Perilaku Bidan Praktek Swasta Dalam Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini di Kota Medan Tahun 2010

(1)

PERILAKU BIDAN PRAKTEK SWASTA

DALAM PELAKSANAAN PROGRAM INISIASI MENYUSU DINI DI KOTA MEDAN TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat OLEH

NIM: 081000237 ELHANOUM BERUTU

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul :

PRILAKU BIDAN PRAKTEK SWASTA

DALAM PELAKSANAAN PROGRAM INISIASI MENYUSU DINI DI KOTA MEDAN TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM: 081000237 ELHANOUM BERUTU

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 27 Desember 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji Ketua Penguji

Ernawati Nasution, SKM, MKes NIP.19700212 199501 2 001

Penguji II

Penguji I

Fitri Ardiani, SKM, MPH NIP. 19820729 200812 2 002

NIP. 19581111 198703 1 004 dr. Mhd. Arifin Siregar, MS

Pemguji III

NIP. 19580315 198811 2 001 Dra. Jumirah, Apt, MKes

Medan, Desember 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan

NIP. 19610831 198903 1 001 Dr. Drs. Surya Utama, MS


(3)

ABSTRAK

Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera setelah lahir, dimana bayi dibiarkan mencari sendiri puting susu ibunya. Program inisiasi menyusu dini mempunyai manfaat yang besar untuk bayi dan ibu yang baru melahirkan. Jam pertama bayi menemukan payudara ibunya merupakan kesempatan emas sebagai penentu keberhasilan bayi menyusu pada ibunya, dan keberhasilan ibu untuk menyusui secara optimal. Dengan inisiasi menyusu dini bayi bisa mendapatkan kolostrum dan mengurangi angka kematian bayi hingga 22% sebelum usia 28 hari.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku bidan praktek swasta dalam pelaksanaan program inisiasi menyusu dini di Kota Medan Tahun 2010. Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua bidan praktek swasta yang mempunyai izin praktek di wilayah Kota Medan yang berjumlah 244 orang. Sampel penelitian diambil dengan tehnik proportional sampling (sampel imbangan). Sampel diambil dari tiap-tiap kecamatan yang ada di wilayah Kota Medan, kemudian penarikan sampel dari tiap-tiap kecamatan diambil secara acak sederhana (simple random sampling) dengan tehnik undian. Data yang diukur adalah pengetahuan, sikap dan tindakan bidan praktek swasta di Kota Medan. Sedangkan alat ukur yang digunakan adalah kuesioner.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan bidan praktek swasta tentang program inisiasi menyusu dini mayoritas dalam kategori baik yaitu sebanyak 91,3 %, kemudian mayoritas bidan praktek swasta memiliki sikap dengan kategori sedang yaitu sebanyak 55,1%, sedangkan tindakan bidan praktek swasta mayoritas masih dikategorikan rendah yaitu sebesar 44,9 %.

Untuk itu diharapkan kepada para bidan yang membuka praktek swasta agar meningkatkan tindakan mereka menjadi lebih baik, sehingga dapat menyukseskan program inisiasi menyusu dini, khususnya di Kota Medan.


(4)

ABSTRACT

Early Breastfeeding Initiation (IMD) is a process for a baby soon after the baby was born when it tried to look for its mother’s nipple by itself. This early initiation program is very useful for the mother and her baby. The first hour the baby finds its mother’s milk is very crucial for the success for the baby itself and for the mother in giving her milk to the baby. By this early breastfeeding the baby can obtain the colostrum and decrease the baby’s death rate up to 22% before the age of 28 days.

The purpose of this descriptive survey study with cross-sectional design was to find out the behavior of private midwife in the implementation of Early Breastfeeding Initiation program in the city of Medan in 2010. The populations of this study were all of the 244 private midwives with license to practice in the city of Medan. The samples to be used in this study were selected through proportional sampling technique from each district of Medan. The samples from each sub-district were selected through random sampling technique. The data about the knowledge, attitude and action of the private midwives were obtained through questionnaire-based interview.

The result of this study showed that majority of the level of the knowledge about the Early Breastfeeding Initiation program belonged to the private midwives was in good category (91.3%), majority of the attitude of the private midwives was in adequate category (55.1%), while majority of the action taken by the private midwives was still in low category (44.9%).

The private midwives are suggested to improve the action they have taken that the Early Breastfeeding Initiation program, especially the one implemented in the city of Medan, can be successfully done.


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Elhanoum Berutu

Tempat/tanggal lahir : Sidikalang 18 Mei 1977 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status perkawinan : Kawin

Alamat Rumah : Komplek Griya Nusa 3 blok C No. 8 Tanjung Selamat Medan Tuntungan - Kota Medan

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1983-1989 : SD Negeri No 030282 Sidikalang 2. Tahun 1989-1992 : SMP Negeri 2 Sidikalang

3. Tahun 1993-1996 : SPK Pemda Dairi

4. Tahun 1999-2001 : Akademi Keperawatan Yayasan Binalita Sudama Medan 5. Tahun 2008-sekarang : Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Riwayat Pekerjaan

1. Tahun 2004-Sekarang : Staf Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Gayo Lues-NAD


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala rahmatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Perilaku

Bidan Praktek Swasta Dalam Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini di Kota Medan Tahun 2010”, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada Ibu Ernawati Nasution, SKM, MKes selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak dr.

Mhd. Arifin Siregar, MS selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak

meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, petunjuk, dan saran kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Selanjutnya penulis turut mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Jumirah, Apt, MKes, selaku Ketua Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Dra. Irnawati Marsaulina S, MS, selaku Dosen Pembimbing Akademik di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(7)

4. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan seluruh staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat.

5. Suami dan kedua orangtua tercinta, beserta seluruh keluarga yang banyak memberikan bantuan baik moril maupun materil kepada penulis.

6. Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.

7. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat yang juga turut membantu selama penulisan skripsi ini

Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan rahmatNya kepada semua yang telah membantu penulis.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, hal ini disebabkan oleh keterbatasan dan berbagai hambatan yang ditemui penulis selama penelitian maupun selama penulisan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca

Medan, Desember 2010 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Inisiasi Menyusu Dini ... 7

2.1.1. Manfaat Inisiasi menyusu Dini ... 8

2.1.2. Tahap-Tahap Inisiasi Menyusu Dini ... 10

2.1.3. Inisiasi Menyusu Dini Pada Operasi Caesar ... 12

2.1.4. Mitos-Mitos Inisiasi Menyusu Dini ... 13

2.1.5. Peran IMD Terhadap Keberhasilan ASI Ekslusif.. ... 17

2.2. Konsep Perilaku ... 19

2.2.1. Pengertian Perilaku ... 19

2.2.2. Domain Perilaku ... 20

2.3. Bidan Praktek Swasta ... 22

2.4. Peran Bidan Dalam Pelaksanaan IMD ... 24

2.6. Kerangka Konsep ... 26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 29

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 29

3.2.2. Waktu Penelitian ... 29

3.3. Populasi dan Sampel ... 29

3.3.1. Populasi ... 29

3.3.2. Sampel ... 29

3.4. Metode Pengumpulan ... 31

3.4.1. Data Primer ... 31

3.4.2. Data Sekunder ... 32

3.5. Defenisi Operasional ... 32

3.6. Aspek Pengukuran ... 32


(9)

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 36

4.2. Karakteristik Responden ... 36

4.3. Perilaku Responden Dalam Pelaksanaan IMD ... 37

4.3.1. Pengetahuan Responden ... 38

4.3.2. Sikap Responden . ... 41

4.3.3. Tindakan Responden ... 43

4.4. Pengetahuan Responden Berdasarkan Sikap Tentang Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini ... 45

4.5. Pengetahuan Responden Berdasarkan Tindakan Dalam Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini ... 46

4.6. Sikap Responden Berdasarkan Tindakan Dalam Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini ... 46

4.7. Pendidikan Responden Berdasarkan Tindakan Dalam Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini ... 47

4.8. Pelatihan IMD Responden Berdasarkan Tindakan Dalam Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini ... 47

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Pengetahuan Bidan Tentang Program IMD ... 49

5.2. Sikap Bidan Terhadap Program IMD ... 51

5.3. Tindakan Bidan Dalam Pelaksanaan Program IMD ... 53

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 56

6.2. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 2. Kuesioner Penelitian


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Nama Kecamatan dan Jumlah Sampel yang Diambil ……… 30 Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik

(Umur, Pendidikan Lama Praktek dan Pelatihan IMD)

di Kota Medan Tahun 2010 ... 36 Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

tentang Program Inisiasi Menyusu Dini

di Kota Medan Tahun 2010 ……….. 38 Tabel 4.3. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan

Tentang Program Inisiasi Menyusu Dini

di Kota Medan Tahun 2010 ……….. 39 Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Terhadap

Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini

di Kota Medan Tahun 2010 ……….. 41 Tabel 4.5. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Sikap

Tentang Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini

di Kota Medan Tahun 2010 ……….. 42 Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Dalam

Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini

di Kota Medan Tahun 2010 ……….. 44 Tabel 4.7. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Tindakan

Dalam Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini

di Kota Medan Tahun 2010 ……… 44 Tabel 4.8. Distribusi Pengetahuan Responden Berdasarkan Sikap

Terhadap Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini

di Kota Medan Tahun 2010 ……….. 45 Tabel 4.9. Distribusi Pengetahuan Responden Berdasarkan Tindakan

Tentang Pelaksanaan Kegiatan Inisiasi Menyusu Dini

di Kota Medan Tahun 2010 ……….. 46 Tabel 4.10. Distribusi Sikap Responden Berdasarkan Tindakan


(11)

Tabel 4.11. Distribusi Pendidikan Responden Berdasarkan Tindakan Tentang Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini

di Kota Medan Tahun 2010 ……… 47 Tabel 4.10. Distribusi Pelatihan IMD Responden Berdasarkan Tindakan Tentang

Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini


(12)

ABSTRAK

Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera setelah lahir, dimana bayi dibiarkan mencari sendiri puting susu ibunya. Program inisiasi menyusu dini mempunyai manfaat yang besar untuk bayi dan ibu yang baru melahirkan. Jam pertama bayi menemukan payudara ibunya merupakan kesempatan emas sebagai penentu keberhasilan bayi menyusu pada ibunya, dan keberhasilan ibu untuk menyusui secara optimal. Dengan inisiasi menyusu dini bayi bisa mendapatkan kolostrum dan mengurangi angka kematian bayi hingga 22% sebelum usia 28 hari.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku bidan praktek swasta dalam pelaksanaan program inisiasi menyusu dini di Kota Medan Tahun 2010. Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua bidan praktek swasta yang mempunyai izin praktek di wilayah Kota Medan yang berjumlah 244 orang. Sampel penelitian diambil dengan tehnik proportional sampling (sampel imbangan). Sampel diambil dari tiap-tiap kecamatan yang ada di wilayah Kota Medan, kemudian penarikan sampel dari tiap-tiap kecamatan diambil secara acak sederhana (simple random sampling) dengan tehnik undian. Data yang diukur adalah pengetahuan, sikap dan tindakan bidan praktek swasta di Kota Medan. Sedangkan alat ukur yang digunakan adalah kuesioner.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan bidan praktek swasta tentang program inisiasi menyusu dini mayoritas dalam kategori baik yaitu sebanyak 91,3 %, kemudian mayoritas bidan praktek swasta memiliki sikap dengan kategori sedang yaitu sebanyak 55,1%, sedangkan tindakan bidan praktek swasta mayoritas masih dikategorikan rendah yaitu sebesar 44,9 %.

Untuk itu diharapkan kepada para bidan yang membuka praktek swasta agar meningkatkan tindakan mereka menjadi lebih baik, sehingga dapat menyukseskan program inisiasi menyusu dini, khususnya di Kota Medan.


(13)

ABSTRACT

Early Breastfeeding Initiation (IMD) is a process for a baby soon after the baby was born when it tried to look for its mother’s nipple by itself. This early initiation program is very useful for the mother and her baby. The first hour the baby finds its mother’s milk is very crucial for the success for the baby itself and for the mother in giving her milk to the baby. By this early breastfeeding the baby can obtain the colostrum and decrease the baby’s death rate up to 22% before the age of 28 days.

The purpose of this descriptive survey study with cross-sectional design was to find out the behavior of private midwife in the implementation of Early Breastfeeding Initiation program in the city of Medan in 2010. The populations of this study were all of the 244 private midwives with license to practice in the city of Medan. The samples to be used in this study were selected through proportional sampling technique from each district of Medan. The samples from each sub-district were selected through random sampling technique. The data about the knowledge, attitude and action of the private midwives were obtained through questionnaire-based interview.

The result of this study showed that majority of the level of the knowledge about the Early Breastfeeding Initiation program belonged to the private midwives was in good category (91.3%), majority of the attitude of the private midwives was in adequate category (55.1%), while majority of the action taken by the private midwives was still in low category (44.9%).

The private midwives are suggested to improve the action they have taken that the Early Breastfeeding Initiation program, especially the one implemented in the city of Medan, can be successfully done.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan faktor utama yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM yang berkualitas yaitu sehat, cerdas, memiliki fisik yang tangguh dan produktif perlu proses yang panjang dan berkesinambungan yang harus dimulai sejak dini. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif. ASI merupakan sumber makanan tunggal untuk bayi selama 6 bulan pertama kehidupannya. Pemberian ASI eksklusif merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan generasi penerus yang berkualitas di masa depan. Untuk meningkatkan penggunaan ASI eksklusif tersebut perlu diperkenalkan konsep inisiasi menyusu dini (IMD) terutama bagi kalangan tenaga kesehatan, konselor menyusui, keluarga dan masyarakat.

Program inisiasi menyusu dini mempunyai manfaat yang besar untuk bayi maupun ibu yang baru melahirkan. Jam pertama bayi menemukan payudara ibunya adalah merupakan kesempatan emas sebagai penentu berhasilnya bayi untuk menyusu pada ibunya, dan berhasilnya ibu untuk menyusui secara optimal. Anak yang menyusu dini dapat dengan mudah menyusu kemudian, sehingga kegagalan menyusu akan jauh sekali berkurang. Selain mendapatkan kolostrum yang bermanfaat untuk bayi, juga mengurangi angka kematian bayi. Tetapi kurangnya


(15)

melakukannya membuat inisiasi menyusu dini masih jarang dipraktekkan. Hal itu disebabkan karena orang tua merasa kasihan dan tidak percaya bahwa seorang bayi yang baru lahir dapat mencari sendiri puting susu ibu, dan rasa malu untuk meminta petugas kesehatan yang membantu persalinan untuk melakukan IMD tersebut. Begitu juga dengan petugas kesehatan yang tidak mau disibukkan dengan kegiatan ini, sehingga akhirnya bayi tidak mendapatkan kesempatan untuk melakukannya.

Inisiasi menyusu dini bukan merupakan program ibu menyusui bayi tetapi sebaliknya bayi yang harus aktif menemukan sendiri puting susu ibu. Program ini dilakukan dengan cara meletakkan bayi yang baru lahir di dada ibu dan membiarkan bayi menemukan puting susu ibu untuk menyusu. IMD dilakukan segera setelah lahir dan tidak boleh ditunda dengan kegiatan apapun seperti menimbang, mengukur dan memandikan bayi (Roesli, 2008).

Inisiasi menyusu dini atau IMD merupakan program yang sedang gencar dianjurkan pemerintah Indonesia. WHO dan UNICEF telah merekomendasikan inisiasi menyusu dini sebagai tindakan penyelamatan kehidupan, karena inisiasi menyusu dini dapat menyelamatkan 22% nyawa bayi sebelum usia 28 hari. Untuk itu diharapkan semua tenaga kesehatan di semua tingkatan pelayanan kesehatan, baik swasta maupun masyarakat dapat mensosialisasikan dan melaksanakan suksesnya program tersebut (Depkes RI, 2008).

The World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) memperkirakan 1 juta bayi dapat diselamatkan setiap tahunnya bila diberikan ASI pada 1 jam pertama kelahiran, yang kemudian dilanjutkan ASI eksklusif sampai dengan enam bulan. (Hernawati, 2008)


(16)

Di Indonesia dukungan terhadap pemberian ASI eksklusif telah dilakukan dengan berbagai upaya seperti Gerakan Nasional Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (GNPP-ASI), Gerakan Masyarakat Peduli ASI dan kebijakan Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI). Tetapi dalam kenyataannya hanya 4% bayi yang mendapat ASI dalam 1 jam pertama kelahirannya (Inayati, 2009).

Salah satu kebijakan Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI) di Indonesia adalah pelaksanaan inisiasi menyusu dini. Namun dalam pelaksanaannya masih sering dilakukan secara tidak tepat. Ada 4 kesalahan dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini, yaitu: a) bayi baru lahir biasanya sudah dibungkus sebelum diletakkan di dada ibu, akibatnya tidak terjadi kontak kulit; b) bayi tidak menyusu melainkan disusui, padahal berbeda antara menyusu sendiri dengan disusui; c) memaksakan bayi untuk menyusu sebelum ia siap untuk disusukan; d) bayi dipisahkan dari ibunya untuk dibawa ke ruang pemulihan, sebagai tindakan lanjutan (Roesli, 2008).

Jarangnya pelaksanaan IMD, dan kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan IMD menyebabkan keberhasilan menyusui tidak optimal, sehingga cakupan ASI eksklusif di Indonesia tetap rendah dari tahun ke tahun. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003-2004, jumlah bayi usia enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif hanya 8%. Sementara itu hasil SDKI 2007 jumlah bayi yang mendapatkan ASI eksklusif menunjukkan penurunan hingga 7,2%. Pada saat yang sama, jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7% pada 2002 menjadi 27,9% pada 2007. UNICEF


(17)

menyimpulkan, cakupan ASI eksklusif enam bulan di Indonesia masih jauh dari rata-rata dunia, yaitu 38% (Anonim, 2008).

Berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Provinsi Sumatera Utara dan Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2010, cakupan ASI eksklusif di Provinsi Sumatera Utara tahun 2007 hanya 30,8%, sedangkan di Kota Medan sebanyak 1,32% pada tahun 2009, padahal cakupan ASI eksklusif yang ditargetkan dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) dan Strategi Nasional Program Peningkatan Cakupan Air Susu Ibu (PP-ASI) adalah sebesar 80%. Hal ini menunjukkan keadaan yang cukup memperihatinkan, sehingga perlu upaya serius dan bersifat segera ke arah yang dapat meningkatkan keberhasilan program ASI eksklusif (Depkes RI, 2005).

Berdasarkan uraian di atas kita ketahui bahwa pelaksanaan program inisiasi menyusu dini merupakan tanggung jawab semua praktisi kesehatan. Bidan sebagai salah satu profesi yang juga mempunyai tanggung jawab terhadap kesehatan ibu dan anak, harus dapat memberikan informasi yang benar dan menerapkan program inisiasi menyusu dini (IMD) dengan benar pula sesuai dengan standard yang telah ditetapkan. Untuk itu bidan diharapkan benar-benar harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang ASI dan program IMD.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan melalui wawancara kepada 10 orang bidan praktek swasta di Kota Medan, ternyata 8 orang (80%) bidan tahu tentang praktek inisiasi menyusu dini (IMD) yang benar, kemudian semua bidan setuju dengan pelaksanaan program IMD, tetapi hanya ada 2 orang (20%) yang pernah melakukan praktek inisiasi menyusu dini (IMD).


(18)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimana perilaku bidan praktek swasta dalam pelaksanaan program inisiasi menyusu dini di Kota Medan tahun 2010.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perilaku bidan praktek swasta dalam pelaksanaan program inisiasi menyusu dini (IMD) di Kota Medan tahun 2010.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perilaku bidan praktek swasta dalam pelaksanaan program inisiasi menyusu dini di Kota Medan tahun 2010.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengetahuan bidan praktek swasta tentang praktek inisiasi menyusu dini di Kota Medan, tahun 2010.

2. Untuk mengetahui sikap bidan praktek swasta terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini di Kota Medan, tahun 2010.

3. Untuk mengetahui tindakan bidan praktek swasta dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini di Kota Medan, tahun 2010.

1.4.Manfaat Penelitian.

1. Bagi Dinas Kesehatan, sebagai bahan informasi dan masukan kepada perencana dan pelaksana program inisiasi menyusu dini, dalam mendukung pelaksanaan program tersebut.


(19)

2. Bagi tenaga kesehatan khususnya bidan, sebagai masukan dalam melaksanakan program inisiasi menyusu dini (IMD), khususnya di Kota Medan.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Inisiasi Menyusu Dini

Inisiasi Menyusu Dini adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, dimana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak disodorkan ke puting susu ibu). Inisiasi menyusu dini sangat membantu dalam keberlangsungan pemberian ASI eksklusif dan lama menyusui. Dengan demikian kebutuhan bayi akan terpenuhi hingga usia 2 tahun, dan mencegah anak kurang gizi (Depkes RI, 2008).

Bayi memulai inisiasi menyusu dini dengan menyentuh dan memijat payudara ibu. Sentuhan lembut tangan bayi pertama kali di atas payudara ibu akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang berguna untuk produksi air susu ibu serta menimbulkan kasih sayang antara ibu dan bayi. Kemudian dilanjutkan dengan penciuman, kuluman dan jilatan lidah bayi pada puting susu ibu, sehingga akhirnya bayi akan menyusu (Inayati, 2009).

Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan WHO dan UNICEF yang merekomendasikan inisiasi menyusu dini sebagai tindakan penyelamatan kehidupan, karena inisiasi menyusu dini dapat menyelamatkan 22% dari bayi yang meninggal sebelum usia 1 bulan. Menyusu pada 1 jam pertama kehidupan yang diawali dengan kontak kulit antara ibu dan bayi dinyatakan secara global. Ini merupakan hal baru di Indonesia, dan merupakan program pemerintah, sehingga diharapkan semua tenaga kesehatan di semua tingkatan pelayanan kesehatan, baik swasta maupun masyarakat dapat mensosialisasikan dan melaksanakan suksesnya program tersebut, sehingga


(21)

2.1.1. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini

Sudah tidak diragukan lagi bahwa inisiasi menyusu dini (IMD) sangat penting bagi ibu dan bayi. Ada 2 hal yang sangat bermanfaat jika bayi berhasil melakukan IMD, yaitu:

1. Kontak kulit antara ibu dan bayi

Menurut Roesli (2008) ada beberapa manfaat yang didapatkan oleh ibu dan bayi saat terjadi kontak kulit antara ibu dan bayi ketika melakukan inisiasi menyusu dini, yaitu:

a. Bagi ibu

- Dapat merangsang produksi hormon oksitosin yang sangat berguna untuk (1) Membantu kontraksi uterus sehingga resiko perdarahan pasca persalinan lebih rendah, (2) Merangsang pengeluaran kolostrum, (3) Menciptakan keeratan hubungan antara ibu dan bayi, (4) Mengurangi rasa nyeri pada saat proses pengeluaran plasenta dan berbagai prosedur pasca persalinan lainnya, (5) Memberikan efek tenang pada ibu.

- Merangsang produksi hormon prolaktin yang sangat berguna untuk (1) Meningkatkan produksi ASI, (2) Membantu ibu dalam mengatasi stress, (3) Mendorong ibu untuk tidur dan relaksasi setelah bayi selesai menyusu, (4) Menunda terjadinya ovulasi.

b. Bagi bayi

- Mengoptimalkan keadaan hormonal bayi.

- Kontak memastikan perilaku optimum menyusu berdasarkan insting dan bisa diperkirakan.


(22)

- Menstabilkan pernafasan.

- Mengendalikan temperatur tubuh bayi.

- Memperbaiki pola tidur bayi menjadi lebih baik.

- Mendorong keterampilan bayi untuk menyusu yang lebih cepat dan efektif. - Meningkatkan kenaikan berat badan bayi (kembali pada berat badan lahir

menjadi lebih cepat).

- Meningkatkan hubungan antara ibu dengan bayi - Tidak terlalu banyak menangis selama 1 jam pertama.

- Menjaga kolonisasi kuman yang aman dari ibu di dalam perut bayi sehingga memberikan perlindungan terhadap infeksi.

- Billirubin akan lebih cepat normal dan mengeluarkan mekonium lebih cepat sehingga menurunkan kejadian ikterus bayi baru lahir.

- Kadar gula dan parameter biokimia lain yang lebih baik selama beberapa jam pertama hidupnya.

2. Bayi menyusu dini segera setelah lahir

Bayi yang berhasil menyusu dini segera setelah lahir memberikan banyak manfaat bagi ibu dan bayi, diantaranya adalah (Ambarwati dan Wulandari, 2009): a. Bagi ibu

- Merangsang produksi oksitosin dan prolaktin. - Meningkatkan keberhasilan produksi ASI.


(23)

b. Bagi bayi

- Merupakan makanan dengan kualitas dan kuantitas optimal. - Memberikan kekebalan pasif pada bayi.

- Meningkatan kecerdasan anak.

- Membantu bayi mengkoordinasikan kemampuan menghisap, menelan dan bernafas.

- Meningkatkan jalinan kasih sayang antara ibu dan bayi. - Mencegah kehilangan panas (hypothermia).

- Merangsang pengeluaran kolostrum.

Tahap-tahap Inisiasi Menyusu Dini Secara Umum

Tahap-tahap yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini adalah (Depkes RI, 2008):

1. Dalam proses melahirkan, ibu disarankan untuk mengurangi/tidak menggunakan obat kimiawi. Jika ibu menggunakan obat kimiawi terlalu banyak, dikhawatirkan akan terbawa melalui ASI kepada bayi yang nantinya akan menyusu selama proses inisiasi menyusu dini.

2. Para petugas kesehatan yang membantu ibu menjalani proses melahirkan, akan melakukan kegiatan penanganan kelahiran seperti biasanya.

3. Setelah lahir bayi dikeringkan seperlunya tanpa menghilangkan vernix (kulit putih).

4. Kemudian bayi ditengkurapkan di dada atau perut ibu, dengan kulit melekat pada kulit ibu. Untuk mencegah bayi kedinginan, kepala bayi dapat dipakaikan topi. Kemudian jika perlu ibu dan bayi diselimuti.


(24)

5. Bayi yang ditengkurapkan di dada atau perut ibu, dibiarkan mencari sendiri puting susu ibunya (bayi tidak dipaksakan ke puting susu). Pada dasarnya bayi memiliki naluri yang kuat untuk mencari puting susu ibunya.

6. Saat bayi dibiarkan mencari puting susu ibu, ibu perlu didukung dan dibantu untuk mengenali perilaku bayi sebelum menyusu. Posisi ibu yang berbaring mungkin tidak dapat mengamati dengan jelas apa yang dilakukan oleh bayi. 7. Bayi dibiarkan tetap dalam posisi kontak kulit atau bersentuhan dengan kulit ibu

sampai proses menyusu dini selesai.

8. Setelah selesai menyusu dini, selanjutnya bayi dipisahkan untuk ditimbang, diukur, dicap, diberi vitamin K dan tetes mata.

9. Selanjutnya ibu dan bayi tetap bersama dan dirawat gabung. Rawat gabung memungkinkan ibu menyusui bayinya kapan saja bayi menginginkannya.

Menurut Saleha (2009) jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan di perut ibu dengan kontak kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya 1 (satu) jam, semua bayi akan melalui 5 (lima) tahapan perilaku (pre-feeding behaviour) sebelum ia berhasil menyusui, yaitu:

1. Dalam 30 menit pertama stadium istirahat atau diam dalam keadaan siaga (rest/quite alert stage). Bayi diam tidak bergerak, sesekali matanya terbuka lebar melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan. Bonding (hubungan kasih sayang) ini merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman


(25)

2. Antara 30-40 menit, mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti ingin minum, mencium dan menjilat tangan. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan puting susu ibu.

3. Bayi mengeluarkan air liur, saat menyadari bahwa ada makanan di sekitarnya. 4. Bayi akan bergerak ke arah payudara. Areola sebagai sasaran, dengan kaki

menekan perut ibu. Ia akan menjilat-jilat kulit ibu, menghentak-hentakkan kepala ke dada ibu, menoleh ke kanan dan ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya dengan tangannya yang mungil.

5. Menemukan, menjilat, mengulum puting, membuka mulut lebar, dan melekat dengan baik.

2.1.3. Inisiasi Menyusu Dini pada Operasi Caesar

Usaha bayi merangkak mencari payudara secara standar pasti tidak dapat dilakukan pada persalinan operasi caesar. Namun jika diberikan anastesi spinal atau epidural, ibu dalam keadaan sadar sehingga dapat segera memberi respon pada bayi. Bayi dapat segera diposisikan sehingga kontak kulit ibu dan bayi dapat terjadi. Usahakan menyusu pertama dilakukan di kamar operasi. Jika keadaan ibu atau bayi belum memungkinkan, bayi diberikan pada ibu dalam kesempatan yang tercepat. Jika dilakukan anastesi umum, kontak dapat terjadi di ruang pulih saat ibu sudah dapat merespons walaupun mengantuk atau dalam pengaruh obat bius. Sementara menunggu ibu sadar, ayah dapat menggantikan ibu untuk memberikan kontak kulit dengan kulit sehingga bayi tetap hangat (Roesli, 2008).


(26)

Menurut Roesli (2008), tata laksana kegiatan inisiasi menyusu dini pada persalinan caesar adalah:

1. Tenaga dan pelayanan kesehatan yang suportif

2. Jika mungkin suhu ruangan sekitar 20-25 derajat. Mnyediakan selimut untuk menutupi punggung bayi dan badan ibu. Kemudian menyediakan topi bayi untuk mengurangi hilangnya panas dari kepala bayi.

3. Tata laksana selanjutnya sama seperti tata laksana umum.

4. Jika inisiasi menyusu dini belum terjadi di kamar bersalin, kamar operasi atau bayi harus dipindahkan sebelum 1 jam, maka bayi tetap diletakkan di dada ibu ketika dipindahkan ke kamar perawatan ibu atau kamar pulih.

2.1.4. Mitos-Mitos Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Mitos adalah sesuatu yang dipercaya oleh masyarakat, tetapi belum tentu mengandung nilai kebenaran. Mitos biasanya tidak bisa dijelaskan secara ilmiah, sedangkan fakta adalah ilmiah. Karena mitos biasanya sudah ada sejak lama maka harus dikikis secara perlahan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.

Berikut ini adalah berbagai mitos seputar inisiasi menyusu dini yang seringkali menyesatkan dan membuat masyarakat enggan atau tidak mendapat kesempatan menyusui bayinya yang baru lahir sesegera mungkin (Depkes RI,2008): 1. Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk dapat menyusui, padahal faktanya ibu

yang baru melahirkan mampu menyusui bayinya segera, kecuali dalam situasi darurat. Memeluk dan menyusui bayi dapat menghilangkan rasa sakit dan lelah ibu setelah melahirkan.


(27)

2. Bayi baru lahir tidak dapat menyusu sendiri, padahal faktanya bayi memiliki naluri yang cukup kuat untuk mencari puting ibunya selama satu jam setelah lahir. Jika tidak segera menyusu, naluri ini akan terganggu sehingga akan muncul masalah dalam menyusu. Naluri bayi ini baru akan muncul kembali kurang lebih setelah 40 jam kemudian.

3. ASI belum keluar pada hari-hari pertama melahirkan, faktanya adalah kolostrum (ASI pertama) akan keluar langsung setelah kelahiran meskipun tidak terasa. Jumlahnya sedikit tetapi sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi. Pada saat ASI belum banyak tersedia, posisi perlekatan bayi harus tepat agar bayi dapat mengeluarkan dan meminum ASI dari payudara ibunya, karena jika perlekatan tidak tepat, bayi tidak dapat meminum kolostrum yang dihasilkan oleh ibunya.

4. Tidak ada gunanya menyusui bayi sejak awal kelahirannya, padahal faktanya kolostrum adalah cairan yang kaya dengan zat kekebalan tubuh dan zat penting lain yang harus dimiliki bayi. Dengan menekan segera setelah lahir, bayi akan mendapat manfaat kolostrum. Selain itu bayi yang menyusu langsung akan merangsang ASI cepat keluar.

5. Bayi harus dibungkus dan dihangatkan di bawah lampu selama dua jam setelah lahir, faktanya adalah bahwa kehangatan bayi diperoleh melalui kontak kulit bayi dengan kulit ibu, karena kehangatan tubuh ibu dapat menyesuaikan dengan kebutuhan bayi. Kontak kulit bayi dengan kulit ibu membuat ASI semakin cepat keluar.


(28)

6. ASI pertama/kolostrum sangat sedikit, sehingga bayi lapar dan menangis, fakta yang sebenarnya adalah ASI pertama memang sedikit, tetapi sebenarnya cukup untuk memenuhi perut bayi baru lahir yang hanya dapat diisi sebanyak 4 sendok teh. Bayi yang menangis belum tentu karena lapar, tetapi masih banyak hal lain yang menyebabkan bayi menangis.

7. Bayi menangis pasti karena lapar, faktanya adalah bayi menangis bisa disebabkan karena merasa tidak nyaman, merasa tidak aman, merasa sakit, dan sebagainya. Oleh sebab itu, bayi harus diletakkan dekat ibunya dalam satu jam pertama, agar bayi merasa aman, nyaman dan tenang.

8. Bayi menangis karena lapar sehingga perlu diberi makanan atau minuman lain, padahal faktanya adalah bayi harus disusui sesering mungkin. Semakin sering ibu menyusui bayinya, maka akan semakin memperlancar produksi ASI sehingga dapat memenuhi kebutuhan bayi dan bayi tidak akan lapar. Makanan dan minuman selain ASI hanya akan membahayakan kesehatan perncernaan bayi, karena pencernaan bayi belum siap untuk menerima dan mengolahnya.

9. Kolostrum atau ASI pertama adalah susu basi atau kotor, faktanya adalah bahwa warna kuning kolostrum merupakan tanda-tanda kandungan protein dalam ASI, bukan berarti kotor atau basi. Selain protein, kolostrum juga kaya dengan zat kekebalan tubuh dan zat penting lain yang harus diberikan kepada bayi baru lahir. 10.ASI yang penting hanyalah cairan yang berwarna putih saja, padahal faktanya

kolostrum (berwarna kekuningan/tidak berwarna) merupakan ASI yang paling penting dalam memberikan kekebalan pada bayi.


(29)

11.Bayi kedinginan sehingga perlu dibungkus atau dibedong, faktanya adalah bayi baru lahir memang mudah kedinginan, tetapi untuk memberi kehangatan pada bayi bukanlah dengan cara dibungkus, tetapi cukup dengan memberi pelukan. Kulit ibu harus langsung kontak dengan kulit bayi, dan agar panas tidak keluar dari kepala, bayi diberi topi, kemudian ibu dan bayi diselimuti. Bedong bayi yang terlalu ketat akan membuatnya lebih kedinginan dan dapat meningkatkan resiko pneumonia serta infeksi saluran pernafasan akut lainnya akibat paru-paru tidak dapat mengembang dengan sempurna ketika ia bernafas.

12.Kurang tersedianya tenaga kesehatan sehingga bayi tidak dapat dibiarkan menyusu dini sendiri, padahal faktanya suami atau anggota keluarga ibu dapat membantu mengawasi bayi selama proses inisiasi menyusu dini.

13.Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk sehingga bayi perlu segera dipisahkan dari ibunya, faktanya adalah meskipun kamar bersalin atau kamar operasi sedang sibuk, ibu tetap dapat melaksanakan inisiasi menyusu dini dengan bantuan suami atau anggota keluarga ibu bersalin.

14.Ibu harus dijahit sehingga bayi harus segera dipisahkan dari ibunya, faktanya adalah meskipun ibu yang melahirkan dengan operasi caesar sedang dijahit, ibu tetap dapat melaksanakan inisiasi menyusu dini.

15.Bayi perlu diberi suntikan vitamin K dan tetes mata segera setelah lahir, faktanya memang benar, tapi dapat ditunda selama 1 jam hingga bayi selesai melakukan inisiasi menyusu dini.


(30)

16.Bayi harus segera dimandikan setelah lahir, faktanya adalah bayi dibersihkan seperlunya saja. Memandikan bayi sebaiknya ditunda hingga 6 jam kemudian agar bayi tidak kedinginan.

17.Bayi harus segera ditimbang dan diukur setelah lahir, faktanya adalah jika ditunda 1 (satu) jam tidak akan mengubah berat dan tinggi badan bayi.

18.Tenaga kesehatan belum sependapat tentang pentingnya memberi kesempatan inisiasi menyusu dini bagi bayi yang lahir dengan operasi Caesar. Kemungkinan hal tersebut benar, tetapi orang tua wajib memenuhi hak bayi. Orangtua dapat meminta tenaga kesehatan untuk menerapkan inisiasi menyusu dini pada bayinya dengan memberikan penjelasan yang tepat.

19.Ibu belum bisa duduk atau tidur miring untuk memberi ASI kepada bayi, tetapi faktanya, ketika ibu berbaring, bayi dapat menyusu dengan cara tengkurap di dada ibu.

2.1.5. Peran IMD terhadap Keberhasilan ASI Eksklusif

ASI merupakan makanan paling cocok bagi bayi untuk memenuhi kebutuhan gizi dan melindunginya dalam melawan kemungkinan serangan penyakit. Untuk bayi hingga usia 6 (enam bulan), ASI sudah mencukupi kebutuhan karbohydrat, lemak, protein, vitamin dan antibody yang tidak dimiliki susu formula merk apapun (Rusmawaty, 2008).

ASI dapat mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologi, sosial, maupu n spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan faktor pertumbuhan, antialergi, serta anti inflamasi. Nutrisi dari ASI mencakup hampir 200


(31)

unsur zat makanan. Unsur ini mencakup hydrat arang, lemak, protein, vitamin, dan mineral dalam jumlah yang proporsional (Purwanti, 2004).

Inisiasi menyusu dini dalam menit pertama sampai satu jam pertama kehidupannya yang dimulai dengan kontak kulit, akan membantu ibu dan bayi dalam proses menyusui secara optimal. Inisiasi menyusu dini dapat meningkatkan peluang ibu untuk memantapkan dan melanjutkan kegiatan menyusu secara eksklusif 2-8 kali lebih besar. Sedangkan menunda permulaan menyusu lebih dari satu jam menyebabkan kesukaran menyusu. Di samping itu ASI yang keluar dalam 24-48 jam pertama mengandung kolostrum yang kaya akan sel aktif imunitas, antibody dan protein protektif lain untuk kekebalan tubuh. Karena itu WHO merekomendasikan semua bayi perlu mendapat kolostrum dan diberi ASI eksklusif selama enam bulan untuk menjamin kecukupan zat gizi ( Roesli, 2008).

Kolostrum merupakan makanan terbaik untuk bayi. Kolostrum merupakan cairan kental berwarna kekuning-kuningan yang dihasilkan oleh alveoli payudara ibu pada trimester ketiga kehamilan. Kolostrum dikeluarkan pada hari pertama setelah persalinan, jumlah kolostrum akan bertambah dan mencapai komposisi ASI biasa/matur sekitar 3-14 hari. Dibandingkan ASI matur, kolostrum mengandung laktosa, lemak dan vitamin yang larut dalam air lebih rendah, tetapi memiliki kandungan protein, mineral dan vitamin larut yang dalam lemak dan beberapa mineral yang lebih tinggi. Kolostrum juga merupakan pencahar yang berguna untuk mengeluarkan mekonium dari usus bayi dan mempersiapkan saluran pencernaan bayi bagi makanan yang akan datang (Ambarwati dan Wulandari, 2009).


(32)

ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan (6x30 hari). Hanya ASI satu-satunya makanan dan minuman yang diperlukan seorang bayi dalam masa enam bulan pertama, tidak makanan atau minuman lain termasuk air putih, yang diperlukan pada masa periode ini (Depkes RI, 2008).

Pemberian cairan tambahan akan meningkatkan resiko terkena penyakit. Pemberian cairan dan makanan dapat menjadi sarana masuknya bakteri pathogen. Bayi usia dini sangat rentan terhadap bakteri penyebab diare, terutama jika berada pada lingkungan yang kurang higienis dan sanitasi buruk. Waktu 6 bulan yang direkomendasikan oleh WHO untuk memberikan ASI eksklusif bukannya tanpa alasan. Para ahli menyatakan bahwa manfaat ASI akan meningkat jika bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya. Pedoman Internasional yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti dunia tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan bayi. ASI memberi semua energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama hidupnya. Pemberian ASI ekslusif mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan oleh berbagai penyakit yang umumnya menimpa anak-anak seperti diare dan radang paru-paru serta mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kehamilan (Yuliarti.N. 2009).

2.2. Konsep Perilaku 2.2.1. Pengertian Perilaku


(33)

sendiri seperti berpikir, persepsi dan emosi. Dapat juga dikatakan bahwa perilaku itu adalah aktivitas organisme, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor keturunan yang merupakan modal dasar dalam perkembangan perilaku, dan faktor lingkungan untuk perkembangan perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2003).

2.2.2. Domain perilaku

Menurut Bloom (1908), perilaku dibagi menjadi 3 (tiga) ranah/kawasan yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (tingkah laku). (Notoatmodjo, 2003).

1. Pengetahuan (knowlodge)

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour), (Notoatmodjo, 2003)

Pengetahuan akan menumbuhkan kesadaran dan sikap positif dengan sendirinya, suatu contoh bidan yang telah dibekali dengan pelatihan tentang praktek inisiasi menyusu dini akan lebih termotivasi melaksanakan praktik IMD, daripada bidan yang belum mendapatkan pelatihan sama sekali.

2. Sikap (attitude)

Sikap adalah merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003).


(34)

Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang berbeda. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek ( Notoatmodjo, 2003).

Menurut Allport (1954) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) sikap itu dibentuk oleh 3 (tiga) komponen pokok, yaitu:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

3. Tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam tindakan (overt behaviour). Setelah seseorang mendapat stimulus kemudian memberikan penilaian atau pendapat


(35)

terhadap apa yang diketahui, selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui dan disikapinya (dinilai baik).

Tingkat-tingkat tindakan/praktek, meliputi (Notoatmodjo, 2003): 1. Persepsi (perseption).

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama

2. Respon Terpimpin (guided respons).

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

3. Mekanisme (mechanism).

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau jika sesuatu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adaptasi (adaptation).

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan tersebut sudah dapat dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.

2.3. Bidan praktek swasta

Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kwalifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan di negeri itu. Bidan harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasihat yang dibutuhkan oleh wanita selama hamil, persalinan dan masa pasca persalinan (post partum period), memimpin


(36)

persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak. Asuhan ini termasuk tindakan preventif, pendeteksian kondisi abnormal pada ibu dan bayi, dan mengupayakan bantuan medis, serta melakukan tindakan pertolongan gawat darurat pada saat tidak hadirnya tenaga medik lainnya. Bidan mempunyai tugas penting dalam konsultasi dan pendidikan kesehatan, tidak hanya untuk wanita tetapi juga keluarga dan komunitas. Bidan bisa berpraktek di rumah sakit, klinik, unit kesehatan, rumah perawatan, atau tempat-tempat pelayanan lainnya (Hidayat & Mufdlifah, 2008).

Bidan praktek swasta (BPS) adalah satu wahana pelaksanaan praktek seorang bidan di masyarakat. Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta) merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Dalam memberikan pelayanan kebidanan seorang bidan harus sesuai dengan kewenangannya. Pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan organisasi Ikatan Bidan memiliki kewenangan untuk pengawasan dan pembinaan kepada bidan yang melaksanakan praktek sehingga bidan melaksanakan tugasnya dengan baik (Meilani, 2009).

Penyebaran dan pendistribusian bidan yang melaksanakan praktek perlu pengaturan agar terdapat pemerataan akses pelayanan yang sedekat mungkin dengan masyarakat yang membutuhkannya. Dari tahun ke tahun permintaan masyarakat terhadap peran aktif bidan dalam memberikan pelayanan terus meningkat. Ini merupakan bukti bahwa eksistensi bidan di tengah masyarakat semakin memperoleh


(37)

kepercayaan, pengakuan dan penghargaan. Untuk itu bidan dituntut untuk selalu meningkatkan kwalitas pelayanan (Meilani, 2009).

Pengetahuan, keterampilan dan kemampuan bidan harus sesuai dengan standard praktek kebidanan. Standard praktek kebidanan mengacu pada kerangka kerja yang telah ditetapkan (Meilani, 2009) yang meliputi: (1) KEPMENKES No 369/Menkes/SK/III/2007, (2) KEPMENKES RI No 900/MENKES/SK/II/2002, (3) Standard pelayanan kebidanan, (4) Kode etik profesi bidan.

2.4. Peran Bidan dalam Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini

Bidan sebagai salah satu tenaga praktisi dalam pertolongan persalinan mempunyai peranan yang sangat besar dalam keberhasilan praktek inisiasi menyusu dini (IMD). Hal ini didukung oleh Ikatan Bidan Indonesia (IBI) yang menetapkan standarisasi pelayanan pertolongan persalinan yaitu melaksanakan inisiasi menyusu dini dan ASI eksklusif. Anggota IBI tidak boleh mempromosikan susu formula untuk bayi usia kurang dari 6 bulan. Di tempat praktek tidak boleh ada gambar promosi maupun kaleng susu formula. Karena dengan inisiasi menyusu dini diharapkan angka kematian bayi akibat penyakit infeksi jauh berkurang, angka bayi kurang gizi juga berkurang, dan lahirlah generasi yang tumbuh sehat dan cerdas (Anonim, 2007).

Peran bidan dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini meliputi (Linkages, 2007):

1. Sebelum persalinan (tahap persiapan dan informasi)

a. Memberikan informasi kepada ibu yang akan bersalin dan keluarga tentang penatalaksanaan inisiasi menyusu dini.


(38)

b. Mengkaji kebersihan diri ibu yang akan bersalin. Bila perlu menganjurkan ibu untuk membersihkan diri atau mandi terlebih dahulu.

c. Mempersiapkan alat tambahan untuk pelaksanaan inisiasi menyusu dini yaitu 3 buah kain pernel yang lembut dan kering serta sebuah topi yang kering. d. Menganjurkan agar ibu mendapat dukungan dan pendampingan selama

proses persalinan dari suami atau keluarga.

e. Membantu meningkatkan rasa percaya diri ibu dalam menghadapi proses persalinan.

f. Memberikan suasana yang layak dan nyaman untuk persalinan .

g. Mempersiapkan ibu dengan mengurangi rasa nyeri persalinan dengan mobilisasi dan relaksasi.

h. Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman untuk melahirkan. 2. Proses persalinan (tahap pelaksanaan)

a. Membuka pakaian ibu di bagian perut dan dada.

b. Meletakkan kain pernel yang lembut dan kering di atas perut ibu. c. Setelah bayi lahir, letakkan bayi di atas perut ibu.

d. Keringkan bayi dari kepala hingga kaki dengan kain lembut dan kering (kecuali kedua tangannya, karena bau ketuban yang menempel pada tangan bayi akan memandu bayi untuk menemukan payudara ibu).

e. Melakukan penjepitan, pemotongan dan pengikatan tali pusat.

f. Melakukan kontak kulit dengan menengkurapkan bayi di dada ibu tanpa dibatasi alat.


(39)

g. Menutupi tubuh ibu dan bayi dengan selimut agar bayi tidak kedinginan, kemudian jika perlu memakaikan topi di kepala bayi.

h. Menganjurkan ibu untuk memberikan sentuhan lembut pada punggung bayi. i. Menganjurkan suami atau keluarga untuk mendampingi ibu dan bayi. j. Memberikan dukungan secara sabar dan tidak tergesa-gesa kepada ibu.

k. Membantu menunjukkan pada ibu perilaku pre-feeding (menyusu awal) yang positif yaitu istirahat dalam keadaan siaga, memasukkan tangan ke mulut, menghisap dan mengeluarkan air liur, bergerak ke arah payudara dengan kaki menekan perut, menjilat-jilat kulit ibu, menghentakkan kepala, menoleh ke kanan dan ke kiri, menyentuh puting susu ibu dengan tangannya, menemukan puting susu, menghisap dan mulai meminum air susu ibu.

l. Membiarkan bayi menyusu awal/dini sampai bayi selesai menyusu pada ibunya dan selama ibu menginginkannya.

m. Bidan melanjutkan asuhan persalinan.

2.5. Kerangka konsep

Pendekatan teori yang digunakan dalam meneliti perilaku bidan praktek swasta dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini adalah teori Bloom (1908) yang membagi perilaku dalam 3 kawasan yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (tingkah laku). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Pengetahuan sangat berperan dalam menentukan sikap seseorang. Sikap (atittude) merupakan kecenderungan untuk berespons baik secara positif ataupun negatif


(40)

terhadap orang, objek ataupun situasi tertentu. Suatu sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

Dari konsep di atas dapat kita lihat bahwa terbentuknya suatu perilaku baru dimulai dari domain kognitif, subjek tahu terlebih dahulu tentang stimulus/objek tertentu, kemudian menimbulkan pengetahuan baru dan selanjutnya menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap. Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respons yang lebih jauh lagi yaitu tindakan. Begitu juga halnya dengan bidan praktek swasta, pengetahuan mereka tentang inisiasi menyusu dini akan mempengaruhi sikap mereka terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini tersebut. Kemudian pengetahuan yang optimal dan sikap yang positif akan mempengaruhi tindakan bidan dalam melaksanakan praktek inisiasi menyusu dini.

Berdasarkan uraian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka konsep

Keterangan: Penelitian ini tidak bertujuan untuk mencari hubungan antara variabel pengetahuan, sikap dan tindakan bidan praktek swasta dalam pelaksanaan inisiasi

Pengetahuan bidan praktek swasta

Tindakan Pelaksanaan IMD

Sikap bidan praktek swasta


(41)

dan tindakan bidan praktek swasta dalam pelaksanaan program inisiasi menyusu dini di Kota Medan tahun 2010.


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif dengan desain cross sectional yaitu untuk mengetahui perilaku bidan praktek swasta dalam pelaksanaan program inisiasi menyusu dini di Kota Medan tahun 2010.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah wilayah Kota Medan. Alasan pemilihan lokasi ini adalah belum maksimalnya pelaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD) di Kota Medan, hal ini tergambar dari rendahnya cakupan ASI eksklusif di Kota Medan yaitu 1,32 % pada tahun 2009. Dimana inisiasi menyusu dini merupakan salah satu indikator penting dalam keberhasilan ASI eksklusif.

3.2.2. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Juli sampai dengan Desember 2010.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua bidan praktek swasta yang memiliki izin praktek di wilayah Kota Medan yang berjumlah 244 orang.

3.3.2. Sampel

Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah proportional sampel (sampel imbangan). Sampel diambil dari tiap-tiap kecamatan yang ada di Kota


(43)

Penarikan sampel dari masing-masing kecamatan tersebut dilakukan secara acak sederhana (Simple Random Sampling) dengan tehnik undian.

Untuk menentukan besar sampel, dipergunakan rumus yang dikutip dari Notoatmodjo, (2005) yaitu:

N n = ───────

1+N (d2) Dimana:

N = Besar populasi n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan Maka:

244 N = ─────── 1+244 (0,12) 244

= ───── 1+2,44 = 70,93 = 71

Berdasarkan rumus di atas besar sampel seharusnya adalah 71 orang, tetapi setelah dilakukan penarikan sampel secara proporsional dari tiap-tiap kecamatan di Kota Medan, maka besar sampel penelitian menjadi 69 orang .

Berikut ini uraian sampel yang terpilih dari masing-masing kecamatan di Kota Medan:


(44)

Tabel 3.1. Nama Kecamatan dan Jumlah Sampel yang Diambil

NO Kecamatan Populasi Bidan Jumlah Sampel

1. Medan Kota 4 1

2. Medan Barat 12 3

3. Medan Polonia 10 3

4. Medan Deli 18 5

5 Medan Labuhan 15 4

6 Medan Tembung 11 3

7 Medan Petisah 14 4

8 Medan Timur 13 4

9 Medan Johor 7 2

10 Medan Sunggal 16 5

11 Medan Denai 27 8

12 Medan Perjuangan 7 2

13 Medan Baru 2 1

14 Medan Helvetia 20 6

15 Medan Tuntungan 15 4

16 Medan Selayang 5 1

17 Medan Area Selatan 4 1

18 Medan Marelan 13 4

19 Medan Amplas 12 3

20 Medan Belawan 11 3

21 Medan Maimun 8 2

Total 244 69

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer adalah pengetahuan, sikap dan tindakan bidan praktek swasta yang diperoleh melalui wawancara langsung kepada bidan praktek swasta dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun. Disamping itu data tentang tindakan bidan dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini juga diperoleh dari partograf yang biasanya harus diisi oleh para bidan praktek swasta dalam setiap pertolongan persalinan.


(45)

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh langsung dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan Dinas Kesehatan Kota Medan yang berupa data bidan praktek swasta serta data cakupan ASI eksklusif di Provinsi Sumatera Utara dan Kota Medan, sedangkan gambaran umum wilayah penelitian diperoleh dari profil Kota Medan tahun 2009.

3.5. Definisi Operasional

1. Pengetahuan bidan praktek swasta adalah segala sesuatu yang diketahui oleh bidan praktek swasta tentang pelaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD).

2. Sikap bidan praktek swasta adalah merupakan reaksi atau respon yang positif atau negatif dari bidan praktek swasta terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD).

3. Tindakan inisiasi menyusu dini adalah merupakan perbuatan atau aktifitas nyata yang memenuhi standard praktek, yang dilakukan oleh bidan praktek swasta dalam pelaksanaan program inisiasi menyusu dini.

3.6. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran adalah mengukur setiap variabel yang ada yaitu: 1. Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan bidan dilakukan melalui 10 pertanyaan yang bersifat tertutup dan terdiri dari 3 pilihan. Jawaban diukur secara skoring, skor 2 (dua) untuk jawaban yang paling benar, skor 1 (satu) untuk jawaban yang mendekati benar dan skor 0 (nol) untuk jawaban yang salah. Total skor keseluruhan adalah 20 (duapuluh). Untuk nomor 1, 2, 7, dan 8, jawaban a diberikan skor 2 (dua), jawaban b diberi skor 1 (satu), dan jawaban c diberi skor 0 (nol). Untuk nomor 3,


(46)

6 dan 9, jawaban a diberikan skor 1 (satu), jawaban b diberi skor 2 (dua), dan jawaban c diberi skor 0 (nol). Untuk nomor 4, 5, dan 10, jawaban a diberikan skor 0 (nol), jawaban b diberi skor 1(satu), dan jawaban c diberi skor 2 (dua). selanjutnya pengetahuan responden diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kategori, (Machfoedz, 2009):

a. Baik, jika nilai (skor) > 75% dari total nilai 20 (skor > 15) b. Sedang, jika nilai (skor) 55-75% dari total nilai 20 (skor 11-15) c. Rendah, jika nilai (skor) < 55% dari total nilai 20 (skor <11) 2. Sikap

Pengukuran sikap bidan dilakukan dengan memberikan 10 pertanyaan yang bersifat tertutup, dan terdiri dari 5 pilihan yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (R), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Pertanyaan nomor 1,2,4,7 dan 9 merupakan sikap positif dan nilai setiap jawaban yang diberikan adalah SS=5, S=4, R=3, TS=2, STS=1 sedangkan pertanyaan nomor 3, 5, 6, 8 dan 10 merupakan sikap negatif dan setiap jawaban diberi skor SS=1, S=2, R=3, TS-4 dan STS=5. Total skor yang tertinggi adalah 50. Selanjutnya sikap dikategorikan atas (Machfoedz, 2009):

a. Baik, jika nilai (skor) > 75% dari total nilai 20 (skor > 15) b. Sedang, jika nilai (skor) 55-75% dari total nilai 20 (skor 11-15) c. Rendah, jika nilai (skor) < 55% dari total nilai 20 (skor < 11)


(47)

3. Tindakan

Pengukuran tindakan bidan dilakukan dengan memberikan 8 pertanyaan yang bersifat tertutup yang terdiri dari 2 pilihan yang telah diberi bobot. Total skor tertinggi 8, setiap pertanyaan memiliki 2 pilihan dengan kriteria sebagai berikut: - Jawaban ya (a) diberikan nilai (skor) = 1

- Jawaban tidak (b) diberikan nilai (skor) = 0

Berdasarkan total skor jawaban dari 8 pertanyaan, maka digolongkan dalam 3 (tiga) kategori yaitu:

a. Baik, jika nilai (skor) > 75% dari total nilai 8 (skor > 6) b. Sedang, jika nilai (skor) 55-75% dari total nilai 8 (skor 4-6) c. Rendah, jika nilai (skor) <55% dari total nilai 8 (skor < 4)

3.7. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan diolah berdasarkan tahapan sebagai berikut: 1. Editing (pemeriksaan data)

Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan jawaban atas pertanyaan. Apabila terdapat jawaban yang belum lengkap atau terdapat kesalahan maka data harus dilengkapi dengan cara wawancara kembali.

2. Coding (pemberian code)

Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual.

3. Tabulating yaitu memindahkan data dari daftar pertanyaan dalam tabel-tabel yang telah dipersiapkan.


(48)

Data diolah dengan menggunakan software SPSS 15,0. Selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi, kemudian dianalisa secara deskriptif untuk melihat bagaimana pengetahuan, sikap dan tindakan bidan praktek swasta dalam pelaksanaan program inisiasi menyusu dini di Kota Medan.


(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Kota Medan merupakan Ibu kota Provinsi Sumatera Utara yang memiliki areal seluas 265,10 km2. Secara administratif Kota Medan dibagi atas 21 kecamatan yang mencakup 151 kelurahan. Sebagai Ibu kota Provinsi, fasilitas kesehatan di Kota Medan sudah cukup memadai dan relatif tersebar di seluruh kecamatan. Fasilitas kesehatan tersebut meliputi 39 puskesmas, 40 puskesmas pembantu, 191 balai pengobatan umum, 147 rumah bersalin, dan 47 rumah sakit. Selain itu didapati 244 bidan praktek swasta yang memiliki izin praktek di wilayah Kota Medan

4.2.Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan, lama praktek, dan pernah/tidaknya mendapatkan pelatihan inisiasi menyusu dini (IMD). Distribusi karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1. yaitu:

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik (Umur, Pendidikan Lama Praktek dan Pelatihan IMD) di Kota Medan Tahun 2010 No. Karakteristik Responden Jumlah Persentase

1. Umur :

21-25 tahun 26-30 tahun 31-35 tahun 36-40 tahun 41-45 tahun 46-50 tahun > 50 tahun

2 16 11 16 8 7 9 2,9 23,2 15,9 23,2 11,6 10,1 13,0

Total 69 100,0

2. Pendidikan :

D-I (Kebidanan) D-III (Kebidanan) 10 59 14,5 85,5


(50)

Lanjutan Tabel 4.1

No. Karakteristik Responden Jumlah Persentase

3. Lama Praktek :

01-05 tahun 06-10 tahun 11-15 tahun 16-20 tahun 21-25 tahun 26-30 tahun > 30 tahun

22 14 6 14 6 5 2 31,9 20,3 8,7 20,3 8,7 7,2 2,9

Total 69 100,0

4. Pelatihan IMD :

Pernah Tidak pernah 17 52 24,6 75,4

Total 69 100,0

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa umur responden yang paling banyak adalah kelompok umur 26-30 tahun dan 36-40 tahun yaitu masing-masing sebesar 23,2%, dan yang paling sedikit adalah kelompok umur 21-25 tahun yaitu sebesar 2,9%. Semua responden merupakan lulusan dari progam pendidikan kebidanan dengan tingkat pendidikan D-I Kebidanan sebesar 14,5% dan D-III Kebidanan sebesar 85,5%. Berdasarkan lama praktek responden, yang paling banyak adalah 1-5 tahun yaitu sebesar 31,5% dan yang paling sedikit adalah >30 tahun yaitu sebesar 2,9%. Sedangkan responden yang telah mendapatkan pelatihan inisiasi menyusu dini (IMD) hanya sebesar 24,6% dan selebihnya sama sekali belum pernah mendapatkan pelatihan IMD.

4.3. Perilaku Responden Dalam Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini

Perilaku responden yang diteliti meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini.


(51)

4.3.1. Pengetahuan Responden

Pengetahuan responden adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang pelaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD), yang terdiri dari pengertian IMD, waktu pelaksanaan IMD, tata laksana IMD, manfaat IMD, tata laksana IMD pada operasi caesar, keuntungan IMD bagi ibu, defenisi colostrum, hubungan IMD dengan ASI eksklusif dan manfaat ASI bagi bayi.

Tingkat pengetahuan responden dikategorikan baik apabila responden dapat menjawab pertanyaan lebih dari 75% dengan benar, dikategorikan sedang apabila responden dapat menjawab pertanyaan 55-75% dengan benar, dan dikategorikan rendah apabila hanya dapat menjawab pertanyaan kurang dari 55% dengan benar.

Berikut ini adalah distribusi frekwensi tingkat pengetahuan responden tentang pelaksanaan program inisiasi menyusu dini di Kota Medan.

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang Program Inisiasi Menyusu Dini Di Kota Medan Tahun 2010

No Pengetahuan Jumlah Persentase

1. Baik 63 91.3

2. Sedang 6 8.7

3. Rendah 0 0,0

Total 69 100,0

Berdasarkan tabel 4.2. diketahui bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan responden dikategorikan baik yaitu sebesar 91,3%. Tingkat pengetahuan responden tersebut dikategorikan berdasarkan jawaban-jawaban responden yang dapat menggambarkan pengetahuan mereka tentang pelaksanaan inisiasi menyusu dini.

Di bawah ini adalah distribusi jawaban responden berdasarkan pengetahuan tentang program inisiasi menyusu dini.


(52)

Tabel 4.3. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Program Inisiasi Menyusu Dini Di Kota Medan Tahun 2010

No. Pengetahuan Jawaban Jmlh %

1. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

a. Bayi menyusu sendiri segera setelah lahir b. Kemampuan bayi untuk menyusu sendiri c. Bayi menyusu sampai 6 bulan

68 1 0 98,6 1,4 0,0

Total 69 100,0

2. Waktu pelaksanaan IMD

a. Segera setelah bayi lahir, kemudian langsung melakukan IMD

b. Setelah lahir

c. Setelah bayi dibersihkan, ditimbang dan diukur, baru melakukan IMD.

60 9 0 87,0 13,0 0,0

Total 69 100,0

3.

.

Tata laksana

IMD a. Setelah lahir, memotong tali pusat bayi, kemudian dilakukan IMD b. Begitu lahir bayi dikeringkan kecuali

tangannya, memotong tali pusat, bayi ditengkurapkan di perut ibu dan dibiarkan mencari puting susu ibu

c. Bayi diletakkan di dada ibu dan menyodorkan puting susu ke mulut bayi.

35 34 0 50,7 49,3 0,0

Total 69 100,0

4

Manfaat IMD a. Membantu ibu menyusui bayinya b. Bayi mendapatkan kolostrum

c. Bayi mendapatkan kolostrum, mencegah hypothermi, membuat ibu dan bayi merasa tenang. 0 8 61 0,0 11,6 88,4

Total 69 100,0

5. Tata laksana IMD pada operasi caesar

a. Tidak usah IMD karena ibu masih lemah b. Bayi ditengkurapkan di dada ibu dan

dibiarkan mencari sendiri puting susu ibu. c. Sama dengan partus normal, tetapi jika

keadaan ibu tidak memungkinkan, IMD dilakukan dalam kesempatan tercepat.

1 21 47 1,4 30,4 68,1

Total 69 100,0

6. Keuntungan IMD bagi ibu bayi

a. Dapat mencegah perdarahan b.Membantu pengeluaran plasenta,

mengurangi perdarahan dan merangsang

3 53

4,3 76,8


(53)

Lanjutan Tabel 4.3

No Pengetahuan Jawaban Jmlh %

c. Merangsang hormon progesteron yang berguna mengeluarkan plasenta dan memperbanyak ASI

13 18,8

Total 69 100,0

7. Definisi

Kolostrum a. Cairan kental berwarna kekuningan yang keluar pertama kali sampai hari ke-3 setelah kelahiran

b. ASI yang pertama kali keluar setelah kelahiran

c. Cairan kotor yang harus dibuang.

68 1 0 98,6 1,4 0,0

Total 69 100,0

8. Hubungan IMD dengan ASI

a. Bayi yang melakukan IMD dapat dengan mudah menyusu kemudian

b. IMD dapat meningkatkan keberhasilan menyusu

c. Tidak berhubungan sama sekali

67 1 1 97,1 1,4 1,4

Total 69 100,0

9. Pengertian

ASI eksklusif a. Pemberian ASI 0-6 bulan

b. Pemberian ASI tanpa makanan tambahan lain sampai usia 6 bulan

c. Pemberian ASI pada bayi yang berusia 0-6 bulan dan dapat diberi susu formula

0 34 35 0,0 49,3 50,7

Total 69 100,0

10. Manfaat ASI a. Manfaatnya

b. tidak jauh beda dengan susu formula c. Memenuhi kebutuhan gizi anak

d. Meningkatkan daya tahan tubuh bayi dan meningkatkan kecerdasan anak

0 0 69 0,0 0,0 100,0

Total 69 100,0

Berdasarkan tabel 4.3, diketahui bahwa mayoritas bidan dapat menjawab pertanyaan dengan benar, meskipun masih didapati 1,4% responden yang beranggapan bahwa IMD pada operasi caesar tidak perlu dilakukan, terdapat 50,7% bidan yang beranggapan bahwa ASI eksklusif adalah pemberian ASI pada bayi yang berusia 0-6 bulan pertama, dan dapat diberi susu formula jika ASI tidak mencukupi


(54)

agar bayi tidak kurang gizi. Tetapi dari distribusi jawaban di atas dapat kita lihat bahwa semua responden (100%) mengetahui manfaat ASI bagi bayi yaitu untuk meningkatkan daya tahan tubuh bayi dan meningkatkan kecerdasan anak.

4.3.2. Sikap Responden

Sikap adalah pendapat atau respon positif maupun negatif dari bidan praktek swasta terhadap pelaksanaan program inisiasi menyusu dini. Pengukuran sikap responden dilakukan dengan menggunakan Skala Likert, yang meliputi sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju atau sangat tidak setuju terhadap item-item pernyataan yang diberikan peneliti tentang pelaksanaan kegiatan inisiasi menyusu dini.

Sikap responden dikategorikan baik apabila responden dapat menjawab pertanyaan lebih dari 75% dengan benar, dikategorikan sedang apabila responden dapat menjawab pertanyaan 55-75% dengan benar, dan dikategorikan rendah apabila hanya dapat menjawab pertanyaan kurang dari 55% dengan benar.

Distribusi frekwensi sikap bidan praktek swasta terhadap pelaksanaan program inisiasi menyusu dini dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini.

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Terhadap Pelak-sanaan Program Inisiasi Menyusu Dini Di Kota Medan Tahun 2010

No Sikap Jumlah Persentase

1. Baik 31 44,9

2. Sedang 38 55,1

3. Rendah 0 0,0

Total 69 100,0

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa mayoritas responden memiliki sikap dengan kategori sedang yaitu sebesar 55,1%, dan tidak ada responden yang memiliki sikap dengan kategori rendah. Untuk mengukur sikap responden tersebut, dapat


(55)

Tabel 4.5. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Sikap Tentang Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini Di Kota Medan Tahun 2010

No. Sikap Bidan terhadap IMD Jawaban N %

1. Inisiasi menyusu dini merupakan program pemerintah yang harus dilaksanakan

− Sangat Setuju − Setuju

21 48

30,4 69,6

Total 69 100,0

2. Bidan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan IMD di Indonesia

− Sangat Setuju − Setuju − Ragu-ragu 16 50 3 23,2 72,5 4,3

Total 69 100,0

3 Setelah lahir, bayi dipisahkan dari ibu untuk ditimbang, diukur, diberi cap dan dimandikan kemudian dilakukan IMD

− Sangat Setuju − Setuju

− Ragu-ragu − Tidak setuju − Sangat tidak setuju

1 13 9 40 6 1,4 18,8 13,0 58,0 8,7

Total 69 100,0

4. Kolostrum harus diberikan kepada

bayi −

Sangat Setuju − Setuju 27 42 39,1 60,9

Total 69 100,0

5. Operasi caesar adalah salah satu penghambat dalam pelaksanaan IMD

− Sangat Setuju − Setuju

− Ragu-ragu − Tidak setuju − Sangat tidak setuju

3 17 12 33 4 4,3 24,6 17,4 47,8 5,8

Total 69 100,0

6. Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui bayinya, oleh sebab itu IMD dapat ditunda kemudian

− Sangat Setuju − Setuju

− Ragu-ragu − Tidak setuju − Sangat tidak setuju

1 10 5 51 2 1,4 14,5 7,2 73,9 2,9

Total 69 100,0

7. IMD dapat meningkatkan keberhasilan ASI ekslusif

− Sangat Setuju − Setuju

30 39

43,5 56,5

Total 69 100,0

8. Suami dan keluarga tidak perlu mendampingi ibu saat

melaksanakan IMD

− Sangat Setuju − Setuju

− Ragu-ragu − Tidak setuju − Sangat tidak setuju

1 22 5 39 2 1,4 31,9 7,2 56,5 2,9


(56)

Lanjutan Tabel 4.5

No. Sikap Bidan terhadap IMD Jawaban N %

9. Bayi tidak perlu dibimbing

menemukan putting susu ibu −

Sangat Setuju − Setuju

− Ragu-ragu − Tidak setuju

7 55 4 3 10,1 79,7 5,8 4,3

Total 69 100,0

10. Jika hari-hari pertama setelah bersalin produksi ASI hanya sedikit, bayi dapat diberi susu formula atau cairan lain

− Sangat Setuju − Setuju

− Ragu-ragu − Tidak setuju

1 28 6 34 1,4 40,6 8,7 49,3

Total 69 100,0

Berdasarkan tabel 4.5. diketahui bahwa sikap bidan terhadap program IMD sangat positif, hal ini ditandai dari 69 orang responden, terdapat 30,4% responden yang sangat setuju dan 69,6% responden yang setuju bahwa IMD merupakan program pemerintah yang harus dilaksanakan. Kemudian 72,5% responden setuju bahwa bidan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan IMD di Indonesia.Tetapi terdapat 1,4% responden yang sangat setuju dan 18,8% responden yang setuju bahwa setelah lahir bayi dipisahkan dari ibu untuk ditimbang, diukur, dan dimandikan baru dilakukan IMD. Selanjutnya terdapat 4,3% responden yang sangat setuju dan 24,6% responden yang setuju bahwa operasi caesar adalah salah satu penghambat pelaksanaan IMD, terdapat 14,5% responden yang setuju jika pelaksanaan IMD dapat ditunda, dan terdapat 40,6% responden yang setuju bahwa bayi baru lahir dapat diberi susu formula atau cairan lain.

4.3.3. Tindakan Responden Dalam Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini

Berdasarkan hasil penelitian terhadap bidan praktek swasta di Kota Medan tentang tindakan mereka dalam pelaksanaan program inisiasi menyusu dini, maka


(57)

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Dalam Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini Di Kota Medan Tahun 2010

No Tindakan Jumlah Persentase

1. Baik 8 11,6

2. Sedang 30 43,5

3. Rendah 31 44,9

Total 69 100,0

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa mayoritas tindakan responden dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini berada pada kategori rendah yaitu 44,9%, sementara tindakan responden yang berada pada kategori baik hanya sebesar 11,6%. Hasil jawaban resonden yang dapat menggambarkan tindakan mereka dalam pelaksanaan program inisiasi menyusu dini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.7. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Tindakan Dalam Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Di Kota Medan Tahun 2010

No. Tindakan Jawaban N %

1. Memberikan penyuluhan tentang IMD

kepada ibu hamil pada saat pemeriksaan kehamilan − Ya − Tidak 43 26 62,3 37,7

Total 69 100,0

2. Memberikan penjelasan tentang

kolostrum dan manfaatnya kepada ibu hamil/bersalin − Ya − Tidak 64 5 92,8 7,2

Total 69 100,0

3 Memberi informasi kepada ibu hamil/

keluarga bahwa akan melakukan IMD pada bayi segera setelah lahir

− Ya − Tidak 36 33 52,2 47,8

Total 69 100,0

4. Pernah melaksanakan tindakan IMD

pada bayi segera setelah lahir −

Ya − Tidak 38 31 55,1 44,9

Total 69 100,0

5. Selalu melaksanakan IMD pada bayi − Ya

− Tidak

6 32

15,8 84,2

Total 69 100,0

6. Menyodorkan puting susu ibu ke mulut

bayi pada saat pelaksanaan IMD −

Ya − Tidak 8 61 11,6 88,4

Total 69 100,0

7. Melibatkan suami pasien atau keluarga

lain dalam Pelaksanaan IMD −

Ya − Tidak 35 34 50,7 49,3

Total 69 100,0

8. Memberikan susu formula atau cairan lain selain ASI kepada bayi baru lahir −

Ya − Tidak 60 9 87,0 13,0


(58)

Berdasarkan tabel 4.7. dapat diketahui bahwa distribusi jawaban responden mayoritas dalam kategori baik dan sikap dalam kategori sedang, tetapi tindakan responden dalam pelaksanaan program inisiasi menyusu dini masih rendah. Hal ini dapat kita lihat dari 69 orang bidan yang diteliti hanya 55,1% yang pernah melaksanakan tindakan IMD dan diantaranya hanya 8,7% yang selalu melakukan IMD, kemudian terdapat 11,6% responden yang menyodorkan puting susu ibu ke mulut bayi pada saat pelaksanaan IMD dan terdapat 49,3% orang responden tidak melibatkan suami atau keluarga pasien dalam pelaksanaan IMD. Selanjutnya 87,0% responden memberikan susu formula atau cairan lain selain ASI kepada bayi baru lahir.

4.4. Pengetahuan Responden Berdasarkan Sikap Tentang Pelaksanaan Kegiatan Inisiasi Menyusu Dini

Untuk mengetahui kategori sikap responden berdasarkan tingkat pengetahuan mereka, dapat dilihat pada tabel 4.8 di bawah ini.

Tabel 4.8. Distribusi Pengetahuan Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini Di Kota Medan Tahun 2010

No. Pengetahuan

Sikap

N %

Baik Sedang

N % N %

1. Baik 30 47,6 33 52,4 63 91,3

2. Sedang 1 16,7 5 83,3 6 8,7

Berdasarkan tabel 4.8. diketahui bahwa dari 63 responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik, ternyata hanya 47,6% responden yang memiliki sikap dengan kategori baik, dan selebihnya responden memiliki sikap dengan kategori sedang.


(59)

4.5. Pengetahuan Responden Berdasarkan Tindakan Dalam Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini

Untuk mengetahui tindakan responden dalam pelaksanaan IMD, berdasarkan tingkat pengetahuan mereka, dapat dilihat pada tabel 4.9 di bawah ini.

Tabel 4.9. Distribusi Pengetahuan Responden Berdasarkan Tindakan Tentang Pelaksanaan Kegiatan Inisiasi Menyusu Dini Di Kota Medan Tahun 2010

No Pengetahuan

Tindakan

N %

Baik Sedang Rendah

N % N % N %

1. Baik 8 12,7 28 44,4 27 42,9 63 91,3

2. Sedang 0 0,0 2 33,3 4 66,7 6 8,7

Berdasarkan tabel 4.9 dapat dilihat bahwa dari 91,3% responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik ternyata hanya 12,7% yang tindakannya dikategorikan baik, sedangkan 42,9% responden, tindakannya dikategorikan rendah. Selanjutnya dari 8,7% responden yang memiliki pengetahuan dengan kategori sedang, terdapat 66,7% responden yang tindakannya dikategorikan rendah.

4.6. Sikap Responden Berdasarkan Tindakan Dalam Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini

Untuk mengetahui kategori sikap responden berdasarkan tindakan mereka dalam pelaksanaan program inisiasi menyusu dini, dapat di lihat pada tabel 4.10. berikut ini.

Tabel 4.10. Distribusi Sikap Responden Berdasarkan Tindakan Tentang Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Di Kota Medan Tahun 2010 No. Sikap

Tindakan

N %

Baik Sedang Rendah

N % N % N %

1. Baik 6 19,4 13 41,9 12 38,7 31 44,9


(1)

Operasi caesar adalah salah satu penghambat dalam pelaksanaan IMD

3 4.3 4.3 4.3

17 24.6 24.6 29.0

12 17.4 17.4 46.4

33 47.8 47.8 94.2

4 5.8 5.8 100.0

69 100.0 100.0

Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Sangat tidak setuju Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui bayinya, oleh sebab itu IMD dapat ditunda kemudian

1 1.4 1.4 1.4

10 14.5 14.5 15.9

5 7.2 7.2 23.2

51 73.9 73.9 97.1

2 2.9 2.9 100.0

69 100.0 100.0

Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Sangat tidak setuju Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

IMD dapat meningkatkan keberhasilan ASI ekslusif

39 56.5 56.5 56.5

30 43.5 43.5 100.0

69 100.0 100.0

Setuju Sangat Setuju Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Suami dan keluarga tidak perlu mendampingi ibu saat melaksanakan IMD

1 1.4 1.4 1.4

22 31.9 31.9 33.3

5 7.2 7.2 40.6

39 56.5 56.5 97.1

2 2.9 2.9 100.0

69 100.0 100.0

Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Sangat tidak setuju Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(2)

Bayi tidak perlu dibimbing menemukan puting susu ibu

7 10.1 10.1 10.1

4 5.8 5.8 15.9

55 79.7 79.7 95.7

3 4.3 4.3 100.0

69 100.0 100.0

Tidak setuju Ragu-ragu Setuju Sangat setuju Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Jika hari-hari pertama setelah bersalin produksi ASI hanya sedikit, bayi dapat diberi susu formula atau cairan lain

1 1.4 1.4 1.4

28 40.6 40.6 42.0

6 8.7 8.7 50.7

34 49.3 49.3 100.0

69 100.0 100.0

Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Sikap

38 55.1 55.1 55.1

31 44.9 44.9 100.0

69 100.0 100.0

Sedang Baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Frequency Table (Tindakan)

Memberi penyuluhan ttg IMD

26 37.7 37.7 37.7

43 62.3 62.3 100.0

69 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(3)

Memberi penjelasan ttg kolostrum

5 7.2 7.2 7.2

64 92.8 92.8 100.0

69 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Memberi informasi kpd kluarga bhw akan melakukan IMD

33 47.8 47.8 47.8

36 52.2 52.2 100.0

69 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pernah melaksanakan IMD

31 44.9 44.9 44.9

38 55.1 55.1 100.0

69 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Selalu melaksanakan IMD

63 91.3 91.3 91.3

6 8.7 8.7 100.0

69 100.0 100.0

Tidak Ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Menyodorkan puting susu ke mulut bayi saat IMD

39 56.5 56.5 56.5

30 43.5 43.5 100.0

69 100.0 100.0

Ya Tidak Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Melibatkan suami atau kluarga pasien dlm IMD

34 49.3 49.3 49.3

35 50.7 50.7 100.0

Tidak Ya Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(4)

Memberi susu formula selain ASI

60 87.0 87.0 87.0

9 13.0 13.0 100.0

69 100.0 100.0

Ya Tidak Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Tindakan

31 44.9 44.9 44.9

30 43.5 43.5 88.4

8 11.6 11.6 100.0

69 100.0 100.0

Redah Sedang Baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Crosstabs

Pengetahuan * Sikap

Crosstab Count

5 1 6

33 30 63

38 31 69

Sedang Baik Pengetahuan Total

Sedang Baik

Sikap


(5)

Chi-Square Tests

2.121b 1 .145

1.055 1 .304

2.343 1 .126

.213 .153

2.090 1 .148

69 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2. 70.

b.

Pengetahuan * Tindakan

Crosstab Count

4 2 0 6

27 28 8 63

31 30 8 69

Sedang Baik Pengetahuan Total

Redah Sedang Baik

Tindakan

Total

Chi-Square Tests

1.609a 2 .447

2.233 2 .327

1.585 1 .208

69 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .70.

a.

Sikap * Tindakan Crosstabulation Count

19 17 2 38

12 13 6 31

Sedang Baik Sikap

Redah Sedang Baik

Tindakan


(6)

Chi-Square Tests

3.439a 2 .179

3.511 2 .173

2.387 1 .122

69 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.59.

a.

Pelatihan IMD * Pelaksanaan IMD Crosstabulation Count

28 22 2 52

3 8 6 17

31 30 8 69

Tidak Pernah Pernah Pelatihan

IMD Total

Rendah Sedang Baik

Pelaksanaan IMD

Total

Pendidikan * Pelaksanaan IMD Crosstabulation Count

7 2 1 10

24 28 7 59

31 30 8 69

DI (Bidan) DIII (Bidan) Pendidikan

Total

Rendah Sedang Baik

Pelaksanaan IMD

Total