Kontribusi Anak Bekerja Terhadap Sosial Ekonomi Keluarga (Studi Kasus Anak Bekerja Sebagai Tukang Sapu Angkutan di Terminal Terpadu Amplas, Medan)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Kontribusi
Kontribusi berasal dari bahasa inggris yaitu contribute, contribution.

Maknanya adalah keikutsertaan, keterlibatan, melibatkan diri ataupun sumbangan.
Artinya dalam hal ini kontribusi dapat berupa materi maupun tindakan. Misalnya
yang bersifat materi seorang individu memberikan pinjaman terhadap pihak lain demi
kebaikan bersama. Contoh lainnya adalah seseorang membayar sejumlah uang untuk
dapat mengikuti kegiatan tertentu.
Kontribusi dalam pengertian sebagai tindakan yaitu berupa perilaku yang
dilakukan oleh individu yang kemudian memberikan dampak baik itu positif maupun
negatif terhadap pihak lain. Contohnya, seseorang melakukan kerja bakti di daerah
rumahnya demi menciptakan suasana asri di daerah tempat ia tinggal. Kemudian
memberikan dampak positif bagi penduduk maupun pendatang, dengan berkontribusi
berarti individu tersebut telah terintegrasi dengan komunitas dan lingkungannya.
Berkontribusi berarti individu tersebut juga berarti berusaha meningkatkan efisiensi
dan efektivitas hidupnya. Ini dilakukan dengan cara menajamkan posisi dan

perannya, sesuatu yang kemudian menjadi bidang spesialis, agar lebih tepat dan
sesuai dengan kompetensi (http://patriotproklamasi.blogspot.com/2009/06/afiliasipartisipasi-dan-kontribusi.html, diakses pada 24 November 2015 pukul 20.30 WIB).
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian dari kontribusi adalah
sumbangan, sokongan, pemberian sebagai bantuan. Sumbangan adalah sebuah
13
Universitas Sumatera Utara

pemberian yang umumnya bersifat riil baik oleh perorangan maupun badan hukum.
Pemberian ini mempunyai sifat sukarela dengan tanpa adanya imbalan bersifat
keuntungan. Pemberian donasi dapat berupa makanan, barang, pakaian, mainan
ataupun kendaraan, akan tetapi tidak selalu demikian. Pada peristiwa darurat bencana
alam atau dalam keadaan tertentu lain donasi dapat berupa bantuan kemanusian
maupun dalam bentuk pembangunan. Pada perawatan medis donasi dapat pemberian
transfuse darah dan pemberian penggantian organ. Pemberian donasi dapat dilakukan
tidak hanya dalam bentuk pemberian jasa atau barang semata akan tetapi dapat
dilakukan pula dalam bentuk pendanaan kehendak bebas.
Masyarakat awam mengartikan kontribusi sebagai sumbangsih atau peran,
atau keikutsertaan seseorang dalam suatu kegiatan tertentu. Misalnya dalam
melakukan pembangunan di daerah masyarakat harus ikut berkontirbusi dalam
pembangunan desa. Kata kontribusi disini diartikan sebagai adanya ikut campur

masyarakat baik dalam bentuk tenaga, pikiran dan kepedulian terhadap suatu program
atau kegiatan yang dilakukan pihak tertentu. Kontribusi tidak bisa diartikan hanya
sebagai keikutsertaan seseorang secara formalitas saja melainkan harus ada bukti
nyata atau aksi nyata bahwa orang atau kelompok tersebut ikut membantu ikut turun
ke lapangan untuk mengsukseskan suatu kegiatan tertentu. Bentuk kontribusi yang
bisa diberikan oleh masyarakat harus sesuai dengan kapasitas atau kemampuan
masing-masing orang tersebut. Individu atau kelompok bisa menyumbangkan
pikirannya, tenaganya, dan materinya demi mengsukseskan kegiatan yang sudah
direncanakan demi untuk mencapai tujuan bersama. Itulah yang merupakan

14
Universitas Sumatera Utara

pengertian kontribusi secara umumnya. (http://pengertiandefenisi.com/konsep-danpengertian-kontribusi/ diakses pada 24 November 2015 pukul 21.05 WIB).
Maka pengertian dari kontribusi sendiri ialah tidak terbatas pada pemberian
bantuan berupa uang saja. Kontribusi merupakan bantuan dalam bentuk lain seperti
bantuan tenaga, bantuan pemikiran, bantuan materi, dan segala macam bentuk
bantuan yang kiranya dapat membantu suksesnya kegiatan yang telah direncanakan
sebelumnya untuk mencapai tujuan bersama. Makna kontribusi dalam penelitian ini
adalah suatu keterlibatan yang dilakukan oleh seorang anak yang kemudian

memposisikan dirinya terhadap peran serta dalam keluarga sehingga memberikan
dampak yang kemudian dinilai dari aspek sosial dan aspek ekonomi.

2.2

Anak

2.2.1

Pengertian Anak
Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang perubahan

perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia
bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun) hingga
remaja (11-18 tahun). Rentang ini berada antara anak satu dengan yang lain
mengingat latar belakang anak berbeda.
Menurut The Minimum Age Convention nomor 138 (1973), pengertian tentang
anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Berdasarkan Pasal 1 ayat 1
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dijelaskan bahwa


15
Universitas Sumatera Utara

anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan.
Rentang usia anak secara keseluruhan dapat dilihat bahwa usia anak terletak
pada skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai batas usia 21 tahun
ditetapkan berdasarkan pertimbangan kematangan sosial, kematangan pribadi, dan
kematangan mental seseorang yang umumnya dicapai setelah seseorang melampaui
usia 21 tahun (Huraerah, 2012:19).
Rentang usia anak dipertegas dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak yang mengatakan bahwa anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan. Batasan
umur seseorang masih dalam kategori anak, berdasarkan beberapa peraturan yang ada
di Indonesia cukup beragam, yang antara lain adalah sebagai berikut:
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
menyebutkan : “Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum melakukan
perkawinan di bawah kekuasaan orang tuanya”.
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak, pasal 1 angka (1), menyebutkan: “Anak adalah orang yang dalam perkara
anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum 11 mencapai
umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin”.
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, pasal 1 angka (5), menyebutkan bahwa: “Anak adalah manusia yang
berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak
yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya”.
16
Universitas Sumatera Utara

4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2001 tentang Komite
Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak yaitu
pada pasal 1 disebutkan bahwa anak adalah semua yang berusia di bawah 18
(delapan belas) tahun.

2.2.2

Hak dan kebutuhan Anak
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) PBB


melalui Keppres No 39 Tahun 1990. Menurut KHA yang diadopsi dari Majelis
Umum PBB tahun 1989, setiap anak tanpa memandang ras, jenis kelamin, asal-usul
keturunan, agama, maupun bahasa, mempunyai hak-hak yang mencakup empat
bidang:
1. Hak atas kelangsungan hidup, menyangkut hak atas tingkat hidup yang layak dan
pelayanan kesehatan.
2. Hak untuk berkembang, mencakup hak atas pendidikan, informasi, waktu luang,
kegiatan seni dan budaya, kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama, serta
hak anak cacat (berkebutuhan khusus) atas pelayanan, perlakuan dan
perlindungan khusus.
3. Hak perlindungan, mencakup perlindungan atas segala bentuk eksploitasi,
perlakuan kejam, dan perlakuan sewenang-wenang dalam proses peradilan
pidana.
4. Hak partisipasi, meliputi kebebasan untuk menyatakan pendapat, berkumpul, dan
berserikat,serta hak untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan yang
menyangkut dirinya ( Huraerah, 2012: 21-22).
17
Universitas Sumatera Utara

Setiap anak sebagaimana halnya manusia lainnya, memiliki kebutuhankebutuhan dasar yang menuntut untuk dipenuhi, sehingga dapat tumbuh dan

berkembang secara sehat dan wajar. Hutman dan Huraerah merinci kebutuhan anak
adalah:
1. Kasih sayang orangtua.
2. Stabilitas emosional.
3. Pengertian dan perhatian.
4. Pertumbuhan dan kepribadian.
5. Dorongan kreatif.
6. Pembinaan kemampuan intelektual dan keterampilan dasar.
7. Pemeliharaan kesehatan.
8. Pemenuhan kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal yang sehat dan
memadai.
9. Aktivitas rekreasional yang konstruktif dan positif.
10. Pemeliharaan, perawatan, dan perlindungan.
Kegagalan dalam proses pemenuhan kebutuhan dasar tersebut akan
berdampak negatif pada petumbuhan fisik dan perkembangan intelektual, mental, dan
sosial anak. Anak bukan saja akan mengalami kerentanan fisik akibat gizi dan dan
kualitas kesehatan yang buruk, melainkan juga mengalami hambatan mental, lemah
daya nalar bahkan perilaku-perilaku seperti nakal, autis, tidak suka diatur yang kelak
mendorong mereka menjadi manusia „tidak normal‟ dan perilaku kriminal (Suharto
dalam Huraerah) (Huraerah, 2012: 39).


18
Universitas Sumatera Utara

2.2.3

Anak yang Bekerja dan Pekerja Anak
Berkaitan dengan pekerja anak pasal 32 KHA menegaskan bahwa anak harus

dilindungi dari eksploitasi ekonomi. Anak juga harus dilindungi dari pelaksanaan
setiap pekerjaan yang mungkin berbahaya atau mengganggu pendidikan anak. Yang
akan merugikan kesehatan atau perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, atau
sosial anak. Indonesia merupakan salah satu negara yang meratifikasi KHA
berdasarkan Kepres No. 36 tahun 1990 dan dengan demikian Pemerintah Indonesia
bertanggung jawab untuk melindungi hak-hak anak terutama pekerja anak
sebagaimana tercantum pada KHA tersebut (Ikhsan dkk,2000:1)
Prakteknya menunjukkan bahwa nasib anak-anak di Indonesia dewasa ini
tidaklah seperti yang dituliskan di dalam doktrin-doktrin formal itu. Berbagai
problematika persoalan anak yang acapkali terdengar adalah anak jalanan, anak
jermal, pekerja anak maupun anak yang bekerja. Isu anak yang bekerja (working

children) telah menjadi program aksi badan-badan dunia. Jumlah anak yang bekerja

dan skala penderitaannya terus meningkat dari tahun ke tahun.
Berkaitan dengan konsep pekerja anak atau anak bekerja, indikator
Kesejahteraan Rakyat memberitahukan batasan bahwa yang termasuk pekerja anak
adalah penduduk yang berusia 10-14 tahun yang melakukan kegiatan untuk
memperoleh pendapatan atau penghasilan minimal 1 jam dalam seminggu. Kendati
demikian, BPS 1993 meletakkan kategori anak yang berstatus sebagai pekerja anak
tak dibayar, misalnya membantu orangtua menjaga warung, sebagai pekerja anak.
Melihat kondisi ini, Badan Indikator Kesejahteraan Rakyat 1966 menjelaskan bahwa
pekerja anak tidak selalu identik dengan buruh anak (child labour). Buruh anak
19
Universitas Sumatera Utara

diidentifikasikan sebagai anak yang bekerja dalam situasi yang biasanya mengandung
unsur lingkungan kerja yang membahayakan dan unsur eksploitatif. Konsepsi
tersebut tidak mengabaikan bahwa pekerja anak kadangkala juga berada pada
lingkungan kerja yang membahayakan dan eksploitatif akibatnya batasan antara
pekerja anak dengan buruh anak menjadi kabur (Ikshan, dkk, 2000).
Soetarso menegaskan bahwa tidak dikategorikan sebagai pekerja anak adalah

anak yang dibimbing oleh orangtua atau sanak keluarganya atau atas kesadarannya
sendiri membantu pekerjaan orangtua atau orang lain. Anak yang tidak diarahkan
untuk mencari atau membantu mencari nafkah tetapi untuk menanamkan atau
memperoleh pengetahuan, keterampilan,dan atau sikap kewirausahaan sejak dini.
Anak tersebut masih sekolah dan kegiatan tersebut tidak mengganggu proses belajar
di sekolahnya (Huraerah, 2006). Masyarakat biasanya mendefenisikan anak bekerja
sebagai upaya membantu orang tua. Anak yang tidak melakukan nya sementara
orangtua mengaharapkannya demikian disebut tidak mengerti keadaan orang tua.
Anak yang bekerja tanpa disuruh dan diharapkan untuk bekerja disebut mengerti
kesulitan orangtua (Ikhsan, 2000).
Menurut Warsini anak yang bekerja adalah anak melakukan pekerjaan karena
membantu orangtua, latihan keterampilan dan belajar bertanggung jawab. Misalnya
membantu mengerjakan tugas-tugas dirumah, membantu pekerjaan orang tua
diladang dan lain-lain. Anak melakukan pekerjaan yang ringan dapat dikategorikan
sebagai proses sosialisasi dan perkembangan anak menuju dunia kerja. Indikator anak
membantu melakukan pekerjaan ringan adalah :
1. Anak membantu orangtua untuk melakukan pekerjaan ringan.
20
Universitas Sumatera Utara


2. Ada unsur pendidikan/pelatihan.
3. Anak tetap sekolah.
4. Dilakukan pada saat senggang dengan waktu yang relatif pendek.
5. Terjaga keselamatan dan kesehatannya.
Lebih lanjut menurut Kelompok usia tersebut dikelompokkan menjadi tiga
yaitu: 5-12, 13-15 dan 16-17. Penentuan batas terendah yaitu usia 5 tahun dipilih
berdasarkan kenyataan bahwa di Indonesia masih sangat jarang (jika ada) bagi anakanak untuk terlibat dalam ketenagakerjaan. Walaupun sangat mungkin terjadi bagi
anak-anak untuk berada di dalam pekerjaan setidaknya sebagai pekerja keluarga yang
tidak dibayar. Pada kelompok termuda 5-12, bekerja sebenarnya tidak diperbolehkan,
bahkan untuk pekerjaan ringan. Pada kelompok usia berikutnya 13-15, pekerjaan
ringan dapat ditoleransi oleh undang-undang sedangkan pada kelompok usia tertua
16-17, bekerja secara umum diperbolehkan secara hukum. Namun mereka dilindungi
oleh undang-undang dari bentuk pekerjaan terburuk bahaya (Melati, 2012).
Dampak anak bekerja juga dapat berpengaruh pada anak baik dari psikis
maupun menurunnya proses pendidikannya. Pada KHA yang telah diratifikasi oleh
Pemerintah Indonesia disebutkan dan diakui bahwa anak-anak pada hakikatnya
berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Faktanya akibat tekanan kemiskinan,
kurangnya animo orang tua terhadap arti penting pendidikan, dan sejumlah faktor
lain, maka secara sukarela maupun terpaksa anak menjadi salah satu sumber
pendapatan keluarga yang penting.
Menurut pandangan ILO jika anak dibiarkan untuk bekerja, dimasa depannya
akan menuai masalah yang luas dan kompleks, bukan hanya pada anak sendiri tetapi
21
Universitas Sumatera Utara

juga kerugian jangka panjang yang harus ditanggung masyarakat: Kerugian bagi
anak:
1. Penyangkalan hal-hak dasar anak, misalnya hak untuk mendapatkan pendidikan.,
hak untuk bermain, dan hak untuk mendapatkan perlakuan baik.
2. Tubuh anak masih terus berkembang dan belum terbentuk sepenuhnya. Pekerjaan
tertentu dapat mencelakakan dan mengakibatkan kesehatan yang buruk atau dapat
mencelakakan dan dapat mengakibatkan tumbuh-kembang anak tergangu.
3. Anak-anak lebih mudah terkontaminasi senyawa kimia dan radiasi berbahaya
dibandingkan dengan orang dewasa.
4. Daya tahan tubuh anak rentan terhadap penyakit.
5. Anak-anak seringkali mengerjakan pekerjaan yang terdapat eksploitasi,
berbahaya,

merendahkan

harga

diri

dan

terisolasi.

Mereka

seringkali

mendapatkan perlakuan yang kasar, sewenang-wenang dan diabaikan oleh
majikannya.
6. Anak-anak didorong memasuki dunia orang dewasa sebelum waktunya. Mereka
tidak mempunyai waktu untuk mengikuti aktivitas-aktivitas yang penting untuk
pertumbuhan mereka, misalnya bermain, bersekolah, bergaul dengan teman
sebaya.
Kerugian jangka panjang:
1. Anak-anak tanpa pendidikan tidak memiliki kesempatan mengubah nasibnya dari
kemiskinan. Kemiskinan merupakan faktor pendorong masuknya anak ke dunia
kerja, akan tetapi bekerja pada usia dini menyebabkan mereka tetap miskin dan
kesejahteraaan masyarakat dipertahuhkan.
22
Universitas Sumatera Utara

2. Anak-anak yang mulai bekerja pada usia dini akan mengalami kesehatan fisik
yang rapuh, ketakutan, dan matang bsebelum waktunya di masa yang akan dating
(Huraerah, 2006).
Konvensi ILO No. 138 tentang Usia Minimum Diperbolehkan untuk Bekerja
1973 tetap menjadi standar internasional yang fundamental tentang pekerja anak
ataupun anak yang bekerja. Dimana negara-negara yang telah meratifikasi konvensi
ini diharuskan untuk menyusun kebijakan nasional yang bertujuan untuk menghapus
perburuhan anak ataupun pekerja anak secara efektif. Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan secara progresif umur minimum seseorang untuk bekerja atau bekerja
pada tingkat yang sesuai dengan pertumbuhan optimal dari fisik dan mental anakanak. Menetapkan umur minimum seseorang untuk bekerja merupakan kewajiban
pokok dari negara-negara yang telah meratifikasi Konvensi ini dan Konvensi ini telah
menetapkan tiga kategori berikut ini:
1. Umur minimum tidak boleh kurang dari umur yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan program wajib belajar, dan dalam hal apapun, tidak boleh kurang
dari umur 15 tahun. Negara-negara yang fasilitas perekonomian dan
pendidikannya belum dikembangkan secara memadai dapat menetapkan usia
minimum 14 tahun untuk bekerja pada tahap permulaan.
2. Umur minimum yang lebih tua yaitu 18 tahun ditetapkan untuk jenis pekerjaan
yang berbahaya “yang sifat maupun situasi dimana pekerjaan tersebut dilakukan
kemungkinan besar dapat merugikan kesehatan, keselamatan atau moral anakanak”. Masing-masing negara diberi kebebasan untuk menentukan batas usia ini,
setelah berkonsultasi dengan organisasi pengusaha dan pekerja. Rekomendasi ini
23
Universitas Sumatera Utara

menyediakan panduan tentang kriteria yang harus diterapkan dalam menentukan
pekerjaan mana yang dikategorikan sebagai pekerjaan yang berbahaya.
3. Umur minimum yang lebih rendah untuk pekerjaan ringan yaitu pekerjaan yang
kemungkinan besar tidak akan membahayakan kesehatan atau pertumbuhan anakanak atau menganggu pendidikan mereka, dapat ditetapkan pada umur 13 tahun.
Negara-negara yang pada awalnya menetapkan umur minimum 14 tahun, maka
umur minimum untuk pekerjaan ringan dapat ditetapkan pada umur 12 tahun
(Idris, 2007).
Sementara itu yang dimaksud dengan pekerja anak menurut Warsini, dkk
adalah anak yang melakukan segala jenis pekerjaan yang memiliki sifat atau
intensitas yang dapat mengganggu pendidikan, membahayakan keselamatan,
kesehatan serta tumbuh kembangnya dapat digolongkan sebagai pekerja anak.
Disebut pekerja anak apabila memenuhi indikator antara lain:
1. Anak bekerja setiap hari.
2. Anak tereksploitasi.
3. Anak bekerja pada waktu yang panjang
4. Waktu sekolah terganggu/tidak sekolah
Para pekerja anak tersebut kerap diberlakukan tidak sesuai norma yang ada.
Mereka kerap dijadikan obyek perbudakan, eksploitasi dan kekerasan. Para pekerja
anak menghadapi berbagai macam perlakuan kejam dan eksploitasi, termasuk
perlakuan kejam secara fisik dan seksual, pengurungan paksa, upah tidak dibayar,
upah yang tidak mencukupi, Pekerjaan yang mengurangi harga diri dan martabat
anak-anak, seperti perbudakan atau pekerjaan kontrak paksa, tidak diberi makan dan
fasilitas kesehatan, serta jam kerja yang sangat panjang tanpa hari libur.

24
Universitas Sumatera Utara

Mempekerjakan pekerja anak pada dasarnya merupakan suatu hal yang melanggar
hak asasi anak karena eksploitasi pekerja anak selalu berdampak buruk terhadap
perkembangan anak baik fisik, emosi dan sosial anak (Melati, 2012).

2.2.4

Bentuk-Bentuk Terburuk Pekerjaan Anak
Bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak adalah yang dicantumkan

dalam pasal 3 Konvensi ILO Nomor 182, yang telah diratifikasi Pemerintah
Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 yaitu:
1. Segala bentuk perbudakan, praktik sejenis perbudakan seperti penjualan dan
perdagangan anak, kerja paksa atau wajib kerja, termasuk pengerahan anak secara
paksa atau wajib untuk dimanfaatkan.
2. Pemanfaatan, penyediaan, atau penawaran anak untuk pelacuran ataupun
pertunjukan-pertunjukan porno.
3. Pemanfaatan, penyediaan, atau penawaran anak untuk kegiatan terlarang,
khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan sebagaimana diatur
dalam perjanjian internasional yang relevan.
4. Pekerjaan yang sifat atau keadaan tempat pekerjaan itu dilakukan dapat
membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak-anak (Huraerah, 2000).
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan menyebutkan bahwa:
1) Seorang anak tidak boleh dipekerjakan lebih dari 4 jam sehari.
2) Seorang anak tidak boleh dipekerjakan dalam waktu antara pukul 18.00 wib
sampai dengan pukul 06.00 wib.
25
Universitas Sumatera Utara

3) Pemberi kerja harus memberikan upah kerja kepada anak sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
4) Seorang anak tidak boleh melakukan pekerjaan-pekerjaan di bawah tanah, di
dalam lubang, di bawah permukaan tanah, di tempat pengambilan mineral, logam
dan bahan-bahan galian lainnya dalam lubang terowongan di bawah tanah
termasuk di dalam air.
5) Seorang anak tidak boleh diperkerjakan di tempat-tempat dan/atau menjalankan
pekerjaan yang bersifat dapat membahayakan kesusilaan.
6) Seorang anak tidak dipekerjakan di pabrik, di dalam ruangan tertutup yang
menggunakan alat bermesin.
7) Seorang anak tidak boleh dipekerjakan pada pekerjaan konstruksi jalan, jembatan,
bangunan air dan bangunan gedung.
8) Seorang anak tidak boleh dipekerjakan pada pembuatan, pembongkaran, dan
pemindahan barang di pelabuhan, dermaga, galangan kapal, stasiun, tempat
penyimpanan barang dan gedung.

2.2.5

Faktor-faktor Anak Bekerja
Pekerja anak atau anak bekerja merupakan masalah yang cukup kompleks

yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kemiskinan, kondisi anak, keluarga dan
budaya dan ketidaksetaraan di tengah-tengah masyarakat. Namun anak yang bekerja
juga merupakan faktor penyebab terjadinya kemiskinan dan dalam hal ini ia hidup
dengan sendirinya. Kemiskinan merupakan bencana yang sangat dalam dan alami,
malapetaka yang dibuat oleh manusia itu sendiri, seperti halnya perang dan kelaparan,
26
Universitas Sumatera Utara

buta huruf, ketidakberdayaan dan kurangnya pilihan, sehingga makin memperburuk
kondisi orang tua yang miskin sehingga mereka terpaksa menyuruh anak-anaknya
untuk bekerja. Kemiskinan bukan satu-satunya faktor yang mendorong timbulnya
perburuhan anak atau anak yang bekerja dan tidak dapat digunakan untuk
membenarkan segala jenis pekerjaan dan perbudakan.
Orang tua yang sangat tertekan mungkin tidak merasa bahwa hasil jangka
panjang yang diperoleh dari pendidikan adalah jauh lebih baik menguntungkan
daripada hal ekonomi jangka pendek serta keterampilan yang diproleh dari pekerjaan
anak. Pendidikan untuk anak-anak miskin mungkin terlalu mahal, sulit diakses,
bermutu rendah atau dianggap tidak relevan. Banyak keluarga tergantung pada anak
perempuan mereka untuk melakukan tugas-tugas di rumah agar anggota keluarga
dewasa dapat bekerja di luar rumah. Anak-anak mungkin memutuskan untuk bekerja
setelah mengetahui bahwa keluarga mereka butuh uang, atau akibat pengaruh dari
teman-teman untuk bergabung dengan mereka di jalan atau di lokasi lain. Perburuhan
anak, pekerja anak serta anak yang bekerja terus berlangsung karena undang-undang
yang ada tidak diterapkan dengan baik dan karena lemahnya komitmen sosial dan
politik (Idris, 2007).
Faktor-faktor penyebab anak yang bekerja yaitu:
1. Adanya persepsi orang tua dan masyarakat bahwa anak bekerja tidak buruk dan
merupakan bagian dari sosialisasi dan tanggung jawab anak untuk membantu
pendapatan keluarga.

27
Universitas Sumatera Utara

2. Kemiskinan, gaya hidup konsumerisme, tekanan kelompok sebaya serta drop out
dari sekolah mendorong anak untuk mencari keuntungan material dengan terpaksa
bekerja.
3. Kondisi krisis ekonomi juga mendorong anak untuk terjun bekerja bersaing
dengan orang dewasa.
4. Lemahnya penegakan hukum di bidang pengawasan umur minimum untuk
bekerja dan kondisi pekerjaan. (Tjahjorini, 2014)
5. Faktor adanya urbanisasi. Daerah asal dari anak yang berkerja, yang mayoritas
dari pedesaan juga merupakan salah satu faktor timbulnya anak bekerja. Pedesaan
yang dianggap tidak bisa memberikan jaminan perbaikan ekonomi, maka banyak
orang yang mengadu nasib ke kota-kota besar dengan harapan dapat memperoleh
penghasilan yang lebih tinggi, tanpa kecuali para orangtua yang terbelenggu
masalah ekonomi mengajak anaknya untuk dipekerjakan, mulai dijadikannya
pengemis sampai pada buruh pabrik (Setiamandani, 2012).
6. Faktor sosial budaya. Fenomena anak bekerja ini tidak terlepas dari realitas yang
ada pada masyarakat, yang secara kultural memandang anak sebagai potensi
keluarga yang wajib berbakti kepada orang tua. Anak yang bekerja justru
dianggap sebagai anak yang berbakti dan dapat mengangkat harkat dan martabat
orang tua. Dengan budaya yang seperti ini, maka posisi anak yang sebenarnya
mempunyai hak dan wajib dilindungi menjadi terabaikan (Setiamandani, 2012).
Sebagai tambahan dari beberapa faktor pendorong anak untuk bekerja di
antaranya yaitu:

28
Universitas Sumatera Utara

1. Faktor mendasar adalah masalah kemiskinan, terkait dengan situasi dan kondisi
keluarga yang miskin sehingga mengakibatkan daya ekonomi keluarga menjadi
lemah. Akibatnya keluarga tidak dapat mencukupi kebutuhan dasarnya. Hal ini
terkait dengan ketidakmampuan keluarga dalam hal ini orang tua untuk
menjalankan fungsinya terutama fungsi ekonomi. Ketidakmampuan keluarga
memenuhi kebutuhan dasar ini berpengaruh pada rendahnya daya tahan fisik serta
intelektual karena kurangnya asupan gizi yang memenuhi standar. Lebih lanjut
hal ini akan berpengaruh pada rendahnya motivasi, kreativitas dan produktivitas.
Anak menjadi mudah lelah saat bekerja serta mudah terserang penyakit, rendah
konsentrasinya saat seharusnya anak menerima pelajaran di sekolah, sehingga
berpengaruh terhadap kemampuan intelektual anak. Untuk itu perlu diupayakan
gizi, menu makanan serta minuman penyegar untuk menunjang kesehatan fisik,
mental dan intelektual anak.
2. Faktor terkait dengan program wajib belajar sembilan tahun yang harus dicapai
secepat mungkin oleh pihak pemerintah, menjadi sulit untuk diberlakukan kepada
keluarga miskin. Hal ini disebabkan bagi kelompok rumah tangga yang terpaksa
membiarkan anaknya bekerja dengan alasan menambah pendapatan rumah
tangga, tentu saja bukan hal mudah untuk mewajarkannya, apalagi dengan biaya
dan kebutuhan pendidikan yang relatif tidak sedikit. Akibatnya satu juta anak usia
10-14 (sepuluh sampai dengan empat belas) tahun terpaksa sekolah sambil
bekerja.

Hal

ini

akan

berpengaruh

pada

kualitas

pekerjaan

maupun

pendidikannya. Dalam jangka panjang, akan berpengaruh pada kualitas Sumber
Daya Manusia, dimana daya nalar serta wawasan anak menjadi terbatas,
29
Universitas Sumatera Utara

meskipun biaya pendidikan dibebaskan, keluarga miskin niscaya harus
menanggung biaya lain terkait dengan masuknya anak di sekolah, seperti biaya
seragam, buku dan transportasi. Belum lagi, biaya kehilangan pendapatan
(opportunity cost) yang diakibatkan oleh hilang atau berkurangnya waktu kerja

anak untuk membantu orang tua mencari nafkah bagi keluarga (Tjahjorini, 2014).
3.

Kalau bicara dari segi etika dan moral anak-anak memang disadari bahwa tidak
seharusnya bekerja, apalagi bekerja disektor berbahaya, karena dunia mereka
adalah dunia yang selayaknya digunakan untuk belajar, bermain dan sebagainya,
tetapi akibat tradisi, perubahan proses produksi, kelangkaan pendidikan, dan tidak
memadainya aturan yang melarang anak yang bekerja (Suyanto, 2003: 126).

2.2.6

Kesejahteraan Anak
Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan anak yang dapat menjamin

pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani,
maupun sosial. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak. Dasar dari undang-undang ini mengacu kepada pasal 34 UUD
1945, yang menyatakan fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara.
Apabila ketentuan pasal 34 UUD 1945 ini diberlakukan secara konsekuen, maka
kehidupan fakir miskin dan anak terlantar akan terjamin.
Beberapa hal yang perlu diketahui dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun
1979 tentang Kesejahteraan Anak adalah dari segi batas usia anak menurut Undangundang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menyebutkan bahwa:
“Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin”.
30
Universitas Sumatera Utara

Menurut undang-undang ini, batas usia 21 tahun ditetapkan berdasarkan
pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial, tahap kematangan sosial, tahap
kematangan pribadi dan tahap kematangan mental. Pada usia 21 tahun anak sudah
dianggap mempunyai kematangan sosial, kematangan pribadi dan kematangan mental
(Waluyadi, 2009: 5)
Pada Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak juga
di jelaskan mengenai hak-hak anak yaitu dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 4
tahun 1979, juga disebutkan hak-hak anak sebagai berikut:
1. Pasal 3 UU No. 4 Tahun 1979 : Seorang anak berhak atas kesejahteraan,
perawatan, asuhan berdasarkan kasih sayang, pelayanan untuk berkembng,
pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan atau setelah
dilahirkan, perlindungan lingkungan hidup yang menghambat perkembangan.
2. Pasal 4 UU No. 4 Tahun 1979 : Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak
memproleh asuhan negara atau orang atau badan.
3. Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1979 : Anak yang tidak mampu berhak memproleh
bantuan agar dalam lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan berkembang
dengan wajar.
4. Pasal 6 UU No. 4 Tahun 1979 : Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi
pelayanan dan asuhan yang bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan
yang terjadi dalam masa pertumbuhan (Waluyadi, 2009:6).

31
Universitas Sumatera Utara

2.3

Keluarga

2.3.1

Pengertian Keluarga
Keluarga adalah kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat.

Menurut Iver dan Page keluarga dirumuskan sebagai kelompok sosial yang terkecil
yang umumnya terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan unit terkecil
yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Secara historis keluarga terbentuk paling tidak
dari satuan yang merupakan organisasi terbatas, dan mempunyai ukuran yang
minimum, terutama pihak-pihak yang pada awalnya mengadakan suatu ikatan.
Disimpulkan bahwa keluarga tetap merupakan bagian dari masyarakat total yang lahir
dan berada didalamnya, yang secara berangsur-angsur akan melepaskan ciri-ciri
tersebut karena tumbuhnya mereka kearah pendewasaan.
Beberapa pengertian tentang keluarga pada hakikatnya keluarga merupakan
hubungan seketurunan maupun tambahan (adopsi). Keluarga kemudian diatur melalui
kehidupan perkawinan bersama searah dengan keturunannya yang merupakan satuan
yang khusus. Keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang terbentuk dari
suatu hubungan seks yang tetap. Keluarga bertugas untuk menyelenggarakan hal-hal
yang berkenaan dengan keorangtuaan dan pemeliharaan anak dalam keluarga
tersebut. (Su‟adah, 2005: 22-23).

2.3.2

Ciri-ciri Keluarga
Selanjutnya Iver dan Page memberikan ciri-ciri umum keluarga yang

meliputi:
1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.
32
Universitas Sumatera Utara

2. Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan dengan
hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk dan dipelihara.
3. Suatu sistem tata-tata norma termasuk perhitungan garis keturunan.
4. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-angta kelompok yang
mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang
berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan
anak.
5. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau
bagaimanapun tidak mungkin menjadi terpisah terhadap kelompok keluarga
(Su‟adah, 2005).
Disamping memiliki ciri-ciri umum sebagai suatu lazimnya keluarga juga
memiliki ciri-ciri khusus sebagai berikut:
1. Universalitas artinya merupakan bentuk yang universal dari seluruh organisasi
sosial.
2. Dasar emosional artinya rasa kasih sayang, kecintaan sampai kebanggan suatu
ras.
3. Pengaruh yang normatif artinya keluarga merupakan lingkungan sosial yang
pertama-tama bagi seluruh bentuk hidup yang tertinggi, dan membentuk watak
daripada individu.
4. Besarnya keluarga terbatas.
5. Kedudukan yang sentral dalam struktur sosial.
6. Pertanggung jawab daripada anggota-anggota.
7. Adanya aturan-aturan sosial yang homogen (Ahmadi, 2007: 222).
33
Universitas Sumatera Utara

2.3.3

Tipe Keluarga
Keluarga dibagi menjadi dua bagian yaitu keluarga inti (Nuclear Family) dan

keluarga besar (Extended Family). Keluarga inti dapat kita definisikan dengan
keluarga atau kelompok yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum
dewasa atau belum kawin. Terdapat interaksi dengan kerabat dari salah satu atau dua
pihak orang tua, sedangkan keluarga luas adalah satuan keluarga yang meliputi lebih
dari satu generasi dan suatu lingkungan kaum keluarga yang lebih luas daripada
hanya ayah, ibu, dan anak-anaknya. Keluarga luas ini meliputi hubungan antara bibi,
paman, keluarga kakek, dan keluarga nenek (Sunarto, 2004).

2.3.4

Tugas dan Fungsi Keluarga

1.

Tugas Keluarga
Pada dasarnya tugas keluarga ada delapan tugas pokok sebagai berikut:

1. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.
2. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.
3. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya
masing-masing.
4. Sosialisasi antar anggota keluarga.
5. Pengaturan jumlah anggota keluarga.
6. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.
7. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.
8. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya.

34
Universitas Sumatera Utara

2.

Fungsi Keluarga
Sebagaimana halnya dengan institusi lain, maka keluarga pun menjalankan

fungsi. Fungsi yang dijalankan keluarga diantaranya adalah:
1) Fungsi Pendidikan dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan menyekolahkan
anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak.
2) Fungsi Sosialisasi anak dilihat dari bagaimana keluarga mempersiapkan anak
menjadi anggota masyarakat yang baik.
3) Fungsi Perlindungan dilihat dari bagaimana keluarga melindungi anak sehingga
anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman.
4) Fungsi Perasaan dilihat dari bagaimana keluarga secara instuitif merasakan
perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan
berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu sama
lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.
5) Fungsi Agama dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan dan mengajak
anak dan anggota keluarga lain melalui kepala keluarga menanamkan keyakinan
yang mengatur kehidupan kini dan kehidupan lain setelah dunia.
6) Fungsi Ekonomi dilihat dari bagaimana kepala keluarga mencari penghasilan,
mengatur penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhankebutuhan keluarga.
7) Fungsi

Rekreatif

dilihat

dari

bagaimana

menciptakan

suasana

yang

menyenangkan dalam keluarga, seperti acara nonton TV bersama, bercerita
tentang pengalaman masing-masing, dan lainnya.

35
Universitas Sumatera Utara

8) Fungsi Biologis dilihat dari bagaimana keluarga meneruskan keturunan sebagai
generasi selanjutnya.
9) Memberikan kasih sayang, perhatian, dan rasa aman diaantara keluarga, serta
membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.
Menurut Horton fungsi-fungsi keluarga meliputi:
1) Fungsi Pengaturan Seksual yaitu keluarga berfungsi sebagai lembaga pokok yang
merupakan wahana bagi masyarakat untuk mengatur dan mengorganisasikan
kepuasan keinginan seksual.
2) Fungsi Reproduksi yaitu keluarga untuk memproduksi atau menghasilkan anak.
3) Fungsi Afeksi sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia akan kasih sayang dan
dicintai (Su‟adah, 2005).
Fungsi-fungsi suatu lembaga adalah tipe aktivitas yang secara berbeda dapat
ditunjukkan. Secara historis keluarga telah menghilangkan berbagai fungsi-fungsi
karakteristik yang telah melayani anggota-anggotanya dan masyarakat. Beberapa
sebab misalnya yaitu karena adanya perekonomian, pengaruh uang, produksi atau
pengaruh individualisme, sistem kekeluargaan ini menjadi kabur. Hal ini disebabkan
karena urbanisasi, emansipasi sosial wanita dan adanya pembatasan kelahiran yang
disengaja.
Akibat

pengaruh-pengaruh

perkembangan

keluarga

itu

menyebabkan

hilangnya peranan-peranan sosial yaitu:
1) Keluarga berubah fungsinya, dari kesatuan yang menghasilkan menjadi kesatuan
yang memakai semata-mata. Dahulu keluarga menghasilkan sendiri keluarganya,

36
Universitas Sumatera Utara

tetapi lama kelamaan fungsi ini semakin jarang karena telah dikerjakan oleh
orang-orang tertentu.
2) Tugas untuk mendidik anak-anak sebagian besar diserahkan kepada sekolahsekolah, kecuali anak-anak kecil yang masih hidup dalm lingkungan keluarga.
3) Tugas bercengkerama di dalam keluarga menjadi mundur, karena tumbuhnya
perkumpulan-perkumpulan modern, sehingga waktu untuk berada di tengahtengah keluarga makin lama makin sedikit (Ahmadi, 2007: 223)

2.3.5

Peranan Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat,

kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan
pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga,
kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah:
1. Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah,
pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman. Sebagai kepala keluarga serta
sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya.
2. Istri sebagai ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus
rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan
sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya. Disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai
pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

37
Universitas Sumatera Utara

3. Anak-anak

melaksanakan

peranan

psikosial

sesuai

dengan

tingkat

perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual (Ramlan, 2001).

2.4

Sosial Ekonomi
Salah satu faktor yang penting untuk membangun masyarakat yang sejahtera

adalah sebuah teori sosial ekonomi yang baik. Sepanjang sejarah, manusia terus
mencari jawaban bagaimana sumber daya bumi ini dapat dipergunakan dan dibagikan
dengan baik. Tambahan pula, masyarakat memerlukan suatu sistim pemerintahan
yang dapat memenuhi semua kebutuhan anggotanya. Jawaban masyarakat atas
keperluan itu menggambarkan nilai-nilai sosial ekonomi yang diikuti masyarakat
ketika itu.
Kata sosial berasal dari kata “socious” yang artinya kawan, teman. Artinya
kawan bukan terbatas sebagai teman sepermainan, teman kerja, teman sekampung
dan sebagainya. Artinya kawan adalah mereka (orang-orang) yang ada disekitar kita,
yakni yang tinggal dalam satu lingkungan tertentu dan mempunyai sifat yang saling
mempengaruhi satu sama lain (Fahruddin, 2012:8). Kata sosial menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat.
Sementara dalam konsep sosiologis, manusia sering disebut mahluk sosial yang
artinya bahwa manusia itu tidak dapat hidup dengan wajar tanpa orang lain
disekitarnya.
Istilah ekonomi secara etimologi berasal dari bahasa yunani yaiu “Oikos”yang
artinya rumah tangga dan “Nomos”artinya mengatur. Secara harafiah, ekonomi
berarti cara mengatur rumah tangga. Ini adalah pengertian yang paling sederhana.
38
Universitas Sumatera Utara

Seiring dengan perkembangan dan perubahan masyarakat, maka pengertian ekonomi
juga sudah lebih luas. Ekonomi juga sering diartikan sebagai cara manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Kondisi sosial ekonomi adalah suatu
keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam
posisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai dangan
seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh si pembawa status
(Soekanto, 2007). Tingkat sosial merupakan faktor non ekonomis seperti budaya,
pendidikan, umur dan jenis kelamin, kesehatan, sedangkan tingkat ekonomi seperti
pendapatan, jenis pekerjaan, pangan, dan investasi.
Menurut Melly G. Tan bahwa kedudukan sosial ekonomi meliputi tiga faktor
yaitu pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan. Pendapat diatas didukung oleh Mahbud
UI Hag dari Bank Dunia bersama dengan James Grant dari Overseas Development
Council mengatakan bahwa kehidupan sosial ekonomi dititikberatkan pada pelayanan

kesehatan, pendidikan, perumahan, pangan, pendapatan dan air yang sehat yang
didukung oleh pekerjaan yang layak. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi maka
akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan hidup manusia misalnya perumahan,
sandang,

pangan,

kesehatan,

pendidikan,

luas

lahan

dan

pendapatan

(Susanto,1984:120). Menurut pendapat tersebut dapat diketahui bahwa status sosial
ekonomi adalah kemampuan seseorang untuk mampu menempatkan diri dalam
lingkungannya sehingga dapat menentukan sikap berdasarkan atas apa yang
dimilikinya dan kemampuan mengenai keberhasilan menjalankan usaha dan berhasil
mencukupi hidupnya.

39
Universitas Sumatera Utara

2.5

Kesejahteraan Sosial
Menurut Frienlander kesejahteraan sosial adalah system yang terorganisasi

dari pelayanan-pelayanan social dan institusi-institusi yang dirancang untuk
membantu individu-individu dan kelompok-kelompok guna mencapai standar hidup
dan kesehatan yang memadai dan relasi-relasi personal dan sosial. Hal ini
memungkinkan mereka dapat mengembangkan kemampuan dan kesejahteraan
sepenuhnya selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakatnya.
Menurut UU No. 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan social menyatakan bahwa
kesejahteraan sosial kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial
warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga
dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Kesejahteraan sosial mempunyai tujuan yaitu :
1. Mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya standar kehidupan
pokok seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan relasi-relasi social
yang harmonis dengan lingkungan nya.
2. Mencapai penyesuaian diri yang baik khusus nya dengan masyarakat
dilingkungannya, misalnya dengan menggali sumber-sumber, meningkatkan, dan
mengembangkan taraf hidup yang memuaskan.
Berdasarkan defenisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kesejahteraan
sosial mencakup berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup
manusia, baik itu di bidang fisik, mental, emosional,sosial ekonomi, ataupun
kehidupan spiritual (Fahrudin, 2012:8-10).

40
Universitas Sumatera Utara

2.6

Kerangka Pemikiran dan Bagan Alur Pikir
Anak-anak yang bekerja (working children) di Indonesia dapat disaksikan

secara kasat mata dan keberadaan mereka tidak dapat disangkal. Kita bisa
menyaksikan nya dengan banyaknya fenomena-fenomena anak-anak yang bekerja
layaknya orang dewasa baik itu bekerja di sector formal maupun informal. Mencari
nafkah ataupun mengorbankan waktu yang seharusnya untuk bermain dan belajar di
sekolah digunakan anak-anak untuk bekerja. Anak yang bekerja merupakan anak
yang melakukan pekerjaan karena membantu orangtua baik dalam membantu
pemenuhan kebutuhan sosial dan kebutuhan ekonomi keluarga. Anak yang bekerja
berasal dari berbagai latar belakang keluarga.
Ada banyak faktor yang menyebabkan anak mulai bekerja atau terpaksa
bekerja pada usia dini baik bekerja. Ada yang bekerja pada sector formal dan sector
informal. Beberapa diantaranya disebabkan faktor kemiskinan, kondisi krisis
ekonomi, lemahnya penegakan hukum dibidang pengawasan umur minimum untuk
bekerja dan kondisi pekerjaaan, faktor adanya urbanisasi, faktor sosial budaya.
Kehidupan keluarga atau orang tua yang tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga
sehari-hari akibat tekanan kemiskinan memaksa anak untuk turut bekerja membantu
menghidupi ekonomi keluarga.
Anak-anak dari keluarga yang kurang mampu terpaksa harus bekerja, baik
membantu pekerjaan orang tua ataupun bekerja di luar rumah untuk membantu
ekonomi keluarga. Kontribusi yang diberikan dapat berupa kondisi sosial ekonomi.
Kondisi sosial ekonomi yang dimaksud meliputi kondisi perumahan, kondisi sandang
dan pangan, kondisi pendapatan, kondisi pendidikan, dan kondisi kesehatan,.
41
Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya memudahkan kita memahami bagaimana kontribusi anak bekerja
terhadap ekonomi keluarga (studi kasus anak bekerja sebagai tukang sapu angkutan,
di Terminal Terpadu Amplas) berikut ini disajikan bagan alur pikir.

Bagan alur pikir:

Sosial Ekonomi
Keluarga:
1. Pendidikan

Anak Bekerja

2. Kesehatan
3. Perumahan
4. Sandang
5. Pangan

2.7

Defenisi Konsep
Konsep adalah bagian penting dari metodologi penelitian, karena apabila

konsep penelitian, dibagun secara asal-asalan maka akan mengacaukan bagian
penting lainnya. Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam
upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan dikaji. Konsep

42
Universitas Sumatera Utara

adalah proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu
penelitian. Cara untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep dalam suatu
penelitian, maka seorang peneliti harus menegaskan dan mebatasi makna konsepkonsep yang diteliti (Siagian, 2011: 136-138). Pengertian mengenai konsep-konsep
yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai
berikut:
1. Kontribusi adalah sumbangan terhadap variabel tertentu. Dalam hal ini maksud
kontribusi adalah sumbangan dari anak yang bekerja sebagai tukang sapu
angkutan di terminal Amplas terhadap sosial ekonomi keluarga.
2. Anak bekerja adalah anak yang melakukan pekerjaan karena membantu orangtua.
Anak yang dimaksud disini yaitu anak yang telah mencapai umur 10 tahun
sampai usia 18 tahun dan belum pernah kawin.
3. Sosial ekonomi adalah kemampuan seseorang untuk mampu menempatkan diri
dalam lingkungannya sehingga dapat menentukan sikap berdasarkan atas apa
yang dimilikinya dan kemampuan mengenai keberhasilan menjalankan usaha dan
berhasil mencukupi hidupnya.
4. Keluarga adalah suatu organisasi terkecil di dalam masyarakat yang terdiri dari
ayah, ibu dan anak.
5. Tukang sapu angkutan adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan jasa dengan
membersihkan angkutan yang ada di terminal untuk mendapatkan upah.
6. Terminal Terpadu Amplas adalah terminal paling besar di Kota Medan dimana
tempat ini dijadikan sebagai tempat beroperasinya angkutan luar maupun dalam
kota yang berada di kota Medan.
43
Universitas Sumatera Utara