Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Padangmatinggi Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

28

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antenatal Care
Pemeriksaan antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk
mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil. Sehingga mampu menghadapi
persalinan, kala nifas, persiapan pemberi ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi
secara wajar (Manuaba, 2008). Kunjungan antenatal care (ANC) adalah kunjungan
ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil
untuk mendapatkan pelayanan asuhan antenatal. Pelayanan antenatal care yaitu
untuk mencegah adanya komplikasi obstetri bila mungkin dan memastikan bahwa
komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai (Yeyeh, 2009).
Pemeriksaan kehamilan atau ANC merupakan pemeriksaan ibu hamil baik
fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan
masa nifas, sehingga keadaan mereka post partum sehat dan normal, tidak hanya fisik
tetapi juga mental. Pelayanan antenatal terintegrasi merupakan integrasi pelayanan
antenatal care rutin dengan beberapa program lain yang sasarannya pada ibu hamil,
sesuai prioritas. Depertemen Kesehatan, yang diperlukan guna meningkatkan kualitas
pelayanan antenatal care (Yeyeh, 2009).

Program-program yang di integrasikan dalam pelayanan antenatal care
meliputi : Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE), Antisipasi Defisiensi
Gizi dalam Kehamilan (Andika), Pencengahan dan pengobatan IMS/ISR dalam

11

29

Kehamilan (PIDK), Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) dan Frambusia, pencengahan
dan penularan HIV dari ibu ke Bayi (PMTCT), Pencengahan Malaria dalam
Kehamilan (PMDK), Penatalaksanaan TB dalam kehamilan (TB-ANC) dan kusta,
Pencengahan Kecacingan dalam Kehamilan (PKDK), Penangulangan Ganguan
Intelegensia pada Kehamilan (PAGIN) (Depkes RI, 2009).
Kunjungan antenatal care adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter
sedini

mungkin

semenjak


ia

merasa

dirinya

hamil

untuk

mendapatkan

pelayanan/asuhan antenatal. Pada setiap kunjungan antenatal care (ANC), petugas
mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine, serta ada
tidaknya masalah atau komplikasi (Yeyeh, 2009). Kunjungan ibu hamil atau ANC
adalah pertemuan antara bidan dengan ibu hamil dengan kegiatan mempertukarkan
informasi ibu dan bidan serta observasi selain pemeriksaan fisik, pemeriksaan umum
dan kontak sosial untuk mengkaji kesehatan dan kesejahteraan umumnya (Salmah,
2006). Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kontak ibu hamil dengan pemberi

perawatan atau asuhan dalam hal mengkaji kesehatan dan kesejahteraan bayi serta
kesempatan untuk memperoleh informasi dan memberi informasi bagi ibu dan
petugas kesehatan (Henderson, 2008).
2.1.1 Kebijakan Program Pelayanan Antenatal Care
Kebijakan Depertemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) pada dasarnya
mengacu kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Motherhood” yaitu meliputi :

30

Keluarga Berencana, Antenatal Care, Persalinan Bersih dan Aman, dan Pelayanan
Obstetri Essensial. Pendekatan pelayanan opstetrik dan neonatal kepada setiap ibu
hamil ini sesuai dengan pendekatan Making Prenancy Safer (MPS), yang mempunyai
3 (tiga) pesan kunci yaitu :
1. Setiap persalian ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih
2. Setiap komplikasi opstetrik dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.
3. Setiap perempuan dalam usia subur mempunyai akses pencengahan dan
penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi
keguguran
Kebijakan program pelayanan antenatal care menetapkan frekuensi

kunjungan antenatal care sebaiknya minimal 4 (empat) kali selama kehamilam,
dengan ketentuan sebagai berikut : (Depkes, 2009).
1. Minimal satu kali pada trisemester pertama (K1) hingga usia kehamilan 14 minggu
tujuannya :
a) Penapisan dan pengobatan anemia
b) Perencanaan Persalinan
c) Pengenalan Komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya.
2. Minimal satu kali pada trisemester kedua (K2), 14 – 28 Minggu
tujuannya :
a) Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya
b) Penapisan pre eklamsia, gemelli, infeksi alat reproduksi dan saluran
perkemihan

31

c) Mengulang perencanaan persalinan
3. Minimal dua kali pada trisemester ketiga (K3 dan K4) 28-36 Minggu dan setelah
36 minggu sampai lahir, tujuannya :
a) Sama seperti kegiatan kunjungan II dan III
b) Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi

c) Memantapkan rencana persalinan
d) Mengenali tanda-tanda persalinan
Pemeriksaan pertama sebaiknya dilakukan segera setelah diketahui terlambat
haid dan pemeriksaan khusus dilakukan jika terdapat keluhan-keluhan tertentu.
2.1.2 Tujuan Antenatal Care
Menurut Prawirohardjo (2008), tujuan dari ANC meliputi :
1) Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh
kembang bayi
2) Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu dan
bayi
3) Menganali secara dini adanya ketidak normalan atau komplikasi yang mungkin
terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan
pembedahan.
4) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun
bayinya dengan trauma seminimal mungkin
5) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberi ASI Eksklusif

32

6) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar

dapat tumbuh kembang secara normal.
Menurut Depkes RI (2010), tujuan antenatal care adalah untuk menjaga agar
ibu hamil dapat melalui masa kehamilannya, persalinan dan nifas dengan baik dan
selamat, serta menghasilkan bayi yang sehat. Untuk mencapai tujuan dari ANC
tersebut dilakukan pemeriksaan dan pengawasan wanita selama kehamilannya secara
berkala dan teratur agar bila timbul kelainan kehamilan atau gangguan kesehatan
sedini mungkin diketahui sehingga dapat dilakukan perawatan yang cepat dan tepat.
Mengacu pada penjelasan diatas bagi ibu hamil dan suami/keluarga dapat
mengubah pola pikir yang hanya datang kedokter jika ada permasalahan dengan
kehamilannya. Karena dengan pemeriksaan kehamilan yang teratur, diharapkan
proses persalinan dapat berjalan dengan lancar dan selamat. Dan yang tak kalah
penting adalah kondisi bayi yang dilahirkan juga sehat, begitu pula dengan ibunya.
2.1.3 Standar Pelayanan Antenatal Care
Dalam melaksanakan pelayanan antenatal care, ada sepuluh standar
pelayanan yang harus dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang dikenal
dengan 10 T. pelayanan atau asuhan standar minimal 10 T adalah sebagai berikut
(Depkes RI 2009) :
1) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2) Pemeriksaan tekanan darah
3) Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)

4) Pemeriksaan puncak rahim (tinggi fundus uteri)

33

5) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
6) Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi tetanus Toksoid (TT)
bila diperlukan.
7) Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
8) Test laboratorium (rutin dan khusus)
9) Tatalaksana kasus
10) Temu wicara (konsling), termasuk Perencanaan persalinan dan pencengahan
Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
2.1.4 Jadwal Pemeriksaan Kehamilan
Kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu hamil dan petugas kesehatan
yang memberikan pelayanan antenatal care standar untuk mendapatkan pemeriksaan
kehamilan. Istilah kunjungan tidak mengandung arti bahwa selalu ibu hamil yang
datang ke fasilitas pelayanan, tetapi dapat sebaliknya, yaitu ibu hamil yang
dikunjungi petugas kesehatan di rumahnya atau di posyandu (Depkes RI,2007).
Kunjungan baru ibu hamil (K1) adalah kontak ibu hamil yang pertama kali
dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan standar, dalam

pengelolaan program KIA disepakati bahwa kunjungan ibu hamil yang keempat (K4)
adalah kontak ibu hamil yang keempat atau lebih dengan petugas kesehatan untuk
mendapatkan pemeriksaan kehamilan, dengan distribusi kontak sebagai berikut :
1) Minimal 1 kali pada trimester I
2) Minimal 1 kali pada trimester II dan
3) Minimal 2 kali pada trimester III (Depkes RI,2007)

34

Menurut Depkes RI,(2002) pemeriksaan kehamilan berdasarkan kunjungan
antenatal care dibagi atas :
1) Kunjungan pertama, kedua dan ketiga meliputi : Identitas/Biodata, Riwayat
kehamilan, Riwayat kebidanan, Riwayat kesehatan, Riwayat social ekonomi,
Pemeriksaan kehamilan dan Pelayanan kesehatan, Penyuluhan dan konsultasi.
2) Kunjungan keempat (K4) meliputi : Anamnesa (keluhan/masalah), pemeriksaan
kehamilan dan pelayanan kesehatan, pemeriksaan psikologis, pemeriksaan
laboratorium bila ada indikasi/diperlukan, diagnose akhir (kehamilan normal,
terdapat penyulit ,terjadi komplikasi, atau tergolong kehamilan risiko tinggi/resti),
sikap dan rencana tindakan (persiapan persalinan dan rujukan)
Kunjungan antenatal care untuk pemantauan dan pengawasan kesejahteraan

ibu dan anak minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu sebagai berikut :
sampai dengan kehamilan trimester pertama (35 tahun juga
berpengaruh untuk terjadi abnormalitas persalinan. Umur meningkatkan angka
kematian maternal (Cuningham et al., 2005). Penelitian Matthews et al (2001),
mayoritas perempuan dalam usia tiga puluhan melakukan pemeriksaan kehamilan
awal dan lebih sering daripada remaja dan wanita yang lebih tua. Penelitian), juga
menunjukkan bahwa perempuan di bawah 35 tahun lebih sering melakukan
kunjungan ke klinik untuk meyakinkan bahwa bayi mereka tumbuh, sedangkan
wanita yang lebih tua yang tidak mengalami masalah, tidak peduli mereka
menganggap hal tersebut hal biasa.

37

2. Pendidikan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
memengaruhi orang lain baik individu,kelompok atau masyarakat sehingga
melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan kesehatan
adalah

aplikasi


atau

penerapan

pendidikan

didalam

bidang

kesehata

(Notoatmojo,2010).
Pekerjaan yang disertai dengan pendidikan dan keterampilan akan mendorong
kemajuan setiap usaha sehingga dapat meningkatkan pendapatan baik pendapatan
individu, kelompok maupun pendapatan Nasional. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
sumber utama kinerja yang efektif yang memengaruhi individu adalah kelemahan
intelektual, kelemahan psikologis dan kelemahan fisik.
Pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang dapat memengaruhi

keadaan keluarga karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan
pengetahuan atau informasi tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan akan lebih
baik. Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku seseorang sebagai
hasil jangka menengah dari pendidikan yang diperoleh. Perilaku kesehatan akan
berpengaruh pada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai hasil dari
pendidikan kesehatan.
Faktor pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terutama terhadap
perilaku. Faktor lingkungan non fisik, akibat masalah-masalah sosial penangannya
diperlukan pendidikan kesehatan. Dalam rangka membina meningkatkan kesehatan

38

masyarakat ditunjukkan pada upaya melalui tekanan, paksaan kepada masyarakat dan
edukasi atau upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan.
Agar intervensi atau upaya tersebut efektif, faktor predisposisi ini mencakup
pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, sistem yang dianut
masyarakat, tingkat pendidikan dan tingkat sosial ekonomi. Ketidakmengertian ibu
dan keluarga terhadap pentingnya pemeriksaan kehamilan berdampak pada ibu hamil
tidak memeriksakan kehamilannya pada petugas kesehatan ( Depkes RI,2008 ).
Selanjutnya Widyastuti, dkk (2010) mengatakan pendidikan yang tinggi di
pandang perlu bagi kaum wanita, karena dengan tingkat pendidikan yang tinggi
mereka dapat meningkatkan taraf hidup,mampu membuat keputusan menyangkut
masalah kesehatan mereka sendiri.semakin tinggi pendidikan seorang wanita ,maka
semakin mampu mandiri dalam mengambil keputusan menyangkut diri mereka
sendiri. Berdasarkan hasil penelitian Widyastuti, dkk (2010) mengatakan bahwa ada
hubungan pendidikan dengan pemeriksaan kehamilan.
3. Paritas
Menurut Wiknjosastro (2005), paritas 2-3 merupakan paritas paling aman
ditinjau dari sudut kematian maternal.paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3)
mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi.hal ini di akibatkan oleh
vaskularisasi yang berkurang ataupun perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan
yang lampau sehingga dapat mengakibatkan terjadinya plasenta previa. Ibu yang
pernah melahirkan mempunyai pengalaman tentang antenatal care (ANC) sehingga

39

dari pengalaman yang terdahulu kembali dilakukan untuk menjaga kesehatan
kehamilannya (Depkes RI,2008).
Interval kehamilan yang terlalu rapat memang mengundang risiko bagi para
wanita. Penelitian terbaru menyatakan, ibu yang hamil lagi dalam waktu setahun
setelah melahirkan berisiko menyebabkan autisme pada calon anak mereka kelak.
Kehamilan berturut-turut membuat ibu bisa berbahaya. Para ilmuwan dari
New York AS menyebutkan, wanita butuh waktu untuk pulih dari kehamilan. Selain
itu, kehamilan yang terjadi dalam jangka waktu pendek akan menyebabkan anak-anak
yang

dilahirkan

rentan

mengalami

kekurangan

gizi.dalam

hal

ini

perlu

memperhatikan interval kehamilan karena jarak kehamilan yang terlalu rapat
mengundang risiko bagi para wanita. Jadi sebaiknya apabila ibu hamil dengan
interval kehamilan yang rapat sebaiknya rutin memeriksakan kehamilannya.
Mempunyai anak lebih dari 4 orang akan meningkatkan risiko terhadap ibu
dan bayinya. Lebih-lebih kalau jarak antara kehamilan lebih dari 2 tahun, maka ibu
akan lemah akibat dari seringnya hamil, melahirkan dan menyusui. Sehingga sering
mengakibatkan berbagai masalah seperti ibu menderita anemia, kurang gizi, dan
bahkan sering pendarahan setelah melahirkan yang membahayakan nyawa ibu.risiko
melahirkan bayi cacat dan berat badan lahir rendah (BBLR) juga meningkat setelah 4
kali kehamilan dan setelah usia ibu 35 tahun.
Selanjutnya Swenson et al.,(2006) berpendapat, wanita dengan paritas tinggi
cenderung kurang melakukan perawatan kehamilan, ibu paritas tinggi lebih percaya
diri tentang kehamilannya dan merasa kurang perlu untuk melakukan perawatan

40

kehamilan dan merupakan penghalang untuk menggunakan pelayanan ANC
(Overbosch et al, 2004). Berdasarkan hasil penelitian Widyastuti , dkk (2010)
mengatakan bahwa ada hubungan paritas dengan pemeriksaan kehamilan.
4. Pendapatan Keluarga
Pendapatan yaitu seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik
dari pihak lain maupun dari hasil sendiri. Jadi yang dimaksud pendapatan adalah
suatu tingkat penghasilan yang di peroleh dari pekerjaan pokok dan pekerjaan
sampingan dari orangtua dan anggota keluarga lainnya.
Penghasilan keluarga merupakan faktor pemungkin bagi seseorang untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan. Penghasilan keluarga juga menentukan status
sosial ekonomi keluarga tersebut. Sosial ekonomi merupakan gambaran tingkat
kehidupan seseorang dalam masyarakat yang di tentukan dengan variable pendapatan
, pendidikan dan pekerjaan , karena ini dapat mempengaruhi aspek kahidupan
termasuk pemeliharaan kesehatan (Notoatmodjo, 2010)
Pendapatan juga mempunyai kontribusi besar dalam pemanfaatan pelayanan
kesehatan. Bagi ibu-ibu yang mempunyai biaya akan lebih leluasa untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan, sebaliknya ibu-ibu yang kurang mempunyai
biaya akan kurang leluasa untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Berdasarkan
hasil penelitian (Ulina, 2004) mengatakan bahwa ada hubungan pendapatan dengan
pemeriksaan kehamilan.

41

Keadaan sosial ekonomi yang rendah pada umunya berkaitan erat dengan
berbagai masalah kesehatan yang dihadapi, hal ini disebabkan karena ketidak
mampuan dan ketidaktahuan dalam mengatasi berbagai masalah tersebut
Menurut WHO dalam (Notoatmodjo, 2010) faktor ekonomi juga berpengaruh
terhadap seseorang dalam upaya deteksi dini komplikasi kehamilan status ekonomi
keluarga juga berperan bagi seseorang dalam bertindak termasuk tindakan yang
berhubungan dengan kesehatan dan pemeriksaan kehamilannya. Hasil penelitian
Simanjuntak (2009) menunnjukkan bahwa ada yang bermakna antara penghasilan
dengan kunjungan antenatal care K4 ,dimana OR sebesar 2,42 yang berarti ibu yang
berpenghasilan tinggi cenderung melakukan kunjungan antenatal care sesuai standar
2,42 kali dibandingkan dengan ibu yang berpenghasilan rendah.
5. Pengetahuan
Pengetahuan seseorang ibu tentang kehamilan sangat diperlukan untuk
menjalani proses kehamilannya. Banyak sumber informasi yang dapat di peroleh ibu
untuk meningkatkan pengetahuan tentang kehamilannya, seperti dari petugas
kesehatan (bidan,dokter) saat menjalani pemeriksaan dengan melakukan tanya jawab
(konseling), maupun dari media massa yaitu informasi yang diperoleh dari media
elektronik (televisi) maupun media cetak (majalah, tabloid, koran, poster dan lainlain). Pada umumnya, jika pengetahuan ibu sudah baik maka akan memamfaatkan
sarana pelayanan kesehatan.
Akan tetapi seseorang yang mempunyai latar belakang pengetahuan yang baik
dan bertempat tinggal dekat dengan sarana kesehatan, bisa saja belum pernah

42

memamfaatkan sarana kesehatan. Ada juga ibu yang tidak mau memamfaatkan sarana
pelayanan kesehatan karena kurang pengetahuan yang baik tentang fasilitas kesehatan
yang ada, tetapi karena sesuatu hal maka ibu tersebut akan menggunakan fasilitas
kesehatan tersebut.
Misalnya ketika seorang ibu hamil terpaksa minta bantuan dokter /bidan
karena mengalami pendarahan yang pada awalnya melakukan pemeriksaan di dukun
bayi, tetapi karena pelayanan yang di berikan dokter (bidan) cukup baik maka ibu
hamil tersebut akan memamfaatkan sarana kesehatan yang sudah ada ()
Pentingnya aspek pengetahuan dalam pemamfaatan antenatal care (ANC) dapat di
lihat dari pendapat Choli (2014) yang menyatakan bahwa pemanfaatan antenatal care
(ANC) perlu di lakukan upaya peningkatan kesehatan ibu saat kehamilan dan
melahirkan. Ketidakmengertian ibu dan keluarga terhadap pentingnya pemeriksaan
kehamilan berdampak pada ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya pada
petugas kesehatan.
Berdasarkan penelitian Surtama (2013) mengatakan bahwa pengetahuan
mempunyai hubungan dengan pemeriksaan kehamilan. Pengetahuan merupakan
domain dari perilaku. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka perilaku
akan lebih bersifat langgeng. Dengan kata lain ibu yang tahu dan paham tentang
jumlah anak yang ideal , maka ibu akan berperilaku sesuai dengan apa yang ia
ketahui (Friedeman, 2005). Pengetahuan yang dimiliki ibu tentang pelayanan
antenatal care (ANC) dan pentingnya pemeriksaan kehamilan berdampak pada ibu
hamil akan memeriksakan kehamilannya pada petugas kesehatan (Depkes RI,2008).

43

6. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi
adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan seharihari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial
(Notoatmodjo, 2010 ).
Menurut Mar’at ( 1985) bahwa sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai bentuk penghayatan terhadap obyek
tersebut. LaPierra (1934) dalam Azwar (2012) mengungkapkan sikap sebagai suatu
pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri
dalam situasi sosial atau secara sederhana sikap merupakan sebuah respons terhadap
stumuli sosial yang telah dikondisikan.
Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon
(secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap
mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih dan
sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman
yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah
sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang.
Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan
tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap sesorang dapat berubah dengan

44

diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta
tekanan dari kelompok sosialnya.
Hasil penelitian Situmeang (2010) menunjukkan bahwa sikap ibu hamil
berhubungan dengan tindakan ibu hamil dalam melakukan pemanfaatan antenatal
care di Kelurahan Pasir Bidang Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah. Hal
ini juga sejalan dengan pendapat Dever dalam Ulina (2004) dan Kalangie dalam
Hotma (2007) yang menempatkan sikap pada faktor konsumen yang akan
memengaruhi individu dalam memanfaatkan pelayanan antenatal.
2.2.2 Faktor Pendukung
1. Lokasi Pelayanan Kesehatan
Faktor yang mendorong dalam kunjungan K-4 adalah lokasi fasilitas
kesehatan yang meliputi 1). Sarana dan prasarana kesehatan 2). Kemudahan dalam
mencapai sarana kesehatan tersebut.
Sarana dan prasarana kesehatan meliputi seberapa banyak fasilitas-fasilitas
kesehatan, konseling maupun pusat-pusat informasi bagi individu/masyarakat.
Kemudahan bagaimana kemudahan untuk mencapai sarana kesehatan tersebut
termasukbiaya, waktu / lama pengobatan, dan juga hambatan budaya seperti malu
mengalami penyakit tertentu jika diketahui masyarakat (Notoatmodjo, 2010).
Lokasi yang mudah dijangkau dan tersedianya fasilitas yang memadai akan
memberi kemudahan bagi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya dan bisa
melaksanakan antenatal care sehingga jika terdapat kedaan gawat darurat dapat

45

segera ditangani. Berdasarkan peneliti (Yeyeh, 2009) mengatakan bahwa lokasi
pelayanan kesehatan mempunyai hubungan dengan pemeriksaan kehamilan.
Lokasi adalah ruang sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat
yaitu jarak antara rumah dengan tempat pelayanan ANC. Keterjangkauan masyarakat
termasuk lokasi akan fasilitas kesehatan akan mempengaruhi pemilihan pelayanan
kesehatan. Jarak merupakan komponen kedua yang memungkinkan seseorang untul
memanfaatkan pelayanan pengobatan.
Indonesia merupakan negara yang luas sayangnya luas wilayah ini belum
diimbangi dengan kecukupan, ketersediaan sarana-sarana layanan publik termasuk
dibidang kesehatan. Di beberapa desa masih kesulitan mendapatkan akses pelayanan
kesehatan, tidak semua desa mempunyai puskesmas dan tenaga medis seperti :
dokter, bidan, perawat. Sarana geografis masih banyak masayarakat yang tinggal jauh
dari sarana kesehatan (Depkes RI, 2009)
Menurut peneliti Elfi Rahmawati (2008). Faktor Geografis dan keberadaan
saran pelayanan kesehatan akan sangat mempengaruhi hasil pelayanan kesehatan
kepada masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau baik dari segi
pembiayaan manapun dari segi lokasi akan lebih banyak dikunjungi oleh masyarakat
khususnya masyarakat ekonomi lemah/miskin. Biaya dan lokasi juga sering berkaitan
sebagai bahan pertimbangan seseorang dalam mengakses pelayanan.
Di tiga pedesaan di Kabupaten Singada hambatan yang paling sering
ditemukan dalam merujuk pasien ke fasilitas kesehatan adalah kurangnya uang dan
lokasi yang terlalu jauh ke rumah sakit terdekat (Cham et al, 2008 ). Studi lain

46

memcatat bahwa 84 % wanita di pedesaan Tanzania memutuskan untuk melahirkan
di rumah karena masalah transportasi dan jarak ( Mrisho et al 2007 ). Mpembeni et al
(2007) menemukan bahwa wanita yang tinggal kurang dari 5 km dari fasilitas
kesehatan lebih mungkin untuk merujuk ke fasilitas kesehatan dari pada mereka yang
tinggal lebih dari 5 km.
Askes ke fasilitas sangat berkaitan erat dengan keterlambatan pertama, kedua,
dan ketiga dimana sosial ekonomi yang rendah mengakibatkan wanita maupun
keluarganya tidak dapat mencapai askes ke pelayanan kesehatan terkait dengan biaya
transportasi, ketiadaan biaya juga mengakibatkan ibu dan keluarganya sulit untuk
mendapatkan askes terhadap layanan yang berkualitas (Cham et al, 2008 ).
2. Ketersediaan Tenaga Kesehatan
Menurut Kemenkes (2010) bahwa dalam menganalisis indek pembangunan
kesehatan masyarkat dapat dilihat jumlah sarana kesehatan dan jumlah tenaga
kesehatan. Untuk ketenagaan dilakukan penghitungan rasio bidan per desa sebanyak
3 orang. Pada kenyataannya masih banyak dilihat tenaga kesehatan seperti bidan yang
memiliki wilayah kerja di suatu desa namun pada kenyataannya tidak berada didesa
yang ditentukan.
Penelitian Syahrianti (2011) menunjukkan bahwa bidan sebagai tenaga
kesehatan yang memberikan pelayanan antenatal care ternyata tidak berada di tempat
fasilitas kesehtaan yang ditentukan sehingga berdampak terhadap cakupan kunjungan
ibu hamil (k4) yang tidak sesuai target yang ditentukan. Hasil penelitian Ayuningtyas
(2008) menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga kesehatan berhubungan dengan

47

penatalaksanaan ANC di Kota Tasikmalaya, sebagian besar Bidan Puskesmas di Kota
Tasikmalaya ternyata merasa senang untuk mengabdi dan menghabiskan karier
mereka di tempat sekarangmereka bekerja,merasa memiliki dan berat untuk
meninggalkan tempat bekerja dikarenakan mereka merasa kesulitan untuk
mendapatkan tempat bekerja yang lebih baik dari sebelumnya. Hasil penelitian
Menurut Muzaham (1999) bahwa ketersediaan tenaga kesehatan dan fasilitas
kesehatan menjadi penunjang pelaksanaan pelayanan kesehatan. Nalisanti (2012)
menyatakan bahwa angka kematian ibu itu bisa lebih tinggi antara lain disebabkan
jika distribusi tenaga medis tidak merata dan minimnya sarana kesehatan, terutama
transportasi untuk menjangkau warga khususnya di daerah terpencil.
2.2.3 Faktor Pendorong
1. Dukungan Suami
Faktor pendukung dalam kunjungan antenatal care selain dari petugas
puskesmas adalah dukungan suami dan keluarga. Dukungan suami dan keluarga
merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam perilaku ibu hamil. Contohnya
suami/keluarga perlu memberikan penjelasan dan mengajarkan pada ibu untuk
memeriksa kehamilan minimal 4 kali selama kehamilan.
Dukungan seperti itu memberi kontibusi yang benar dalam tercapainya
kunjungan K-4 dan meminimalkan risiko yang terjadi selama kehamilan dan
persalinan (Notoatmodjo,2010).
Memeriksa kehamilan sejak dini dalam hal ini suami dapat mendukung
istrinya agar mendapatkan pelayanan antenatal care yang baik, menyediakan

48

transportasi atau dana untuk biaya konsultasi, sehingga suami dapat belajar mengenai
gejala dan tanda-tanda komplikasi kehamilan. Kematian ibu dapat di cegah bila suami
dapat mengenal komplikasi-komplikasi potensial dan selalu siaga untuk mencari
pertolongan bila hal itu terjadi (Beni, 2008).
Menurut), dengan menemani istri pada saat pemeriksaan kehamilan, suami
akan lebih banyak mendapat informasi sehingga lebih siap menghadapi kehamilan
dan persalinan istrinya. Selain itu istri juga lebih merasa aman dan nyaman diperiksa
bila ditemani suaminya.
Suami seseorang yang terdekat dengan istri, suami dianggap paling
memahami kebutuhan istri. Saat hamil seorang wanita mengalami perubahan baik
fisik maupun mental. Suami sebaiknya memahami perubahan ini dan dapat lebih
bersabar. Suami diharapkan tidak terlalu cemas agar tidak mempengaruhi kondisi
emosi istri. Berdasarkan penelitian (Mansur, 2009), mengatakan bahwa ada hubungan
dukungan suami dengan pemeriksaan kehamilan. Dalam penelitiannya mengatakan
bahwa dengan dukungan suami yang baik membuat ibu hamil melakukan
pemeriksaan kehamilan.
Menurut suami dapat membantu merencanakan kelahiran oleh tenaga bidan
terlatih dan menyiapkan dana untuk persiapan biaya kelahiran.suami juga dapat
menyusun waktu yang tepat untuk menyediakan transfortasi dan bahan-bahan yang
diperlukan.
Salah satu peran suami dalam menurunkan angka kematian ibu adalah suami
dapat memastikan persalinan istrinya di tolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan

49

dapat berjalan dengan aman. Untuk itu suami perlu diberikan pengetahuan mengenai
persiapan persalinan yang meliputi komponen pembuatan rencana persalinan (tempat,
menjaga keluarganya yang lain) dan membuat rencana siapa pembuatan keputusan
utama jika terjadi kegawat daruratan dan siapa pembuat bila pembuat keputusan
utama tidak ada (Admin, 2008).
Suami dapat merencanakan kapan dan dimana persalinan dilakukan sehingga
tidak terjadi keterlambatan dalam memperoleh pertolongan persalinan. Sehingga
perlu di persiapkan kendaraan, bahan-bahan yang dibutuhkan untuk persalinan dan
biaya. Partisipasi dan tanggung jawab suami baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam asuhan kehamilan saat ini masih rendah.kehamilan merupakan suatu
peristiwa yang luar biasa dan merupakan Anugrah Tuhan YME, maka sebuah
kehamilan perlu mendapat perhatian khusus dari ibu sendiri, suami dan keluarga yang
lain. Partisipasi suami sangat dibutuhkan untuk dukungan psikis, fisik, sosial dan
spiritual. Partisipasi dalam asuhan kehamilan ini merupakan refleksi dari peran suami
dalm keluarga ().
Faktor yang memperkuat perubahan perilaku seseorang dikarenakan adanya
sikap dan perilaku yang lain seperti sikap suami, orangtua, tokoh masyarakat, atau
petugas kesehatan. Perilaku individu sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan,
perilaku yang positif akan menunjang atau meningkatkan derajat kesehatan
(Fitrihanda,2012).

50

2. Sikap Petugas Kesehatan
Menurut Depkes RI (2009), tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dan kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Dukungan petugas kesehatan
merupakan dukungan sosial dalam bentuk dukungan informasi, dimana perasaan
subjek bahwa lingkungan (petugas kesehatan) memberikan informasi yang jelas
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kehamilan.
Sikap dari petugas puskesmas merupakan salah satu faktor penting dalam
perilaku kesehatan. Contoh dalam kasus kunjungan K-4, apabila seorang ibu telah
mendapat penjelasan tentang memeriksa kehamilan yang benar dari petugas
puskesmas dan mencoba menerapkannya, akan tetapi karena lingkungannya belum
ada yang menerapkan, maka ibu tersebut menjadi asing dan bukan tidak mungkin ibu
tidak mau melakukan kunjungan ke petugas kesehatan untuk memeriksa
kehamilannya (Notoatmodjo,2010).
Berdasarkan hasil penelitian Supriyanto (2008), bahwa ada hubungan
dukungan petugas kesehatan dengan pemeriksaan kehamilan, dimana nilai p
value(0,011). Menurut Supriyanto bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah
penggunaan pelayanan yang telah diterima pada tempat atau pemberi pelayanan
kesehatan.sedangkan pelayanan kesehatan sendiri adalah setiap upaya yang
diselenggarakan secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit serta

51

memulihkan kesehatan perorangan, kelompok, keluarga, dan ataupun masyarakat
(Azwar, 2008). Pemanfaatan pelayanan kesehatan dan seberapa jauh efektivitas
pelayanan tersebut.
Hubungan antara keinginan sehat dan permintaan akan pelayanan kesehatan
hanya kelihatannya saja sederhanan, tetapi sebenarnya sangat kompleks. Penyebab
utama adalah karena pesoalan kesejangan informasi. Adanya keinginan sehat menjadi
konsumsi perawatan kesehatan melibatkan berbagai informasi, yaitu aspek yang
menyangkut kesehatan tersebut. Dari informasi inilah masyarakat kemudian
terpengaruh untuk melakukan permintaan dan penggunaan (Utilisasi) terhadap suatu
pelayanan kesehatan.
3. Keterpaparan Media
Keterpaparan media dapat dinyatakan dengan media sebagai sumber informasi
tentang kunjungan K-4 yang diterima oleh masyarakat khususnya ibu hamil. Sumber
informasi merupakan asal atau sumber pesan yang disampaikan tentang sesuatu.
Sumber informasi yang diperoleh ibu suhubungan dengan informasi tentang
kunjungan K-4 berasal dari petugas kesehatan maupun melalui media massa.
Informasi yang diperoleh melalui petugas kesehatan dapat berupa penyuluhanpenyuluhan kesehatan. Sedangkan informasi yang diperoleh dai media berasal dari
media elektronik (radio, televisi,VCD), sedangkan media cetak berupa brosur-brosur,
buku-buku, majalah, koran, dan lain-lain (Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan
penelitian Yeyeh (2009) mengatakan bahwa ada hubungan keterpaparan informasi
dengan pemeriksaan kehamilan.

52

Menurut Sukmadinata (2007), malalui berbagai media, baik cetak maupun
elektronik, berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat seperti halnya
antenatal care, sehingga seorang yang lebih sering terpapar media masa (TV, Radio,
Majalah, Pamflet, dan lain-lain) akan memperoleh informasi lebih banyak jika
dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media. Hal ini
berarti paparan media massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh
seseorang.

2.3 Kehamilan
Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya
kehamilan normal 280 hari (40 minggu 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertam haid
terakhir. Kehamilan di bagi dalam 3 trimester, yaitu trimester pertama dimulai dari
hasil konsepsi sampai 3 bulan, trimester kedua dari bulan keempatn sampai 6 bulan,
trimester ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan (Prawirohardjo, 2006).
Kehamilan pertama merupakan pengalaman baru yang dapat menjadi faktor
yang menimbulkan stres bagi suami istri. Beberapa stressor ada yang dapat diduga
dam ada yang tidak dapat diduga atau tidak terantisipasi misalnya komplikasi
persalinan. Persulitan menurut adaptasi fisika, psikologis dan sosial dari kedua
pasangan (Endjun, 2002).
2.3.1

Faktor Resiko Kehamilan
Menurt Manuaba (2008), kehamilan resiko tinggi adalah keadaan yang dapat

mempengaruhi keadaan ibu maupun janin pada kehamilan yang dihadapi. Faktor-

53

faktor resiko kehamilan meliputi primipara muda kurang umur 20 tahun, primipara
tua umur di atas 35 tahun, tinggi badan kurang dari 145 cm, riwayat kehamilan yang
buruk (Siregar, 2012).
Ibu hamil dengan kehamilan resiko tinggi adalah ibu hamil yang mempunyai
resiko atau bahaya yang lebih besar pada kehamilan/persalinannnya dibandingkan
dengan ibu hamil dengan kehamilan/persalinan normal. Faktor resiko pada ibu hamil
meliputi riwayat kehamilan dan persalinan yang sebelumnya kurang baik yaitu
riwayat keguguran, perdarahan pasca kelahiran, lahir mati; Ibu hamil yang
kurus/berat badan kurang; sudah memiliki 4 anak atau lebih; jarak antara dua
kehamilan kurang dari 2 tahun; Ibu menderita anemia atau kurang darah; perdarahan
pada kehamilan ini; tekanan darah yang meninggi dan sakit kepala hebat dan adanya
bengkak pada tungkai; kelainan letak janin atau bentuk panggul ibu tidak normal;
riwayat penyakit kronik seperti diabetes, darah tinggi, asma dan lain-lain(Siregar,
2012).
1. Tanda Bahaya Kehamilan
Pada umumnya 80-90 % kehamilan akan berlangsung normal dan hanya 1012 % kehamilan yang disertai dengan penyulit atau berkembang menjadi kehamilan
patologis. Kehamilan patologis tidak terjadi secara mendadak karena kehamilan dan
efeknya terhadap organ tubuh berlangsung secara bertahap dan berangsur-angsur.
Deteksi dini gejala dan tanda bahaya selama kehamilan merupakan upaya terbaik
untuk mencegah terjadinya gangguan yang serius terhadap kehamilan ataupun
keselamatan ibu hamil. Faktor predisposisi dan adanya penyulit penyerta sebaiknya

54

diketahui sejak awal sehingga dapat dilakukan berbagai upaya maksimal untuk
mencegah gangguan yang berat baik terhadap kehamilan dan keselamatan ibu
maupun bayi yang dikandungnya, diantaranya perdarahan, preeklamsi, nyeri hebat di
daerah abdominopelvikum.
Gejala dan tanda lain yang harus diwaspadai yang terkait dengan gangguan
serius selama kehamilan adalah muntah berlebihan, disuria, menggigil atau demam,
ketuban pecah dini atau sebelum waktunya, uterus lebih besar atau lebih kecil dari
kehamilan yang sesungguhnya. (Sarwono, 2008)
Menurut Yeyeh (2009), Pada ibu hamil ada enam tanda bahaya dalam
kehamilan, meliputi :
1. Perdarahan vagina pada awal kehamilan, perdarahan yang tidak normal adalah
merah, perdarahan banyak, atau perdarahan dengan nyeri.
2. Sakit kepala yang hebat. Sakit kepala yang menunjukkan suatu masalah yang
serius adalah sakit kepala hebat, yang menetap dan tidak hilang dengan
beristirahat. Dengan sakit kepala yang hebat, penglihatan ibu menjadi kabur atau
terbayang. Sakit kepala yang hebat dalam kehamilan adalah gejala dari
preeklampsi.
3. Perubahan visual secara tiba-tiba (pandangan kabur, rabun senja). Masalah visual
yang mengindikasikan keadaan yang mengancam jiwa adalah perubahan visual
yang mendadak.
4. Nyeri abdomen yang hebat. Nyeri abdomen yang hebat, menetap, dan tidak hilang
setelah beristirahat. Hal ini seperti appendicitis, persalinan preterm, kehamilan

55

ektopik, aborsi, penyakit radang panggul, gastritis, penyakit kantong empedu,
abrupsi plasenta, infeksi saluran kemih dan infeksi lain.
5. Bengkak pada muka atau tangan. Bengkak bisa menunjukkan masalah serius jika
muncul pada muka dan tangan, tidak hilang setelah beristirahat, dan disertai
dengan keluhan fisik yang lain.
6. Bayi kurang bergerak seperti biasa. Ibu mulai merasakan gerakan bayinya pada
bulan ke-5 atau ke-6, beberapa ibu dapat merasakan gerakan bayinya lebih awal.
Jika bayi tidur gerakannya akan melemah
2) Pembagian Masa Kehamilan
Ditinjau dari tuanya kehamilan, Prawirohardjo (2006) membagi kehamilan
menjadi 3 bagian, yaitu :
a.

Kehamilan triwulan pertama
Triwulan pertama usia kehamilan dimulai saat terjadi pembuahan sperma
terhadap sel telur sampai dengan usia kehamilan 12 minggu. Dalam triwulan
pertama ini alat-alat tubuh janin mulai dibentuk.

b.

Kehamilan triwulan kedua (antara 12 sampai 28 minggu).
Triwulan kedua dimulai dari usia kehamilan 12 sampai dengan 28 minggu.
Dalam triwulan kedua ini alat-alat telah dibentuk, tetapi belum sempurna dan
viabilitas janin masih disangsikan. Bila hasil konsepsi dikeluarkan dari kavum
uteri pada kehamilan di bawah 20 minggu, disebut abortus.

c.

Kehamilan triwulan terakhir (antara 28 sampai 40 minggu).
Triwulan ketiga atau triwulan terakhir adalah sejak kehamilan berusia 28 minggu
sampai dengan 40 minggu. Janin yang dilahirkan dalam trimester terakhir telah

56

viable. Bila hal ini terjadi di bawah 36 minggu disebut partus prematurus.
Kelahiran dari 38 minggu sampai 40 minggu disebut partus aterm.
2.4 Landasan Teori
Menurut Lawrance Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), sebuah
perilaku kesehatan timbul karena dipengruhi oleh tiga faktor yaitu:
1.

Faktor Predisposisi (Predisposing Factors), faktor ini digunakan untuk
menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecendrungan
menggunakan pelayannan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh
karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke dalam ciri-ciri:
a) Demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota
keluarga)
b) Struktur sosial (tingkat pendidikan, jumlah pendapatan pekerjaan, ras,
kesukuan, tempat tinggal)
c) Sikap, keyakinan, persepsi, pandangan individu terhadap pelayanan
kesehatan.

2.

Faktor Pemungkin (Enabling Factors) adalah faktor anteseden terhdap perilaku
yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk di dalam
faktor pemungkin adalah keterampilan dan sumber daya pribadi atau komuniti,
seperti tersedianya pelayanan kesehatan, keterjangkauan, kebijakan, peraturan
perundangan.

57

3.

Faktor Penguat (Reinforcing Factors), adalah konsekuensi dari perilaku yang
ditentukan apakah pelaku menerima unpan balik yang positif atau negatif dan
mendapatkan dukungan sosial setelah perilaku dilakukan. Faktor penguat
mencakup :dukungan sosial dari tenaga kesehatan. Menurut House (dalam Smet
Bart, 1999) bentuk dukungan sosial tenaga kesehatan di klasifikasikan menjadi
empat jenis yaitu: dukungan informasi, dukungan penilaian, dukungan
instrument dan dukungan emosional.

2.5 Kerangka Konsep
Kerangka Konsep dalam penelitian adalah :
Variabel Independen

Variabel Dependen

Faktor Predisposisi :
1. Umur
2. Pendidikan
3. Paritas
4. Pendapatan
5. Pengetahuan
6. Sikap
Faktor Pemungkin
(Enabling factors)
1. Lokasi pelayanan kesehatan
2. Keberadaan tenaga kesehatan

Kunjungan Atenatal
Care

Faktor Penguat (Reinforcing)
1. Dukungan Suami
2. Sikap petugas Kesehatan
3. Keterpaparan Media

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Dokumen yang terkait

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Padangmatinggi Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

0 0 19

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Padangmatinggi Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

0 0 2

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Padangmatinggi Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

0 1 10

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Padangmatinggi Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

1 6 4

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Padangmatinggi Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

0 0 25

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Di Wilayah Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan

0 0 18

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Di Wilayah Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan

1 3 2

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Di Wilayah Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan

0 0 10

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Di Wilayah Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan

0 1 25

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Di Wilayah Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan

1 25 4