Pengembangan Budaya Jawa dengan Orientas

Pengembangan Budaya Jawa dengan
Orientasi Nilai Budaya
Oleh Bai’atur Robi’ah, 1406538246
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia

Nilai yang hadir dalam masyarakat adalah ada orang yang menyikapi hidup sebagai
sesuatu yang baik, di samping yang menganggap bahwa hidup merupakan rangkaian
kesengsaraan yang terus belanjut dan tak mungkin dielakkan. Kelompok tersebut menyikapi
hidup sebagai sesuatu yang pasti dan tak dapat diubah oleh apapun, sebagaimana yang biasa
dikenal dengan nama sikap hidup yang fatalistik. Di samping itu juga ada masyarakat yang
menyadari bahwa hidup itu buruk, akan tetapi manusia wajib berikhtiar supaya hidup menjadi
lebih baik. Masyarakat jawa yang bertempat tinggal di Suriname, mereka masih
menggunakan bahasa jawa yaitu bahasa ngoko yang terasa kental dan juga aktivitasaktivitasnya masih berhubungan dengan kehidupan ekonomi, kehidupan sosial maupun
kehidupan keluarga yang kental dengan jawa. Dimanapun masyarakat jawa berada, mereka
akan selalu membawa kebudayaan mereka, dengan begitu mereka mampu menyesuaikan diri
dengan tantangan dan perubahan jaman yang mereka alami.
Masalah hakekat dari karya manusia, mendasarkan pada nilai yang berorientasi bahwa
karya itu apakah untuk kepentingan nafkah hidup, karya untuk kehormatan, atau karya untuk
menambah karya. Karya untuk nafkah hidup, orientasinya masih terpusat pada materi. Untuk
memenuhi hal tersebut, manusia akan menggunakan berbagai macam cara yang
dimungkinkan untuk dilakukan. Bahkan, ada pula yang sampai membatasi pada cara-cara

yang sebenarnya tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat atau etika
hukum-hukum agama yang dianutnya. Yang kedua, karya di mana terorientasi pada upaya
untuk mendapatkan kedudukan atau kehormatan. Hal tersebut mengandung nilai psikologis
dan sosiologis, karena berkenaan dengan harga diri manusia dalam hubungannya dengan
manusia lain. Atau lebih ekstrim lagi dengan istilah karya untuk mendapatkan kekuasaan.
Konsep yang demikian, berarti berkarya supaya bisa berkuasa. Orang mampu menguasai atau
orang lain mau dikuasi, baik dalam satu dimensi maupun banyak dimensi. Sedangkan yang
ketiga dalam hakekat hidup, yaitu bahwa berkarya tidak semata-mata untuk nafkah hidup dan

kehormatan, tetapi untuk menambah karya. Karya yang telah dihasilkannya akan dijadikan
loncatan bagi hadirnya karya-karya baru lainnya, sehingga bagi yang bersangkutan, satu
karya bukan merupakan puncak prestasi dati aktivitas karyanya, melainkan sebagai landasan
baru untuk mencapai karya lain yang lebih baik dan lebih bermanfaat. Hal yang paling ideal
tentunya apabila terjadi keseimbangan dalam berkarya. Jadi, berkarya harus seimbang untuk
nafkah hidup, untuk kehormatan, dan untuk menambah karya, sehingga terjadi keselarasan,
keharmonisan, dan dinamika kehidupan.
Sama halnya dengan orang “muda” Jawa Suriname contoh kecilnya saja seperti yang
sedang meliput kehidupan orang Jawa Indonesia, selain mereka bekerja menjadi wartawan
untuk mencari nafkah, mereka sadar bahwa mereka merupakan wakil dari masyarakat jawa
generasi ke lima di Suriname dan mereka merasa perlu masa lalu untuk meneguhkan

eksistensi mereka di masa mendatang, sehingga mereka mencari sejarah dan asal usul mereka
di Jawa Indonesia. Hal tersebut merupakan suatu bentuk konkret nyata yang sesuai dengan
cita-cita dan cocok dengan keinginan orang jawa bahwa tidak perlu orang tua memberi tahu
apa yang harus mereka (orang muda jawa) lakukan, tetapi orang muda jawa sudah punya
inisiatif sendiri. Orang tua hanya perlu memberi tauladan yang baik dan benar.

Hakekat antara manusia dengan alam, dalam hal ini ada masyarakat yang memandang
manusia harus tunduk pada alam yang dahsyat, artinya manusia tidak mampu untuk
mengubahnya. Pandangan masyarakat yang lainnya yaitu yang memandang bahwa manusia
berusaha menjaga keselarasan dengan alam. Dalam hal ini, manusia dituntut untuk mampu
menyesuaikan diri dengan alam baik dalam memanfaatkan maupun dalam menjaga
kelestariannya. Dan, pandangan yang ketiga yaitu yang memandang bahwa manusia harus
dapat menguasai alam. Artinya, manusia harus dapat memanfaatkan alam sebesar-besarnya
untuk dapat digunakan bagi kepentingan kesejahteraan manusia. Berdasarkan pada ketiga
konsep pandangan tentang hubungan manusia dengan alam tersebut, yaitu nilai budaya yang
selaras dengan alam. Demikian pula dengan masyarakat jawa yang bertempat tinggal di
Suriname, mereka memilih untuk berusaha hidup selaras dengan alam, memilih belajar
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan memelihara dan memperbaiki lingkungan
fisik maupun spiritualnya. Karena mereka merasa berkewajiban untuk memperindah
keindahan dunia.


Hakekat hidup pada masyarakat yang memandang pada pentingnya orientasi pada
masa depan, pada masa lalu, dan orientasi ke masa kini. Konsep nilai budaya masa lalu,
memberikan makna bahwa masa lalu merupakan pengalaman berharga yang dapat menjadi
sumber informasi dalam mempertimbangkan segala seuatu yang sedang dilaksanakan
ataupun yang akan dilaksanakan. Namun demikian, terlalu berorientasi pada masa lalu, dapat
menimbulkan diri manusia menjadi kurang dinamis atau orang menyebutnya konservatif,
meskipun hal tersebut tidak selalu salah. Hal yang perlu disadari bahwa masa lalu harus
dipakai sebagai salah satu dasar pijakan untuk melangkah. Orientasi pada masa kini,
merupakan orientasi yang menitikberatkan segala daya upayanya hanya untuk kepentingan
masa kini. Masa lalu tidak dipakai sebagai pijakan untuk berbuat pada masa kini, dan masa
datang tidak diprediksikan atau dipertimbangkan. Hal yang demikian, memang ada segi
positifnya dan ada segi negatifnya. Satu sisi positifnya misalnya, tentang suatu pekerjaan
diupayakan selesai saat ini tidak perlu ditunda-tunda. Sedangkan sisi negatifnya, orang
kurang mempertimbangkan hal-hal yang terjadi pada lalu dipakai sebagai pengalaman
berharga agar dalam bertindak pada masa kini lebih hati-hati. Serta, masa yang akan datang
kurang diperkirakan sehingga segala sesuatu hal kurang dipertimbangkan akibat-akibatnya.
Sedangkan, orientasi ke masa depan tentu juga sisi positif dan negatifnya. Dari sisi positifnya,
orang akan menapak masa depan dengan penuh rasa optimisme, sedangkan sisi negatifnya,
orang menjadi tidak menghargai hasil karya-hasil karya yang telah dihasilkan pada masa lalu

dan masa kini. Masa lalu dan masa kini bukan menjadi bagian dari dasar melangkah ke masa
depan.Orang jawa harus taat pada waktu, hal tersebut berkaitan erat dengan presepsi orang
jawa mengenai waktu. Masyarakat jawa di Surinamepun masih mempunyai presepsi waktu
yang sangat tajam dan bahkan sepertinya mungkin saja juga masih memiliki cara-cara yang
rumit untuk menentukan waktu seperti primbon yaitu orientasi masa lalu untuk
memperkirakan atau mempertimbangkan masa depan.

Hubungan manusia dan sesamanya, terdapat pandangan yang berbeda-beda. Ada
pandangan yang berorientasi horizontal, yaitu rasa ketergantungan pada sesamanya,
masyarakat jawa dimana hidup berdampingan dengan masyarakat lainnya terutama
masyarakat jawa pula, mereka memiliki konsep sesama yaitu sama rata sama rasa. Ada yang
berorientasi vertikal, yaitu rasa ketergantungan kepada tokoh-tokoh atasan yang berpangkat,
dengan menggunakan nilai-nilai budaya vertikal. Seperti kepada orang yang lebih tua,
dimana orang jawa akan bersikap lebih sopan santun dan ditandai dengan adanya sikap
mereka yang sangat menggantungkan diri, percaya, dan menaruh hormat kepada para senior

atau orang yang lebih tua tersebut. Dan ada yang berorientasi pada kemampuan diri sendiri
dalam menilai usahanya. Kesemuanya, tentu memiliki kelebihan dan kelemahan sesuai
dengan situasi dan kondisi masing-masing. Sama halnya dengan masyarakat suriname
dimana orang “tua” jawa memang adalah penghayat dan pelaksana prinsip-prinsip rukun dan

hormat yang disebut adiluhung itu yang diturunkan keapada orang jawa muda dengan cara
memberi tauladan dan sikapnya sehari-hari bukan dengan paksaan. Begitulah hubungan
masyarakat jawa dan sesamanya.

Referensi:

Koentjaraningrat (1984), Kebudayaan Jawa . Jakarta: PN BALAI PUSTAKA

Sumadi. Sikap Mental Masyarakat Tuban
http://ejournal.unirow.ac.id/ojs/files/journals/2/articles/4/public/abstrakJURNAL%20sumadi.pdf diakses pada 18 Nov 2014

Tradisi atau Tradisional?. Artikel oleh:Prapto Yuwono (2008)

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Berburu dengan anjing terlatih_1

0 46 1

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147

Upaya mengurangi kecemasan belajar matematika siswa dengan penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya: sebuah studi penelitian tindakan di SMP Negeri 21 Tangerang

26 227 88

Pengaruh metode sorogan dan bandongan terhadap keberhasilan pembelajaran (studi kasus Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan Pasuruan Jawa Timur)

45 253 84

Kesesuaian konsep islam dalam praktik kerjasama bagi hasil petani desa Tenggulun Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan Jawa Timur

0 86 111

Preparasi dan Karaterisasi Nanopartikel Zink Pektinat Mengandung Diltiazem Hidroklorida dengan Metode Gelasi Ionik.

7 51 92

Aplikasi keamanan informasi menggunakan teknik steganografi dengan metode Least Significant Bit (LSB) insertion dan RC4

34 174 221