Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Di Wilayah Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan

11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antenatal care
2.1.1 Pengertian Antenatal care
Menurut WHO (2010),

Antental Care adalah pengawasan sebelum

persalinan terutama ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim. Antenatal care juga merupakan cara penting untuk memonitoring dan
mendukung kesehatan ibu hamil dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal,
ibu hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin
semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan dan asuhan
antenatal (Prawihardjo, 2006).
Pemeriksaan antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk
mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil. Sehingga mampu
menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberi ASI dan kembalinya
kesehatan reproduksi secara wajar (Manuaba, 2008).
Pelayanan Antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan

untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar
pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam standar pelayanan kebidanan (SPK)
(Depkes, 2009).
Kunjungan antenatal care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan
atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan
pelayanan asuhan antenatal. Pelayanan antenatal care yaitu untuk mencegah

11
Universitas Sumatera Utara

12

adanya komplikasi obstetri bila mungkin dan memastikan bahwa komplikasi
dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai (Yeyeh, 2009).
2.1.2 Kebijakan Pelayanan Antenatal Care
1. Kebijakan Program
Kebijakan Depertemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) pada dasarnya
mengacu kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Motherhood” yaitu
meliputi : Keluarga Berencana, Antenatal Care, Persalinan Bersih dan Aman, dan

Pelayanan Obstetri Essensial.
Pendekatan pelayanan opstetrik dan neonatal kepada setiap ibu hamil ini
sesuai dengan pendekatan Making Prenancy Safer (MPS), yang mempunyai 3
(tiga) pesan kunci yaitu :
1. Setiap persalian ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
2. Setiap komplikasi opstetrik dan neonatal mendapat pelayanan yang
adekuat.
3. Setiap perempuan dalam usia subur mempunyai akses pencengahan dan
penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan
komplikasi keguguran.
Kebijakan program pelayanan antenatal care menetapkan frekuensi
kunjungan antenatal care sebaiknya minimal 4 (empat) kali selama kehamilam,
dengan ketentuan sebagai berikut : (Depkes, 2009).

Universitas Sumatera Utara

13

1. Minimal satu kali pada trisemester pertama (K1) hingga usia kehamilan 14
minggu, tujuannya :

a. Penapisan dan pengobatan anemia
b. Perencanaan Persalinan
c. Pengenalan Komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya.
2. Minimal satu kali pada trisemester kedua (K2)14 – 28 Minggu, tujuannya :
a. Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya
b. Penapisan preeklamsia, gemelli, infeksi alat reproduksi dan saluran
perkemihan
c. Mengulang perencanaan persalinan
3. Minimal dua kali pada trisemester ketiga (K3 dan K4) 28-36 Minggu dan
setelah 36 minggu sampai lahir, tujuannya :
a. Sama seperti kegiatan kunjungan II dan III
b. Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi
c. Memantapkan rencana persalinan
d. Mengenali tanda-tanda persalinan
Pemeriksaan pertama sebaiknya dilakukan segera setelah diketahui
terlambat haid dan pemeriksaan khusus dilakukan jika terdapat keluhan-keluhan
tertentu.
2. Kebijakan Teknis
Pelayanan /asuhan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan
profesional dan tidak dapat diberikan oleh dukun bayi karena setiap kehamilan


Universitas Sumatera Utara

14

dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat, sehingga
diperlukan kebijakan teknis untuk ibu hamil secara keseluruhan yang bertujuan
untuk mengurangi risiko dan komplikasi sedini mungkin. Kebijakan teknis itu
meliputi komponen-komponen sebagai berikut:
1. Mengupayakan kehamilan yang sehat.
2. Melakukan deteksi dini kompolikasi, melakukan penatalaksanaan awal
serta rujukan bila diperlukan.
3. Persiapan persalinan yang bersih dan aman.
4. Perencanaan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika
terjadi komplikasi (Saifuddin,dkk, 2006).
2.1.3 Tujuan Antenatal Care (ANC)
Tujuan utama antenatal care adalah menurunkan /mencegah kesakitan dan
kematian maternal dan perinatal. Menurut Depkes (2007) tujuan antenatal care
adalah :
1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan

tumbuh kembang janin.
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu.
3. Mengenali dan mengurangi secara dini adanya penyulit-penyulit atau
komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit
secara umum, kebidanan dan pembedahan.
4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan dan persalinan yang aman dengan
trauma seminimal mungkin.
5. Mempersiapkan ibu agar dapat memberikan ASI secara eksklusif.

Universitas Sumatera Utara

15

6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi
agar dapat tumbuh kembang secara normal.
7. Mengurangi bayi lahir prematur, kelahiran mati dan kematian neonatal.
8. Mempersiapkan kesehatan yang optimal bagi janin.
2.1.4 Standar Pelayanan Antenatal care
Pelayanan antenatal yang sesuai standar meliputi timbang berat badan,
pengukuran tinggi badan, tekanan darah, nilai status gizi (ukur lingkar lengan

atas), tinggi fundus uteri, menentukan presentasi janin dan denyut jantung janin
(DJJ), skrining status imunisasi tetanus dan memberikan imunisasi Tetanus
Toksoid (TT) bila diperlukan, pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama
kehamilan, test laboratorium (rutin dan khusus), tatalaksana kasus, serta temu
wicara (konseling) termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K), serta KB pasca persalinan (Depkes RI, 2010).
Pelayanan antenatal care yang diberikan petugas kesehatan yang
profesional pada ibu hamil sesuai dengan standar antenatal care yang telah
ditetapkan dengan standar minimal “7T”, meliputi :
1.

Timbang berat badan dan pengukuran tinggi badan
Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal
dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin.
Penambahan berat badan yang kurang dari 9 kilogram selama kehamilan
atau kurang 1 kilogram setiap bulannya menunjukkan adanya gangguan
pertumbuhan janin.

Universitas Sumatera Utara


16

Melakukan penimbangan berat badan ibu hamil secara teratur
mempunyai arti klinis penting, karena ada hubungan yang erat antara
pertambahan berat badan selama kehamilan dengan berat badan lahir anak.
Pertambahan berat badan hanya sedikit menghasilkan rata-rata berat badan
lahir anak yang lebih rendah dan resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya
bayi BBLR dan kematian bayi.
Pengukuran tinggi badan pada pertama kali kunjungan dilakukan
untuk menapis adanya faktor risiko pada bu hamil. Tinggi badan ibu hamil
kurang dari 145 cm meningkatkan risiko untuk terjadinya panggul sempit.
2. Ukuran tekanan darah

Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal
dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi pada kehamilan jika
tekanan darah ≥140/90 mmHg, dan preeklamsia (hipertennsi disertai
edema wajah dan atau tungki bawah).
3. Ukur tinggi fundus uteri

Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal

dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan
umur kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai dengan umur kehamilan,
kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin. Standar pengukuran
menggunakan pita pengukur setelah kehamilan 24 minggu.

Universitas Sumatera Utara

17

4. Pemberian imunisasi Tetanus Toxoid (TT)

Pemberian imunisasi tetanus toxoid pada kehamilan umumnya
diberikan 2 kali. Imunisasi pertama diberikan pada usia kehamilan 16
minggu untuk yang kedua di berikan 4 minggu kemudian.
5. Pemberian Tablet Besi minimal 90 tablet selama kehamilan.

Memberikan tablet besi agar ibu hamil tidak menderita anemia
yang dapat di nilai dari kadar hemoglobin 24 minggu.
2.1.6 Cakupan Pelayanan Antenatal care
Cakupan Pelayanan antenatal care adalah persentase ibu hamil yang

telah pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja.
Hasil pencapaian program pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dinilai dengan
menggunakan indikator cakupan K1 dan K4 yang dihitung dengan membagi
jumlah ibu hamil yang melakukan pemeriksaan antenatal pertama kali oleh
tenaga kesehatan (untuk perhitungan indikator K1) atau jumlah ibu hamil yang
melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali sesuai standar oleh tenaga
kesehatan di suatu wilayah pada kurun waktu tertentu (untuk perhitungan
indikator K4) dengan jumlah sasaran ibu hamil yang ada di wilayah kerja
dalam 1 tahun (Depkes RI, 2010).

Universitas Sumatera Utara

21

Menurut Depkes RI (2005), Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan
Ibu dan Anak (PWS-KIA) adalah alat manajemen program KIA untuk
memantau cakupan pelayanan KIA di Suatu wilayah kerja secara terus
menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tetap terhadap
wilayah kerja cakupan pelayanan KIA masih rendah.
2.2 Faktor yang Berhubungan dengan Kunjungan Antenatal care

Menurut Lawrance Green dalam Notoatmodjo (2010), sebuah perilaku
kesehatan timbul karena dipengaruhi oleh tiga faktor :
1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor), faktor ini digunakan untuk
menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan
menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan
oleh karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke dalam ciri-ciri :
a. Demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota
keluarga)
b. Struktur sosial (tingkat pendidikan, jumlah pendapatan pekerjaan, ras,
kesukuan, tempat tinggal)
c. Sikap, keyakinan, persepsi, pandangan individu terhadap pelayanan
kesehatan.
2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors) adalah faktor yang memungkinkan
suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk di dalam faktor
pemungkin adalah keterampilan dan sumber daya pribadi atau komuniti,
seperti tersedianya pelayanan kesehatan, keterjangkauan, kebijakan,
peraturan perundangan.

Universitas Sumatera Utara


22

3. Faktor Penguat (Reinforcing Factor) adalah konsekuensi dari perilaku
yang ditentukan apakah pelaku menerima unpan balik yang positif atau
negatif dan mendapatkan dukungan sosial setelah perilaku dilakukan.
Faktor penguat mencakup dukungan sosial dari tenaga kesehatan.
2.2.1 Faktor Predisposisi
2.2.1.1 Umur
Umur adalah waktu hidup individu mulai lahir dalam satuan tahun.
Semakin cukup umur, tingkat kematangan seseorang akan lebih di percaya
daripada orang yang belum cukup tinggi kedewasaanya, jika kematangan usia
seseorang cukup tinggi maka pola berfikir seseorang akan lebih dewasa. Ibu yang
mempunyai usia produktif akan lebih berpikir secara rasional dan matang tentang
pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan (Depkes RI, 2008). Hal ini juga
sesuai dengan pernyataan Verner dan Davison di dalam Notoatmodjo (2010)
bahwa dengan bertambah usia maka akan mengurangi kemampuan untuk melihat,
mendengar yang akan mempengaruhi dirinya dalam mendapatkan pengetahuan.
Umur sangat berguna untuk menentukan suatu kesehatan ibu, ibu
dikatakan beresiko tinggi apabila hamil di bawah 20 tahun dan dia atas 35 tahun.
Menurut Winkjosastro (2005), kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman
untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada
wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih
tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian
maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun.

Universitas Sumatera Utara

23

2.2.1.2 Pendidikan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
memengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga
melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan kesehatan
adalah

aplikasi

atau

penerapan

pendidikan

didalam

bidang

kesehatan

(Notoatmojo,2010).
Pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang dapat memengaruhi
keadaan keluarga karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan
pengetahuan atau informasi tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan akan lebih
baik. Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku seseorang sebagai
hasil jangka menengah dari pendidikan yang diperoleh. Perilaku kesehatan akan
berpengaruh pada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai hasil
dari pendidikan kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian Widyastuti (2009) mengatakan bahwa ada
hubungan pendidikan dengan pemeriksaan kehamilan, hal ini disebabkan ibu akan
membuat keputusan menyangkut masalah kesehatan mereka sendiri, semakin
tinggi pendidikan seorang wanita ,maka semakin mampu mandiri dalam
mengambil keputusan menyangkut diri mereka sendiri termasuk dalam melakukan
perawatan kehamilan dan pemeriksaan kehamilan. Menurut Murniati (2007)
bahwa ibu dengan pendidikan tinggi (SMA, perguruan tinggi) lebih cenderung
akan memanfaatkan pelayanan antenatal care dibandingkan ibu dengan
pendidikan SMP dan SD.

Universitas Sumatera Utara

24

2.2.1.3 Paritas
Menurut Winkjosastro (2005) paritas adalah jumlah janin yang dilahirkan
ibu dengan berat 500 gram atau lebih, yang dilahirkan hidup atau mati. Paritas 1
dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Resiko
pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetri lebih baik, sedangkan
paritas lebih dari 3 dapat dikurangi atau dicegah keluarga berencana. Paritas
sangat memengaruhi kunjungan antenatal.
Ibu yang baru pertama kali hamil merupakan hal yang sangat baru
sehingga termotivasi dalam memeriksakan kehamilannya ketenaga kesehatan.
Sebaliknya ibu yang sudah pernah melahirkan lebih dari satu orang mempunyai
anggapan bahwa ia sudah berpengalaman sehingga tidak termotivasi untuk
memeriksakan kehamilannya (Wiknjosastro, 2005).
Menurut Sastrawinata (1993) yang dikutip Widawati (2008) paritas dapat
dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
1. Primipara adalah wanita yang telah melahirkan 1 kali, seorang anak cukup
besar untuk hidup didunia luar.
2. Multipara adalah wanita yang telah melahirkan 2 kali – 4 kali, lebih dari
seorang anak yang cukup besar untuk hidup di dunia luar.
3. Grande multipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 kali atau lebih,
lebih dari 5 orang anak yang cukup besar untuk hidup di dunia luar.
Menurut Swenson et al.,(2006) dalam Manurung (2015), wanita dengan
paritas tinggi cenderung kurang melakukan perawatan kehamilan, ibu paritas
tinggi lebih percaya diri tentang kehamilannya dan merasa kurang perlu untuk

Universitas Sumatera Utara

25

melakukan perawatan kehamilan dan merupakan penghalang untuk menggunakan
pelayanan ANC (Overbosch et al, 2004). Berdasarkan hasil penelitian Widyastuti ,
dkk (2009) mengatakan bahwa ada hubungan paritas dengan pemeriksaan
kehamilan. Menurut penelitian Fithriany (2011) paritas sangat berpengaruh
terhadap pemeriksaan kehamilan.
2.2.1.4 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
peninderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi malalui
pancaindra manusia, yakni: indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh malalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau kognitif marupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).
Selanjutnya menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang dicakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni :
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai meningkatnya suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,
tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

Universitas Sumatera Utara

26

2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi (sebenarnya). Dalam situasi yang
lain misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan
masalah (problem solving cycle) dalam pemecahan masalah kesehatan dari
kasus yang diberikan.
4. Analisis (Analysis)
Analiisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sistesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari faromasi-formasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluationi)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek.

Universitas Sumatera Utara

27

Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin tinggi tingkat
pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih bersifat langgeng (Friedman,
2005). Pengetahuan yang dimiliki ibu tentang pelayanan Antenatal Care (K1 dan
K4) dan pentingnya pemeriksaan kehamilan berdampak pada ibu hamil akan
memeriksakan kehamilannya pada petugas kesehatan (Depkes RI, 2008).
Berdasarkan penelitian Zainal di dalam penelitian Arihta (2012)
menunjukkan

adanya

hubungan

bermakna

antara

pengetahuan

dengan

pemeriksaan kehamilan. Hasil penelitian Surtama (2013) mengatakan bahwa
pengetahuan mempunyai hubungan dengan pemeriksaan kehamilan. Menurut
penelitian Nurul, Balqis, dan Rahmiani (2014) menyatakan bahwa pengetahuan
ibu hamil berhubungan dengan keteraturan melakukan kunjungan pemeriksaan
kehamilan.
2.2.1.5 Sikap
Tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh sikap (attitude) yaitu
suatu tingkat efek (perasaan) baik yang positif (menguntungkan) maupun negatif
(merugikan). Sikap belum tentu merupakan tindakan atau aktivitas, tetapi
merupakan “predisposisi” tindakan atau perilaku (Notoatmodjo, 2012).
Menurut Prawirohardjo (2005) sikap merupakan potensi tingkah laku
seseorang terhadap sesuatu keinginan yang dilakukan. Maka dapat dikatakan
seorang ibu hamil yang bersikap positif terhadap perawatan kehamilan (ANC)
cenderung akan mempunyai motivasi tinggi untuk melakukan ANC. Hal ini
dikarenakan informasi, pengetahuan dan pemahaman ibu hamil yang baik

Universitas Sumatera Utara

28

mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan (ANC) selama kehamilan dapat
mencegah bahaya dan risiko yang mungkin terjadi selama hamil.
Menurut Allport dalam Notoatmodjo (2005) sikap terdiri dari 3 komponen,
yaitu :
1. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek.
3. Kecendrungan untuk bertindak (trend to behave).
Ketiga kompenen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,
keyakinan dan emosi memegang peranan penting.
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat berdasarkan
indentitasnya, sebagai berikut :
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus
yang diberikan. Misal sikap seseorang terhadap pemeriksaan antenatal
dapat diketahui dari kehadiran si ibu untuk mendengarkan penyuluhan
tentang antenatal di lingkungannya.
2. Menanggapi (responding)
Menanggapi diartikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan yang
dihadapi.

Universitas Sumatera Utara

29

3. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan memberikan nilai yang positif terhadap objek, dalam
arti mendiskusikannya dengan orang lain bahkan mempengaruhi atau
menganjurkan orang lain merespon.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggunga jawab terhadap apa yang diyakininya. Seseorang yang telah
mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani
mengambil resiko bila ada orang lain mencemoohkan atau adanya resiko
lain (Notoatmodjo, 2005).
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang
dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional
terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2010 ).
Sikap ibu terhadap pelayanan antenatal care berperan dalam pemeriksaan
kehamilan secara teratur. Hasil penelitian Simanjuntak menunjukkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan antenatal K4 sesuai
standar. Penelitian Situmeang (2010) menunjukkan bahwa sikap ibu hamil
berhubungan dengan tindakan ibu hamil dalam melakukan pemanfaatan antenatal
care di Kelurahan Pasir Bidang Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

Universitas Sumatera Utara

30

2.2.1.6 Pendapatan
Pendapatan yaitu seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang
baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri. Jadi yang dimaksud pendapatan
adalah suatu tingkat penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan pokok dan
pekerjaan sampingan dari orang tua dan anggota keluarga lainnya. Pendapatan
juga mempunyai kontribusi besar dalampemanfaatan pelayanan kesehatan. Bagi
ibu-ibu yang mempunyai biaya akan lebih leluasa untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan, sebaliknya ibu-ibu yang kurang mempunyai biaya akan kurang leluasa
untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan (Ulina, 2004).
2.2.2

Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

2.2.2.1 Jarak Rumah ke Fasilitas Kesehatan
Faktor yang mendorong dalam kunjungan pemeriksan kehamilan adalah
jarak ke fasilitas kesehatan yaitu Sarana dan prasarana kesehatan serta
Kemudahan dalam mencapai sarana kesehatan tersebut.
Sarana dan prasarana kesehatan meliputi seberapa banyak fasilitas-fasilitas
kesehatan, konseling maupun pusat-pusat informasi bagi individu/masyarakat.
Kemudahan bagaimana kemudahan untuk mencapai sarana kesehatan tersebut
termasukbiaya, waktu / lama pengobatan, dan juga hambatan budaya seperti malu
mengalami penyakit tertentu jika diketahui masyarakat (Notoatmodjo, 2010).
Lokasi yang mudah dijangkau dan tersedianya fasilitas yang memadai
akan memberi kemudahan bagi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya dan
bisa melaksanakan antenatal care sehingga jika terdapat kedaan gawat darurat
dapat segera ditangani. Berdasarkan peneliti (Yeyeh, 2009) mengatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara

31

lokasi

pelayanan

kesehatan

mempunyai

hubungan

dengan

pemeriksaan

kehamilan.
Lokasi adalah ruang sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat
yaitu jarak antara rumah dengan tempat pelayanan ANC. Keterjangkauan
masyarakat termasuk lokasi akan fasilitas kesehatan akan mempengaruhi
pemilihan pelayanan kesehatan. Jarak merupakan komponen kedua yang
memungkinkan seseorang untuk memanfaatkan pelayanan pengobatan.
Menurut peneliti Elfi Rahmawati (2008) Faktor Geografis dan keberadaan
sarana pelayanan kesehatan akan sangat mempengaruhi hasil pelayanan kesehatan
kepada masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau baik dari segi
pembiayaan manapun dari segi lokasi akan lebih banyak dikunjungi oleh
masyarakat khususnya masyarakat ekonomi lemah/miskin. Biaya dan lokasi juga
sering berkaitan sebagai bahan pertimbangan seseorang dalam mengakses
pelayanan.
Menurut penelitian Sumiarsih (2007) menemukan bahwa ibu yang
memiliki persepsi jarak kepelayanan kesehatan memiliki hubungan yang
bermakna dengan kelengkapan pemanfaatan layanan antenatal.
2.2.3

Faktor Pendukung (Reinforcing Factors)

2.2.3.1 Dukungan Suami
Menurut Sarwono (2003), dukungan adalah suatu upaya yang diberikan
kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut
dalam melaksanakan kegiatan. Wanita hamil tidak hidup sendiri tetapi dalam
lingkungan keluarga dan budaya yang kompleks atau bermacam-macam. Pada

Universitas Sumatera Utara

32

kenyataanya peranan suami

sangat besar bagi ibu hamil dalam mendukung

perilaku atau tindakan ibu hamil dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.
Dukungan suami merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam
perilaku ibu hamil. Contohnya suami perlu memberikan penjelasan dan
mengajarkan pada ibu untuk memeriksa kehamilan minimal 4 kali selama
kehamilan. Memeriksa kehamilan sejak dini dalam hal ini suami dapat
mendukung istrinya agar mendapatkan pelayanan antenatal care yang baik,
menyediakan transportasi atau dana untuk biaya konsultasi, sehingga suami dapat
belajar mengenai gejala dan tanda-tanda komplikasi kehamilan. Kematian ibu
dapat dicegah bila suami dapat mengenal komplikasi-komplikasi potensial dan
selalu siaga untuk mencari pertolongan bila hal itu terjadi.
Hasil penelitian Djusmalizar (2011) dalam penelitian Arihta (2012) bahwa
dukungan suami yang baik menyebabkan kunjungan antenatal care pada ibu
hamil dilakukan secara lengkap. Menurut Kusmiati, dkk (2010), dengan
menemani isteri pada saat pemeriksaan kehamilan, suami akan lebih banyak
mendapatkan informasi sehingga lebih siap menghadapi kehamilan dan persalinan
istrinya. Selain itu istri juga lebih merasa aman dan nyaman diperiksa bila
ditemani suaminya, karena orang yang paling penting bagi seorang wanita hamil
adalah suaminya.
Menurut Richardson (1983) dalam Rukiyah dan Yulianti (2013)
mengatakan bahwa Suami adalah orang pertama dan utama dalam memberi
dorongan kepada istri sebelum pihak lain turut memberi dorongan, dukungan dan
perhatian seorang suami terhadap istri yang sedang hamil yang akan membawa

Universitas Sumatera Utara

33

dampak bagi sikap bayi. Suami dapat member dukungan dengan mengerti dan
memahami setiap perubahan yang terjadi pada istrinya (Depkes RI, 2010).
Dukungan suami pada saat kehamilan adalah segala sesuatu yang
diperbuat suami dalam merespon kehamilan istrinya. Respon suami terhadap
kehamilan istri yang dapat menyebabkan adanya ketenangan batin dan perasaan
senang dalam istri (Marmi dan Margiyati, 2013).
Menurut Marmi dan Margiyati (2013) ada empat jenis dukungan yang
dapat diberikan suami sebagai calon ayah antara lain :
1. Dukungan emosi yaitu suami sepenuhya memberi dukungan secara
psikologis kepada istrinya dengan menunjukkan kepedulian dan perhatian
kepada kehamilannya serta peka terhadap kebutuhan dan perubahan emosi
ibu hamil.
2. Dukungan instrumental yaitu dukungan suami yang diberikan untuk
memenuhi kebutuhan fisik ibu hamil dengan bantuan keluarga lainnya.
3. Dukungan informasi yaitu dukungan suami dalam memberikan informasi
yang diperolehnya mengenai kehamilan.
4. Dukungan penilaian yaitu memberikan keputusan yang tepat untuk
perawatan kehamilan istrinya.
Dukungan suami yang tinggi disebabkan adanya dukungan emosional,
dukungan instrumental, dukungan informasional, dan penilaian yang baik yang
diberikan dari suami kepada ibu hamil, yang mampu menumbuhkan terjalinnya
hubungan yang baik antara keluarga dan ibu hamil dan mencegah kecemasan yang

Universitas Sumatera Utara

34

timbul akibat perubahan fisik yang mempengaruhi kondisi psikologisnya
(Rukiyah dan Yulianti, 2014).
2.2.3.2 Dukungan Petugas Kesehatan
Menurut Depkes RI (2009), tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dan kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Dukungan petugas kesehatan
merupakan dukungan sosial dalam bentuk dukungan informasi, dimana perasaan
subjek bahwa lingkungan (petugas kesehatan) memberikan informasi yang jelas
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kehamilan.
Berdasarkan hasil penelitian Supriyanto (2008), bahwa ada hubungan
dukungan petugas kesehatan dengan pemeriksaan kehamilan, dimana nilai p value
(0,011).

Universitas Sumatera Utara

35

2.3

Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori, maka rumusan kerangka konsep penelitian

sebagai berikut :
Variabel Bebas

Variabel Terikat

Faktor Predisposisi

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Umur
Pendidikan
Pengetahuan
Paritas
Sikap
Pendapatan

erse
Faktor Pemungkin
(Enabling Factors)
1. Jarak rumah ke Fasilitas
Kesehatan

Kunjungan
Antenatal Care

Faktor Pendorong
(Reinforcing Factors)
1. Dukungan Suami
2. Dukungan Petugas
Kesehatan
Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan Pelaksanaan Antenatal Care dengan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi pada Ibu Hamil di Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan

3 32 97

Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemeriksaan Antenatal Care Kunjungan Pertama (K1) Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pisangan Kota Tanggerang Selatan

0 13 117

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Padangmatinggi Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

0 0 19

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Padangmatinggi Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

0 0 2

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Di Wilayah Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan

0 0 18

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Di Wilayah Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan

1 3 2

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Di Wilayah Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan

0 0 10

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Di Wilayah Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Chapter III VI

0 0 50

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Di Wilayah Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan

1 25 4

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Di Wilayah Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan

0 2 35