The Reborn of Indo-oriental Stories
LAMPIRAN
Lampiran 1
Tabel: Luas Hunian Hotel butique
No. Fungsi Ruang Data Jumlah Total Luas
I II III IV V VI
1
Hunia
n
Kamar Hotel tipe Standard
Kamar tidur 3 x 3 = 9 m² 41 1230 m²
Seating area 6 m²
Mini bar 3 x 2 = 6 m²
Balkon 6 m²
KM/WC 1.5x2 = 3 m²
Luas 30 m² 3
Cottage tipe Standard plus
Kamar tidur 5.25 x 4 = 21 m² 16 564 m²
KM/WC 2.5 x 2.5 = 6.25 m²
Teras 8 m²
Luas 35.25 m² 4
Cottage tipe Deluxe
Kamar tidur 5.25 x 4 = 21 m² 6 265.5 m²
Ruang
Makan+pantry 3x3 = 9 m²
KM/WC 2.5 x 2.5 = 6.25 m²
Teras 8 m²
Luas 44.25 m² 5
Cottage tipe Suite
Kamar tidur-1 3x6.5 = 19.5 m² 4 416 m²
Kamar tidur-2 4x6.5 = 26 m²
Ruang
Makan+pantry 7x6.5 = 45.5 m²
KM/WC 2 x 2.5 = 5
Teras = 8 m²
Luas 104 m² 6
Presidential
Kamar tidur-1 3 x 6.5 = 19.5 m² 1 118 m²
Kamar tidur-2 4 x8 = 32 m²
Ruang
(2)
Lampiran 2
Tabel: Luas Fasilitas Hotel
1. LOBBY & PENERIMA
Ruangan Jenis Luas
Resepsionis & Front
Office Publik 26 m2
Ruang Tunggu &
Lobby Publik 51 m2
Total 77 m2
Ruangan Sifat Luas
Dapur Service 20
Restoran Publik 120
Total 140 m2
Ruangan Sifat Luas
Function Room Publik 80
TOTAL 80 m2
2. RUANG SERBAGUNA
(3)
4. FASILITAS HOTEL
Ruangan Sifat Luas
Sauna Publik 40 m2
Shower Room pria Publik 9 m2
Shower room wanita Publik 9 m2
Spa Publik 24 m2
TOTAL 82m2
6. RUANG KARYAWAN DAN SERVICE UMUM
1. AREA HUNIAN 2391 m2
2. AREA LOBBY & PENERIMA
77 m2
3. AREA PENGELOLA 63 m2
4. AREA FASILITAS HOTEL
82 m2
5. AREA RUANG
SERBAGUNA
80 m2
6. AREA RESTORAN 140 m2
7. AREA SERVICE
HOTEL
269 m2
Ruangan Jenis Luas
Ruang Tamu Kantor Publik 12 m2
Ruang Staff Private 15 m2
Ruang Manager Private 15 m2
Ruang Direktur Private 12 m2
Pantry Service 9 m2
Total 63 m2
Ruangan Jenis Luas
Ruang Ganti Private 50 m2
Ruang Teknisi Service 24 m2
Ruang Servis Service 18 m2
Ruang Peralatan Service 35 m2
Ruang Binatu Service 30 m2
Ruang Mesin Service 100 m2
Ruang Absen / Ruang tamu Publik 12 m2
TOTAL 269 m2
5. KANTOR PENGELOLA
(4)
Lampiran 3
(5)
Lampiran 4
(6)
Lampiran 5
Portofolio Perancangan Arsitektur 6
(7)
Lampiran 6
(8)
Lampiran 7
(9)
Lampiran 8
(10)
Lampiran 9
(11)
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Bhakti, 2014, Desain arsitektur kota yang beridentitas budaya Sebagai sebuah konsep yang berkelanjutan, Jurnal RUAS, Volume 12 No 2, Desember 2014, ISSN 1693-3702
Baiquni, M, 2009, Belajar dari Pasang Surut Peradaban Borobudur dan Konsep pengembangan pariwisata Borobudur, Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, 25–40
Ching, Francis, D.K.,(1985), Architecture: Form, Space and Order, Jakarta, Erlangga.
Damayanti, Rully., Handinoto, Kawasan “Pusat Kota” Dalam Perkembangan Sejarah Perkotaan Di Jawa, Universitas Kristen Petra, July, 2005, Vol. 33, No. 1, pp 34 - 42
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara. 2010. Kota-Kota Tua Sumatera Utara.
Ginting, Nurlisa and Julaihi Wahid. 2015. Exploring Identity's Aspect of Continuity of Urban Heritage Tourism, (online), (http://dx.doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.08.227 diakses pada 20 Maret 2015).
https://academia.edu/3314740/teori_rancang_kota_berkelanjutan_tugas_kuliah_, diakses pada 1 Maret 2015
http://arsitektur.tripod.com/aliran/arsitektur_modern_ekletik/ diakses pada Maret 2015
http://astudioarchitect.com/2008/09/tren-arsitektur-oriental-di-indonesia.html diakses pada April 2015
https://bkrm.com/en/the-journal/bkrm-travels-review-the-siam-hotel-bangkok, diakses pada Mei 2015
http://carlosmeliablog.com/2012/03/the-siam-hotel-bangkok-almost-ready-to-open/, diakses pada Mei 2015
(12)
http://edupaint.com/warna/ragam-warna/7697-beberapa-ciri-desain-arsitektur- http://edupaint.com/warna/ragam-warna/7133-makna-warna-arsitektur-oriental.html diakses pada April 2015
http://encyclopedia.com/doc/1O1-contextualarchitecture.html diakses pada Maret 2015
http://imagebali.net/detail-artikel/323-mengenal-desain-gaya-oriental.php diakses pada Mei 2015
http://majesticmalacca.com/ diakses pada Mei 2015 http://noosapacific.com.au diakses pada Juni 2015 http://phohoiresort.com diakses pada Juni 2015 http://safiragoa.com diakses pada Juni 2015
http://studiomelayu.wordpress.com.com, diakses pada Juni 2014 http://surabaya.singgasanahotels.com/ diakses pada Mei 2015 http://smarttravelasia.com/angkor.htm diakses pada Mei 2015 http://templetree.com.my/ diakses pada Mei 2015
http://thpardede.wordpress.com/2011/03/08/hubungan-manusia-dengan-alam-semesta-dari-sudut-pandang-peradaban-melayau-dan-china/, diakses pada Juni 2014
http://tjongafiemansion.com/ diakses pada Maret 2015
https://wattpad.com/10847841-sejarah-kedatangan-orang-tionghoa-di-indonesia diakses pada Maret 2015
http:/wiranurmansyah.com/u-sathorn-resort-di-tengah-riuhnya-kota-bangkok diakses pada Mei 2015
http://wirednewyork.com/forum/showthread.php?t=10047 diakses pada Mei 2015
Husny, TM. Lah. 1976. Bentuk Rumah Tradisi Melayu Medan, Medan: BP. Husni.
Husny, TM. Lah. 1975. Lintasan Sejarah Peradaban dan Penduduk Melayu Pesisir Deli Sumatera Timur 1912-1950, Medan: BP. Husni.
Juwana, Jimmy S., 2005, Sistem Bangunan Tinggi, Erlangga, Jakarta
Kristiningrum, N. D. 2014. Heritage Tourism dan Creative Tourism. Jurnal Hubungan Internasional. No.1, 43-54
(13)
Neufert, Ernst., Data Arsitek Jilid 1. terjemahan oleh Sjamsu Amril, Erlangga, Jakarta, 1990
Nurhamidah, 2004. Perkembangan Kota Medan 1909-1951, Universitas Sumatera Utara, Medan
Ratna. 2006. Labuhan Deli: Riwayatmu Dulu, Edisi No. 22/Tahun XI, Buletin Historisme. 7-13
Roestam Thaib,dkk., 1959, 50 Tahun Kotapradja Medan, Medan: Djawatan Penerangan Kotapradja I-Medan
Ryeung, S; dkk. 2012. Modernization of the Vernakular Malay House in Kampong Bharu, Kuala Lumpur. Journal of Asian Architecture and Building Engineering-Vol. 11 No. 2 May Page 95-102
Sinar, T. L. 1993. Motif dan Ornamen Melayu. Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Seni Budaya Melayu. Medan.
Suharjanto, Gatot., 2011, Membandingkan Istilah Arsitektur Tradisional Versus Arsitektur Vernakular: Studi Kasus Bangunan Minangkabau dan Bangunan Bali, ComTech Vol.2 No. 2 Desember 2011: 592-602
Suweda, I Wayan., 2011. Penataan Ruang Perkotaan Yang Berkelanjutan,Berdaya Saing Dan Berotonom, Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, Vol. 15, No. 2, Juli, 2011
Teo, Peggy., & Huang, Shirlena., 1995. Tourism and heritage Conservation in Singapore. Annals of Tourism Research, Vol. 22, No. 3, pp. 589-615 Wiranto,1999. Arsitektur Vernakular Indonesia. Dimensi teknik arsitektur vol. 27,
no. 2. http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/, diunduh pada 28 maret 2015
Yuan, L.J. 1987. The Malay House: Rediscovering Malaysia’s Indigenous Shelter System. Institut Masyarakat. Pulau Pinang.
www.angkorvillage.com/
(14)
BAB III
THE GLOWING PAGE
Untuk mendapat informasi yang akurat, maka dilakukan Studi Lapangan. Kawasan kajian yang akan dirancang dijelaskan pada gambar 3.1 (zona merah), yaitu berada di Jalan Yos Sudarso Km. 12 Kec. Medan Labuhan, Kelurahan Pekan Labuhan. Kecamatan Medan Labuhan memiliki luas wilayah 36,67 km2.
Gambar 3.1: Kawasan Kajian yang Akan Dirancang
(15)
Kawasan ini layaknya satu lembar kertas yang kecil, namun berkilau (the glowing page) karena banyaknya potensi yang ada. Pada kawasan ini terdapat bangunan-bangunan peninggalan sejarah dengan gaya melayu dan peranakan yang cukup kental, baik pada bangunan publik maupun tempat tinggal masyarakat. Gaya arsitektur oriental dan peranakan diwakili oleh adanya Vihara Siu Sian Kong dan gaya arsitektur Melayu diwakili oleh Masjid Al-Oesmani. Kedua bangunan ini dapat dikatakan sebagai icon dari kawasan Labuhan, dan letaknya pun berdekatan.
Masjid Al-Oesmani sampati saat ini masih berdiri dengan megahnya, setelah beberapa kali dilakukan pengembangan dan renovasi (gambar 3.2). Pada tahun 1870 pengembangan mesjid ini dipimpin oleh arsitek Jerman GD Langeris, yang mengubah kayu menjadi bangunan permanen.
Gambar 3.2: Masjid Al-Oesmani
(16)
lengkungan khas Timur Tengah dan ornamen-ornamen khas Melayu. Namun, dilihat secara keseluruhan, gaya khas Melayu terlihat lebih menonjol dengan balutan warna kuning dan hijau, warna kebanggan budaya Melayu yang menggambarkan kemuliaan dan kemegahan. Maka tidak heran masjid ini pernah dan merupakan masjid kebanggan Labuhan Deli.
Tepat di belakang masjid ini terdapat rumah kecil bergaya Melayu (gambar 3.3) dan tepat berada di seberang (depan) masjid ini, saat ini terdapat sekolah yang dulunya merupakan tempat berdirinya Istana Kesultanan Deli (gambar 3.4).
Gambar 3.3: Rumah Melayu di Belakang Masjid Al-Oesmani
(17)
Pada rumah kecil tersebut, gaya khas Melayu terlihat jelas dengan adanya lebah bergantung pada atap, terali biola, kunda kencana pada ventilasi, panggung, pintu yang tinggi, dan jendela krepyak. Saat ini rumah ini digunakan untuk tempat tinggal kenaziran Masjid Al-Oesmani.
Berada di sebelah sekolah tersebut, terdapat jalan kecil yang mengarah ke tepi sungai Deli. Sepanjang jalan tersebut terdapat deretan rumah masyarakat Melayu yang merupakan mayoritas di kawasan Labuhan Deli. Meskipun mayoritas tempat tinggal dimiliki oleh penduduk suku Melayu, namun karakteristik rumah Melayu sudah hampir tidak dapat dilihat, mayoritas hanya menggunakan warna kuning dan hijau sebagai simbol khas Melayu. Rumah-rumah tersebut sudah dijadikan bangunan permanen dan area permukiman ini terbilang kumuh (gambar 3.5).
Gambar 3.5: Perumahan Penduduk
Tepat pada ujung jalan-jalan kecil tersebut, terlihatlah Sungai Deli (gambar 3.6). Saat ini, sungai ini terlihat seakan tidak pernah menjadi pusat
(18)
terdapat tumpukan sampah yang dibiarkan mengering dan membusuk. Area sungai semakin lama semakin sempit dikarenakan endapan lumpur. Meskipun begitu, saat ini sungai Deli masih digunakan masyarakat setempat untuk sarana transportasi air. Rata-rata digunakan oleh nelayan-nelayan yang memang bermukim tepat pada area sepanjang pinggir Sungai Deli.
Gambar 3.6: Sungai Deli
Sedangkan, berada tepat di sebelah berdirinya Sekolah tersebut, terdapat vihara Siu Sian Kong (gambar 3.7.) Sejak zaman penjajahan Belanda, masyarakat etenis Tionghoa sudah berkiprah di kawasan Labuhan Deli, dan kemudian dibangunlah Vihara Siu Sian Kong. Vihara ini benar-benar mengadopsi arsitektur khas Oriental Cina secara mutlak, karena keseluruhan ornamen dan elemen bangunan vihara memiliki arti-arti Buddha yang tidak dapat dikurang-kurangi. Meskipun begitu, perumahan masyarakat etnis tionghoa pada kawasan Labuhan Deli tetap terpengaruh budaya Melayu dan Kolonial, dan asimilasi tersebut membuat gaya lain yaitu peranakan (gambar 3.8), dan saat ini tetap menjadi kompleks ruko.
(19)
Gambar 3.7: Vihara Siu Sian Kong
Gambar 3.8: Kompleks Ruko Cina
Jika mengacu pada pertanyaan Alamsyah (2014) bahwa ada tiga elemen penting dalam perancangan kota yaitu manusia, bangunan dan lingkungan, maka status perancangan kota di kawasan Labuhan Deli belum mencapai sustainibility. Masyarakat Labuhan Deli belum sadar akan pentingnya merawat dan menata lingkungan dan bangunan yang seharusnya akan berdampak juga terhadap keberlangsungan hidup.
(20)
Labuhan Heritage Town, Kota Medan termasuk dalam hirarki untuk pusat pelayanan primer, yaitu pusat yang melayani daerah Sumatera Utara dan wilayah yang lebih luas. Pengembangan Kota Medan dan sekitarnya sebagai pusat
pelayanan primer „A‟ diarahkan sebagai pusat aktivitas sekunder dan tersier bagi
Provinsi Sumatera Utara.
Berdasarkan Rencana Struktur Ruang Kota Medan tahun 2008-2028, sistem pusat pelayanan Kota Medan direncanakan terdiri atas 2 (dua) pusat primer, yaitu satu Pusat Primer di Utara dan 1 (satu) Pusat Primer di Pusat Kota dan didukung oleh 8 (delapan) Pusat Sekunder yang sekaligus juga sebagai Pusat-pusat BWK. Pusat Primer Utara Kota Medan, terletak di antara Kecamatan Medan Labuhan dan Medan Marelan, tepatnya disekitar Mesjid Raya Labuhan (Masjid Al-Oesmani), Kelurahan Pekan Labuhan (gambar 3.9).
Gambar 3.9: Rencana Struktur Ruang Kota Medan 2008-2028
(21)
Dengan disusunnya rencana tersebut, beberapa strategi pun turut disusun yaitu pengembangan pada aspek transportasi, ekonomi, pendidikan, industri, perumahan, dan perdagangan. Salah satu wujud perkembangan pada aspek transportasi dan aksesibilitas adalah perencanaan pengembangan stasiun Labuan menjadi stasiun berbasis Transit Oriented Development (TOD). Dengan dibukanya akses jalur kereta untuk penumpang dari dan menuju Labuhan Deli, stasiun tersebut diharapkan akan berkembang menjadi sarana transportasi darat berskala regional yang optimal (gambar 3.10).
Gambar 3.10:Aksesibilitas dari/ke Labuhan Deli
(Sumber: Urban Design Guidelines Labuhan Heritage Town)
Perencanaan pembangunan jalur Tol Mebidangro (gambar 3.10) membuat akses dari dan menuju Labuhan Deli dapat ditempuh dengan mudah dan cepat dari
(22)
kota Medan untuk berbagai kepentingan seperti silaturahmi, kegiatan bisnis, berlibur dan belanja. Jika pembangunan tol ini direalisasikan, maka tidak dapat dipungkiri, kawasan Labuhan Deli akan memiliki peluang besar untuk berkembang lebih pesat.
Pelabuhan Belawan yang terletak sangat dekat dengan Labuhan Deli, direncanakan akan menjadi pelabuhan bertaraf internasional (gambar 3.10), sebagai gerbang para wisatawan untuk berkunjung ke Medan melalui jalur transportasi laut. Hal ini tentu berdampak pada pertumbuhan Labuhan Deli sebagai tujuan pariwisata. Mengingat pesisir Belawan berhadapan langsung dengan pesisir Malaysia, maka diharapkan turis asal Malaysia, yang sebelumnya sudah mendominasi jumlah wisatawan yang berkunjung ke Medan, akan semakin melonjak naik. Maka dari itu, untuk perencanaan pariwisata Labuhan Deli, sasaran utama wisatawan domestik adalah Aceh, dan sasaran wisatawan internasional adalah Malaysia.
Selain pemugaran aset-aset budaya pada Labuhan Deli, kegiatan-kegiatan publik turut direncanakan (gambar 3.11) untuk memperkenalkan adat dan budaya Melayu dan Tionghoa seperti Imlek dan Cap Go Meh, Hari Raya Lunar, Hari Raya Idhul Fitri dan Hari Raya Idul Adha. Kegiatan tersebut dapat dilaksanakan pada pekarangan vihara, pekarangan masjid, sepanjang kompleks ruko, maupun di titik-titik openspace yang direncanakan pada masterplan. Pusat jajanan dan kuliner pun ikut direncanakan di sepanjang area deretan kompleks ruko untuk mendukung kegiatan-kegiatan tersebut.
(23)
Gambar 3.11: Aktivitas Publik di Kawasan Kajian
Sumber: Urban Design Guideline Labuhan Heritage Town
Perencanaan kegiatan-kegiatan tersebut terinspirasi dari negara tetangga yaitu Singapura. Di negara tersebut, pada bulan Ramadhan selalu diadakan acara penyambutan Idul Fitri di Geylang. Di sepanjang jalan tersebut didekorasi oleh lampu-lampu warna-warni yang menarik, ditambah adanya bazaar kuliner yang menawarkan makanan khas Arab dan Melayu.
Kegiatan seperti yang dilakukan oleh Singapura memang sangat menarik, baik untuk wisatawan domestik maupun internasional, mengingat kawasan Asia
ACARA KEAGAMAAN,
KUNJUNGAN WISATA
ACARA KEAGAMAAN,
ZIARAH, KUNJUNGAN WISATA
(24)
sangat kontras namun berada dalam satu daerah. Hal serupa tentu juga dimiliki oleh Labuhan Deli. Maka dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan aset budaya jika dilakukan dengan serius dan komprehensif akan menjadikan magnet yang mendatangkan wisatawan. Dengan terpenuhinya aspek 3 (tiga) A yaitu Amenitas, Akses dan Atraksi, diharapkan Labuhan Deli turut berhasil menjadi salah satu pusat destinasi pariwisata Sumatera Utara, khususnya Kota Medan.
Adapun informasi dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, destinasi wisata favorit Sumatera Utara adalah Kota Medan, Danau Toba (Prapat), Pulau Samosir, dan Brastagi. Dengan menjadikan Labuhan Deli sebagai destinasi wisata Sumatera Utara, maka skenario yang untuk pengunjung Mancanegara maupun domestik dapat dilihat pada gambar 3.12.
Gambar 3.12: Skenario Destinasi Wisatawan Sumatera Utara
(25)
Mengacu pada gambar 3.12, wisatawan masuk melalui Bandara Kuala Namu/ Pelabuhan Belawan, kemudian terbagi menjadi tiga pilihan; dapat menggunakan jalur kereta api, tol maupun jalan raya untuk menuju dari satu destinasi ke destinasi lainnya. Pada skenario ini direncanakan pengunjung datang ke Labuhan Deli selama sehari semalam. Dengan berlalunya 1 (satu) malam, maka fasilitas penginapan tentu dibutuhkan untuk mendukung skenario kunjungan ke Labuhan Heritage Town.
Cakupan kawasan yang dirancang pada kesempatan ini meliputi area pesisir Sungai Deli, Kompleks Vihara, Kompleks Istana Deli, dan Deretan Ruko Cina (gambar 3.13). Maka dari itu, sesuai blockplan yang telah dirancang, pada kesempatan ini, fungsi-fungsi yang masuk dalam ruang lingkup perancangan adalah Hotel, Ruang Publik, Vihara, Area Parkir, dan Area Komersil. Dalam kesempatan ini, fungsi yang difokuskan adalah Hotel.
Pada tahap ini, perancang telah menggali informasi mengenai lokasi kawasan yang akan dirancang dalam berbagai aspek, sekaligus menentukan target pasar untuk keperluan hotel. Tahap selanjutnya adalah mententukan programming untuk hotel tersebut.
(26)
(27)
BAB IV
ASSIGNING DIRECTIONS
Programming merupakan besaran luas ruang yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan pengguna hotel berdasarkan Neufert (1990). Programming dilakukan setelah mengkaji jenis-jenis hotel yang sesuai dan mempelajari contoh-contoh dari kasus sejenis yang digunakan sebagai studi literatur. Programming dijadikan sebagai acuan/pedoman besaran luas ruang yang terdapat di hotel (assigning directions). Langkah pertama yang dilakukan dalam programming hotel ialah dengan menentukan jumlah pengunjung yang akan ditampung pada hotel, jumlah kamar, jumlah parkir kendaraan dan juga jumlah ruang-ruang/fasilitas yang terdapat di hotel (kolam renang, fitness, function hall, dll).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam buku “Medan Dalam Angka
2008”, jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke kota Medan antara
(28)
Tabel 4.1: Jumlah pelancong mancanegara yang datang ke Sumatera Utara dari 3 pintu masuk (Bandara Udara Polonia – Pelabuhan Laut Belawan – Pelabuhan Laut
Tanjung Balai Asahan)
Tahun Jumlah wisatawan mancanegara
2008 132.590
2007 123.924
2006 123.446
2005 124.445
Rata-rata 126.101
Sumber : BPS Propinsi Sumatera Utara, “Medan Dalam Angka 2009“
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa rata-rata kenaikan wisatawan yang berkunjung ke kota Medan adalah sekitar dua ribu tujuh ratus orang.
Dengan menerapkan metoda linear, berdasarkan kesimpulan kenaikan jumlah wisatawan yang bersifat linear setiap tahunnya, maka dengan menggunakan model matematika dari metoda linear ini diperoleh proyeksi jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke kota Medan untuk beberapa tahun mendatang. Adapun model matematika dari metoda linear ini antara lain (Tabel 4.2).
(29)
Pn = Po + na Dimana
Pn = jumlah wisatawan mancanegara pada tahun ke-n Po = jumlah wisatawan mancanegara pada tahun awal a = jumlah pertambahan tiap tahun
n = jumlah tahun proyeksi
Tabel 4.2: Proyeksi jumlah pelancong mancanegara yang berkunjung ke Medan
Tahun Jumlah wisatawan mancanegara
2009 135305
2010 138020
2011 140735
2012 143450
2013 146165
2014 148880
2015 151595
2016 154310
2017 157025
2018 159740
2019 162455
2020 165170
Sumber : BPS Propinsi Sumatera Utara, “Medan Dalam Angka 2009“
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik “Medan Dalam Angka 2009”,
(30)
Tabel 4.3: Rata – rata Lama Menginap Tamu ( Mancanegara + Nusantara ) Pada Hotel /Akomodasi Lainnya Menurut Tahun dan Kelas Hotel di Kota Medan tahun 2005 –
2008 (Hari )
Tahun 2008 2007 2006 2005 * 1.07 1.13 1.21 1.23
** 1.7 1.4 1.4 0.92
*** 1.56 1.37 1.37 1.7 **** 1.96 1.88 1.88 1.59 ***** 1.72 1.25 1.23 2.23
Sumber: BPS Propinsi Sumatera Utara, “Medan Dalam Angka 2009“
Jadi, untuk wisatawan mancanegara yang menginap di hotel, pertahun pada tahun 2020, dengan perhitungan 17.38 % x 165.170, yaitu 28.706,54 orang/tahun.
Dengan mengambil asumsi bahwa hotel ini dapat mengakomodasi 30% dari jumlah wisatawan mancanegara dan domestik yang datang ke kota Medan dan menginap di hotel. Jumlah wisatawan mancanegara yang menginap di hotel butik Labuhan Deli; 28.706,54 x 30 % yaitu 8.611,962 orang/tahun, dan jumlah wisatawan domestik yang menginap di hotel butik Labuhan Deli:
(31)
Jadi, total wisatawan mancanegara dan domestik yang berkunjung ke hotel butik Labuhan Deli pada tahun 2020 adalah 49.550 orang per tahun, dan 136 orang per hari.
Maka total wisatawan mancanegara maupun domestik yang berkunjung ke hotel butik Labuhan Deli pada tahun 2020 diasumsikan sebanyak 136 orang. Dengan memperkirakan satu kamar tamu hotel akan digunakan oleh 2 orang, maka jumlah kebutuhan kamar hotel adalah sebanyak 136/2 = 68 kamar.
Mengingat sifat hotel butik resort yang memerlukan adanya cottage, maka beberapa unit cottage pun dibuat pada kawasan perancangan. Adapun jumlah kamar hotel dapat dilihat pada tabel 4.4 (informasi lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 1).
Berdasarkan hasil studi literatur mengenai definisi hotel, klasifikasi hotel, dan persyaratan hotel, studibanding hotel sejenis, studi literatur program ruang hotel, dan keterlibatannya dengan peraturan sesuai RTRW kota Medan, maka dapat disimpulkan jenis hotel yang dapat dibangun pada kasus proyek ini adalah Hotel Butik Resor (Riverside Boutique Resort).
Berdasarkan studi literatur, hotel butik, meskipun belum ada persyaratan yang telah disepakati secara umum, tetap memiliki karaktersitik. Hotel butik biasanya tidak lebih dari 110 kamar, memiliki daya tarik tersendiri dari desain eksterior dan interiornya yang indah, bersifat kontekstual sesuai dengan arsitektur khas di daerah sekitarnya, bentuk massa tidak massif (tidak besar), dan menjadi
(32)
Hotel resort memiliki definisi sendiri yang berbeda dengan hotel butik, namun jika digabungkan menjadi hotel butik dan resort, hasilnya adalah hotel butik dengan banyak bungalow atau cottage, fasilitas selayaknya hotel butik dan jumlah kamar sesuai karakteristik hotel butik. Boutique Resort pada umumnya menciptakan view buatan sendiri di dalam kawasannya sebagai nilai tambah, seperti taman yang luas, kolam renang yang luas dan vegetasi yang indah.
Kebanyakan hotel riverfront berorientasi pada sungai itu sendiri, dan kebanyakan untuk hotel butik yang terletak di pinggir sungai, bangunan hotel tidaklah besar, dimana terdapat satu koridor dan peletakan kamar-kamar hanya pada satu sisi bangunan yang menghadap sungai, dimana setiap kamar memiliki balkon.
Sesuai dengan RTRW Kota Medan, kawasan Labuhan Deli akan dikembangkan menjadi pusat pariwisata yang bersifat TOD (transit oriented development) dimana pariwisata tersebut bersifat pariwisata bangunan bersejarah, sekaligus menjadi kawasan komersil dan bisnis dimana diharapkan nantinya akan menaikkan nilai ekonomi kawasan tersebut dan menjadi daya tarik wisatawan local dan mancanegara. Kawasan ini penting dikembangkan karena terletak di dekat sungai deli, dan diapit dua kawasan sibuk di kota Medan, yaitu Medan Belawan dan Medan Kota. Untuk mendukung kawasan ini menjadi kawasan pariwisata dan bisnis Transit-oriented-development, maka Hotel tentu saja sangat dibutuhkan dalam proyek ini.
(33)
Pemerintah kota Medan telah menerapkan beberapa persyaratan untuk pembangunan kawasan ini. Untuk pembangunan hotel, diizinkan, dengan status diizinkan dan bersyarat. Syarat tersebut adalah maksimal dibangun 4 (empat) lantai.
Pada kawasan yang luas ini, terdapat banyak sekali bangunan-bangunan bersejarah yang patut dipertimbangkan dalam merancang suatu kawasan dan bangunan di dalamnya. Bangunan-bangunan tersebut adalah Masjid Osmani, Vihara, pemakaman melayu, Tanah yang dulunya merupakan istana Kerajaan Melayu, area pertokoan bangunan lama, bekas rumah Tjong A Fie, dan stasiun barang.
Aspek lain yang terdapat di kawasan ini tentu saja adalah sungai Deli yang terletak berdekatan dengan jalan protokol, Jalan Yos Sudarso. Jalan Yos Sudarso ini sangat panjang, menghubungkan kawasan Labuhan Deli dengan pusat kota Medan.
Dar data-data diatas, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Kota Medan menetapkan maksimal ketinggian bangunan adalah 4 lantai, hal ini cocok dengan kriteria hotel butik yang biasanya tidak massif dan jumlah kamar yang tidak lebih dari 110 kamar. Kemudian, kondisi maksimal bangunan empat lantai cocok dengan kondisi eksisting tanah yang luas, sehingga bangunan dapat dibuat berorientasi horizontal dan cocok untuk dibangun bungalow atau cottage. Hotel dapat dibangun menyerupai hotel resort, namun tetap merupakan hotel butik
(34)
kamar pada hotel resort. Kondisi eksisting terdapat banyak sekali bangunan bersejarah yang memiliki nilai arsitektur yang patut dihormati, hal ini cocok dengan kriteria hotel butik yang biasanya bersifat kontekstual, menghormati bangunan di sekitarnya. Kondisi site yang terletak tepat di pinggir sungai cocok untuk dibangun hotel berorientasi riverfront. Dengan banyaknya bangunan bersifat heritage, banyak sekali aspek-aspek arsitektural yang dapat diambil dan dikembangkan menjadi hotel butik, dan cocok untuk menjadi daya tarik pariwisata heritage.
Dari hasil studi literatur dan kesimpulannya, terdapat beberapa kebutuhan ruang sesuai kriteria hotel butik yang akan dijelaskan dalam tabel 4.4.
(35)
Tabel 4.4 Tipe Kamar Hotel dan Luasannya
Ruangan Jenis Jumlah Luas (m2)
Kamar Hotel tipe
Standard Private, komersil 35 1050 m2
Kamar Hotel tipe
Standard plus Private, komersil 7 210 m2
Cottage tipe
Standard plus Private, komersil 16 576 m2
Cottage tipe
Deluxe Private, komersil 6 306 m2
Cottage tipe Suite Private, komersil 4 249 m2
Presidential Suite Private, komersil 1 80 m2
Total Jumlah Kamar 68 kamar -
TOTAL HUNIAN HOTEL 1260 m2
TOTAL HUNIAN COTTAGE 1131 m2
TOTAL KESELURUHAN HUNIAN 2391 m2
Pertimbangan jumlah kamar, selain berdasarkan data dari BPS Sumatera Utara, juga didasari oleh jenis hotel yang dipilih dan kondisi luas lahan yang tersedia. Jenis hotel, yaitu hotel Butik, memiliki karakteristik paling umum yaitu jumlah kamar yang tidak lebih dari 100. Jika pada lahan dibuat hanya sekedar
(36)
literatur, jenis hotel yang diusulkan tidak hanya hotel Butik saja, namun digabung dengan hotel resort. Meskipun bukan hotel resort, namun Hotel butik resort tetaplah ada, yaitu Hotel butik dimana tetap terdapat satu bangunan hotel yang bertingkat namun dilengkapi dengan beberapa bungalow atau cottage. Perancangan tapak juga dibuat sedemikian rupa agar menjadi pemandangan bagi kamar-kamar baik hotel maupun cottage, terutama kondisi tapak yang berada di pinggir sungai membuat bangunan sebaiknya berorientasi pada sungai.
Hal ini lah yang menjadikan pertimbangan lain dalam menentukan jumlah kamar. Dengan adanya cottage tentu luas untuk bangunan bertingkat dikurangi karena cottage biasanya maksimal dua tingkat, dan tidak bertingkat untuk tipe deluxe. Dikurangi dengan luas lahan yang akan digunakan untuk kawasan outdoor seperti area barbekyu, kolam renang, pepohonan, taman, kebun, jalan setapak dan dermaga, maka luas lahan yang dapat dipakau untuk area komersil yaitu kamar, restoran dan cottage tentu akan semakin sedikit. Namun hal ini berbanding lurus dengan karakteristik hotel butik yang tidak lebih dari 100 kamar, maka dari itu, setiap kamar atau cottage harus dirancang dengan baik, khas hotel butik agar harga jual yang tinggi sepadan dengan apa yang didapat tamu hotel.
Maka dari itu, sisa luas lahan yang tersedia untuk kamar hotel cukup untuk satu bangunan bertingkat empat yang diisi keperluan managerial, keperluan servis, keperluan ruang serbaguna dan kamar tipe standard, satu bangunan bertingkat yang berisi kamar-kamar tipe standard, 3 (tiga) cottage tidak bertingkat tipe deluxe, 4 (empat) cottage tidak bertingkat tipe suite, 1 (satu) bangunan untuk kamar tipe presidential, dan 4 bangunan cottage bertingkat dua yang terdiri dari 2
(37)
kamar bersebelahan tiap lantai untuk kamar tipe standard. Untuk informasi lebih lengkap mengenai kebutuhan ruang yang lain beserta luasannya dapat dilihat pada lampiran 1 & 2.
Sedangkan untuk keperluan area komersil yaitu ruko, pada dasarnya tetap mengikuti bangunan sebelumnya, karena pemgembangan pada kawasan ini adalah pemugaran. Yang perlu ditata ulang pada kawasan area komersil adalah akses kendaraan dan akses pejalan kaki, serta pembagian zoning untuk keperluan komersil, seperti pemisahan zoning untuk kuliner dan zoning untuk berbelanja.
Setelah menjabarkan programming ruang sesuai dengan kebutuhan maka selanjutnya adalah menentukan pendekatan arsitektur seperti apa yang digunakan sebagai acuan dalam membuat konsep perancangan.
(38)
(39)
Namun sayang sekali saat ini sedikit sekali orang yang tahu, bahkan masyarakat kota Medan sendiri banyak tidak tahu bahwa dulunya Tjong A Fie berkiprah di kawasan ini, sebelum di kawasan Kesawan, Medan. Maka dari itu, cerita-cerita lama ini perlu dibangkitkan dan diingatkan kembali, sama halnya dengan cerita-cerita perkembangan Masyarakat Melayu dan perkembangan Islam di Medan yang dulunya dimulai dari kawasan ini, dengan cara melalukan revitalisasi (pelestarian) pada kawasan ini.
Budaya Peranakan, secara umum merupakan hasil asimilasi antara budaya asli Tiongkok dan Budaya setempat di semenanjung Malaya (selat Malaka) yang kebanyakan didominasi oleh budaya Melayu, termasuk Thailand, Malaysia, Indonesia dan Singapura.
Masyarakat peranakan ini dulunya memang berasal dari tanah Oriental yaitu China dan sekitarnya, yang kemudian hijrah ke kawasan pesisir selat Malaka, berbaur dan beradaptasi dengan masyarakat dan budaya setempat yang kebanyakan hidup dengan budaya Melayu. Maka dari itu, masyarakat pernakanan ini sendiri tersebar dari mulai Pesisir Barat Daya Thailand, Pesisir Barat Malaysia, Singapura dan Pesisir Timur pulau Sumatera, Indonesia. Masyarakat China dulunya datang ke Malaysia dalam pemerintahan Inggris (British-colonial) untuk berdagang dan menjadi buruh. Karena aktifitas dagang yang tinggi, maka tidak menutup kesempatan bagi mereka untuk berkiprah di Nusantara yang pada masa itu sedang dalam masa penjajahan Belanda (Dutch-colonial).
(40)
(41)
(42)
Kebanyakan bangunan khas Peranakan di masanya, memiliki sebuah courtyard (gambar 5.6) di dalam setiap bangunan, dimana kebanyakan courtyard ini digabungkan dengan taman atau kebun. Courtyard biasanya hadir di bangunan dengan luas kavling yang luas, namun pada kavling yang lebih sempit, kebanyakan courtyard diganti dalam bentuk teras-teras di depan atau belakang bangunan.
Gambar 5.6: Konsep Courtyard Pada Rumah Etnis Tiongkok
Sumber: www.astudioarchitect.com
Tidak dapat dipungkiri bahwa semua orang dapat mengetahui karakteristik khas Tiongkok pada bangunan, jika dilihat dari bentuk atapnya yang khas. Namun dari sekian banyaknya bentuk atap khas Oriental, bentuk atap yang paling sering
(43)
digunakan pada bangunan hunian khas budaya Peranakan adalah bentuk atap yang pelana yang melengkung keatas yang disebut Ngang Shan. Bentuk atap khas oriental yang benar-benar murni kebanyakan hanya dipakai pada bangunan religius seperti vihara. Hal ini dilakukan untuk menghormati keberadaan vihara yang pada saat itu sedikit sekali jumlahnya, agar karakteristik rumah tinggal atau bangunan komersil tidak memiliki karakteristik yang benar-benar serupa dengan Vihara.
Banyaknya masyarakat peranakan yang pandai dalam pertukangan kayu, membuat begitu banyak ornamen-ornamen struktur kayu yang diekspos, biasanya pada atap. Contoh yang paling sering adalah struktur-struktur kayu pada atap yang diperlihatkan. Elemen lain tentunya adalah bentuk jendela dan pintu yang khas (gambar 5.7), yang ditemukan hampir di semua bangunan khas peranakan. Bentuk jendela tersebut adalah persegi, dilengkapi bingkai yang biasanya dilengkapi ornamen atau ukiran, beserta daun jendela yang memiliki kisi-kisi yang berbentuk garis-garis horizontal (gambar 5.8). Jendela ini juga biasanya dilengkapi dengan ventilasi berbentuk arch atau lengkung setengah lingkaran. Jika dilihat secara seksama, bentuk jendela seperti ini mirip sekali dengan bentuk jendela khas peninggalan masa kolonial Belanda di Indonesia, namun ditambahkan dengan daun-daun jendela, yang merupakan ciri khas arsitektur budaya Melayu.
(44)
(45)
(46)
Dilihat dari cukup banyaknya ciri khas budaya Peranakan di segi arsitektur, maka dari itu, tema arsitektur yang diterapkan adalah Eklektik, dimana pada kasus ini unsur tradisional Peranakan dikombinasikan dengan unsur-unsur modern kontemporer agar tetap terlihat segar dan unik. Konsep eklektik ini juga diterapkan untuk mengurangi banyaknya penggunaan material kayu, terutama pada atap bangunan. Konsep tema kontekstual tentu akan diterapkan
mengingat prinsip „menghormati‟ bangunan peninggalan budaya Peranakan, dalam rangka membangkitkan kembali nilai-nilai dari budaya tersebut. Dalam
konteks ini, „menghormati‟ diwujudkan dalam bentuk penghormatan terhadap
bangunan-bangunan yang sudah ada di sekitar site. Oleh karena itu dapat disimpulkan menjadi Arsitektur Eklektisme Kontekstual.
Arsitektur adalah ruang tempat hidup manusia, yang lebih dari sekedar fisik, tapi juga menyangkut pranata-pranata budaya dasar. Pranata ini meliputi: tata atur kehidupan sosial dan budaya masyarkat, yang diwadahi dan sekaligus mempengaruhi arsitektur itu sendiri (Amus Rappoport, 1981)
Sedangkan menurut JB. Mangunwijaya (1992) : Arsitektur berperan sebagai vastuvidya (wastuwidya) yang berarti ilmu bangunan. Dalam pengertian wastu terhitung pula tata bumi, tata gedung, tata lalu lintas (dhara, harsya, yana), dan menurut Francis D.K. Ching (1979), Arsitektur membentuk suatu tautan yang mempersatukan ruang, bentuk, teknik dan fungsi.
Dari beberapa pendapat tersebut, saya dapat menyimpulkan bahwa ilmu arsitektur tidaklah sekedar diartikan ilmu merancang bangunan, namun banyak aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam merancang. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa ilmu arsitektur adalah ilmu yang merancang ruang bagi
(47)
kelangsungan hidup, karena aspek-aspek manusia dan lingkungan harus diperhatikan dalam merancang secara arsitektural. Ruang-ruang tersebut juga terbagi-bagi, yaitu ruang dalam dan ruang luar, dimana masing-masing dari ruang tersebut terbagi-bagi lagi jenisnya.
Menurut Bill Raun (1985), kontekstual menekankan bahwa sebuah bangunan harus mempunyai kaitan dengan lingkungan (bangunan yang berada di sekitarnya). Keterkaitan tersebut dapat dibentuk melalui proses menghidupkan kembali nafas spesifik yang ada dalam lingkungan (bangunan lama) ke dalam bangunan yang baru sesudahnya. Dalam pemikiran kontekstual, kehadiran bentuk bangunan bukan secara spontan, tetapi berdasarkan bentuk yang telah diakui oleh masyarakat sekelilingnya. Prinsip ini mencakup pengertian bahwa kehadiran suatu bentuk merupakan pengembangan atau variasi dari suatu kondisi yang telah mapan sebelumnya.
Berdasarkan pemikiran Stuart E Cohen (1989), Dalam pemikiran kontekstual, menganggap bahwa salah satu metode untuk mengetahui keberadaan suatu bentuk dan bahasa arsitektur adalah berdasarkan pengakuan secara resmi oleh masyarakat di sekitarnya. Hal ini berarti bentuk fisik yang telah mapan adalah bentuk yang diakui dan terbiasa oleh pengamat sekitarnya. Pemikiran secara kontekstual mempunyai prinsip bahwa bangunan yang muncul di kemudian waktu, untuk mendapatkan pengakuan keberadaannya seharusnya merupakan tambahan yang terkait (depent addition) dari lingkungan sekitarnya.
(48)
Dan menurut Brian C. Brolin (1990), Seorang arsitek atau perencana bangunan dianjurkan untuk memperhatikan dan menghormati lingkungan fisik sekitarnya secara kontekstual, mengutamakan kesinambungan visual antara bangunan baru dengan bangunan, landmark dan gaya setempat yang keberadaannya telah diakui sebelumnya.
Maka dari itu secara umum dapat dikatakan tujuan dari perancangan secara kontekstual adalah untuk menghadirkan bangunan yang memperhatikan kondisi sekelilingnya sehingga keberadaannya serasi dan menyatu, dan dengan demikian potensi dalam lingkungan tersebut tidak diabaikan. Kemudian untuk membentuk satu kesatuan citra oleh pengamat dalam suatu kawasan dan lingkungan, yang terbentuk dari suatu komposisi bangunan dengan periode keberadaan yang berlainan. Kesatuan citra oleh pengamat, terbentuk karena komposisi fisik yang dilihatnya mempunyai kesinambungan, meskipun keberadaannya tidak secara bersamaan.
Langgam Eklektik adalah hasil karya arsitektur yang mempergunakan metode merancang secara eklektik. Eklektisme adalah sebuah pergerakan arsitektur dengan metode menggabungkan (kombinasi) berbagai aspek, ide, teori maupun yang ditujukan untuk membuat arsitektur terbaik dengan kombinasi yang ada. Pergerakan ini diawali dari filsafat yang dikaitkan dengan penggabungan berbagai perspektif pondasi filsafat untuk membentuk filsafat baru yang lebih baik. Metodenya kemudian diterapkan dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan yang lain, diantaranya kedalam arsitektur.
Penyebaran eklektisisme merambah berbagai bidang dapat diakui sebagai metode baru dalam seni. Arsitektur sebagai cabang seni yang berkaitan erat
(49)
dengan teknik juga mendapatkan pengaruh dari penyebaran metode eklektisisme ini, meskipun dikritik sebagai metode yang tidak konsisten, disebabkan oleh pergeseran pandangan dalam menentukan berbagai elemen arsitektur yang sebelumnya sangat kuat. Disadari atau tidak apakah arsitektur jenis ini merupakan sebuah metode atau bukan sebenarnya adalah sesuatu yang berjalan dengan sendirinya berkaitan dengan akulturasi berbagai arsitektur yang membentuk tradisi berarsitektur di dalam kebudayaan masyarakat dimana saja. Sebagai sebuah
metode yang sering kali dianggap “murahan” karena seakan-akan tidak memiliki dasar-dasar yang kuat untuk membuat sebuah obyek yang memiliki karakter
arsitektur tertentu. “Arsitektur eklektik” menjadi sebuah jawaban apabila diberi
pertanyaan tentang mengapa menggunakan arsitektur semacam itu, yang sebenarnya merupakan sebuah jawaban untuk membenarkan jenis arsitektur tersebut.
Sebenarnya adalah suatu yang memungkinkan untuk menggunakan metode eklektik sebagai metode masyarakat yang lebih berwawasan tradisional yaitu apabila perancangan menerapkan arsitektur eklektik dengan menggabungkan unsur-unsur yang tidak jauh dari unsur tradisional arsitektur yang sudah ada. Arsitektur jenis ini dapat lebih diterima dalam konteks pelestarian tradisi. Eklektisme yang berasal dari budaya lokal dapat menjadi bentuk baru dari tradisi yang lebih kontemporer dengan cara menggabungkan berbagai unsur arsitektur tradisional dengan unsur arsitektur baru, yang dapat membawa arsitektur tradisional ke tingkat yang lebih tinggi yang dapat diterima di dunia modern.
(50)
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, tema yang diambil adalah gabungan dari tema kontekstual dan langgam eklektik, dimana masih memasukkan aspek-aspek arsitektur yang sustainable dan symbiosis.
Kembali kepada judul besar diatas yaitu „The Reborn of Oriental Stories‟,
maka dapat dikatakan bahwa salah satu kunci dalam pengembangan konsep disini adalah gaya oriental. Oriental yang dimaksudkan adalah gaya arsitektur khas China yang ada di Indonesia. Meskipun berasal dari China, namun tetap ada perbedaan antara bangunan dengan gaya oriental di China dengan yang ada di Indonesia.
Jika melihat konteks Labuhan Deli, kawasan ini memang tepat dijadikan area pariwisata terpadu yang melestarikan bangunan-bangunan tua sebagai salah satu daya tarik. Selain pengaruh budaya Melayu, pengaruh Budaya China juga tidak lepas dari sejarah perkembangan kawasan ini, dimana kawasan ini merupakan saksi perkembangan keseluruhan Kota Medan.
Saat ini pembangunan di Medan cenderung tidak beraturan dan salah arah, dimana banyak sekali bangunan-bangunan baru yang dirancang individualis dan terkesan tidak ramah dengan apa yang ada di sekitarnya, yaitu lingkungan, perilaku masyarakat dan sejarah yang ada. Maka dari itu, pengembangan tema eklektik diterapkan agar eksistensi gaya lawas ini tidak merosot jatuh. Penerapan tema ini juga dilaksanakan demi menjaga tradisi dan modernitas. Tradisi dan modernitas merupakan dua sisi mata uang, dimana keduanya menentukan nilai perubahan dalam suatu masyarakat (Wiranto, 1999)
(51)
Pada masterplan yang telah dirancang sebelumnya, konsepnya adalah merevitalisasi kawasan Labuhan Deli, dimana kawasan yang diambil untuk
masterplan adalah kawasan paling „prominent‟ dengan banyak bangunan
-bangunan bersejarah seperti masjid, vihara, stasiun, kompleks pertokoan tionghoa, dan area riverfront sungai deli.
Pada kesempatan ini, area yang saya ambil adalah area Boutique Riverfront Resort, kawasan museum replica Istana Deli, Vihara Tri Dharma, dan kompleks pertokoan lama yang direncanakan menjadi area komersil dengan konsep „chinatown‟.
Secara keseluruhan, gambaran yang dapat diambil untuk tema eklektik kontekstual ini adalah, pengulangan bentuk-bentuk yang sudah ada pada bangunan baru, dipadukan dengan bentuk-bentuk modern kontemporer pada eksterior dan interior.
Pada gambar 5.13 terlihat perancangan ground plan pada kawasan hotel, sedangkan pada gambar 5.14 menjelaskan layout utama dalam perancangan denah kawasan hotel, yaitu konsep courtyard yang merupakan konsep utama dalam hunian khas oriental maupun indo-riental.
Kawasan berwarna merah merupakan area hunian, sedangkan bagian
berwarna biru merupakan „courtyard‟ itu sendiri yang difungsikan sebagai area sirkulasi dan area terbuka. Jika dilihat lebih dekat, penerapan konsep ini juga dilakukan pada tiap-tiap bangunan cottage (gambar 5.15).
(52)
Gambar 5.13 Denah Groundplan Kawasan Hotel
(53)
Gambar 5.15 Penerapan Konsep Courtyard Pada Tiap Cottage
Salah satu ciri khas Peranakan adalah bangunan-bangunan yang rapat dan berdempetan. Cottage, bagaimanapun harus memiliki jarak antara bangunan. Cara untuk menyiasati jarak antara cottage ini adalah dengan membuat selasar yang menghubungkan tiap cottage, sehingga menciptakan tampilan yang menyatu antara satu sama lain dari luar, dan sekaligus menciptakan area „courtyard‟ yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya (gambar 5.16). Selasar ini juga berfungsi sebagai sarana sirkulasi pengguna yang aman dari hujan.
(54)
(55)
Campuran warna merah, warna-warna natural dan unsur kayu tetap diimplementasikan pada hampir keseluruhan fasad, baik hotel, restoran maupun
cottage, terutama bagian fasad yang menghadap ke „courtyard‟.
Untuk bagian Cottage yang menghadap jalan, pewarnaan memiliki tema yang berbeda, yaitu warna-warna lembut yang warna-warni, terdiri dari hijau, merah muda, biru, dan oranye, diimplementasikan untuk memberi kesan yang unik, ceria, dan segar pada bagian cottage yang susunannya rapat dan memanjang, sepanjang jalan. Pewarnaan semacam ini terinspirasi oleh banyaknya bangunan-bangunan rapat di kawasan Melaka yang diberi warna beragam yang menciptakan kesan indah dan unik. Pewarnaan semacam ini juga diharapkan dapat menjadi daya tarik bagi pengunjung untuk berjalan kaki di sepanjang sisi cottage.
Konsep lain yang diberi judul „The Deli Replica’ yang diterapkan adalah bentuk kontekstual terhadap sungai Deli yang begitu bersejarah. Konsep ini direalisasikan dengan merancang kolam renang yang dibuat sejajar dengan sungai Deli, dan menghubungkan tiap cottage, layaknya sungai dengan rumah-rumah di pinggirnya. Kolam renang ini mengadopsi sistem filtrasi air “Desjoyaux Filtration
System” dimana mesin filtrasi air dibuat di pinggiran kolam renang, sehingga
tidak membutuhkan ruang mesin di bawah kolam renang tersebut. Pada gambar 5.18 diperlihatkan suasana sungai yang berada di area courtyard kawasan hotel.
(56)
(57)
(58)
(59)
melalui resepsionis, terdapat area terbuka yang diisi restoran indoor maupun outdoor dan kolam renang.
Selain menuju ke area terbuka, setelah melalui area lobby dan resepsionis, terdapat kamar-kamar hotel tipe standard plus. Tipe standard plus ini memiliki denah yang tipikal sama dengan tipe kamar standard, namun karena letaknya yang tepat bersebelahan dengan kolam renang, membuatnya menjadi lebih istimewa dibanding kamar tipe standard.
Terdapat 2 (dua) tipe kamar pada hotel yaitu standard dan standard plus, dan terdapat 4 (empat) tipe cottage yaitu standard plus, deluxe, suite dan presidential suite.
Terdapat pada ujung lorong kamar di lantai 1, dan terletak di tengah-tengah keseluruhan ground plan, disediakan sebuah private lobby yang menghubungkan area gedung hotel dengan area cottage, juga sebagai akses keluar masuk pengunjung hotel dari dalam atau luar area hotel tanpa harus berjalan jauh ke pintu masuk utama. Namun pintu lobby ini hanya dapat dilalui bagi mereka yang memiliki kunci kamar untuk menjaga privasi dan keamanan tamu hotel. Di area ini juga terdapat tangga menuju lantai 2 hotel dan cottage yang terhubung dengan selasar.
Setelah melalui area secondary lobby, maka terdapat area cottage (gambar 5.22) bertingkat dua yang dihubungkan dengan selasar. Tiap-tiap cottage bertingkat dua namun dengan kepemilikan yang berbeda. Maka dari itu, pintu
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
Pada area outdoor restoran, pengunjung dapat sekaligus menikmati susana sungai karena letaknya yang persis di sebelah area riverside, namun lebih tinggi sehingga pandangan tidak terhalang.
Pada lantai dua restoran (gambar 5.31). Terdapat ruang serbaguna yang dapat difungsikan sebagai function hall berkapasitas 50 orang, dimana selagi tidak difungsikan sebagai function hall, dijadikan area makan indoor.
Gambar 5.31 Denah Lantai 2 Restoran
Untuk perancangan tampak bangunan, tema yang diimplementasikan adalah tema arsitektur Peranakan yang telah dipaparkan sebelumnya. Pada tampak bangunan, yang didominasi adalah warna-warna yang khas, dikarenakan pewarnaan dalam bangunan bergaya peranakan memiliki makna yang kuat. Selain itu, pada cottage dan restoran, menggunakan atap yang melengkung untuk memperkuat rasa asimilasi dari gaya peranakan.
(68)
(69)
(70)
(71)
BAB VI
THE STREAMING SHORE
Setelah selesai melakukan perancangan, diadakan pengujian terhadap hasil rancangan tersebut. Ada beberapa masukan demi terciptanya hasil yang lebih baik. Masukan dari para penguji tidak hanya pada gambar rancangan, namun juga pada konteks tulisan dalam perancangan.
Masukan pada konteks tulisan, diawali dengan perubahan judul yang
sebelumnya “The Reborn Of Oriental Stories” menjadi “The Reborn of Indo
-Oriental Stories” karena pada konteks ini, kultur oriental berbeda dengan kultur
indo-oriental yang telah berasimilasi dengan kultur semenanjung Malaya. Selain perubahan pada judul, pada pemaparan tema juga disarankan untuk lebih banyak menjelaskan bagaimana proses terbentuknya asimilasi antara kedua budaya tersebut dan seperti apa contoh-contohnya.
Sedangkan pada rancangan, masukan yang diberikan oleh penguji adalah pemindahan lokasi parkir untuk hotel yang sebelumnya terletak di belakang vihara (gambar 6.1), dipindahkan ke lokasi di belakang museum replika Istana Deli (gambar 6.2). Hal ini dilakukan mengingat tema yang lekat dengan unsur oriental, sebaiknya vihara diperlihatkan dengan jelas dan ditambahkan akses pejalan kaki, bukan ditutupi oleh lahan parkir.
(72)
(73)
Karena lahan parkir yang dipindahkan, maka kawasan bekas lahan parkir yang berada di belakang vihara dijadikan area terbuka yang terhubung dan berhadapan dengan kawasan pintu masuk area hotel dan restoran. Hal ini menjadikan seolah-olah vihara masih berada dalam satu lingkup kawasan hotel.
Utilitas bangunan adalah kelengkapan dari suatu bangunan gedung, agar bangunan gedung tersebut dapat berfungsi secara optimal. Disamping itu penghuninya akan merasa nyaman, aman, dan sehat, layaknya sumber air yang sehat, adalah sumber air yang dapat mengalir dan dapat diambil dari tepian (the streaming shore). Sistem utilitas bangunan sendiri terbagi menjadi beberapa lingkup, seperti sistem elektrikal, sistem plumbing, sitem persampahan, sistem pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran, Sistem pengkondisian udara, sistem transportasi vertikal dan sistem telekomunikasi.
Salah satu utilitas bangunan ialah sistem elektrikal. Rencana elektrikal/listrik merupakan penjelasan bagaimana pendistribusian listrik (gambar 6.3) yang berasal dari PLN ke ruang-ruang di dalam suatu bangunan. Pada umumnya, aliran listrik diawali dari PLN (sebagai sumber utama) lalu didistribusikan ke Mini Circuit Breaker (MCB). Pada MCB, aliran listrik dibagi menjadi dua bagian yaitu aliran listrik langsung dan aliran listrik yang akan disalurkan ke generator. Lalu dari MCB disalurkan ke panel utama yang nantinya akan menyalurkan ke dalam ruang masing-masing.
(74)
Gambar 6.3 Skema Pendistribusian Listrik Pada Hotel
Sistem plumbing merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan suatu gedung. Oleh sebab itu, perencanaan dan perancangan sistem plumbing harus dilakukan bersamaan dan sesuai dengan tahapan-tahapan perencanaan dan perancangan gedung itu sendiri, dengan memperhatikan secara seksama hubungannya dengan bagian-bagian konstruksi gedung serta peralatan lainnya yang ada di dalam gedung tersebut (seperti pendingin udara, peralatan listrik, dan lain-lain). Secara umum, pendistribusian/sistem sanitasi suatu bangunan dapat dilihat pada gambar 6.4.
Sistem sanitasi pada bangunan (warna biru = air bersih dan warna merah = air panas). Pengaliran air yang akan masuk kedalam bangunan menggunakan pompa. Sumber air berasal dari PDAM dan GWT (Ground Water Tank) yang ada di semi basement. Air yang telah ditampung dalam tangki bawah dipompakan ke
(75)
dalam suatu bejana (tangki) tertutup, sehingga air yang ada di dalam tangki tertutup tersebut dalam keadaan terkompresi. Air dan tangki tertutup tersebut dialirkan ke dalam sistem distribusi bangunan. Pompa bekerja secara otomatis yang diatur oleh suatu detektor tekanan, yang menutup/membuka saklar motor listlik penggerak pompa. Pompa berhenti bekerja kalau tekanan dalam tangki telah mencapai suatu batas maksimum yang ditetapkan, dan bekerja kembali setelah tekanan dalam tangki mencapai suatu batas minimum yang ditetapkan yaitu 1,50 kg/cm2. Antar tiap kamar hotel terdapat satu shaft (gambar 6.5)
(76)
Gambar 6.5 Aksonometri Sistem Distribusi Air Bersih Pada Hotel dan Cottage
Untuk distribusi air panas, sistem dan alur distribusi sama dengan distribusi air bersih, karena setiap keran air bersih dilengkapi air panas untuk keperluan aktifitas pengguna hotel. Namun, water heater tidak terpusat, melainkan terletak pada tiap kamar hotel dan pada salah satu bagian bangunan hotel.
Sedangkan untuk sistem saluran limbah cair dan limbah padat, tetap menggunakan jalur saluran yang sama dengan sistem air bersih. Untuk kasus ini, digunakan satu septic tank kecil pada restoran dan satu septic tank berukuran lebih
(77)
besar untuk hotel dan cottage. Limbah cair berupa air kotor langsung dialirkan ke riol kota, sedangkan limbah padat dialirkan ke septic tank (gambar 6.6)
Gambar 6.6 Aksonometri Sistem Distribusi Limbah pada Hotel dan Cottage
Untuk bangunan dengan ketinggian kurang dari 8 lantai (≤25 meter), tangga sirkulasi dapat dipergunakan sebagai tangga kebakaran, sedangkan bangunan di atas delapan lantai (>25meter) perlu dilengkapi dengan tangga kebakaran dan persyaratan evakuasi darurat lainnya (Juwana, 2005). Mengingat hotel hanya terdiri dari 4 lantai dan semi basement maka tidak diperlukan tangga kebakaran. Tangga sirkulasi terletak pada ujung bangunan Hotel (gambar 6.7).
(78)
Gambar 6.7 Aksonometri Sistem Transportasi Vertikal Pada Hotel dan Cottage
Pada sistem transportasi vertikal, termasuk di dalamnya adalah transportasi melalui tangga sirkulasi, dan transportasi melalui sistem elevator (garis merah). Tangga sirkulasi yang sekaligus berfungsi sebagai tangga darurat untuk zona cottage terletak pada area private lobby.
Untuk sistem keamanan bencana kebakaran (gambar 6.8 dan 6.9), terdapat sistem perencanaan alarm kebakaran dan sistem perencanaan peletakan sprinkler. Meskipun memiliki tujuan yang sama, yang menjadi pembeda adalah; sistem alarm kebakaran terhubung dengan sistem elektrikal bangunan, sedangkan sistem
(79)
sprinkler berhubungan dengan sistem distribusi air bersih, yang pada akhirnya dikolaborasikan dengan sistem elektrikal bangunan yang membuat kedua sistem ini bekerja bersamaan.
Pada peletakan kelengkapan fire alarm yaitu smoke dtector dan heat detector, tersebar di seluruh bangunan hotel kecuali pada kamar hotel dan cottage. Mesin kontrol alarm kebakaran dan hydrant diletakkan pada luar hotel, lobby hotel dan private lobby sedangkan sprinkler diletakkan pada seluruh ruangan pada bangunan.
(80)
Gambar 6.9 Peletakan Heat Detector dan Smoke Detector pada Bangunan
Struktur bangunan menggunakan rigid frame atau rangka kaku baja WF yang dibalut dengan beton untuk menghemat ruang dan menimalisir ketinggian akibat balok yang tinggi (gambar 6.10). Balok induk WF 500 dan balok anak WF 300. Sistem struktur rigid frame digunakan karena ukuran bangunan yang tidak terlalu besar dan lebar, hanya empat tingkat sehingga tidak membutuhkan core untuk menopang struktur bangunan. Sistem organisasi ruang dengan peletakan dinding yang identik dari lantai dasar sampai lantai paling atas sudah cukup untuk memperkuat sistem struktur pada bangunan.
(81)
Gambar 6.10 Sistem Struktur
Potongan prinsip hotel dapat dilihat pada gambar 6.11. Tinggi plafond sekitar 90cm. Plafond menggunakan bahan Glassfibre Reinfoced Cement (GRC) dengan ketinggian dari lantai ke lantai (floor to floor) ialah sekitar 3.0 m.
Gambar 6.11 Potongan Prinsip Pada Kamar Hotel
Pada tahap ini, perancang telah merevisi rancangan dan menyelesaikan Struktur Bangunan Hotel Struktur Bangunan Cottage
(82)
BAB VII
A PICTURESQUE BEQUEST
Pada tahap ini, perancang telah menyelesaikan rancangan yang telah direncanakan, dan menyusun gambar-gambar yang akan dipresentasikan untuk diuji oleh dosen penguji dan arsitek professional. Pada tahap ini, kawasan Labuhan Deli telah dirancang untuk menjadi warisan yang indah (a picturesque bequest). Perancang nantinya akan menceritakan latar belakang pengembangan Labuhan Deli sesuai UDGL (Urban Design Guidelines) Labuhan Heritage Town yang telah direncanakan terlebih dahulu. Lalu dengan sedikit mengulas kembali potensi yang dimiliki Labuhan Deli, kemudian menetapkan sasaran/tujuan yang akan dicapai sesuai dengan permasalahan yang menjadi latar belakang pengembangan Labuhan Deli/tema yang dipakai.
Selanjutnya adalah, perancang menjelaskan latar belakang munculnya fungsi hotel yang dipicu oleh kebutuhan revitalisasi kawasan dan hubungannya dengan hasil survey kunjungan wisatawan yang menginap di Sumatera Utara. Setelah menjelaskan latar belakang fungsi, kemudian perancang menjelaskan latar belakang tema arsitektur eklektik kontekstual yang digunakan, yaitu untuk melestarikan suasana arsitektur peranakan yang sudah lebih dulu hadir.
Kemudian, perancang menjelaskan secara kronologis keseluruhan proses desain, dari mulai latar belakang, tema perancangan, sampai dengan hasil perancangan.
(83)
(84)
Kemudian, perancang melanjutkan dengan penjelasan denah tiap tiap bagian bangunan per lantai, yaitu bangunan utama hotel, bangunan restoran, dan tiap jenis cottage yang ada. Pada tahap ini perancang turut menjelaskan bagaimana implementasi konsep arsitektur indo-oriental terhadap perancangan
Gambar-gambar potongan arsitektural juga turut ditampilkan untuk menunjukkan perbedaan level pada kawasan hotel dan perbedaan level antara area riverside dan area hotel, serta bagaimana akses antara hotel dan area riverside.
Pada tahap yang terakhir, perancang menjelaskan implementasi konsep arsitektur indo-oriental terhadap tampak eksterior bangunan yang dibuat kontekstual terhadap arsitektur sekitar dengan sentuhan eklektik untuk memberi kesan yang lebih menarik. Perancang juga menampilkan gambar-gambar perspektif pada kawasan perancangan dari berbagai sudut, luar dan dalam. Setelah itu, perancang menampilkan gambar-gambar rancangan interior bangunan yang masih bertema oriental mengingat jenis hotel adalah hotel butik yang dikenal dengan suasana interior yang unik.
(85)
BAB VIII
THE LIMITLESS STORY
Labuhan Deli dijadikan sebagai salah satu destinasi pariwisata Provinsi Sumatera Utara dengan terpenuhnya Triple A (Access, Attraction and Amenity). Hotel Butik dirancang sebagai tempat yang menampung kebutuhan pengunjung ke kawasan Labuhan Heritage Town yang hendak menginap. Konsep Heritage Tourism, dipercaya akan tetap melestarikan nilai-nilai sejarah dan menjadikannya suatu kisah yang tanpa batas, terus dapat diingat dan dinikmati (limitless story).
Tema dari arsitektur yang digunakan pada bangunan ialah arsitektur eklektik kontekstual. Arsitektur kontekstual pada dasarnya direncanakan untuk melestarikan nilai-nilai sejarah budaya peranakan yang sangat melekat pada kawasan. Tema perancangan eklektik kontekstual yang menggabungkan unsur-unsur terkini dengan unsur-unsur-unsur-unsur lama menjadikan bangunan baru tetap berbaur dengan bangunan yang sudah ada di sekitarnya, karena pada dasarnya budaya peranakan merupakan campuran dari budaya melayu, tionghoa yang dipengaruhi oleh zaman kolonial Belanda.
Nilai-nilai pada budaya peranakan tidak hanya diimplementasikan pada tampak bangunan namun juga pada organisasi ruang pada kawasan perancangan. Fungsi yang dirancang meliputi revitalisasi deretan ruko Cina, Vihara dan pengembangan hotel. Pada kesempatan ini, perancangan lebih dititikberatkan pada
(86)
Restoran yang sebenarnya masih bagian dari hotel, bangunannya dibuat terpisah dari bangunan utama Hotel agar dapat diakses oleh pengunjung umum, dan untuk memisahkan zona publik dan zona yang lebih intim untuk pengunjung hotel. Pada bagian drop off hotel, terdapat akses menuju area riverside yang letaknya lebih rendah dari kawasan hotel dan cottage.
Bangunan hotel terdiri atas 4 (empat) lantai yang di dalamnya terdapat kamar-kamar hotel, kebutuhan fasilitas hotel, ruang-ruang manajemen hotel dan ruang utilitas. Sedangkan area cottage dibuat di bagian yang paling intim, yang dihubungkan oleh selasar satu sama lain untuk menciptakan kesan menyatu dari luar bangunan. Cottage yang berada tepat dipinggir sungai dibuat hanya berlantai satu agar tidak menghalangi pandangan dari bangunan pada sisi di seberangnya. Sedangkan cottage pada sisi seberangnya dibuat dua lantai, dimana posisi cottage ini dapat menghadap view ke area courtyard yang dilengkapi kolam renang yang merepresentasi replika sungai dan taman. Adapun tipe – tipe kamar yaitu standard dan standard plus, dan cottage standard, deluxe, suite dan presidential. Sementara itu, di sepanjang area pinggir Sungai Deli terdapat river walk. Di sepanjang river walk, pejalan kaki dapat duduk santai menikmati view Sungai Deli. Untuk menjaga privasi, maka dibuat perbedaan level dan penanaman vegetasi/pohon.
Dengan melahirkan kembali unsur budaya peranakan, produk perancangan ini menjadi mampu meningkatkan kreativitas dan keinginan masyarakat sekitar
dengan berpegang teguh pada tradisi dan kebudayaan. Sehingga “challenge” dan “response” akan berkembang secara seimbang dalam menghadapi derasnya arus
(87)
EPILOG
Pencapaian Pembangunan berkelanjutan akan disukseskan dengan adanya perencanaan kota yang sesuai dengan karakteristik kota tersebut. Pengembangan Labuhan Deli menjadi Urban Heritage Tourism bertujuan sebagai sarana pendidikan dan rekreasi masyarakat, aktivitas ini sekaligus turut menjadi sarana yang melestarikan nilai sejarah Labuhan itu sendiri.
Kawasan Labuhan Deli yang dikembangkan sebagai salah satu pusat destinasi pariwisata Sumatera Utara diharapkan dapat meningkatkan pendapatan kota terutama Kota Medan, serta dapat memperkenalkan bangunan bersejarah kota Medan (Kristiningrum, 2014) sehingga terjadi aspek simbiosis keberlanjutan. Dan aspek keberlanjutan tidak dapat dipisahkan dari proses pembentukan identitas yang benar (Ginting dan Wahid, 2015). Maka dari itu, pengembangan Labuhan Deli harus didasari oleh karakterisik wilayah itu sendiri.
Pada konteks Labuhan Deli, aset budaya dalam pengembangan heritage tourism ialah fisik bangunan Masjid Al-Oesmani, Vihara Siu Sian Kiong dan deretan peninggalan ruko cina yang telah dipugar; dan adat istiadat dan seni budaya Melayu dan Tionghoa. Di samping itu, nilai budaya dan sejarah yang ada pada kawasan juga merupakan aset budaya yang tidak dapat dilihat maupun disentuh (tak benda).
(88)
Dalam tahap proses perancangan, perancang melakukan perjalanan ke tempat dimana masih terdapat bangunan dan rumah bernuansa peranakan. Untuk menambah falsafah, sejarah, kepercayaan, adat istiadat dan kebudayaan Melayu dan Peranakan, perancang mengulas beberapa buku maupun jurnal yang berkaitan dengan adat budaya ini.
Pada proses perancangan ini pula, perancang sedikit mengalami kesulitan karena tenggang waktu yang diberikan sangatlah singkat mengingat ada cukup banyak rancangan bangunan yang harus dikerjakan di area yang cukup luas. Namun, perancang tetap menikmati proses perancangan ini hingga selesai.
(89)
BAB II
SEARCH OF RESEMBLANCE
Jika tema dan fungsi hotel telah ditetapkan untuk dirancang, maka perlu dilakukan pencarian proyek sejenis (search of resemblance) untuk dikaji sebagai acuan dalam merancang. Hotel merupakan salah satu fasilitas yang telah berkembang sejak lama, berfungsi untuk mengakomodasi penginapan tamu dan kebutuhan tamu. Demi mendukung berjalannya aktifitas pariwisata dan perekonomian di Labuhan Heritage Town, hotel tentu saja diperlukan untuk menampung wisatawan, dikarenakan pada kawasan Labuhan Heritage Town ini akan sering diselenggarakan banyak acara-acara festival budaya dan kuliner, dimana acara-acara tersebut biasanya berlangsung lebih dari satu hari, dimulai pada pagi buta, atau baru selesai pada tengah malam.
Konsep Labuhan Heritage Town adalah satu kompleks dengan beberapa situs-situs pariwisata, sehingga tentu saja para wisatawan interlokal butuh penginapan, maka dari itulah diusulkan fungsi Hotel (penginapan). Fasilitas penginapan di kawasan ini bisa saja berupa guest house yang menyatu dengan ruko-ruko di area komersil, namun hal itu tidak dilakukan mengingat beberapa aspek. Pertama, ruko di area komersil tersebut tetap digunakan sebagai tempat tinggal sederhana bagi pemilik toko. Kedua, konsep guest house, mungkin dapat menarik perhatian wisatawan mancanegara, namun tidak untuk wisatawan lokal dari kawasan Medan dan sekitarnya, belum lagi berdasarkan survey perancang,
(90)
guest house seringkali disalahgunakan penduduk setempat untuk perbuatan tidak baik, dan akhirnya meninggalkan citra yang buruk.
Konsep kompleks Labuhan Heritage Town adalah rekreasi. Disini, perancang memahami konsep rekreasi adalah mencari ketenangan dari kesibukan yang selama ini dihadapi. Aktifitas rekreasi yang paling sering dilakukan biasanya pergi ke tempat-tempat yang dekat dengan alam, paling minimal bagi masyarakat kecil adalah pergi ke taman kota. Di kompleks Labuhan Heritage Town, taman kota telah tersedia dengan beberapa fasilitas-fasilitas standard taman kota yang tidak berbayar. Namun, berdasarkan survey kecil dan wawancara perancang, kebanyakan masyarakat tetap menginginkan fasilitas rekreasi khas resort dengan kelas yang lebih tinggi dari sekedar taman kota. Tidak bisa dipungkiri, perilaku masyarakat di Indonesia adalah menginginkan sesuatu yang „mahal‟ yang terkadang kepentingannya bukan untuk mendapat manfaat dari sesuatu tersebut
namun juga kepentingan „status‟ dan gengsi. Maka dari itu, sesuatu yang
„berkelas‟ dan terkesan „mahal‟ merupakan sesuatu yang diinginkan masyarakat di Indonesia. Untuk memenuhi keperluan tersebut dan keperluan rekreasi, maka dari itu Hotel dibuat di kawasan pinggiran sungai demi terciptanya suasana yang dekat dengan alam. Peletakan Hotel pada masterplan juga tidak dekat dengan area padat dan sibuk.
Mayoritas tempat wisata, khususnya wisata alam, dilengkapi oleh hotel-hotel leisure atau resort, beragam dari mulai bintang 2 (dua) hingga bintang 5 (lima). Hotel jenis leisure atau resort yang selalu dilengkapi dengan taman-taman yang luas sering diaplikasikan untuk memaksimalkan pemandangan sekitar dan
(91)
memberi atmosfir yang tenang dan nyaman. Namun pada kawasan kajian kali ini yang relatif kecil, maka penerapan jenis hotel resort maupun leisure tidak bisa dilaksanakan.
Berdasarkan data-data analisa tapak dan analisa sosial ekonomi, ada beberapa jenis hotel yang cocok dibangun, diantaranya adalah; Hotel Butik, Hotel Budget, Hotel Budget-Butik, Hotel Resort dan Hotel Resort Butik.
Hotel Butik cocok direncanakan karena konsep hotel butik selaras dengan suasana heritage di kawasan ini yang dapat diterapkan, namun luas lahan untuk Hotel terlalu besar untuk sekedar Hotel butik, dimana karakteristik Hotel Butik adalah tidak lebih dari 110 kamar. Hotel budget mungkin cocok mengingat konteks masyarakat setempat yang menengah kebawah namun tidak sesuai target yang telah disebutkan sebelumnya, belum lagi perbandingan antara harga tanah yang dibeli dengan tarif hotel yang murah tidak akan memberi keuntungan finansial yang baik bagi pihak pengembang. Hotel butik bisa saja digabungkan dengan hotel budget dan menjadi Hotel tipe Budget-butik, namun tetap tidak sesuai dengan konsep rekreasi yang dekat dengan alam. Hotel resort membutuhkan lahan yang sangat luas dengan standard kamar yang berjumlah banyak. Hotel jenis resort sangat cocok dibangun di kawasan riverfront, namun panjang dari luas lahan yang mengikuti sungai kurang memadai. Maka dari itu, Hotel yang direncanakan adalah Boutique Resort, Hotel Butik Resort. Jenis hotel ini cocok, dimana fasilitas yang ditawarkan memiliki khas hotel resort, namun
(92)
umumnya, namun dengan tambahan di segi Hotel Butik yang memiliki daya tarik tersendiri. Ditambah lagi, posisi hotel ini yang terbilang masih dekat dengan kota, maka perancangan kali ini dapat dikatakan “Urban Resort”.
Sementara, sekolah yang sekarang berdiri diatas tanah bekas berdirinya Istana Kesultanan Deli, akan direlokasi dan kemudian pada lahan tersebut akan dibangun replika Istana Deli yang dibuat menyerupai Istana sebelumnya, namun dengan fungsi yang berbeda, yaitu museum dan galeri. Tepat di sebelah area ini terdapat sebuah Vihara. Dan diantara Vihara dan Replika Istana Deli, terdapat satu area yang cukup luas dengan fungsi openspace / public space. Perencanaan tersebut dilakukan agar karakteristik budaya pada Labuhan Deli dapat kembali hidup, dan menunjukkan bagaimana budaya etnis Tionghoa dapat hidup selaras dengan budaya Melayu di Labuhan Deli.
Sedangkan pada kawasan kompleks ruko Cina, dipugar kembali menjadi area pusat kuliner dan belanja. Pada kawasan ini, tema yang diterapkan menyerupai konsep Chinatown yang biasanya ada di negara-negara besar lainnya. Sepanjang deretan ruko Cina ini dilengkapi dengan jalan yang lebar untuk pejalan kaki, sehingga memungkinkan untuk diadakan kegiatan-kegiatan seperti festival dan bazaar kuliner.
Dengan adanya kegiatan-kegiatan publik maka akan tercipta aspek kontinuitas yang membentuk kembali dan mempertahankan identitas tempat, misalnya; kehadiran sebuah bangunan lama yang keberadaannya dapat membantu
(93)
kita mengingat atau memutar kembali memori (Lalli, 1992 dalam Ginting dan Wahid, 2015).
Terdapat beberapa hotel yang dijadikan studi literatur proyek sejenis, yang pertama adalah Noosa Pacific Boutique Resort (gambar 2.1).
Gambar 2.1: Noosa Pacific Boutique Resort
Sumber: www.noosapacific.com.au
Noosa Pacific adalah hotel butik resort yang terletak di pinggir sungai Noosa. Sungai Noosa ini sangat indah dan luas karena merupakan muara (gambar 2.2).
(94)
Gambar 2.2: Muara Sungai Noosa
Sumber: www.noosapacific.com.au
Hotel Butik ini menawarkan fasilitas-fasilitas lengkap layaknya hotel bintang 4, namun demi mendukung suasana resort, cottage pun disediakan dan perancangan tapak dirancang dengan sangat baik, termasuk dermaga, area barbekyu, gazebo, kolam renang dan lain-lain (gambar 2.3). Gaya arsitektur yang diambil adalah aborigin style yang dimodernisasi dan diadaptasikan dengan desain arsitektur tropis. Jumlah kamar di hotel ini tidak lebih dari 100 kamar, maka dari itu hotel ini termasuk dalam Hotel Butik.
(95)
Gambar 2.3: Suasana Amenitas Noosa Pacific
Sumber: www.noosapacific.com.au
Hal positif yang dapat diambil dari hotel ini adalah bagaimana posisi bangunan benar-benar dirancang berorientasi pada pesisir, ditambah lagi unsur-unsur budaya setempat yang diimplementasikan ke dalam bangunan.
Selanjutnya adalah Safira Riverfront Resort, Goa, India (gambar 2.4). Berbeda dari Noosa Pacific yang terlihat mewah, penginapan ini justru menawarkan kesederhanaan.
(96)
Gambar 2.4: Safira Riverfront Resort
Sumber: www.safiragoa.com
Safira Riverfront Resort terletak persis di samping sungai yang dapat diandalkan sebagai pemandangan. Safira Riverfront Resort adalah gabungan dari Hotel butik dan budget, dikemas layaknya hotel resort, menghasilkan hotel dengan bangunan yang kecil layaknya hotel budget, jumlah kamar yang sedikit layaknya hotel butik, dan perancangan tapak yang indah layaknya hotel resort. Luas lahan pada hotel ini relatif kecil, dan cukup dilengkapi dengan satu area terbuka yang diisi oleh kolam renang, bar (gambar 2.5), dan restoran (gambar 2.6). Gaya Arsitektur yang digunakan adalah budaya India, tepatnya budaya di Goa, India. Tema ini juga diterapkan pada setiap kamar (gambar 2.7). Meskipun hotel ini terlihat sederhana, namun seperti yang dilansir dari tripadvisor.com, penginapan ini laris manis di Goa.
(97)
Gambar 2.5: Safira Poolside Bar
Sumber: www.safiragoa.com
Gambar 2.6: Safira Poolside Restaurant
Sumber: www.safiragoa.com
Gambar 2.7: Interior Kamar Hotel
(98)
Hal yang dapat dipelajari dari hotel ini adalah bagaimana mereka dapat mengandalkan suasana sungai untuk menggaet tamu meskipun bentuk hotel dan fasilitas yang disediakan sangat sederhana.
Selanjutnya adalah Pho Hoi Riverside Resort, Vietnam (gambar 2.8). Pho Hoi Riverside Resort terletak di tepi Sungai Hoi An yang romantis, mendekati pusat kota kuno dan Pulau Cam Nam, sebuah desa wisata dengan jembatan cantik bernama Cam Nam. Ada banyak villa khusus dan bungalow di resor. Semua kamar memiliki koridor pribadi dan balkon di mana pengunjung dapat memiliki pandangan yang luar biasa dari seluruh desa dengan kehidupan aktifitas trasportasi air di Hoi An Market.
Gambar 2.8: Pho Hoi Riverside Resort
Sumber: www.phohoiresort.com
Di resor ini terletak sebuah taman penuh bunga dan tanaman hias yang menawarkan pengunjung pemandangan pastoral dalam kedamaian ekologi
(99)
lingkungan. Untuk ruang terbuka, ada lapangan luas dan kolam renang yang dirancang dalam gaya arsitektur oriental (gambar 2.8). Gaya arsitektur pada interior bangunan juga merupakan perpaduan antara elemen oriental dan elemen budaya setempat, yang diterapkan pada lobby (gambar 2.9) dan kamar tidur (gambar 2.10).
Gambar 2.9: Lobby Pho Hoi
Sumber: www.phohoiresort.com
Gambar 2.10: Interior Kamar Pho Hoi
(100)
Selain itu, di resor ini pengunjung dapat memiliki kesempatan yang indah untuk menikmati pemandangan saat matahari terbit dan terbenam setiap hari. Dengan lokasi tersebut, pengunjung selalu memberikan udara murni dan segar. Dari resor ini, pengunjung dapat berjalan-jalan singkat melalui jembatan Cam Nam, dan melanjutkan perjalanan ke pusat kota. Resor ini benar-benar sebuah resor yang ideal bagi pengunjung untuk relax. Hotel ini dapat dikatakan hotel butik karena gaya arsitekturnya yang kontekstual dan unik, dan jumlah kamar yang tidak lebih dari 100.
Sama seperti sebelumnya, hal yang patut dipelajari dari hotel ini adalah bagaimana hotel ini dirancang kontekstual terhadap sekitarnya, saling bersimbiosa, baik dari segi fungsi dan penerapan nilai-nilai budaya.
Untuk studi literatur area komersil pada kompleks deretan ruko Cina yang akan dikembangkan menjadi area jajanan kuliner dan belanja, adalah Jalan petaling atau lebih dikenal sebagai Petaling Street Chinatown, Kuala Lumpur, Malaysia.
Petaling street terletak di kawasan pecinan kota Kuala Lumpur, meskipun terbilang kawasan pecinan, namun pada kawasan tersebut tetap terdapat banyak masyarakat Melayu asli. Maka dari itu, banyak dijumpai bangunan-bangunan bergaya peranakan di kawasan tersebut. Petaling Street, layaknya chinatown lainnya, dilengkapi dengan gapura / gerbang bergaya khas oriental (gambar 2.11). Gapura ini selalu dibuat karena memliki makna-makna tertentu dalam budaya Taoisme.
(1)
Gambar 3.10:Aksesibilitas dari/ke Labuhan Deli ... 39
Gambar 3.11: Aktivitas Publik di Kawasan Kajian ... 41
Gambar 3.12: Skenario Destinasi Wisatawan Sumatera Utara ... 42
Gambar 3.13: Area Cakupan Perancangan ... 44
Gambar 5.1 (kiri) dan Gambar 5.2 (kanan) Rumah Tjong A Fie di Medan ... 56
Gambar 5.3 Batik dan Kebaya ... 58
Gambar 5.4 Lontong Cap Go Meh ... 59
Gambar 5.5 Sup Asam Laksa ... 59
Gambar 5.6: Konsep Courtyard Pada Rumah Etnis Tiongkok ... 60
Gambar 5.8 Kisi-kisi Garis Horizontal ... 62
Gambar 5.7 Jendela Khas Peranakan ... 62
Gambar 5.12: Warna Hijau Tua Pada Eksterior... 63
Gambar 5.11: Perumahan Rapat ... 63
Gambar 5.10: Penggunaan Warna-warna Natural ... 63
Gambar 5.9: Warna Hijau Tua Pada Eksterior... 63
Gambar 5.13 Denah Groundplan Kawasan Hotel ... 70
Gambar 5.14 Penerapan Konsep Courtyard Pada Perancangan ... 70
Gambar 5.15 Penerapan Konsep Courtyard Pada Tiap Cottage ... 71
Gambar 5.16 Adanya Selasar Yang Menghubungkan Cottage ... 71
Gambar 5.17 Unsur Warna Khas Peranakan Pada Cottage ... 72
Gambar 5.18 “The Deli Replica” ... 74
Gambar 5.19 Suasana Riverside ... 74
Gambar 5.20 Zoning Pada Ground Plan ... 75
Gambar 5.21 Denah Lantai Dasar Hotel ... 76
Gambar 5.22 Area Cottage ... 78
Gambar 5.23 Denah Cottage ... 79
Gambar 5.24 Area Kuning Menunjukkan Area Cottage Presidential ... 80
Gambar 5.25 Denah Cottage Presidential ... 80
Gambar 5.26 Lantai Dua Hotel ... 81
Gambar 5.27 Denah Tipikal Lantai Tiga dan Empat Hotel ... 82
Gambar 5.28 Denah Semi Basement Hotel... 83
Gambar 5.29 Denah Semi Basement Restoran ... 84
(2)
Gambar 5.32 Tampak Hotel ... 86
Gambar 5.33 Tampak Depan Area Cottage ... 87
Gambar 5.34 Suasana Sepanjang Cottage dan Hotel ... 87
Gambar 5.35 Tampak Restoran... 88
Gambar 6.1 Ground Plan Sebelum Direvisi ... 90
Gambar 6.2 Ground Plan Setelah Direvisi ... 90
Gambar 6.3 Skema Pendistribusian Listrik Pada Hotel ... 92
Gambar 6.4 Skema Pendistribusian Air Pada Hotel ... 93
Gambar 6.5 Aksonometri Sistem Distribusi Air Bersih Pada Hotel dan Cottage . 94 Gambar 6.6 Aksonometri Sistem Distribusi Limbah pada Hotel dan Cottage ... 95
Gambar 6.7 Aksonometri Sistem Transportasi Vertikal Pada Hotel ... 96
Gambar 6.8 Peletakan Sprinkler Pada Bangunan Hotel dan Cottage ... 97
Gambar 6.9 Peletakan Heat Detector dan Smoke Detector pada Bangunan... 98
Gambar 6.10 Sistem Struktur ... 99
Gambar 6.11 Potongan Prinsip Pada Kamar Hotel ... 99
(3)
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1: Jumlah pelancong mancanegara yang datang ke Sumatera Utara dari 3 pintu masuk (Bandara Udara Polonia – Pelabuhan Laut Belawan – Pelabuhan Laut Tanjung Balai Asahan) ... 46 Tabel 4.2: Proyeksi jumlah pelancong mancanegara yang berkunjung ke Medan 47 Tabel 4.3: Rata – rata Lama Menginap Tamu ( Mancanegara + Nusantara ) Pada Hotel /Akomodasi Lainnya Menurut Tahun dan Kelas Hotel di Kota Medan tahun 2005 – 2008 (Hari ) ... 48
(4)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 ... 110
Lampiran 2 ... 111
Lampiran 3 ... 113
Lampiran 4 ... 114
Lampiran 5 ... 115
Lampiran 6 ... 116
Lampiran 7 ... 117
Lampiran 8 ... 118
(5)
PROLOG
Labuhan Deli, merupakan satu aset milik Kota Medan, dengan banyak sekali bangunan-bangunan bersejarah, saksi dari perkembangan kota Medan. Bangunan-bangunan ini menuntut akan perhatian dan penanganan serius dari kita untuk direvitalisasi dan dilestarikan. Pelestarian, dalam arsitektur perkotaan atau perancangan dan perencanaan kota merupakan salah satu hal penting yang dapat menjadi daya tarik untuk suatu kawasan. Dengan terpeliharanya bangunan-bangunan kuno dan bersejarah, akan memberi kesinambungan yang erat antara masa kini dan masa lalu. Perkembangan kota tidak akan lepas dari kehadiran bangunan-bangunan bersejarah; bangunan-bangunan bernilai heritage. Pelestarian ini perlu dilakukan karena keuntungannya bukan hanya indah secara arsitektural, namun juga akan menumbuhkan ekonomi masyarakat setempat dan menaikkan pendapatan daerah di kawasan tersebut, bahkan kota Medan. Menurut World Tourism Organization (2001), Salah satu pasar terpenting yang menguntungkan adalah pasar di bidang heritage tourism.
Adapun rencana pemerintah terkait pembangunan kawasan ini telah diatur dalam RTRW kota Medan tahun 2010-2030 dan RDTR 2009-2029 yang merencanakan kawasan ini untuk kawasan pusat pariwisata. Medan Labuhan, meskipun ada banyak sekali bangunan-bangunan bersejarah di kawasan tersebut, sayang sekali sampai saat ini bangunan-bangunan tersebut belum ditangani dan ditata dengan baik. Posisi Labuhan Deli terletak diapit dua kawasan penting Kota
(6)
jalan tol yang langsung menghubungkan Medan Kota dan Medan Belawan justru membuat kawasan Medan Labuhan seolah terlupakan. Padahal banyak sekali potensi-potensi yang dapat dikembangkan di kawasan ini, seperti Sungai Deli, Situs-situs bersejarah dan Stasiun Kereta Api.
Sebagai pemecahan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, adalah mengembangkan kawasan ini. Konsep pengembangan kawasan ini adalah situs pariwisata kota tua yang memadukan aktifitas bisnis, pariwisata dan sarana transportasi, dimana pariwisata adalah yang dominan dan lebih ditonjolkan. Judul proyek ini adalah “Labuhan Heritage Town”. Dalam masterplan yang diusulkan, fungsi-fungsi tersebut adalah Hotel Riverfront, Restoran Riverfront, Wisata Religi di Vihara dan Masjid Oesmani, Museum Replika Istana Deli, Taman Kota, Area Komersil dan kuliner, dan Shopping Mall yang terpadu dengan Stasiun Kereta Api, dengan konsep pengembangan Transit Oriented Development (TOD).
Hotel Riverfront yang direncanakan adalah Hotel Butik Resort, yaitu Hotel berukuran kecil dengan nuansa resort namun dengan fasilitas dan kelengkapan hotel butik. Hotel ini dirancang berorientasi terhadap sungai, dengan desain bertema Peranakan yang mengimplementasikan konsep arsitektur eklektik kontekstual.