Analisis Faktor Yang Memengaruhi Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Pada Bidan Praktek Swasta Di Kota Binjai Tahun 2015

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Inisiasi Menyusu Dini
Inisiasi Menyusu Dini atau early initiation adalah permulaan kegiatan
menyusu dalam satu jam pertama setelah bayi lahir. Inisiasi dini juga diartikan
sebagai cara bayi menyusu satu jam pertama setelah lahir dengan usaha sendiri
dengan kata lain menyusu bukan disusui (Roesli, 2008).
IMD adalah perilaku pencarian puting payudara ibu sesaat setelah bayi lahir
(Prasetyono, 2009). Menurut Baskoro (2008) IMD adalah perilaku bayi untuk
mencari puting susu ibunya dan melakukan kontak kulit bayi dengan kulit ibunya
ketika satu jam pertama setelah bayi dilahirkan. Menurut Wiji (2013) IMD adalah
proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, dimana bayi dibiarkan mencari puting
susu ibunya sendiri (tidak diarahkan ke puting susu). IMD akan sangat membantu
dalam keberlangsungan pemberian ASI secara eksklusif.
2.1.1. Prinsip Inisiasi Menyusu Dini
Segera setelah bayi lahir, setelah tali pusat dipotong, letakkan bayi tengkurap
di dada ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu. Biarkan kontak kulit ke kulit ini
menetap selama setidaknya 1 jam bahkan lebih sampai bayi dapat menyusu sendiri.
Apabila ruangan bersalin dingin, bayi diberi topi dan diselimuti. Ayah atau keluarga
dapat memberi dukungan dan membantu ibu selama proses bayi menyusu dini. Ibu


11

diberi dukungan untuk mengenali saat bayi siap untuk menyusu, menolong bayi bila
diperlukan (JNPK-KR/POGI, 2007).
2.1.2. Kontak Kulit dan Menyusu Sendiri
Dalam proses IMD kontak kulit antara ibu dan bayi sangat penting karena
kontak kulit tersebut menghasilkan keuntungan, baik bagi ibu maupun bagi bayi.
Alasan yang mendasari pentingnya kontak kulit (Roesli, 2008) :
1. Dada ibu dapat menghangatkan tubuh bayi selama bayi merangkak mencari
payudara, sehingga dapat mencegah bayi kedinginan.
2. Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernafasan dan detak jantung bayi lebih stabil
dan bayi akan lebih jarang menangis.
3. “Bonding” (ikatan kasih sayang) antara ibu dan bayi akan lebih baik karena pada
satu sampai dua jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu, biasanya bayi
tidur dalam waktu yang lama.
4. Bayi yang diberi kesempatan menyusu lebih dini lebih berhasil menyusui secara
eksklusif dan akan lebih lama disusui.
5. Bayi mendapatkan ASI kolostrum yaitu ASI yang pertama kali keluar. Cairan
emas ini kadang juga dinamakan the gift of life. Bayi yang diberi kesempatan IMD

lebih dulu mendapatkan kolostrum daripada yang tidak diberi kesempatan.
Kolostrum membentuk daya tahan tubuh, bermanfaat untuk ketahanan terhadap
infeksi, pertumbuhan usus, dan kelangsungan hidup bayi. Kolostrum membuat
lapisan yang berfungsi melindungi dinding usus bayi yang masih belum matang.

2.1.3. Langkah IMD dalam Asuhan Bayi Baru Lahir
Menurut Kemenkes RI (2010), ada tiga langkah IMD dalam asuhan bayi baru
lahir yaitu :
1. Langkah pertama, lahirkan, lakukan penilaian pada bayi baru lahir lalu keringkan,
cara menilai :
a. Saat bayi lahir, catat waktu kelahiran.
b. Kemudian meletakkan bayi di perut bawah ibu dan melakukan penilaian
resusitasi atau tidak.
c. Jika bayi stabil tidak perlu melakukan resusitasi, keringkan tubuh bayi mulai
dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan lembut tanpa
menghilangkan

verniks

yang


menempel.

Verniks

akan

membantu

menyamankan dan menghangatkan bayi. Setelah dikeringkan, selimuti bayi
dengan kain kering untuk menunggu 2 menit sebelum tali pusat di klem.
d. Hindari mengeringkan punggung tangan bayi karena bau cairan amnion yang
menempel mengandung beberapa substansi yang mirip dengan sekresi tertentu
dari payudara ibu, sehingga membantu bayi menggunakan bau dan rasa cairan
amnion yang melekat pada tangannya agar terhubung dengan substansi lemak
tertentu yang mirip dengan cairan amnion.
e. Periksa uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil
tunggal) kemudian suntikkan oxytoxin 10 UI intra muscular.
2. Langkah kedua : lakukan kontak kulit antara ibu dan bayi selama paling sedikit
satu jam.


a. Setelah tali pusat di potong dan diikat, letakkan bayi tengkurap di dada ibu,
luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada ibu dan kepala bayi harus
berada di antara kedua payudara ibu tapi lebih rendah dari puting.
b. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain kering dan pasang topi di kepala bayi.
c. Melakukan kontak kulit bayi dengan kulit di dada ibu paling sedikit satu jam.
Meminta ibu untuk memeluk dan membelai bayinya serta jika perlu letakkan
bantal di bawah kepala ibu untuk mempermudah kontak visual antara ibu dan
ibunya.
d. Selama kontak kulit antara ibu dan bayinya lakukan kala tiga persalinan.
3. Langkah ketiga :
a. Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai menyusu.
b. Anjurkan ibu dan keluarganya untuk tidak mengintrupsi menyusu misalnya
memindahkan bayi dari satu payudara ke payudara lain. Menyusu pertama
biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit, bayi cukup menyusu dari satu
payudara. Sebagian besar bayi akan berhasil menemukan puting ibu dalam
waktu 30-60 menit dan biarkan kontak kulit ibu dan bayi setidaknya satu jam
walaupun bayi sudah menemukan puting kurang dari satu jam.
c. Menunda semua asuhan persalinan normal lainnya hingga bayi selesai menyusu
setidaknya satu jam atau lebih, setelah bayi baru lahir menemukan puting

kurang dari satu jam.

d. Bila bayi harus pindah dari kamar bersalin sebelum satu jam atau sebelum bayi
menyusu, usahakan ibu dan bayi dipindah bersama dengan mempertahankan
kontak kulit ibu dan bayi.
e. Jika bayi belum menemukan puting ibu dalam waktu satu jam, posisikan bayi
lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 3060 menit berikutnya.
f. Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu dua jam, pindahkan ibu ke
ruang pemulihan dengan bayi tetap di dada ibu. Lanjutkan asuhan perawatan
neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin Kı, salep mata) dan
kemudian kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu.
g. Pakaikan pakaian pada bayi atau tetap selimuti untuk menjaga kehangatannya,
dan tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama.
h. Tempatkan ibu dan bayi dalam ruangan yang sama. Bayi harus selalu dalam
jangkauan ibu selama 24 jam dalam sehari sehingga bayi bisa menyusu sesering
keinginannya.
2.1.4. Manfaat IMD
Manfaat IMD bagi Ibu (Roesli, 2008) :
1. Meningkatkan hubungan khusus ibu dan bayi.
2. Merangsang kontraksi otot rahim sehingga mengurangi resiko perdarahan sesudah

melahirkan.
3. Memperbesar peluang ibu untuk memantapkan dan melanjutkan kegiatan
menyusui selama masa bayi.

4. Mengurangi stress ibu setelah melahirkan dan menenangkan ibu.
Manfaat IMD bagi bayi adalah :
1. Mempertahankan suhu bayi tetap hangat.
2. Menenangkan bayi serta meregulasi pernafasan dan detak jantung.
3. Kolonisasi bakterial di kulit dan usus bayi dengan bakteri dari ibu yang normal
(bakteri yang berbahaya dan menjadikan tempat yang baik bagi bakteri yang
menguntungkan) dan mempercepat pengeluaran kolostrum sebagai antibody bayi).
4. Mengurangi bayi menangis sehingga mengurangi stres dan tenaga yang dipakai
bayi.
5. Memungkinkan bayi untuk menemukan sendiri payudara ibu untuk menyusu.
6. Mengatur tingkat kadar gula dalam darah, dan biokimia lain dalam tubuh bayi.
7. Mempercepat keluarnya mekonium (kotoran bayi berwarna hijau agak kehitaman
yang pertama keluar dari bayi karena meminum air ketuban).
2.1.5. Masalah-masalah dalam Praktek IMD
Menurut UNICEF (2009), banyak sekali masalah yang dapat menghambat
pelaksanaan IMD antara lain :

1. Kurangnya kepedulian terhadap pentingnya IMD.
2. Kurangnya konseling dan praktek IMD oleh tenaga kesehatan.
3. Adanya pendapat bahwa suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah
penyakit gonorrhea harus segera diberikan setelah lahir, padahal sebenarnya
tindakan ini dapat ditunda setidaknya selama satu jam sampai bayi menyusu
sendiri.

4. Masih kuatnya kepercayaan keluarga bahwa ibu memerlukan istirahat yang cukup
setelah melahirkan dan menyusui sulit dilakukan.
5. Kepercayaan masyarakat yang menyatakan bahwa kolostrum yang keluar pada
hari pertama tidak baik untuk bayi.
6. Kepercayaan masyarakat yang tidak mengijinkan ibu untuk menyusui dini
sebelum payudaranya dibersihkan.
2.1.6. Keterkaitan IMD dalam Kebijakan ASI Eksklusif
IMD dikaitkan dalam lampiran yang tercantum pada Keputusan Menkes
RI/450/MENKES/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI Eksklusif, yang terbaru ada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang pemberian
ASI Eksklusif. Penyelenggara tempat sarana umum berupa Fasilitas Pelayanan
Kesehatan harus mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif dengan
berpedoman pada 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui sebagai

berikut :
1.

Membuat kebijakan tertulis tentang menyusui dan dikomunikasikan kepada
semua staf pelayanan kesehatan,

2.

Melatih semua staf pelayanan dalam keterampilan menerapkan kebijakan
menyusui tersebut,

3.

Menginformasikan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan manajemen
menyusui,

4.

Membantu ibu menyusui dini dalam waktu 60 (enam puluh) menit pertama
persalinan,


5.

Membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui meskipun ibu
dipisah dari bayinya,

6.

Memberikan ASI saja kepada Bayi baru lahir kecuali ada indikasi medis,

7.

Menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu 24 jam,

8.

Menganjurkan menyusui sesuai permintaan bayi,

9.


Tidak memberi dot kepada bayi,

10. Mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan merujuk ibu
kepada kelompok tersebut setelah keluar dari fasilitas pelayanan kesehatan.

2.2. Bidan
Menurut

Keputusan Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan, bidan adalah
seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai

dengan persyaratan yang berlaku. Sedangkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan,
menyebutkan bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang
diakui oleh pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia
serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi, dan atau secara
sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktek kebidanan.
Bidan adalah seorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang
diakui dinegaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi
untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan

praktek kebidanan (Internasional Confederation Of Midwife/ICM, 2005), dengan
memerhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, maka Ikatan
Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah seorang perempuan
yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di
wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk
diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktek
kebidanan (Sofyan dkk, 2005).
2.2.1. Peran Bidan dalam Pelaksanaan IMD
Bidan sebagai salah satu tenaga praktisi dalam pertolongan persalinan
mempunyai peranan yang sangat besar dalam keberhasilan praktek IMD. Hal ini
didukung oleh Ikatan Bidan Indonesia (IBI) yang menetapkan standarisasi pelayanan
pertolongan persalinan yaitu melaksanakan IMD dan ASI secara eksklusif. Anggota
IBI tidak boleh mempromosikan susu formula untuk bayi umur kurang dari 6 bulan,
di tempat praktek tidak boleh ada gambar promosi maupun kaleng susu formula
karena dengan IMD diharapkan angka kematian bayi akibat penyakit infeksi jauh
berkurang, angka bayi kurang gizi juga berkurang, dan lahirlah generasi yang tumbuh
sehat dan cerdas (Depkes, 2008).
Peran bidan dalam pelaksanaan IMD meliputi (Linkages, 2007) :
1. Sebelum persalinan (tahap persiapan dan informasi)
a. Memberikan informasi kepada ibu yang akan bersalin dan keluarga tentang
penatalaksanaan IMD.

b. Mengkaji kebersihan diri ibu yang akan bersalin, dengan menganjurkan ibu
untuk membersihkan diri atau mandi terlebih dahulu.
c. Mempersiapkan alat tambahan untuk pelaksanaan IMD yaitu 3 buah kain pernel
yang lembut dan kering serta sebuah topi yang kering.
d. Menganjurkan agar ibu mendapat dukungan dan pendampingan selama proses
persalinan dari suami atau keluarga.
e. Membantu meningkatkan rasa percaya diri ibu dalam menghadapi

proses

persalinan.
f. Memberikan suasana yang layak dan nyaman untuk persalinan.
g. Mempersiapkan ibu dengan mengurangi rasa nyeri persalinan dengan
mobilisasi dan relaksasi.
h. Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman untuk melahirkan.
2. Proses persalinan (tahap pelaksanaan)
a. Membuka pakaian ibu di bagian perut dan dada.
b. Meletakkan kain pernel yang lembut dan kering di atas perut ibu.
c. Setelah bayi lahir, letakkan bayi di atas perut ibu.
d. Keringkan bayi dari kepala hingga kaki dengan kain lembut dan kering (kecuali
kedua tangannya, karena bau ketuban yang menempel pada tangan bayi akan
memandu bayi untuk menemukan payudara ibu).
e. Melakukan penjepitan, pemotongan dan pengikatan tali pusat.
f. Melakukan kontak kulit dengan menengkurapkan bayi di dada ibu tanpa
dibatasi alat.

g. Menutupi tubuh ibu dan bayi dengan selimut agar bayi tidak kedinginan,
kemudian dengan memakaikan topi di kepala bayi.
h. Menganjurkan ibu untuk memberikan sentuhan lembut pada punggung bayi.
i. Menganjurkan suami atau keluarga untuk mendampingi ibu dan bayi.
j. Memberikan dukungan secara sabar dan tidak tergesa-gesa kepada ibu.
k. Membantu menunjukkan pada ibu perilaku prefeeding (menyusu awal) yang
positif yaitu istirahat dalam keadaan siaga, memasukkan tangan ke mulut,
menghisap dan mengeluarkan air liur, bergerak ke arah payudara dengan kaki
menekan perut, menjilat-jilat kulit ibu, menghentakkan kepala, menoleh ke
kanan dan ke kiri, menyentuh puting susu ibu dengan tangannya, menemukan
puting susu, menghisap dan mulai meminum air susu ibu.
l. Membiarkan bayi menyusu awal/dini sampai bayi selesai menyusu pada ibunya
dan selama ibu menginginkannya.
m. Bidan melanjutkan asuhan persalinan.
2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan IMD pada Bidan Praktek
Swasta
1. Umur
Menurut Wawan dan Dewi (2010), umur adalah usia individu yang terhitung
mulai saat dilahirkan sampai ulang tahun terakhir. Persepsi bahwa pekerja yang sudah
tua mempunyai nilai positif seperti pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kuat
dan komitmen terhadap mutu, namun ada juga persepsi bahwa pekerja yang umur
lebih tua dianggap tidak luwes dan menolak tekhnologi baru.

Menurut Nursalam (2008), bahwa semakin cukup umur maka tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih dalam berpikir dan bekerja/
berperilaku. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Daryati
(2008) tentang hubungan karakteristik, pengetahuan dan sikap bidan dengan perilaku
bidan dalam IMD pada ibu bersalin di Sanggau Kalimantan Barat menyatakan bahwa
ada hubungan yang bermakna antara umur bidan dengan perilaku bidan dalam IMD
pada ibu bersalin. Umur berpengaruh pada penerimaan seseorang pada informasi
baru, dan IMD merupakan ilmu baru dalam kebidanan, sehingga bidan yang lebih tua
lebih sulit menerima hal-hal baru dalam ilmu kebidanan.
2. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan
keterampilan manusia, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat tergantung
pada kualitas pendidikan (BPS, 2003). Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Deviyanti (2009) tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek upaya
IMD pada bidan di Kecamatan Sukmajaya menyatakan bahwa pendidikan bidan
berhubungan dengan pelaksanaan IMD, karena informasi tidak hanya didapat dari
pendidikan formal saja tetapi bisa juga dari seminar, pelatihan, dan lain-lain.
3. Masa Kerja
Menurut Anderson (1994) dalam Ilyas (2002) makin lama pengalaman kerja
semakin terampil seseorang, seseorang yang sudah lama bekerja mempunyai
wawasan yang lebih luas dan pengalaman yang banyak yang akan memegang peranan
dalam pembentukan perilaku petugas. Tetapi menurut Robin (2003) tidak ada

jaminan bahwa petugas yang lebih lama dapat dikatakan lebih produktif
dibandingkan petugas yang lebih senior, justru kinerja makin menurun akibat
kebosanaan dalam pekerjaan yang berlarut-larut dan kurangnya rangsangan sejalan
dengan makin tuanya umur, masa kerja seseorang dapat menggambarkan pengalaman
kerjanya dalam bidang yang ditekuni. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Mardiah (2011) tentang faktor-faktor yang berhubungan kinerja bidan
dalam mendukung program IMD di Kota Pekanbaru menyatakan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara lama bekerja dengan pelaksanaan IMD.
4. Pelatihan
Pelatihan merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan sumber daya
manusia, dimana pelatihan merupakan bagian dari suatu proses pendidikan secara
formal, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja
seseorang. Pelatihan biasanya dilakukan dalam jangka waktu lebih pendek
dibandingkan dengan pendidikan dan lebih diarahkan kepada kemampuan yang
bersifat khusus serta diperlukan dalam pelaksanaan tugas (Notoatmodjo, 2003).
Pelatihan petugas harus mendapat perhatian khusus, terutama bagi tenaga
kesehatan yang bertanggung jawab langsung untuk melayani ibu dan memberi
keterangan yang obyektif dan konsisten mengenai pelaksanaan IMD. Petugas
kesehatan tidak saja dibekali pengetahuan tentang IMD, tetapi mereka juga harus
menguasai dengan baik teknik pelaksanaan IMD yang benar. Pengetahuan saja tentu
tidak cukup, petugas juga memerlukan sikap yang baik dan mendukung terhadap
pelaksanaan IMD, yang didapat melalui pelatihan IMD (Soetjiningsih, 1997).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumiyati (2011) tentang hubungan
pelatihan IMD dengan pelaksanaannya dalam pertolongan persalinan oleh bidan
Kabupaten Sidoarjo menyatakan bahwa bidan yang mengikuti pelatihan mempunyai
peluang lima kali untuk melaksanakan IMD dalam pertolongan persalinan. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mardiah (2011) tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan Kinerja Bidan dalam mendukung program IMD di Kota
Pekanbaru didapat bahwa pelatihan merupakan variabel

yang paling dominan

memengaruhi kinerja bidan dalam mendukung program IMD di Kota Pekanbaru
Tahun 2011. Hal ini sejalan dengan penelitian Hajrah (2012) menyatakan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara pelatihan dengan perilaku bidan dalam pelaksanaan
IMD, dengan mengikuti pelatihan bidan akan lebih terampil dan akan lebih percaya
diri dalam melaksanakan IMD. Bidan yang pernah mengikuti pelatihan berpeluang
hampir 4 kali untuk melaksanakan IMD dibanding bidan yang tidak pernah mengikuti
pelatihan.
5. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
dibandingkan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan dan pemahaman akan pentingnya IMD menjadi suatu kebutuhan
bagi semua petugas kesehatan. Meskipun pengetahuan ibu baik tentang IMD, tetapi
tindakannya belum sepenuhnya dilakukan secara maksimal. Hal ini dikarenakan tidak
adanya dukungan dan kesadaran penuh dari petugas kesehatan yang menolong

persalinan, sehingga peran dan dukungan petugas kesehatan merupakan salah satu
faktor penunjang terlaksananya IMD (Hikmawati, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumiyati (2011) tentang
hubungan pelatihan IMD dengan pelaksanaannya oleh bidan di Kabupaten Sidoarjo
menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan bidan dengan pelaksanaan
IMD. Hal ini sejalan dengan penelitian Widiastuti (2011) tentang faktor-faktor yang
memengaruhi pelaksanaan IMD di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Soewondo
Kendal bahwa ada pengaruh pengetahuan bidan terhadap pelaksanaan IMD.
6. Sikap
Menurut Gibson (1996), sikap adalah kesiapsiagaan mental yang dipelajari
dan diorganisasikan melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara
tanggap seseorang terhadap orang lain, objek dan situasi yang berhubungan dengan
sikap, karena sikap adalah faktor penentu dalam perilaku, dikarenakan sikap
berhubungan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Menurut Robin (2003)
mengemukakan bahwa sikap mencerminkan seseorang merasakan sesuatu. Menurut
Umar (2009), keberhasilan menyusui dini di tempat pelayanan ibu bersalin dan rumah
sakit sangat tergantung dari penolong persalian. Bidan sebagai penolong persalinan
memegang peranan penting dalam keberhasilan pelaksanaan IMD, karena pada saat
itu perannya dominan. Bidan yang memiliki sikap positif terhadap IMD akan
mendukung pelaksanaan IMD. Hal ini didukung oleh pernyataan Siregar (2004),
bahwa keberhasilan menyusu dini dipengaruhi oleh sikap petugas yang pertama kali
membantu ibu selama proses persalinan. Hasil penelitian yang dilakukan Rusnita

(2008) menunjukkan adanya hubungan bermakna antar sikap dengan praktek IMD.
Penelitian Deviyanti (2009) menyatakan bahwa sikap bidan yang positif ternyata
akan mempraktekkan upaya IMD yang baik. Hal ini sejalan dengan Penelitian Fretti
(2012) tentang faktor yang memengaruhi bidan dalam kegiatan Inisiasi Menyusu Dini
di Wilayah Kerja Puskesmas Onan Hasang menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna antara sikap bidan dalam kegiatan Inisiasi Menyusu Dini.
7. Motivasi
Motivasi yang dirumuskan oleh Terry G (1986) adalah keinginan yang
terdapat pada diri seseorang individu yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan, tindakan, tingkah laku atau perilaku (Notoatmodjo, 2007).
Hasil penelitian Hidayati (2013) tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan kinerja bidan dalam pelaksanaan IMD di RSUP Dr. Kariadi Semarang bahwa
ada hubungan motivasi bidan dengan pelaksanaan IMD. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Puteri (2013) tentang pengaruh faktor instrinsik dan
ekstrinsik terhadap pelaksanaan IMD oleh Bidan di Puskesmas Rawat Inap Pasuruan
Malang di dapat bahwa motivasi berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan IMD.

2.3. Landasan Teori
Tenaga kesehatan memegang peranan penting dalam mensukseskan program
ASI Eksklusif dan membantu ibu menyusui dini dalam waktu 60 (enam puluh) menit
pertama persalinan. Kurangnya pengetahuan tenaga kesehatan dapat menyebabkan
kurangnya tenaga yang dapat menjelaskan/mendorong tentang manfaat pemberian

ASI. Namun dapat dilihat petugas kesehatan memberikan penerangan yang salah
dengan menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng (Menkes RI, 2004).
Faktor karakteristik petugas kesehatan merupakan hal yang penting yang
harus diperhatikan untuk dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan IMD, dengan
demikian apabila karakteristik tenaga kesehatan itu baik tentunya akan dapat
dilakukan peningkatan pelaksanaan IMD (Depkes, 2009).
Menurut Teddy (2008) terdapat 2 (dua) karakteristik yang memengaruhi
individu dan perilakunya yaitu karakteristik lingkungan terdiri dari budaya, kelas
sosial, keluarga dan situasi. Karakteristik individu terdiri dari motivasi dan
keterlibatan pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi (umur, jenis
kelamin, suku, agama, status perkawinan, jumlah anak, pendidikan, pekerjaan dan
pendapatan). Teori Bloom menyatakan bahwa ada 4 faktor yang memengaruhi status
kesehatan individu/masyarakat yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan
keturunan, dimana perilaku memberi pengaruh terbesar kedua setelah faktor
lingkungan. Skiner (1938) merumuskan bahwa perilaku adalah bentuk respons atau
reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam
memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari
orang yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2003).
Perilaku terbentuk di dalam diri seseorang dari dua faktor utama yakni
stimulus merupakan faktor dari luar diri seseorang tersebut (faktor eksternal), dan
respons merupakan faktor dari dalam diri orang yang bersangkutan (faktor internal).
Faktor eksternal atau stimulus adalah merupakan faktor lingkungan, baik lingkungan

fisik, dan non fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya.
Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai
perilaku seseorang. Sedangkan Faktor internal merupakan karakteristik orang yang
bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat
emosional, jenis kelamin dan sebagainya. Faktor internal yang menentukan seseorang
itu merespon stimulus dari luar adalah perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi,
fantasi, sugesti, dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2010).

Pengalaman
Fasilitas
Sosial Budaya

Persepsi
Pengetahuan
Keyakinan
Keinginan
Motivasi
Niat
Sikap

Perilaku

EKSTERNAL

INTERNAL

RESPONS

Gambar 2.1. Skema Perilaku Notoatmodjo (2010)

2.4. Kerangka Konsep
Variabel Independent
Karakteristik Bidan
praktek Swasta :
- Umur
- Pendidikan
- Masa Kerja
- Pelatihan
Faktor Predisposisi :
- Pengetahuan
- Sikap
- Motivasi

Variabel Dependent

Pelaksanaan Inisiasi
Menyusu Dini

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Analisis Faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan
Inisiasi Menyusu Dini pada Bidan Praktek Swasta