Kontribusi Anak Bekerja Terhadap Sosial Ekonomi Keluarga (Studi Kasus Anak Bekerja Sebagai Tukang Sapu Angkutan di Terminal Terpadu Amplas, Medan)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Terminal angkutan umum yaitu Terminal Terpadu Amplas terkenal sebagai
terminal yang sangat padat dengan aktivitas ekonomi. Terminal ini merupakan
terminal terbesar dan tempat berbagai pengangkutan umum untuk melakukan transit
baik angkutan yang berasal dari dalam kota, luar kota maupun luar provinsi. Di
terminal Terpadu Amplas selalu ramai oleh orang yang hilir mudik. Diantara
kelompok yang meramaikannya adalah anak-anak penyapu angkutan umum. Pada
waktu beraktifitas mereka terkadang menerima hal-hal yang tidak simpatik, misalnya
makian, bentakan dari para supir maupun orang yang berada di sekitar terminal
bahkan dari sesama teman penyapu angkutan lainnya. Pekerjaan mereka sebenarnya
penuh persaingan dan penuh resiko misalnya jatuhnya mereka dari angkutan yang
sedang berjalan, dan hal yang pasti keberadaan pekerja anak sesungguhnya
mempunyai dampak negatif yaitu dari segi sosial emosi, mental, psikologi atau fisik.
http://www.researchgate.net/publication/42355250_Tinjauan_Tentang_Pekerja_Anak
Di_Terminal_Amplas_%28Studi_Kasus_Anak_yang_Bekerja_Sebagai_Penyapu_An
gkutan_Umum_di_terminal_Terpadu Amplas%29 diakses 25 November, 2015 pukul
22.00 WIB.
Terminal ini merupakan tempat berbagai pengangkutan luar maupun dalam
kota beroperasi. Di terminal ini juga banyak dijumpai pedangan asongan, rumah
1
Universitas Sumatera Utara
makan, loket bus, doorsmer, dan laiinya. Faktor inilah yang memicu banyaknya anakanak yang bekerja karena kompleksnya kegiatan ekonomi di terminal ini. Selain
terminal ini juga menjadi tempat beristirahat bagi para supir angkut yang sudah lelah
setelah perjalanan jauh, terminal ini juga merupakan tempat pemberhentian angkutan
umum luar dan dalam Kota Medan. Inilah yang menyebabkan banyak nya anak-anak
yang menggeluti pekerjaan jasa sebagai tukang sapu angkutan.
Fenomena anak bekerja itu dapat dilihat dari kasus anak bekerja sebagai
penyapu angkutan. Saat teman seusianya sedang sekolah atau bersantai dirumah sejak
pagi puluhan anak-anak penyapu angkutan kota sudah beraksi di Terminal Terpadu
Amplas. Sebagian dari mereka bersekolah siang hari namun sisanya tidak lagi
sekolah dan menjadi penyapu angkutan kota untuk membantu keluarga. Nadia Lubis
merupakan satu dari puluhan anak penyapu angkutan kota. Perempuan ini tak kalah
dengan teman laki-laki seprofesinya. Pekerjaan ini dilakukan untuk membantu biaya
hidup keluarga terutama setelah ayahnya meninggal dunia. Nadia bekerja menjadi
penyapu angkutan kota setelah ia putus sekolah hingga kelas dua SMP (Sekolah
Menengah Pertama) padahal dia bercita-cita menjadi guru agar dapat mengajari
anak-anak lainnya agar pintar dan berguna bagi Negara dan bangsa yang lebih maju.
https://groups.yahoo.com/neo/groups/transtvmedan/conversations/message/2682&lcd
diakses pada 20 November 2015 12.42 WIB.
Kota Medan merupakan salah satu kota besar di Indonesia. Kota Medan juga
tidak lepas dari masalah sosial anak sama seperti kota lainnya di Indonesia. Masalah
sosial ini bisa dilihat banyak nya anak-anak yang berkeliaran di pinggiran jalan,
2
Universitas Sumatera Utara
persimpangan jalan, terminal, pasar, dan sebagianya. Sama halnya dengan kota-kota
lain di Indonesia, Medan juga tidak terlepas dari fenomena anak bekerja yang dewasa
ini menjadi masalah sosial yang cukup kompleks. Dunia anak-anak seharusnya
dinikmati dengan suasana yang menyenangkan yaitu bermain dan belajar. Namun
karena beberapa faktor menyebabkan anak-anak ini harus bekerja memikul beban
ekonomi yang seharusnya merupakan tanggung jawab keluarganya dalam hal ini
orang tua. Anak-anak melakukan pekerjaan apa saja yang bisa menghasilkan uang
agar dapat memenuhi kebutuhannya yang semakin matrealistis di daerah perkotaan.
Survei yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan, alasan
anak-anak yang bekerja adalah karena membantu pekerjaan orangtua (71%), dipaksa
membantu orangtua (6%), menambah biaya sekolah (15%), dan karena ingin hidup
bebas, untuk uang jajan, mendapatkan teman, dan lainnya (33%). Sumatera Utara,
tercatat sebanyak 2.867 anak jalanan yang tersebar di 5 kota, yakni Medan (663
anak), Dairi (530 anak), Tapanuli Tengah (225 anak), Nias Selatan (224 anak), dan
Tanah Karo (157 anak). Sisanya tersebar di 25 Kabupaten/Kota lainnya. Survei yang
pernah dilakukan oleh PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak) Kota Medan
tahun 2011, terdapat 7 kecamatan yang memiliki populasi anak jalanan di atas 50
anak dalam satu kecamatan. Survei mengenai jumlah yang ada di Sumatera Utara
anak jalanan yang dibuat oleh PKPA ketujuh kecamatan tersebut yakni Medan Johor
(57 anak), Medan Amplas (81 anak), Medan Kota (94 anak), Medan Maimun (103
anak), Medan Sunggal (75 anak), Medan Petisah (60 anak), Medan Barat (53 anak).
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=110606&val=4126 diakses pada
Sabtu 25 November 2015 Pukul 10.19 WIB.
3
Universitas Sumatera Utara
Anak-anak putus sekolah juga terlihat dalam komunitas anak jalanan.
Beberapa kasus anak yang ditangani KPAID Kepri, dari sekitar 15 kasus yang 3
masuk setiap bulan, ada beberapa kasus anak yang sudah putus sekolah dan terancam
putus sekolah. Pada keluarga yang miskin, masih ada anak yang belum mendapatkan
hak pendidikannya. Mereka akhirnya membantu orang tua. Salah satunya turun ke
jalanan dan menjadi anak jalanan. Ada yang bekerja sebagai penjual koran, penyemir
sepatu, pengamen, pengemis, penyapu angkutan, pedagang asongan dan sebagainya.
http://repository.unand.ac.id/17556/1/pekerja anak di bawah umur.pdf diakses pada
25 November 2015 pukul 21.00 WIB.
Fenomena pekerja anak khususnya sektor informal yang bekerja karena faktor
ekonomi yang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, akhir-akhir ini menunjukkan
permasalahan tersendiri bagi tumbuh kembang anak. Artinya bahwa anak-anak
tersebut memiliki keresahan ganda karena selain mereka berhadapan dengan masalah
pekerjaan, juga dihadapkan pada perampasan hak yang sering muncul dalam bentukbentuk eksploitasi dan tindak kekerasan. Hal yang lebih memprihatinkan lagi dalam
kenyataan dijumpai bahwa pekerja anak berasal dari kemelut kemiskinan. Artinya
orangtua mereka miskin dengan segala keterbatasan (pendidikan rendah, pendapatan
minimum, gizi kurang, kesehatan rendah), sehingga timbul pandangan dari sebagian
masyarakat bahwa pekerja anak bukanlah suatu permasalahan melainkan sebagai
suatu hal yang positif.
Anak-anak bekerja (working children) di Indonesia dapat disaksikan secara
kasat mata dan oleh karena itu keberadaan mereka tidak dapat disangkal. Anak-anak
bekerja berasal dari berbagai latar belakang keluarganya. Diantaranya didukung
4
Universitas Sumatera Utara
faktor ekonomi, sosial, lingkungan, dan budaya. Krisis ekonomi membuat anak-anak
terjun ke pasar dunia kerja. Sekalipun demikian secara statistik mereka tidak tampak
karena sejauh ini kita tidak mengetahui informasi mendasar seperti jumlah mereka.
Ini jelas ironisnya bagi masyarakat Indonesia yang menilai anak sebagai kekayaan
yang sangat berharga. Oleh karena itu anak-anak memperoleh perlindungan hukum
dari Negara untuk melindungi hak-hak anak-anak yang ada di Indonesia.
(http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@robangkok/@ilojakarta/documen
ts/publication/wcms_123584.pdf ,diakses pada 15 November 2015 pukul 18.05).
Di bidang ketenagakerjaan, masih ada 3,4 juta jiwa anak berumur 10-17 tahun
yang bekerja. Papua adalah propinsi dengan partisipasi anak yang bekerja tertinggi di
Indonesia. Mayoritas mereka yang bekerja hanya tamat SD yaitu 75,83 persen. Anak
yang bekerja lebih banyak terserap di sector pertanian yaitu 49,24 persen, hampir
sepertiganya (32,36 persen) di sector jasa, dan ada 18,4 persen di sector manufaktur.
Di sisi lain, 58,16 persen anak yang bekerja adalah pekerja keluarga tidak dibayar. Di
sektor pertanian roporsi anak yang bekerja sebagai pekerja keluarga tak dibayar
mencapai 39,13 persen. Ini membuktikan banyak nya anak-anak yang bekerja.
http://www.kemenpppa.go.id/index.php/daftarbuku/profilanak?download=510%3Apr
ofilanak2012 diakses pada Sabtu 16 November 20.25 WIB).
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2013, jumlah anak
bekerja dan pekerja anak di sektor pertanian dan perkebunan mencapai 38,9 juta
orang. Meskipun turun, sektor itu masih menduduki peringkat pertama dalam daftar
lapangan kerja utama. Pada sektor konstruksi, anak-anak diminta membantu orangtua
5
Universitas Sumatera Utara
mereka mengerjakan pekerjaan berat, antara lain mengangkut batu dan bahan
bangunan. Berdasarkan Data BPS pada Agustus 2013, jumlah pekerja di sektor
konstruksi mencapai 6,3 juta orang. Jumlah anak bekerja ini naik menjadi 7,2 juta
pada Agustus 2014. http://paudni.kemdikbud.go.id/berita/6069.html
diakses pada
sabtu 16 November 20.15 WIB).
Secara substansial, Indonesia merupakan suatu negara yang cukup memadai
dalam mengatur perlindungan hukum anak ini. Berbagai peraturan tersebar dalam
ketentuan UU, peraturan pemerintah dan keputusan-keputusan eksekutif lainnya.
Berbagai konvensi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) tentang anak tahun 1989,
konvensi ILO No. 138 tahun 1973 tentang batas minimum anak boleh bekerja sampai
yang terakhir konvensi ILO No.182 tentang bentuk-bentuk terburuk pekerjaan anak.
Faktanya dimana anak-anak masih terlibat dalam dunia kerja sama sekali tidak
bergeming (Ikhsan, dkk, 2000:1).
Selain di Kota Medan fenomena anak yang bekerja layaknya orang dewasa
banyak ditemukan di kota-kota di Indonesia bahkan di ibukota. Seorang anak berusia
15 tahun (Putra) sudah dua tahun menjadi kondektur bis atau kenek P20 jurusan
Lebak Bulus-Senen. Sebelumnya Putra bekerja di bengkel daerah Bekasi dan
kemudian bengkelnya bangkrut sehingga pegawainya dipecat. Putra lalu ikut arus
menjadi kenek bersama beberapa kawannya. Putra mengakui bahwa kawan-kawan
nya juga masih seumuran dirinya. Penghasilan Putra sebagai kenek minimal lima
puluh ribu rupiah sehari jika penumpang ramai penghasilan kotornya maksimal dua
ratus ribu rupiah dalam sehari. https://kumpulanspasi.wordpress.com/2011/09/07/21-
6
Universitas Sumatera Utara
juta-anak-indonesia-bekerja dalam-situasi-terburuk/ diakses pada 20 November 2015
pukul 11.42 WIB.
Kasus anak bekerja juga dapat dilihat pada kasus Indramawan (16 tahun) yang
merupakan tulang punggung keluarganya. Keluarga ditinggal kawin oleh bapaknya,
setelah itu Indra bekerja untuk menghidupi ibu dan adik-adiknya. Kakak-kakaknya
tidak terlalu peduli dengan kondisi keuangan ibunya. Indramawun mampu bekerja
satu hari dalam setiap hari bekerja. Ibunya menilai Indra sebagai anak yang
bertanggungjawab, mengerti keadaan ibunya, dan sadar siapa dirinya, tidak seperti
abang-abangnya tidak punya pikiran (Ikhsan, dkk, 2000: 53).
Masalah anak bekerja tidak terlepas dari mencari nafkah untuk membantu
ekonomi keluarganya. Semakin meningkatnya upah dan terbukanya peluang kerja
bagi anak, maka semakin meningkat juga cara mencari uang dalam membantu
ekonomi keluarga mereka. Ketidakmampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan
anak dan ketidakmampuan untuk membiayai sekolah anak (84%) merupakan faktor
anak untuk bekerja (Huraerah, 2012:70). Keterlibatan anggota keluarga khususnya
anak menjadi sangat dibutuhkan dalam segala sektor dalam memenuhi serta
membantu ekonomi keluarganya.
Akibat dari permasalahan ekonomi keluarga eksistensi anak sudah mulai
berkurang. Padahal anak-anak adalah generasi penerus bangsa, mereka merupakan
calon-calon pengganti pemimpin bangsa dan beban berat bangsa ini ada di pundak
mereka. Apabila kita memimpikan suatu masa depan yang menyenangkan, tentunya
7
Universitas Sumatera Utara
anak-anak sekarang seharusnya juga mendapat kesenangan yang sesuai dengan
kapasitasnya sebagai anak-anak. Misalnya memiliki tempat bermain, pendidikan,
jaminan kesehatan, dan lain sebagainya yang layak untuk mereka, sebagai
perwujudan rasa tanggung jawab kita terhadap kelangsungan hidup bangsa. Sepintas
alasan yang menyebabkan mengapa anak dalam usia dini sudah terlibat dalam
kegiatan produktif dan bahkan terkadang terpaksa putus sekolah sebagian besar
dikarenakan oleh faktor situasi dan keadaan ekonomi keluarga yang tidak memenuhi.
(http://jurnal.umrah.ac.id/wpcontent/uploads/2013/08/jurnal-RahmadaniSOS2013.pdf
diakses pada tanggal 15 November pukul 2015 22.08 WIB).
Bisa dibayangkan sebuah keluarga yang secara ekonomi kehidupannya selalu paspasan bahkan serba kekurangan.Ttentu wajar jika anak-anak kemudian terpaksa
dilibatkan ikut mencari uang sebagaimana layaknya bapak dan ibunya. Pada suatu
keluarga seringkali seorang dianggap mempunyai makna ataupun peran ganda dalam
keluarga dan masyarakat. Pada satu sisi anak dianggap sebagai penerus keluarga dan
masyarakat yang artinya mereka harus mendapat fasilitas yang memadai untuk
perkembangan hidupnya. Disisi yang lain, anak dianggap memiliki aset ekonomi
potensial yang dapat dioptimalkan sebagai salah satu pilar penyangga ekonomi
keluarga (Sasmito, 1996 dalam Jurnal Rahmadani). Sebenarnya banyak faktor yang
memicu anak untuk bekerja di saat mereka seharusnya menikmati masa-masa yang
menyenangkan
dan
dengan
kepolosan
jika
ditelaah
lebih
mendalam.
(http://jurnal.umrah.ac.id/wpcontent/uploads/2013/08/jurnal-RahmadaniSOS2013.pdf
diakses pada tanggal 15 November pukul 2015 22.08 WIB).
8
Universitas Sumatera Utara
Upaya untuk menjamin terpenuhinya hak anak, maka anak yang bekerja perlu
mendapat perlindungan terdapat aturan internasional dan hukum yang mengatur
tentang
pekerja
anak.
Diantaranya
Konvensi
ILO
(International
Labour
Organization) No. 138 tentang umur minimum pekerja anak dan Konvensi No. 182
tentang pelarangan dan tindakan cepat untuk penghapusan segala bentuk pekerjaan
terburuk bagi anak. Kenyataannya sepertiga dari pekerja anak di seluruh dunia hidup
di negara-negara yang belum meratifikasi konvensi tersebut. Artinya secara hukum
internasional mereka belum terlindungi oleh konvensi tersebut. Pada 2011 ILO
mencatat ada sekitar 215 juta pekerja anak di seluruh dunia dimana sekitar 115 juta di
antaranya bekerja pada pekerjaan yang berbahaya. Hak-hak mereka sebagai anak juga
terlanggar karena sebagian dari mereka bekerja penuh, mereka tidak sekolah, tidak
memiliki kesempatan untuk bermain, belajar, tidak mendapat nutrisi yang memadai.
http://www.kemenpppa.go.id/index.php/daftarbuku/profilanak?download=510%3Apr
ofilanak2012 diakses pada Sabtu 16 November 20.25 WIB).
Menurut lintas budaya anak-anak yang bekerja membantu orangtuanya atau
keluarganya merupakan sebuah fenomena yang normal. Bekerja dalam situasi itu
merupakan sebuah proses bagi pembelajaran yang dipandang sangat positif bagi
perkembangan jiwa dan kepribadian anak. Keterlibatan anak di sawah, kebun, ladang,
huma, pekarangaan rumah dan tempat-tempat pengembanagan hewan merupakan
dinamika kehidupan masa kecil yang sangat kaya dengan muatan pendidikan yang
kelak mereka butuhkan dalam proses menjadi manusia dewasa. Satu hal yang penting
anak-anak itu bekerja dalam situasi dimana mereka tidak mengalami paksaan.
Masalah muncul ketika anak-anak bekerja pada usia mereka melainkan telah
9
Universitas Sumatera Utara
dipengaruhi oleh berbagai tekanan yang ada disekeliling mereka. Ketidakmampuan
keluarga dalam merespon tuntutan kehidupan (utamanya ekonomi) telah menyeret
anak-anak tersebut dalam kehidupan kerja yang selayaknya tidak mereka gumuli.
(Ikhsan dkk, 2000).
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian secara
mendalam berkenaan untuk mengetahui kontribusi anak bekerja terhadap sosial
ekonomi. Berangkat dari hal itu, peneliti mengagkat permasalahan dalam bentuk
sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi yang berjudul “Kontribusi Anak
Bekerja Terhadap Ekonomi Keluarga (Studi Kasus Anak Bekerja Sebagai
Tukang Sapu Angkutan di Terminal Terpadu Amplas, Medan”.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya,
adapun masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut “adakah kontribusi anak
bekerja terhadap sosial ekonomi keluarga (studi kasus anak bekerja sebagai tukang
sapu angkutan di Terminal Terpadu Amplas, Medan)”.
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1
Tujuan Penelitian
Sejalan dengan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya, maka yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada kontribusi anak
bekerja terhadap sosial ekonomi keluarga (studi kasus anak bekerja sebagai tukang
sapu angkutan di Terminal Terpadu Amplas, Medan)”.
10
Universitas Sumatera Utara
1.3.2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Secara pribadi, untuk menerapkan ilmu yang diperoleh sebagai mahasiswa
FISIP USU serta menambah wawasan bagi penulis.
2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan lebih
lanjut dan sebagai langkah awal untuk penelitian-penelitian berikutnya.
1.4
Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai
berikut :
BAB I: PENDAHULUAN
Berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang
diteliti, kerangka pemikiran, bagan kerangka pemikiran, defenisi konsep
dan defenisi operasional.
BAB III: METODE PENELITIAN
Berisi tipe penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data serta
teknik analisa data.
BAB IV: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Berisikan gambaran umum mengenai lokasi dimana peneliti melakukan
penelitian.
11
Universitas Sumatera Utara
BAB V: ANALISA DATA
Berisi tentang uraian data yang diperoleh dalam penelitian beserta
analisisnya.
BAB VI: PENUTUP
Berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan
penelitian yang akan dilakukan.
12
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Terminal angkutan umum yaitu Terminal Terpadu Amplas terkenal sebagai
terminal yang sangat padat dengan aktivitas ekonomi. Terminal ini merupakan
terminal terbesar dan tempat berbagai pengangkutan umum untuk melakukan transit
baik angkutan yang berasal dari dalam kota, luar kota maupun luar provinsi. Di
terminal Terpadu Amplas selalu ramai oleh orang yang hilir mudik. Diantara
kelompok yang meramaikannya adalah anak-anak penyapu angkutan umum. Pada
waktu beraktifitas mereka terkadang menerima hal-hal yang tidak simpatik, misalnya
makian, bentakan dari para supir maupun orang yang berada di sekitar terminal
bahkan dari sesama teman penyapu angkutan lainnya. Pekerjaan mereka sebenarnya
penuh persaingan dan penuh resiko misalnya jatuhnya mereka dari angkutan yang
sedang berjalan, dan hal yang pasti keberadaan pekerja anak sesungguhnya
mempunyai dampak negatif yaitu dari segi sosial emosi, mental, psikologi atau fisik.
http://www.researchgate.net/publication/42355250_Tinjauan_Tentang_Pekerja_Anak
Di_Terminal_Amplas_%28Studi_Kasus_Anak_yang_Bekerja_Sebagai_Penyapu_An
gkutan_Umum_di_terminal_Terpadu Amplas%29 diakses 25 November, 2015 pukul
22.00 WIB.
Terminal ini merupakan tempat berbagai pengangkutan luar maupun dalam
kota beroperasi. Di terminal ini juga banyak dijumpai pedangan asongan, rumah
1
Universitas Sumatera Utara
makan, loket bus, doorsmer, dan laiinya. Faktor inilah yang memicu banyaknya anakanak yang bekerja karena kompleksnya kegiatan ekonomi di terminal ini. Selain
terminal ini juga menjadi tempat beristirahat bagi para supir angkut yang sudah lelah
setelah perjalanan jauh, terminal ini juga merupakan tempat pemberhentian angkutan
umum luar dan dalam Kota Medan. Inilah yang menyebabkan banyak nya anak-anak
yang menggeluti pekerjaan jasa sebagai tukang sapu angkutan.
Fenomena anak bekerja itu dapat dilihat dari kasus anak bekerja sebagai
penyapu angkutan. Saat teman seusianya sedang sekolah atau bersantai dirumah sejak
pagi puluhan anak-anak penyapu angkutan kota sudah beraksi di Terminal Terpadu
Amplas. Sebagian dari mereka bersekolah siang hari namun sisanya tidak lagi
sekolah dan menjadi penyapu angkutan kota untuk membantu keluarga. Nadia Lubis
merupakan satu dari puluhan anak penyapu angkutan kota. Perempuan ini tak kalah
dengan teman laki-laki seprofesinya. Pekerjaan ini dilakukan untuk membantu biaya
hidup keluarga terutama setelah ayahnya meninggal dunia. Nadia bekerja menjadi
penyapu angkutan kota setelah ia putus sekolah hingga kelas dua SMP (Sekolah
Menengah Pertama) padahal dia bercita-cita menjadi guru agar dapat mengajari
anak-anak lainnya agar pintar dan berguna bagi Negara dan bangsa yang lebih maju.
https://groups.yahoo.com/neo/groups/transtvmedan/conversations/message/2682&lcd
diakses pada 20 November 2015 12.42 WIB.
Kota Medan merupakan salah satu kota besar di Indonesia. Kota Medan juga
tidak lepas dari masalah sosial anak sama seperti kota lainnya di Indonesia. Masalah
sosial ini bisa dilihat banyak nya anak-anak yang berkeliaran di pinggiran jalan,
2
Universitas Sumatera Utara
persimpangan jalan, terminal, pasar, dan sebagianya. Sama halnya dengan kota-kota
lain di Indonesia, Medan juga tidak terlepas dari fenomena anak bekerja yang dewasa
ini menjadi masalah sosial yang cukup kompleks. Dunia anak-anak seharusnya
dinikmati dengan suasana yang menyenangkan yaitu bermain dan belajar. Namun
karena beberapa faktor menyebabkan anak-anak ini harus bekerja memikul beban
ekonomi yang seharusnya merupakan tanggung jawab keluarganya dalam hal ini
orang tua. Anak-anak melakukan pekerjaan apa saja yang bisa menghasilkan uang
agar dapat memenuhi kebutuhannya yang semakin matrealistis di daerah perkotaan.
Survei yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan, alasan
anak-anak yang bekerja adalah karena membantu pekerjaan orangtua (71%), dipaksa
membantu orangtua (6%), menambah biaya sekolah (15%), dan karena ingin hidup
bebas, untuk uang jajan, mendapatkan teman, dan lainnya (33%). Sumatera Utara,
tercatat sebanyak 2.867 anak jalanan yang tersebar di 5 kota, yakni Medan (663
anak), Dairi (530 anak), Tapanuli Tengah (225 anak), Nias Selatan (224 anak), dan
Tanah Karo (157 anak). Sisanya tersebar di 25 Kabupaten/Kota lainnya. Survei yang
pernah dilakukan oleh PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak) Kota Medan
tahun 2011, terdapat 7 kecamatan yang memiliki populasi anak jalanan di atas 50
anak dalam satu kecamatan. Survei mengenai jumlah yang ada di Sumatera Utara
anak jalanan yang dibuat oleh PKPA ketujuh kecamatan tersebut yakni Medan Johor
(57 anak), Medan Amplas (81 anak), Medan Kota (94 anak), Medan Maimun (103
anak), Medan Sunggal (75 anak), Medan Petisah (60 anak), Medan Barat (53 anak).
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=110606&val=4126 diakses pada
Sabtu 25 November 2015 Pukul 10.19 WIB.
3
Universitas Sumatera Utara
Anak-anak putus sekolah juga terlihat dalam komunitas anak jalanan.
Beberapa kasus anak yang ditangani KPAID Kepri, dari sekitar 15 kasus yang 3
masuk setiap bulan, ada beberapa kasus anak yang sudah putus sekolah dan terancam
putus sekolah. Pada keluarga yang miskin, masih ada anak yang belum mendapatkan
hak pendidikannya. Mereka akhirnya membantu orang tua. Salah satunya turun ke
jalanan dan menjadi anak jalanan. Ada yang bekerja sebagai penjual koran, penyemir
sepatu, pengamen, pengemis, penyapu angkutan, pedagang asongan dan sebagainya.
http://repository.unand.ac.id/17556/1/pekerja anak di bawah umur.pdf diakses pada
25 November 2015 pukul 21.00 WIB.
Fenomena pekerja anak khususnya sektor informal yang bekerja karena faktor
ekonomi yang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, akhir-akhir ini menunjukkan
permasalahan tersendiri bagi tumbuh kembang anak. Artinya bahwa anak-anak
tersebut memiliki keresahan ganda karena selain mereka berhadapan dengan masalah
pekerjaan, juga dihadapkan pada perampasan hak yang sering muncul dalam bentukbentuk eksploitasi dan tindak kekerasan. Hal yang lebih memprihatinkan lagi dalam
kenyataan dijumpai bahwa pekerja anak berasal dari kemelut kemiskinan. Artinya
orangtua mereka miskin dengan segala keterbatasan (pendidikan rendah, pendapatan
minimum, gizi kurang, kesehatan rendah), sehingga timbul pandangan dari sebagian
masyarakat bahwa pekerja anak bukanlah suatu permasalahan melainkan sebagai
suatu hal yang positif.
Anak-anak bekerja (working children) di Indonesia dapat disaksikan secara
kasat mata dan oleh karena itu keberadaan mereka tidak dapat disangkal. Anak-anak
bekerja berasal dari berbagai latar belakang keluarganya. Diantaranya didukung
4
Universitas Sumatera Utara
faktor ekonomi, sosial, lingkungan, dan budaya. Krisis ekonomi membuat anak-anak
terjun ke pasar dunia kerja. Sekalipun demikian secara statistik mereka tidak tampak
karena sejauh ini kita tidak mengetahui informasi mendasar seperti jumlah mereka.
Ini jelas ironisnya bagi masyarakat Indonesia yang menilai anak sebagai kekayaan
yang sangat berharga. Oleh karena itu anak-anak memperoleh perlindungan hukum
dari Negara untuk melindungi hak-hak anak-anak yang ada di Indonesia.
(http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@robangkok/@ilojakarta/documen
ts/publication/wcms_123584.pdf ,diakses pada 15 November 2015 pukul 18.05).
Di bidang ketenagakerjaan, masih ada 3,4 juta jiwa anak berumur 10-17 tahun
yang bekerja. Papua adalah propinsi dengan partisipasi anak yang bekerja tertinggi di
Indonesia. Mayoritas mereka yang bekerja hanya tamat SD yaitu 75,83 persen. Anak
yang bekerja lebih banyak terserap di sector pertanian yaitu 49,24 persen, hampir
sepertiganya (32,36 persen) di sector jasa, dan ada 18,4 persen di sector manufaktur.
Di sisi lain, 58,16 persen anak yang bekerja adalah pekerja keluarga tidak dibayar. Di
sektor pertanian roporsi anak yang bekerja sebagai pekerja keluarga tak dibayar
mencapai 39,13 persen. Ini membuktikan banyak nya anak-anak yang bekerja.
http://www.kemenpppa.go.id/index.php/daftarbuku/profilanak?download=510%3Apr
ofilanak2012 diakses pada Sabtu 16 November 20.25 WIB).
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2013, jumlah anak
bekerja dan pekerja anak di sektor pertanian dan perkebunan mencapai 38,9 juta
orang. Meskipun turun, sektor itu masih menduduki peringkat pertama dalam daftar
lapangan kerja utama. Pada sektor konstruksi, anak-anak diminta membantu orangtua
5
Universitas Sumatera Utara
mereka mengerjakan pekerjaan berat, antara lain mengangkut batu dan bahan
bangunan. Berdasarkan Data BPS pada Agustus 2013, jumlah pekerja di sektor
konstruksi mencapai 6,3 juta orang. Jumlah anak bekerja ini naik menjadi 7,2 juta
pada Agustus 2014. http://paudni.kemdikbud.go.id/berita/6069.html
diakses pada
sabtu 16 November 20.15 WIB).
Secara substansial, Indonesia merupakan suatu negara yang cukup memadai
dalam mengatur perlindungan hukum anak ini. Berbagai peraturan tersebar dalam
ketentuan UU, peraturan pemerintah dan keputusan-keputusan eksekutif lainnya.
Berbagai konvensi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) tentang anak tahun 1989,
konvensi ILO No. 138 tahun 1973 tentang batas minimum anak boleh bekerja sampai
yang terakhir konvensi ILO No.182 tentang bentuk-bentuk terburuk pekerjaan anak.
Faktanya dimana anak-anak masih terlibat dalam dunia kerja sama sekali tidak
bergeming (Ikhsan, dkk, 2000:1).
Selain di Kota Medan fenomena anak yang bekerja layaknya orang dewasa
banyak ditemukan di kota-kota di Indonesia bahkan di ibukota. Seorang anak berusia
15 tahun (Putra) sudah dua tahun menjadi kondektur bis atau kenek P20 jurusan
Lebak Bulus-Senen. Sebelumnya Putra bekerja di bengkel daerah Bekasi dan
kemudian bengkelnya bangkrut sehingga pegawainya dipecat. Putra lalu ikut arus
menjadi kenek bersama beberapa kawannya. Putra mengakui bahwa kawan-kawan
nya juga masih seumuran dirinya. Penghasilan Putra sebagai kenek minimal lima
puluh ribu rupiah sehari jika penumpang ramai penghasilan kotornya maksimal dua
ratus ribu rupiah dalam sehari. https://kumpulanspasi.wordpress.com/2011/09/07/21-
6
Universitas Sumatera Utara
juta-anak-indonesia-bekerja dalam-situasi-terburuk/ diakses pada 20 November 2015
pukul 11.42 WIB.
Kasus anak bekerja juga dapat dilihat pada kasus Indramawan (16 tahun) yang
merupakan tulang punggung keluarganya. Keluarga ditinggal kawin oleh bapaknya,
setelah itu Indra bekerja untuk menghidupi ibu dan adik-adiknya. Kakak-kakaknya
tidak terlalu peduli dengan kondisi keuangan ibunya. Indramawun mampu bekerja
satu hari dalam setiap hari bekerja. Ibunya menilai Indra sebagai anak yang
bertanggungjawab, mengerti keadaan ibunya, dan sadar siapa dirinya, tidak seperti
abang-abangnya tidak punya pikiran (Ikhsan, dkk, 2000: 53).
Masalah anak bekerja tidak terlepas dari mencari nafkah untuk membantu
ekonomi keluarganya. Semakin meningkatnya upah dan terbukanya peluang kerja
bagi anak, maka semakin meningkat juga cara mencari uang dalam membantu
ekonomi keluarga mereka. Ketidakmampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan
anak dan ketidakmampuan untuk membiayai sekolah anak (84%) merupakan faktor
anak untuk bekerja (Huraerah, 2012:70). Keterlibatan anggota keluarga khususnya
anak menjadi sangat dibutuhkan dalam segala sektor dalam memenuhi serta
membantu ekonomi keluarganya.
Akibat dari permasalahan ekonomi keluarga eksistensi anak sudah mulai
berkurang. Padahal anak-anak adalah generasi penerus bangsa, mereka merupakan
calon-calon pengganti pemimpin bangsa dan beban berat bangsa ini ada di pundak
mereka. Apabila kita memimpikan suatu masa depan yang menyenangkan, tentunya
7
Universitas Sumatera Utara
anak-anak sekarang seharusnya juga mendapat kesenangan yang sesuai dengan
kapasitasnya sebagai anak-anak. Misalnya memiliki tempat bermain, pendidikan,
jaminan kesehatan, dan lain sebagainya yang layak untuk mereka, sebagai
perwujudan rasa tanggung jawab kita terhadap kelangsungan hidup bangsa. Sepintas
alasan yang menyebabkan mengapa anak dalam usia dini sudah terlibat dalam
kegiatan produktif dan bahkan terkadang terpaksa putus sekolah sebagian besar
dikarenakan oleh faktor situasi dan keadaan ekonomi keluarga yang tidak memenuhi.
(http://jurnal.umrah.ac.id/wpcontent/uploads/2013/08/jurnal-RahmadaniSOS2013.pdf
diakses pada tanggal 15 November pukul 2015 22.08 WIB).
Bisa dibayangkan sebuah keluarga yang secara ekonomi kehidupannya selalu paspasan bahkan serba kekurangan.Ttentu wajar jika anak-anak kemudian terpaksa
dilibatkan ikut mencari uang sebagaimana layaknya bapak dan ibunya. Pada suatu
keluarga seringkali seorang dianggap mempunyai makna ataupun peran ganda dalam
keluarga dan masyarakat. Pada satu sisi anak dianggap sebagai penerus keluarga dan
masyarakat yang artinya mereka harus mendapat fasilitas yang memadai untuk
perkembangan hidupnya. Disisi yang lain, anak dianggap memiliki aset ekonomi
potensial yang dapat dioptimalkan sebagai salah satu pilar penyangga ekonomi
keluarga (Sasmito, 1996 dalam Jurnal Rahmadani). Sebenarnya banyak faktor yang
memicu anak untuk bekerja di saat mereka seharusnya menikmati masa-masa yang
menyenangkan
dan
dengan
kepolosan
jika
ditelaah
lebih
mendalam.
(http://jurnal.umrah.ac.id/wpcontent/uploads/2013/08/jurnal-RahmadaniSOS2013.pdf
diakses pada tanggal 15 November pukul 2015 22.08 WIB).
8
Universitas Sumatera Utara
Upaya untuk menjamin terpenuhinya hak anak, maka anak yang bekerja perlu
mendapat perlindungan terdapat aturan internasional dan hukum yang mengatur
tentang
pekerja
anak.
Diantaranya
Konvensi
ILO
(International
Labour
Organization) No. 138 tentang umur minimum pekerja anak dan Konvensi No. 182
tentang pelarangan dan tindakan cepat untuk penghapusan segala bentuk pekerjaan
terburuk bagi anak. Kenyataannya sepertiga dari pekerja anak di seluruh dunia hidup
di negara-negara yang belum meratifikasi konvensi tersebut. Artinya secara hukum
internasional mereka belum terlindungi oleh konvensi tersebut. Pada 2011 ILO
mencatat ada sekitar 215 juta pekerja anak di seluruh dunia dimana sekitar 115 juta di
antaranya bekerja pada pekerjaan yang berbahaya. Hak-hak mereka sebagai anak juga
terlanggar karena sebagian dari mereka bekerja penuh, mereka tidak sekolah, tidak
memiliki kesempatan untuk bermain, belajar, tidak mendapat nutrisi yang memadai.
http://www.kemenpppa.go.id/index.php/daftarbuku/profilanak?download=510%3Apr
ofilanak2012 diakses pada Sabtu 16 November 20.25 WIB).
Menurut lintas budaya anak-anak yang bekerja membantu orangtuanya atau
keluarganya merupakan sebuah fenomena yang normal. Bekerja dalam situasi itu
merupakan sebuah proses bagi pembelajaran yang dipandang sangat positif bagi
perkembangan jiwa dan kepribadian anak. Keterlibatan anak di sawah, kebun, ladang,
huma, pekarangaan rumah dan tempat-tempat pengembanagan hewan merupakan
dinamika kehidupan masa kecil yang sangat kaya dengan muatan pendidikan yang
kelak mereka butuhkan dalam proses menjadi manusia dewasa. Satu hal yang penting
anak-anak itu bekerja dalam situasi dimana mereka tidak mengalami paksaan.
Masalah muncul ketika anak-anak bekerja pada usia mereka melainkan telah
9
Universitas Sumatera Utara
dipengaruhi oleh berbagai tekanan yang ada disekeliling mereka. Ketidakmampuan
keluarga dalam merespon tuntutan kehidupan (utamanya ekonomi) telah menyeret
anak-anak tersebut dalam kehidupan kerja yang selayaknya tidak mereka gumuli.
(Ikhsan dkk, 2000).
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian secara
mendalam berkenaan untuk mengetahui kontribusi anak bekerja terhadap sosial
ekonomi. Berangkat dari hal itu, peneliti mengagkat permasalahan dalam bentuk
sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi yang berjudul “Kontribusi Anak
Bekerja Terhadap Ekonomi Keluarga (Studi Kasus Anak Bekerja Sebagai
Tukang Sapu Angkutan di Terminal Terpadu Amplas, Medan”.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya,
adapun masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut “adakah kontribusi anak
bekerja terhadap sosial ekonomi keluarga (studi kasus anak bekerja sebagai tukang
sapu angkutan di Terminal Terpadu Amplas, Medan)”.
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1
Tujuan Penelitian
Sejalan dengan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya, maka yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada kontribusi anak
bekerja terhadap sosial ekonomi keluarga (studi kasus anak bekerja sebagai tukang
sapu angkutan di Terminal Terpadu Amplas, Medan)”.
10
Universitas Sumatera Utara
1.3.2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Secara pribadi, untuk menerapkan ilmu yang diperoleh sebagai mahasiswa
FISIP USU serta menambah wawasan bagi penulis.
2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan lebih
lanjut dan sebagai langkah awal untuk penelitian-penelitian berikutnya.
1.4
Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai
berikut :
BAB I: PENDAHULUAN
Berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang
diteliti, kerangka pemikiran, bagan kerangka pemikiran, defenisi konsep
dan defenisi operasional.
BAB III: METODE PENELITIAN
Berisi tipe penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data serta
teknik analisa data.
BAB IV: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Berisikan gambaran umum mengenai lokasi dimana peneliti melakukan
penelitian.
11
Universitas Sumatera Utara
BAB V: ANALISA DATA
Berisi tentang uraian data yang diperoleh dalam penelitian beserta
analisisnya.
BAB VI: PENUTUP
Berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan
penelitian yang akan dilakukan.
12
Universitas Sumatera Utara