Pengaruh Fungsi Keluarga (Fungsi Reproduksi , Fungsi Ekonomi) Dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pernikahan Dini Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pendidikan kesehatan reproduksi bagi

remaja merupakan upaya untuk

meyelamatkan generasi bangsa agar remaja dapat mengenal dan mengetahui tentang
berbagai perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Menjadi masalah yang
cukup rumit dengan munculnya fenomena pernikahan dini yang dilakukan oleh
remaja. Fenomena ini terjadi dikarenakan kurangnya pengetahuan remaja tentang
pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi. Remaja yang melakukan pernikahan
dini lebih dikarenakan oleh salahnya pergaulan mereka, akibatnya jalan pintas yang
diambil. Disinilah peran pendidikan kesehatan reproduksi dibutuhkan untuk
mengurangi angka pernikahan dini. Pernikahan dini hanya akan membawa ketidak
bahagiaan jika kedua belah pihak belum siap untuk berkeluarga (Widyastuti, dkk,
2009).
Fenomena ini masih menjadi persoalan serius secara global dengan berbagai

latar belakang. Dahulu, pernikahan dini dianggap sudah biasa

tetapi dengan

bergantinya tahun, makin banyak yang menentang pernikahan dini ini. Sekarang
fenomena tersebut kembali lagi, kalau dulu orang tua ingin anaknya menikah di usia
dini dengan berbagai alasan, maka kini malah banyak remaja sendiri yang bercita-cita
menikah dini. Mereka bukan saja remaja desa, melainkan juga remaja di kota .
Remaja berpandangan menikah dini mempunyai pilihan agar mereka terhindar dari

1

2

perbuatan dosa, seperti hubungan seksual sebelum menikah dan menikah dini sudah
dianggap biasa. Telah menjadi perhatian komunitas internasional mengingat resiko
yang timbul akibat pernikahan dini, hubungan seksual dini, kehamilan

dini dan


infeksi penyakit menular (Maemunah, 2008).
Banyak

remaja

yang

kurang

mempertimbangkan

aspek-aspek

yang

berpengaruh jika ia menikah dini, terutama pada remaja putri, khususnya berkaitan
dengan kesehatan fisilogis dan psikologis remaja putri , yang berhubungan dengan
perubahan dalam dirinya maupun dalam hubungan dengan lingkungan sekitarnya
sesuai dengan peran barunya dalam sebuah pernikahan dini (Gunadarma, 2006).
Pendidikan kesehatan reproduksi bagi


remaja merupakan upaya untuk

meyelamatkan generasi bangsa agar remaja dapat mengenal dan mengetahui tentang
berbagai perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Di Indonesia pendidikan
kesehatan khususnya kesehatan reproduksi kurang mendapat perhatian yang cukup,
karena ada banyak kalangan yang berpendapat bahwa masalah kesehatan reproduksi,
seperti juga masalah kesehatan lainnya, semata-mata menjadi urusan kalangan medis,
sekitar proses kehamilan dan melahirkan, sehingga dianggap bukan masalah kaum
remaja (Fazriati, 2011).
Masalah pernikahan dini menjadi fokus perhatian di Indonesia, menurut WHO
populasi remaja adalah kelompok penduduk yang berusia 10-19 tahun, hampir 18,3%
dari total jumlah penduduk atau sekitar 43 juta jiwa lebih. Remaja belum dikatakan
manusia dewasa yang memiliki kematangan pikiran karena remaja masih memiliki
sifat keremajaan seperti emosi yang tidak stabil, belum mempunyai kemampuan yang

3

matang untuk menyelesaikan konflik-konflik yang dihadapi, serta belum mempunyai
pemikiran yang matang tentang masa depan yang baik, sehingga hal ini akan sangat

berbahaya jika seorang remaja melakukan pernikahan dini. Data UNICEF pada tahun
2010, 60% anak perempuan di dunia menikah di usia kurang dari 18 tahun. UNICEF
mendefinisikan early marriage (pernikahan dini) sebagai pernikahan yang dilakukan
pada usia kurang dari 18 tahun. Setengah perempuan muda di negara Afrika SubSahara menikah dini di Afrika Barat dan Afrika Selatan sebesar 42%, di Amerika
Latin dan Karibia 29%, Nigeria 79 %, dan Kongo 74% menikah sebelum 18 tahun.
Fenomena pernikahan dini di negara maju Prancis, Inggris dan Amerika Serikat
sebanyak 10-11%, namun di Jerman dan di Polandia hanya 3-4% (Agustina, 2010).
Sementara di kawasan Asia sebanyak 73% perempuan menikah sebelum usia
18 tahun . Insiden di Asia Selatan sebesar 49%, Afganistan (54%), Filipina dan Sri
Langka 14 %, Bangladesh (51%) dan China 5%, Di Asia Tenggara sekitar 10 juta
anak di bawah usia 18 tahun telah menikah (26%). Sementara di Indonesia, sebanyak
34,5% anak perempuan menikah dibawah usia 19 tahun. Selain belum selarasnya satu
peraturan dengan peraturan lain, UU Perlindungan Anak, UU Pernikahan juga
Konvensi Hak Anak dan Konvensi Anti Diskriminasi terhadap perempuan yang telah
dirativikasi Pemerintah Indonesia, faktor ekonomi, interprestasi terhadap ajaran
agama dan masih kuatnya budaya patriarkhi menjadi penyebab terjadi dan tingginya
praktik pernikahan dini. Disamping pada putusnya akses pendidikan, pernikahan dini
juga berdampak secara psikologis, ekonomi dan kesehatan reproduksi. Di Jawa
Timur, Kalimantan Selatan, Jambi, dan Jawa Barat, berturut-turut 39,4%, 35,5%,


4

30,6%, dan 36%. Sumatera Barat (3,33%). Secara umum pernikahan dini remaja
perempuan 3 kali lebih banyak dibanding remaja laki-laki (Depkes, 2010).
Menurut Data Statistik tahun 2008, usia pernikahan dan level pendidikan di
Indonesia masih rendah,

Indonesia termasuk dalam lima besar negara

yang

persentase pernikahan dini tertinggi di dunia, tercatat 20% wanita yang menikah
diusia sekitar 15-19 tahun dan 18% wanita yang menikah dengan laki-laki dibawah
usia 20 tahun (Suparyanto, 2010).
Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas, 2010), menunjukkan
untuk daerah perkotaan di Indonesia terdapat 29% wanita muda yang melahirkan di
usia 15-19 tahun, di daerah pedesaan sendiri menunjukkan persentase yang sangat
tinggi yaitu 58% wanita yang melahirkan diusia 15-19 tahun. Persentase anak
perempuan yang berumur 10-17 tahun yang menikah dan pernah menikah di daerah
pedesaan sebesar 2,17 %, lebih banyak dari pada di daerah perkotan (0,98%).

Kecenderungan anak pedesaan yang menikah di usia dini dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain ekonomi dan budaya. Di Provinsi Sumatera Utara juga memiliki
angka pernikahan dini cukup tinggi jika dibandingkan dengan daerah lainnya di
Indonesia.

terdapat pernikahan di usia 15-19 tahun sebanyak 28,5% dan masih

terdapat 1,4% perempuan yang melakukan pernikahan pada usia 10-14 tahun.
Sesuai dengan Hasil Susenas (2011), menyatakan di pedesaan banyak
orangtua menikahkan anaknya karena alasan ekonomi dengan alasan anaknya
diharapkan dapat membantu perekonomian keluarganya setelah menikah. Selain itu,
budaya di pedesaan anak perempuan akan dianggap sebagai perawan tua jika tidak

5

segera menikah, mengakibatkan persentase anak perempuan yang berumur 10 – 17
tahun yang berstatus menikah dan pernah menikah di pedesaan lebih besar dari pada
di perkotaan.
Remaja yang melakukan pernikahan sebelum usia biologis maupun psikologis
yang tepat rentan menghadapi dampak buruknya. Sekitar 10% remaja putri

melahirkan anak pertamanya pada usia 15-19 tahun. Kehamilan

remaja akan

meningkatkan resiko kematian sebanyak 2 hingga 4 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan perempuan yang hamil pada usia lebih dari 20 tahun. Resiko kematian bayi
30% lebih tinggi pada ibu hamil yang hamil pada usia remaja, dibandingkan pada
bayi yang dilahirkan oleh ibu yang usianya 20 tahun atau lebih (Fadlyana, 2010).
Undang-Undang Pernikahan No.1 Tahun 1974 memperbolehkan seorang
perempuan usia 16 tahun dapat menikah, sedangkan Undang-Undang Kesehatan
tahun 2009 memberikan batasan 20 tahun karena hubungan seksual yang dilakukan
dibawah usia 20 tahun beresiko terjadi kanker serviks, penyakit menular seksual,
komplikasi kehamilan, resiko persalinan macet karena besar kepala anak tidak dapat
menyesuaikan bentuk panggul yang belum berkembang sempurna. Pada persalinan
dapat terjadi robekan yang meluas dari vagina menembus ke kandung kemih dan
meluas ke anus. Pada bayi dapat terjadi berat badan lahir rendah. Resiko pada ibu
yaitu dapat meninggal (Pinem, 2009).
Menurut

Budinurani


(2011), pertimbangan kesehatan reproduksi bagi

perempuan, usia 16 tahun belum memenuhi syarat karena rentang usia sehat untuk
reproduksi perempuan adalah pada rentang usia 20-30 tahun, oleh karena itu

6

seharusnya dengan adanya undang-undang

pernikahan tentang batasan usia

pernikahan maka pernikahan dapat dilakukan bila usia individu tersebut sudah
sesuai syarat rentang usia sehat untuk reproduksi, tapi ternyata tidak mengurangi niat
masyarakat di berbagai daerah di Indonesia untuk melakukan pernikahan dini.
Menurut International Conference Population and Development (ICPD) di
Kairo (1994) remaja yang menikah dibawah usia yaitu antara 14-19 tahun
mengalami berbagai masalah kesehatan reproduksi dan seksual. Sedangkan menurut
Riskesdas (2010) permasalahan kesehatan pada pernikahan dini cenderung lebih
tinggi di pedesaan (6,2%), kelompok perempuan tak bersekolah (9,5%), kelompok

petani, nelayan dan buruh (6,3%) serta status ekonomi rendah (6,0%). Penelitian
Choe, Thapa, dan Achmad (Early Marriage and Childbearing in Indonesia and
Nepal, 2005), menunjukkan bahwa pernikahan sebelum usia 18 tahun terjadi di
Indonesia terutama di kawasan pedesaan, dikarenakan tingkat ekonomi serta
pendidikan yang rendah serta faktor akses informasi yang tidak memadai. Angka
kematian ibu dan bayi yang cukup tinggi disuatu wilayah dapat mengindikasikan
rendahnya indeks pembangunan manusia di daerah tersebut (Siti, 2011).
Menurut Wahyuningsih,dkk (2009), rendahnya pengetahuan remaja tentang
fungsi dan struktur alat-alat reproduksi membuat remaja mudah terpengaruh oleh
informasi-informasi yang tidak benar dan membahayakan kesehatan reproduksinya.
Dengan mengenali organ dan fungsi reproduksi, perempuan dapat mengenali bahkan
menghindari penyakit-penyakit reproduksi atau penyakit yang ditularkan melalui
hubungan kelamin seperti PMS (penyakit menular seksual), bahkan HIV atau AIDS.

7

Rendahnya pemenuhan hak-hak reproduksi ditandai dengan masih tingginya
Angka Kematian Ibu (AKI). Masalah lainnya adalah masalah kesehatan reproduksi
perempuan, termasuk perencanaan kehamilan dan persalinan yang aman secara medis
harus menjadi perhatian bersama, bukan hanya kaum perempuan saja karena

mempunyai dampak yang luas dan menyangkut berbagai aspek kehidupan yang
menjadi tolok ukur dalam pelayanan kesehatan. Rendahnya pengetahuan terhadap
kesehatan rerpoduksi para remaja dapat berdampak pada perilaku seks bebas dan
pernikahan

dini. Angka pernikahan usia dini di daerah cukup mengkawatirkan

karena dapat menyebabkan timbulnya beberapa aspek sosial, ekonomi dan
pendidikan. Menurut Nugroho perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun
beresiko terkena kanker leher rahim. Pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum
matang. Kalau terpapar Human Papiloma Virus (HPV) pertumbuhan sel akan
menyimpang menjadi kanker, sedangkan menurut Teguh (2008), pernikahan dini
juga menyebabkan resiko kematian ibu dan anak, karena organ biologis perempuan
dibawah usia 20 tahun belum siap secara penuh untuk melahirkan. Bayi yang
dilahirkannya jika tidak meninggal, bayi lahir prematur atau cacat (Fadlyana, 2010).
Menurut Faturrohman (2009), terjadi peningkatan jumlah pernikahan anak
dari tahun ke tahun. Data Pengadilan Agama Gunung Kidul mencatat di tahun 2009
perempuan usia dibawah 16 tahun yang melakukan pernikahan dini di tahun 2009
sebanyak 22 kasus, tahun 2010 tercatat 58 kasus dan tahun 2011 sebanyak 57 kasus.
"Tidak mungkin kami menolak menikahkan, karena mereka yang datang dalam


8

kondisi hamil. Hal ini

dilakukan demi tanggung jawab terhadap

bayi yang

dikandung," (Rilis, 2012).
Alasan penyebab terjadinya pernikahan dini juga tergantung pada kondisi dan
kehidupan sosial masyarakatnya. Pertama, pernikahan dini sebagai strategi untuk
bertahan secara ekonomi. Kemiskinan adalah salah satu faktor utama yang menjadi
tiang pondasi munculnya pernikahan dini. Pernikahan dini meningkat ketika tingkat
kemiskinan juga meningkat. Kedua adalah untuk melindungi anak gadisnya.
Pernikahan adalah salah satu cara untuk memastikan anak perempuan mereka
terlindungi sebagai istri, melahirkan anak yang sah dimata hukum dan akan lebih
aman jika memiliki suami yang dapat menjaga mereka secara teratur. Pemerintah
menganggap penting pembangunan keluarga dalam upaya mencetak manusia yang
berkualitas. Bukti atas sikap Pemerintah ini adalah dikeluarkannya Undang-Undang
No.52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga Sejahtera. Pembangunan keluarga sejahtera dalam upaya optimalisasi
pelaksanaan fungsi keluarga memiliki kedudukan yang sangat strategis dan
merupakan serangkaian upaya untuk menumbuh-kembangkan fungsi-fungsi dalam
keluarga. Untuk dapat terlaksananya fungsi reproduksi dalam keluarga dalam suatu
pernikahan diperlukan persiapan yang sangat matang

dari kedua pasangan baik

persiapan fisik maupun mental, untuk mencapai suatu keluarga yang dicita-citakan
dalam suatu pernikahan, namun pada pernikahan usia dini sering membuat
kegoncangan dalam kehidupan berumahtangga, ini karena kurangnya kesiapan mental
dan belum matangnya jiwaraganya untuk membentuk suatu keluarga. Dan juga

9

masalah sosial ekonomi, tidak bekerja, pendidikan rendah, hal ini merupakan salah
satu faktor yang sangat penting dalam hidup berumah tangga karena semua ini
disebabkan pada waktu menikah usianya masih relatif muda (BKKBN, 2010).
Menurut Yustina (2007) terlaksananya atau berfungsinya keluarga dengan
baik merupakan prasyarat mutlak bagi kelangsungan suatu masyarakat karena di
dalam keluargalah suatu generasi baru memperoleh nilai-nilai dan norma-norma yang
sesuai dengan harapan masyarakat. Kesehatan reproduksi termasuk salah satu dari
sekian banyak problem remaja yang perlu mendapat perhatian bagi semua pihak,
untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan atau pernikahan usia dini, serta
membentuk perilaku yang positif dalam keluarga nantinya.
Berdasarkan data yang tercatat pada registrasi Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan Medan Belawan, Kelurahan Bagan Deli termasuk salahsatu
dari 6 kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Belawan

kelurahan

yang banyak ditemukan

kasus yang menikah pada umur kurang dari 20 tahun yaitu sejumlah 64 orang pada
tahun 2011, sejumlah 74 orang pada tahun 2012 dan sebanyak 97 orang pada tahun
2013. Karena kehidupan orang di desa kesulitan ekonomi keluarga, tidak sanggup
menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi dan dalam kekosongan waktu
si anak akhirnya menjalin hubungan dengan lawan jenis, yang akhirnya menikah
dini.
Berdasarkan kondisi diatas maka peneliti merasa tertarik melakukan
penelitian untuk menganalisis

apakah ada

pengaruh fungsi keluarga ( fungsi

10

reproduksi, fungsi ekonomi ) dan pola asuh orang tua terhadap pernikahan dini di
Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan tahun 2014.

1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan untuk
mengetahui “ apakah ada pengaruh

fungsi keluarga (fungsi reproduksi, fungsi

ekonomi) dan pola asuh orang tua terhadap pernikahan dini

di Kelurahan Bagan

Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014 ?”.

1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh fungsi keluarga (fungsi
reproduksi, fungsi ekonomi) dan pola asuh orang tua terhadap pernikahan dini di
Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014.

1.4 Hipotesis
Terdapat pengaruh fungsi keluarga (fungsi reproduksi, fungsi ekonomi) dan
pola asuh orang tua terhadap pernikahan dini di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan
Medan Belawan Tahun 2014.

1.5 Manfaat Penelitian
1) Bagi Kelurahan Bagan Deli, sebagai bahan informasi dan pedoman untuk
memberikan penyuluhan tentang pentingnya pelaksanaan fungsi keluarga secara
baik dan benar dampak pernikahan dini terhadap kesehatan reproduksi.

11

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan pada
instansi terkait (KUA, DEPAG, DINKES, BKKBN) sehingga dapat dilakukan
program yang sesuai dalam mencegah dan mengatasi dampak-dampak pernikahan
dini.
3) Bagi pasangan pernikahan dini, diharapkan dapat lebih siap dan kuat menghadapi
segala konsekuensi sebagai seorang istri/ibu dalam menjalankan reproduksi yang
sehat dalam kehidupan berkeluarga.

Dokumen yang terkait

Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Sosialisasi Remaja di SMA Negeri 15 Medan

5 49 115

Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Perilaku Kesehatan Remaja pada Keluarga Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir

10 52 142

Hubungan Pola Asuh Orang Tua terhadap Perilaku Seksual Remaja di Kelurahan Simalingkar B Kecamatan Medan Tuntungan

22 131 71

Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi di SMA Negeri 18 Medan Tahun 2011

6 95 88

Pengaruh Fungsi Keluarga (Fungsi Reproduksi , Fungsi Ekonomi) Dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pernikahan Dini Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014

0 0 18

Pengaruh Fungsi Keluarga (Fungsi Reproduksi , Fungsi Ekonomi) Dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pernikahan Dini Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014

0 0 2

Pengaruh Fungsi Keluarga (Fungsi Reproduksi , Fungsi Ekonomi) Dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pernikahan Dini Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014

0 0 36

Pengaruh Fungsi Keluarga (Fungsi Reproduksi , Fungsi Ekonomi) Dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pernikahan Dini Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014

0 0 7

Pengaruh Fungsi Keluarga (Fungsi Reproduksi , Fungsi Ekonomi) Dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pernikahan Dini Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014

0 0 34

Pemberdayaan Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang Dan Gizi Buruk Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014

0 0 19