Penerapan Metode Discovery (penemuan terbimbing) untuk meningkatkan Pemahaman Konsep teorema pythagoras siswa kelas VIII diMTSN Pulosari Ngunut Tulungagung Tahun 2009 2010 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung BAB I QORIK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia
dalam mengembangkan dirinya, sehingga mampu menghadapi setiap
perubahan yang terjadi. Dalam Undang-Undang sistem pendidikan nasional
tahun 2003 (bab 1 pasal 1) disebutkan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian diri
kecerdasan, akhlaq mulia serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.1
Untuk meningkatkan mutu suatu pendidikan diperlukan proses
pembelajaran yaitu proses belajar dan mengajar.
2
Proses belajar dan
mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Didalam proses belajar mengajar guru harus mempertimbangkan faktorfaktor yang berpengaruh didalamnya sehinnga pengajaran dapat berjalan
secara efektif dan efisien, sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Faktor
siswalah yang menjadi unsure yang menentukan berhasil atau tidaknya
pengajaran yang disampaikan oleh guru.
1
UU RI No. 20 Th. 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Fokus Media,
2003).hal.2
2
Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bina Aksara, 1989).hal.7
1
2
Produk yang ingin dihasilkan melalui proses pendidikan adalah out put
yang memiliki kemampuan melaksanakan peranannya dimasa yang akan
datang. Hal ini akan dapat terwujud jika dilakukan melalui proses pengajaran
dengan strategi pelaksanaan melalui (1) bimbingan yaitu pemberian bantuan,
arahan, motivasi, nasihat dan penyuluhan agar siswa mampu mengatasi,
memecahkan dan menanggulangi masalahnya sendiri, (2) pengajaran yaitu
bentuk kegiatan dimana terjalin hubungan interaksi dalam proses belajar dan
mengajar antara tenaga kependidikan dan peserta didik, (3) pelatihan yaitu
sama dengan pengajaran khususnya untuk mengembangkan ketrampilan
tertentu.3
Berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut
perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran khususnya pada
jenis pendidikan formal (persekolahan). Perubahan tersebut harus pula diikuti
oleh guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembelajaran di
sekolah.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menghendaki suatu
pembelajaran pada dasarnya tidak hanya mempelajari suatu konsep atau suatu
teori yang didasarkan pada fakta, tapi juga aplikasi dalam kehidupan seharihari. Sehingga guru harus bijaksana dalam menentukan suatu metode yang
sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
3
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2005), hal. 9.
3
Kemajuan negara-negara maju, hingga sekarang menjadi dominan
ternyata 60%-80% menggantungkan kepada Matematika. 4 Matematika
merupakan suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir, karena matematika
sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam
menghadapi kemajuan IPTEK sehingga matematika perlu dibekalkan kepada
setiap peserta didik sejak TK sampai perguruan tinggi.
Menurut John Holt (1967), proses belajar akan meningkat jika siswa
diminta untuk melakukan hal-hal berikut ini:
1. Mengemukakan kembali informasi dengan kata-kata mereka
sendiri.
2. Memberikan contohnya.
3. Mengenalinya dalam bermacam bentuk dan situasi.
4. Melihat kaitan antara informasi itu dengan fakta atau gagasan lain.
5. Menggunakannya dengan beragam cara.
6. Memprediksikan sejumlah konsekuensinya.
7. Menyebutkan lawan atau kebalikannya.5
Proses belajar sesungguhnya bukanlah semata kegiatan menghafal.
Banyak hal yang kita ingat akan hilang dalam beberapa jam mempelajari
bukanlah menelan semuanya. Untuk mengingat apa yang telah diajarkan siswa
harus mengolahnya atau memahaminya. Seorang guru tidak dapat dengan
serta merta menuangkan sesuatu kedalam benak para siswanya, karena mereka
sendirilah yang harus menata apa yang mereka dengan dan lihat menjadi satu
kesatuan yang bermakna. Tanpa peluang untuk mendiskripsikan, mengajukan
4
Herman Hudojo, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, (Malang: UM
Press, 2005), hal. 23.
5
Raisul Muttaqien, Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung: Penerbit Nusamedia, 2006) hal. 26
4
pertanyaan, mempraktikan dan barangkali bahkan mengajarkannya kepada
siswa yang lain, proses belajar yang sesungguhnya tidak akan terjadi.
Belajar juga memerlukan kedekatan dengan materi yang hendak
dipelajari, jauh sebelum bisa memahaminya. Belajar juga memerlukan
kedekatan dengan berbagai macam hal, bukan sekedar pengulangan atau
hafalan. Sebagai contoh pelajaran matematika bisa diajarkan dengan media
yang konkret, melalui buku-buku latihan dan dengan mempraktikkan dalam
kegiatan sehari-hari. Ketika kegiatan belajar bersifat aktif, siswa akan
mengupayakan sesuatu. Dia menginginkan jawaban atas sebuah pertanyaan,
membutuhkan informasi untuk memecahkan masalah atau mencari cara untuk
mengerjakan tugas.
Belajar juga memerlukan kedekatan dengan materi yang hendak
dipelajari, jauh sebelum bisa memahaminya. Belajar juga memerlukan
kedekatan dengan berbagai macam hal, bukan sekedar pengulangan atau
hafalan.6
Belajar merupakan kegiatan yang lebih dari sekedar mengingat atau
menghafal. Belajar dengan menghafal berarti bahwa belajar dikerjakan dengan
cara mekanis, sekedar suatu latihan mengingat tanpa suatu pengertian. Jika
matematika dipelajari dengan hafalan, maka siswa akan menjumpai kesulitan,
sebab bahan pelajaran yang diperoleh dengan hafalan belum “siap pakai”
6
Ibid., hal. 28
5
untuk menyelesaikan masalah bahkan juga dalam situasi-situasi yang mirip
dengan bahan yang dipelajari.7
Contohnya seorang siswa yang hafal dengan sebuah teorema belum
tentu
bisa
menyelesaikan
masalah-masalah
yang
sebenarnya
bisa
diselesaikan dengan teorema itu. Hal ini mungkin karena siswa tersebut
tidak memahami atau tidak mengerti maksud dari teorema tersebut.
Teknik penemuan adalah terjemahan dari discovery.8 Menurut Jerome
Brunner, penemuan adalah suatu proses, suatu jalan atau cara dalam
mendekati permasalahan. Proses penemuan dapat menjadi kemampuan
umum melalui latihan pemecahan masalah dan praktek membentuk dan
menguji hipotesis. Di dalam pandangan Brunner belajar dengan penemuan
adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan
suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil, sehingga siswa dapat
mencari jalan pemecahan.
Tujuan dari penggunaan model penemuan terbimbing adalah
mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis atau
mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental
dengan demikian, siswa tak hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran,
akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.
Manusia
yang
hanya
menguasai
pelajaran
belum
tentu
dapat
mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal; namun sebaliknya
7
8
Herman Hudojo, Pengembangan…, hal. 93
Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal. 20
6
siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa
menguasai materi pelajaran.
Perlu bagi guru (pengajar) untuk lebih variatif berinovatif dalam
menggunakan metode mengajar yang dapat meningkatkan prestasi siswa.
Dalam model pembelajaran dengan penemuan terbimbing, peran siswa cukup
besar bahkan pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru tapi pada siswa.
Guru memulai kegiatan belajar mengajar dengan menjelaskan kegiatan yang
akan dilakukan siswa. Dengan membiasakan siswa dalam kegiatan pemecahan
masalah dapat diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
mengerjakan soal matematika. Karena siswa dilibatkan dalam berpikir
matematika pada saat memanipulasi eksperimen dan menyelesaikan masalah
tersebut.
Salah satu pokok bahasan yang diberikan di kelas VIII SLTP semester
genap adalah teorema pythagoras bagi para siswa kelas VIII SLTP, teorema
pythagoras sudah dikenal sejak mereka di jenjang Sekolah Dasar (SD). Namun
pengetahuan mereka sebatas teorema Pythagoras berbunyi a2 + b2 = c2, tanpa
didukung pengetahuan bagaimana teorema itu bisa bisa terbentuk dan apa
maksud
teorema itu. Sehingga dalam prakteknya siswa kurang mampu
mengaplikasikan teorema pythogoras ke dalam bentuk soal cerita yang lebih
kompleks. Padahal jika ditelaah lebih lanjut, dalam kehidupan sehari-hari
banyak sekali hal-hal di sekitar kita yang memanfaatkan teorema ini. Seperti
halnya atap rumah yang miring, tinggi pohon, tangga yang bersandar pada
7
tembok, yang kesemuanya bisa dihitung panjang atau tingginya dengan
menggunakan prinsip pythagoras.
Dari keadaan siswa di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa selama
ini mereka kurang memahami konsep pythagoras. Berdasarkan uraian latar
belakang tersebut, maka penulis mengambil judul untuk penelitian ini
“Penerapan Metode Discovery (Penemuan Terbimbing) Untuk Meningkatkan
Pemahaman Konsep Teorema Pythagoras Siswa Kelas VIII di MTsN Pulosari
Ngunut Tulungagung Tahun 2009/2010”.
B. Fokus Penelitian
1.
Bagaimana proses pembelajaran dengan penerapan
metode
discovery
(penemuan
terbimbing)
untuk
meningkatkan
pemahaman pada konsep teorema pythagoras siswa kelas VIII di MTsN
Pulosari Tahun 2009/2010?
2.
Bagaimana pemahaman matematika pada konsep
teorema pythagoras dengan penerapan metode discovery (penemuan
terbimbing) siswa kelas VIII di MTsN Pulosari tahun 2009/2010?
C. Tujuan Penelitian
1.
Untuk mendiskripsikan proses pembelajaran dengan
penerapan metode discovery (penemuan terbimbing) untuk meningkatkan
8
pemahaman pada konsep teorema pythagoras siswa kelas VIII di MTsN
Pulosari tahun 2009/2010.
2.
Untuk
mengetahui
pemahaman
matematika
pada
konsep teorema pythagoras dengan penerapan metode discovery
(penemuan terbimbing) pada siswa kelas VIII di MTsN Pulosari tahun
2009/2010.
D. Kegunaan Hasil Penelitian
1.
Secara Teoritis
Yaitu dapat menambah dan memperkuat teori yang sudah ada
dalam pembelajaran.
2.
Secara Praktis
a.
Bagi sekolah
Sebagai masukan bagi segenap komponen pendidikan untuk
memberikan proses pembelajaran matematika sehingga terwujud out
put pendidikan yang berkualitas.
b.
Bagi guru
Dengan adanya penelitian ini diharapkan guru dapat memilih
pendekatan metode pembelajaran apa yang tepat agar dapat
meningkatkan pemahaman siswa pada pokok bahasan teorema.
c.
Bagi siswa
9
Dapat
membantu
meningkatkan
pemahaman
konsep
teorema
pythagoras.
d.
Bagi penulis
1)
Merupakan
suatu
pengalaman
penelitian yang sangat berharga dalam rangka mengembangkan
ilmu pengetahuan.
2)
Sebagai
tambahan
teoritis
dan
pengalaman praktis bagi peneliti dalam mengkaji dan menganalisis
masalah.
E. Penegasan Istilah
1.
Penegasan Konseptual
a.
Penerapan: keikutsertakaan dalam suatu hal.9
b.
Metode: suatu cara yang dapat digunakan untuk
melaksanakan strategi pembelajaran.10
c.
Discovery:
penemuan
terbimbimng.
adalah
proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep
atau prinsip.11
9
Depdikbud, Kamus Besar Indonesia, (jakarta: Bulan Bintang, 1996), hal. 1066.
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana, 2007), hal. 125.
11
Roestiyah, Strategi…., hal. 20.
10
10
d.
Pemahaman: kedalaman kognitif dan afektif
yang dimiliki oleh individu.12
e.
Matematika: ide-ide/ konsep-konsep abstrak
yang tersusun secara hierarkis dan penalarannya deduktif.13
f.
Konsep: suatu ide abstrak yang memungkinkan
kita mengklasifikasikan obyek-obyek itu termasuk atau tidak termasuk
kedalam ide abstrak itu.14
g.
Teorema:
dibuktikan
dengan
serentetan
pernyataan
benar
yang
pernyataan-pernyataan
dapat
benar.15
Pernyataan dapat berupa definisi, aksioma dan teorema yang sudah
dibuktikan.
h.
Pythagoras: nama seorang ahli matematika
Yunani yang menemukan teorema bahwa dalam suatu segitiga sikusiku persegi pada hypotenusa atau sisi miring sama dengan jumlah luas
persegi pada dua sisi siku-sikunya, atau biasa dirumuskan.
a2 + b2 = c2.16
2.
Penegasan Operasional
12
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hal.
13
Herman Hudojo, Strategi Mengajar Belajar Matematika, (Surabaya: IKIP Malang, 1990),
39.
hal. 4.
14
Heran Hudojo, Pengembangan Kurikulum…, hal. 104.
Ibid., hal. 146.
16
Setyo Budi, et.all. Matematika kelas VIII SMP/MTs, (Yogyakarta: Grafika, 2002), hal.
15
113.
11
a. Penerapan metode discovery disini maksudnya pembelajaran dengan
cara penemuan terbimbing di mana siswa di bombing untuk mampu
menemukan dan memahami konsep atau prinsip teorema Pythagoras.
Metode discovery dilakukan dengan cara membuat kelompokkelompok belajar siswa yang heterogen,yang terdiri dari siswa
berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Kemudian tiap-tiap
kelompok di beri tugas untuk mengerjakan lembar kerja siswa guna
menemukan teorema Pythagoras.
b. Meningkatkan
pemahaman
adalah
suatu
proses
pembelajaran
mengaitkan antara pengetahuan yang sudah di peroleh siswa dengan
pengetahuan baru dalam rangka perubahan pengetahuan melalui
pengalaman-pengalaman belajar, sehingga akan di peroleh hasil belajar
siswa secara bermakna dan nilai belajarnya juga semakin baik dan
meningkat.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran konsep teorema Pythagoras adalah proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar untuk memahami teorema
Pythagoras dimana siswa mengamati dan menarik kesimpulan dari materi
yang diberikan guru. Sebelum menemukan teorema Pythagoras siswa
harus menguasai materi prasyarat yaitu luas persegi, luas segitiga, kuadrat
dan akar kuadrat suatu bilangan.
12
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika dalam penulisan skripsi ini dibagi sebagai berikut, yaitu:
Bab I Pendahuluan, terdiri dari: (a) latar belakang masaah (konteks
penelitian), (b) fokus penelitian (rumusan masalah), (c) tujuan penelitian, (d)
kegunaan hasil penelitian, (e) sistematika skripsi.
Bab II Kajian Pustaka, terdiri dari: (a). belajar mengajar matematika:
1).
hakekat matematika, 2). Proses belajar mengajar matematika, 3) faktor-
faktor yang mempengaruhi proses belajar dan mengajar matematika,
(b).pembelajaran dengan metode discovery: 1). Pengertian metode discovery,
2). Langkah-langkah pembelajaran metode discovery, 3). Kelebihan dan
kelemahan metode discovery, (c). Pembahasan tentang pemahaman siswa, (d).
Pembelajaran teorema pythagoras di SLTP, (e). Pembelajaran teorema
pythagoras dengan metode discovery.
Bab III Metode Penelitian, terdiri dari: (a) pola/ jenis penelitian, (b)
lokasi penelitian, (c) kehadiran peneliti, (d) sumber data, (e) prosedur
pengumpulan data, (f) teknik analisis data, (g) pengecekan keabsahan temuan,
(h) tahap-tahap penelitian.
Bab IV Paparan Hasil Penelitian, terdiri dari: (a) paparan data, (b)
temuan penelitian, (c) pembahasan.
Bab V Penutup, terdiri dari: (a) kesimpulan, (b) saran.
Bagian akhir, terdiri dari: (a) daftar rujukan, (b) lampiran-lampiran, (c)
surat pernyataan keaslian, (d) daftar riwayat hidup.
13
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia
dalam mengembangkan dirinya, sehingga mampu menghadapi setiap
perubahan yang terjadi. Dalam Undang-Undang sistem pendidikan nasional
tahun 2003 (bab 1 pasal 1) disebutkan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian diri
kecerdasan, akhlaq mulia serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.1
Untuk meningkatkan mutu suatu pendidikan diperlukan proses
pembelajaran yaitu proses belajar dan mengajar.
2
Proses belajar dan
mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Didalam proses belajar mengajar guru harus mempertimbangkan faktorfaktor yang berpengaruh didalamnya sehinnga pengajaran dapat berjalan
secara efektif dan efisien, sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Faktor
siswalah yang menjadi unsure yang menentukan berhasil atau tidaknya
pengajaran yang disampaikan oleh guru.
1
UU RI No. 20 Th. 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Fokus Media,
2003).hal.2
2
Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bina Aksara, 1989).hal.7
1
2
Produk yang ingin dihasilkan melalui proses pendidikan adalah out put
yang memiliki kemampuan melaksanakan peranannya dimasa yang akan
datang. Hal ini akan dapat terwujud jika dilakukan melalui proses pengajaran
dengan strategi pelaksanaan melalui (1) bimbingan yaitu pemberian bantuan,
arahan, motivasi, nasihat dan penyuluhan agar siswa mampu mengatasi,
memecahkan dan menanggulangi masalahnya sendiri, (2) pengajaran yaitu
bentuk kegiatan dimana terjalin hubungan interaksi dalam proses belajar dan
mengajar antara tenaga kependidikan dan peserta didik, (3) pelatihan yaitu
sama dengan pengajaran khususnya untuk mengembangkan ketrampilan
tertentu.3
Berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut
perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran khususnya pada
jenis pendidikan formal (persekolahan). Perubahan tersebut harus pula diikuti
oleh guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembelajaran di
sekolah.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menghendaki suatu
pembelajaran pada dasarnya tidak hanya mempelajari suatu konsep atau suatu
teori yang didasarkan pada fakta, tapi juga aplikasi dalam kehidupan seharihari. Sehingga guru harus bijaksana dalam menentukan suatu metode yang
sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
3
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2005), hal. 9.
3
Kemajuan negara-negara maju, hingga sekarang menjadi dominan
ternyata 60%-80% menggantungkan kepada Matematika. 4 Matematika
merupakan suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir, karena matematika
sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam
menghadapi kemajuan IPTEK sehingga matematika perlu dibekalkan kepada
setiap peserta didik sejak TK sampai perguruan tinggi.
Menurut John Holt (1967), proses belajar akan meningkat jika siswa
diminta untuk melakukan hal-hal berikut ini:
1. Mengemukakan kembali informasi dengan kata-kata mereka
sendiri.
2. Memberikan contohnya.
3. Mengenalinya dalam bermacam bentuk dan situasi.
4. Melihat kaitan antara informasi itu dengan fakta atau gagasan lain.
5. Menggunakannya dengan beragam cara.
6. Memprediksikan sejumlah konsekuensinya.
7. Menyebutkan lawan atau kebalikannya.5
Proses belajar sesungguhnya bukanlah semata kegiatan menghafal.
Banyak hal yang kita ingat akan hilang dalam beberapa jam mempelajari
bukanlah menelan semuanya. Untuk mengingat apa yang telah diajarkan siswa
harus mengolahnya atau memahaminya. Seorang guru tidak dapat dengan
serta merta menuangkan sesuatu kedalam benak para siswanya, karena mereka
sendirilah yang harus menata apa yang mereka dengan dan lihat menjadi satu
kesatuan yang bermakna. Tanpa peluang untuk mendiskripsikan, mengajukan
4
Herman Hudojo, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, (Malang: UM
Press, 2005), hal. 23.
5
Raisul Muttaqien, Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung: Penerbit Nusamedia, 2006) hal. 26
4
pertanyaan, mempraktikan dan barangkali bahkan mengajarkannya kepada
siswa yang lain, proses belajar yang sesungguhnya tidak akan terjadi.
Belajar juga memerlukan kedekatan dengan materi yang hendak
dipelajari, jauh sebelum bisa memahaminya. Belajar juga memerlukan
kedekatan dengan berbagai macam hal, bukan sekedar pengulangan atau
hafalan. Sebagai contoh pelajaran matematika bisa diajarkan dengan media
yang konkret, melalui buku-buku latihan dan dengan mempraktikkan dalam
kegiatan sehari-hari. Ketika kegiatan belajar bersifat aktif, siswa akan
mengupayakan sesuatu. Dia menginginkan jawaban atas sebuah pertanyaan,
membutuhkan informasi untuk memecahkan masalah atau mencari cara untuk
mengerjakan tugas.
Belajar juga memerlukan kedekatan dengan materi yang hendak
dipelajari, jauh sebelum bisa memahaminya. Belajar juga memerlukan
kedekatan dengan berbagai macam hal, bukan sekedar pengulangan atau
hafalan.6
Belajar merupakan kegiatan yang lebih dari sekedar mengingat atau
menghafal. Belajar dengan menghafal berarti bahwa belajar dikerjakan dengan
cara mekanis, sekedar suatu latihan mengingat tanpa suatu pengertian. Jika
matematika dipelajari dengan hafalan, maka siswa akan menjumpai kesulitan,
sebab bahan pelajaran yang diperoleh dengan hafalan belum “siap pakai”
6
Ibid., hal. 28
5
untuk menyelesaikan masalah bahkan juga dalam situasi-situasi yang mirip
dengan bahan yang dipelajari.7
Contohnya seorang siswa yang hafal dengan sebuah teorema belum
tentu
bisa
menyelesaikan
masalah-masalah
yang
sebenarnya
bisa
diselesaikan dengan teorema itu. Hal ini mungkin karena siswa tersebut
tidak memahami atau tidak mengerti maksud dari teorema tersebut.
Teknik penemuan adalah terjemahan dari discovery.8 Menurut Jerome
Brunner, penemuan adalah suatu proses, suatu jalan atau cara dalam
mendekati permasalahan. Proses penemuan dapat menjadi kemampuan
umum melalui latihan pemecahan masalah dan praktek membentuk dan
menguji hipotesis. Di dalam pandangan Brunner belajar dengan penemuan
adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan
suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil, sehingga siswa dapat
mencari jalan pemecahan.
Tujuan dari penggunaan model penemuan terbimbing adalah
mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis atau
mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental
dengan demikian, siswa tak hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran,
akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.
Manusia
yang
hanya
menguasai
pelajaran
belum
tentu
dapat
mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal; namun sebaliknya
7
8
Herman Hudojo, Pengembangan…, hal. 93
Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal. 20
6
siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa
menguasai materi pelajaran.
Perlu bagi guru (pengajar) untuk lebih variatif berinovatif dalam
menggunakan metode mengajar yang dapat meningkatkan prestasi siswa.
Dalam model pembelajaran dengan penemuan terbimbing, peran siswa cukup
besar bahkan pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru tapi pada siswa.
Guru memulai kegiatan belajar mengajar dengan menjelaskan kegiatan yang
akan dilakukan siswa. Dengan membiasakan siswa dalam kegiatan pemecahan
masalah dapat diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
mengerjakan soal matematika. Karena siswa dilibatkan dalam berpikir
matematika pada saat memanipulasi eksperimen dan menyelesaikan masalah
tersebut.
Salah satu pokok bahasan yang diberikan di kelas VIII SLTP semester
genap adalah teorema pythagoras bagi para siswa kelas VIII SLTP, teorema
pythagoras sudah dikenal sejak mereka di jenjang Sekolah Dasar (SD). Namun
pengetahuan mereka sebatas teorema Pythagoras berbunyi a2 + b2 = c2, tanpa
didukung pengetahuan bagaimana teorema itu bisa bisa terbentuk dan apa
maksud
teorema itu. Sehingga dalam prakteknya siswa kurang mampu
mengaplikasikan teorema pythogoras ke dalam bentuk soal cerita yang lebih
kompleks. Padahal jika ditelaah lebih lanjut, dalam kehidupan sehari-hari
banyak sekali hal-hal di sekitar kita yang memanfaatkan teorema ini. Seperti
halnya atap rumah yang miring, tinggi pohon, tangga yang bersandar pada
7
tembok, yang kesemuanya bisa dihitung panjang atau tingginya dengan
menggunakan prinsip pythagoras.
Dari keadaan siswa di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa selama
ini mereka kurang memahami konsep pythagoras. Berdasarkan uraian latar
belakang tersebut, maka penulis mengambil judul untuk penelitian ini
“Penerapan Metode Discovery (Penemuan Terbimbing) Untuk Meningkatkan
Pemahaman Konsep Teorema Pythagoras Siswa Kelas VIII di MTsN Pulosari
Ngunut Tulungagung Tahun 2009/2010”.
B. Fokus Penelitian
1.
Bagaimana proses pembelajaran dengan penerapan
metode
discovery
(penemuan
terbimbing)
untuk
meningkatkan
pemahaman pada konsep teorema pythagoras siswa kelas VIII di MTsN
Pulosari Tahun 2009/2010?
2.
Bagaimana pemahaman matematika pada konsep
teorema pythagoras dengan penerapan metode discovery (penemuan
terbimbing) siswa kelas VIII di MTsN Pulosari tahun 2009/2010?
C. Tujuan Penelitian
1.
Untuk mendiskripsikan proses pembelajaran dengan
penerapan metode discovery (penemuan terbimbing) untuk meningkatkan
8
pemahaman pada konsep teorema pythagoras siswa kelas VIII di MTsN
Pulosari tahun 2009/2010.
2.
Untuk
mengetahui
pemahaman
matematika
pada
konsep teorema pythagoras dengan penerapan metode discovery
(penemuan terbimbing) pada siswa kelas VIII di MTsN Pulosari tahun
2009/2010.
D. Kegunaan Hasil Penelitian
1.
Secara Teoritis
Yaitu dapat menambah dan memperkuat teori yang sudah ada
dalam pembelajaran.
2.
Secara Praktis
a.
Bagi sekolah
Sebagai masukan bagi segenap komponen pendidikan untuk
memberikan proses pembelajaran matematika sehingga terwujud out
put pendidikan yang berkualitas.
b.
Bagi guru
Dengan adanya penelitian ini diharapkan guru dapat memilih
pendekatan metode pembelajaran apa yang tepat agar dapat
meningkatkan pemahaman siswa pada pokok bahasan teorema.
c.
Bagi siswa
9
Dapat
membantu
meningkatkan
pemahaman
konsep
teorema
pythagoras.
d.
Bagi penulis
1)
Merupakan
suatu
pengalaman
penelitian yang sangat berharga dalam rangka mengembangkan
ilmu pengetahuan.
2)
Sebagai
tambahan
teoritis
dan
pengalaman praktis bagi peneliti dalam mengkaji dan menganalisis
masalah.
E. Penegasan Istilah
1.
Penegasan Konseptual
a.
Penerapan: keikutsertakaan dalam suatu hal.9
b.
Metode: suatu cara yang dapat digunakan untuk
melaksanakan strategi pembelajaran.10
c.
Discovery:
penemuan
terbimbimng.
adalah
proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep
atau prinsip.11
9
Depdikbud, Kamus Besar Indonesia, (jakarta: Bulan Bintang, 1996), hal. 1066.
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana, 2007), hal. 125.
11
Roestiyah, Strategi…., hal. 20.
10
10
d.
Pemahaman: kedalaman kognitif dan afektif
yang dimiliki oleh individu.12
e.
Matematika: ide-ide/ konsep-konsep abstrak
yang tersusun secara hierarkis dan penalarannya deduktif.13
f.
Konsep: suatu ide abstrak yang memungkinkan
kita mengklasifikasikan obyek-obyek itu termasuk atau tidak termasuk
kedalam ide abstrak itu.14
g.
Teorema:
dibuktikan
dengan
serentetan
pernyataan
benar
yang
pernyataan-pernyataan
dapat
benar.15
Pernyataan dapat berupa definisi, aksioma dan teorema yang sudah
dibuktikan.
h.
Pythagoras: nama seorang ahli matematika
Yunani yang menemukan teorema bahwa dalam suatu segitiga sikusiku persegi pada hypotenusa atau sisi miring sama dengan jumlah luas
persegi pada dua sisi siku-sikunya, atau biasa dirumuskan.
a2 + b2 = c2.16
2.
Penegasan Operasional
12
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hal.
13
Herman Hudojo, Strategi Mengajar Belajar Matematika, (Surabaya: IKIP Malang, 1990),
39.
hal. 4.
14
Heran Hudojo, Pengembangan Kurikulum…, hal. 104.
Ibid., hal. 146.
16
Setyo Budi, et.all. Matematika kelas VIII SMP/MTs, (Yogyakarta: Grafika, 2002), hal.
15
113.
11
a. Penerapan metode discovery disini maksudnya pembelajaran dengan
cara penemuan terbimbing di mana siswa di bombing untuk mampu
menemukan dan memahami konsep atau prinsip teorema Pythagoras.
Metode discovery dilakukan dengan cara membuat kelompokkelompok belajar siswa yang heterogen,yang terdiri dari siswa
berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Kemudian tiap-tiap
kelompok di beri tugas untuk mengerjakan lembar kerja siswa guna
menemukan teorema Pythagoras.
b. Meningkatkan
pemahaman
adalah
suatu
proses
pembelajaran
mengaitkan antara pengetahuan yang sudah di peroleh siswa dengan
pengetahuan baru dalam rangka perubahan pengetahuan melalui
pengalaman-pengalaman belajar, sehingga akan di peroleh hasil belajar
siswa secara bermakna dan nilai belajarnya juga semakin baik dan
meningkat.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran konsep teorema Pythagoras adalah proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar untuk memahami teorema
Pythagoras dimana siswa mengamati dan menarik kesimpulan dari materi
yang diberikan guru. Sebelum menemukan teorema Pythagoras siswa
harus menguasai materi prasyarat yaitu luas persegi, luas segitiga, kuadrat
dan akar kuadrat suatu bilangan.
12
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika dalam penulisan skripsi ini dibagi sebagai berikut, yaitu:
Bab I Pendahuluan, terdiri dari: (a) latar belakang masaah (konteks
penelitian), (b) fokus penelitian (rumusan masalah), (c) tujuan penelitian, (d)
kegunaan hasil penelitian, (e) sistematika skripsi.
Bab II Kajian Pustaka, terdiri dari: (a). belajar mengajar matematika:
1).
hakekat matematika, 2). Proses belajar mengajar matematika, 3) faktor-
faktor yang mempengaruhi proses belajar dan mengajar matematika,
(b).pembelajaran dengan metode discovery: 1). Pengertian metode discovery,
2). Langkah-langkah pembelajaran metode discovery, 3). Kelebihan dan
kelemahan metode discovery, (c). Pembahasan tentang pemahaman siswa, (d).
Pembelajaran teorema pythagoras di SLTP, (e). Pembelajaran teorema
pythagoras dengan metode discovery.
Bab III Metode Penelitian, terdiri dari: (a) pola/ jenis penelitian, (b)
lokasi penelitian, (c) kehadiran peneliti, (d) sumber data, (e) prosedur
pengumpulan data, (f) teknik analisis data, (g) pengecekan keabsahan temuan,
(h) tahap-tahap penelitian.
Bab IV Paparan Hasil Penelitian, terdiri dari: (a) paparan data, (b)
temuan penelitian, (c) pembahasan.
Bab V Penutup, terdiri dari: (a) kesimpulan, (b) saran.
Bagian akhir, terdiri dari: (a) daftar rujukan, (b) lampiran-lampiran, (c)
surat pernyataan keaslian, (d) daftar riwayat hidup.
13