Analisis Efektifitas Program Penanggulangan Malaria Di Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tahapan Upaya Penanggulangan Malaria di Indonesia
2.1.1. Periode 1959 – 1968 (Pembasmian Malaria)
Upaya pengendalian penyakit malaria dimulai sejak tahun 1959 dengan
adanya KOPEM (Komando Pembasmian Malaria) di pusat dan di daerah didirikan
Dinas Pembasmian Malaria yang merupakan integrasi institut Malaria, serta untuk
pelatihan didirikan Pusat Latihan Malaria di Ciloto dan 4 pusat latihan lapangan di
luar Jawa. Pada periode ini pengendalian malaria disebut sebagai periode
pembasmian, dimana fokus pembasmian dilaksanakan di pulau Jawa, Bali dan
Lampung. Kegiatan utama yang dilaksanakan adalah dengan penyemprotan
insektisida, pengobatan dengan Klorokuin dan profilaksis. Baru pada tahun1961 1964 penyemprotan insektisida dilakukan juga di luar wilayah Jawa dan Bali. Upaya
ini cukup berhasil di daerah Jawa dan Bali dengan adanya penurunan parasite rate
(Kemenkes RI,2011).
Tahun 1966, upaya pemberantasan malaria menghadapi berbagai kendala,
yang disebabkan karena pembiayaan menurun baik dari pemerintah maupun dari
bantuan luar, meluasnya resistensi Anopheles aconitus terhadap DDT (DichloroDiphenyl-Trichloroethane) dan Dieldrin di Jawa Tengah dan Jawa Timur, adanya
resistensi Plasmodiumfalciparum dan Plasmodium malariae terhadap Pirimetamin

dan Proguanil serta meningkatnya toleransi Plasmodium falciparum terhadap

Primakuin di Irian Jaya (Kemenkes RI, 2011).
Selanjutnya tahun 1968, KOPEM diintegrasikan ke dalam Ditjen P4M
(Pencegahan Pemberantasan dan Pembasmian Penyakit Menular), sehingga tidak lagi
menggunakan istilah pembasmian melainkan pemberantasan (Kemenkes RI, 2011).
2.1.2. Periode 1969 – 2000 (Pemberantasan Malaria)
Dengan terintegrasinya upaya pengendalian malaria dengan sistim pelayanan
kesehatan, maka kegiatan malaria dilaksanakan oleh Puskesmas, RS maupun sarana
Pelayanan kesehatan lainnya. Seiring dengan perubahan ekologi, tahun 1973 mulai
dilaporkan adanya resistensi Plasmodium falciparumdi Yogyakarta, bahkan tahun
1975 di seluruh provinsi di Indonesia, disertai dengan kasus resistensi Plasmodium
terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) dibeberapa tempat di Indonesia. Tahun 1973
ditemukan penderita import dari Kalimantan Timur di Yogyakarta. Tahun 1991
dilaporkan adanya kasus resistensi Plasmodium vivax terhadap Klorokuin di Pulau
Nias, Provinsi Sumatera Utara (Kemenkes RI, 2011).
2.1.3. Periode 2000-Sekarang
Sejak dilaporkan adanya resistensi Plasmodium falciparum terhadap
Klorokuin (hampir di seluruh provinsi di Indonesia) dan terhadap SulfadoksinPirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia, maka sejak tahun 2004 kebijakan
pemerintah menggunakan obat pilihan pengganti Klorokuin dan SP yaitu dengan
kombinasi Artemisinin (ACT) (Kemenkes RI, 2011).


Pada tahun 2000 dilahirkan penggalakkan pemberantasan malaria melalui
gerakan masyarakat yang dikenal dengan Gerakan Berantas Kembali Malaria (Gebrak
Malaria). Gerakan ini merupakan embrio pengendalian malaria yang berbasis
kemitraan dengan berbagai sektor dengan slogan “Ayo BerantasMalaria”. Selanjutnya
tahun 2004 dibentuk Pos Malaria Desa Sebagai bentukUpaya Kesehatan berbasis
masyarakat (UKBM) (Kemenkes RI, 2011).
Mengingat malaria masih menjadi masalah di tingkatan global, dalam
pertemuan WHO tanggal 18 Mei 2007 telah dihasilkan komitmen global tentang
eliminasi malaria bagi setiap negara. Indonesia termasuk salah satu negara yang
berkomitmen untuk meng- Eliminasi malaria di Indonesia. Eliminasi Malaria sangat
mungkin dilaksanakan mengingat telah tersedia 3 kunci utama yaitu:
a. Ada obat ACT
b. Ada teknik diagnosa cepat dengan RDT (Rapid Diagnose Test)
c. Ada teknik pencegahan dengan menggunakan kelambu LLIN (Long Lasting
Insectized Net), yang didukung oleh komitmen yang tinggi dari pemda setempat.
2.1.4. Kebijakan Eliminasi
a. Eliminasi Malaria dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah bersama mitra kerja pembangunan termasuk LSM, dunia
usaha, lembaga donor, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan
masyarakat.

b. Eliminasi Malaria dilakukan secara bertahap dari kabupaten/kota, provinsi, dan
dari satu pulau atau kebeberapa pulau sampai ke seluruh wilayah Indonesia

menurut tahapan yang didasarkan pada situasi malaria dan kondisi sumber daya
yang tersedia.
2.1.5. Strategi Program Menurut Kemenkes RI (2011)
a. Diagnossis Malaria: Semua kasus malaria dikonfirmasi dengan mikroskop atau
RDT.
b. Pengobatan: ACT
c. Pencegahan:
Pendistribusian kelambu, Indoor Residual Spraying/IRS, dan lain-lain Kelambu
LLIN efektif sampai 3-5 tahun dan dapat dicuci secara teratur 3 bulan sekali.
d. Kemitraan dalam Menuju Eliminasi Malaria
Mitra Potensial Pengendalian Malaria yaitu:
1.

DPRD:
-

Legislatif bersama eksekutif contoh : penyusunan Perda “Pengawasan

Lingkungan dari Tempat Perindukan Nyamuk” pada sektor wisata.

2.

3.

Penganggaran

BAPPEDA:
-

Perencanaan program

-

Penganggaran

Sektor Pariwisata:
Penggerakan “resort”, hotel dan institusi di sektor pariwisata untuk
meniadakan tempat perindukan nyamuk di lingkungan sekitar masing-masing.


4.

5.

6.

Sektor Informasi/Humas:
-

Penyebarluasan upaya penghindaran diri dari gigitan nyamuk

-

Penyebarluasan upaya pencarian pengobatan.

Sektor Kimpraswil:
-

Penyediaan air bersih dan pembangunan MCK (mandi, cuci, kakus).


-

Program sungai bersih.

Sektor Peternakan:
Penyuluhan penempatan kandang yang berfungsi sebagai “cattle barier”.

7.

Sektor Pertanian:
Dalam rangka tanam padi serempak dan sanitasi kebun.

8.

9.

Sektor Perikanan & Kelautan:
-


Budi daya ikan (ikan pemakan jentik) ditebarkan di kolam, badan air.

-

Penanaman kembali pohon bakau.

Sektor Pendidikan Nasional:
Menjadikan pengetahuan upaya pengendalian malaria sebagai materi
pelajaran Muatan Lokal.

10. Sektor Agama:
-

Bersama sektor pendidikan nasional upaya pengendalian malaria sebagai
materi pelajaran muatan lokal.

-

Materi penanggulangan malaria disebarluaskan melalui khutbah Jum’at
atau kebaktian Minggu.


11. PKK : Penggerakan ibu rumah tangga dalam pencegahan gigitan nyamuk dan
upaya pencarian pengobatan.
12. LSM-LSM : Penggerakan masyarakat dalam pencegahan dan KIE, serta
penemuan dan pengobatan malaria.
Lintas Sektor/Lintas Program dan Lembaga Swadaya Masyarakat berperan
sesuai peran masing-masing yangberdampak positif terhadap pengendalian malaria
(www.bappenas go.id. jurnal. Diakses tgl 12 Feb 2014).

2.2. Definisi Malaria
Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata
lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa
dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin
menggigil) serta demam berkepanjangan (Kemenkes RI, 2011).
Dengan munculnya program pengendalian yang didasarkan pada penggunaan
residu insektisida, penyebaran penyakit malaria telah dapat diatasi dengan cepat.
Sejak tahun 1950, malaria telah berhasil dibasmi di hampir seluruh Benua Eropa dan
di daerah seperti Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih
menjadi masalah besar di beberapa bagian Benua Afrika dan Asia Tenggara. Sekitar
100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya dan sekitar 1 persen

diantaranya fatal. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan
penyebab utama kematian di negara berkembang. pertumbuhan penduduk yang cepat,
migrasi, sanitasi yang buruk, serta daerah yang terlalu padat, membantu memudahkan

penyebaran penyakit tersebut. Pembukaan lahan-lahan baru serta perpindahan
penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) telah memungkinkan kontak antara nyamuk
dengan manusia yang bermukim didaerah tersebut.

2.3. Cara Penularan
Penyakit malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles dari orang
sakit kepada orang tidak sakit. Orang yang sakit malaria dapat menjadi sumber
penularan penyakit malaria.

2.4. Pos Malaria Desa
Pos Malaria Desa (PMD) adalah wadah pemberdayaan masyarakat dalam
pengendalian malaria yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat secara mandiri
dan berkelanjutan. Tujuan dibentuknya PMD adalah:
a. Meningkatkan jangkauan penemuan kasus malaria melalui peran aktif
masyarakat dan dirujuk kefasilitas kesehatan terdekat.
b. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan malaria. PMD diperlukan

karena sekitar 45% dari desa endemis malaria merupakan daerah terpencil
(transportasi dan komunikasi sulit, akses pelayanan kesehatan rendah,sosial
ekonomi masyarakat rendah, cakupan penemuan kasus malaria oleh Puskesmas
rendah, pengobatan tidak sempurna karena banyak obat malaria dijual bebas. PMD
merupakan embrio berbagai bentuk upaya kesehatan berbasis masyarakat lainnya.

2.5. Kebijakan dan Program
a. Komitmen International, Pencegahan malaria akan diintensifkan melalui
pendekatan Roll Back Malaria (RBM), suatu komitmen internasional dengan
strategi sebagai berikut: deteksi dini dan pengobatan yang tepat, peran serta aktif
masyarakat dalam pencegahan malaria, dan perbaikan kualitas dari pencegahan
dan pengobatan malaria melalui perbaikan kapasitas personel kesehatan yang
terlibat. Yang juga penting adalah pendekatan terintegrasi dari pembasmian
malaria dengan kegiatan-kegiatan kesehatan lainnya, seperti Manajemen Terpadu
Balita Sakit dan promosi kesehatan (Kemenkes RI, 2011).
b. Strategi dalam Pemberantasan Malaria antara lain adalah dengan sistem
kewaspadaan dini dan upaya penanggulangan epidemi agar tidak semakin
menyebar, intensifikasi pengawasan, diagnosis awal dan pengobatan yang tepat,
dan kontrol vektor secara selektif. Kebijakan-kebijakan yang diambil dalam
pemberantasan malaria antara lain penekanan pada desentralisasi, keterlibatan

masyarakat dalam pemberantasan malaria, dan membangun kerja sama
antarsektor, dan lembaga donor. Gerakan Berantas Kembali Malaria atau
GEBRAK Malaria yang dimulai pada 2000 adalah bentuk operasional dari Roll
Back Malaria (RBM). GEBRAK Malaria memprioritaskan kemitraan antara
pemerintah, swasta/sektor bisnis, dan masyarakat untuk mencegah penyebaran
penyakit malaria (Kemenkes RI, 2011).
c. Kegiatan, Program pemberantasan malaria di Indonesia saat ini terdiri atas
sembilan kegiatan, yaitu: diagnosis awal dan pengobatan yang tepat, program

kelambu dengan insektisida, penyemprotan, pengawasan deteksi aktif dan pasif,
survei demam dan pengawasan migrant, deteksi dan kontrol epidemic, langkahlangkah lain seperti larvaciding, dan peningkatan kemampuan (capacity building).
Untuk menanggulangi galur yang resisten terhadap klorokuin, pemerintah pusat
dan daerah akan menggunakan kombinasi baru obat-obatan malaria untuk
memperbaiki kesuksesan pengobatan. Karena kombinasi obat-obatan itu sangat
mahal, penggunaannya akan ditargetkan di daerah dengan prevalensi resistensi
yang tinggi.
d. Pengawasan Penyakit, Memastikan pelaporan data yang tepat waktu dari fasilitas
kesehatan di lapangan, termasuk rumah sakit, untuk memonitor insiden malaria,
untuk mendeteksi dan membatasi wabah ledakan malaria, serta melaksanakan
survei untuk menghitung prevalensi malaria yang diperlukan merupakan bagian
yang esensial dari pengawasan malaria. Dalam pemilihan intervensi yang akurat
seperti penyemprotan insektisida diperlukan penelitian lebih dulu untuk
menentukan jenis populasi nyamuk dan habitatnya. Idealnya tiap propinsi perlu
melakukan survei secara teratur untuk memonitor daerah-daerah dengan parasit
yang resisten terhadap obat-obatan malaria.

2.6. Landasan Teori
Malaria merupakan permasalahan utama kesehatan masyarakat di Kabupaten
Mandailing Natal. Masalah malaria bukan hanya masalah kesehatan semata, bukan
saja merupakan tanggung jawab sektor kesehatan. Tetapi, malaria telah menjadi

masalah sosial masyarakat yang memberikan dampak luas terhadap kehidupan sosial
ekonomi masyarakat. Berarti juga permasalahan malaria tidak dapat dipikul oleh
sektor kesehatan saja tetapi seluruh lintas sektor pemerintah bahkan tanggung jawab
seluruh lapisan masyarakat. Untuk itu, diperlukan wadah untuk menghimpun dan
menggerakkan, mengkoordinasikan serta mensinergiskan segenap potensi, sumber
daya yang dibutuhkan untuk menanggulangi malaria. Landasan pemikiran tersebutlah
yang mengilhami ide pembentukan Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten
Mandailing Natal.
Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal adalah
lembaga koordinatif dibawah koordinasi Kepala Daerah/Bupati untuk melaksanakan
tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan masyarakat
yang terbebas dari penularan malaria.
Berdasarkan Keputusan Kepala Kantor Pusat Penanggulangan Malaria
Kabupaten Mandailing Natal Nomor 443.41/ 240/ KPPM/ 2012 tentang Penetapan
Rencana Strategis Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing
Natal Tahun 2011-2016. Berdasarkan rencana strategis tersebut, target pencapaian
API pada tahun 2016 adalah 3 per 1.000 penderita. Dalam rencana strategis tersebut
telah ditetapkan visi “Mewujudkan Masyarakat Mandailing Natal yang Sehat dan
Bebas Malaria Tahun 2020”. Untuk mencapai visi tersebut, ditetapkan beberapa misi
sebagai berikut :
a. Menciptakan pelayanan dengan mutu terbaik/ pelayanan prima bagi masyarakat
tanpa terkecuali, terutama keluarga miskin.

b. Menciptakan sistem dan organisasi kerja yang solid, efektif, dan efisien di setiap
jaringan kerja.
c. Menciptakan sumber daya yang bermutu yang sesuai dengan kondisi dan tuntutan
masyarakat pengguna.
d. Menumbuhkan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan lintas sektor dalam
penanggulangan dan pemberantasan malaria.
e. Menonjolkan potensi daerah yang khas sebagai local specific characteristic dalam
percepatan pemberantasan dan pembebasan dari daerah endemis malaria.
Berdasarkan profil Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten
Mandailing Natal tahun 2013 diketahui bahwa Tugas Pokok Kantor Pusat
Penanggulangan Malaria adalah:
a. Melaksanakan tugas Pemerintah Daerah dalam menanggulangi penyakit malaria di
Kabupaten Mandailing Natal.
b. Melaksanakan tugas dalam hal pengembangan yang diberikan oleh Pemerintah
Daerah.
Berdasarkan profil Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten
Mandailing Natal tahun 2013 diketahui bahwa fungsi Kantor Pusat Penanggulangan
Malaria adalah:
a.

Melakukan koordinasi, sinkronisasi dan kerjasama terhadap berbagai stakeholder
untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam menanggulangi malaria.

b.

Sebagai pusat informasi kegiatan pengendalaian malaria di Kabupaten
Mandailing Natal.

c.

Sebagai pusat aktifitas dalam pengendalian malaria di Kabupaten Mandailing
Natal.

d.

Menjalankan fungsi sekretariat dari Pusat Pengendalian Malaria (Kantor Pusat
Penanggulangan Malaria) Kabupaten Mandailing Natal dalam hal ini Gedung
Kantor Pusat Penanggulangan Malaria.
Berdasarkan profil Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten

Mandailing Natal dapat diketahui tentang visi Kantor Pusat Penanggulangan Malaria
yaitu : Menuju Kabupaten Mandailing Natal Bebas Malaria, sedangkan misi Kantor
Pusat Penanggulangan Malaria adalah:
a. Memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat dan melindungi diri dari penularan
malaria.
b. Menggalang kemitraan seluas-luasnya dalam pemberantasan malaria.
c. Menjamin pelayanan kesehatan yang bermutu untuk mencegah dan menangani
penyakit malaria.
Berdasarkan Peraturan Bupati Mandailing Natal Tahun 2011 Rincian Tugas
dan Fungsi kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal yang
berkaitan dengan Penanggulangan dan Pencegahan Malaria adalah :

Kepala Kantor

Kelompok
Jabatan Fungsional

Seksi
Pencegahan Malaria

Sub. Bagian
Tata Usaha

Seksi
Penanggulangan dan
Pemberantasan malaria

Seksi
Penelitian dan Pemberdayaan
Peranserta Masyarakat dan
Lembaga Lainnya

Gambar 2.1. Struktur Organisasi Kantor Pusat Penanggulangan Malaria
Kabupaten Mandailing Natal
Bagian Ketiga
Seksi Pencegahan Malaria
Pasal 5
(1) Seksi Pencegahan Malaria mempunyai tugas melaksanakan penyusunan bahan
kebijakan dan program serta penyelenggaraan urusan dibidang pencegahan
malaria.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Seksi
Pencegahan Malaria menyelenggarakan fungsi :
a. penyiapan bahan perumusan kebijakan dan program dibidang pencegahan
malaria;
b. penyelenggaraan upaya-upaya pencegahan malaria;
c. pelaksanaan penyuluhan dan sosialisasi dibidang pencegahan malaria;

d. pelaksanaan pengasapan/fogging di lingkungan dan perumusan masyarakat
serta pada darah-daerah yang memerlukan.
e. penyediaan sarana dan perlengkapan dibidang pencegahan malaria;
f. koordinasi dan penyiapan bahan perumusan ketentuan/peraturan dibidang
pencegahan malaria;
g. pelaksanaan koordinasi dengan instansi terkait dalam upaya pencegahan
malaria;
h. pemberian masukan yang perlu kepada atasan sesuai bidang tugas dan
fungsinya;
i. pelaporan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas kepada atasan;
j. pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh atasan.
Bagian Keempat
Seksi Penanggulangan dan Pemberantasan Malaria
Pasal 6
(1) Seksi

Penanggulangan

dan

pemberantasan

Malaria

mempunyai

tugas

melaksanakan penyusunan bahan kebijakan dan program serta penyelenggaraan
urusan dibidang penanggulangan dan pemberantasan malaria.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Seksi
Penanggulangan dan Pemberantasan Malaria menyelenggarakan fungsi :
a. penyiapan bahan perumusan kebijakan dan program dibidang penanggulangan
dan pemberantasan malaria;
b. penyelenggaraan pelayanan pengobatan malaria;

c. pelaksanaan penyediaan sarana prasarana serta perlengkapan dan peralatan
dalam upaya penanggulangan dan pemberantasan malaria;
d. pengendalian dan penanganan wabah malaria;
e. penyelenggaraan upaya-upaya pemberantasan malaria secara terpadu;
f. pelaksanaan koordinasi dengan instansi terkait dalam upaya penanggulangan
dan pemberantasan malaria;
g. pemberian masukan yang perlu kepada atasan sesuai bidang tugas dan
fungsinya;
h. pelaporan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas kepada atasan;
i. pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh atasan.
Bagian Keenam
Kelompok Jabatan Fungsional
Pasal 8
(1) Dalam mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi Seksi Pencegahan
Malaria, dapat dibentuk unit Fungsional berupa Unit Pelayanan Promosi
Kesehatan, yang terdiri dari :
a. Tenaga Fungsional Penyuluh Kesehatan;
b. Tenaga Fungsional Penyehatan Lingkungan Pemukiman/SPPH.
(2) Unit Pelayanan Promosi Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
melaksanakan tugas dibidang penyuluhan malaria.

Pasal 9
(1) Dalam

mendukung

kelancaran

pelaksanaan

tugas

dan

fungsi

Seksi

Penanggulangan dan Pemberantasan Malaria dapat dibentuk beberapa Unit
Fungsional berupa :
a. Unit Pelayanan Pengobatan, terdiri dari :
1. Tenaga Fungsional Dokter;
2. Tenaga Fungsioanal Paramedis.
b. Unit Pelayanan Penunjang, terdiri dari :
1. Tenaga Fungsional Analis/Laboratorium;
2. Tenaga Fungsioanal Apoteker/Asisten Apoteker.
(2) Unit Pelayanan Pengobatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
melaksanakan tugas dibidang pelayanan pengobatan malaria.
(3) Unit Pelayanan Penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
melaksanakan tugas dibidang pengujian dan penanganan kebutuhan obat.
Pasal 10
Dalam mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi Seksi Penelitian dan
Pemberdayaan Peranserta Masyarakat dan Lembaga lainnya dapat dibentuk beberapa
Unit Fungsional berupa :
a. Unit Penelitian, terdiri dari :
1.

Tenaga Fungsional Epidemiolog Jenjang S2 dan S1;

2.

Tenaga Fungsioanal Entomolog S1.

b. Unit Sistem Informasi Kesehatan dan Pengembangan, terdiri dari Tenaga
Fungsional Programmer Komputer Jenjang S1.
Ide pembentukan Kantor Pusat Penanggulangan Malaria dicetuskan oleh
Program Malaria Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara. Ide langsung
ditindaklanjuti dengan dukungan Instruksi Gubernur Tahun 2007 tentang
Pembentukan Pusat Pengendalian Malaria di wilayah Propinsi Sumatera Utara.
Dinkes Propinsi Sumatera Utara selanjutnya melakukan advokasi ke Bupati/Walikota
se-Propinsi Sumatera Utara untuk setiap Kabupaten/Kota dapat membentuk Kantor
Pusat Penanggulangan Malaria dalam upaya memperkuat sistem pengendalian
malaria di Sumatera Utara.
Di Kabupaten Mandailing, setelah kunjungan advokasi Tim Dinas Kesehatan
Propinsi Sumatera Utara, Kantor Pusat Penanggulangan Malaria dibentuk dengan
dikeluarkannya

Keputusan

Bupati

Mandailing

Natal

Tahun

2007.

Sejak

dikeluarkannya SK Bupati sampai tahun 2013 fungsi keberadaan Kantor Pusat
Penanggulangan Malaria di Kabupaten Mandailing Natal tidak berjalan dengan
efektif. Hal ini dapat dilihat pada LAKIP Kantor Pusat Penanggulangan Malaria
Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal dari tahun 2009 – 2013, dimana terdapat
beberapa program yang tidak mencapai target yaitu:
1.

Pada tahun 2009: komunikasi, sarana/prasarana dan strategi penyediaan obat dan
perbekalan kesehatan tidak mencapai target 100 %.

2.

Pada tahun 2010: komunikasi dan strategi dalam penyediaan padat karya
penanggulangan malaria tidak mencapai target 100 %.

3.

Pada tahun 2011: penyemprotan di daerah endemis malaria tidak mencapai target
100%.

4.

Pada tahun 2012 dan 2013: penurunan angka kesakitan malaria, penurunan
daerah endemis malaria, dan pendeteksian jenis dan tempat hidup nyamuk
malaria serta pengetahuan masyarakat terhadap malaria tidak mencapai target
100 %.
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa program-program di Kantor

Pusat Penanggulangan Malaria Kab. Mandailing Natal dari tahun 2009 – 2013 belum
mencapai target 100 %. Hal ini karena unsur komunikasi, strategi dan
sarana/prasarana belum berjalan dengan efektif.
Dibawah ini akan dijelaskan tentang unsur komunikasi, strategis dan sarana /
prasarana sebagai berikut :
1.

Unsur Komunikasi
Menurut Effendy (2009), komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk

menyampaikan apa yang menjadi pemikiran dan perasaannya, harapan dan
pengalamannya kepada orang lain. Menurut Effendy (2009), faktor komunikasi
dianggap sebagai faktor yang amat penting, karena menjembatani antara masyarakat
dengan pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan sehingga dapat diketahui apakah
pelaksanaan kebijakan berjalan dengan efektif dan efisien tanpa ada yang dirugikan.
Tujuan komunikasi menurut Effendy (2009), adalah mengubah sikap, pendapat atau
opini, dan perilaku. Apabila komunikasi ini berlangsung dalam kegiatan
pembangunan, maka perubahan tersebut bukan sekedar sikap, pendapat, atau perilaku

individu atau kelompok, melainkan perubahan masyarakat atau perubahan sosial
(social change).
Perubahan yang dikehendaki dalam pembangunan tentunya perubahan ke arah
yang lebih baik atau lebih maju keadaan sebelumnya. Oleh karena itu peranan
komunikasi dalam pembangunan harus dikaitkan dengan arah perubahan tersebut.
Artinya kegiatan komunikasi harus mampu mengantisipasi gerak pembangunan.
Agar pesan yang disampaikan kepada sasaran (public) menjadi efektif, Arifin
(1982), menawarkan strategi-strategi komunikasi sebagai berikut:
a. Mengenal Khalayak.
Mengenal khalayak haruslah langkah pertama bagi komunikator dalam usaha
komunikasi yang efektif. Khalayak itu harus aktif, sehingga antara komunikator
dan komunikan bukan saja terjadi saling hubungan, tetapi juga saling
mempengaruhi.

Untuk

berlangsungnya

suatu

komunikasi

dan

kemudian

tercapainya hasil yang positif, maka komunikator harus menciptakan persamaan
kepentingan dengan khalayak terutama dalam pesan, metode, dan media.
c. Seleksi dan Penggunaan Media.
Penggunaan media sebagai alat penyalur ide, dalam rangka merebut pengaruh
dalam masyarakat, dalam abad ke-20 ini, adalah suatu hal yang merupakan
keharusan. Sebab selain media massa dapat menjangkau jumlah besar khalayak,
juga dewasa ini rasanya kita tak dapat lagi hidup tanpa surat kabar, radio, film dan
mungkin juga televisi. Dan agaknya alat-alat itu kini betul-betul telah muncul

sebagai alat komunikasi massa yang sejati yang selain berfungsi sebagai alat
penyalur, juga mempunyai fungsi sosial yang kompleks.
d. Menyusun Pesan.
Menyusun pesan, yaitu menentukan tema dan materi. Syarat utama dalam
mempengaruhi khalayak dari pesan tersebut, ialah mampu membangkitkan
perhatian.
e. Menetapkan Metode.
Efektivitas dari suatu komunikasi selain tergantung dari kemantapan isi pesan,
yang diselaraskan dengan kondisi khalayak dan sebagainya, maka juga akan turut
dipengaruhi oleh metode-metode penyampaiannya kepada sasaran.
Model proses komunikasi oleh Philip Kotler dalam Effendy (2009),
berdasarkan paradigma Harold Lasswell, yaitu:

Gambar 2.2. Unsur-unsur dalam Proses Komunikasi
Penegasan tentang unsur-unsur dalam proses komunikasi itu adalah sebagai berikut:
- Sender: Komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah
orang.

- Encoding:Penyandian, yakni proses pengalihan pikiran ke dalam bentuk lambang.
- Message:Pesan

yang

merupakan

seperangkat

lambang

bermakna

yang

disampaikan oleh komunikator.
- Media: Saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada
komunikan.
- Decoding: Pengawasandian, yaitu proses di mana komunikan menetapkan makna
lambang yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.
- Receiver: Komunikasi yang menerima pesan dari komunikator.
- Response:Tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan apabila tersampaikan
atau disampaikan kepada komunikator.
- Feedback: Umpan balik, yakni tanggapan komunikan apabila tersampaikan atau
disampaikan oleh komunikator kepadanya.
- Noise: Gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai
akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan yang
disampaikan oleh komunikator kepadanya.
2. Unsur Strategi
Strategi adalah rencana yang disatukan, luas dan berintegrasi yang
menghubungkan keunggulan strategis perusahaan dengan tantangan lingkungan, yang
dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dari perusahaan dapat dicapai
melalui

pelaksanaan

yang

tepat

oleh

organisasi

(Salusu,

2010).

Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan
bukan dimulai dari apa yang terjadi.

Perumusan strategi merupakan proses penyusunan langkah-langkah ke depan
yang dimaksudkan untuk membangun visi dan misi organisasi, menetapkan tujuan
strategis dan keuangan perusahaan, serta merancang strategi untuk mencapai tujuan
tersebut dalam rangka menyediakan customer value terbaik.
Beberapa langkah yang perlu dilakukan perusahaan dalam merumuskan
strategi, yaitu: 1) Mengidentifikasi lingkungan yang akan dimasuki oleh perusahaan
di masa depan dan menentukan misi perusahaan untuk mencapai visi yang dicitacitakan dalam lingkungan tersebut, 2) Melakukan analisis lingkungan internal dan
eksternal untuk mengukur kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang
akan dihadapi oleh perusahaan dalam menjalankan misinya, 3) Merumuskan faktorfaktor ukuran keberhasilan (key success factors) dari strategi-strategi yang dirancang
berdasarkan analisis sebelumnya, 4) Menentukan tujuan dan target terukur,
mengevaluasi berbagai alternatif strategi dengan mempertimbangkan sumberdaya
yang dimiliki dan kondisi eksternal yang dihadapi, 5) Memilih strategi yang paling
sesuai untuk mencapai tujuan jangka pendek dan panjang (Salusu,2010).
Strategi itu penting dipahami oleh setiap eksekutif, manajer, kepala atau
ketua, direktur, pejabat senior dan junior, pejabat tinggi, menengah dan rendah. Hal
ini harus dihayati karena strategi dilaksanakan oleh setiap orang pada setiap tingkat,
bukan hanya oleh pejabat tinggi. Tiga tingkatan kemudahan penyesuaian strategi
dengan struktur manajemen yaitu: manajemen tingkat atas, manajemen tingkat
menengah dan manajemen tingkat bawah.

3. Unsur Sarana dan Prasarana
Menurut Amirin (2011), secara Etimologis (bahasa) prasarana berarti alat
tidak langsung untuk mencapai tujuan, misalnya: kenderaan roda dua, kenderaan roda
empat. Sarana berarti segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai
maksud dan tujuan; alat, media misalnya; Buku tentang Malaria, Ruang
Perpustakaan, Ruang Laboratorium, tape recorder, kamera. Administrasi sarana dan
prasarana dalam penemuan dan kasus malaria itu adalah semua komponen yang
secara langsung maupun tidak langsung menunjang jalannya proses penemuan dan
pengobatan kasus malaria di wilayah kerja Kantor Kantor Pusat Penanggulangan
Malaria.
Upaya-upaya yang telah dilaksanakan Kantor Pusat Penanggulangan Malaria
Kabupaten Mandailing Natal tahun 2013 dalam penanggulangan kasus malaria
sebagai berikut:
a. Upaya Kesehatan Secara Promotif (Promosi Malaria)
Upaya Kesehatan secara promotif ini bertujuan menyebarluaskan informasi
malaria, baik sacara langsung (sosialisasi) maupun tidak langsung (melalui media),
untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dan peran serta masyarakat dalam
upaya pencegahan malaria. Kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun 2012
berbentuk sosialisasi kepada masyarakat. Melalui sosialisasi tersebut disampaikan
pengetahuan tentang nyamuk yang menjadi vektor malaria, gejala penyakit malaria,
pengobatan dan juga pencegahannya.

b. Upaya Kesehatan secara Preventif (Pencegahan Malaria)
Upaya pencegahan malaria merupakan hal yang mutlak harus dapat
dilaksanakan oleh segenap masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menurunkan angka
kesakitan penyakit malaria. Upaya pencegahan (preventif) yang telah dilaksanakan
Kantor Pusat Penanggulangan Malaria adalah sebagai berikut:
1. Pengadaan Kelambu Berinsektisida.
Vektor malaria (nyamuk Anopheles), berdasarkan beberapa penelitian,
menggigit pada malam hari. Penggunaan kelambu berinsektisida pada saat tidur
dinilai sangat efektif dalam pencegahan malaria. Manfaat pemakaian kelambu juga
tidak hanya pencegahan malaria, tetapi juga dapat mencegah penularan penyakit
demam berdarah dan filariasis (kaki gajah). Keterbatasan dana yang ada
menyebabkan pengadaan kelambu belum merata bagi seluruh masyarakat di
Kabupaten Mandailing Natal. Bagi masyarakat yang telah mendapatkan kelambu
diharapkan dapat dipakai dan dirawat untuk pemakaian yang lebih lama.
2. Penyemprotan Sarang Nyamuk.
Penyemprotan sarang nyamuk bertujuan mengurangi kepadatan vektor
malaria. Penyemprotan yang dilakukan hanya dibeberapa lokasi pemukiman
penduduk yang merupakan lokasi paling prioritas karena memiliki prevalensi
kejadian malaria yang tinggi. Hal ini disebabkan terbatasnya anggaran dan tenaga
penyemprotan.

c.

Upaya Kesehatan Secara Kuratif (Pelayanan Kesehatan bagi Penderita Malaria).
Upaya pengobatan yang dilakukan adalah bagi penderita positif malaria

setelah menjalani pemeriksaan laboratorium. Upaya kesehatan secara kuratif ini
dilaksanakan dengan pengoperasian klinik malaria dan pengobatan ke beberapa
desa/kelurahan.
Efektivitas memiliki arti berhasil atau tepat guna. Efektif merupakan kata
dasar, sementara kata sifat dari efektif adalah efektivitas. Menurut Effendy (1989),
efektivitas adalah komunikasi yang prosesnya mencapai tujuan yang direncanakan
sesuai dengan biaya yang dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan jumlah personil
yangditentukan. Menurut Hadayaningrat (2011), efektivitas adalah pengukuran dalam
arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa efektivitas
merupakan ukuran yang menunjukkan seberapa jauh program atau kegiatan tercapai
dibandingkan dengan target yang telah ditentukan. Efektivitas merupakan usaha
pencapaian sasaran yang dikehendaki (sesuai dengan harapan) yang ditujukan kepada
orang banyak dan dapat dirasakan oleh kelompok sasaran yaitu masyarakat.
Menurut Gibson dalam Agung Kurniawan (2005), terdapat pengukuran
efektivitas, yaitu:1) Komunikasi yaitu menjelaskan tujuan yang hendak dicapai, 2)
Kejelasan strategi pencapaian tujuan, 3) Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan
yang mantap, 4) perencanaan yang matang, 5) Penyusunan program yang tepat, 6)
Tersedianya sarana dan prasarana, 7) Sistem pengawasan dan pengendalian yang
bersifat mendidik. Menurut Campbell dalam Sihombing (2013), terdapat beberapa

cara pengukuran terhadap efektivitas, yaitu: keberhasilan program, keberhasilan
sasaran, kepuasan terhadap program, tingkat input dan output, pencapaian tujuan
menyeluruh.

2.7. Kerangka Pikir
Berdasarkan landasan teori dan kerangka teori diatas, maka peneliti membuat
kerangka pikir sebagai berikut:

1.
2.
3.
4.

Input & Proses
Pendanaan dalam Penanggulangan
Penyakit Malaria
Sarana dan Prasarana dalam
Penanggulangan Penyakit Malaria
Sumber Daya Manusia dalam
Penanggulangan Penyakit Malaria
Strategi dalam Penanggulangan
Penyakit Malaria

Output
Pencapaian Program
Penanggulangan Malaria

Gambar 2.3. Kerangka Pikir Penelitian