Analisis nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel Ranah 3 Warna karya Ahmad Fuadi.

(1)

OLEH: BADRIYAH

D01213009

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Badriyah, D01213009. Analisis nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel Ranah 3 Warna karya Ahmad Fuadi

Pembimbing: (1) Dr. H. Achmad Muhibbin Zuhri, M.Ag., (2) Drs. H. Syaifuddin, M.Pd.I

Pendidikan karakter bukan sekedar mengajar mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation)

tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotorik). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik

(moral action). Maka dari itu pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaaan yang terus menerus dipraktikkan dan dilakukan.

Penulisan ini merupakan jenis analisis isi kualitatif (content analysis). Objek utama analisis ini adalah novel yang mana dideskripsikan dengan cara menggambaran dan menjelaskan teks-teks dalam novel yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter dengan menguraikan dan menganalisis serta memberikan pemahaman atas teks-teks yang dideskripsikan. Dan metode yang digunakan adalah metode dokumentasi yang mana mencari data mengenai hal-hal berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, artikel dan sebagainya.

Novel Ranah 3 Warna mengandung beberapa nilai pendidikan karakter, yaitu: a). Nilai pendidikan karakter yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, yakni sikap religius b). Nilai pendidikan karakter yang berhubungan dengan diri sendiri, yakni pantang menyerah, bekerja keras, tawakkal, dll c). Nilai pendidikan karakter yang berhubungan dengan sesama, yakni menghargai karya orang lain d). Nilai pendidikan karakter yang berhubungan dengan lingkungan dan sekitarnya, yakni tolong menolong, peduli lingkungan dan e). Nilai pendidikan karakter yang berhubungan dengan kebangsaan, yakni rasa nasionalisme terhadap tanah air. Adapun relevansi nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel Ranah 3 Warna terhadap pendidikan agama islam adalah implementasi nilai pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah, lingkungan dan rumah.


(7)

SAMPUL DALAM... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I: PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 5

C. Tujuan Penelitian 6

D. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 6

E. Manfaat Penelitian 7

F. Definisi Istilah 8

G. Metodologi Penelitian 9


(8)

1. Pengertian Nilai 14

2. Pendidikan Karakter 20

3. Nilai Pendidikan Karakter 26

4. Tujuan Pensisikan Karakter 32

B. Novel 34

1. Pengertian Novel 34

2. Ciri-ciri Novel 35

3. Unsur-unsur Novel 36

4. Novel sebagai Media Pendidikan 43

BAB III: BIOGRAFI 47

A. Sinopsis Novel Ranah 3 Warna 47

B. Analisis Unsur-Unsur Novel Ranah 3 Warna 53

1. Unsur Intrinsik 53

a. Tema 53

b. Alur 54

c. Penokohan 54

d. Latar 55

e. Sudut Pandang 59


(9)

b. Pendidikan Ahmad Fuadi 61

c. Penghargaan dan Beasiswa 61

d. Karya 62

e. Pengalaman Profesional 64

f. Pengalaman Mengajar 66

BAB IV: ANALISIS DATA 67

A. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Ranah 3

Warna 67

B. Relevansi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Ranah 3

Warna terhadap Pendidikan Agama Islam 87

BAB V: PENUTUP 91

A. Kesimpulan 91

B. Saran 92

DAFTAR PUSTAKA 93


(10)

Lampiran 1 : Surat Tugas Bimbingan Skripsi Lampiran 2 : Kartu Konsultasi Bimbingan Skripsi Lampiran 3 : Biografi Penulis


(11)

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Sedangkan Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Menurut Hermawan Kertajaya mengemukakan bahwa karakter adalah

“ciri khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut

adalah “asli” dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut dan

merupakan “mesin” pendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berujar, dan merespons sesuatu.1 Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan

1

M. Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa, (Solo: Yuma Pustaka, 2010), 13.


(12)

karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak, budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.2

Pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.3 Senada dengan hal tersebut Thomas Lickona mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah kebiasaan yang terus menerus dilakukan yang menekankan pada karakter yang baik, mencintai, dan pelaksanaan atau peneladanan atas karakter baik itu.4

Orang sering terjebak, pendidikan karakter itu diterjemahkan hanya sebagai sopan santun. Padahal lebih dari itu. Yang mau dibangun adalah karakter-budaya yang menumbuhkan kepenasaranan intelektual (intellectual curiosity) sebagai modal untuk mengembangkan kreativitas dan daya inovatif yang dijiwai dengan nilai kejujuran dan dibingkai dengan kesopanan dan kesantunan.

Menurut Bagus Mustakim, pendidikan karakter sebenarnya sudah terkandung dalam arti pendidikan itu sendiri namun lebih ditambah dengan persoalan khusus yaitu pada wilayah nilai ke-Indonesian yang ingin ditanamkan oleh pendidikan.

2

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), 623.

3

Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter Solusi yang tepat untuk membangun bangsa. (Bogor: Indonesia Heritage Foundation, 2004), 66.

4

Agus Wibowo, Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 33.


(13)

Sejalan dengan Bagus Mustakim, yang erat kaitannya dengan nilai keIndonesiaan, Azyumardi Arda berpendapat bahwa dalam mewujudkan pendidikan karakter tidak dapat dilakukan tanpa penanaman nilai-nilai. Dengan mengedepankan nilai-nilai yang berperadaban sesuai dengan karakter bangsa seperti yang dicanangkan Kemendiknas pada 2010, nilai-nilai ini patut kita junjung kembali agar pondasi karakter bangsa yang memiliki banyak suku ini dapat dilaksanakan dengan baik dan mendapatkan hasil yang maksimal. Nilai-nilai tersebut yaitu, 1) religius, 2) jujur, 3) toleransi, 4) disiplin, 5) kerja keras, 6) kreatif, 7) mandiri, 8) demokratis, 9) rasa ingin tahu, 10) semangat kebangsaan, 11) cinta tanah air, 12) menghargai prestasi, 13) bersahabat/komunikatif, 14) cinta damai, 15) gemar membaca, 16) peduli lingkungan, 17) peduli sosial, dan 18) tanggung jawab.5

Dari 18 nilai-nilai tersebut diperlukan sebuah internalisasi yang akan diterima oleh murid. Salah satu upaya untuk menginternalisasikan nilai-nilai tersebut diperlukan metode atau pun media yang menarik sesuai tingkat kebutuhan. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah dengan metode cerita.

Cerita adalah tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal.6 Kedudukan cerita dalam dunia pendidikan memiliki sosio efek (manfaat)

5

Ibid, 43-44. 6

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), 263.


(14)

dan fungsi yang luar biasa dalam ikut membangun karakter dan kepribadian anak didik.7 Salah satu bentuk cerita yang berbentuk tulisan adalah novel.

Novel merupakan karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang namun juga tidak pendek.8 Novel mampu mengikat dan menarik perhatian pembaca tanpa memakan waktu yang lama, menyentuh nurani manusia dalam keadaannya yang utuh, menyeluruh, mendidik perasaan ke-Tuhanan, rasa ridha, dan cinta terhadap yang patut dicintai dan diridhoi. Ia juga memberikan kesempatan mengembangkan pola pikirnya sehingga terpuaskan.9

Ranah 3 Warna adalah novel kedua karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan oleh Gramedia pada tahun 2009. Novel ini merupakan kedua dari trilogi novel Negeri 5 Menara. Dalam novel ini menceritakan tentang kehidupan seorang anak bernama Alif yang mempunyai karakter yang sangat kuat untuk meraih impian dan berusaha dengan keras untuk mencapainya. Alif baru saja tamat dari Pondok Madani mempunyai impian ingin belajar teknologi tinggi di Bandung seperti Habibie lalu merantau ke Amerika.

Dengan penuh semangat dan kesabaran, Alif berusaha menghadapi berbagai cobaan yang menghalangi impiannya. Meskipun sahabat dan orang-orang di dekatnya meragukan kemampuannya, Alif pantang menyerah. Dia akhirnya berhasil mewujudkan impiannya dengan berpegang teguh pada mantra

7

Wuntat Wawan Sembodo, Mendidik Anak Dengan Memanfaatkan Metode BCM (Bermain, Cerita, danMenyanyi), (Yogyakarta: Pustaka Syahida, 2005), 21.

8

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009), 10.

9

Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip Merode Pendidikan Islam, (Bandung: IKAPI, 1989), 283.


(15)

Man Jadda Wajada dan Man Shabara Dzafira. Dia menyadari bahwa mantra

Man Jadda Wajada saja tidak cukup untuk mewujudkan impiannya maka dia juga menggunakan mantra Man Shabara Dzafira yang artinya barang siapa yang bersabar maka akan beruntung.

Dengan memperhatikan latar belakang diatas, maka penulis tertarik membahas mengenai nilai-nilai pendidikan Karakter yang terdapat dalam novel

Ranah 3 Warna dalam sebuah skripsi yang berjudul “ ANALISIS NILAI

-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL RANAH 3 WARNA

KARYA AHMAD FUADI, karena dalam novel tersebut banyak terkandung nilai-nilai pendidikan Karakter. Kerja keras dan pantang menyerah dalam menjalani hidup, dan terus berusaha menapaki kerasnya kehidupan untuk mencapai impian. Dalam novel tersebut sang pembaca juga dapat mengambil pelajaran bahwasanya impian akan menjadi orang yang berhasil dan sukses di dunia maupun di akhirat dapat diraih jika terus berusaha dan berjalan di jalan-Nya.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah berisi penegasan mengenai pertanyaan-pertanyaan yang hendak dicarikan jawabannya melalui penelitian. Didalamnya tercakup keseluruhan ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi


(16)

dan pembatasan masalah.10 Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Nilai-nilai apa sajakah yang terkandung dalam novel Ranah 3 Warna karya A. Fuadi?

2. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel Ranah 3 Warna karya A. Fuadi terhadap pendidikan Agama Islam?

C. Tujuan Penilitian

Sesuai dengan fokus masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan dari disusunnya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai yang terkandung dalam novel Ranah 3 Warna karya A. Fuadi

2. Untuk menjelaskan relevansi nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel Ranah 3 Warna karya A. Fuadi terhadap pendidikan Agama Islam

D. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Pembatasan masalah diperlukan supaya penelitian tetap terarah sesuai dengan tujuan pokok penelitian. Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Tinjauan pendidikan karakter dalam dalam novel Ranah 3 Warna karya A. Fuadi

10

Maslikhah, Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa, (Yogyakarta: Trustmedia, 2013), 302.


(17)

2. Relevansi nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel Ranah 3 Warna karya A. Fuadi terhadap pendidikan Agama Islam

E. Manfaat Penelitian

Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain:

1. Manfaat Teoritik

Secara teoritik, penelitian ini diharapkan dapan memberikan kontribusi positif bagi pendidikan pada umumnya dan khususnya pengembangan nilai-nilai pendidikan pada umumnya, dan pendidikan Karakter khususnya, melalui pemanfaatan seni sastra terutama novel.

2. Manfaat praktis

secara praktis, efektifitas penyampaian pesan melalui karya sastra ada 3 yaitu:

a. Bagi dunia pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi sang pembaca khususunya pelajar akan manfaat dari membaca novel, khususnya yang mengandung pendidikan Karakter di dalamnya.

b. Bagi civitas academica, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan wacana keilmuan bagi media sebagai sarana yang baru dalam menunjang pendidikan yang lebih baik dan dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk penelitian-penelitian yang relevan untuk di masa yang akan datang.


(18)

c. Bagi dunia sastra, diharapkan Dapat menjadi alternatif dalam memahami nilai-nilai pendidikan Karakter yang terkandung dalam karya sastra (khususnya novel) terlebih bagi penyuka karya sastra pada umumnya.

F. Defenisi Istilah

Defenisi istilah atau juga disebut defenisi operasional menjelaskan istilah-istilah dalam skripsi. Istilah yang perlu diberi penjelasan adalah istilah-istilah yang berhubungan dengan konsep-konsep pokok yang terdapat dalam skripsi, yang terkait erat dengan masalah-masalah yang diteliti atau variabel-variabel penelitian. Defenisi istilah tersebut adalah pengertian yang dimaksudkan oleh peneliti sesuai dengan referensi yang digunakan.11 Fungsi dari penegasan istilah adalah untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini dan agar terhindar dari kesalah pahaman di dalam memahami peristilahan yang ada, maka perlu dijelaskan sebagai berikut:

1. Nilai Pendidikan Karakter

a. Nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) yang penting dan berguna bagi kemanusiaan.12 Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara obyektif di dalam masyarakat.13

11

Leo, Sutanto, Kiat Jitu Menulis Skripsi Tesis dan Disertasi, (Erlangga: 2013), 77. 12

Poerwodarminto, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), 677. 13

Muhaimin, Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis Dan Karangka Dasar Operasionalnya, (Semarang: Tringenga Karya, 1993), 110.


(19)

b. Pendidikan Karakter merupakan upaya untuk membantu perkembangan jiwa anak-anak baik lahir maupun batin, dari sifat kodratinya menuju kea rah peradaban yang manusiawi dan lebih baik.14

2. Novel Ranah 3 Warna

Ranah 3 Warna adalah novel ke-3 dari trilogi Negeri Lima Menara. Ranah 3 Warna adalah hikayat tentang bagaimana mencapai sebuah impian walau hidup digelung nestapa tak berkesudahan. Mantra “Man Jadda

Wajada” dan “Man Shabara dzafira” adalah dua mantra yang

mengantarkan alif pada impiannya. Jadi yang dimaksud judul skripsi ini adalah mengangkat sebuah nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam novel tersebut serta mempelajari bagaimana kita hidup itu harus selalu bekerja keras sesuai di jalan Allah SWT.

G. Metodologi Penelitian

Metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.15 Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya.16 Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, cermat dan akurat, maka pada penelitian ini akan digunakan tahap-tahapan sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

14

Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 1. 15

Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 19. 16


(20)

Penelitian ini merupakan jenis penelitian analisis isi kualitatif. Analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Menurut Wimmer & Dominick mengartikan analisis isi sebagai suatu posedur yang sistematis yang dirancang untuk menguji isi imformasi yang direkam.17

Analisis isi kualitatif merupakan suatu analisis isi yang lebih mendalam dan detail untuk memahami produk isi media dan mampu menghubungkannya dengan konteks sosial/realitas yang terjadi sewaktu pesan dibuat. Karena semua pesan teks, simbol, gambar dan sebagainya adalah produk sosial dan budaya masyarakat.

Penulis ini menggunakan literatur dan teks sebagai objek utama analisis, yaitu dalam penelitian ini adalah novel yang kemudian dideskripsikan dengan cara menggambarkan dan menjelaskan teks-teks dalam novel yang mengandung nilai-nilai pendidikan Karakter dengan menguraikan dan menganalisis serta memberikan pemahaman atas teks-teks yang dideskripsikan.

2. Metode Pengumpulan Data

Penulis menggunakan metode pengumpulan data, metode dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu metode yang digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip,

17


(21)

buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, legger, agenda, dan sebagainya.18

Dalam dokumentasi ini dilakukan dalam beberapa buku dan sumber yang lain seperti: majalah, artikel dan sebagainya yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Penelusuran dokumentasi ini berguna bagi penyususnan skripsis ini. Melalui dokumentasi sang penulis dapat mendeskripsikan apa yang terdapat dalam sumber penelitian, dan menghubungkannya dengan teori-teori yang bisa dijadikan bahan pertimbangan berkenaan dengan judul penelitian ini.

Dalam penelitian ini penulis berusaha mengkaji dan melakukan analisis kepustakaan mengenai novel Ranah 3 Warna karya Ahmad Fuadi tahun 2013 sebagai sumber data primer. Sedangkan untuk sumber data sekunder, penulis mengambil beberapa data dari beberapa artikel yang terkait, karya tulis yang lain, hasil diskusi yang berkaitan dengan penelitian demi memperkaya manfaat untuk kajian dan analisis.

3. Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi (content analysis) yaitu konten yang terdapat dalam novel Ranah 3 Warna. Isi dalam metode analisis isi terdiri atas dua macam, yaitu isi laten dan isi komunikasi. Isi laten adalah isi yang terkandung dalam dokumen dan

18


(22)

naskah, sedangkan isi komunikasi adalah pesan yang terkandungsebagai akibat komunikasi yang terjadi.19

Dalam media massa penelitian dengan metode analisis isi dilakukan terhadap paragraf, kalimat, dan kata termasuk volume ruangan yang diperlukan, waktu penulisan, di mana ditulis dan sebagainya, sehingga dapat diketahui isi pesan secara tepat. Adapun tahapan-tahapan yang peneliti gunakan dalam pengolahan isi adalah:

a. Tahapan deskripsi, yaitu menguraikan teks-teks dalam novel Ranah 3 Warna yang berhubungan dengan nilai-nilai pendidikan Karakter. b. Tahapan interpretasi, yaitu tahapan dimana peneliti menjelaskan

teks-teks dalam novel Ranah 3 Warna yang berhubungan dengan nilai-nilai pendidikan Karakter.

c. Tahapan analisis, yaitu tahapan peneliti menganalisis novel Ranah 3 Warna yang berhubungan dengan nilai-nilai pendidikan Karakter. d. Kesimpulan, yaitu proses mengambil kesimpulan dari pembahasan

dalm novel Ranah 3 Warna yang berhubungan dengan nilai-nilai pendidikan Karakter.

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika penulisan menjelaskan secara kronologis dan singkat isi setiap tahap bab mulai dari Bab 1 hingga 5 (terakhir) tugas akhir.20 Skripsi ini

19

Ratna, Nyoman Kutha, Estetika Sastra dan Budaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 48. 20


(23)

ditulis dengan mengunakan sistematika yang terdiri dari lima bab yaitu antara lain:

Bab Pertama, membahas tentang pokok pikiran dasar yang menjadi landasan bagi pembahasan selanjutnya. Dalam bab ini tergambar langkah-langkah penulisan awal dalam skripsi yang dapat mengantarkan pada pembahasan berikutnya yang terdiri dari : latar belakang masalah, definisi operasional, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab Kedua, membahas tentang pengertian novel serta ciri-ciri dan unsur-unsur novel. Dalam bab ini juga membahas tentang pendidikan karakter yang mencakup nilai, pendidikan karakter, dan nilai pendidikan karakter, serta tujuan pendidikan karakter

Bab Ketiga, membahas tentang novel Ranah 3 Warna yang meliputi: sinopsis novel Ranah 3 Warna, analisis unsur-unsur novel Ranah 3 Warna,

serta latar belakang penulis novel Ranah 3 Warna

Bab Keempat, membahas tentang hasil dari penelitian terkait nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel Ranah 3 Warna.

Bab Kelima, memuat tentang penutup. Pada bab terakhir ini berisi tentang: kesimpulan dan saran-saran


(24)

A. Nilai Pendidikan Karakter

1. Pengertian Nilai

Kata value, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahsa Indonesia menjadi nilai, berasal dari bahasa latin valere atau bahasa prancis kuno

valoir (Encyclopedia of Real Estate Term,2002). Sebatas arti denotatifnya,

velere, valoir, value, atau nilai dapat dimaknai sebagai harga. Namun, ketika kata tersebut sudah dihubungkan dengan suatu obyek atau dipersepsi dari suatu sudut pandang tertentu, harga yang terkandung di dalamnya memiliki tafsiran yang bermacam-macam. Ada harga menurut ilmu ekonomi, psikologi, sosiologi, antropologi, politik, maupun agama. Perbedaan tafsiran tentang harga suatu nilai lahir bukan hanya disebabkan oleh perbedaan minat manusia terhadap hal yang material atau terhadap kajian-kajian ilmiah, tetapi lebih dari itu, harga suatu nilai perlu diartikulasikan untuk menyadari dan memanfaatkan makna-makna kehidupan.21

Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas dan berguna bagi manusia. Nilai dalam pandangan Brubacher tak terbatas ruang lingkupnya. Nilai tersebut sangat erat dengan pengertian-pengertian dan aktivitas manusia yang komplek, sehingga sulit ditentukan batasannya.

21


(25)

Dalam Ensiklopedi Britannica disebutkan, bahwa nilai itu merupakan suatu penetapan atau suatu kualitas suatu obyek yang menyangkut suatu jenis epresiasi.22

Dalam pandangan Young, nilai diartikan sebagai asumsi-asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang hal-hal yang benar dan hal-hal yang penting, sedangkan Green memandang nilai sebagai kesadaran yang secara relative berlangsung dengan disertai emosi terhadap obyek, ide dan perseorangan. Lain halnya dengan Woods, yang menyatakan bahwa nilai merupakan petunjuk-petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.23

Nilai adalah seperangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak khusus kepada pola pemikiran, perasaan, ketertarikan maupun perilaku.24 Untuk keperluan suatu analisis, ahli filsafat nilai membagi nilai ke dalam beberapa kelompok. Pembagiannya memang cukup beragam tergantung pada cara berpikir yang digunakannya. Dalam teori nilai yang digagasnya, spranger (Allport, 1964) menjelaskan adanya enam orientas nilai yang sering dijadikan rujukan oleh manusia dalam kehidupannya. Dalam pemunculannya, enam nilai tersebut cenderung menampilkan sosok yang

22

Muhaimin, Abd Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), 109.

23

Ibid, 110. 24

Abu Ahmadi, Noor salami, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), 202.


(26)

khas terhadap pribadi seseorang. Karena itu, spranger merancang teori nilai itu dalam istilah tipe manusia (the types of man), yang berarti setiap orang memiliki orientasi yang lebih kuat pada salah satu diantara enam nilai yang terdapat dalm teorinya. Enam nilai yang dimaksud adalah nilai teoritik, nilai ekonomis, nilai estetik, nilai sosial, nilai politik, dan nilai agama. Nilai-nilai tersebut dijelaskan sebagai berikut:25

a. Nilai teoritik

Nilai ini melibatkan pertimbangan logis dan rasional dalam memikirkan dan membuktikan kebenaran sesuatu. Nilai teoritik memiliki kadar benar-salah menurut pertimbangan akal pikiran. Karena itu, nilai ini erat dengan konsep, aksioma, dalil, prinsip, teori, dan generalisasi yang diperoleh dari sejumlah pengamatan dan pembuktian ilmiah. Kadar kebenaran teoritik muncul dalam beragam bentuk sesuai dengan wilayah kajiannya. Kebenaran teoritik filsafat lebih mencerminkan hasil pemikiran radikal dan komprehensif atas gejala yang lahir dalam kehidupan, sedangkan kebenaran ilmu pengetahuan menampilkan kebenaran obyektif yang dicapai dari hasil pengujian dan pengamatan yang mengikuti norma ilahiah. Karena itu, komunitas manusia yang tertarik pada nilai ini adalah para filosof dan ilmuan.

b. Nilai ekonomis

25


(27)

Nilai ini terkait dengan pertimbangan yang berkadar untung-rugi. Objek yang ditimbangnya adalah harga dari suatu barang atau jasa, karena itu nilai ini lebih mengutamakan kegunaan sesuatu bagi kehidupan manusia. Secara praktis nilai ekonomi dapat ditemukan dalam pertimbangan nilai produksi, pemasaran konsumsi barang, perincian kredit keuangan, dan pertimbangan kemakmuran hidup secara umum. Oleh karena pertimbangan nilai ini relatif pragmatis, spranger melihat bahwa dalam kehidupan manusia seringkali terjadi konflik antara kebutuhan nilai ini dengan lima nilai lainnya (teoritik, estetik, sosial, politik, dan religius). Kelompok manusia yang memiliki minat kuat terhadap nilai ini adalah para pengusaha, ekonomi atau setidaknya orang yang memiliki jiwa materialistik.

c. Nilai estetik

Nilai estetik menempatkan nilai tertingginya pada bentuk dan keharmonisan. Apabila nilai ini ditilik dari sisi subyek yang memilikinya, maka akan muncul kesan indah dan tidak indah. Nilai estetik berbeda dengan nilai teoritik. Nilai estetik lebih mencerminkan pada keragaman, sementara nilai teoritik mencerminkan identitas pengalaman. Dalam arti kata, nilai estetik lebih mengandalkan pada hasil penilaian pribadi seseorang yang bersifat subyektif, sedangkan nilai teortitik melibatkan timbangan obyektif yang diambil dari kesimpulan atas sejumlah fakta kehidupan. Dalam kaitannya dengan


(28)

nilai ekonomi, nilai estetik lebih melekat pada kualitas barang atau tindakan yang diberi bobot secara ekonomis. Ketika barang atau tindakan memiliki sifat indah maka dengan sendirinya ia akan memiliki nilai ekonomis tinggi. Nilai estetik banyak dimiliki oleh para seniman, seperti musisi, pelukis, atau perancang model.

d. Nilai sosial

Nilai tertinggi yang terdapat dalam nilai adalah kasih sayang antar manusia. Karena itu kadar nilai ini bergerak pada rentang antara kehidupan yang individualistik dengan yang altrualistik. Sikap tidak berpraduga jelek terhadap orang lain, sosiabilitas keramahan, dan perasaan simpati dan empati merupakan prilaku yang menjadi kunci keberhasilan dalam meraih nilai sosial. Dalam psikologi sosial, nilai sosial yang paling ideal dapat dicapai dalam konteks hubungan interpersonal, yakni ketika seseorang dengan yang lainnya saling memahami. Sebaliknya, jika manusia tidak memiliki perasaaan kasih sayang dan pemahaman terhadap sesamanya, maka secara mental ia hidup tidak sehat. Nilai sosial banyak dijadikan pegangan hidup bagi orang yang senang bergaul, suka berderma, dan cinta sesama manusia. e. Nilai politik

Nilai tertinggi dalam nilai ini adalah kekuasaan. Karena itu, kadar nilainya akan bergerak dari intensitas pengaruh yang rendah sampai pada pengaruh yang tinggi (otoriter). Kekuatan merupakan


(29)

faktor penting yang berpengaruh terhadap pemilikan nilai politik pada diri seseorang. Sebaliknya, kelemahan adalah bukti dari seseorang yang kurang tertarik pada nilai ini. Ketika persaingan dan perjuangan menjadi isu yang kerap terjadi dalam kehidupan manusia, para filosof melihat bahwa kekuatan menjadi dorongan utama dan berlaku universal pada diri manusia. Namun apabila dilihat dari kadar pemiliknya nilai politik memang menjadi tujuan utama orang tertentu, seperti para politisi atau pengusaha.

f. Nilai agama

Secara hakiki sebenarnya nilai ini merupakan nilai yang memiliki dasar yang paling kuat dibandingkan dengan nilai-nilai sebelumnya. Nilai ini bersumber dari kebenaran tertinggi yang datangnya dari Tuhan. Cakupan nilainya pun lebih luas. Struktur mental manusia dan kebenaran mistik transendental merupakan dua sisi unggul yang dimiliki nilai agama. Karena itu, nilai tertinggi yang harus dicapai adalah kesatuan (unity). Kesatuan berarti adanya keselarasan semua unsur kehidupan, antara kehendak manusia dengan perintah tuhan, antara ucapan dan tindakan, atau antara itiqad dengan perbuatan. Diantara kelompok manusia yang memiliki orientasi kuat terhadap nilai ini adalah para nabi, imam, atau orang-orang yang shaleh.


(30)

Nilai-nilai dalam Islam mengandung dua kategori arti dilihat dari segi normative yaitu pertimbangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, haq dan batil, diridhoi dan dikutuk oleh Allah SWT. Sedang bila dilihat dari segi operatif nilai tersebut mengandung lima pengertian katagorial yang menjadi prinsip strandarisasi perilaku manusia 12 yaitu:

1) Wajib atau fardhu yaitu bila dikerjakan orang akan mendapatkan pahala dan bila ditinggalkan orang akan mendapat siksa Allah SWT.

2) Sunnat yaitu bila dikerjakan orang akan mendapat pahala dan bila ditinggalkan orang tidak akan disiksa.

3) Mubah yaitu bila dikerjakan orang tidak akan disiksa, demikian pula sebaliknya tidak pula disiksa.

4) Makruh yaitu bila dikerjakan orang tidak disiksa, hanya tidak disukai oleh Allah, dan bila ditinggalkan orang akan mendapatkan pahala.

5) Haram yaitu bila dikerjakan orang mendapat siksa dan bila ditinggalkan orang akan memperoleh pahala.

2. Pendidikan Karakter

Sebelum membahas tentang pendidikan karakter, perlu kita pahami tentang arti dari karakter itu sendiri. Karena pokok bahasan pendidikan karakter ini tertuju pada karakter peserta didik. Akar dari semua tindakan


(31)

yang jahat, buruk, tindakan kejahatan, perbuatan baik terletak pada hilang atau tidaknya karakter seseorang. Karakter yang kuat adalah sandangan

fundamental yang memberikan kemampuan untuk membangun dunia

dengan penuh kebaikan, menjaganya serta menghindarkan perbuatan yang amoral dari masyarakat.26

Menurut Simon Philips dalam buku Refleksi Karakter Bangsa yang dikutip oleh Masnur Muslich, karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan. Sementar itu, Koesoema menyatakan bahwa karakter

sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai “ciri atau

karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan juga bawaan seseorang sejak lahir.” Prof. Suyanto dalam bukunya Masnur Muslich menyatakan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Imam Ghozali mengatakan bahwa karakter itu dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia dalamm bersikap, atau perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi.27

26

Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2012), cet. 2, 41. 27

Manur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, (Jakart: Bumi Aksara, 2011), cet. 2, 70.


(32)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Karakter juga bisa dipahami sebagai tabiat atau watak dan orang yang berkarakter adalah orang yang memiliki karakter, mempunyai kepribadian, atau berwatak. Makna yang hampir sama juga diungkapkan oleh Suyanto dalam artikelnya yang mengatakan bahwa karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang baik adalah individu yang mampu membuat keputusan dan bertanggung jawab terhadap setiap keputusannya.28

Menurut Hermawan Kertajaya mengemukakan bahwa karakter adalah

“ciri khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut

adalah “asli” dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, dan merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seseorang bertindak,

bersikap, berujar, dan merespons sesuatu. Ciri khas inilah yang menentukan bagaimana orang lain akan menyukai kita atau tidak. Perusahaan juga menggunakan karakter sebagai tolok ukur untuk mencapai

28

Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter Di Indonesia: Revitalisasi Pendidikan Karakter terhadap Keberhasilan Belajar dan Kemajuan Bangsa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), cet. 1, 16.


(33)

pertumbuhan yang berkesinambungan karena karakter memberikan konsistensi, integritas, dan energi.29

Pendidikan karakter merupakan sebuah istilah yang mendapatkan pengakuan dari masyarakat Indonesia saat ini. Istilah pendidikan karakter masih jarang didefinisikan oleh banyak kalangan. Pendidikan karakter menurut Ratna Megawangi adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.30

Pendidikan karakter dalam ajaran islam sudah dikenal 15 abad yang lalu. Bahkan pendidikan karakter merupakan misi utama nabi Muhammad SAW. dalam berdakwah dan beliaulah yang mempunyai karakter yang agung, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Qalam ayat 4 yang berbunyi:

ٌمْيظع ٌقلخ ىَلعل كَنا و

Artinya:

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.

(Al-Qalam: 4)31

Puncak karakter seorang muslim adalah taqwa, dan indikator ketaqwaannya adalah terletak pada akhlaknya. Tujuan pendidikan karakter

29

M. Furqon Hidayatulloh, Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa, (Surakarta: Yuma

Pustaka, 2010), cet. 1, 12. 30

Dharma Kesuma dkk, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 5.

31

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2010), 564


(34)

yaitu manusia yang memiliki akhlak budi pekerti yang luhur. Sehingga manusia berkarakter taqwa adalah gambaran manusia ideal yaitu manusia yang memiliki kecerdasan emosional spiritual (emotional spiritual quotient).

Pendididkan karakter, alih-alih disebut pendidikan budi pekerti, sebagaimana nilai moralitas manusia yang didasari dan dilakukan dalam tindakan nyata. Di sini ada unsur proses pembentukan tersebut dan sikap yang didasari pada pengetahuan mengapa nilai itu dilakukan. Dan, semua nilai moralitas yang didasari dan dilakukan itu bertujuan untuk membentuk manusia menjadi manusia yang lebih utuh. Nilai itu adalah nilai yang membantu orang dapat lebih baik hidup bersama dengan orang lain dan dunianya (Learning to live together) untuk menuju kesempurnaan. Nilai itu menyangkut berbagai bidang kehidupan seperti hubungan sesama (orang lain, keluarga), diri sendiri (Learning to be), hidup bernegara, alam dunia, dan Tuhan. Dalam penanaman moralitas tersebut unsur kognitif (pikiran, pengetahuan, kesadaran), dan unsur efektif (perasaan) juga unsur psikomotor (perilaku).32

Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona (1991) adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu

32

Manur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional,


(35)

tingkah laku yang baik, jujur bertangung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya.33 Pendidikan karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Allah SWT dan sesama manusia yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, kultur serta adat-istiadat.

Pendidikan karakter merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kepribadian, akhlak mulia, dan budi pekerti sehingga karakter ini terbentuk dan menjadi cirri khas peserta didik.34 Urgensi pentingnya pendidikan karakter pernah dilontarkan oleh Soekarno, Presiden RI pertama mengemukakan pentingnya membangun jati diri bangsa dan jati diri bangsa dibangun melalui pembangunan karakter bangsa atau apa yang disebut oleh Bung Karno sebagai national and character building. Para pendiri bangsa

(founding fathers) Indonesia bersepakat bahwa membangun jati diri atau membangun karakter bangsa mesti dilaksanakan secara berkesinambungan dari kemajemukan masyarakat Indonesia.35

33

Heri Gunawan, PendidikanKarakter Konsep dan Implementasi. (Bandung: Alfabeta, 2012), 23-24.

34

Suyanto, Model Pembinaan Pendidikan Karakter di Lingkungan Sekolah, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010), 37.

35


(36)

Ki Hajar Dewantara sebagai Pahlawan Pendidikan Nasional memiliki pandangan tentang pendidikan karakter sebagai asas Taman Siswa 1922, dengan tujuh prinsip sebagai berikut;

a. Hak seseorang untuk mengatur sendiri dengan tujuan tertibnya persatuan dalam kehidupan umum.

b. Pengajaran berarti mendidik anak agar merdeka batinnya, pikirannya, dan tenaganya.

c. Pendidikan harus selaras dengan kehidupan

d. Kultur sendiri yang selaras dengan kodrat harus dapat member kedamaian hidup.

e. Harus bekerja menurut kekuatan sendiri. f. Perlu hidup dengan berdiri sendiri.

g. Dengan tidak terikat, lahir batin dipersiapkan untuk memberikan pelayanan kepada peserta didik.36

3. Nilai Pendidikan Karakter

Pengetahuan tentang pendidikan telah menjadi sangat penting bagi guru maupun peserta didik, tapi nilai yang dapat diterapkan oleh peserta didik sangat penting untuk perkembangannya dalam menghadapi kehidupan bermasyarakat. Bila anak didik memiliki karakter yang baik, maka masyarakat akan memanfaatkannya dan menghargainya. Tapi bila

36


(37)

ternyata karakter yang ditunjukkan tidak baik, maka masyarakat hanya akan memandang sebelah mata bahkan tidak menganggap keeksisannya.

Nilai adalah hal-hal yang membantu proses baik itu proses pembentukan individu ataupun benda. Jadi, Nilai Pendidikan Karakter adalah hal-hal yang dapat membantu dalam proses pembentukan individu berkarakter seutuhnya baik secara karsa, hati, raga, dan jiwa atau dapat juga diartikan sifat-sifat yang terbentuk setelah proses pemberian tuntunan melalui seluruh aspek dalam jiwa manusia (karsa, hati, raga, dan jiwa). Nilai-nilai itu ada karena adanya kebutuhan untuk membentuk pribadi manusia yang berkarakter mulia dan baik.

Berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, hukum, etika akademik dan prinsip-prinsip HAM telah teridentifiasi butir-butir nilai yang dikelompokkan menjadi lima nilai utama yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia dan lingkungan serta kebangsaaan. Adapun daftar nilai-nilai utama yang dimaksud dan deskripsi ringkasnya.37

a. Nilai karakter yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa 1) Religious

Pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai ketuhanan.

37

M. Mahbubi, Implementasi Aswaja sebagai Nilai Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: Pustaka Ilmu Yogyakarta, 2012), 44.


(38)

b. Nilai karakter dalam hubungannya dengan dirinya sendiri

1) Jujur perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

2) Bertanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk merealisasikan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri dan masyarakat.

3) Bergaya Hidup Sehat

Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.

4) Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5) Kerja Keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

6) Percaya Diri

Sikap yakin akan potensi diri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.


(39)

7) Berjiwa Wirausaha

Sikap dan perilaku mandiri dan pandai mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya serta mengatur permodalan operasinya.

8) Berpikir Logis, Kritis, Kreatif dan Inovatif

Berpikir dan melakukan sesuatu secara logis untuk menghasilkan cara baru dari apa yang telah dimiliki.

9) Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

10)Ingin Tahu

Sikan dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat dan didengar.

11)Cinta Ilmu

Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan. c. Nilai karakter yang hubungannya dengan sesama atau orang lain


(40)

Sikap tahu dan mengerti serta merealisasikan apa yang menjadi milik hak diri sendiri dan orang lain serta tugas dan kewajiban diri sendiri serta orang lain.

2) Patuh pada Norma Sosial

Sikap menurut dan taat terhadap aturan yang berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum.

3) Menghargai Karya dan Prestasi Orang Lain

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untu menghasilan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.

4) Santun

Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang.

5) Demokratis

Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama ha dan kewajiban dirinya dan orang lain.

d. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan 1) Peduli Sosial dan lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya, dan mengembangkan upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu


(41)

ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

e. Nilai kebangsaan 1) Nasionalis

Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunujukkan kesetiaaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, kultur, ekonomi dan politik.

2) Menghargai Keberagaman

Sikap memberikan rasa hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, kultur, suku dan bangsa.

Dalam referensi Islam, nilai yang sangat terkenal dan melekat yang mencerminkan akhlak/perilaku yang luar biasa tercermin pada Nabi Muhammad Saw, yaitu: (1) sidik, (2) amanah, (3) fatonah, (4) tabligh. Tentu dipahami bahwa empat nilai ini merupakan esensi, bukan seluruhnya, ketangguhannya, dan berbagai karakter lain.

Sidik yang berarti benar, mencerminkan bahwa Rasulullah berkomitmen pada kebenaran, selalu berkata dan berbuat benar, dan berjuang menegakkan kebenaran. Amanah yang berarti jujur atau terpercaya, mencerminkan bahwa apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan Rasulullah dapat dipercaya oleh siapa pun baik oleh kaum muslimin maupun nonmuslim. Fatonah yang berarti cerdas/pandai, arif, luas wawasan, terampil, dan profesional. Artinya, perilaku Rasulullah dapat


(42)

dipertanggungjawabkan kehandalannya dalam memecahkan masalah. Tablid yang bermakna komunikatif mencerminkan bahwa siapa pun yang menjadi lawan bicara Rasulullah, maka orang tersebut akan mudah memahami apa yang dibicarakan/dimaksudkan oleh Rasulullah.38

Indonesia Heritage Fondation merumuskan 9 karakter yaitu; 1) Cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya, 2) tanggung jawab, disiplin, dan mandiri, 3) jujur, 4) hormat dan santun, 5) kasih sayang, peduli, dan kerjasama, 6) percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, 7) keadilan dan kepemimpinan, 8) baik dan rendah hati, 9) toleransi. Sedangkan Charakter Counts di Amerika mengidentifikasi karakter yang pilar adalah, 1) dapat dipercaya (trustworthiness), 2) rasa hormat dan perhatian (respect), 3) tanggung jawab (responsibility), 4) jujur (fairness), 5) peduli (caring), 6) kewarganegaraan (citizenship), 7) ketulusan (honesty), berani (courge), 8) tekun (diligence), dan 9) integritas.39

4. Tujuan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan. Melalui

38

Dharma Kesuma, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), cet. 3, 11.

39

Suyanto, Model Pembinaan Pendidikan Karakter di Lingkungan Sekolah, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010), 36.


(43)

pendidikan karakter peserta didik diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasikan serta mepersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.40

Socrates berpendapat bahwa tujuan paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarah Islam, Rasulullah Saw, Sang Nabi terakhir dalam ajaran Islam, juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk mengupayakan pembentukan karakter yang baik (good character).41

Sementara itu pendidikan karakter dalam seting sekolah memiliki tujuan sebagai berikut;

a. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.

b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.

c. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter.42

40

Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), cet. 2, 9. 41

Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), cet. 2, 30.

42

Dharma Kesuma, dkk, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), cet. 3, 9.


(44)

B. Novel

1. Pengertian Novel

Karya sastra (novel) merupakan struktur yang bermakna. Novel tidak sekedar merupakan serangkaian tulisan yang menggairahkan ketika dibaca, tetapi merupakan struktur pikiran yang tersusun dari unsur-unsur yang padu. Untuk mengetahui makna-makna atau pikiran tersebut, karya sastra (novel) harus dianalisis. Kritik sastra, menurut Culler, pada dasarnya merupakan upaya untuk menangkap atau memberi makna karya sastra, dan menurut Teeuw merupakan usaha untuk merebut makna karya sastra.43

Novel berasal dari bahasa novella, yang dalam bahasa jerman disebut

novelle dan novel dalam bahasa inggris, dan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia. Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil, yang kemudian diartikan sebagai cerita pendek yang berbentuk prosa.44

Novel menurut H. B. Jassin dalam bukuny Tifa Penyair dan

Daerahnya adalah suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan

orangorang luar biasa karena kejadian ini terlahir suatu konflik, suatu pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib mereka.45

Novel adalah karangan yang panjang dan berbentuk prosa dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di

43

Sugihastuti, Suharto, Kritik Sastra Feminis, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005), cet. 2, 43. 44

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010), 9.

45

Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra INDONESIA untuk SMTA (Jakarta: Erlangga, 1989), 19.


(45)

sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Novel adalah bentuk karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya, sosial, moral dan pendidikan.

Novel adalah media penuangan pikiran, perasaan, dan gagasan penulis dalam merespon kehidupan di sekitarnya. Ketika di dalam kehidupan sekitar muncul permasalahan baru, nurani penulis novel akan terpanggil untuk segera menciptakan sebuah cerita.46 Sebagai bentuk karya sastra tengah (bukan cerpen atau roman) novel sangat ideal untuk mengangkat peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan manusia dalam suatu kondisi kritis yang menentukan. Berbagai ketegangan muncul dengan bermacam persoalan yang menuntut pemecahan.

2. Ciri-ciri Novel

Sebagai salah satu karya sastra, novel memiliki ciri khas tersendiri bila dibandingkan dengan karya sastra lain. Dari segi jumlah kata ataupun kalimat, novel lebih mengandung banyak kata dan kalimat sehingga dalam proses pemaknaan relative jauh lebih mudah dari pada memaknai sebuah puisi yang cenderung mengandung beragam bahasa kias. Dari segi panjang cerita novel lebih panjang dari pada cerpen sehingga novel dapat mengemukakan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang komplek. Berikut adalah ciri-ciri novel:

46


(46)

a. Jumlah kata, novel jumlah katanya mencapai 35.000 buah b. Jumlah halaman, novel mencapai maksimal 100 halaman kuarto. c. Jumlah waktu, waktu rata-rata yang digunakan untuk membaca novel

paling diperlukan sekitar 2 jam (120 menit)

d. Novel bergantung pada perilaku dan mungkin lebih dari satu pelaku e. Novel menyajikan lebih dari satu impresi

f. Novel menyajikan lebih dari satu efek g. Novel menyajikan lebih dari satu emosi h. Novel memiliki skala yang lebih luas i. Seleksi pada novel lebih ketat

j. Kelajuan dalam novel lebih lambat

k. Dalam novel unsur-unsur kepadatan dan intensitas tidak begitu diutamakan

3. Unsur-unsur Novel

Novel merupakan sebuah totalitas, suatu kemenyeluruhan yang

artistic. Sebagai sebuah totalitas, novel memiliki bagian-bagian, unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Unsur-unsur-unsur pembangun sebuah novel yang secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu unsur extrinsic dan unsur intrinsik. Unsur extrinsic adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Unsur extrinsic terdiri dari keadaan


(47)

subyektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup, biografi, keadaan lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik dan sosial yang kesemuanya itu mempengaruhi karya yang ditulisnya.

Unsur intrinsic adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara factual akan dijumpai jika seseorang membaca karya sastra. Unsur intrinsic sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Unsur yang dimaksud adalah tema, plot, penokohan, latar, dan sudut pandang.47

a. Tema

Tema merupakan gagasan dasar yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantic dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan perbedaan.48 Tema dalam sebuah cerita bersifat mengikat karena tema tersebut yang akan menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik dan situasi tertentu. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita maka tema pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita.

Tema dengan demikian dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum sebuah novel. Gagasan yang telah ditentukan oleh

47

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010), 23.

48


(48)

pengarang yang digunakan untuk mengembangkan cerita. Dengan kata lain cerita akan mengikuti gagasan dasar umum yang ditetapkan sebelumnya sehingga berbagai peristiwa, konflik dan pemilihan berbagai unsure intrinsik yang lain seperti penokohan, perplotan, pelataran, dan penyudut pandangan diusahakan mencerminkan gagasan dasar umum tersebut.

b. Plot

Alur atau plot merupakan urutan peristiwa yang sambung menyambung dalam sebuah cerita berdasarkan sebab-akibat. Dengan peristiwa yang sambung menyambung tersebut terjadilah sebuag cerita. Diantara awal dan akhir cerita itu terdapat alur. Jadi alur memperlihatkan bagaimana cerita berjalan. Kita misalkan cerita dimulai dengan peristiwa A dan diakhiri dengan Z. maka A, B, C, D, dan Z merupakan alur cerita. Berdasarkan waktunya plot dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Plot lurus atau progresif, plot dikatakan progresif jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti peristiwa-peristiwa kemudian.

2) Plot flash-back. Urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang berplot regresif tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal melainkan mungkin dari tahap tengah atau tahap akhir.


(49)

c. Penokohan

Dalam pembicaraan sebuah fiksi, sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakteristik secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Istilah-istilah tersebut sebenarnya tidak menyarankan pada pengertian yang persis sama walaupun memang ada diantaranya yang bersinonim. Istilah tokoh merujuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawaban dari pertanyaan: “siapakah tokoh utama novel Ranah 3 Warna ?”, atau “Ada berapa jumlah pelaku dalam novel

Ranah 3 Warna?” dan sebagainya.

Tokoh cerita, menurut Abrams adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.49 Penokohan dan karakterisasi sering juga disamakan dengan perwatakan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan perwatakan tertentu dalam sebuah cerita. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya dari pada tokoh dan perwatakan sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan bagaimana penempatan

49


(50)

dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga saggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menyarankan pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.

d. Latar

Membaca sebuah novel, pada hakikatnya seseorang berhadapan dengan sebuah dunia, dunia yang dilengkapi dengan tokoh penghuni beserta dengan permasalahannya. Namun, hal tersebut tidak akan lengkap apabila dalam cerita tidak ada ruang lingkup, tempat dan waktu sebagai tempat pengalaman kehidupannya. Dengan begitu dalam sebuah cerita selain memerlukan tokoh dan plot juga memerlukan latar.

Latar atau setting merupakan tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Saat membaca sebuah novel, pasti akan ditemukan sebuah lokasi tertentu seperti nama kota, desa, jalan, hotel dan lain-lain tempat terjadinya peristiwa. Di samping itu, pembaca juga akan berurusan dengan hubungan waktu seperti tahun, tanggal, pagi, siang, pukul, saat bulan purnama, atau kejadian yang merujuk pada waktu tertentu.

Unsur latar dapat dibedakan kedalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur itu walaupun masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara


(51)

sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

1) Latar tempat

Latar tempat merupakan lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan dapat berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu atau lokasi tertentu tanpa nama yang jelas. Latar dalam sebuah novel biasanya meliputi berbagai lokasi, ia akan berpindah-pindah dari satu tempat ke yempat yang lain sejalan dengan perkembangan plot dan tokoh.

2) Latar waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Waktu dalam karya naratif dapat bermaksa ganda yaitu merujuk pada pada waktu penceritaan, waktu penulisan cerita dan di pihak lain menunjuk pada urutan waktu yang terjadi dalam cerita. Latar waktu juga harus dikaitkan dengan latar tempat juga latar sosial sebab pada kenyataannya memang saling berkaitan. Keadaan suatu yang diceritakan mau tidak mau harus mengacu pada waktu tertentu karena tempat itu akan berubah sejalan dengan perubahan waktu. 3) Latar sosial


(52)

Latar sosial merupakan hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup komplek. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.50

e. Sudut pandang

Sudut pandang (point of view) merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Sudut pandang dibagi menjadi 3 yaitu:

1) Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh dan kata ganti orang pertama, mengisahkan apa yang terjadi dengan dirinya dan mengungkapkan perasaannya sendiri dengan kata-katanya sendiri. 2) Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh bawahan, ia lebih

banyak mengamati dari luar dari pada terlihat di dalam cerita pengarang biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga. Pencerita dalam sudut pandang orang ketiga berada diluar cerita sehingga pencerita tidak memihak salah satu tokoh dan kejadian

50


(53)

yang diceritakan. Dengan menggunakan kata ganti nama ia, dia, dan mereka, pengarang dapat menceritakan suatu kejadian jauh ke masa lampau dan ke masa sekarang.51

3) Pengarang menggunakan sudut pandang impersonal, ia sama sekali berdiri di luar cerita, ia serba melihat, serba mendengar, serba tahu. Ia melihat sampai ke dalam pikiran tokoh dan mampu mengisahkan rahasia batin yang paling dalam dari tokoh.

Selain unsur-unsur yang telah disebutkan, setiap novel mempunyai tiga unsur pokok, sekaligus merupakan unsure terpenting, yaitu tokoh utama, konflik utama, dan tema utama. Ketiganya saling berkaitan erat dan membentuk satu kesatuan yang padu, kesatuan organismecerita rekaan.52

4. Novel Sebagai Media Pendidikan

Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima.

Gagne menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara Briggs berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta

51

Nyoman Kutha Ratna, Penelitian Sastra (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2011), h. 319 52


(54)

merangsang siswa untuk belajar. Sebagai contohnya buku, novel, film, kaset, film bingkai dan sebagainya.53

Novel merupakan sebuah media yang efisien dan efektif untuk menyampaikan pesan pendidikan kepada pembacanya, dengan kemasan menarik yang memiliki daya tarik tersendiri bagi para pembacanya. Novel juga berfungsi sebagai media dakwah dan pendidikan, karena novel mempunyai kelebihan tersendiri dari media lainnya. Menurut Onong Uchjana Effendy54 dalam bukunya “Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi”,

menyebutkan bahwa novel merupakan media yang ampuh bukan saja untuk hiburan tapi juga untuk penerangan dan pendidikan. Dengan kelebihan-kelebihan itulah novel dapat menjadi media pendidikan yang efektif, dimana pesan-pesan dapat disampaikan kepada pembaca secara halus dan menyentuh relung hati tanpa terkesan menggurui.

Novel sebagai salh satu media pendidikan yang memiliki kapasitas untuk memuat pesan yang sama secara serempak dan mempunyai sasaran yang beragam dari agama, etnis, status, umur dan tempat tinggal dapat memainkan peranan sebagai saluran penarik untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu dari dan untuk manusia, termasuk pesan-pesan-pesan-pesan pendidikan yang bernilai keagamaaan, dengan membaca novel, kita dapat memperoleh

53

Panuti Sudjiman, Pengantar Apresiasi karya Sastra, (jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1986), 6.

54

Onong Uchjana Effendy, Imu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), 209.


(55)

informasi dan gambaran tentang realitas tertentu, realitas yang sudah diseleksi. Dalam penyampaian pesan keagamaan, novel mengekspresikannya dalam berbagai macam cara dan strategi, sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik.

Salah satu kelebihan novel sebagai media pendidikan adalah penulis dalam menyampaikan pesan pendidikannya dapat diwujudkan dalam bahasa yang ringan namun tidak membosankan para pembacanya. Melalui alur cerita dan tokoh dalam novel, tanpa harus mengajar seperti halnya pada proses pembelajaran. Sehingga secara tidak langsung para pembaca tidak sedang merasa diajar atau dipaksa.

Dengan novel pesan pendidikan dapat menjangkau berbagai kalangan. Pesan-pesan penulis sebagai tokoh dalam dialog-dialog dan alur cerita dapat mengalir secara lugas, sehingga pembaca dapat menerima pesan yang disampaikan penulis tanpa paksaan, pesan pendidikan dalam novel juga lebih mudah disampaikan pada masyarakat karena pesannya memiliki efek yang sangat kuat terhadap pendapat, sikap, dan perilaku pembaca. Hal ini terjadi karena dalam novel selain pikiran perasaan pembaca pun dilibatkan.

Ada beberapa poin kelebihan novel dibanding dengan media lain diantaranya sebagai adalah sebagai berikut:

a. Novel merupakan sarana komunikasi yang menghibur sehingga pesan yang tersampaikan bisa meresap dalam pikiran manusia secara tidak


(56)

disadari. Dengan demikian konfrontasi terhadap nilai suatu ideologi yang ada dalam novel tidak kasar, tetapi merasuk secara perlahanperlahan. Novel yang memiliki pengaruh seperti ini biasanya adalah novel yang mengandung nilai didaktis yang tinggi; dan umumnya novel yang demikian biasanya karya novel yang berkaitan dengan suatu agama atau ideologi politik. Objek dari novel ini adalah kaum muda yang biasanya sangat optimis terhadap kehidupan.

b. Adanya pelarangan atau pembredelan terhadap suatu karya novel menunjukkan pentingnya novel terhadap perubahan pola pikir pembacanya. Novel bisa menyadarkan seseorang akan eksistensinya dan juga kebenaran-kebenarannya yang harus diperjuangkan dalam kehidupan.

c. Seorang novelwan akan memberikan nilai-nilai didaktik sebagai kritik sekaligus peringatan kepada masyarakat. Dengan demikian masyarakat akan menyadari kekurangan dan kekhilafan yang telah dilakukan. Dari sinilah nilai-nilai identitas akan muncul dan terjaga karena karya novel itu. Karena novel akan menanamkan nilai-nilai itu tanpa disadari oleh siapapun.55

55

Intan Fitriani, “Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El-Shirazy”, Skripsi Sarjana Pendidikan Agama Islam, (Surabaya: Perpustakaan UINSA, 2014), 96.


(57)

A. Sinopsis Novel Ranah 3 Warna

Alif dan Randai adalah kawan semasa kecil. Mereka sangatlah dekat satu sama lain. Namun, di lain sisi mereka juga saling bersaing. Menjadi mahasiswa ITB adalah impian Alif sejak dulu. Kini ia telah menyelesaikan pendidikan agamanya di Pondok Madani. Namun, ia tidak memiliki ijazah SMA. Banyak teman di kampungnya yang meragukan kemampuannya untuk bisa tembus UMPTN, termasuk Randai. Namun Alif tidak berkecil hati, ia tetap pada mimpinya.

Akhirnya, ia halau banyak remehan, ia tutup telinga dengan semua perkataan yang melukai hatinya untuk tetap meraih mimpi. Ia bulatkan tekad dengan belajar keras setiap hari, dengan bantuan teman-teman yang bersimpati dengannya. Akhirnya, ia berhasil lulus ujian persamaan SMA meskipun dengan nilai yang pas-pasan. Namun ia bersyukur dan berjanji akan belajar lebih keras lagi dalam menempuh UMPTN dengan mantra sakti yang ia peroleh selama belajar di Pondok Madani; man jadda wa jada. Siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses. Dalam persiapan menuju UMPTN, ia belajar segenap daya dan upaya. Tak lupa ia memohon doa dan restu orang tuanya agar dapat lulus UMPTN.

Akhirnya, ujian itu pun tiba. Alif telah memaksimalkan usahanya untuk UMPTN ini. Beberapa hari setelah itu, ia mengajak ayahnya untuk melihat hasil


(58)

UMPTN yang dimuat di koran Haluan. Pagi-pagi benar ia menunggu bus bersama ayahnya. Akhirnya setelah bus datang, ia cepat-cepat membuka halaman yang memuat pengumuman UMPTN. Dalam harap dan doa yang tiada putus, ia mencari nama dan nomor ujiannya. Ia bersyukur sekali ketika mengetahui dirinya lulus UMPTN dan berhasil masuk menjadi mahasiswa HI UNPAD. Ia bahkan mengabari teman-temannya para shahibul Menara yang dekat dengannya selama di Pondok Madani dulu. Ia berbagi kabar bahagia sekaligus berbagi semangat hidup.

Tiba waktunya ia harus ke Bandung, memulai kuliah. Sejak saat itu, ia tinggal bersama Randai dalam satu kamar kos. Ia berjanji sampai mendapatkan kos yang baru, baru ia akan tinggal di tempat yang lain. Alif memasuki masa yang baru, menjadi seorang mahasiswa. Alif harus melewati serangkaian ospek untuk bisa lebih mengenali kampus dan berkenalan dengan teman-temannya yang baru. Ada Wira, Agam, dan Memet. Pada masa-masa perkenalan kampus itulah berminat untuk memasuki dunia tulis-menulis. Ia mengenal Bang Togar, seorang senior yang berbakat dalam dunia jurnalisme. Ia berusaha untuk berguru kepadanya, meskipun sebenarnya Bang Togar adalah seorang yang sangat keras. Ia harus bersabar ketika hasil menulisnya harus dicoret besar-besar dengan spidol merah dan harus bolak-balik ke rumah kos Bang Togar ketika ada deadline yang harus ia serahkan langsung. Pernah suatu ketika ia merasa jenuh dan tak kuat dengan tuntutan Bang Togar yang keras, namun ia harus menguatkan hatinya dan tetap bersemangat karena ia menganggap bahwa itu merupakan bagian dari


(59)

belajar. Ia juga berkenalan dengan Raisa, cewek yang dikenalinya sehabis turun dari angkot waktu itu. Entah mengapa ia merasa ada yang lain dengan dirinya ketika berpapasan dengan gadis yang memesona itu.

Alif telah melewati semester satu. Ia senang ketika mendapatkan hasil belajar yang baik dan tulisannya di muat di majalah dinding kampus. Ketika itu, Ayah dan Amaknya yang ada di kampung ingin mengunjunginya ke Bandung. Ia merasa senang sekali. Telah ia uasahakan untuk tempat tinggal orang tuanya di Bandung dengan merayu Randai untuk bersedia meminjamkan kasur. Namun saat itu, ada telegram dari Amak yang mengabarkan bahwa Ayah sedang sakit. Ia menyuruh Alif untuk segera pulang. Dengan seketika, ia bergegas menuju Sulawesi dengan menaiki bus. Sesampainya di rumah, Alif segera menemui ayahnya yang ternyata sedang terbaring lemas di bangsal ekonomi rumah sakit. Ayahnya yang melihatnya senang, karena anak bujangnya itu pulang. Namun Alif tak sampai hati melihat ayahnya itu. Ayahnya kini semakin kurus, cincin di jarinya pun longgar. Ayah merasa bangga kepada Alif. Pun suatu ketika, ayah memintanya untuk berfoto bersama dalam ruangan rumah sakit itu, sekeluarga berlima. Hari demi hari Alif telaten dan bersedia mengurus ayahnya selama di rumah sakit. Hingga kesehatan ayahnya benar-benar pulih dan akhirnya dipersilakan pulang ke rumah oleh dokter.

Alif senang mendengar pernyataan dokter yang memperbolehkan ayahnya kembali pulang ke rumah. Kesehatan ayahnya memang berangsur-angsur pulih. Ia pun ingin segera kembali ke Bandung. Namun, hari itu pula ia harus


(60)

menyaksikan ayahnya yang batuk-batuk, kedinginan, dan sungguh di luar dugaan, hari itu sang ayah harus menghadap sang Khalik, meninggalkan Alif, Amak, beserta adik-adiknya untuk selamanya. Betapa sedih hati Alif, ia masih tak percaya jika sang ayah benar-benar telah tiada. Namun, ia harus menerima kenyataan dan ketentuan dari sang Khalik, tiada yang sempurna di dunia ini. Akhirnya ia harus berlapang dada dan benar-benar berjanji untuk melakukan apa yang diperintahkan ayah: tetap lanjut kuliah dan menjaga Amak dan adik-adiknya.

Selama beberapa hari berkabung itu, Alif harus benar-benar ikhlas merelakan kepergian sang ayah. Ia harus kembali ke Bandung. Dengan meminta izin kepada Amak yang disayanginya, ia harus segera kembali ke Bandung dan tetap melanjutkan kuliahnya, meskipun ia tak tahu harus bagaimana hidup di rantau dalam posisi sebagai anak yatim.

Setibanya di Bandung, ia disambut hangat oleh teman-temannya, termasuk Randai. Mereka mengucapkan rasa belasungkawa atas meninggalnya ayah Alif. Alif kini harus melewati hari-hari normal dalam berkuliah. Namun ia sadar, amaknya di kampung sana bekerja keras untuk dapat membiayai Alif. Ia tak sampai hati dan merasa terlalu memberatkan Amaknya. Ia tak tega. Dan sejak saat itu, ia mulai merambah usaha-usaha. Ia bahkan menjual produk-produk yang digemari ibu-ibu. Ia berjualan songket, kain tenun, mukena, bahkan aksesoris lainnya. Ia menekan segenap ego dan gengsi. Sejak saat itu ia berusaha bagaimana caranya untuk bisa membiayai diri sendiri dan juga Amaknya.


(61)

Nilai-nilai kuliah Alif sempat turun, bahkan beberapa ada Nilai-nilai yang C dan D. Ia sangatlah fokus kepada produk yang dijualnya. Hingga akhirnya ia sampai jatuh sakit. Ia terkena tifus selama tiga minggu. Ia semakin tak berdaya ketika ia dirampok beberapa orang tak dikenalnya.

Saat dalam keadaan yang hampir putus asa, Alif teringat pada mantra sakti yang ia dapatkan selama belajar di Pondok Madani dulu, man shabara zhafira: siapa yang bersabar akan beruntung. Sejak saat itu, ia menyerahkan segenap hidupnya pada Allah, dengan kesabaran dan keikhlasan hatinya. Mengingat mantra sakti itu, Alif berusaha bangkit. Ia kembali menemui bang Togar untuk belajar menulis seperti dulu. Walaupun ditempa habis-habisan Alif harus bersabar ketika tulisannya dicoret, dan akhirnya beberapa tulisannya pun di muat di surat kabar. Ia senang sekaligus bangga karena saat itu ia mulai dikenal orang. Alif terus memulai langkah hidup baru. Ia kini semakin focus pada kegiatan tulis-menulisnya. Ia kini bahkan mampu mengirimi uang kepada Amak di kampung.

Suatu ketika, Alif berselisih paham dengan sahabat karibnya, Randai. Gara-gara meminjam komputer itu, hubungan persahabatan mereka nampak renggang. Akhirnya, sejak saat itu Alif memutuskan untuk mencari kos baru dan ia pun berjanji dalam hati untuk tidak meminjam barang kepada orang lain.

Alif semakin bersemangat menjalani hidupnya. Impiannya sudah banyak yang terkabul. Kini ia punya mimpi yang besar: mendapat beasiswa ke luar negeri. Dalam perjalanan kuliahnya, Alif mencoba mengikuti tes pertukaran pelajar ke Amerika, bermodalkan niat dan tekad, Alif pun berhasil lolos dengan


(62)

berbagai pertimbangan yang diberikan oleh panitia. Kanada! Ya itu tempat yang akan Alif tuju, impiannya untuk menginjakkan kaki di Amerika akhirnya tercapai. Raisa yang merupakan perempuan yang Alif sukai lolos seleksi pertukaran pelajar. Alif menambah banyak teman, dari rombongan pertukaran pelajar tersebut.

Tiba waktunya Alif beserta segenap duta Indonesia pergi ke Kanada untuk melaksanakan misi pertukaran mahasiswa. Ia bertemu dengan teman-teman yang unik, temasuk Rusdi sang kesatria berpantun. Ketika sesampainya di Kanada, ia dibagi oleh sang kakak yang memandu. Alif ditempatkan di Quebec, bersama Franc Pepin. Mereka pun sangat beruntung memiliki keluarga asuh yang baik. Frandinand dan Mado.

Sejak mengikuti pertukaran itu, Alif pun semakin berambisi untuk bisa mempersembahkan medali emas dan menunjukkan kepada dunia bahwa ia bisa berprestasi. Ia ingin mengalahkan Rob, pemuda berkebangsaan Kanada yang arogan itu. Akhirnya, dengan kerja keras dan memantapkan segenap daya dan upayanya berdasarkan man jadda wa jadda ia berhasil bersama Francois Pepin merebut medali emas. Ia pun berhasil menarik perhatian Raisa. Semakin hari, nampaknya ia semakin jatuh hati kepada gadis itu. Pernah ia datang ke kantor Raisa, namun lagi-lagi ia tak berhasil menyampaikan maksudnya itu.

Bersama duta Indonesia yang lain di Kanada, Alif berhasil membawa nama Indonesia. Mereka sukses mempertunjukkan kebolehan mereka memainkan tarian adat dan memasak makanan asli Indonesia yang memikat. Selain itu,


(63)

berdesir dalam darah mereka nama Indonesia, negeri tercinta yang kini mampu sejajar dengan bangsa yang lain. Semakin menggelegak semangat mereka memperjuangkan tanah sendiri di rantau.

Setahun berlalu, Alif dan rombongan pertukaran pelajar kembali ke Indonesia. Beberapa tahun kemudian, Alif lulus, tapi di hari kelulusan itu, saat dia ingin menyerahkan surat tersebut ke Raisa, hal yang tidak disangka terjadi, Raisa telah bertunangan dengan Randai, kawan karibnya! Dengan perasaan yang campur aduk dia berusaha mencoba untuk menerimanya. Setelah 10 tahun, Alif menepati janjinya ke Franco Peppin untuk mengunjungi dia kembali di Kanada dengan seorang istrinya. Di puncak bukit kota itu dia menatap terbitnya matahari dengan istrinya, dia bernostalgia dengan perjuangannya yang keras dia bisa menjadi besar seperti ini, berkat 2 mantra dari Pondok Madani “man jadda wa

jadda”dan“man shabara zhafira.”.Alif berhasil melalui ranah 3 warna dalam

hidunya. Bandung, Amman, dan Saint Raymond.

B. Analisis Unsur-Unsur Novel Ranah 3 Warna 1. Unsur Intrinsik

a. Tema

Bertema tentang “Perjuangan dalam Meraih Cita-Cita”, yang

menceritakan kisah seorang pemuda dari maninjau yang bernama Alif Fikri, yang dikisahkan perjuangan seorang pemuda lulusan dari Pondok Madani, mengejar cita-citanya dengan kuliah di Universitas Padjadjaran Bandung.


(1)

MA, karena porsi untuk pendidikan Agama Islam lebih banyak. Sehingga sedikit sekali generasi muda yang dapat memahami pendidikan agama islam.

Dalam hal tersebut karakter generasi muda saat ini juga dipertaruhkan, karena sejatinya pendidikan karakter itu sendiri penting bagi kemajuan suatu bangsa. Pendidikan karakter didasarkan pada pembiasaan dan contoh mulia yang diberikan para guru terhadap murid-muridnya. Pendidikan ini berisi pembiasaan hidup taqwa, jujur, kritis, amanah, nasionalis, dan beretos kerja tinggi. Materi yang terdapat pada Pendidikan Agama Islam terkandung materi yang dapat membentuk karakter peserta didiknya. Oleh karena itu, dalam proses pembelajarannya penting bagi setiap guru menyisipkan nilai-nilai pendidikan karakter untuk membentuk karakter pada peserta didiknya.

Pendidikan agama islam tidak cukup hanya diimplementasikan di sekolah saja, akan tetapi juga harus diimplementasikan di lingkungan dan di rumah, hal ini sejalan dengan pengimplementasian pendidikan karakter. Karena untuk membentuk karakter seorang murid itu perlu adanya pembiasaan, sehingga bukan hanya tanggung jawab guru sebagi seorang pengajar, tapi pendidikan karakter ini juga tanggung jawab bagi orang tua. Karakter yang baik akan menimbulkan akhlak yang baik pula. Dengan penerapan seperti ini maka generasi bangsa Indonesia akan lebih baik dan terbentuknya kepribadian yang berakhlakul karimah.


(2)

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis nilai-nilai pendidikan karakter pada novel Ranah 3 Warna karya A. Fuadi, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Nilai-nilai pendidikan karakter pada novel Ranah 3 Warna karya A.

Fuadi:

a. Nilai pendidikan karakter yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, yakni dengan sikap religius Alif. Melaksanakan ibadah sholat walaupun berada di Negara yang mayoritas non muslim. b. Nilai pendidikan karakter yang berhubungan diri sendiri. Hal ini

dibuktikan dengan Alif kerja keras dan semngat Alif untuk bisa meraih impiannya.

c. Nilai pendidikan karakter yang berhubungan dengan sesama, yakni sikap Bang Togar yang sangat menghargai prestasi Alif.

d. Nilai pendidikan karakter yang berhungan dengan lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan Alif mau membantu ferdianan membersihkan salju yang ada di jalan ketika dia berda di Amerika.

e. Nilai pendidikan karakter yang berhubungan dengan kebangsaan dan keberagaman. Dikisahkan bahwa Alif mampu berinteraksi baik dengan teman-temannya yang dari berbagai suku dan bersama-sama


(3)

melaksanakan acara peringatan hari Pahlawan Nasional di Negara amerika.

2. Relevansi nilai-nilai pendidikan karakter pada novel Ranah 3 Warna karya A. Fuadi terhadap Pendidikan Agama Islam terletak pada penguatan akhlak yang baik bagi peserta didik. Maka dari itu pembelajarannya yang harus kontinyu dan implementasinya tidak hanya dilakukan di sekolah, tapi juga di lingkungan dan di rumah. Karena, dalam pembentukan karakter harus dilakukan dengan pembiasaan.

B. Saran-Saran

Adapun saran-saran yang dapat peneliti sampaikan berdasarkan penelitian diatas adalah:

1. Tanggung jawab pendidikan seorang anak bukan hanya tanggung jawab guru saja, akan tetapi orang tua juga sangat berpengaruh terhadap pendidikannya. Karena pembinaan karakter perlu penanaman yang dapat dimulai dari keluarga, dan dilanjutkan di sekolah serta masyarakat sebagai kelanjutan dari penanaman kepada anak didik.

2. Pendidikan karakter dan pendidikan agama islam berperan dalam pembinaaan mental dan jiwa anak didik dalam menananmkan akhlakul karimah seperti yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, sehingga tercapainya pendidikan karakter yang diharapkan dalam pendidikan Indonesia.


(4)

Ahmad, Abu Bakar. 2009. Musnad Al-Bazzar. Madinah: Maktabah Ulum.

Ahmadi, Abu, dkk. 2004. Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

An-Nahlawi, Abdurrahman. 1989. Prinsip-prinsip Metode Pendidikan Islam. Bandung: IKAPI.

Aqib, Zainal, dkk. 2011. Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter. Bandung: Yrama Widya.

Arikunto, dkk. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Azzet, Akhmad Muhaimin. 2011. Urgensi Pendidikan Karakter Di Indonesia: Revitalisasi Pendidikan Karakter terhadap Keberhasilan Belajar dan

Kemajuan Bangsa. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Daradjat, Zakiyah. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Djamarah, dkk. 2000. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Effendy, Onong Uchjana. 2000. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Fuadi, Ahmad. 2013. Ranah 3 Warna. Jakarta: PT. Gramedia. cet, IX.

Fitriani, Intan, 2014. “Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Novel Bumi Cinta Karya

Habiburrahman El-Shirazy”. Skripsi Sarjana Pendidikan Agama Islam.

Surabaya: Perpustakaan UINSA.

Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.

Hidayatulloh, Furqon. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta: Yuma Pustaka.

Kesuma, Dharma, dkk. 2012. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di


(5)

Kholil, Syukur. 2006. Metodologi penelitian. Bandung: Citapusaka Media.

Mahbubi, M. 2012. Implementasi Aswaja sebagai Nilai Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pustaka Ilmu Yogyakarta.

Majid, Abdul, dkk. 2012. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. cet. 2.

Maslikhah. 2013. Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa. Yogyakarta: Trustmedia.

Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karakter Solusi yang tepat untuk membangun

bangsa. Bogor: Indonesia Heritage Foundation.

Muhaimin, Abd Mujib. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan

Kerangka DasarOperasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya.

Mulyana, Rohmat. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Muslich, Manur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis

Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nursisto. 2000. Ikhtisar Kesusastraan Indonesia. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Panuti, Sudjiman. 1986. Pengantar Apresiasi karya Sastra. Jakarta: Bhratara Karya

Aksara.

Poerwodarminto. 1982. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Samani, Muchlas, dkk. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sembodo, Wuntat Wawan. 2005. Mendidik Anak Dengan Memanfaatkan Metode

BCM (Bermain,Cerita, dan Menyanyi). Jogjakarta: Pustaka Syahida.

Suharto, Sugihastuti. 2005. Kritik Sastra Feminis. Yogyakarta: Pustaka Belajar. cet. 2.


(6)

Sutanto, Leo. 2013. Kiat Jitu Menulis Skripsi Tesis dan Disertasi. Jakarta: Erlangga. Suyanto. 2010. Model Pembinaan Pendidikan Karakter di Lingkungan Sekolah.

Bandung: Remaja Rosda Karya.

Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter Bangsa

Berperadaban. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Fuadi, diakses pada 18-12-2016, pada pukul 20:45