The Reborn of Indo-oriental Stories

BAB I
FORGOTTEN STORIES

Labuhan Heritage Town adalah kawasan pariwisata terpadu dengan fungsi
ganda, dengan tema simbiosis berkelanjutan (symbiosis sustainability). Dalam
perancangan ini, tujuan utamanya adalah mengembalikan kisah yang hilang
(forgotten stories) pada suatu kawasan, dimana kawasan yang direvitalisasi adalah
kawasan kota tua di Medan Labuhan termasuk Masjid Raya Al-Oesmani, Deretan
Ruko Pecinan, Vihara, Stasiun Labuan dan Tepi Sungai Deli yang difungsikan
sebagai destinasi pariwisata baik di Kota Medan, bahkan Sumatera Utara.
Pengembangan kawasan Labuhan Deli memberi peranan penting terhadap
perkembangan kota Medan sendiri. Pengembangan ini dapat meningkatkan
pendapatan kota, untuk meningkatkan nilai pariwisata di Kota Medan serta dapat
memperkenalkan bangunan bersejarah kota Medan (Kristiningrum, 2014). Tema
parwisata yang ditekankan pada perancangan ini adalah Urban Heritage Tourism
yang akan memasarkan dan melestarikan nilai-nilai budaya dan sejarah yang ada
pada Labuhan Deli.
Revitalisasi Kawasan Labuhan Deli akan menghasilkan kembalinya
atmosfir kota lama di zaman yang lebih baru. Hal ini seakan bertentangan, dimana
kota lama di preservasi di zaman yang lebih baru. Namun kedua hal yang
bertentangan ini, dipandang dari konsep Yin dan Yang, merupakan suatu bentuk

keseimbangan.

3
Universitas Sumatera Utara

Yin dan Yang adalah konsep dalam filosofi Tionghoa yang biasanya
digunakan untuk mendeskripsikan sifat kekuatan yang saling berhubungan dan
berlawanan di dunia ini dan bagaimana mereka saling membangun satu sama lain
(Aaron Hoopes, 2007). Simbol Yin dan Yang sendiri sering disebut dengan Taiji.
Dalam kasus ini, prinsip bertentangan yang dipadukan adalah nilai-nilai zaman
dahulu dan nilai-nilai pada zaman sekarang.

Gambar 1.1: Taiji, symbol Yin dan Yang.

Sumber: Wikipedia

Sejarah merupakan sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari apa yang ada di
masa kini dan masa yang akan datang. Setiap cabang ilmu pengetahuan selalu
berkembang, dimana setelah waktu berlalu cukup lama, sejarah pun tercipta dari
masing-masing cabang ilmu pengetahuan. Sama halnya dengan manusia, pasti

memilki rasa ingin tahu terhadap asal-usul dan sejarah dari suatu hal. Seperti
kutipan dari Ginting dan Wahid (2015), Setiap orang pasti memiliki rasa untuk
mengetahui dan mempelajari asal-usul yang terjadi di masa lalu. Salah satu tujuan
dari

pembangunan

berkelanjutan

(symbiosis

sustainability)

adalah

4
Universitas Sumatera Utara

mempertahankan eksistensi sejarah dan budaya, sekaligus mencapai keuntungan
dari proses berjalannya simbiosa tersebut.

Adanya aspek kontinuitas dapat membantu keberlanjutan/kontinuitas,
membentuk kembali dan mempertahankan identitas tempat, misalnya; kehadiran
sebuah bangunan lama yang keberadaannya dapat membantu kita mengingat atau
memutar kembali memori (Lalli, 1992 dalam Ginting dan Wahid, 2015).
Pencapaian Pembangunan yang berkelanjutan sangat diharapkan dengan adanya
perencanaan kota yang sesuai dengan karakteristik kota tersebut karena aspek
kontuinitas merupakan aspek yang terpenting dalam pembentukan identitas suatu
tempat (Ginting dan Wahid, 2015).
Adapun beberapa aspek dari tujuan pembangunan berkelanjutan, seperti
yang dikutip dari Suweda (2011), yaitu aspek sosial, ekonomi, lingkungan,
politik, pertahanan dan kemanan. Pada aspek sosial, pembangunan berkelanjutan
bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan kemiskinan dan kelaparan,
menjamin kesehatan, memberikan pendidikan yang layak, dan memenuhi
kebutuhan pokok (makanan, air, tempat tinggal). Sementara dalam aspek
ekonomi, pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk menyediakan lapangan
pekerjaan, mengembangkan ekonomi lokal, dan juga meningkatkan produktivitas
kota, dan dalam aspek lingkungan bertujuan untuk preservasi budaya, pengolahan
limbah, efisiensi penggunaan lahan dan energi.
Indonesia, khususnya Labuhan Deli, perlu belajar dari negeri tetangga,
Singapura. Bangunan-bangunan bergaya kolonial yang pernah menjadi wajah


5
Universitas Sumatera Utara

Singapura, pada tahun 1970an digantikan dengan gaya-gaya modern. Namun,
pada saat terjadi krisis ekonomi karena harga minyak bumi yang menurun tajam,
pemerintah Singapura bergegas membelokkan arah pembangunan kembali ke
suasana heritage. Akhirnya, pada tahun 1984 disepakatilah pengembangan konsep
heritage tourism berupa rekonstruksi, renovasi, dan restorasi dari kawasankawasan bersejarah di Singapura (Teo dan Huang, 1995). Hal ini dilakukan untuk
mempertahankan dan menonjolkan budaya Singapura dan menjadikannya
destinasi pariwisata yang menarik. Hasilnya, grafik kunjungan pariwisata ke
Singapura naik dengan tajam. Singapura mendapatkan lonjakan wisatawan yang
cukup tajam di tengah muramnya pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara pada
masa itu (Teo dan Huang, 1995), dan Singapura berhasil menjadi pelopor di Asia
Tenggara dalam mengembankan pariwisata berbasis heritage.
Hal yang perlu dipelajari dari kasus yang dihadapi Singapura adalah
bagaimana mereka berhasil mempertahankan eksistensi nilai-nilai sejarah dan
budaya yang ada, kemudian mendapat keuntungan dari proses tersebut. Kota
Medan, memiliki banyak sekali potensi dalam kasus pengembangan yang sama.
Terdapat banyak bangunan-bangunan bergaya kolonial dan peranakan tersebar di

seluruh Kota Medan, menjadi saksi sejarah perkembangan Kota yang tidak layak
untuk dilupakan. Sama halnya dengan Singapura, di Kota Medan sudah cukup
banyak bangunan kolonial yang digantikan dengan bangunan baru dengan tema
yang berbeda pula. Seharusnya, kota Medan yang sempat bertahun-tahun tidak
mendapat izin untuk membangun bangunan bertingkat tinggi, paling tidak dapat
memanfaatkan bangunan-bangunan kolonial tersebut menjadi wajah kota, dan

6
Universitas Sumatera Utara

menjadikannya sebagai magnet dalam bidang pariwisata, maupun pertumbuhan
ekonomi.
Dalam lingkup kota Medan, masa Kesultanan Deli sejak zaman dahulu
telah

cukup

banyak

menyumbangkan


bangunan-bangunan

kolonial

dan

peranakan, khususnya kawasan Labuhan Deli. Pusat kerajaan kesultanan Deli,
sebelum dipindahkan ke Istana Maimun, berada di kawasan Labuhan Deli.
Dulunya sebelum dipindahkan ke Istana Maimoon, yang sekarang berada di Jalan
Brigjend Katamso, pusat kerajaan Kesultanan Deli terletak di Labuhan Deli
(Ratna, 2006). Sungai Deli disebut juga dengan Sungai Labuhan karena sungai
tersebut merupakan sarana transportasi utama, tempat berlabuhnya kapal dan
sampan. Setengah mil dari hilir sungai Deli, berdirilah Pusat kerajaan Deli, dan
karena itulah kawasan tersebut dinamai Labuhan (Labuan) (gambar 1.2).

Gambar 1.2: Kota Labuhan Saat Menjadi Ibukota Kerajaan Deli

Sumber: Roestam Thaib dkk., 50 tahun Kotapradja Medan, Medan: Djawatan
Penerangan Kotapradja I – Medan, 1959, hal. 38


7
Universitas Sumatera Utara

Bandar ini sudah menjadi pelabuhan sungai yang merupakan jembatan
penghubung antara Sumatera Timur dengan Pantai Melayu jauh sebelum Belanda
menguasai Deli (Ratna, 2006). Pelabuhan ini dapat menampung kegiatan eksporimpor barang-barang dagangan dari dan keluar Labuhan Deli (gambar 1.3).
Adapun barang-barang yang diekspor ialah kapur barus, lada, beras, tembakau,
emas dan hasil-hasil hutan. Sementara barang-barang yang impor yang masuk
seperti tekstil, senapan, mesin, barang pecah belah, dan candu.

Gambar 1.3: Pelabuhan Lama Kota Labuhan Deli
Sumber: Ibid., hal. 553

Pada tahun 1862

dibuat

perjanjian


yang berpengaruh

terhadap

perkembangan Labuhan Deli, yaitu perjanjian kerjasama antara Sultan Deli
dengan Belanda dan dihadirkannya sektor pelabuhan Deli. Maraknya penanaman
tembakau di Labuhan Deli oleh Neinhuys menarik perhatian pengusahapengusaha Eropa untuk ikut membuka usaha tanaman keras lain seperti pala,
kelapa, dan lain-lain. Dengan adanya perjanjian tersebut dan banyaknya badan
usaha milik Eropa di Labuhan Deli, kawasan ini menjadi berkembang lebih pesat

8
Universitas Sumatera Utara

dari Medan, dan dijadikan oleh Belanda sebagai basis kekuatan kedudukannya,
dan menempatkan rumah kontrolir di Labuhan Deli (gambar 1.4).

Gambar 1.4: Rumah Kontrolir I Belanda di Labuhan Deli (1865)
Sumber: Tengku Luckman Sinar, Sejarah Medan Tempo Doeloe, Medan Perwira, 2001,
hal. 28


Di depan Istana Kesultanan Melayu Deli, berdirilah Masjid Al-Oesmani
yang dibangun oleh Sultan Osman Perkasa Alamsya. Masjid yang sifatnya
permanen ini dulunya hanya terbuat dari papan dan tidak berukuran besar. Desain
masjid ini dipengaruhi oleh arsitektur Moorish (Yenni, 1999 dalam Ratna, 2006).
Seiring dengan berkembangnya aktifitas industri perkebunan, Kota Medan
perlahan ikut berkembang (Ratna, 2006). Kantor Neinhuys dipindahkan ke Medan
karena pertimbangan letak geografis Medan yang lebih tinggi dari Labuhan Deli
untuk mengantisipasi banjir. Kemudian, kedudukan Asisten Residen Belanda
dipindahkan juga ke Medan pada tahun 1879 dan kota Medan pun dijadikan
sebagai ibukota Residen Sumatera Timur pada tahun 1887. Pemindahan pusat
kerajaan Deli pada tahun 1891 kemudian mengakibatkan mundurnya peranan

9
Universitas Sumatera Utara

Labuhan Deli. Selain itu, akibat adanya endapan lumpur, Labuhan Deli sebagai
pusat pleabuhan tidak dapat berfungsi lagi dan akhirnya dipindahkan ke kawasan
Belawan yang tepat berada di pinggir pantai dan sebelumnya sudah dibangun oleh
Belanda pada waktu itu. Akibatnya, peranan dan pengaruh kawasan Labuhan Deli
terus merosot, deretan ruko-ruko Cina yang sebelumnya menjadi pusat aktifitas

perdagangan, beralihfungsi menjadi tempat perjudian dan prostitusi. Labuhan Deli
yang terkenal di mancanegara pun mulai dilupakan.
Pada dasarnya, hingga kini kawasan Labuhan Deli tetap memiliki banyak
potensi yang perlu diperhatikan secara khusus untuk dikembangkan kembali oleh
pemerintah Kota Medan. Namun nyatanya sekarang Labuhan Deli merupakan
suatu daerah dimana karakteristiknya memudar (Ratna, 2006). Hilangnya
karakteristik tersebut semakin disokong oleh buruknya kebersihan di kawasan
tersebut, sehingga seolah-olah kawasan tersebut tidak pernah menjadi pusat kota,
pusat pelabuhan, pusat perdagangan, tempat berjayanya Kesultanan Deli.
Pengembangan pariwisata memerlukan tiga hal berkaitan dengan triple A
yaitu access, attraction dan amenity (Baiquni, 2009). Adapun strategi-strategi
pengembangan Labuhan Deli yaitu dengan menyediakan sarana dan prasarana
yang mendukung urban heritage tourism tersebut. Fasilitas-fasilitas yang
direncanakan sesuai dengan Urban Design Guide Line (UDGL) yang
direncanakan oleh kelompok 2 (dua) yaitu pengembangan Stasiun dan Shopping
centre, Masjid Al-Oesmani, deretan ruko cina, dan Vihara; pembangunan
apartemen, hotel, dan Replika Istana Melayu Deli; dan penyediaan open space dan

10
Universitas Sumatera Utara


area parkir. Pada gambar 1.5 menunjukkan gambar Master Plan Urban Design
Guide Line (UDGL) pada kawasan kajian perancangan.
Dengan adanya rencana penyediaan fasilitas-fasilitas dan sarana-sarana
tersebut, diharapkan kawasan Labuhan Deli dapat berkembang menjadi kawasan
wisata budaya heritage dan mengembalikan indahnya karakteristik Labuhan Deli
yang dulu pernah melekat. Jika pengembangan ini berhasil maka 3 (tiga) dimensi
aspek pembangunan berkelanjutan dapat terpenuhi yaitu aspek keberlanjutan
sosial, ekonomi dan lingkungan (Urban Design Guideline Labuhan Heritage
Town, Kelompok 2, 2015). Bangunan peninggalan bersejarah yang melekat pada
nilai-nilai kebudayaan setempat akan tetap terjaga, kembali hidup dan tentunya
akan memberi keuntungan kepada lingkungan setempat (skala kecil) maupun kota
Medan, dan Sumatera Utara (skala besar).
Pada kesempatan ini, ruang lingkup yang akan dirancang adalah
pembangunan hotel di pinggir Sungai Deli, Replika Istana Deli, Vihara dan
deretan ruko Cina. Studi lapangan dilakukan sebelum memulai perancangan untuk
mengetahui kondisi eksisting Labuhan Deli. Namun, sebelum menjelaskan hasil
studi lapangan, dilakukan studi literatur untuk proyek sejenis untuk mendapat
gambaran perancangan dan sasaran yang tepat. Untuk pemaparan lebih lengkap
mengenai studi literatur, akan dibahas pada bab 2 (dua), sedangkan informasi
mengenai studi lapangan akan dijelaskan pada bab 3 (tiga).

11
Universitas Sumatera Utara

Gambar 1.5: Master Plan Urban Design Guideline Kawasan Kajian

Sumber: Urban Design Guide Line Kelompok 2 (Dua)

12
Universitas Sumatera Utara