Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi di SMA Negeri 18 Medan Tahun 2011

(1)

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN SIKAP

REMAJA PUTRI TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA NEGERI 18 MEDAN TAHUN 2011

CORAH JULIANTI 105102061

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATER UTARA


(2)

(3)

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2011 Corah Julianti

Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi di SMA Negeri 18 Medan Tahun 2011

vi + 63 hal.+ 6 tabel + 4 lampiran Abstrak

Remaja putri rentan terhadap kematian maternal, kematian anak dan bayi, aborsi tidak aman, IMS, NAPZA dan kekerasan/pelecehan seksual. Orang tua sebagai lingkungan sosial pertama remaja diharapkan dapat menerapkan pola asuh yang mengutamakan adanya dialog yang terbuka antara remaja dan orang tua tentang kesehatan reproduksi sehingga remaja memiliki sikap yang benar tentang kesehatan reproduksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi di SMA Negeri 18 Medan tahun 2011. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi. Sampel dalam penelitian adalah remaja putri SMA Negeri 18 Medan yang berjumlah 170 orang. Pengambilan sampel dengan menggunakan random sampling sistematis. Hasil penelitian dari 170 responden, mayoritas 74,1% dalam kategori pola asuh authoritative (demokratis) dan mayoritas 71,2% bersikap positif. Hasil uji statistik dengan analisis chi-square diperoleh nilai ρ=0,000, ini berarti ho ditolak yaitu ada hubungan pola asuh orang tua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi institusi pendidikan untuk menjalin kerjasama dengan petugas kesehatan di Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi, BKKBN untuk mengaktifkan PIK-KRR di institusi pendidikan dan orang tua diharapkan dapat menerapkan pola asuh yang mengutamakan adanya dialog terbuka tentang kesehatan reproduksi pada remaja.

Daftar Pustaka : 26 (1994-2010)


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi di SMA Negeri 18 Medan Tahun 2011.” Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna baik dari isi maupun susunan bahasa. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan adanya masukan dan saran untuk perbaikan di masa yang akan datang. Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini yaitu : 1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara.

2. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kep. Ns. M.Kep selaku Ketua Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara.

3. Ibu Dina Indarsita, SST, S.Pd, M.Kes selaku Dosen Pembimbing dalam penyusunan KTI (Karya Tulis Ilmiah).

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuan yang diberikan.

Medan, Juni 2011

(Corah Julianti)


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR SKEMA ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

1.Tujuan Umum ... 4

2.Tujuan Khusus ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sikap ... 6

1. Pengertian ... 6

2. Tingkatan Sikap ... 6

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap ... 7

4. Pengukuran Sikap Model Likert ... 9

B. Pola Asuh Orangtua ... 10

1. Pengertian Pola Asuh Orangtua ... 10

2. Jenis-Jenis Pola Asuh Orangtua………. 10

C. Remaja ... 14

D. Kesehatan Reproduksi ... 15

1. Pengertian Kesehatan Reproduksi ... 15

2. Aspek-Aspek Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Putri………... 16

E. Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Pengetahuan Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi ... 35


(6)

BAB III KERANGKA PENELITIAN ... 38

A. Kerangka Konsep ... 38

B. Defenisi Operasional ... 38

BAB IV METODELOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 44

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 44

C. Lokasi dan Waktu Penelitian... 45

D. Pertimbangan Etik Penelitian ... 45

E. Alat Pengumpulan Data ... 46

F. Uji Validitas dan Realibilitas ... 48

G. Prosedur Pengumpulan Data ... 49

H. Analisis Data ... 50

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Hasil Penelitian... 53

B. Pembahasan Penelitian ... 57

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Independen... 39 Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Dependen ... 42 Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Demografi

di SMA Negeri 18 Medan Tahun 2011………….. ... 54 Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pola Asuh Orang Tua

di SMA Negeri 18 Medan Tahun 2011………... ... 55 Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Kesehatan

Reproduksi di SMA Negeri 18 Medan Tahun 2011... 56 Tabel 5.4 Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Remaja Putri tentang

Kesehatan Reproduksi di SMA Negeri 18 Medan ... 56 Tabel 5.5 Chi-Square Tests………... ... 57


(8)

DAFTAR SKEMA

Halaman Skema 3.1. Kerangka Konsep ... 38


(9)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 2. Lembar Kuesioner Penelitian Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Pengetahuan Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi di SMA Negeri 18 Medan

Lampiran 3. Master Tabel Validitas dan Reliabilitas Pola Asuh Orang Tua dan Sikap Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi

Lampiran 4. Master Tabel Karakteristik Demografi, Pola Asuh Orangtua dan Sikap tentang Kesehatan Reproduksi Responden


(10)

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2011 Corah Julianti

Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi di SMA Negeri 18 Medan Tahun 2011

vi + 63 hal.+ 6 tabel + 4 lampiran Abstrak

Remaja putri rentan terhadap kematian maternal, kematian anak dan bayi, aborsi tidak aman, IMS, NAPZA dan kekerasan/pelecehan seksual. Orang tua sebagai lingkungan sosial pertama remaja diharapkan dapat menerapkan pola asuh yang mengutamakan adanya dialog yang terbuka antara remaja dan orang tua tentang kesehatan reproduksi sehingga remaja memiliki sikap yang benar tentang kesehatan reproduksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi di SMA Negeri 18 Medan tahun 2011. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi. Sampel dalam penelitian adalah remaja putri SMA Negeri 18 Medan yang berjumlah 170 orang. Pengambilan sampel dengan menggunakan random sampling sistematis. Hasil penelitian dari 170 responden, mayoritas 74,1% dalam kategori pola asuh authoritative (demokratis) dan mayoritas 71,2% bersikap positif. Hasil uji statistik dengan analisis chi-square diperoleh nilai ρ=0,000, ini berarti ho ditolak yaitu ada hubungan pola asuh orang tua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi institusi pendidikan untuk menjalin kerjasama dengan petugas kesehatan di Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi, BKKBN untuk mengaktifkan PIK-KRR di institusi pendidikan dan orang tua diharapkan dapat menerapkan pola asuh yang mengutamakan adanya dialog terbuka tentang kesehatan reproduksi pada remaja.

Daftar Pustaka : 26 (1994-2010)


(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Remaja merupakan bagian fase kehidupan manusia dengan karakter khasnya yang penuh gejolak. Data demografi menunjukan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World Health Organization sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun. Sekitar 900 juta berada di negara sedang berkembang (Soetjiningsih, 2007, hlm. 1). Di Indonesia, pada tahun 2007 jumlah remaja usia 10-24 tahun terdapat sekitar 64 juta atau 28,64% dari jumlah penduduk Indonesia (Proyeksi Penduduk Indonesia tahun 2000-2025, dkk. 2005, dalam Muadz, dkk, 2008, hlm. 1).

Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya hidup mereka (Suryoputro, Ford & Shaluhiyah, 2006, hlm. 30). Perkembangan emosi yang belum stabil dan bekal hidup yang masih perlu dipupuk menjadikan remaja lebih rentan mengalami gejolak sosial. Diakui atau tidak, fakta telah menjelaskan keteledoran orang tua dan pendidik dalam mengarahkan dan membimbing anaknya berkontribusi meningkatkan problem-problem sosial dan kriminal (Muzayyanah, 2008, ¶ 2).

Permasalahan remaja yang ada saat ini sangat kompleks dan mengkhawatirkan. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah kasus HIV dan AIDS di Indonesia yang dilaporkan hingga desember 2009 mencapai 19.973 kasus, dengan usia 15-19 tahun sebesar 3,05%. Dari sisi lain jumlah penyalah guna narkoba sebesar 1,5% dari penduduk Indonesia atau


(12)

3,2 juta penduduk Indonesia didapati sebagai penyalah guna NAPZA. ±70% dari pengguna narkoba adalah remaja. Berdasarkan data Perkumpulan Keluarga Berencana Nasional Indonesia (PKBI), tahun 2006, didapatkan bahwa 2,5 juta perempuan pernah melakukan aborsi per tahun, 27% (±700 ribu) dilakukan oleh remaja, dan sebagian besar dilakukan dengan cara tidak aman. Sekitar 30-35%, aborsi ini adalah penyumbang kematian ibu (BKKBN, 2010). Hal inilah yang menyebabkan remaja putri rentan terhadap kematian maternal, kematian anak dan bayi, aborsi tidak aman, IMS, NAPZA dan kekerasan/pelecehan seksual (MOH-GOI, 1999, dalam Widyastuti, Rahmawati, Purnamaningrum, 2009, hlm. 160).

Keluarga mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan remaja karena keluarga merupakan lingkungan sosial pertama, yang meletakkan dasar-dasar kepribadian remaja. Pola asuh orang tua sangat besar pengaruhnya bagi remaja. Pola asuh otoriter, permisif maupun demokratis memberikan dampak yang berbeda-beda bagi remaja (Soetjaningsih, 2010, hlm. 50).

Orangtua sebagai lingkungan sosial pertama remaja diharapkan dapat menerapkan pola asuh yang mengutamakan adanya dialog yang terbuka antara remaja dan orang tua tentang kesehatan reproduksi sehingga remaja memiliki sikap yang benar tentang kesehatan reproduksi. Namun pada kenyataannya orang tua seringkali menganggap tabu pembicaraan tentang fungsi dan proses reproduksi serta seksualitas kepada remaja, akhirnya remaja berusaha mencari informasi lewat media massa dan teman-temannya sehingga mereka kadang-kadang memperoleh informasi yang kurang tepat, malah terkadang menyesatkan dan menjerumuskan mereka sendiri (Mutakim, 2008, dalam


(13)

Danniati, 2009, hlm. 2-3). Oleh karena itu pola asuh orang tua sangat penting untuk membentuk sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi.

Berdasarkan hasil penelitian Vani Bagus Setiana (2010) didapatkan 59,0% responden mempunyai sikap positif, 56,9% orang tua responden mempunyai pola asuh positif, dan 41,1% responden mempunyai sikap dan pola asuh orang tua yang positif. Setelah dilakukan uji statistik dengan spearman rank dengan menggunakan program komputer didapatkan bahwa (0,00) lebih kecil dari (0,05), yang artinya ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan sikap remaja tentang NAPZA pada siswa kelas XI di SMA PGRI 1 Jombang.

Berdasarkan hasil penelitian Rohdiyati (2007) disimpulkan bahwa ada pengaruh antara pola asuh orang tua permisif dengan sikap remaja terhadap seks pra nikah pada kelas XI di SMU 17 AGUSTUS.

Hasil penelitian Fatmawati (2010) dengan menggunakan uji korelasi product moment, diperoleh hasil bahwa nilai r = 0,433 dengan nilai p = 0,001 karena nilai p lebih kecil dari 0,05 maka signifikan berarti ada hubungan antara pola asuh authoritative dengan sikap siswa tentang seks bebas di SMA N 1 Tawangsari Sukoharjo.

SMA Negeri 18 merupakan salah satu sekolah yang ada di kota Medan. Siswinya berasal dari daerah yang berbeda-beda, dengan kebiasaan yang berbeda pula. Yang tentunya pola asuh yang digunakan oleh orangtuanya juga berbeda antara satu dengan yang lain. Di sekolah tersebut belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan pola asuh orang tua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi dan kegiatan pendidikan kesehatan tentang kesehatan reproduksi dari lembaga wilayah setempat. Berdasarkan wawancara dengan salah seorang guru, pernah ada siswa kelas XII yang putus sekolah akibat hamil di luar nikah. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik


(14)

untuk mengetahui hubungan pola asuh orangtua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi di SMA Negeri 18 Medan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka penulis ingin mengetahui “Apakah Ada Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi di SMA Negeri 18 Medan Tahun 2011?”

C. Tujuan 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pola asuh orangtua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi di SMA Negeri 18 Medan tahun 2011.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui pola asuh orang tua pada remaja putri di SMA Negeri 18 Medan tahun 2011.

b. Untuk mengetahui sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi di SMA Negeri 18 Medan tahun 2011.

c. Untuk mengetahui hubungan pola asuh orangtua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi di SMA Negeri 18 Medan tahun 2011.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pelayanan Kebidanan

Diharapkan dapat menjadi masukan bagi petugas kesehatan di Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi, BKKBN untuk meningkatkan pemahaman remaja putri tentang kesehatan reproduksi.


(15)

2. Bagi Perkembangan Ilmu Kebidanan Khusunya Asuhan Kebidanan

- Penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian tentang hubungan pola asuh orangtua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi.

- Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan sumber data untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi SMA Negeri 18

Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pihak sekolah SMA Negeri 18 Medan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat program-program sekolah untuk meningkatkan pemahaman siswi tentang kesehatan reproduksi.

4. Bagi Siswi-Siswi SMA Negeri 18 Medan Khususnya dan Remaja Lain Umumnya Hasil penelitian ini akan memberikan gambaran pentingnya pola asuh orangtua dalam membentuk sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sikap 1. Pengertian

Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari sesorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Menurut Newcomb dalam Notoadmodjo (2007, hlm. 142), menyatakan bahwa sikap merupakan suatu kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. 2. Tingkatan Sikap

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga memiliki berbagai tingkatan (Notoadmodjo, 2005, hlm. 144), yaitu :

a. Menerima (Receiving)

Dapat diartikan bahwa orang (objek) mau dan memeperhatikan stmulasi yang diberikan (objek).

b. Merespon (Responding)

Memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c. Menghargai (Valving)

Memberikan orang lain untuk mengerjakan/mendiskusikan suatu masalah atau suatu indikasi sikap.

d. Bertanggung Jawab (responsible)

bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoadmodjo, 2003).


(17)

3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap

Faktor - faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar (2009, dalam Kusumastuti, 2010, hal.13-16) adalah:

a) Pengalaman pribadi

Sesuatu yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan obyek psikologis.

b) Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam budaya yang mempunyai norma longgar bagi pergaulan heteroseksual, sangat mungkin kita akan mempunyai sikap yang mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan heteroseksual. Apabila kita hidup dalam budaya sosial yang sangat mengutamakan kehidupan berkelompok, maka sangat mungkin kita akan mempunyai sikap negatif terhadap kehidupan individualisme yang mengutamakan kepentingan perorangan.

c) Orang lain yang dianggap penting

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, sesorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak dan tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berati khusus bagi kita, akan


(18)

banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Diantara orang yang biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang tua, orang yang satatus sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, istri tau suami dan lain-lain.

d) Media massa

Media massa sebagai sarana komunikasi. Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dll, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya. Media massa membawa pula pesanpesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.

e) Institusi/ lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri ndividu. Pemahaman akan baik-dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

f) Faktor emosi dalam diri individu

Bentuk sikap tidak semuanya ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap


(19)

yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

4. Pengukuran Sikap Model Likert

Skala ini digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap gejala-gejala atau masalah yang ada di masyarakat atau yang dialaminya (Hidayat, 2010, hlm. 102)

Beberapa bentuk jawaban pertanyaan atau pernyataan yang masuk dalam kategori skala likert adalah sebagai berikut :

a. Untuk pertanyaan/pernyataan positif Sangat Setuju : 4

Setuju : 3

Tidak Setuju : 2 Sangat Tidak Setuju : 1

b. Untuk pertanyaan/pernyataan negatif Sangat Setuju : 1

Setuju : 2

Tidak Setuju : 3 Sangat Tidak Setuju : 4

B. Pola Asuh Orang Tua

1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Menurut Chabib Thoha (1996, hlm. 109, dalam Astuti, 2005, hlm. 36) pola asuh orang tua adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari tanggung jawab kepada anak. Peran keluarga menjadi penting


(20)

untuk mendidik anak baik dalam sudut tinjauan agama, tinjauan sosial kemasyarakatan maupun tinjauan individu. Jika pendidikan keluarga dapat berlangsung dengan baik maka mampu menumbuhkan perkembangan kepribadian anak menjadi manusia dewasa yang memiliki sikap positif.

Pola asuh menurut Soetjiningsih (2004, dalam Astuti, 2005, hlm. 36) adalah suatu model atau cara mendidik anak yang merupakan suatu kewajiban dari setiap orang tua dalam usaha membentuk pribadi yang sesuai dengan harapan masyarakat pada umumnya.

Pola asuh merupakan pola interaksi antara orang tua dan anak,yaitu bagaimana cara sikap atau perilaku orang tua saat berinteraksi dengan anak,termasuk cara penerapan aturan,mengajarkan nilai / norma,memberikan perhatian dan kasih sayang serta menunjukkan sikap dan perilaku baik sehingga dijadikan panutan bagi sikap anaknya (Theresia,2009, dalam Suparyanto, 2010)

2. Jenis-Jenis Pola Asuh Orang Tua

Tipe pola asuh orangtua menurut Baumrind (1991, dalam Parke & locke, 1999) terdiri dari tiga tipe yaitu:

a. Pola asuh authoritarian (otoriter)

Pola asuh authoritarian (otoriter) adalah bentuk pola asuh yang menekankan pada pengawasan orangtua atau kontrol yang ditujukan kepada anak untuk mendapatkan ketaatan dan kepatuhan. Pola asuh ini adalah pengasuhan yang kaku, diktaktor dan memaksa anak untuk selalu mengikuti perintah orangtua tanpa banyak alasan. Perilaku orangtua dalam berinteraksi dengan anak bercirikan tegas, suka menghukum, anak dipaksa untuk patuh terhadap aturan-aturan yang diberikan oleh orangtua tanpa perlu menjelaskan kepada anak apa guna dan alasan dibalik aturan tersebut, serta cenderung


(21)

mengekang keinginan anak. Para orangtua mempunyai sifat keras, kekuasaan yang keras, kasar dan tidak mau mendengarkan keinginan anak-anak mereka.

b. Pola asuh authoritative (demokratis)

Pola asuh authoritative (demokratis) adalah pola asuh yang bercirikan adanya hak dan kewajiban orangtua dan anak adalah sama dalam arti saling melengkapi, anak dilatih untuk bertanggung jawab pada dirinya sendiri, tetapi masih dalam pengawasan orangtua. Pola asuh ini dihubungkan dengan dengan sikap dan tingkah laku anak-anak yang memperlihatkan emosional positif, sikap positif, sosial, dan pengembangan kognitif. Pola asuh ini adalah paling kondusif diterapkan pada anak.

c. Pola asuh permessive

Pola asuh permessive merupakan bentuk pengasuhan dimana orangtua memberikan kebebasan sebanyak mungkin pada anak untuk mengatur dirinya. Anak tidak dituntut untuk bertanggung jawab dan tidak banyak dikontrol orangtua. Pola asuh ini memandang anak sebagai seorang pribadi dan mendorong mereka untuk tidak berdisiplin dan anak diperbolehkan untuk mengatur tingkah lakunya sendiri. Dengan pola asuh seperti ini anak mendapatkan kebebasan sebanyak mungkin dari orangtua. Pola asuh permessive membuat hubungan antara anak dan orangtua penuh kasih sayang, tetapi menjadikan anak agresif dan suka menurutkan kata hatinya. Pola asuh ini membuat anak lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah dengan teman yang membuat orangtuanya tidak suka, anak menjadi lebih cepat dewasa secara biologis. Orangtua yang permessive adalah orangtua yang kaku dan berfokus pada kebutuhan mereka sendiri. Terutama saat anak menjadi lebih dewasa, orangtua gagal mengawasi kegiatan anak atau untuk mengetahui dimana mereka, apa yang sedang mereka lakukan atau siapa teman anak mereka.


(22)

Beberapa pola asuh yang digunakan orangtua pada anak: a. Pola asuh Otoriter (parent oriented)

Sifat pola asuh ini, yaitu orang tua menerapkan disiplin yang kaku dan menuntut anak untuk mematuhi aturan-aturannya, membuat remaja menjadi frustasi.

b. Pola Asuh Permisif (children centered)

Pola asuh permisif merupakan pola asuh dimana orang tua memberikan kebebasan pada anak, namun kurang disertai adanya batasan-batasan dalam berperilaku sehingga akan membuat anak mengalami kesulitan dalam mengendalikan keinginan-keinginannya maupun dalam prilaku untuk menunda pemuasan.

c. Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang mengutamakan adanya dialog antara remaja dan orangtua, pola asuh ini akan lebih menguntungkan bagi remaja, karena selain memberikan kebebasan pada anak juga disertai adanya control dari orang tua sehingga apabila terjadi konflik atau perbedaan pendapat di antara mereka dapat dibicarakan dan diselesaikan bersama(Soetjaningsih, 2010, hlm. 152).

Hasil penelitian Setiana (2010) yang berjudul hubungan antara pola asuh orang tua dengan sikap remaja tentang napza pada siswa kelas XI di SMA PGRI 1 Jombang Kabupaten Jombang 2010, bahwa mayoritas pola asuh yang diterapkan orangtua adalah demokratis yaitu 56,9%. Berdasarkan hasil penelitian Oktiva (2010) yang berjudul hubungan antara tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja dan pola asuh orang tua dengan sikap remaja tentang seks bebas di SMA N 1 Tawangsari Sukoharjo, mayoritas pola asuh yang diterapkan orang tua pada remaja adalah authoritative (demokratis).


(23)

Dalam konteks bimbingan orang tua terhadap remaja, Hoffman (1989) mengemukakan tiga jenis pola asuh orang tua, yaitu:

1. Pola asuh bina kasih (induction)

Pola asuh bina kasih adalah pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memberikan penjelasan yang masuk akal terhadap setiap keputusan dan perlakuan yang diambil bagi anaknya.

2. Pola asuh unjuk kuasa (power assertion)

Pola asuh unjuk kuasa adalah pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memaksakan kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun sebenarnya anak tidak dapat menerimanya.

3. Pola asuh lepas kasih (love withdrawal)

Pola asuh lepas kasih adalah pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan cara menarik sementara cinta kasihnya ketika anak tidak menjalankan apa yang dikehendaki orang tuanya, tetapi jika anak sudah mau melaksanakan apa yang dikehendaki orang tuanya maka cinta kasihnya itu dikembalikan seperti sediakala.

Dalam konteks pengembangan kepribadian remaja, termasuk di dalamnya pengembangan hubungan sosial, pola asuh yang disarankan oleh Hoffman (1989) untuk diterapkan adalah pola asuh bina kasih (induction). Artinya, setiap keputusan yang diambil oleh orang tua tentang anak remajanya atau setiap perlakuan yang diberikan orang tua terhadap anak remajanya harus senantiasa disertai dengan penjelasan atau alasan yang rasional. Dengan cara demikian, remaja akan dapat menegmbangkan pemikirannya untuk kemudian mengambil keputusan mengikuti


(24)

atau tidak terhadap keputusan atau perlakuan orang tuanya (Ali & Asrori, 2010, hlm. 102).

C. Remaja

Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh ke arah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12-24 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10-19 tahun dan belum kawin. Menurut BKKBN adalh 10-19 tahun (Widyastuti, Rahmawati & Purnamaningrum, 2009, hlm. 10-12).

Masa remaja, menurut Mappiare (1982, dalam Ali & Asrori, 2010, hlm. 9), berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 samapai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dibagi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampi dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir.

Berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja kita sangat perlu mengenal perkembangan remaja serta ciri-cirinya. Berdasarkan sifat atau ciri perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja ada tiga tahap, yaitu :

a. Masa remaja awal (10-12 tahun)

1. Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya. 2. Tampak dan merasa ingin bebas.

3. Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal (abstrak).


(25)

1. Tampak dan ingin mencari identitas diri.

2. Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis. 3. Timbul perasaan cinta yang mendalam.

4. Kemampuan berpikir abstrak (berkhayal) makin berkembnag. 5. Berkhayal dengan hal-hal yang berkaitan dengan seksual. c. Masa remaja akhir (16-19 tahun)

1. Menampakkan pengungkapan kebebasan diri. 2. Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.

3. Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya. 4. Dapat mewujudkan perasaan cinta.

5. Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak (Widyastuti, Rahmawati & Purnamaningrum, 2009, hlm. 10-12).

D. Kesehatan Reproduksi

1. Pengertian Kesehatan Reproduksi

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Depkes, 2001:3, dalam Widyastuti, Rahmawati & Purnamaningrum, 2009, hlm. 5).

2. Aspek-Aspek Sikap Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi

Menurut Muadz ( 2008:19), secara garis besar ruang lingkup substansi/isu kesehatan reproduksi remaja adalah seksualitas, HIV dan AIDS serta NAPZA (Narkotika, alkohol,


(26)

psikotropika, dan zat adiktif lainnya). Ketiga substansi tersebut biasa dikenal dengan sebutan triad KRR yang mempunyai kaitan sebab akibat antara satu dengan lainnya. a. Seksualitas

1) Pengertian

Seksualitas adalah segala sesuatu yang menyangkut dan sikap berkaitan dengan perilaku seksual maupun orientasi seksual. Kata seksualitas berasal dari kata dasar seks, yang memiliki beberapa arti, yaitu:

a) Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan keadaan biologis manusia yang membedakan laki-laki dan perempuan.

b) Reproduksi seksual

Reproduksi seksual merupakan proses dimana bagian-bagian tubuh tertentu laki-laki maupun perempuan bias menghasilkan bayi dengan kondisi-kondisi tertentu. Bagian tubuh itu disebut alat atau organ reproduksi. Organ reproduksi laki-laki berbeda dengan perempuan karena mempunyai fungsi yang berbeda (Muadz, 2008, hlm. 49). c) Organ reproduksi

Secara umum organ reproduksi wanita dibagi atas dua bagian yaitu: (1) Organ reproduksi bagian luar :

(a) Mons veneris

Mons veneris disebut juga gunung venus, menonjol ke bagian depan menutup tulang kemaluan.

(b) Labia myora (bibir besar)

Labia mayora berasal dari mons veneris, bentuknya lonjong menjurus ke bawah dan bersatu di bagian bawah, bagian luar labia mayora terdiri dari


(27)

kulit berambut, kelenjar lemak, dan kelenjar keringat, bagian dalamnya tidak berambut dan mengandung kelenjar lemak, bagian ini mengandung banyak ujung saraf sehingga sensitif saat hubungan seks.

(c) Labia minora (bibir kecil)

Labia minora merupakan lipatan kecil di bagian dalam labia mayora. Bagian depannya mengelilingi klitoris. Kedua labia ini mempunyai pembuluh darah sehingga dapat menjadi besar saat keinginan seks bertambah.

(d) Klitoris

Klitoris merupakan bagian yang erektil, seperti penis pada pria, mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf sehingga sensitif saat hubungan seks. (e) Vestibulum

Bagian kelamin ini dibasahi oleh kedua labia kanan-kiri dan bagian atas oleh klitoris serta bagian belakang pertemuan labia minora. Pada bagian vestibulum terdapat muara vagina (liang senggama), saluran kencing, kelenjar bartholin dan kelenjar sken (kelenjar-kelenjar ini akan mengeluarkan cairan pada saat permainan pendahuluan dalam hubungan seks sehingga memudahkan penetrasi penis).

(f) Himen (selaput dara)

Himen merupakan selaput tipis yang menutupi sebagian lubang vagina luar. Pada umumnya himen berlubang sehingga menjadi saluran aliran darah menstruasi atau cairan yang dikeluarkan oleh kelenjar rahim dan kelenjar endometrium (lapisan dalam rahim). Pada saat hubungan seks pertama himen akan robek dan mengeluarkan darah.


(28)

(2) Ogan reproduksi bagian dalam : (a) Vagina (saluran senggama)

Vagina adalah saluran yang menghubungkan uterus dengan alat reproduksi bagian luar. Dinding depan vagina berukuran ± 9 cm dan dinding belakangnya ±11 cm yang bersifat elastis dengan berlipat-lipat. Vagina (saluran senggama) mempunyai fungsi penting sebgai jalan lahir bagian lunak, sebagai sarana hubungan seksual, saluran untuk mengalirkan lendir dan darah menstruasi.

(b) Uterus (rahim)

Yaitu tempat calon bayi dibesarkan, bentuknya seperti buah pir dan berat normalnya antar 30-50 gram. Pada saat tidak hamil, besar rahim kurang lebih sebesar telur ayam kampung.

(c) Cerviks (leher rahim)

Yaitu bawah rahim bagian luar yang ditetapkan sebagai batas penis masuk ke dalam vagina. Pada saat persalinan tiba, leher rahim membuka sehingga bayi dapat keluar.

(d) Tuba fallopii

Yaitu saluran di kiri dan kanan rahim yang berfungsi untuk dilalui oleh ovum dari indung telur menuju rahim. Ujungnya adalah fimbrae.

(e) Fimbrae

Dapat dianalogikan dengan jari-jari tangan. Umbai-umbai ini berfungsi menangkap ovum yang dikeluarkan oleh indung telur.


(29)

(f) Ovarium (indung telur)

Indung telur merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama, sehingga mempunyai dampak kewanitaan dalam pengatur proses menstruasi. Indung telur mengeluarkan telur (ovum) setiap bulan silih berganti kanan dan kiri. Pada saat telur (ovum) dikeluarkan wanita disebut dalam masa subur. Pada masa menopause semua telur menghilang.

(Manuaba, 2009, hlm. 49-52). d) Hubungan seks

Hubungan seks (HUS) terjadi bila dua individu saling merasa terangsang satu sama lain sampai organ seks satu sama lain bertemu dan terjadi penetrasi.

e) Orientasi seksual adalah kecenderungan seseorang mencari pasangan seksualnya berdasarkan jenis kelamin. Ada tiga orientasi seksual :

(1) Heteroseksual (tertarik pada jenis kelamin yang berbeda).

(2) Homoseksual (tertarik pada jenis kelamin yang sama: gay pada laki-laki, lesbian pada perempuan).

(3) Biseksual (tertarik pada dua jenis kelamin : laki-laki dan perempuan). (Muadz, 2008, hlm. 49).

2) Menstruasi a) Pengertian

- Menstruasi adalah proses peluruhan lapisan dalam/endometrium yang banyak mengandung pembuluh darah dari uterus melalui vagina.

- Menstruasi dimulai kira-kira umur 9 tahun (paling lambat 19 tahun) dan berhenti sesaat waktu hamil atau menyusui dan berakhir saat menopause.


(30)

Ketika seorang perempuan berumur sekitar 40-50 tahun. Di Indonesia menopause terjadi rata-rata di atas usia 50 tahun.

b) Proses Menstruasi

Dalam satu siklus dinding rahim menebal sebagai persiapan jika terjadi kehamilan (akibat produksi hormon-hormon oleh ovarium). Sel telur yang matang akan berpotensi untuk dibuahi oleh sperma dalam waktu 3x24 jam. Bila ternyata tidak terjadi pembuahan maka sel telur akan mati dan terjadilah perubahan pada komposisi kadar hormon yang akhirnya membuat dinding rahim tadi akan luruh disertai perdarahan, inilah yang disebut menstruasi (Muadz, 2008:53).

3) Hubungan Seks Pranikah

a) Pengertian hubungan seks pranikah

Hubungan seks pranikah adalah hubungan seks yang terjadi sebelum adanya ikatan pernikahan di mana dua individu saling merasa terangsang satu sama lain sampai organ seks satu sama lain bertemu dan terjadi penetrasi.

b) Konsekwensi hubungan seks pranikah (1) Kehamilan Tak Diinginkan (KTD) (a) Pengertian KTD

Kehamilan yang tak diinginkan (KTD) adalah kehamilan yang tidak diinginkan atau tidak diharapkan oleh salah satu atau kedua-duanya calon orangtua bayi tersebut.


(31)

(b) Resiko KTD - Resiko fisik

Kehamilan pada usia dini bisa menimbulkan kesulitan dalam persalinan seperti perdarahan, bahkan bisa sampai pada kematian.

- Resiko psikis dan psikologis

Ada kemungkinan pihak perempuan menjadi ibu tunggal karena pasangannya tidak mau menikahinya atau mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kalau mau menikah, hal ini bisa juga mengakibatkan perkawinan bermasalah dan penuh konflik karena sama-sama belum dewasa dan belum siap memikul tanggung jawab sebagai orang tua.Selain itu pasangn muda terutama pihak perempuan akan dibebani oleh berbagai perasaan tidak nyaman seperti dihantui rasa malu terus-menerus, rendah diri, bersalah atau berdosa, depresi atau tertekan, pesimis, dll. Bila tidak ditangani dengan baik maka perasaan tersebut bisa menjadi gangguan kejiwaan yang lebih parah.

- Resiko sosial

Salah satu risiko sosial adalah berhenti/putus sekolah atau kemauan sendiri dikarenakan rasa malu atau cuti melahirkan. Kemungkinan lain dikeluarkan dari sekolah. Hingga saat ini masih banyak sekolah yang tidak mentolerir siswi yang hamil. Risiko sosial lain adalah menjadi obyek pembicaraan, kehilangan masa remaja yang seharusnya dinikmati dan dianggap buruk karena melahirkan anak di luar nikah. Di Indonesia, melahirkan anak di luar nikah masih sering menjadi beban orang tua.


(32)

- Resiko ekonomi

Merawat kehamilan, melahirkan dan membesarkan bayi/anak membutuhkan biaya besar.

(2) Aborsi

(a) Pengertian Aborsi

Aborsi adalah usaha pengguguran yang disengaja. (b) Resiko melakukan aborsi:

- Resiko fisik

Perdarahan dan komplikasi lain merupakan salah satu resiko aborsi. Aborsi yang berulang selain mengakibatkan komplikasi juga bisa menyebabkan kemandulan. Aborsi yang dilakukan secara tidak aman bisa berakibat fatal yaitu kematian.

- Resiko psikis

Pelaku aborsi seringkali mengalami perasaan-perasaan takut, panik, tertekan atau stres, trauma mengingat proses aborsi dan kesakitan. Kecemasan karena rasa bersalah atau dosa akibat aborsi bisa berlangsung lama. Selain itu pelaku aborsi juga sering kehilangan kepercayaan diri. - Resiko sosial

Ketergantungan pada pasangan seringkali menjadi lebih besar karena perempuan merasa tidak perawan, pernah mengalami kehamilan yang tidak diinginkan atau aborsi. Selanjutnya remaja perempuan lebih sulit menolak ajakan seksual pasangannya. Resiko lain adalah pendidikan menjadi terputus atau masa depan terganggu.


(33)

- Resiko ekonomi

Biaya aborsi cukup tinggi. Bila terjadi komplikasi maka biaya akan semakin tinggi.

(Widyastuti, Rahmawati, Purnamaningrum, 2009, hlm. 152-153).

(3) Infeksi Menular Seksual (IMS)

(a) Pengertian Infeksi Menular seksual (IMS)

Infeksi menular seksual (IMS) merupakan salah satu infeksi saluran reproduksi (ISR) yang ditularkan melalui hubungan kelamin. Kuman penyebab infeksi tersebut dapat berupa jamur, virus, dan parasit. Perempuan lebih mudah terkena ISR dibanding laki-laki, karena saluran reproduksi perempuan lebih dekat ke anus dan saluran kencing

(b) Jenis-Jenis Infeksi Menular Seksual (IMS)

Di antara ISR, Infeksi menular seksual (IMS) merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan ditularkan melalui hubungan kelamin. Termasuk di dalam kelompok IMS adalah gonorhoe, sifilis, ulkus molle, kondiloma akuminata, herpes genital. Macam-macam Infeksi menular seksual:

a) Gonorhoe (GO)/Kencing Nanah (1) Penyebab

Penyebabnya adalah bakteri Nisseria Gonnoreae dengan masa inkubasi antara 2-10 hari setelah masuk ke dalam tubuh.

(2) Gejala

Gejala dan tanda-tanda pada wanita : - Keputihan kental berwarna kekuningan.


(34)

- Rasa nyeri di rongga panggul. - Rasa sakit waktu haid

(3) Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul : - Radang panggul.

- Kemandulan.

- Infeksi mata pada bayi yang baru dilahirkan dan dapat mengakibatkan kebutaan.

- Rentan terhadap penyakit HIV. b) Sifilis (Raja Singa)

(1) Penyebab

Penyebabnya kuman Treponema Pallidum dengan masa tanpa gejala antara 3-4 minggu. Bahkan terkadang sampai 3 bulan sesudah kuman masuk dalam tubuh.

(2) Gejala :

- Primer: luka pada kemaluan tanpa nyeri. - Sekunder: bintil, bercak merah pada tubuh. - Kelainan saraf, jantung, pembuluh darah/kulit. (3) Komplikasi:

- Jika tidak diobati dapat menimbulkan kerusakan berat pada otak dan jantung.

- Bayi dalam kandungan dapat tertular, keguguran atau lahir cacat. - Memudahkan penularan HIV.


(35)

c) Herpes genitalis (1) Penyebab

Penyebabnya berupa virus Herpes Simplex dengan masa inkubasi antar 4-7 hari setelah virus berada dalam tubuh. Pada perempuan seringkali menjadi kanker mulut rahim setelah beberapa tahun kemudian, infeksi ini belum ada obatnya yang benar-benar mujarab. Dengan pengobatan antivirus dapat mengurangi rasa sakit dan lamanya episode infeksi.

(2) Gejala dan tanda infeksi tahap awal :

- Bintil-bintil berair dan nyeri pada kemaluan. - Luka akibat pecahnya bintil-bintil.

- Dapat muncul lagi seperti gejala awal, karena stres, haid, makan/minum beralkohol, hubungan seks yang berlebihan.

(3) Komplikasi :

- Rasa nyeri berasal dari saraf.

- Dapat menular pada bayi dan terlihat saat lahir berupa bintil-bintil berair.

- Infeksi berat abortus, dan kematian janin. - Memudahkan penularan HIV.

d) Trichomoniasis vaginalis (1) Penyebab

Penyebabnya semacam protozoa disebut Trichomonas Vaginalis yang ditularkan melalui hubungan seksual.


(36)

(2) Gejala dan tanda-tanda :

- Keputihan encer, berwarna kekuning-kuningan, berbusa dan berbau busuk.

- Vulva agak membengkak, kemerahan, gatal dan mengganggu. (3) Komplikasi :

- Lecet pada kulit sekitar vulva. - Kelahiran prematur.

- Dapat menularkan HIV. e) Chancroid

(1) Penyebab

Disebabkan oleh bakteri Haemophillus Ducreyi yang menular karena hubungan seksual.

(2) Gejala dan tanda-tanda :

- Luka-luka dan nyeri, tanpa radang jelas.

- Benjolan mudah pecah dilipatan paha disertai sakit. (3) Komplikasi :

- Luka dan infeksi hingga mematikan jaringan disekitarnya. - Memudahkan penularan HIV.

f) Klamidia (1) Penyebab

Penyebabnya adalah Chlamidia Trachomatis. (2) Gejala :

- Keputihan encer berwarna putih kekuningan. - Nyeri di rongga panggul.


(37)

(3) Komplikasi :

- Penyakit radang panggul. - Kemandulan.

- Kehamilan di luar kandungan. - Infeksi mata berat.

- Radang paru-paru pada bayi baru lahir. - Memudahkan penularan HIV.

g) Kondiloma Akuiminata

Penyebabnya adalah virus Han Papilloma dengan gejala spesifik timbulnya kutil di sekitar kemaluan yang dapat membesar dan dapat menyebabkan kanker mulut rahim (Manuaba, 2009:49-51).

b. HIV/AIDS

(1) Pengertian HIV/AIDS

HIV adalah virus yang menyerang kekebalan tubuh manusia. Virus HIV akan masuk ke dalam sel darah putih dan merusaknya, sehingga sel darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap infeksi akan menurun jumlahnya. Akibatnya sistem kekebalan tubuh akan menjadi lemah dan penderita akan mudah terkena berbagai penyakit. Kondisi ini disebut AIDS.

AIDS adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul karena rendahnya daya tahan tubuh. Pada awalnya penderita HIV positif sering menampakkan gejala sampai bertahun-tahun (5-10 tahun). Sekitar 89% penderita HIV akan berkembang menjadi AIDS. Semakin lama menderita akan semakin lemah dan akhirnya akan berakhir dengan kematian, karena


(38)

saat ini belum ditemukan obat untuk mencegah atau menyembuhkan HIV/AIDS.

(2) Penularan dan Penyebaran HIV/AIDS:

Syarat utama yang harus dipenuhi dalam penularan HIV untuk bisa masuk ke dalam tubuh melalui aliran darah, bisa berbentuk luka, pembuluh darah maupun lewat membran mukosa (selaput lendir). Media penularannya ada pada :

(a) Darah

(b) Cairan sperma (c) Cairan vagina

(3) Beberapa kegiatan yang dapat menularkan HIV yaitu:

(a) Hubungan seksual yang tidak aman (tidak menggunakan kondom) dengan orang yang telah terinfeksi HIV

(b) Penggunaan jarum suntik, tindik, tato yang dapat menimbulkan luka dan tidak disterilkan, dipergunakan secara bersama-sama dan sebelumnya telah digunakan oleh orang yang terinfeksi HIV.

(c) Ibu hamil yang terinfeksi HIV pada anak yang dikandungnya pada saat:

- Antenatal yaitu saat bayi masih berada di dalam rahim, melalui plasenta.

- Intranatal yaitu saat proses persalinan, bayi terpapar darah ibu atau cairan vagina.


(39)

- Kenyataannya 25-35% dari semua bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sudah terinfeksi di negara berkembang tertular HIV, dan 90% bayi dan anak yang tertular HIV tertular dari ibunya.

(4) Pencegahan Penularan HIV:

- A : Abstinence-memilih untuk tidak melakukan hubungan seks beresiko tinggi, terutama seks pranikah.

- B : Be faithful-saling setia dengan pasangannya

- C : Condom-menggunakan kondom secara konsisten dan benar - D : Drugs-tolak penggunaan napza

- E : Equipment-jangan pakai jarum suntik bersama.

c. NAPZA

1) Pengertian NAPZA

NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika, Zat Additive lainnya) adalah zat kimiawi yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia, baik secara oral (melalui mulut), dihirup (melalui hidung). Kata lain yang sering dipakai adalah narkoba (Narkotika, psikotropika dan bahan-bahan berbahaya lainnya).

2) Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, dan dapat menimbulkan ketergantungan.


(40)

Pecandu adalah orang yang menggunakan/menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika baik secara fisik maupun psikis.

Ketergantungan narkotika adalah gejala dorongan untuk menggunakan narkotika secara terus menerus.

Rehabilitas medis adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.

Jenis narkotika adalah opioid atau opiad yang berasal dari kata opium. Opiad alami adalah heroin (diacethylmorphine), kodein (3-methoxymorphine), dan hydromorphone (dialudid).

Efek samping yang ditimbulkan adalah mengalami perlambatan dan kekacauan pada malam hari, mengalami kerusakan pada liver dan ginjal, peningkatan risiko terkena virus HIV dan hepatitis dan penyakit infeksi lainnya melalui jarum suntik dan penurunan hasrat dalam hubungan seks, kebingungan dalam identitas seksual, kematian karena overdosis. Adapun jenis narkotika adalah opioid (opiad) yang sering disalahgunakan adalah candu.

3) Alkohol

Alkohol terdapat dalam minuman keras (MIRAS). Minuman keras terbagi dalam 3 (tiga) golongan yaitu:

- Gol. A berkadar alkohol 1%-5% - Gol. B berkadar alcohol 5 %-20% - Gol. C berkadar alcohol 20%-50%

Beberapa jenis minuman beralkohol dan kadar yang terkandung di dalamnya:


(41)

- Bir, Green Sand 1%-5%

- Martini, Wind (anggur) 5%-20% - Whisky, Brandy 20%-55%

Efek samping yang ditimbulkan adalah dalam jumlah kecil, alkohol menimbulkan perasaan relax, dan pengguna akan lebih mudah mengekspresikan emosi, seperti rasa senang, rasa sedih dan kemarahan. Bila dikonsumsi lebih banyak lagi, akan muncul efek sebagai berikut : merasa lebih bebas lagi mengekspresikan diri tanpa ada perasaan terhambat menjadi lebish emosional (sedih, senang, marah secara berlebihan).

Pemabuk atau pengguna alcohol yang berat dapat terancam masalah kesehatan yang serius seperti radang usus, penyakit liver, dan kerusakan otot.

4) Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika, bersifat atau berkhasiat psiko aktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan tingkah laku.

Zat atau obat yang dapat menurunkan aktivitas otak dan merangsang system saraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku disertai dengan timbulnya halusinasi (menghayal), ilusi, gangguan cara berfikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.

Psikotropika terbagi dalam 4 golongan yaitu, psikotropika golongan I, golongan II, golongan III dan golongan IV. Psikotropika yang sekarang sedang popular dan banyak disalahgunakan adalah psikotropika golongan I, yang


(42)

diantaranya yang dikenal dengan ekstasi dan psikotropika golongan II yang dikenal dengan nama shabu-shabu.

6. Tahapan Pengguna a. Pemakai coba-coba

Biasanya untuk memenuhi rasa ingin tahu atau agar diakui oleh kelompoknya. b. Pemakai sosial atau rekreasi

Biasanya untuk bersenang-senang, pada saat rekreasi atau santai, umumnya dilakukan dalam kelompok.

c. Pemakai situasional

Biasanya untuk menghilangkan rasa ketegangan, kesedihan, atau kekecewaan. d. Pemakai ketergantungan

Biasanya sudah tidak dapat melalui hari tanpa mengkonsumsi NAPZA. 7. Dampak Penyalahgunaan

a. Fisik

1) Gangguan pada system saraf (neurologis), seperti kejang-kejang. Halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan saraf.

2) Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler), seperti infeksi akut otot jantung dan gangguan pembuluh darah.

3) Gangguan pada kulit (dermatologist), seperti: adanya nanah, bekas suntukan atau sayatn dan alergi.

4) Gangguan pada paru-paru, seperti: kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru, dan penggumpalan benda asing yanmg terhirup. 5) Gangguan pada darah: pembentukan sel darah terganggu.


(43)

6) Gangguan pencernaan: mencret, radang lambung, dan kelenjar ludah perut, hepatitis, perlemakan hati, pengerasan dan pengecilan hati.

7) Gangguan sistem reproduksi: gangguan fungsi seksual sampai kemandulan, gangguan fungsi reproduksi, ketidakteraturan menstruasi, serta cacat bawaan yang dikandung.

8) Gangguan pada otot dan tulang, seperti peradangan otot akut, penurunan fungsi otot.

9) Terinfeksi virus Hepatitis B dan C, serta HIV. 10) Kematian akibat pemakaian berlebihan (over dosis). b. Psikologis

1) Ketergantungan fisik dan psikologis kadangkala sulit dibedakan karena pada akhirnya ketergantungan psikologis lebih mempengaruhi.

2) Ketergantungan pada NAPZA menyebabkan orang tidak lagi dapat berpikir dan berperilaku normal. Perasaan, pikiran dan prilakunya dipengaruhi oleh zat yang dipakainya.

3) Berbagai gangguan psikis dan kejiwaan yang sering di alami oleh mereka yang yang menyalahgunakan NAPZA antara lain adalah: depresi, paranoid, percobaan bunuh diri, melakukan tindak kekerasan, dll.

4) Gangguan kejiwaan ini bias bersifat sementara tetapi juga bias permanent karena kadar ketergantungan pada NAPZA yang semakain tinggi.

5) Gangguan psikologis yang paling nyata ketika pengguna berada pada tahap compulsive yaitu berkeinginan sangat kuat dan hamper tidak bias mengendalikan dorongan untuk menggunakan NAPZA. Dorongan


(44)

psikologis untuk memakai dan memakai ulang ini sangat nyata pada pemakai yang sudah kecanduan.

6) Banyak pengguna sudah mempunyai masalah psikologis sebelum memakai NAPZA dan penyalahgunaan NAPZA menjadi pelarian atau usaha untuk mengatasi permasalahan tersebut.

7) NAPZA tertentu justru memperkuat perasaan depresi pada pengguna tertentu.

8) Gejala psikologis yang biasa dialami para pengguna NAPZA antara lain: a) Keracunan (Intoksikasi)

Adalah suatu keadaan ketika zat-zat yang digunakan sudah mulai meracuni darah pemakai dan mempengaruhi perilaku pemakainya; misalnya tidak lagi bisa berbicara normal, berpikir lambat, dd.

b) Peningkatan Dosis (Toleransi)

Yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan bahwa seseorang membutuhkan jumlah zat yang lebih banyak untuk memperoleh efek yang sama setelah pemakaian berulang kali. Dalam jangka waktu lama, jumlah atau dosis yang digunakan akan meningkat. Toleransi akan hilang jika gejala putus obat hilang.

c) Gejala Putus Obat

Adalah keadaan dimana pemakai mengalami berbagai gangguan fisik dan psikis karena tidak memperoleh zat yang biasa ia pakai. Gejalanya antara lain gelisah, berkeringat, kesakitan, mual-mual. Gejala putus obat menunjukkan bahwa tubuh membutuhkan zat atau bahan yang biasa dipakai. Gejala putus obat akan hilang ketika kebutuhan akan zat


(45)

dipenuhi kembali atau bila pemakai sudah terbebas sama sekali dari ketergantungan pada zat/obat tertentu. Perlu diketahui bahwa menangani gejala putus obat bukan berarti menangani ketergantungannya pada obat. Gejala putus obatnya selesai, belum tentu ketergantungan pada obatnya juga selesai.

d) Ketergantungan

Adalah keadaan di mana seseorang selalu membutuhkan zat/obat tertentu agar dapat berfungsi secara wajar, baik fisik maupun psikologis. Pemakai tidak bisa lagi hidup wajar tanpa zat/obat-obat tersebut.

(Muadz, 2008:90-91).

E. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi

Menurut Stephen R. Covey (1989, dalam Ali & Asrori, 2010, hal. 142), teori determinasi yang diterima secara luas untuk menjelaskan sikap manusia, yaitu determinasi psikis (psychic determinism) yang berpandangan bahwa sikap individu merupakan hasil dari perlakuan, pola asuh, atau pendidikan orangtua yang diberikan pada anaknya.

Menurut Albert Bandura persepsi remaja terhadap kehidupan keluarganya yang terbentuk melalui pola asuh orang tua mempengaruhi sikap remaja. Adapun suatu rangsangan itu dipersepsi oleh remaja kemudian diberi makna berdasarkan struktur kognitif yang telah dimilki. Jika sesuai, rangsangan itu dihayati dan terbentuklah sikap. Sikap inilah yang secara kuat memberikan bobot kepada prilaku individu. Oleh karena


(46)

itu, sikap diartikan sebagai kecenderungan untuk berperilaku (Ali & Asrori, 2010, hal.95).

Keluarga mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan remaja karena keluarga merupakan lingkungan sosial pertama, yang meletakkan dasar-dasar kepribadian remaja. Pola asuh orang tua sangat besar pengaruhnya bagi sikap dan prilaku remaja. Pola asuh otoriter, permisif maupun demokratis memberikan dampak yang berbeda-beda bagi remaja. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor diantaranya adalah latar belakang pendidikan orangtua, informasi yang didapat orangtua tentang cara mengasuh anak, kultur budaya, kondisi lingkungan sosial dan ekonomi (Soetjaningsih, 2010:152).

Walaupun pola asuh yang sangat otoriter berpengaruh buruk pada prilaku anak, ada bukti-bukti bahwa, dalam bentuk yang kurang keras, pola asuh otoriter menunjang sosialisasi anak. Ini dapat terjadi karena anak yang dikendalikan orangtua atau guru dengan keras, belajar bersikap dengan cara yang disetujui sosial. Akhirnya mereka lebih diterima oleh teman sebaya dan orang dewasa daripada anak yang dibiarkan berbuat sesuka hatinya (Hurlock, 2007, hal. 94).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk merespon masalah remaja, antara lain melalui program di sekolah, masyarakat, keluarga dan kelompok sebaya. Dari berbagai upaya tersebut, keluarga terutama pola asuh orangtua, telah diidentifikasi sebagai pengaruh yang sangat penting dalam membentuk sikap dan perilaku remaja tentang kesehatan reproduksi. Proses pola asuh orangtua meliputi kedekatan orangtua - remaja, pengawasan orangtua dan komunikasi orangtua - remaja tentang topik seksualitas, HIV/AIDS dan NAPZA. Di antara proses pola asuh tersebut, komunikasi orangtua - remaja telah diketahui merupakan pengaruh yang paling penting dan signifikan terhadap


(47)

sikap dan perilaku remaja tentang kesehatan reproduksi (Nuranti, dalam Hutchinson & Montgomery, 2007).


(48)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN A. Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka, pada penelitian ini variabel pola asuh yang akan diteliti adalah authoritarian (otoriter), authoritative (demokratis) dan permessive. Sedangkan variabel sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi yang akan diteliti meliputi seksualitas, HIV/AIDS dan NAPZA.

Gambar 3.1 Kerangka Penelitian B. Definisi Operasional

1. Variabel Independen

Yang menjadi variable independen dari penelitian ini adalah pola asuh orangtua meliputi pola asuh authoritarian (otoriter), authoritative (demokratis) dan permissive.

Pola Asuh Orangtua - authoritarian (otoriter) - authoritative (demokratis) - permessive.

Sikap Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi


(49)

Tabel 3.1.

Definisi Operasional Variabel Independen

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Pola asuh

orangtua a. Authorita

rian (otoriter)

a. Pola asuh yang : - Kaku yaitu

1. Tidak menerima pendapat orang lain termasuk anaknya sendiri.

2. Tidak ada diskusi tentang kesehatan reproduksi dengan anak karena dianggap tabu untuk dibicarakan.

3. Tidak lemah

lembut. - Diktator yaitu

1. Orangtua bertindak semena-mena.

2. Anak cenderung takut dan patuh.

Kuesioner dengan 10 pernyataan dengan 3 pilihan jawaban 0 = tidak

pernah 1 = Jarang

terjadi 2 = Sering

terjadi Tidak Authoritarian = 0-10 Authoritarian = 11-20 Nominal


(50)

b. Authoritat ive (Demokr atis)

3. Orangtua sering menggunakan

hukuman fisik jika anak berbuat salah. - Memaksa anak untuk

selalu mengikuti perintah orangtua tanpa banyak alasan.

- Cenderung mengekang keinginan anak.

- Menekankan

pengawasan orangtua untuk mendapatkan

ketaatan dan kepatuhan.

b. Pola asuh yang :

- Mengutamakan adanya dialog antara remaja dan orangtua termasuk tentang kesehatan reproduksi

- Memberikan

kebebasan pada anak untuk bertanggung Kuesioner dengan 10 pernyataan dengan 3 pilihan jawaban 0 = tidak

pernah 1 = Jarang

Tidak Authoritative = 0-10 Authoritative = 11-20 Nominal


(51)

c. Perme Ssive

jawab pada dirinya sendiri, tetapi masih dalam pengawasan dari orangtua.

c. Pola asuh yang : - Memberikan

kebebasan sebanyak mungkin pada anak

untuk mengatur dirinya sendiri.

- Kurang menekankan pengawasan dari orangtua.

- Membuat anak lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah dengan teman.

- Membuat anak lebih banyak mendapat informasi tentang kesehatan reproduksi

bukan dari orangtua, melainkan dari teman dan media komunikasi.

terjadi 2 = Sering

terjadi Kuesioner dengan 17 pernyataan dengan 3 pilihan jawaban 0 = tidak

pernah 1 = Jarang

terjadi 2 = Sering

terjadi Tidak Permessive = 0-10 Permessive = 11-20 Nominal


(52)

2. Variabel Dependen

Yang menjadi variable dependen dari penelitian ini adalah sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi meliputi seksualitas, PMS dan NAPZA.

Tabel 3.2

Definisi Operasional Variabel Dependen Variabel Defenisi

Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Sikap remaja putri tentang kesehatan

reproduksi

Respon atau reaksi remaja putri tentang : a. seksualitas b. HIV/AIDS c. NAPZA

Kuesioner dengan 24 pernyataan :

Jika pernyataan positif (+) maka : Sangat Setuju : 4

Setuju : 3

Tidak Setuju : 2 Sangat Tidak Setuju : 1 Jika pernyataan

negatif (-) maka : Sangat Setuju : 1

Setuju : 2

Tidak Setuju : 3 Sangat Tidak Setuju : 4

Positif jika total skor 24-59 Negatif jika total skor 60-96


(53)

3. Hipotesis

Hipotesa yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah hipotesa alternatif (Ha) yaitu adanya hubungan antara pola asuh orangtua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi.


(54)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi yang bertujuan untuk mengidentifikasikan pola asuh yang diterapkan orang tua pada remaja putri, sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi serta mengidentifikasi hubungan antara pola asuh orang tua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi di SMA Negeri 18 Medan (Suyanto & Salamah, 2007, hlm. 33).

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja putri dengan usia 16-19 tahun yang duduk di kelas I, II, III dari semua jurusan di SMA Negeri 18 Medan yang berjumlah 297 siswi.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus:

n =

) ( 1 N d2

N + = ) 05 . 0 ( 297 1 297 2 + = ) 0025 , 0 ( 297 1 297 + = 7425 , 0 1 297 + = 7425 , 1 297


(55)

= 170,44 = 170 orang

Berdasarkan perhitungan di atas sampel dalam penelitian ini sebanyak 170 siswi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Random sampling dengan pengambilan sampel secara acak sistematis.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 18 Medan, mulai September 2010 sampai Juni 2011. Penelitian dilakukan mulai dari pengajuan judul, penelusuran pustaka, melakukan survei awal, konsultasi dengan dosen pembimbing, pengajuan proposal, pengolahan data, dan sidang akhir. Adapun pertimbangan pemilihan lokasi penelitian ini adalah karena di sekolah tersebut belum pernah dilakukan penelitian yang menyangkut tentang sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi dan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi.

D. Pertimbangan Etik Penelitian

Sebelum melakukan penelitian ini terlebih dahulu peneliti mengajukan permohonan kepada Ketua Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, dan permintaan izin dari Kepala Sekolah SMA Negeri 18 Medan. Setelah mendapat persetujuan tersebut, kemudian peneliti melakukan penelitian dengan menekankan masalah etik dengan menjelaskan maksud dan tujuan riset yang dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika remaja putri yang berumur 15-19 tahun bersedia untuk diteliti, maka responden harus menandatangani lembar persetujuan tersebut, dan apabila menolak maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.


(56)

Untuk menjaga kerahasiaan responden tersebut, maka peneliti tidak akan mencantum namanya pada lembar pengumpulan data, melainkan cukup dengan memberikan nomor kode responden pada masing-masing lembar pengumpulan data tersebut. Kerahasiaan informasi dari responden dijamin oleh peneliti (Hidayat, 2007, hlm.93-95).

E. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari tiga macam kuesioner yaitu: 1. Kuesioner data demografi remaja (identitas siswa) disusun oleh Nuru (1994) dalam

penelitian pengaruh poa asuh keluarga terhadap prestasi belajar siswa sekolah menengah atas pada SMA Negeri VI Medan yang melputi umur, jenis kelamin, agama, suku, jumlah saudara kandung, kedudukan dalam keluarga (status), lengkap atau tidaknya orangtua, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua. Kuesioner ini digunakan untuk melihat distribusi demografi responden saja dan tidak akan di analisis terhadap hubungan pola asuh orang tua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi.

2. Kuesioner tentang pola asuh orangtua berisi 30 pertanyaan, dengan tiga pilihan jawaban yaitu tidak pernah (TP), jrang terjadi (JT), dan sering terjadi (ST). Jawaban TP mempunyai bobot 0, jawaban JT mempunyai bobot 1, dan jawaban sering terjadi mempunyai bobot 2. Kuesioner ini terbagi dalam tiga kategori pola asuh orangtua meliputi:

a. Kuesioner tentang pola asuh authoritarian (otoriter) berisi 10 pernyataan, diwakili oleh No. 1-10.

b. Kuesioner tentang pola asuh authoritative (demokratis) berisi 10 pernyataan, diwakili oleh No. 11-20.


(57)

c. Kuesioner tentang pola asuh permessive berisi 10 pernyataan, diwakili oleh No. 21-30.

(Setiadi, 2007, hlm.89-90).

3. Kuesioner sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi berisi 24 pernyataan, dengan memberikan tanda cheklist (√) sesuai dengan sikap siswi terhadap pernyataan. Aspek pengukuran sikap dilakukan berdasarkan jawaban responden dari semua pernyataan sikap yang diberikan terdiri dari empat kategori yaitu Sangat setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS) (Hidayat, 2010, hlm. 102).

Jika pernyataan positif (+) maka : Sangat Setuju : 4

Setuju : 3

Tidak Setuju : 2 Sangat Tidak Setuju : 1

Jika pernyataan negatif (-) pada maka : Sangat Setuju : 1

Setuju : 2

Tidak Setuju : 3 Sangat Tidak Setuju : 4

Kuesioner ini terbagi atas pernyataan positif dan negatif. Penyataan positif terdapat pada soal nomor 1,3,5,7,9,11,13,15,17,19,21, dan 23. Pernyataan negatif terdapat pada soal nomor 2,4,6,8,10,12,14,16,18,20,22, dan 24.


(58)

F. Uji Validitas dan Reliabilitas

Untuk memperoleh hasil penelitian yang valid dan reliabel perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada instrumen penelitian. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian validitas konstruk. Kuesioner diujicobakan kepada 30 responden berbeda yang memiliki karakteristik yang sama. Selanjutnya setiap pernyataan dianalisis dengan program komputer dengan metode korelasi pearson product moment. Kemudian dapat diketahui apakah pernyataan-pernyataan dalam kuesioner valid atau tidak. Jika nilai korelasi pernyataan kurang dari 0,361 (n=30 dan taraf signifikan 5%) maka pernyataan tersebut tidak valid. Untuk kuesioner pola asuh orang tua, 30 pernyataan dinyatakan valid dan untuk kuesioner sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi 24 pernyataan valid dan 6 pernyataan tidak valid (Suyanto & Salamah, 2008, hlm.53-54).

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukuran yang sama pula. Uji reliabilitas dilakukan pada 30 pernyataan pola asuh orang tua dan 24 pernyataan sikap yang valid, diolah menggunakan program komputer dengan mencari nilai reliabilitas cronbach’s alfa. Apabila nilai cronbach’s alfa lebih dari 0,6, maka dinyatakan reliabel. Untuk kuesioner pola asuh orang tua didapat nilai cronbach’s alfa 0,895, maka dinyatakan reliabel dan untuk kuesioner sikap nilai cronbach’s alfa 0,866 maka dinyatakan reliabel (Suyanto & Salamah, 2008, hlm. 53-54).


(59)

G. Prosedur Pengumpulan Data

Pada tahap awal peneliti akan mengajukan permohonan izin palaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara), kemudian permohonan izin yang diperoleh akan dikirimkan ke tempat penelitian SMA Negeri 18 Medan. Setelah mendapat izin dari kepala sekolah SMA Negeri 18 Medan, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian. Peneliti menentukan responden sesuai dengan kriteria yang dibuat sebelumnya. Apabila peneliti menemukan calon responden yang memneuhi kriteria cukup banyak maka peneliti memilih calon responden secara acak sistematis. Setelah mendapatkan calon responden, selanjutnya peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian serta proses pengisian kuesioner. Kemudian calon responden yang bersedia a diminta untuk menandatangani surat persetujuan sebagai responden dalam penelitian ini. Setelah itu responden diminta mengisi kuesioner yang akan diberikan oleh peneliti. Responden diberikan kesempatan untuk bertanya selama pengisian kuesioner bila ada yang tidak dimengerti sehubungan dengan pertanyaan yang ada dalam kuesioner. Setelah semua responden mengisi kuesioner tersebut, maka seluruh data dikumpulkan untuk dianalisis.

H. Analisis Data

Setelah seluruh data terkumpul, maka analisa data akan dilakukan melalui pengolahan data yang mencakup antara lain kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1. Editing

Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan/meneliti data yang diperoleh untuk dilakukan pembetulan data yang keliru/salah dan melengkapi data yang kurang.


(60)

2. Tabulating

Pada tahap ini peneliti memindahkan data dari daftar pertanyaan ke dalam tabel-tabel yang telah dipersiapkan

3. Processing

Pda tahap ini peneliti akan memindahkan data dari kuesioner ke dalam program computer.

4. Cleaning

Pada tahap ini peneliti memeriksa atau mengecek kembali data yang telah dimasukkan (entry) untuk mengetahui ada kesalahn atau tidak.

5. Analisis Data a. Univariat

Data demografi disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Sedangkan data hasil analia pola asuh orangtua serta analisa sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi juga akan disajikan dalam bentuk frekuensi dan persentase. Sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi dianalisa dalam bentuk skala ordinal, yaitu skor data hasil kuesioner akan didistribusikan ke dalam dua kategori yaitu positif dan negatif.

Untuk analisa pola asuh authoritarian (otoriter) dengan rentang sebesar 20 dan jumlah kategori sebanyak 2 maka diperoleh panjang kelas sebesar 10. Dengan P=10 dan nilai terendah = 0 sebagai batas bawah kelas interval pertama, pemberian skor adalah sebagai berikut:

Authoritarian = 11-20 Tidak authoritarian = 0-10


(61)

Untuk analisa pola asuh authoritative (demokratis) dengan rentang sebesar 20 dan jumlah kategori sebanyak 2 maka diperoleh panjang kelas sebesar 10. Dengan P=10 dan nilai terendah = 0 sebagai batas bawah kelas interval pertama, pemberian skor adalah sebagai berikut:

Authoritative = 11-20 Tidak Authoritative = 0-10

Untuk analisa pola asuh permessive dengan rentang sebesar 20 dan jumlah kategori sebanyak 2 maka diperoleh panjang kelas sebesar 10. Dengan P=10 dan nilai terendah = 0 sebagai batas bawah kelas interval pertama, pemberian skor adalah sebagai berikut: Permessive = 11-20

Tidak permessive = 0-10

Untuk analisa sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi, diperoleh nilai terendah 24 dan nilai tertinggi 96 jadi, semakin tinggi skor semakin baik sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan rumus menurut Hidayat (2007, hlm. 104-106).

P = rentang/banyak kelas

Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang sebesar 72 (selisih nilai tertinggi dengan nilai terendah). Banyak kelas adalah 2 kelas (sikap positif dan negative) maka didapat panjang kelas sebesar 36, dengan menggunakan P=36 dan 24 sebagai batas interval pertama maka sikap remaja dapat dikategorikan atas interval sebagai berikut : 24-59 memiliki sikap positif dan 60-96 memiliki sikap negatif (Riduwan, 2010, hlm.69-70).


(62)

b. Bivariat

Statistik Bivariat adalah suatu prosedur yang digunakan untuk menerangkan keeratan hubungan antara dua variabel (Arikunto, 2006, hal. 271). Pengujian data dilakukan dengan menggunakan uji statistik chi-square (x2), dengan nilai kemaknaan (α = 0,05). Apabila nilai x2 hitung > x2 tabel atau nilai probabilitas (p) < 0,05, maka Ho ditolak, yaitu ada hubungan antara variabel bebas dan terikat. Apabila nilai x2 hitung < x2 tabel atau nilai probabilitas (p) > 0,05, maka Ho diterima yaitu tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi.


(63)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Dalam bab ini diuraikan tentang hasil penelitian mengenai hubungan pola asuh orang tua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi melalui proses pengumpulan data yang dilakukan dari tanggal 29-30 Maret 2011 terhadap 170 responden remaja putri di SMA Negeri 18 Medan. Hasil dari penelitian mengenai hubungan pola asuh orangtua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi di SMA Negeri 18 Medan adalah sebagai berikut :

1. Data Demografi

Hasil penelitian distribusi responden berdasarkan karakteristik demografi, didapatkan mayoritas responden 80,0% (136 orang) berusia 16-19 tahun, 70,0% (119 orang) suku batak, 60,6% (103 orang) memiliki jumlah saudara 3-5 orang, 90,6% (154 orang) memiliki ibu dan bapak, 89,4% (152 orang) dengan bapak yang dominan dalam keluarga, 51,8% (88 orang) pendidikan orangtuanya SMA, 60,0% (102 orang) pekerjaan orang tuanya wiraswasta, dan 45,3% (77 orang) pendapatan orangtuanya Rp.1.000.000,00 - Rp.3.000.000,00. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.1

Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Demografi di SMA Negeri 18 Medan 2011

Karakteristik Frekuensi Persentase (%) Usia 13-15 tahun 16-19 tahun 34 136 20,0 80,0 Agama Islam Protestan Katolik 112 53 5 65,9 31,2 2,9


(64)

Suku Siswi Batak Melayu Minang Aceh Jawa 119 10 6 6 29 70,0 5,9 3,5 3,5 17,1 Jumlah Saudara Kandung

0-2 3-5 >5 50 103 17 29,4 60,6 10,0 Orang Tua yang Ada

Ibu dan bapak Ibu saja Bapak saja

Ibu tiri dan bapak kandung

154 12 3 1 90,6 7,1 1,8 0,6 Orangtua yang dominan dalam keluarga

Ibu dan bapak Ibu Bapak 1 17 152 0,6 10,0 89,4 Pendidikan orangtua SD SMP SMA D3 S1 7 12 88 16 47 4,1 7,1 51,8 9,4 27,6 Pekerjaan orangtua Pegawai negeri Pegawai swasta TNI/POLRI Wiraswasta 41 17 10 102 24,1 10,0 5,9 60,0

Karakteristik Frekuensi Persentase (%) Pendapatan orangtua

< Rp. 500.000,-

Rp. 500.000,- s/d Rp. 1.000.000,- Rp. 1.000.000,- s/d Rp. 3.000.000,- > Rp. 3.000.000,-

10 69 77 14 5,9 40,6 45,3 8,2


(65)

2. Pola Asuh Orangtua

Hasil penelitian distribusi responden berdasarkan pola asuh orang tua menunjukkan bahwa dari170 responden, mayoritas responden 74,1% (126 orang) dalam kategori pola asuh orangtua authoritative (demokratis), dan minoritas responden 12,9% (22 orang) dalam kategori pola asuh orangtua authoritarian (otoriter) dan pereissive. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.2

Distribusi Responden Berdasarkan Pola Asuh Orangtua di SMA Negeri 18 Medan2011

Pola Asuh Orangtua Frekuensi Persentase (%) Authoritarian (otoriter) 22 12,9 Authoritative (demokratis) 126 74,1

Permessive 22 12,9

Jumlah 170 100,0

3. Sikap Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi

Hasil penelitian distribusi responden berdasarkan sikap tentang kesehatan reproduksi menunjukkan bahwa dari 170 responden, mayoritas responden 71,2% (121 orang) bersikap positif dan minoritas responden 28,8% (49 orang) bersikap negatif. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.3.

Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Kesehatan Reproduksi Di SMA Negeri 18 Medan 2011

Sikap tentang Kesehatan Reproduksi Frekuensi Persentase (%)

Positif 121 71,2

Negatif 49 28,8

Jumlah 170 100,0

4. Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Sikap Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi


(66)

Hasil penelitian hubungan pola asuh orang tua dengan sikap remaja putrid tentang kesehatan reproduksi menunjukkan bahwa dari 170 responden, 22 orang (12,9%) yang berpola asuh authoritarian (otoriter) mempunyai sikap negatif, 121 orang (71,2%) yang berpola asuh authoritative (demokratis) mempunyai sikap positif dan 22 orang (12,9%) yang berpola asuh permessive mempunyai sikap negatif. Hasil uji statistik dengan analisa chi-square diperoleh nilai ρ=0,000, ini berarti adahubungan pola asuh orangtua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 5.4

Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi di SMA Negeri 18 Medan 2011

Pola Asuh Orangtua Sikap Jumlah Persentase

(%) Positif Negatif

F % F %

Authoritarian (otoriter) 0 0 22 12,9 22 12,9 Authoritative (demokratis) 121 71,2 5 3,0 126 74,2 Permessive 0 0 22 12,9 22 12,9

Total 121 71,2 49 28,8 170 100

X2=146,595 ρ=0,000

Tabel 5.5. Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square

N of Valid Cases

146,595a 170

2 0,000


(67)

B. Pembahasan Penelitian

Dalam pembahasan ini, peneliti mencoba menjawab pertanyaan penelitian yaitu apakah ada hubungan pola asuh orangtua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi.

1. Pola asuh Orang Tua pada Remaja Putri

Berdasarkan hasil penelitian dari 170 responden, mayoritas responden 74,1% (126 orang) dalam kategori pola asuh orangtua authoritative (demokratis), dan minoritas responden 12,9% (22 orang) dalam kategori pola asuh orangtua authoritarian (otoriter) dan permissive. Mayoritas orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis bersuku batak 65,1% (82 orang), pendidikan SMA 51,6% ( 65 orang), wiraswasta 79,4% (81 orang) dan pendapatan Rp. 1.000.000,- s/d Rp.3.000.000,- 43,7% (55 orang).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Setiana (2010) yang berjudul hubungan antara pola asuh orang tua dengan sikap remaja tentang napza pada siswa kelas XI di SMA PGRI 1 Jombang Kabupaten Jombang 2010, bahwa mayoritas pola asuh yang diterapkan orangtua adalah demokratis yaitu 56,9%. Berdasarkan hasil penelitian Oktiva (2010) yang berjudul hubungan antara tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja dan pola asuh orang tua dengan sikap remaja tentang seks bebas di SMA N 1 Tawangsari Sukoharjo, mayoritas pola asuh yang diterapkan orang tua pada remaja adalah authoritative (demokratis).

Menurut Baumrind (1991, dalam Parke & locke, 1999) bahwa pola asuh yang paling kondusif yang diterapkan orangtua kepada anak adalah pola asuh authoritative. Pola asuh ini bercirikan adanya hak dan kewajiban orangtua dan anak adalah sama dalam arti saling melengkapi, anak dilatih untuk bertanggung jawab pada dirinya sendiri, tetapi masih dalam pengawasan orangtua. Pola asuh ini dihubungkan dengan dengan


(68)

tingkah laku anak-anak yang memperlihatkan emosional positif, sikap positif, sosial dan pengembangan kognitif. Hal ini sesuai dengan hasil uji crosstab dari 126 responden yang berpola asuh authoritative (demokratis) yang mempunyai sikap positif tentang kesehatan reproduksi sebanyak 121 orang (96,03%). Hal ini menyebabkan mayoritas orang tua menerapkan pola asuh demokratis pada anaknya.

2. Sikap Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi

Berdasarkan hasil penelitian dari 170 responden, mayoritas responden 71,2% (121 orang) bersikap positif dan minoritas responden 28,8% (49 orang) bersikap negatif. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas remaja putri mempunyai sikap positif tentang kesehatan reproduksi.

Menurut Azwar (2009, dalam Kusumastuti, 2010, hal.13-16). Salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap pada remaja adalah orang lain di sekitar kita yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak dan tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berati khusus bagi kita, akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Diantara orang yang biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang tua.

Menurut Baumrind (1991, dalam Parke & locke, 1999) bahwa pola asuh yang paling kondusif yang diterapkan orangtua kepada anak adalah pola asuh authoritative (demokratis). Pola asuh ini dihubungkan dengan dengan tingkah laku anak-anak yang memperlihatkan emosional positif, sikap positif, sosial dan pengembangan kognitif.

Berdasarkan pendapat Azwar dan Baumrind dapat disimpulkan bahwa sikap positif remaja dapat terbentuk melalui penerapan pola asuh authoritative (demokratis) oleh orangtua. Hal ini sesuai dengan hasil uji crosstab bahwa dari 121 responden yang


(69)

memilki sikap positif tentang kesehatan reproduk 121 orang (100%) memilki pola asuh authoritative (demokratis).

3. Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Sikap Remaja Putri tentang Kesehatan Reproduksi

Berdasarkan hasil penelitian dari 170 responden, mayoritas 121 orang (71,2%) yang berpola asuh authoritative (demokratis) mempunyai sikap positif dan minoritas bersikap negatif sebanyak 5 orang (3%). Mayoritas responden yang berpola asuh otoriter (authoritarian) dan permissive memiliki sikap negatif tentang kesehatan reproduksi sebanyak 22 orang (12,9%). Hasil uji statistik dengan analisa chi-square diperoleh nilai ρ=0,000, ini berarti adahubungan polaasuh orangtua dengan sikap remaja putri tentang kesehatan reproduksi.

Menurut Baumrind (1991, dalam Parke & locke, 1999) bahwa pola asuh yang paling kondusif yang diterapkan orang tua kepada anak adalah pola asuh authoritative (demokratis). Pola asuh ini dihubungkan dengan dengan tingkah laku anak-anak yang memperlihatkan emosional positif, sikap positif, sosial dan pengembangan kognitif. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa mayoritas responden yang berpola asuh demokratis memiliki sikap positif tentang kesehatan reproduksi.

Menurut Widyarini (2009, hal.11) bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter tidak menyadari pentingnya menghargai pendapat anak. Mereka tidak menyadari bahwa dengan mendengarkan pendapat anak bisa mendorong kepercayaan diri dan kemandirian anak dalam berpikir dan bersikap sesuai dengan standar moral di masyarakat melalui diskusi. Oleh karena itu mayoritas responden yang berpola asuh otoriter memiliki sikap negatif tentang kesehatan reproduksi.


(70)

Menurut Baumrind (1991, dalam Parke & locke, 1999) bahwa pola asuh permessive merupakan bentuk pengasuhan dimana orang tua memberikan kebebasan sebanyak mungkin pada anak untuk mengatur dirinya sendiri. Anak dituntut untuk mengatur sikap dan tingkah lakunya sendiri tanpa banyak dikontrol orang tua. Pola asuh ini membuat anak lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah dengan temannya. Menurut Azwar (2009, dalam Kusumastuti, 2010, hal.13-16), salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap pada remaja selain orang tua adalah teman. Pola asuh ini dapat menyebabkan anak beresiko memilki sikap negatif tentang kesehatan reproduksi. Hal ini disebabkan anak lebih sering memperoleh informasi tentang kesehatan reproduksi melalui media massa dan teman-temannya sehingga kadang-kadang memperoleh informasi yang kurang tepat, malah menyesatkan dan menjerumuskan mereka sendiri (Mutakim, 2008, dalam, 2009, hlm.2-3). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa mayoritas responden yang berpola asuh permessive memilki sikap negatif tentang kesehatan reproduksi.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rohdiyati (2007) bahwa ada pengaruh antara pola asuh orang tua permisif dengan sikap remaja terhadap seks pra nikah pada kelas XI di SMU 17 AGUSTUS. Hasil penelitian Fatmawati (2010) dengan menggunakan uji korelasi product moment, diperoleh hasil bahwa nilai r = 0,433 dengan nilai p = 0,001 karena nilai p lebih kecil dari 0,05 maka signifikan berarti ada hubungan antara pola asuh authoritative dengan sikap siswa tentang seks bebas di SMA N 1 Tawangsari Sukoharjo. Hasil penelitian Vani Bagus Setiana (2010), setelah dilakukan uji statistik dengan spearman rank dengan menggunakan SPSS didapatkan bahwa (0,00) lebih kecil dari (0,05), yang artinya ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan sikap remaja tentang NAPZA pada siswa kelas XI di SMA PGRI 1 Jombang. Berdasarkan


(1)

11 Orang yang suka berganti-ganti pasangan beresiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS

12 Orang yang menderita HIV/AIDS patut dijauhi karena akan menular dengan bersentuhan.

13. Seseorang yang terinfeksi HIV/AIDS tidak akan dapat disembuhkan karena saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkannya. 14. Kita tidak boleh bersalaman dengan penderita

HIV/AIDS karena dapat menyebabkan tertular penyakit HIV/AIDS

15 Pengguna narkotika, psikotropika dan zat additive lainnya dapat tertular HIV/AIDS karena penggunaan jarum suntik secara bersama-sama dengan orang yang terinfeksi HIV

16 Pengguna narkotika, psikotropika dan zat additive lainnya tidak dapat tertular HIV/AIDS karena penularannya hanya melalui hubungan seksual.

17 Pemakaian narkotika, alkohol, psikotropika dan zat additive lainnya (NAPZA) terus menerus akan mengakibatkan ketergantungan. 18 Penggunaan narkotika, alkohol, psikotropika

dan zat additive lainnya (NAPZA) sekali-sekali tidak akan menimbulkan ketagihan/ketergantungan.

19 Penyalahgunaan NAPZA tidak hanya berakibat buruk pada diri pemakai tetapi juga orang lain yang berhubungan dengan mereka. 20 Pemakaian narkotika, alkohol, psikotropika

dan zat additive lainnya (NAPZA) tidak memberikan dampak yang buruk pada kesehatan pengguna.

21 Ketergantungan pada narkotika, alkohol, psikotropika dan zat additive lainnya (NAPZA) menyebabkan orang tidak lagi dapat berpikir dan berperilaku normal.

22 Ketergantungan pada narkotika, alkohol, psikotropika dan zat additive lainnya (NAPZA) menyebabkan orang lebih bersemangat, mudah berkonsentrasi dan berperilaku normal.


(2)

23 Pemakaian narkotika, alkohol, psikotropika dan zat additive lainnya (NAPZA) menyebabkan gangguan psikis seperti depresi, paranoid, percobaan bunuh diri dan melakukan tindak kekerasan.

24 Penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat additive lainnya (NAPZA) menimbulkan perasaan enak, nikmat, senang, bahagia, tenang, dan nyaman terus menerus.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Corah Julianti Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 3 Juli 1988

Nama Ayah : Persediaan sinulingga, S.Pd Nama Ibu : Nursia Alida Butar-Butar, S.Pd Anak Ke : 3 (Tiga)

Alamat : Jl. Garuda 3 No. 42, P. Mandala Pendidikan Formal :

SD : SDN 066056 Tahun 1994 - 2000

SMP : SMP WR.Supratman 1 Medan Tahun 2000-2003 SMA : SMA WR. Supratman 1 Medan Tahun 2003-2006

D3 : Diploma III (Tiga) Kebidanan Politeknik Kesehatan Depkes Medan Tahun 2006-2009