MENDIDIK BANGSA PEMENANG

Prngantar Sajian Utama SM No.9/87/2002
MENDIDIK BANGSA PEMENANG
Dalam persaingan global, menurut Jacues Attali, seorang pemikir dari Perancis, akan
menghasilkan dua kelompok manusia. Pemenang dan pecundang. Pemenang dalam
persaingan global itu adalah mereka yang memang memiliki kualitas dan kapasitas
kemanusiaannya (sebagai sumber daya insani/SDI) untuk bertarung dan berkompetisi
secara terbuka. Sedang pecundangnya adalah mereka yang kualitas dan kapasitas
kemanusiaannya rendah, mereka yang gagap dan gugup menghadapi berbagai perubahan.
Para pemenang dan pecundang itu nantinya akan menjadi ‘manusia pengembara’. Dalam
arti harus melakukan berbagai mobilitas. Hanya bedanya, para pemenang akan
mengembara di lautan sukses dan makin lama makin kuat, sementara para pecundang
akan mengembara di lautan penderitaan, kesengsaraan dan kehinaan, mereka makin lama
makin terpinggirkan dan makin lemah.
Kunci sukses untuk menghasilkan manusia atau secara kolektif, menghasilkan bangsa
pemenang terletak pada pendidikannya. Dengan kualitas pendidikan yang tinggi
diharapkan akan menghasilkan ‘produk’ yang siap bermain di medan global kini dan
nanti. Mengapa kunci sukses untuk menghasilkan manusia dan bangsa pemenang adalah
lewat pendidikan? Sebab format atau bentuk masyarakat yang sekarang sedang berproses
dan nantinya akan menjadi bentuk masyarakat baru di seluruh dunia adalah apa yang
disebut masyarakat ilmu pengetahuan (knowledge society). Yaitu masyarakat yang
berbasis ilmu pengetahuan. Dengan basis ilmu pengetahuan ini masyarakat membangun

infrastruktur kehidupan (infrastruktur sosial, ekonomi, budaya, politik, pendidikan),
misalnya dengan menggunakan teknologi, data, informasi yang semuanya cukup terukur ,
transparan, rasional dan partisipattif. Dengan basis ilmu pengetahuan pula masalah
individualitas dan kolektivitas menemukan keseimbangan dalam ekspresi
kemanusiaannya, juga menemukan kesembangan dalam memecahkan masalah-masalah
yang muncul sehari-hari. Tentu saja masyarakat ilmu pengetahuan ini, dalam periode
berikutnya akan menghasilkan bangsa ilmu pengetahuan (knwoledge nation), yaitu
bangsa pemenang yang mampu menaklukkan, mengolah, memperkaya dan memuliakan
masa silam, masa kini dan masa depannya.
Masalahnya, siapkah lembaga pendidikan kita untuk menghasilkan para pemenang dalam
persaingan global ini? Dengan lembaga pendidikan yang selama lebih 50 tahun menjadi
hamba dari politik (ketika politik menjadi panglima di zaman Orde Lama) dan menjadi
hamba ekonomi (ketika ekonomi menjadi panglima di zaman Orde Baru) maka
kemandirian lembaga pendidikan sebagai bagian dari lembaga pemanusiaan manusia
masih belum banyak berfungsi. Memang telah lahir beberapa lembaga pendidikan
unggulan yang ternyata kemudian mampu melahirkan para pemimpin, tetapi semua itu
terasa belum mencukupi.
Apakah diperlukan lembaga pendidikan alternatif (berbeda dari yang ada) atau hanya
lembaga pendidikan suplematif (pelengkap) dari lembaga pendidikan yang ada? Lembaga
pendidikan alternatif dari lembaga sekolah misalnya, yaitu pesantren memang tumbuh

setiap hari, tetapi jelas masih terus memerlukan penyempurnaan. Dalam banyak kasus
pesantren lebih berposisi sebagai lembaga pendidikan suplematif (pelengkap) dari
lembaga pendidikan formal yang ada. Demikian juga lembaga non-formal semacam

bimbingan belajar, kursus-kursus, pelatihan, yang makin merebut perhatian masyarakat
karena fungsi suplematifnya yang jelas dan terasa menghasilkan kelebihan bagi yang
mengikutinya.
Ataukah yang diperlukan sebenarnya hanya sekadar langkah optimalisasi lembaga
pendidikan yang ada? Misalnya dengan mengadopsi konsep-konsep baru dan terbaru
dalam pendidikan? Sekarang ini konsep-konsep baru pun hampir setiap hari
bermunculan, seiring dengan ditemukannya berbagai hasil penelitian tentang jiwa
manusia, tentang relasi antarmanusia, tentang potensi-potensi tersembunyi, tentang
kondisi-kondisi positif yang mampu mendongkrak kemampuan belajar dan kemampuan
mengajar, dan tentang hal-hal lain yang mampu memicu dimunculkannya konsep baru
tersebut.
Untuk menjawab itu semua kita sesungguhnya sangat perlu untuk mengetahui peta
konkret tantangan global yang dihadapi bangsa Indonesia. Yaitu tantangan global di
bidang ekonomi dan profesi, tantangan global di bidang pendidikan dan penyiapan SDI
(suber daya insani) dan tantangan Global di bidang Iptek.
Peta kondisi pendidikan nasional dalam konteks tantangan global perlu kita ketahui.

Misalnya kondisi, visi dan missi pendidikan nasional kita, kondisi lembaga-lembaga
pendidikan formal kita dan kondisi lembaga –lembaga pendidikan alternatif kita. Setelah
itu baru kita berbuat. Salah satu yang tidak boleh dilupakan adalah memenahi pendidikan
karakter dan mroal bangsa kita. Sebab inilah kata kunci paling penting untuk
menghasilkan bangsa pemenang. (Bahan dan tulisan: tof)
Sumber: SM-09-2002