail. 1992. Teori Komunikasi Suatu Pengantar. (Jakarta: Erlangga Pratama).

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: Diponegoro. Fauziyah, Mira. 2006. Urgensi Media dalam Dakwah. (Yogyakarta: AK Group).

Fromkin, Victoria. dan Rodman, Robert. 2005. An Introduction to Language. Paris: Artists Right Society.

Halim, Amar. 1984. Intonasi. Jakarta: Djambatan.

Hamka. 1983. Tafsir al-Azhar. Jakarta: PT Pustaka Panjimas. Hasanuddin. 1996. Hukum Dakwah. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya

Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitati. Jakarta: Salemba Humanika.

Ismail. 2012. Metoda Penelitian Kualitatif. Jakarta: CV Dwi Putra Pustaka Jaya. John. M. Echols, Hasan Syadily. 1990. Kamus Ingris-Indonesia. (Jakarta: PT

Gramedia. Pustaka Utama ).

Koentjaraningrat. 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama).

Ladd, Robert. 2008. Intonational Phonology. Cambridge: cambridge University Press.

Marson. 1986. Fonetik. Yogyakarta: Gaja Mada University Press.

Moelong, Anton M, dkk. 1988. Tata Bahasa Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Muhajir, Nong. 1996. Metode Penelitian Kualitatif. (Yogyakarta : Rakasarasin). Murtadho, Basori Alwi. 2005. Pokok-pokok Ilmu Tajwid. Malang: CV Rahmatika. Muslich, Masnur. 2013. Fonologi Bahasa Indonesia, Jakarta: PT Bumi Aksara.


(6)

Nahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Gapindo Persada. Nasution. 1970. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nazir M. 2011. Metode Penelitian. Bogor: Grahalia Indonesia.

Pranata, Davit. 2015. Speak With Power. Jakarta: Gramedia.

Pridodgdo, Hasan Shadily. 1990. Ensiklopedi Umum. (yogyakarta: kanisius). cet 8.

Prochnow, Herbert. 1987. The Succesful Hand Book. (Terjemahan). Bandung: Pionir Jaya.

Rachmat, Jalaludin. 2012. Retorika Modern Pendekatan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Razak, Nasarudin. 1989. Dienul Islam. (Bandung: Al-Ma‟arif).

Rousdy, TA Lathief. 1989. Dasar-dasar Retorika Komunikasi dan Informasi. Medan: Firma “Rainbow”.

Samsuri. 1994. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.

Shihab, M Quraish. 2002. Tafsir al-Misbah vol 7. Jakarta: Lentera Hati. Soejono. 1985. Perkembangan Linguistik di Indonesia. Jakarta: Arran. Sugiono. 2013. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suharto. 1995. Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Surabaya: PT. Indah). cet. Ke-1 Syam, Nur. 1990. Metode Penelitian Dakwah, Sketsa Pemikiran dan

Pengembangan Dakwah. (Solo : Ramadhani).

Syukri, Asmuni. 1983. Dasar-dasar dan Strategi Dakwah Islam. Surabya: Al-Ikhlas

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (P3B), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka). Cet. Ke-7. Edisi ke-2. hlm. 250

Tim Penyusun. 2002. Pedoman Teknik Penulisan Skrips., (Surabaya : Fakultas Dawah IAIN Sunan Ampel Surabaya).